Anda di halaman 1dari 8

PENGANTAR HUKUM INDONESIA

NAMA : YULI MAULI DIYASARI ( REVISI )

ABSEN : 39

NIM : 181010201211

KELAS : D 104

1. KUTIPAN : Dalam dunia Hukum dikenal dua pembagian bidang Hukum yaitu hukum
Privat (perdata) dan Hukum Publik. Pembagian klasik yang sampai sekarang masih
digunakan meskipun masih diperdebatkan.

Perkembangan hukum perdata dewasa ini menunjukkan makin meningkatnya campur


tangan penguasa dalam hukum perdata, keadaan ini dapat kita lihat semakin banyaknya
ketentuan-ketentuan yang bersifat memaksa, makin banyaknya pembatasan-pembatasan
kebebasan individu dan lain sebagainya.

Ini semua membuktikan menjadi makin kaburnya batas antara hukum publik dan hukum
privat (perdata), termasuk hukum publik seperti Hukum Tata Negara, Hukum
Administrasi, dan Hukum Pidana.

SUMBER & HAL : DR. Said Sampara, SH., M.H., Buku Ajar Pengantar Ilmu Hukum,
Yogyakarta: total Media, Cet. I, 2009, Bab IV, Hal 85

TEMA : Buku Ajar Pengantar Ilmu Hukum

1
2. KUTIPAN : KUHP sebagai induk atau sumber utama hukum pidana telah merinci jenis-
jenis pidana, sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 10 KUHP. Menurut stelsel KUHP,
pidana dibedakan menjadi 2 kelompok, antara pidana pokok dengan pidana tambahan:

Pidana Pokok terdiri dari:

1. Pidana mati

2. Pidana penjara

3. Pidana kurungan

4. Pidana denda

5. Pidana tutupan (ditambahkan berdasarkan UU No. 20 Tahun 1946).

Pidana Tambahan terdiri dari:

1. Pencabutan hak-hak tertentu.

2. Perampasan barang-barang tertentu.

3. Pengumuman keputusan hakim.

SUMBER & HAL : Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana, Bagian 1; Stelsel
Pidana, Teori-Teori Pemidanaan & Batas Berlakunya Hukum Pidana, PT Raja
Grafindo, Jakarta, 2002, Adami Chazawi, Op.Cit, Hlm 126

TEMA : Pelajaran Hukum Pidana Bagian 1

2
3. KUTIPAN : Istilah hukum pidana merupakan terjemahan dari istilah bahasa Belanda
strafrecht Straf berarti pidana, dan recht berarti hukum. Menurut Wirjono Prodjodikoro
bahwa istilah hukum pidana itu dipergunakan sejak pendudukan Jepang di Indonesia
untuk pengertian strafrecht dari bahasa Belanda, dan untuk membedakannya dari istilah
hukum perdata untuk pengertian burgerlijkrecht atau privaatrecht dari bahasa Belanda.

SUMBER & HAL : Wirjono Prodjodikoro 1989, Asas-Asas Hukum Pidana


Indonesia, PT. Eresco, Bandung, hlm. 1.

TEMA : Pengertian Hukum Pidana

4. KUTIPAN : Menurut Profesor Simons, hukum pidana itu dapat dibagi menjadi hukum
pidana dalam arti objektif atau strafrecht in objective zin dan hukum pidana dalam arti
subjektif atau strafrecht ini subjective zin. Hukum pidana dalam arti objektif adalah hukum
pidana yang berlaku, atau yang juga disebut sebagai hukum positif atau ius poenale.Hukum
Pidana dalam arti subjektif tersebut, oleh Professor Simons telah dirumuskan sebagai: “het
geheel van varboden en geboden , aan welker overtrading door de Staat of eenige andere
openbare rechtsgemeenschap voor den overtreder een bijzonder leed “straf” verbonden is,
van de voorschriften, doorwelke de voorwarden voor dit rechtsgevolg worden aangewezen,
en van de bepalingen, krachtens welke de straf wordt opgelegd en toegepast”. Yang
artinya: “Keseluruhan dari larangan-larangan dan keharusankeharusan, yang atas
pelanggarannya oleh Negara atau oleh suatu masyarakat hukum umum lainnya telah
dikaitkan dengan suatupenderitaan yang bersifat khusus berupa suatu hukuman, dan
keseluruhan dari peraturan-peraturan di mana syarat-syarat mengenai akibat hukum itu
telah diatur serta keseluruhan dari peraturan-peraturan yang mengatur masalah Tuhan dan
pelaksanaan dari hukumannya itu sendiri”. Hukum pidana dalam arti subjektif itu
mempunyai dua pengertian, yaitu: a. Hak dari negara dan alat-alat kekuasaanya untuk
menghukum, yakni hak yang telah mereka peroleh dari peraturan-peraturan yang telah
ditentukan oleh hukum pidana dalam arti objektif; b. Hak dari negara untuk mengaitkan
pelanggaran terhadap peraturan-peraturannya dengan hukum. Hukum pidana dalam arti

