Anda di halaman 1dari 6

ASAS-ASAS YANG TERDAPAT DALAM HUKUM PIDANA

Nama : Samuel Boy Gabe Habonaron Sitompul

NPM : 20600040

Group :A

Mata Kuliah : Hukum Acara Pidana

Dosen Pengasuh : Ojak Nainggolan, SH.,MH


1. Asas Diferensiasi Fungsional
Asas ini menyatakan setiap aparat penegak hukum dalam sistem peradilan pidana
memiliki tugas dan fungsinya sendiri yang terpisah antara satu dengan yang lain.
Dalam pasal 1 angka 24 KUHAP “Laporan adalah pemberitahuan yang disampaikan
oleh seorang karena hak atau kewajiban berdasarkan undang-undang kepada pejabat
yang berwenang tentang telah atau sedang atau diduga akan terjadinya peristiwa
pidana”

2. Asas Legalitas
Asas legalitas diatur dalam Pasal 1 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana (KUHP)  yang menjelaskan bahwa “Suatu perbuatan tidak dapat dipidana,
kecuali berdasarkan kekuatan perundang-undangan pidana yang telah ada”. Dengan
kata lain, asas legalitas adalah “tidak ada suatu perbuatan yang dapat dipidana tanpa
ada peraturan yang mengaturnya (nullum delictum nulla poena sine lege poenali).
Namun, dalam hukum acara pidana, asas legalitas memiliki makna setiap Penuntut
Umum wajib segera mungkin menuntut setiap perkara. Artinya, asas legalitas lebih
dimaknai setiap perkara hanya dapat diproses di pengadilan setelah ada tuntutan dan
gugatan terhadapnya. Sedangkan penyimpangan terhadap asas ini dikenal dengan asas
oportunitas yang berarti bahwa demi kepentingan umum, Jaksa Agung dapat
mengesampingkan penuntutan perkara pidana. Dalam KUHAP (Pasal 1 angka 14,
Pasal 17, dan Pasal 21 (1), dan Pasal 77).

3. Asas Lex Scripta


Asas ini adalah asas yang mengatur proses beracara dengan segala kewenangan yang
ada harus tertulis. Selain itu, mengajarkan bahwa aturan dalam hukum acara pidana
harus ditafsirkan secara ketat. Dalam pasal 1 KUHP tertulis bahwa:
a. Suatu perbuatan dapat dipidana kalau termasuk ketentuan pidana menurut
undang-undang. Oleh karena itu pemidanaan berdasarkan hukum yang tidak
tertulis tidak dapat dipidana;
b. Ketentuan pidana itu harus lebih dahulu ada daripada perbuatan itu, dengan
kata lain, ketentuan pidana itu harus sudah berlaku ketika perbuatan itu
dilakukan. Oleh karena itu ketentuan tersebut tidak berlaku surut (asas non
retroaktif), baik mengenai ketetapan dapat dipidana maupun sanksinya.
Asas ini terdapat dalam Undang-undang Nomor 4 tahun 2004 tentang kekuasaan
Kehakiman pada pasal 4 ayat (2). Peradilan cepat artinya dalam melaksanakan
peradilan diharapkan dapat diselenggarakan sesederhana mungkin dan dalam
waktu yang sesingkat- singkatnya. Sederhana mengandung arti bahwa agar
dalampenyelenggaraan peradilan dilakukan dengan cara simple singkat dan tidak
berbelit-belit. Biaya ringan berarti penyelenggaraan peradilan ditekan sedemikian
rupa agar terjangkau bagi pencari keadilan.

4. Asas Peradilan Cepat, Sederhana Dan Biaya Ringan


Asas peradilan cepat, sederhana dan biaya ringan dalam KUHAP yang mengatur
tentang Asas peradilan cepat, sederhana dan biaya ringan antara lain :
a) Pasal 50 ayat (1) KUHAP :“Tersangka berhak segera mendapatkan
pemeriksaan oleh penyidik dan selanjutnya dapat diajukan kepada
penuntut umum.”
b) Pasal 67 KUHAP juga dapat dimaknai adanya asas peradilan cepat, sederhana,
dan biaya ringan yang menyebutkan, bahwa “Terdakwa atau penuntut umum
berhak untuk minta banding terhadap putusan pengadilan tingkat pertama
kecuali terhadap putusan bebas, lepas dari segala tuntutan hukum yang
menyangkut masalah kurang tepatnya penerapan hukum dan putusan
pengadilan dalam acara cepat.”
Asas ini terdapat dalam Undang-undang Nomor 4 tahun 2004 tentang kekuasaan
Kehakiman pada pasal 4 ayat (2). Peradilan cepat artinya dalam melaksanakan
peradilan diharapkan dapat diselenggarakan sesederhana mungkin dan dalam waktu
yang sesingkat- singkatnya. Sederhana mengandung arti bahwa agar
dalampenyelenggaraan peradilan dilakukan dengan cara simple singkat dan tidak
berbelit-belit. Biaya ringan berarti penyelenggaraan peradilan ditekan sedemikian
rupa agar terjangkau bagi pencari keadilan.

