Anda di halaman 1dari 33

UJIAN TENGAH SEMESTER

HUKUM ACARA PIDANA

Nama : Daniel Simbolon


NIM : 2240057006
Dosen : Radisman Saragih, S.H., M.H.

UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA


FAKULTAS HUKUM
2024
SOAL 1
a. Sebutkan beberapa istilah untuk “Hukum Acara Pidana” dan mengapa diantara
istilah-istilah tersebut, justru istilah Hukum Acara Pidana yang paling lazim
digunakan?
Istilah "hukum acara pidana" sudah tepat dibanding dengan istilah "hukum proses
pidana" atau "hukum tuntutan pidana". Belanda memakai istilah strafvordering yang
kalau diterjemahkan akan menjadi tuntutan pidana. Bukan stilah strafprocesrecht yang
padanannya acara pidana. Istilah itu dipakai menurut Menteri Kehakiman Belanda pada
waktu rancangan undang-undang dibicarakan di Parlemen karena meliputi seluruh
prosedur acara pidana.Oleh karena itu, menurut pendapat penulis, istilah Inggris
Criminal Procedure Law lebih tepat daripada istilah Belanda. Hanya karena istilah
strafvordering sudah memasyarakat, maka tetap dipakai. Orang Prancis menamainya
Code d' Instruction Criminelle. Adapun istilah yang sering dipakai di Amerika Serikat
ialah Criminal Procedure Rules. Dipakai istilah rules karena di Amerika Serikat bukan
saja undang-undang yang menjadi sumber formal hukum acara pidana, tetapi juga
putusan hakim dan dibukukan sebagai himpunan.
Ada lagi istilah yang mulai populer pula di Indonesia, yaitu criminal justice system
yang dindonesiakan menjadi sistem peradilan pidana. Di Indonesia mulai ramai dipakai
istilah "sistem peradilan pidana terpadu" sebagai salinan istilah integrated criminal
justice system. Bahkan konsorsium ilmu hukum yang diketuai oleh Prof. Mochtar
Kusumaatmadja, pernah merencanakan akan mengganti mata kuliäh hukum acara pidana
menjadi sistem peradilan pidana, yang kemudian dibagi dua, yaitu sistem peradilan
pidana Indonesia dan sistem peradilan pidana umum atau perbandingan. Namin, menurut
pendapat penulis harus dingat bahwa istilah hukum acara pidana di satu pihak dan sistem
peradilan pidana di lain pihak sangat berbeda ruang lingkupoya. Kalau hukum acara
pidana hanya mempelajari "hukum" maka sistem peradilan pidana lebih luas, juga
meliputi yang bukan hukum. Menurut Joan Miller, sistem peradilan pidana mulai dari
pembentukan undang-undang pidana di DPR sampai pada pembinaan narapidana hingga
keluar dari lembaga perasyara-katan." Kalau demikian maka dibutuhkan waktu untuk
mendidik tenaga pengajar lebih dabulu, yaitu pakar hukum acara pidana plus.
Hukum acara pidana ruang lingkupnya lebih sempit, yaitu hanya mulai pada
mencari kebenaran, penyelidikan, penyidikan, dan berakhir pada pelaksanaan pidana
(eksekusi) oleh jaksa. Pembinaan narapidana tidak termasuk hukum acara pidana.
Apalagi yang menyangkut perencanaan undang-undang pidana. Dengan terciptanya
KUHAP, maka untuk pertama kalinya di Indonesia diadakan kodifikasi dan unifikasi
yang lengkap dalam arti meliputi seluruh proses pidana dari awal (mencari kebenaran)
sampai pada kasasi di Mahkamah Agung, bahkan sampai meliputi peninjauan kembali
(herziening).
b. Jelaskan hubungan antara Hukum Acara Pidana (Hukum Pidana Formil) dengan
Hukum Pidana Material (sering disebut Hukum Pidana saja). Buat contoh
konkritnya dalam kehidupan bermasyarakat!
Dalam ruang lingkup hukum pidana yang luas, baik hukum pidana substantif
(materil) maupun hukum acara pidana (hukum pidana formal) disebut hukum pidana.
Hukum acara pidana berfungsi untuk menjalankan hukum acara pidana substantif
(materiil), sehingga disebut hukum pidana formal atau hukum acara pidana. Pompe
merumuskan hukum pidana (materiil) sebagai keseluruhan peraturan hukum yang
menunjukkan perbuatan mana yang seharusnya dikenakan pidana dan di mana pidana itu
seharusnya menjelma. Adapun Simons merumuskan sebagai berisi petunjuk dan uraian
tentang delik, peraturan tentang syarat-syarat dapatnya dipidana suatu perbuatan,
petunjuk tentang orang yang dapat dipidana dan aturan tentang pemidanaan, mengatur
kepada siapa dan bagaimana pidana itu dapat dijatubkan.
Hukum pidana formal (hukum acara pidana) mengatur tentang bagai-mana negara
melalui alat-alatnya melaksanakan haknya untuk memidana dan menjatuhkan pidana.
KUHAP tidak memberikan definisi tentang hukum acara pidana, tetapi bagian-bagiannya
seperti penyidikan, penuntutan, mengadili, praperadilan, putusan pengadilan, upaya
hukum, penyitaan, penggeledahan, penangkapan, penahanan, dan lain-lain. Diberi
definisi dalam Pasal 1.
c. Jelaskan tujuan Hukum Acara Pidana dan tujuan Hukum Acara Perdata berikut
contoh konkritnya dalam pergaulan hidup manusia di dalam masyarakat!
