15
21
Universitas Sumatera Utara
22
mengadili,
praperadilan,
putusan
pengadilan,
upaya
hukum,
penyitaan,
23
hal 13
Wirjono Prodjodikoro, Hukum Acara Pidana di Indonesia, Sumur Bandung, Bandung, 1977,
24
25
b. Asas Perlakuan yang Sama atas Diri Setiap Orang di Muka Hukum (Equality
Before the Law)
Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Pokok Kekuasaan Kehakiman berbunyi;
pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan orang.
Penjelasan umum butir 3 a KUHAP berbunyi; perlakuan yang sama atas diri setiap
orang di muka hukum dengan tidak mengadakan pembedaan perlakuan.
26
bagi tersangka/ terdakwa untuk membela diri dan mempertahankan hak dan
kebenarannya. 17
Mohammad Taufik Makarao dan Suhansil, Hukum Acara Pidana Dalam Teori dan Praktek,
Ghalia Indonesia, Bogor, 2010, hal 4
27
kesusilaan atau terdakwanya anak-anak. Tidak dipenuhinya ketentuan dalam ayat (2)
dan (3) ,mengakibatkan batalnya putusan demi hukum .
Kekecualian terhadap kesusilaan dan anak-anak alasannya karena kesusilaan
dianggap masalahnya sangat pribadi sekali. Tidak selayaknya proses jalannya sidang
dipaparkan dan dipertontonkan di muka umum. Begitu juga dengan anak-anak,
karena dalam persidangan jika persidangan itu terbuka untuk umum maka
kemungkinan psikologis anak tersebut menjadi terganggu.Maka dari itu, terhadap
kasus yang terdakwanya adalah seorang anak, hukum acara pidana tidak
memberlakukan asas persidangan terbuka untuk umum.
Untuk dapat mengetahui suatu persidangan tidak terbuka untuk umum, maka
persidangan dilakukan di ruang sidang yang tertutup.Pertimbangan tersebut
sepenuhnya diserahkan kepada hakim.Penetapan hakim bahwa persidangan tertutup
untuk umum itu tidak dapat dibanding. 18
Sifat terbuka untuk umum dari suatu proses pemeriksaan untuk umum dari
suatu proses pemeriksaan perkara pidana tidak terletak pada dapatnya orang keluar
masuk ruang sidang pengadilan, tetapi terletak pada pemberitaan yang bebas oleh
pers dan dapat dipertanggungjawabkan sedemikian rupa, sehingga the fair
administration of justice tidak menjadi terdesak karenanya. Persidangan terbuka demi
keadilan, hak seseorang atas persidanagan terbuka untuk umum tidak boleh
18
28
mengakibatkan bahwa hak seseorang untuk diadili secara terbuka berubah sifatnya
menjadi ianya diadili oleh orang banyak (publik). 19
Walaupun sidang dinyatakan tertutup untuk umum, namun keputusan hakim
dinyatakan dalam sidang yang terbuka untuk umum. Bahkan Undang-Undang
Kekuasaan Kehakiman Pasal 20 dan KUHAP Pasal 195 tegas menyatakan: Semua
putusan hanya sah dan mempunyai kekuatan hukum apabila diucapkan dalam sidang
terbuka untuk umum.
Dalam
KUHAP, dapat kita lihat beberapa ketentuan sebagai penjabaran dari asas peradilan
cepat, dalam Pasal 50 dinyatakan tersangka atau terdakwa berhak segera mendapat
pemeriksaan penyidik, segera diajukan ke penuntut umum, segera diadili oleh
pengadilan.
19
29
Asas sederhana artinya cara yang jelas, mudah dipahami, dan tidak berbelitbelit. Yang penting disini ialah agar para pihak dapat mengemukakan kehendaknya
dengan jelas dan pasti (tidak berunah-ubah) dan penyelesaiannya dilakukan dengan
jelas, terbuka, dan pasti, dengan penerapan hukum acara yang fleksibel demi
kepentingan para pihak yang menghendaki acara yang sederhana.
Biaya ringan dalam asas pengadilan adalah sedikitnya biaya yang dikeluarkan
untuk pencari keadilan dalam menyelesaikan sengketanya di depan pengadilan.