3
subjektif di dalam pengertian seperti yang disebut terakhir di atas, juga disebut sebagai ius
puniendi

SUMBER & HAL : Simons dalam buku P.A.F.lamintang, 1997, Dasar-Dasar


Hukum Pidana Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung,
hlm. 4.

TEMA : Pengertian Hukum Pidana

5. KUTIPAN : Asas pembuktian, dalam hukum acara perdata dijumpai dalam Pasal 1865
BW, Pasal 163 HIR, dan Pasal 283 Rbg, yang bunyi pasalnya semakna saja, yaitu barang
siapa mempunyai sesuatu hak atau guna membantah hak orang lain, atau menunjuk pada
suatu peristiwa, ia diwajibkan membuktikan adanya hak itu atau adanya peristiwa tersebut.

SUMBER & HAL : Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama,
Prenada Media Group, Jakarta, 2005, hlm 229

TEMA : Pembuktian dalam Peradilan Perdata

6. KUTIPAN : Putusan hakim merupakan puncak klimaks dari suatu perkara yang sedang

diperiksa dan diadili oleh seorang hakim. Hakim memberikan keputusannya

mengenai hal-hal sebagai berikut :

1. Keputusan mengenai peristiwanya, apakah terdakwa telah melakukan

perbuatan yang dituduhkan kepadanya.

2. Keputusan mengenai hukumnya, apakah perbuatan yang dilakukan terdakwa

itu merupakan suatu tindak pidana dan apakah terdakwa bersalah dan dapat

dipidana.

3. Keputusan mengenai pidananya, apabila terdakwa memang dapat dipidana.

4
SUMBER & HAL : Sudarto, Hukum dan Hukum Pidana, 1997, hlm 74

TEMA : Tinjauan tentang Putusan Hakim

7. KUTIPAN : Hanya perbuatan manusia yang boleh dilarang oleh aturan hukum.
Berdasarkan kata majemuk perbuatan pidana, maka pokok pengertian ada pada perbuatan
itu, tapi tidak dipisahkan dengan orangnya. Ancaman (diancam) dengan pidana
menggambarkan bahwa tidak harus perbuatan itu dalam kenyataannya benar-benar
dipidana. Tindak pidana terdiri dari unsur-unsur, yakni:

a. Perbuatan atau rangkaian perbuatan (manusia);

b. Yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan;

c. Diadakan tindakan penghukuman.

SUMBER & HAL : Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana 1 , PT Raja Grafindo
Persada, Jakarta, 2001, hlm 80

TEMA : Unsur-Unsur Tindak Pidana

8. KUTIPAN : Hukum pidana berdasarkan materi yang diaturnya terdiri atas hukum pidana
materil dan hukum pidana formil. Tirtamidjaja menjelaskan hukum pidana materil dan
hukum pidana formil sebagai berikut : a. Hukum pidana materil adalah kumpulan aturan
hukum yang menentukan pelanggaran pidana, menetapkan syarat-syarat bagi pelanggar
pidana untuk dapat dihukum, menunjukkan orang dapat dihukum dan dapat menetapkan
hukuman atas pelanggaran pidana. b. Hukum pidana formil adalah kumpulan aturan
hukum yang mengatur cara mempertahankan hukum pidana materil terhadap pelanggaran
yang dilakukan orang-orang tertentu, atau dengan kata lain mengatur cara bagaimana
hukum pidana materil diwujudkan sehingga memperoleh keputusan hakim serta mengatur
cara melaksanakan putusan hakim.

5
SUMBER & HAL : Laden Marpaung, 2005, Asas-asas, Teori, Praktik Hukum
Pidana. Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 2.
TEMA : Hukum Pidana Materil dan Hukum Pidana Formil