Tujuan hukum acara pidana antara lain dapat dibaca pada Pedoman Pelaksanaan
KUHAP yang dikeluarkan oleh Menteri Kehakiman sebagai berikut. "Tujuan dari hukum
acara pidana adalah untuk mencari dan menda-patkan atau setidak-tidaknya mendekati
kebenaran materiil, ialah kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari suatu perkara
pidana dengan ketentuan hukum acara pidana secara jujur dan tepat dengan tujuan untuk
mencari siapakah pelaku yang dapat didakwakan melakukan suatu pelanggaran hukum,
dan selanjutnya meminta pemeriksaan dan putusan dari pengadilan guna menemukan
apakah terbukti bahwa suatu tindak pidana telal dilakukan dan apakah orang yang
didakwa itu dapat dipersalahkan."
Ini merupakan suatu kalimat yang terlalu panjang, yang mestinya dapat disingkat.
Penulis tidak dapat menyetujui bagian kalimat yang berbunyi: "setidak-tidaknya
mendekati kebenaran." Kebenaran itu harus didapatkan dalam menjalankan hukum acara
pidana. Umumnya para penulis menyebut "mencari kebenaran materil", merupakan
tujuan hukum acara pidana. Akan tetapi, usaha hakim menemukan kebenaran materiil itu
dibatasi oleh surat dakwaan jaksa. Hakim tidak dapat menuntut supaya jaksa mendakwa
dengan dakwaan lain atau menambah perbuatan yang didakwakan.
Hakim dalam mencari kebenaran materil, ia tidak mesti melempar-ken sesuatu
pembuktian kepada hakim perdata. Putusan hakim perdata tidak mengikat hakim pidana.
Meskipun KUHAP tidak mengatakan hal ini, namun dapat diketahui dari doktrin dan
dalam Memorie van Toelichting Ned Sv. Van Bemmelen mengemukakan tiga fungsi
hukum acara pidana yaitu sebagai berikut:
1. Mencari dan menemukan kebenaran.
2. Pemberian keputusan oleh hakim.
3. Pelaksanaan keputusan.
Ketiga fungsi di atas, yang paling penting karena menjadi tumpuan kedua fungsi
berikutnya, ialah "mencari kebenaran". Setelah menemukan kebenaran yang diperoleh
melalui alat bukti dan bahan bukti itulah, hakim akan sampai kepada putusan (yang
sebarusnya adil dan tepat), yang kemudian dilaksanakan olch jaksa. Karena fungsi yang
pertama itu sangat penting, maka definisi hukum acara pidana yang tidak menyebut itu
sebagai suatu kekurangan, misalaya rumusan de Bosch Kemper: "keseluruhan asas-asas
dan peraturan undang-undang mengenai mana negara menjalankan hak-haknya karena
terjadi pelanggaran undang-undang pidana") kelibatan kurang lengkap. Menurut undang-
undang tentang Kekuasaan Kehakiman (UU No. 4 Tahun 2004, Pasal 36 ayat (4))
pelaksanaan keputusan tersebut harus berdasarkan perikemanusiaan dan keadilan.
Menurut pendapat penulis, tujuan hukum acara pidana mencari kebenaran itu hanyalah
merupakan tujuan antara. Tujuan akhir sebenarnya adalah mencapai suatu ketertiban,
ketenteraman, kedanaian, keadilan, dan kesejahteraan dalam masyarakat.
Sementara itu tujuan hukum acara perdata adalah untuk: Menyelenggarakan
hubungan antar warga negara, Melindungi hak-hak individu dalam sengketa perdata,
Memelihara dan mempertahankan hukum perdata materiil. Hukum acara perdata
mengatur beberapa proses penyelesaian perkara perdata, seperti: Pengajuan gugatan,
Pemeriksaan gugatan, Pembuktian, Putusan, Upaya hukum terhadap putusan yang telah
ditentukan.
Hukum acara perdata adalah rangkaian peraturan-peraturan yang memuat cara
bagaimana orang harus bertindak terhadap dan di muka pengadilan dan cara bagaimana
pengadilan itu harus bertindak, satu sama lain untuk melaksanakan berjalannya
peraturan-peraturan hukum perdata.

SOAL 2
a. Sebutkan asas-asas Hukum Acara Pidana! Bagi siapakah asas-asas tersebut
berlaku? Mengapa asas-asas tersebut perlu dan penting? Jelaskan dengan
memberikan contoh konkritnya!
1. Peradilan Cepat, Sederhana dan Biaya Ringan
Scbenarya hal ini bukan merupakan barang baru dengan lahirnya KUHAP.
Dari dahulu, sejak adanya HIR, sudah tersirat asas ini dengan kata-kata lebih konkret
daripada yang dipakai di dalam KUHAP. Untuk merunjukkan sistem peradilan cepat,
banyak ketentuan di dalam KUHAP memakai istilah "segera". Dalam HIR, misalnya
Pasal 71 dikatakan, Bahwa jika hulp magistraat melakukan penabanan, maka dalam
waktu satu kali dụa puluh empat jam memberitahu jaksa.
Pencantuman peradilan cepat (contante justitie; speedy trial) di dalam
KUHAP cukup banyak yang diwujudkan dengan istilah "segera" itu. Asas peradilan
cepat, sederhana, dan biaya ringan yang dianut di dalam KUHAP sebenarnya
merupakan penjabaran Undang-Undang Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman
tersebut. Peradilan cepat (terutama untuk menghindari penahanan yang lama sebelum
ada keputusan hakim) merupakan bagian dari hak asasi manusia. Begitu pula
peradilan bebas, jujur, dan tidak memihak yang ditonjolkan dalam undang-
undang tersebut.