5. Asas Setiap Orang Diperlakukan Sama Di Depan Hukum


Asas setiap Orang Diperlakukan Sama di Depan Hukum, atau di sebut dengan
equality before the law Dalam acara hukum pidana tidak mengenal forum
privilegiatum atau perlakuan yang bersifat khusus. Negara Indonesia sebagai negara
hukum mengakui bahwa manusia sama di depan hukum. Sebagaimana ditentukan
pasal 4 ayat 1 Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 dan penjelasan umum Pasal
196 angka 3 huruf a KUHAP yaitu menyatakan bahwa pengadilan mengadili menurut
hukum dengan tidak membeda-bedakan orang, hal ini berkaitan dengan bunyi
dari Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 yang menyebutkan: Segala warga negara bersamaan
kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan
pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.

6. Asas Persidangan Terbuka Untuk Umum


Asas Persidangan Terbuka untuk umum memiliki makna yaitu menghendaki adanya
bentuk transparansi atau keterbukaan dalam sidang peradilan pidana. Asas ini diatur
dalam Pasal 153 ayat (3) KUHAP, yaitu:“Untuk keperluan pemeriksaan hakim ketua
sidang membuka sidang dan menyatakan terbuka untuk umum kecuali dalam perkara
mengenai kesusilaan atau Terdakwanya anak-anak”. Apabila perkara terkait
kesusilaan atau terdakwanya anak-anak tersebut tetap dilakukan persidangan dengan
terbuka untuk umum, maka akan menimbulkan konsekuensi hukum yang diatur dalam
Pasal 153 ayat (4) KUHAP, yaitu :“tidak dipenuhinya dalam ayat (2) dan ayat (3)
mengakibatkan batalnya putusan demi hukum ”. Asas ini juga terdapat dalam pasal 19
ayat (1) UU No.4 Tahun 2004 tentang kekuasaan kehakiman yang menyebutkan
”Sidang pemeriksaan Pengadilan adalah terbuka untuk umum, kecuali apabila
Undang-Undang menentukan lain”.

7. Asas Hakim Majelis


Asas hakim majelis ini dimaksudkan untuk menjamin pemeriksaan yang seobyek
mungkin,guna memberikan perlindungan hak asasi manusia dalam bidang peradilan.
“...sistem pembuktian di negara kita memakai sistem “Negatief Wettelijk”, yaitu
keyakinan yang disertai dengan mempergunakan alat-alat bukti yang sah menurut
Undang-Undang; Hal ini dapat terlihat pada Pasal 193 Undang- Undang No. 8 Tahun
1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) “Hakim tidak boleh menjatuhkan
putusan pidana kepada seseorang, kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua
alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan, bahwa suatu tindak pidana benar-benar
terjadi dan bahwaterdakwalah yang bersalah melakukannya”.
Asas ini jugaberkaitan dengan Pasal 17 ayat (1) UU.N0.24/2014 Tentang Kekuasaan
Kehakiman menyebutkan bahwa “semua pengadilan memeriksa dan memutus dengan
sekurang-kurangnya tiga orang hakim, kecuali undang-undang mennetukan lain”

8. Asas Ketua Majelis Menjadi Pemimpin Sidang


Asas ketua majelis menjadi pemimpin sidang terdapat pada Pasal 182 ayat (6)
KUHAP yang berisi :
a. Putusan diambil dengan suara terbanyak,
b. Jika ketentuan tersebu huruf a tidak juga dapat diperoleh putusan yang dipilih
adalah pendapat hakim yang paling menguntungkan bagi terdakwa