9. KUTIPAN : Sementara itu, Ahmad Bahiej dalam bukunya Hukum Pidana, memberikan
penjelasan mengenai konsekuensi asas legalitas Formil, yakni: 1. Suatu tindak pidana harus
dirumuskan/disebutkan dalam peraturan perundang-undangan. Konsekuensinya adalah: a.
Perbuatan seseorang yang tidak tercantum dalam undang-undang sebagai tindak pidana juga
tidak dapat dipidana. b. Ada larangan analogi untuk membuat suatu perbuatan menjadi tindak
pidana. 2. Peraturan perundang-undangan itu harus ada sebelum terjadinya tindak pidana.
Konsekuensinya adalah aturan pidana tidak boleh berlaku surut (retroaktif), hal ini didasari oleh
pemikiran bahwa: a. Menjamin kebebasan individu terhadap kesewenangwenangan penguasa. b.
Berhubungan dengan teori paksaan psikis dari anselem Von Feuerbach, bahwa si calon pelaku
tindak pidana

SUMBER & HAL : Ahmad Bahiej, 2009, Hukum Pidana, Teras, Yogyakarta, hlm.
18-19

TEMA : Pengertian Tindak Pidana

10. KUTIPAN : Andi Hamzah dalam bukunya Asas-Asas Hukum Pidana memberikan
defenisi mengenai delik, yakni:1 Delik adalah “suatu perbuatan atau tindakan yang terlarang
dan diancam dengan hukuman oleh undang-undang (pidana).”

SUMBER & HAL : Andi Hamzah, 1994. Asas-Asas Hukum Pidana,Rineka Cipta,
Jakarta, hlm. 72, hlm. 88.

TEMA : Pengertian Tindak Pidana

6
11. KUTIPAN : Strafbaarfeit juga diartikan oleh Pompe sebagaimana dikutip dari buku karya
Lamintang, sebagai : Suatu pelanggaran norma (gangguan terhadap tertib hukum) yang
dengan sengaja ataupun dengan tidak sengaja telah dilakukan oleh seorang pelaku, dimana
penjaTuhan hukuman terhadap pelaku tersebut adalah perlu demi terpeliharanya tertib
hukum.

SUMBER & HAL : Lamintang, P.A.F, 1997. Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia,
Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 34.

TEMA : Pengertian Tindak Pidana

12. KUTIPAN : Lebih jauh Moeljanto menegaskan bahwa perbuatan menunjuk ke dalam
yang melakukan dan kepada akibatnya,dan kata perbuatan berarti dibuat oleh seseorang
yang dapat dipidana adalah kepanjangan dari istilah yang merupakan terjemahan dari
starfbaarfei.

SUMBER & HAL : Moeljatno. 1984. Azas-azas Hukum Pidana. Jakarta : PT. Bina
Aksara, hlm. 56.

TEMA : Pengertian Tindak Pidana

13. KUTIPAN : Sementara Menurut Wirjono Prodjodikoro yang juga berpandangan


monistis menerjemahkan strafbaarfeit ke dalam tindak pidana dengan menyatakan
bahwa, “suatu perbuatan yang pada pelakunya dapat dikenakan hukuman dan pelaku
tersebut termasuk subyek tindak pidana”.

SUMBER & HAL : Prodjodikoro, Wirjono. 2003. Asas-asas Hukum Pidana di


Indonesia. PT. Refika Aditama. Bandung.hal. 55.

TEMA : Pandangan Monistis

7
14. KUTIPAN : Putusan pengadilan yang dapat dilaksanakan adalah putusan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap (in kracht van gewijsde), adapun yang dimaksud
memperoleh kekuatan hukum tetap adalah :

a. Apabila baik terdakwa maupun penuntut umum telah menerima putusan.

b. Apabila tenggang waktu mengajukan banding telah lewat tanpa dipergunakan

oleh yang berhak.

c. Apabila ada permohonan grasi yang diajukan disertai permohonan penangguhan


eksekusi

SUMBER & HAL : Ansori Sabuan, Syarifuddin Petanasea dan Ruben Achmad, Hukum
Acara Pidana, Angkasa Bandung, Bandung, 1990, hlm 223

TEMA : Tinjauan Umum tentang Eksekusi

15. KUTIPAN : Seorang penulis Vost yang menganut pendirian yang materil, memformulir

perbuatan yang bersifat melawan hukum sebagai perbuatan yang oleh masyarakat

tidak dibolehkan. Formulering ini dipengaruhi oleh H. R. Nederland Tahun

1919, yang dikenal dengan nama Lindenbaum Cohen Arrest mengenai perkara

perdata. Di situ H. R. Belanda mengatakan bahwa perbuatan melanggar hukum

(onrechtmatige daad) adalah bukan saja yang bertentangan dengan wet, tetapi

juga perbuatan yang dipandang dari pergaulan masyarakat tidak patut.

SUMBER & HAL : Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, Cetakan ke-3, PT. Bina
Aksara, Jakarta, 1985. hlm. 131.

TEMA : Melawan Hukum Formil dan Materil

Anda mungkin juga menyukai