2. Praduga Tidak Bersalah
Asas ini disebut dalam Pasal 8 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang
Kekuasaan Kehakiman dan juga dalam penjelasan umum butir 3c KUHAP. Dalam
perundang-undangan pidana khusus terutama Undang-Undang Pemberantasan
Tindak Pidaria Korupsi, Pasal 17 dan 18 ada ketentuan yang agaknya mendesak asas
tersebut. Pasal 17 terutama pertu diperhatikan ayat (1) dan (4) dan senada dengan itu,
Pasal 18 ayat (1) dan (2).
Nyatalah kedua pasal di atas tidak menunjukkan kepada kita tentang dianutnya
pembalikan beban pembuktian, karena penntut umum tetap berkewajiban
membuktikan bahwa terdakwa telah korupsi. Masih dianut
dalam hal ini presumption of innocence. Hanya saja ketentuan tersebut mendesak
asas itu, karena hanya dapat memperkuat keterangan saksi lain bahwa
terdakwa telah korupsi.
3. Asas Oportunitas
Dalam hukum acara pidana dikenal suatu badan yang khusus diberi wewenang
untuk melakukan penuntutan pidana ke pengadilan yang disebut penuntut umum. Di
Indonesia penuntut umum itu disebut juga jaksa (Pasal 1 butir a dan b serta Pasal 137
dan seterusnya KUHAP).
Wewenang penuntutan dipegang oleh penuntut umum sebagai monopoli,
artinya tiada badan lain yang boleh melakukan itu. Ini disebut dominus litis di tangan
penuntut umum atau jaksa. Dominus berasal dari balasa latin, yang artinya pemilik.
Hakim tidak dapat meminta supaya delik diajukan kepadanya. Jadi, hakim hanya
menunggu saja penuntutan dari penuntut umum.
Menurut pendapat penulis dengan berlakunya UUD 1945 maka Jaksa Agung
mempertanggungjawabkan pelaksanaan wewenang oportunitas kepada Presiden,
yang pada gilirannya Presiden mempertanggung-jawabkan pula kepada rakyat. Patut
disebut di sini bahwa asas oportunitas tidak berlaku bagi acara pidana militer di
negeri Belanda, yang menurut pendapat penulis di Indonesia pun scharusnya
demikian.
Dalam praktik, penerapan asas oportunitas itu dapat dilekatkan syarat-syarat.
Di negeri Belanda di mana dianut juga asas oportunitas menurut Pasal 167 ayat (2)
Ned. Sv., tidak dengan tegas diatur tentang kemungkinan dilekatkannya syarat-syarat
pada penerapan asas itu. Namun dalam praktik, hal itu sering diterapkan oleh
penuntut umum sebagai hukum tidak tertulis. Di Indonesia pun dalam hal schikking
perkara-perkara penyelundupan yang dalam Undang-Undang Tindak Pidana
Ekonomi tidak diatur, dipakai dasar hukum asas oportunitas (Pasal 32C Undang-
Undang Kejaksaan Republik Indonesia) dan dilckatkan syarat-syarat pensepo-neran,
yaitu pembayaran denda damai yang disetujui antara pihak kejaksaan dan tersangka.
4. Pemeriksaan Pengadilan Terbuka untuk Umum
Menurut Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman hal itu boleh karena Pasal
19 yang mengatur hal itu tidak menyebut secara limitatif pengecualian seperti
KUHAP tersebut. Akan tetapi, dengan KUHAP ini hal seperti itu menjadikan
putusan batal demi hukum.
Menurut pendapat penulis, ketentuan tersebut terlalu limitatif. Sebarusnya kepada
hakim diberikan kebebasan untuk merentukan sesuai situasi dan kondisi apakah
sidang terbuka atau tertutup untuk umum.
Sebenarya hakim dapat menetapkan apakah suatu sidang dinyatakan
seluruhnya atau sebagiannya tertutup untuk umum yang artinya persi-dangan
dilakukan di belakang pintu tertutup. Pertimbangan tersebut sepenubnya diserahkan
kepada hakim. Hakim melakukan itu berdasarkan jabatannya atau atas permintaan
penuntut umum dan terdakwa. Saksi pun dapat mengarukan permononan agar sidang
tertutup untuk umum dengan alasan demi nama baik keluar-ganya.
Misalaya dalam kasus perkosaan, saksi korban memohon agar sidang tertutup
untuk umum agar ia bebas memberikan kesaksiannya. HR dengan arrestnya tanggal
30 Agustus 1909 W. 8903 memutuskan bahwa hakim berdasarkan keadaan
persidangan dapat menentukan suatu persidangan tertutup untuk umum.
5. Semua Orang Diperlakukan Sama di Depan Hakim
Asas yang umum dianut di negara-negara yang berdasarkan hukur ini tegas
tercantum pula dalam Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman Pasal 5 ayat (1) dan
KUHAP dalam penjelasan umum butir 3a. Pasal s ayat (1) tersebut berbunyi:
"Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan orang".
6. Peradilan Dilakukan oleh Hakim Karena Jabatannya dan Tetap
Ini berarti pengambilan keputusan salah tidaknya terdakwa dilakukan oleh
hakim karena jabatannya dan bersifat tetap. Untuk jabatan ini diangkat hakim-hakim
yang tetap oleh kepala negara. Ini disebut dalam Undang-Undang Kekuasaan
Kehakiman Pasal 31.