9. Asas Pemberian Ganti Rugi Dan Rehabilitasi Atas Salah Tangkap, Salah Tahan,
Dan Salah Tuntut
Tersangka, terdakwa, terpidana atau ahli warisnya berhak menuntut ganti kerugian
karena ditangkap, ditahan, dituntut, dan diadili tanpa alasan yang sah menurut
undang-undang atau kekeliruan orangnya atau kekeliruan terhadap hukum yang
diterapkan. Penuntutan kerugian tersebut dapat diajukan dalam sidang praperadilan
apabila perkaranya belum atau tidak dilimpahkan ke Pengadilan Negeri, tetapi apabila
perkaranya telah diperiksa di Pengadilan Negeri maka tuntutan ganti kerugian dapat
diajukan ke Pengadilan Negeri yang memeriksa perkara tersebut baik melalui
penggabungan perkara maupun gugatan perdata biasa baik ketika perkara pidananya
diperiksa maupun setelah ada putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap
terhadap perkara pidana yang bersangkutan.
Perlindungan hukum terhadap tersangka, terdakwa atau terpidana untuk menuntut
ganti kerugian dan rehabilitasi melalui sidang praperadilan sebagaimana telah diatur
dalam :
a) Pasal 1 angka 10 huruf c “permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi oleh
tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya
tidak diajukan ke pengadilan.”
b) Pasal 1 angka 22 KUHAP “Ganti kerugian adalah hak seorang untuk
mendapat pemenuhan atas tuntutannya yang berupa imbalan sejumlah uang
karena ditangkap, ditahan, dituntut ataupun diadili tanpa alasan yang
berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau
hukum yang diterapkan menurut cara yang diatur dalam undang-undang in.”
c) Pasal 68 KUHAP “Tersangka atau terdakwa berhak menuntut ganti kerugian
dan rehabilitasi sebagaimana diatur dalam Pasal 95.”
d) Pasal 77 huruf b KUHAP “Ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang
yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan.
e) Pasal 95 ayat 1 KUHAP “Tersangka, terdakwa atau terpidana berhak
menuntut ganti kerugian karena ditangkap, ditahan, dituntut dan diadili atau
dikenakan tindakan lain, tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau
karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan.”
f) Pasal 97 KUHAP : (1) Seorang berhak memperoleh rehabilitasi apabila oleh
pengadilan diputus bebas atau diputus lepas dari segala tuntutan hukum yang
putusannya telah mempunyai kekuatan hukum tetap. (2) Rehabilitasi tersebut
diberikan dan dicantumkan sekaligus dalam putusan pengadilan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1). (3) Permintaan rehabilitasi oleh tersangka atas
penangkapan atau penahanan tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang
atau kekeliruan mengenai orang atau hukum yang diterapkan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 95 ayat (1) yang perkaranya tidak diajukan ke
pengadilan negeri diputus oleh hakim praperadilan yang dimaksud dalam
Pasal 77.
g) Pasal 9 ayat (1) Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan
Kehakiman
“Setiap orang yang ditangkap, ditahan, dituntut, atau diadili tanpa alasan
berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau
hukum yang diterapkannya, berhak menuntut ganti kerugian dan rehabilitasi”.

10. Asas Oportunitas


Pengertian Asas oportunitas Pada KUHAP Pasal 14 ayat (h) yang berisi tentang
“Menutup perkara demi kepentingan hukum” sangat diartikan sangat sempit karena
di dalam pasal ini penuntut umum diberikan wewenang untuk menutup perkara demi
kepentingan umum tanpa menjelaskan bagaimana dan apa saja yang bisa
dikategorikan kedalam kepentingan umum tersebut, ditambah lagi di bagian
penjelasan umum Pasal 14 tidak ada pengertian yang lebih detil lagi mengenai
kepentingan umum. Namun dalam Pasal 35 c UU No. 16 Tahun 2004 tentang
Kejaksaan yang menyebutkan: “Jaksa Agung dapat menyampingkan perkara
berdasarkan kepentingan umum.”