Dalam hal ini tidak dibutuhkan biaya lain kecuali benar-benar biaya yang diperlukan
untuk keperluan penyelesaian sengketa yang dihadapi oleh pencari keadilan.
Pengadilan harus mempertanggungjawabkan uang tersebut kepada yang bersangkuta
dengan mencantumkannya dalam jurnal keuangan perkara sehingga yang
bersangkutan dapat melihatnya sewaktu-waktu.
30
20
31
antara.Tujuan
akhir
sebenarnya
adalah
mencapai
suatu
ketertiban,
21
32
25
24
WIB.
33
Pengertian bukti, membuktikan dan pembuktian dalam konteks hukum tidak jauh
berbeda dengan pengertian pada umumnya. 27
Menurut M.Yahya Harahap, pembuktian adalah ketentuan-ketentuan yang
berisi penggarisan dan pedoman tentang cara-cara yang dibenarkan undang-undang
membuktikan kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa. Pembuktian juga
merupakan ketentuan yang mengatur alat-alat bukti yang dibenarkan undang-undang
yang boleh digunakan hakim membuktikan kesalahan terdakwa. 28
Dalam konteks hukum acara pidana, pembuktian merupakan inti persidangan
perkara pidana karena yang dicari dalam hukum acara pidana adalah kebenaran
materiil, yang menjadi tujuan pembuktian adalah benar bahwa suatu tindak pidana
telah terjadi dan terdakwalah yang bersalah melakukannya.Untuk membuktikan
kesalahan terdakwa, pengadilan terikat oleh cara-cara/ ketentuan-ketentuan
pembuktian sebagaimana diatur dalam undang-undang.Pembukian yang sah harus
dilakukan di dalam sidang pengadilan sesuai dengan prosedur/ cara-cara yang berlaku
dalam hukum pembuktian.
Hukum pembuktian adalah merupakan sebagian dari hukum acara pidana
yang mengatur macam-macam alat bukti yang sah menurut hukum, sistem yang
dianut dalam pembuktian, syarat-syarat dan tata cara mengajukan bukti tersebut serta
kewenangan hakim untuk menerima, menolak dan menilai suatu pembuktian. 29
27
34
yang
dipersengketakan
di
pengadilan
untuk
dapat
dibuktikan
kebenarannya. 30
Makna hukum pembuktian adalah suatu rangkaian peraturan tata tertib yang
harus dipedomani hakim dalam proses persidangan untuk menjatuhkan putusan bagi
pencari keadilan.
berdasarkan
undang-undang
secara
positif
(positief
wettelijk
bewijstheori).Dikatakan secara positif, karena hanya didasarkan kepada undangundang melulu. Artinya, jika telah terbukti suatu perbuatan sesuai dengan alat-alat
bukti yang disebut oleh undang-undang, maka keyakinan hakim tidak diperlukan
sama sekali. Sistem ini juga disebut teori pembuktian formal.Teori pembuktian
30
H.P. Panggabean, Hukum Pembuktian Teori Praktik dan Yurisrpudensi Indonesia, Alumni,
Bandung, 2012, hal 1
35
36
sistem ini adalah besar keyakianan hakim tanpa dukungan alat bukti yang cukup.Ada
kecenderungan hakim untuk menerapkan keyakianannya membebaskan terdakwa dari
dakwaan tindak pidana walaupun kesalahannya telah terbukti.