Dalam sistem lain, yaitu sistem juri yang menentukan salah tidaknya terdakwa
ialah suatu dewan yang mewakili golongan-golongan dalam masyarakat. Pada
mumnya mereka adalah awam tentang ilmu bukum. Sistem hakim yang tetap di
Indonesia mengikuti sistem di negeri Belanda yang dahulu menganut sistem juri pula,
tetapi sejak tabun 1813 didapuskan. Sebaliknya Prancis sejak revolusi meniru sistem
itu dari nggris. Karena banyaknya kelemahan-kelemahan sistem tersebut maka
Jerman juga tidak menganutnya.
7. Tersangka/Terdakwa Berhak Mendapat Bantuan Hukum
Hal ini telah menjadi ketentuan universal di negara-negara demokrasi dan
beradab. Dalam The International Covenant an Civil and Political Rights article 14
sub 3d kepada tersangka/terdakwa diberikan jaminan. Dalam Pasal 69 sampai dengan
Pasal 74 KUHAP diatur tentang bantuan hukum tersebut di mana tersangka/terdakwa
mendapat kebe-basan yang sangat luas. Kebebasan itu antara lain sebagai berikut.
 Bantuan hukum dapat diberikan sejak saat tersangka ditangkap atau ditahan.
 Bantuan hukum dapat diberikan pada semua tingkat pemeriksaan.
 Penasihat hukum dapat menghubungi tersangka/terdakwa pada semua tingkat
pemeriksaan pada setiap waktu.
 Pembicaraan antara penasihat hukum dan tersangka tidak didengar oleh
penyidik dan penuntut umum kecuali pada delik yang menyangkut keamanan
negara.
 Turnan berita acara diberikan kepada tersangka atau penasihat hukum guna
kepentingan pembelaan.
 Penasihat hukum berhak mengirim dan menerima surat dari tersangka/terdakwa.
Pembatasan-pembatasan hanya dikenakan jika penasihat hukur
menyalahgunakan hak-haknya tersebut. Kebebasan-kebebasan dan kelongaran-
kelonggaran in hanya dari segi yuridis semata-mata, bukan dari segi politis, sosial,
dan ekonomis. Segi-segi yang disebut terakhir ini juga menjadi penghambat
pelaksanaan bantuan hukum yang merata.
8. Asas Akusator dan Inkisitor
Kebebasan memberi dan mendpatkan nasihat bukum menunjukan bahwa
dengan KUHAP telah dianut asas akusator itu. Ini berati perbedaan antara
pemeriksaan pendahuluan dan pemerisaan sidang pengadilan pada asasnya telah
dihilangkan. Sebagaimana telah diketahui, asas inkisitor itu berarti tersangka
dipandang sebagai objek pemeriksaan yang masih dianut oleh HIR untuk
pemeriksaan pendahulan.
Asas inkisitor ini sesuai dengan pandangan bahwa pengakuan tersangka merupakan
alat bukti terpenting. Dalam pemeriksaan selalu pemeriksa berusaha mendapatkan
pengakuan dari tersangka. Kadang-kadang untuk mencapai maksud ten cbut
pemeriksa melakukan tindakan kekerasan atau penganiayaan.
Sesuai dengan hak-hak asasi manusia yang sudah menjadi ketentuan universal
maka asas inkisitor ini telah ditinggalkan oleh banyak negeri beradab. Selaras dengan
itu, berubah pula sistem pembuktian yang alat-alat bukti berupa pengakuan diganti
dengan "keterangan terdakwa", begitu pula penambahan alat bukti berupa keterangan
ahli. Untuk mengimbangi perubahan sistem pemeriksaan dan pembuktian ini maka
para penegak hukum makin dituntut agar menguasai segi-segi teknis hukum dan
ilmu-ilmu pembantu untuk acara pidana, seperti kriminalistik, kriminologi,
kedokteran forensik, antropologi, psikologi, dan lain-lain.
9. Pemeriksaan Hakim yang Langsung dan Lisan
Pemeriksaan di sidang pengadilan dilakukan oleh hakim secara langsung,
artinya langsung kepada terdakwa dan para saksi. Ini berbeda dengan acara perdata di
mana tergugat dapat diwakili oleh kuasanya. Pemeriksaan hakim juga dilakukan
secara lisan, artinya bukan tertulis antara hakim dan terdakwa.
b. Sebutkan ilmu-ilmu pembantu terhadap Hukum Acara Pidana dan jelaskan fungsi
atau peranan ilmu-ilmu pembantu tersebut terhadap Hukum Acara Pidana!
1. Logika
Dalam usaha menemukan kebenaran, orang tentu memakai pikiran dalam
menghubungkan keterangan yang satu dengan yang lain. Dalam hal inilah
dibutuhkan logika itu. Bagian dari hukum acara pidana yang paling membutuhkan
pemakaian logika ialah masalah pembuktian dan metode penyelidikan. Pada usaha
menemukan kebenaran itu, biasanya dipergunakan hipotesis atau dugaan terdahulu.
Bertolak dari hipotesis inilah diusahakan pembuktian yang logis. Kenyataan-
kenyataan yang ditemukan, menarik pikiran kepada hipotesis, dan dengan penemuan
fakta-fakta sesudahnya, akan membentuk konstruksi yang logis.
2. Psikologi
Dalam pemeriksaan pendahuluan, terutama dalam interogasi terhadap
tersangka, penyidik seharusya menguasai dan dapat menerapkan pengetahuan
psikologi. Misalnya saja setiap orang suka dipuji-puji, berlaku pula bagi tersangka.
Dalam pemeriksaan, pemeriksa perlu memuji-muji diri tersangka. Kalau hubungan
'baik" antara pemeriksa dan tersangka telah terbentuk maka dengat mudah pemeriksa
dapat menyelinapkan pertanyaan-pertanyaan yang menuju kepada pembuktian
persangkaan terhadap terdakwa.
