Anda di halaman 1dari 6

Lecturer Notes Program Studi Hukum

Hukum Acara Pidana Universitas Nusa Putra

SESI 2

ASAS – ASAS DALAM HUKUM ACARA PIDANA

Oleh:

Tujuan Instruksional Umum


Mahasiswa diharapkan mampu mengetahui Dasar – dasar atau prinsip –
prinsip dalam hukum acara pidana sebagai dasar dalam memahami norma-
norma hukum yang diatur dalam KUHAP
1. Memahami Silabus Hukum Acara Perdata
Mata kuliah yang akan kita pelajari diberi nama Hukum Acara

1. Asas Peradilan Sederhana, Cepat, dan Biaya Ringan atau Lazim disebut
Contante Justitie
Andi Hamzah menyatakan bahwa sebenarnya asas ini sudah dinyatakan di
dalam HIR, kemudian diadopsi di dalam sistem peradilan Indonesia. Di dalam
HIR, kata ‘cepat’ dinyatakan secara lebih jelas karena menggunakan waktu
yang definitif, misalnya 1 x 24 jam. Tidak seperti banyak diatur di dalam
perundang-undangan Indonesia saat ini yang menggunakan frasa abstrak,
seperti: dalam waktu yang sesingkat-singkatnya atau segera. Sehingga perlu
diubah. (Andi Hamzah, 2008:12-13)
Asas Peradilan Sederhana, Cepat, dan Biaya Ringan atau Lazim disebut
Contante Justitie Andi Hamzah menyatakan bahwa sebenarnya asas ini sudah
dinyatakan di dalam HIR, kemudian diadopsi di dalam sistem peradilan
Indonesia.
Di dalam HIR, kata ‘cepat’ dinyatakan secara lebih jelas karena menggunakan
waktu yang definitif, misalnya 1 x 24 jam. Tidak seperti banyak diatur di
dalam perundang-undangan Indonesia saat ini yang menggunakan frasa
abstrak, seperti: dalam waktu yang sesingkat-singkatnya atau segera.
Sehingga perlu diubah. (Andi Hamzah, 2008:12-13).
2. Asas Persamaan di Depan Hukum (Equality before The Law)
Arti dari persamaan di depan hukum adalah bahwa setiap orang apa pun
kedudukan, status sosial, agama, jenis kelamin, asal sukunya harus
diperlakukan sama di dalam proses hukum. Tidak boleh ada perbedaan. Asas
ini sesungguhnya merupakan amanat dari Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 yang

© 2023- Universitas Nusa Putra


Lecturer Notes Program Studi Hukum
Hukum Acara Pidana Universitas Nusa Putra

menyatakan bahwa: “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam


hukum...”. Kemudian, asas ini juga dinyatakan di dalam Penjelasan Atas
KUHAP di Bagian Umum Angka 3 huruf a yakni: “Perlakuan yang sama atas
diri setiap orang di muka hukum dengan tidak mengadakan pembedaan
perlakuan.” Asas ini juga tertera di dalam Pasal 4 ayat (1) UU Nomor 48 Tahun
2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.
3. Asas Praduga Tidak Bersalah (Presumption of Innocence)
Artinya adalah bahwa semua orang yang dituduh melakukan suatu tindak
pidana tidak boleh diperlakukan sebagai orang yang pasti melakukan tindak
pidana tersebut. Ia harus dipandang sebagai orang yang tidak bersalah sampai
akhirnya dinyatakan terbukti bersalah oleh pengadilan. Bahkan hakim pun di
dalam persidangan harus dapat memperlihatkan sikap netral. Di dalam Pasal
158 KUHAP dinyatakan bahwa: “Hakim dilarang menunjukkan sikap atau
mengeluarkan pernyataan di sidang tentang keyakinan mengenai salah atau
tidaknya terdakwa.” Asas ini juga terdapat dalam Penjelasan Atas KUHAP di
Bagian Umum Angka 3 huruf c yakni: “Setiap orang yang disangka, ditangkap,
ditahan, dituntut, dan atau dihadapkan di muka sidang pengadilan, wajib
dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan
kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap.” Sedangkan di Dalam
UU Nomor 48 Tahun 2009 asas ini tertulis di dalam Pasal 8 ayat (1).
4. Asas Pemberian Ganti Rugi dan Rehabilitasi atas Salah Tangkap, Salah
Tahan, dan Salah Tuntut, Mengadili Tanpa Alasan Berdasarkan Undang-
Undang atau Kekeliruan Mengenai Orangnya (Error In Personal) atau
Hukum yang Diterapkannya Berhak Menuntut Ganti Kerugian dan
Rehabilitasi
Mengenai ganti rugi tersebut diatur di dalam Pasal 95 dan 96 KUHAP. Pasal 96
Ayat (1) dan Ayat (2) menyatakan bahwa hakim akan mengeluarkan penetapan
mengenai ganti rugi tersebut yang disertai dengan alasan dan pertimbangan
dalam membuat penetapan tersebut. Sedangkan mengenai rehabilitasi diatur
di dalam Pasal 97 KUHAP. Di dalam Penjelasan Atas KUHAP di Bagian Umum
Angka 3 huruf d dinyatakan sebagai berikut:
“Kepada seseorang yang ditangkap, ditahan, dituntut, atau pun diadili tanpa
alasan yang berdasarkan undang-undang dan atau karena kekeliruan
mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan wajib diberi ganti kerugian
dan rehabilitasi sejak tingkat penyidikan dan para pejabat penegak hukum