Jadi, dalam sistem pembuktian conviction in time, sekalipun kesalahan
terdakwa sudah cukup terbukti, pembuktian yang cukup itu dapat dikesampingkan
keyakinan hakim.Sebaliknya walaupun kesalahan tetdakwa tidak terbukti berdasarkan
alat-alat bukti yang sah, terdakwa bisa dinyatakan bersalah, semata-mata atas dasar
keyakinan hakim.Keyakinan hakimlah yang menentukan wujud kebenaran sejati
dalam sistem pembuktian ini. 34
Teori sistem pembuktian ini sudah digunakan dari dahulu.Pengadilan adat dan
swapraja pun memakai sistem keyakinan hakim melulu selaras dengan kenyataan
bahwa pengadilan-pengadilan tersebut dipimpin oleh hakim-hakim yang bukan ahli
(berpendidikan) hukum. 35
37
36
38
wettelijk)
sebaiknya
dipertahankan
berdasarkan dua alasan, pertama memang sudah selayaknya harus ada keyakinan
hakim tentang kesalahan terdakwa untuk dapat menjatuhkan suatu hukuman pidana,
janganlah hakim terpaksa memidana orang sedangkan hakim tidak yakin atas
kesalahan terdakwa.Kedua ialah berfaedah jika ada aturan yang mengikat hakim
dalam menyusun keyakinannya, agar ada patokan-patokan tertentu yang harus diturut
oleh hakim dalam melakukan peradilan. 37
39
Ketentuan tentang alat bukti dalam KUHAP diatur dalam Pasal 184 KUHAP,
alat-alat bukti yang dimaksud diantaranya adalah;
1. KETERANGAN SAKSI
Keterangan saksi adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang ia
dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri dengan menyebutkan alasan dari
penegtahuannya itu (Pasal 1 butir 27 KUHAP). Keterangan saksi sebagai alat bukti
ialah apa yang saksi nyatakan di muka sidang pengadilan. Dengan perkataan lain
hanya keterang saksi nyatkan di muka sidang yang diberikan dalam pemeriksaan di
muka sidang pengadilan yang berlaku sebagai alat bukti yang sah (Pasal 185 ayat (1)
KUHAP).
2. KETERANGAN AHLI
Keterangan ahli ialah apa yang seorang ahli nyatakan di sidang pengadilan
(Pasal 186 KUHAP). Menurut Pasal 1 butir 28 KUHAP diterangkan bahwa yang
dimaksud dengan keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seorang
yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang
suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan (di sidang pengadilan).
Keterangan ahli ini dapat juga sudah diberikn pada waktu pemeriksaan oleh penyidik
atau penuntut umum yang dituangkan dalam bentuk laporan dan dibuat dengan
mengingat sumpah di waktu ia menerima jabatan atau pekerjaan .Jika hal tu tidak
40
41
sebgai ahli, asal saja acara pidana dapat diangkat sebagai ahli, asal saja dianggap
mempunyai pengetahuan dan pengalaman tentang soal itu. 39
Menjadi ahli pada dasarnya sama dengan menjadi saksi, yang merupakan
suatu kewajiban hukum. Jika seorang ahli menolak ketika ia telah dimintai untuk
kepentingan penegakan hukum, maka dapat dipidana berdasarkan ketentuan undangundang (Pasal 159 ayat (2) KUHAP).
Berbeda dengan keterangan saksi, keterangan ahli adalah tentag hal yang
diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan
pemeriksaan berdasarkan keahliannya. Wirjono Prodjodikoro, menyatakan isi
keterangan seorang saksi dan ahli berbeda. Keterangan seorang saksi mengenai apa
yang dialami saksi itu sendiri sedangkan keterangan seorang ahli ialah mengenai
suatu penilaian mengenai hal-hal itu.
3. SURAT
Alat bukti surat menempati urutan ketiga dari alat-alat bukti lain sebagaimana
disebutkan dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP. Apabila alat bukti keterangan saksi dan
keterangan ahli disebutkan pengertiannya dalam Pasal 1 KUHAP, maka tidak
demikian dengan alat bukti yang berupa surat. Klasifikasi alat bukti surat diatur
dalam Pasal 187 KUHAP. Bunyi Pasal 187 KUHAP secara lengkap adalah sebagai
berikut:
39
42
Surat sebagaimana tersebut pada Pasal 184 ayat (1) huruf c, dibuat atas
sumpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpah, adalah:
a) berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi atau yang dibuat dihadapannya,
yang memuat keterangan tentang kejadian atau keadaan yang didengar, dilihat
atau yang dialaminya sendiri, disertai dengan alasan yang jelas dan tegas tentang
keterangannya itu;
b) surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-undangan atau surat
yang dibuat oleh pejabat mengenai hal yang termasuk dalam tata laksana yang
menjadi tanggung jawabnya dan yang diperuntukkan bagi pembuktian sesuatu hal
atau sesuatu keadaan;
c) surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan
keahliannya mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta secara
resmi dari padanya;
d) surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan isi dari alat
pembuktian lain.