Pemeriksa pun perlu menempatkan diri bukan sebagai pemeriksa yang akan
menggiring tersangka menuju ke penjara, tetapi sebagai "kawan" yang berbicara dari
hati ke hati dengan tersangka. Sikap-sikap kekerasan sama sekali dihindari. Segala
usaha untuk mengungkap isi hati tersangka harus dilakukan. Memang pemakaian
psikologi sebagai sarana dalam menemukan kebenaran ini ada batasnya yaitu
terhadap tersangka yang merupakan penjahat profesional dan residivis, namun
kegunaannya sebagai ilmu pembantu hukum acara pidana sangat besar.
Hakim pun dalam membuat pertanyaan-pertanyaan perlu memper-lihatkan
agar dia tetap merupakan tokoh yang berwibawa dan menguasai seluruh masalah
dalam persidangan itu. Dialah yang memimpin sidang, sehingga suasana tenang dan
khidmat dalam sidang dapat dipertahankan.
3. Kriminalistik
HR Belanda merumuskan kriminalistik itu sebagai berikut.
Systematische verzameling en verwerking van gegevens betref-fende de
opsporing van strafbare feiten. Pengumpulan dan pengolahan data secara
sistematis yang berhu-bungan dengan penyidikan delik-delik).
Pengumpulan dan pengolahan data secara sistematis yang dapat berguna bagi
penyidik suatu perkara pidana dalam usaha merekonstruksi kejadian-kejadian yang
telah terjadi guna pembuktian. Dalam pembuktian, bagian-bagian kriminalistik yang
dipakal ialah ilmu tulisan, ilmu kimia, fisiologi, anatomi patologik; toxikologi (ilmu
racun), pengetahuan tentang luka, daktiloskopi atau sidik jari, jejak kaki,
antropometri, dan antropologi.
4. Psikiatri
Yang perlu diteliti dan diusut dalam usaha menemukan kebebasan materiil bukan
hanya manusia dan situasi yang normal, tetapi kadang-kadang juga hal-hal yang
abnormal. Dalam hal ini psikiatri dibutuhkan pula oleh ilmu hukum acara pidana.
Psikiatri yang dipakai sebagai pembantu hukum acara pidana biasa: disebut pikiatri
untuk peradilan atau psikiatri forensik.
5. Kriminologi
Dalam usaha untuk mengetahui sebab-sebab atau latar belakang suatu kejahatan,
perlu kita pelajari kriminologi. Dalam usaha menemukan kebenaran materil
kemudian menerapkan hukum dengan tepat sesuai dengan situasi konkret maka perlu
diketahui sebab-sebab atau latar belakang suatu ejahatan dan akibat-akibatnya
terhadap masyarakat. Misalnya, delik korupsi dipandang merajalela dalam era
pembangunan Indonesia dewasa ini. Oleh karena itu, perlu diketahui sebab-sebab
atau latar belakang dan akbat-akibatnya. Apakah perbuatan korupsi itu disebabkan
oleh pegawai-pegawai negeri yang terlalu rendah, ataukah karena kebudayaan,
ataukah manajemen (kontrol) yang buruk, ataukah karena modernisasi di mana
terbuka banyak lapangan kegiatan yang baru sedangkan manusianya belum siap
untuk mengikuti aturan permainan untuk itu? Semua ini perlu ditemukan jawabannya
jika kita ingin menerapkan undang-undang antikorupsi secara tepat dan jitu.
SOAL 3
a. Sebutkan pihak-pihak yang terlibat dalam Hukum Acara Pidana berikut
pengertian masing-masing serta hak atau wewenang dari masing-masing pihak
tersebut dalam Hukum Acara Pidana!
Adapun pihak-pihak yang terlibat dalam hukum acara pidana adalah:
1. Setiap Orang (Pasal 108 KUHAP);
Dari ketiga ayat di Pasal 108, nampak bahwa mereka yang mengalami
sebagaimana ditentukan dalam Pasal 108 ayat (1) KUHAP, berhak melaporkan atau
mengadukan hal tersebut kepada penyelidik atau penyidik. Sedangkan mereka yang
mengalami sebagaimana disebutkan dalam Pasal 108 ayat (2) dan ayat (3) KUHAB
mereka wajib melaporkan hal tersebut kepada aparat penyelidik atau penyidik.
Pengabaian terhadap ketentuan Pasal 108 ayat (1) KUHAP misalnya tidak
melaporkan bahwa dirinya baru saja kecurian, tidak ada risiko apa-apa atau tidak
menimbulkan akibat hukum apa-apa. Sebaliknya, mengabaikan Pasal 108 ayat (2)
dan ayat (3) KUHAP, dapaldapat dikenakan ketentuan Pasal 164 dan 165 KUHP
(lihat uraian ketentuan Pasal 164 dan 165 KUHP di atas). Di sisi yang lain,
berdasarkan Pasal 216, 224 dan 522 KUHP, maka seseorang yang menolak untuk
datang sebagai saksi oleh penyidik maupun oleh pengadilan, maka dia dapat
dikenakan ancaman pidana. Lebih jelasnya di bawah ini dipaparkan bunyi pasal-
pasal di atas
2. Tersangka, Terdakwa Atau Terpidana;
Pengertian tersangka merupakan seorang yang karena perbuatannya atau
keadaannya, berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana
(Pasal 1 butir 14 KUHAP). Sedangkan pengertian terdakwa adalah seorang
tersangka yang dituntut, diperiksa dan diadili di sidang pengadilan (Pasal 1 butir 15
KUHAP). Pengertian terpidana merupakan seorang yang dipidana berdasarkan
putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap (Pasal 1
butir 32 KUHAP). Dapat dilihat dari ketentuan di atas, seseorang disebut tersangka
apabila seseorang tersebut diperiksa di depan penyelidik atau penyidik dan penuntut
umum, oleh karena diduga melakukan tindak pidana dan dugaan ini berdasarkan
perbuatan atau keadaannya yang didukung bukti permulaan yang cukup. Seorang
tersangka yang sedang dituntut, diperiksa, dan diadili di depan sidang pengadilan
negeri, statusnya berubah dari seorang tersangka menjadi terdakwa. Kemudian,
seorang terdakwa yang dijatuhi pidana, yang dapat berupa pidana mati, pidana
seumur hidup, pidana penjara atau pidana kurungan, dan putusannya sudah
memperoleh kekuatan hukum yang tetap, maka statusnya bukan lagi terdakwa tetapi
sudah menjadi terpidana.