11. Asas Praduga Tak Bersalah


Asas praduga tidak bersalah diartikan sebagai ketentuan yang menganggap seseorang
yang menjalani proses pemidanaan tetap tidak bersalah sehingga harus dihormati hak-
haknya sebagai warga negara sampai ada putusan pengadilan negeri yang menyatakan
kesalahan- nya. Dengan kata lain, Asas ini mengandung pengertian, bahwa setiap
orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, dan dihadapkan dipengadilan tidak
boleh dianggap bersalah sampai ada putusan pengadilan yang menyatakan bersalah
serta telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Asas ini terdapat dalam UU NO 8
Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman Pada Pasal 8 Ayat (1) “Setiap orang
yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, atau dihadapkan di depan pengadilan
wajib dianggap tidak bersalah sebelum ada putusan pengadilan yang menyatakan
kesalahannya dan telah memperoleh kekuatan hukum tetap. “

12. Pemeriksaan Hakim yang Langsung dan Lisan


Pemeriksaan Hakim Yang Langsung dan Lisan artinya yaitu, dalam acara
pemeriksaan pengadilan, pemeriksaan dilakukan oleh Hakim secara langsung kepada
terdakwa dan saksi.
Dasar hukum mengenai asas ini diatur dalam Pasal 154 KUHAP yang berbunyi:
1) Hakim ketua sidang memerintahkan supaya terdakwa dipanggil masuk
dan jika ia dalam tahanan, ia dihadapkan dalam keadaan bebas.
2) Jika dalam pemeriksaan perkara terdakwa yang tidak ditahan tidak
hadir pada hari sidang yang telah ditetapkan, hakim ketua sidang
meneliti apakah terdakwa sudah dipanggil secara sah.
3) Jika terdakwa dipanggil secara tidak sah, hakim ketua sidang rnenunda
persidangan dan memerintahkan supaya terdakwa dipanggil lagi untuk
hadir pada hari sidang berikutnya.
4) Jika terdakwa ternyata telah dipanggil secara sah tetapi tidak datang di
sidang tanpa alasan yang sah, pemeriksaan perkara tersebut tidak dapat
dilangsungkan dan hakim ketua sidang memerintahkan agar terdakwa
dipanggil sekali lagi.
5) Jika dalam suatu perkara ada lebih dari seorang terdakwa dan tidak
semua terdakwa hadir pada hari sidang, pemeriksaan terhadap
terdakwa yang hadir dapat dilangsungkan.
6) Hakim ketua sidang memerintahkan agar terdakwa yang tidak hadir
tanpa alasan yang sah setelah dipanggil secara sah untuk kedua
kalinya, dihadirkan dengan paksa pada sidang pertama berikutnya.
7) Panitera mencatat laporan dari penuntut umum tentang pelaksanaan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dan ayat (6) dan
menyampaikannya kepada hakim ketua sidang.
Dalam Pasal 155 KUHAP:
1) Pada permulaan sidang. Hakim ketua sidang menanyakan kepada
terdakwa tentang nama Iengkap. Tempat lahir, umur atau tanggal lahir,
jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama dan pekerjaannya
sertta mengingatkan terdakwa supaya memperhatikan segala sesuatu
yang didengar dan dilihatnya di sidang.
2) a. Sesudah itu hakim ketua sidang minta kepada penuntut umum untuk
membacakan surat dakwaan;
b. Selanjutnya hakim ketua sidang menanyakan kepada terdakwa
apakah ia sudah benarbenar mengerti, apabila terdakwa ternyata tidak
mengerti, penuntut umum atas permintaan hakim ketua sidang wajib
memberi penjelasan yang diperlukan.

13. Tersangka/Terdakwa Berhak Mendapat Bantuan Hukum


Tersangka/terdakwa berhak mendapat bantuan Hukum Salah satu asas yang terdapat
dalam KUHAP adalah bahwa tersangka dan terdakwa berhak mendapatkan bantuan
hukum. Asas ini diatur dalam Pasal 63 s/d Pasal 74 KUHAP. Bantuan hukum yang
dimaksud adalah hak untuk mendapatkan bantuan hukum dari seorang
advokat/pengacara.
Pada dasarya hak untuk mendapatkan bantuan hukum dengan didampingi seorang
advokat/pengacara merupakan konsep yang diadopsi dari “miranda rule” yang
kemudian diakomodir dalam KUHAP. Indonesia sebagai negara berdasarkan hukum
pada dasarnya menghormati konsep miranda rule ini. Komitmennya terhadap
penghormatan miranda rule telah dibuktikan dengan mengadopsinya kedalam pasal
dalam Pasal 56 Ayat (1) KUHAP “Dalam hal tersangka atau terdakwa disangka atau
didakwa melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau ancaman
pidana lima belas tahun atau lebih atau bagi mereka yang tidak mampu yang diancam
dengan pidana lima tahun atau lebih yang tidak mempunyai penasihat hukum sendiri,
pejabat yang bersangkutan pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan
wajib menunjuk penasihat bagi mereka

Anda mungkin juga menyukai