Seharusnya surat yang dibuat atas sumpah jabatan atau dikuatkan dengan
sumpah yakni surat resmi hanyalah yang diatur dalam Pasal 187 huruf a,b dan c
KUHAP. Sedangkan yang diatur dalam Pasal 187 huruf d KUHAP termasuk surat
biasa, yang setiap hari dibuat oleh setiap orang. Tetapi selaras dengan bunyi Pasal
187 butir d tersebut, surat di bawah tangan ini masih mempunyai nilai jika ada
hubungannya dengan isi dari alat pembuktian yang lain. 40
Dalam hal surat-surat tidak memenuhi persyaratan untuk dikatakan sebagai
alat bukti surat, surat-surat tersebut dapat dipergunakan sebagai petunjuk. Akan
tetapi, mengenai dapat atau tidaknya surat dijadikan alat bukti petunjuk, semuanya
diserahkan kepada pertimbangan hakim.
40
43
4. PETUNJUK
Petunjuk disebut alat bukti keempat dalam Pasal 184 KUHAP. Berdasarkan
Pasal 188 ayat (1) KUHAP, petunjuk didefinisikan sebagai perbuatan, kejadian, atau
keadaan, yang karena persesuaiannya, baik antara yang satu dengan yang lain
maupun dengan tindak pidana dan siapa pelakunya. Petunjuk tersebut hanya dapat
diperoleh dari keterangan saksi, surat, dan keterangan terdakwa.
Penilaian atas kekuatan pembuktian suatu petunjuk dalam setiap keadaan
tertentu dilakukan oleh hakim dengan arif dan bijaksana setelah ia mengadakan
pemeriksaan dengan penuh kecermatan. Tegasnya, syarat-syarat petunjuk sebagai alat
bukti harus mempunyai persesuaian satu sama lain atas perbuatan yang terjadi. Selain
itu, keadaan-keadaan tersebut benrhubungan satu sama lain dengan kejahatan yang
terjadi dan berdasarkan pengamatan hakim yang diperoleh dari keterangan saksi,
surat, atau keterangan terdakwa.
Adami Chazawi mengungkapkan persyaratan suatu peyunjuk adalah sebagai
berikut :
a. Adanya perbuatan, kejadian, dan keadaan yang bersesuaian. Perbuatan, kejadian,
dan keadaan merupakan fakta-fakta yang menunjukkan tentang telah terjadinya
tindak pidana, menunjukkan terdakwa yang melakukan, dan menunjukkan
terdakwa bersalah karena melakukan tindakan pidana tersebut.
44
41
Adami Chazawi, Hukum Pembuktian Tindak Pidana Korupsi, Alumni, Bandung 2006, hal 74.
45
apakah
suatu
perbuatan,
kejadian
atau
keadaan
merupakan
petunjuk.Semuanya harus dipertimbangkan secara cermat dan teliti (Pasal 188 ayat
(3) KUHAP).
5. KETERANGAN TERDAKWA
Terdakwa adalah seorang tersangka yang dituntut, diperiksa dan diadili di
sidang pengadilan (Pasal 1 butir 15 KUHAP). Keterangan terdakwa ialah apa yang
42
43
46
terdakwa nyatakan di sidang tentang perbuatan yang ia lakukan atau yang ia ketahui
sendiri atau alami sendiri (Pasal 189 ayat (1) KUHAP).
Melihat ketentuan Pasal 189 ayat (1), pada prinspinya keterangan terdakwa
adalah apa yang dinyatakan (diberikan) terdakwa di sidang pengadilan. Meskipun
demikian ketentuan itu ternyata tidak mutlak, oleh karena keterangan terdakwa yang
diberikan di luar sidang dapat digunakan untuk membantu menemukan bukti di
sidang, asalkan keterangan itu didukung oleh suatu alat bukti yang sah sepanjang
mengenai hal yang didakwakan kepadanya.(Pasal 189 ayat (2).Jadi keterangna
terdakwa yang diberikan diluar sidang tidak didukung dengan dua alat bukti yang
sah, maka keterangan tersebut tidak bisa dipergunakan untuk menemukan bukti
dalam sidang.