3. Pejabat Penyelidik dan Penyidik;
Pasal 7 Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan
Kehakiman, menyebutkan: Tidak seorang pun dapat dikenakan penangkapan,
penahanan, penggeledahan, dan penyitaan, kecuali atas perintah tertulis dari
kekuasaan yang sah dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang.
Merujuk bunyi Pasal di atas, nampak bahwa hanya aparat/kekuasaan yang sah
menurut undang-undang saja yang dapat melakukan tindakan penangkapan,
penahanan, penggeledahan, penyitaan. Dengan perkataan lain, selain kekuasaan
yang sah tersebut, tidak dapat dibenarkan
melakukan tindakan-tindakan upaya paksa tersebut di atas. Bagi siapa saja yang
bukan merupakan kekuasaan yang sah yang berani melakukan tindakan upaya paksa
di atas, dapat digolongkan sebagai tindak pidana yang diancam dengan antara lain
Pasal 333 dan 334 KUHP.
4. Pejabat Penuntut Umum;
Undang-undang yang secara khusus mengatur tentang kejaksaan adalah
Undang-undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik lndonesia
(Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 6Z Tambahan Lembaran Negara Nomor
4401; untuk selanjutnya disingkat UU No. Kejaksaan). delinisi penuntut umum yang
diatur oleh UU Kejaksaan, sama persis dengan bunyi Pasal 2 Butir 6 KUHAP di
atas. Berdasarkan bunyi pasal di atas, nampak bahwa ada perbedaan antara jaksa dan
penuntut umum. Jaksa adalah pejabat yang bertindak sebagai (1) penuntut umum;
(2) melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Sedangkan yang
disebut penuntut umum, adalah (1) Jaksa yang melakukan penuntutan; (2)
melaksanakan penetapan hakim
5. Pejabat Pengadilan;
Peiabat pengadilan di sini maksudnya adalah para hakim dan para panitera.
Hakimlah yang akan memeriksa, mengadili dan memutus perkara pidana
yang sedang disidangkan di depan sidang pengadilan. Sebagaimana
disebutkan dalam Pasal 1 butir 8 KUHAP. Putusan pengadilan adalah pernyataan
hakim yang diucapkan dalam sidang pengadilan terbuka, yang dapat berupa
pemidanaan atau bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum dalam hal serta
menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini (Pasal 1 butk 11 KUHAP).
6. Pejabat Eksekusi;
Peiabat eksekusi pidana di sini adalah pejabat yang melaksanakan pidana
atau disebut aparat penitensier. Para pejabat eksekusi pidana, misalnya
aparat lembaga pemasyarakatan.
7. Penasihat Hukum.
Masalah keberadaan advokat ini erat kaitannya dengan bantuan hukum yang
merupakan hak dari tersangka, terdakwa dan terpidana.
b. Siapa pihak-pihak dalam perkara pidana, mulai dari pemeriksaan tingkat
PENYIDIKAN, PENUNTUTAN dan PERADILAN (Sidang Pengadilan). Sebutkan
dan jelaskan pengertian Perkara Pidana dan Perkara Perdata berikut perbedaan
diantara keduanya.
Pihak-pihak yang terlibat dalam proses hukum acara pidana, mulai dari pemeriksaan
tingkat penyelidikan, penuntutan, dan peradilan (sidang pengadilan) adalah:
1. Tersangka dan terdakwa
2. Penuntut umum (jaksa)
3. Penyidik dan penyelidik
4. Penasihat hukum
5. Pengacara pembela Saksi Hakim
6. Pembimbing kemasyarakatan
Perbedaan perkara perdata dengan perkara pidana dapat dilihat dari berbagai aspek,
yaitu:
1. Dasar timbulnya perkara
Perkara perdata timbul karena terjadi pelanggaran terhadap hak seseorang seperti
diatur dalam hukum perdata. Sedangkan Perkara pidana timbul karena terjadi
pelanggaran terhadap perbuatan pidana yang telah ditetapkan dalam hukum pidana.
Perbuatan pidana tersebut bersifat merugikan negara, mengganggu ketertiban umum,
dan mengganggu kewibawaan pemerintah.
2. Inisiatif berperkara
Dalam perkara perdata, inisiatif berperkara berasal dari pihak yang merasa
dirugikan. Sedangkan dalam perkara pidana, inisiatif berperkara berasal dari pihak
penguasa negara melalui aparaturnya yaitu Polisi dan Jaksa Penuntut Umum.
3. Istilah yang digunakan
Dalam perkara perdata, pihak yang mengajukan perkara ke muka hakim disebut
“Penggugat”, sedangkan pihak lawannya adalah “Tergugat”. Dalam perkara pidana,
pihak yang mengajukan perkara ke muka hakim disebut Jaksa Penuntut Umum.