© 2023- Universitas Nusa Putra


Lecturer Notes Program Studi Hukum
Hukum Acara Pidana Universitas Nusa Putra

yang dengan sengaja atau karena kelalaiannya menyebabkan asas hukum


tersebut dilanggar, dituntut, dipidana, dan atau dikenakan hukuman
administrasi.”
Asas ini merupakan asas yang dimaksudkan untuk melindungi warga
masyarakat dari tindakan kesewenang-wenangan atau pun tindakan gegabah
aparat penegak hukum. Jika aparat dengan sengaja atau karena lalai sehingga
terjadi kesalahan tersebut maka aparat dapat dikenakan sanksi pidana dan
atau sanksi administrasi. Sedangkan terhadap orang yang diperlakukan secara
keliru tersebut harus diberikan ganti rugi dan rehabilitasi. Selanjutnya, asas
ini juga terdapat di dalam Pasal 9 ayat (1) undang-undang Nomor 48 Tahun
2009).
5. Asas Memperoleh Bantuan Hukum Seluas-luasnya
Seseorang yang dihadapkan pada hukum tidak boleh ditutup aksesnya untuk
mendapatkan bantuan. Bahkan jika ia tidak memiliki kemampuan untuk
membayar penasihat hukum atau advokat maka terdapat bantuan hukum
yang disediakan oleh pemerintah secara cuma-cuma atau prodeo. Di dalam
Pasal 69 KUHAP dinyatakan bahwa “Penasihat hukum berhak menghubungi
tersangka sejak saat ditangkap atau ditahan pada semua tingkat pemeriksaan
menurut tata cara yang ditentukan dalam undang-undang ini.” Tujuan asas
ini adalah agar tersangka dapat diberikan kesempatan untuk dapat
melakukan pembelaan atas dirinya. Hal ini sebagaimana dinyatakan di dalam
Penjelasan Atas KUHAP di Bagian Umum Angka 3 huruf f. Sedangkan di dalam
Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, asas
ini diatur di dalam Pasal 56, sebagai berikut.
Ayat (1): “Setiap orang yang tersangkut perkara berhak memperoleh bantuan
hukum.”
Ayat (2): “Negara menanggung biaya perkara bagi pencari keadilan yang tidak
mampu.”
6. Asas Pemeriksaan Pengadilan Terbuka untuk Umum
Di dalam Penjelasan Atas KUHAP di Bagian Umum Angka 3 huruf i dinyatakan
bahwa: “Sidang pemeriksaan pengadilan adalah terbuka untuk umum kecuali
dalam hal yang diatur dalam undang-undang.” Pernyataan yang sama juga
terdapat di dalam Pasal 13 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009.
Namun, mengenai penyelenggaraan proses persidangan yang pada asasnya
harus terbuka untuk umum tersebut dapat disimpangi jika terdapat keadaan

© 2023- Universitas Nusa Putra


Lecturer Notes Program Studi Hukum
Hukum Acara Pidana Universitas Nusa Putra

yang menurut hakim sebaiknya sidang berjalan secara tertutup. Mengenai hal
ini diatur di dalam Pasal 153 Ayat (3) KUHAP dinyatakan bahwa sidang dapat
dinyatakan tertutup dalam perkara mengenai kesusilaan atau terdakwanya
anak-anak. Bahkan jika hakim tidak melaksanakan sidang secara tertutup
akan mengakibatkan batalnya putusan (Pasal 153 Ayat (4) KUHAP).
Perlu diperhatikan bahwa ketika pemeriksaan sudah selesai dan hakim
menjatuhkan putusan maka jalannya sidang penjatuhan harus dilakukan
secara terbuka. Jika tidak, maka putusan tersebut tidak sah sehingga tidak
mempunyai kekuatan hukum. Hal ini diatur di dalam Pasal 13 Ayat (2) UU
Nomor 48 Tahun 2009 dinyatakan bahwa “Putusan pengadilan hanya sah dan
mempunyai kekuatan hukum apabila diucapkan dalam sidang terbuka untuk
umum.”
7. Asas Oportunitas
Maksud dari asas oportunitas adalah suatu asas yang membolehkan
dilakukannya pengesampingan perkara demi kepentingan umum. Di dalam
KUHAP tidak tercantum secara eksplisit mengenai asas ini. Namun,
sesungguhnya secara implisit hal ini terdapat di dalam Penjelasan Pasal 77
KUHAP yakni: “Yang dimaksud dengan “penghentian penuntutan” tidak
termasuk penyampingan perkara untuk kepentingan umum yang menjadi
wewenang Jaksa Agung.”
Di dalam kalimat tersebut terkandung arti bahwa Jaksa Agung dapat memiliki
wewenang untuk menghentikan perkara untuk kepentingan umum (asas
oportunitas). Pengaturan mengenai asas ini terdapat di dalam Pasal 35 c
UndangUndang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan bahwa “Jaksa
Agung mempunyai tugas dan wewenang: (c) untuk mengesampingkan perkara
demi kepentingan umum.” Mengenai apa yang dimaksud dengan kepentingan
umum dapat ditemukan di dalam Penjelasan Pasal 35 (c) UU tersebut yaitu:
“Yang dimaksud dengan “kepentingan umum” adalah kepentingan bangsa dan
negara dan/atau kepentingan masyarakat luas. Mengesampingkan perkara
sebagaimana dimaksud dalam ketentuan ini merupakan pelaksanaan asas
oportunitas, yang hanya dapat dilaksanakan oleh Jaksa Agung setelah
memperhatikan saran dan pendapat dari badan-badan kekuasaan negara yang
mempunyai hubungan dengan masalah tersebut.”
Di dalam KUHAP, aparat penegak hukum yang diamanahkan tugas untuk
melakukan penuntutan suatu kasus ke pengadilan adalah jaksa (Pasal 1