Bentuk keterangan yang dapat diklasifikasikan sebagai keterangan terdakwa
yang diberikan di luar sidang adalah :
a. keterangan yang diberikannya dalam pemeriksaan penyidikan;
b. keterangan itu dicatat dalam berita acara penyidikan;
c. berita acara penyidikan itu ditandatangani oleh pejabat penyidik dan terdakwa.
Keterangan terdakwa hanya dapat digunakan untuk diri terdakwa itu
sendiri.Sehingga keterangan seorang terdakwa tidak bisa untuk memberatkan sesama
terdakwa.Jika terdapat lebih dari satu terdakwa dalam persidangan, maka terdakwaterdakwa tersebut diperiksa satu persatu guna mendapatkan keterangan yang objektif,
hal ini bertujuan agar sesama terdakwa tidak saling mempengaruhi.
47
E. Tujuan Pembuktian
Tujuan hukum acara pidana tidak lain adalah untuk menemukan kebenaran,
yaitu kebenaran materil. Untuk mewujudkan tujuan itu, para komponen pelaksana
peradilan terikat kepada alat-alat bukti, sistem pembuktian dan proses pembuktian
yang telah diatur oleh perundang-undangan yang berlaku.
Dengan tidak mengenyampingkan tahap sebelumnya, pembuktian dapatlah
dianggap proses yang sangat penting dan menentukan bagi para pihak yang terlibat
dalam proses pemeriksaan persidangan, yakni bagi penuntut umum, terdakwa atau
penasihat hukumnya serta hakim.
a. Bagi penuntut umum, pembuktian adalah merupakan usaha untuk meyakinkan
hakim yakni berdasarkan alatr bukti yang ada, agar menyatakan seorang terdakwa
bersalah sesuai dengan surat atau catatan dakwaan.
b. Bagi terdakwa atau penasihat hukum, pembuktian merupakan usaha sebaliknya,
untuk meyakinkan hakim yakni berdasarkan alat bukti yang ada, agar menyatakan
terdakwa dibebaskan atau dilepaskan dari tuntutan hukum atau meringankan
pidananya. Untuk itu terdakwa atau penasihat hukum jika mungkin harus
mengajukan alat-alat bukti yang menguntungkan atau meringankan pihaknya.
Biasanya bukti tersebut disebut bukti kebalikan.
c. Bagi hakim atas dasar pembuktian tersebut yakni dengan adanya alat-alat bukti
yang ada dalam persidangan baik yang berasal dari penuntut umum atau penasihat
hukum/ terdakwa dibuat dasar untuk membuat keputusan.
48
Jika ketiga hal diatas dihubungkan denagn sistem pembuktian negartief wettelijke
(dianut KUHAP), penting disimak pendapat Wirjono Prodjodikoro Sistem
pembuktian berdasarkan undang-undang secara negatif (negatief wettelije)
sebaikanya dipertahankan berdasarkan dua alasan, pertama, memang sudah
selayaknya harus ada keyakinaan hakim tentang kesalahan terdakwa untuk
menjatuhkan suatu hukuman pidana, janganlah hakim terpaksa memidana orang
sedangkan hakim tidak yakin atas kesalahan terdakwa. Kedua ialah berfaedah jika
ada aturan yang mengikat hakim dalam menyusun keyakinannya, agar ada
patokan-patokan tertentu yang harus diturut oleh hakim dalam melakukan
peradilan 44
Tujuan ketentuan yang mensyaratkan menimum alat bukti bagi hakim
memperoleh keyakianan atas kesalahan terdakwa adalah untuk menjamin tegaknya
kebenaran, keadilan dan kepastian hukum bagi seseorang ( penjelasan Pasal 183
KUHAP). Sebenarnya memang kebenaran, keadilan dan kepastian hukum merupakan
tujuan pula dari proses pembuktian dalam peradilan pidana, yang identik denagn
tujuan hukum acara pidana yaitu untuk menemukan kebenaran materil.
44