Pihak yang disangka melakukan kejahatan/perbuatan pidana disebut “Tersangka”,
dan apabila pemeriksaannya diteruskan ke Pengadilan, maka pihak yang disangka
melakukan kejahatan disebut “Terdakwa”.
4. Tugas hakim dalam acara
Dalam perkara perdata, tugas hakim adalah mencari kebenaran sesungguhnya dan
sebatas dari apa yang dikemukakan dan dituntut oleh pihak-pihak. Sedangkan dalam
perkara pidana, tugas hakim yaitu mencari kebenaran sesungguhnya, tidak terbatas
pada apa yang dilakukan oleh terdakwa, hakim mengejar kebenaran materiil.
5. Tentang perdamaian
Dalam perkara perdata, selama belum diputus oleh hakim, selalu dapat ditawarkan
perdamaian untuk mengakhiri perkara, sedangkan dalam perkara pidana tidak boleh
dilakukan perdamaian.
6. Tentang sumpah
Dalam perkara perdara, mengenal sumpah decissoire yaitu sumpah yang dimintakan
oleh pihak yang satu kepada pihak yang lain atau lawannya tentang kebenaran suatu
peristiwa sedangkan dalam perkara pidana tidak mengenal sumpah tersebut.
7. Tentang hukuman
Dalam perkara perdata, hukuman yang diberikan oleh hakim kepada pihak yang
kalah berupa kewajiban untuk memenuhi suatu prestasi. Disisi lain, dalam perkara
pidana, hukuman yang diberikan kepada terdakwa berupa hukuman badan.
c. Hal-hal apa saja yang menjadi faktor untuk terjadinya Perkara Tindak Pidana.
Jelaskan berikut contoh konkritnya!
Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perkara tindak pidana bisa sangat bervariasi
dan kompleks. Beberapa faktor yang umumnya berperan dalam terjadinya tindak pidana
antara lain:
1. Faktor Sosial-Ekonomi: Ketidaksetaraan ekonomi, kemiskinan, dan kesenjangan
sosial dapat mendorong seseorang untuk melakukan tindak pidana. Contohnya,
seseorang yang hidup dalam kondisi ekonomi yang sulit mungkin tergoda untuk
mencuri demi memenuhi kebutuhan sehari-hari.
2. Faktor Lingkungan: Lingkungan tempat seseorang tinggal atau berada juga dapat
memengaruhi perilaku kriminal. Misalnya, lingkungan yang terpapar oleh kekerasan
atau pengaruh negatif lainnya bisa menjadi pemicu bagi seseorang untuk terlibat
dalam tindak kejahatan.
3. Faktor Individu: Ada beberapa faktor individu yang dapat mempengaruhi seseorang
untuk melakukan tindak pidana, seperti gangguan mental, kurangnya pengendalian
diri, atau kurangnya empati terhadap korban. Misalnya, seseorang dengan gangguan
kepribadian antisosial mungkin lebih cenderung untuk melakukan kejahatan.
4. Faktor Kultural dan Normatif: Norma-norma sosial dan budaya juga bisa
memengaruhi tingkah laku seseorang. Terkadang, tindakan kriminal dianggap
sebagai cara yang sah atau diterima dalam suatu budaya atau lingkungan tertentu.
5. Faktor Kesempatan: Adanya kesempatan atau situasi yang memungkinkan seseorang
untuk melakukan tindak pidana juga merupakan faktor yang penting. Misalnya,
kelemahan dalam sistem keamanan suatu tempat bisa memberikan kesempatan bagi
seseorang untuk melakukan pencurian atau perampokan.
6. Faktor Hukum dan Penegakan Hukum: Kegagalan dalam penegakan hukum atau
ketidakadilan dalam sistem peradilan juga dapat mendorong seseorang untuk
melakukan tindak pidana. Jika seseorang merasa bahwa hukuman atas tindak
kejahatannya tidak akan berat atau tidak adil, mereka mungkin lebih cenderung
untuk melanggar hukum.
Contoh konkrit dari faktor-faktor ini bisa bervariasi tergantung pada konteksnya.
Misalnya, dalam kasus pencurian di daerah perkotaan yang miskin, faktor sosial-
ekonomi dan lingkungan mungkin menjadi faktor utama yang mendorong seseorang
untuk melakukan kejahatan. Sedangkan dalam kasus korupsi di kalangan pejabat
pemerintah, faktor-faktor seperti kesempatan dan kurangnya penegakan hukum yang
efektif bisa lebih dominan.

SOAL 4
a. Jelaskan pengertian PENYELIDIK dan PENYIDIK berikut masing-masing
wewenangnya menurut UU No. 8 Tahun 1981 (KUHAP)!
Penyelidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia yang diberi wewenang oleh
undang-undang ini untuk melakukan penyelidikan. Sedangkan penyidik adalah pejabat
polisi negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi
wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan.
Kewenangan penyelidik, yaitu :
1. Karena kewajibannya mempunyai wewenang :
a. Menerima laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak pidana;
b. Mencari keterangan dan barang bukti;
c. Menyuruh berhenti seorang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa
tanda pengenal diri;
d. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung-jawab.
2. Atas perintah penyidik dapat melakukan tindakan berupa:
a. Penangkapan, larangan meninggalkan tempat, penggeledahan dan penahanan;
b. Pemeriksaan dan penyitaan surat;
c. Mengambil sidik jari dan memotret seorang;
d. membawa dan menghadapkan seorang pada penyidik.
3. Penyelidik membuat dan menyampaikan laporan hasil pelaksanaan tindakan
sebagaimana tersebut pada ayat (1) huruf a dan huruf b kepada penyidik.