© 2023- Universitas Nusa Putra


Lecturer Notes Program Studi Hukum
Hukum Acara Pidana Universitas Nusa Putra

Angka 6 huruf a dan b KUHAP; dan Pasal 137 KUHAP). Sehingga, seorang
jaksa hanya dapat melakukan penghentian penuntutan suatu perkara
berdasarkan asas oportunitas jika sudah diperintahkan oleh Jaksa Agung. Hal
ini berbeda dengan acara pidana di beberapa negara, seperti Inggris dan RRC,
di negara-negara tersebut setiap orang memiliki hak untuk melakukan
tuntutan pidana jika ia merasa dirugikan (Andi Hamzah,2008:16).
8. Asas Akusator
Asas akusator adalah asas yang menempatkan tersangka bukan sebagai objek
pemeriksaan melainkan sebagai subjek pemeriksaan. Dengan menempatkan
tersangka sebagai subjek pemeriksaan, sesungguhnya merupakan
pembaharuan dari yang diatur di dalam HIR. Di dalam HIR, tersangka
ditempatkan sebagai objek pemeriksaan (inkuisitor). Asas akusator
memberikan tersangka perlindungan HAM dalam proses hukum acara pidana.
(Andi Hamzah, 2008:24-25).
Beberapa pasal KUHAP yang merupakan penjabaran dari asas akusator adalah
Pasal 52, Pasal 55, dan Pasal 65. Di dalam Pasal 52 dinyatakan bahwa
tersangka atau terdakwa berhak memberikan keterangan secara bebas kepada
penyidik atau hakim. Di dalam penjelasan pasal tersebut dinyatakan bahwa
tersangka atau terdakwa tidak boleh dalam keadaan tertekan atau dipaksa. Di
dalam Pasal 55 dinyatakan bahwa tersangka atau terdakwa dapat memilih
sendiri penasihat hukumnya. Sedangkan di dalam Pasal 65 dinyatakan bahwa
tersangka atau terdakwa dapat mengajukan seorang ahli untuk memberikan
keterangan yang dapat memberikan keuntungan bagi tersangka atau terdakwa
tersebut.
9. Asas Pemeriksaan Hakim yang Langsung dan Lisan
“Pemeriksaan di sidang pengadilan dilakukan oleh hakim secara langsung,
artinya langsung kepada terdakwa dan para saksi. Pemeriksaan hakim juga
dilakukan secara lisan, artinya bukan tertulis antara hakim dan terdakwa.”
(Ibid:25). Di dalam KUHAP mengenai pelaksanaan asas ini diatur di dalam
Bagian Ketiga mengenai Acara Pemeriksaan Biasa. Namun, terdapat beberapa
perkara yang dapat dilaksanakan tanpa hadirnya terdakwa yaitu (Andi
Hamzah,2008:25-26):
a. kasus-kasus pelanggaran lalu lintas (Pasal 213 KUHAP). Di dalam sidang
pelanggaran ini dimungkinkan untuk dijatuhkan putusan secara verstek
atau in absentia;

© 2023- Universitas Nusa Putra


Lecturer Notes Program Studi Hukum
Hukum Acara Pidana Universitas Nusa Putra

b. Kasus-kasus hukum pidana khusus, misalnya kasus tindak pidana korupsi


yang dapat dilaksanakan pemeriksaan secara in absentia.
Demikianlah pemaparan mengenai asas-asas yang terdapat di dalam hukum
acara pidana. Namun, asas-asas yang dikemukakan di atas hanya merupakan
sebagian dari asas-asas yang terdapat di dalam hukum acara pidana.

© 2023- Universitas Nusa Putra

Anda mungkin juga menyukai