Sedangankan kewenangan penyidik, yaitu:
1. Menerima laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak pidana;
2. Melakukan tindakan pertama pada saat ditempat kejadian;
3. Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka;
4. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan;
5. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;
6. Mengambil sidik iari dan memotret seorang;
7. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;
8. Mendatangkan orang ahliyang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan
perkara;
9. Mengadakan penghentian penyidikan;
10. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung iawab.
b. Mengapa ada PENYIDIK PEMBANTU disamping Penyidik?
Menurut logika, dengan adanya pejabat penyidik, tidak perlu dibentuk suatu eselon yang
bernama penyidik pembantu. Sebab secara rasio, dengan adanya jabatan penyidik
berdasar syarat kepangkatan tertentu, semua anggota Polri yang berada di bawah jajaran
pejabat penyidik adalah pembantu bagi pejabat penyidik. Untuk mendapat penjelasan
atas klasifikasi penyidik, mungkin dapat diterima alasan yang dikemukakan pada buku
Pedoman Pelaksanaan KUHAP, yang menjelaskan latar belakang urgensi pengangkatan
pejabat penyidik pembantu, yang dapat disimpulkan:
1. Disebabkan terbatanya tenaga Polri yang berpangkat tertentu sebagai pejabat
penyidik. Terutama dacrah-daerah sektor kepolisian di daerah terpencil, masih
banyak yang dipangku pejabat kepolisian yang berpangkat bintara;
2. Oleh karena itu, seandainya syarat kepangkatan pejabat penyidik sekurang-
kurangnya berpangkat Pembantu Letnan Dua Polri, sedangkan yang berpangkat
demikian belum mencukupi kebutuhan yang diperlukan sesuai dengan banyaknya
jumlah Sektor Kepolisian, hal seperti ini akan menimbulkan hambatan bagi
pelaksanaan fungsi penyidikan tidak berjalan di daerah-daerah. penyidikan di daerah-
daerah, sehingga besar kemungkinan,
c. Apakah Wewenang Penyidik Pembantu sama dengan wewenang Penyidik?
Jelaskan!
Jika dihubungkan dengan ketentuan Pasal 11, pengklasifikasian antara penyidikan
dengan penyidik pembantu semakin mengherankan. Sebab berdasarkan ketentuan Pasal
11, penyidik pembantu mempunyai wewenang yang sama dengan pejabat penyidik,
kecuali sepanjang penahanan, wajib diberikan dengan pelimpahan wewenang dari
penyidik. Jadi, boleh dikatakan hampir sama wewenangnya sebagaimana yang diperinci
pada Pasal 7 ayat (1).

SOAL 5
a. Jelaskan pengertian PENYELIDIKAN dan PENYIDIKAN berikut unsur-
unsurnya, serta tunjukkan Persamaan dan Perbedaan antara Penyelidikan dan
Penyidikan!
Penyelidikan berarti serangkaian tindakan mencari dan menemukan sesuatu
keadaan atau peristiwa yang berhubungan dengan kejahatan dan pelanggaran tindak
pidana atau yang diduga sebagai perbuatan tindak pidana. Pencarian dan usaha
menemukan peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana, bermaksud untuk menentukan
sikap pejabat penyelidik, apakah peristiwa yang ditemukan dapat dilakukan "penyidikan"
atau tidak sesuai dengan cara yang diatur oleh KUHAP (Pasal 1 butir 5).
Dari penjelasan di atas, "penyelidikan" merupakan tindakan tahap pertama
permulaan ”penyidikan". Akan tetapi harus dingat, penyelidikan bukan tindakan yang
berdiri sendiri terpisah dari fungsi "penyidikan". Penyelidikan merupakan bagian yang
tak terpisah dari fungsi penyidikan. Penyelidikan merupakan salah satu cara atau metode
atau sub daripada fungsi penyidikan yang mendahului tindakan lain, yaitu penindakan
yang berupa penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan, pemeriksaan surat,
pemanggilan, tindakan pemeriksaan, dan penyerahan berkas kepada penuntut umum".
Jadi, sebelum dilakukan tindakan penyidikan, dilakukan dulu penyelidikan oleh
pejabat penyelidik, dengan maksud dan tujuan mengumpulkan "bukti permulaan" atau
"bukti yang cukup" agar dapat dilakukan tindak lanjut penyidikan. Barangkali
penyelidikan dapat disamakan dengan pengertian "tindakan pengusutan" sebagai usaha
mencari dan menemukan jejak berupa keterangan dan bukti-bukti sesuatu peristiwa yang
diduga merupakan tindak pidana.
Sementara untuk penyidikan, sebagaimana yang telah dijelaskan pada
pembahasan ketentuan umum, Pasal 1 butir 1 dan 2, merumuskan pengertian penyidikan
yang menyatakan, penyidik adalah pejabat Polri atau pejabat pegawai negeri "tertentu"
yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang. Sedang penyidikan berarti;
scrangkaian tindakan yang dilakukan pejabat penyidik sesuai dengan cara yang diatur
dalam undang-undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti, dan dengan bukti itu
membuat atau menjadi terang tindak pidana yang terjadi serta sekaligus menemukan
tersangkanya atau pelaku tindak pidananya.
Pada tindakan penyelidikan penekanan diletakkan pada tindakan "mencari dan
menemukan sesuatu", ”peristiwa" yang dianggap atau diduga sebagai tindak pidana.
Pada penyidikan, titik berat tekanannya diletakkan pada tindakan "mencari serta
mengumpulkan bukti" supaya tindak pidana yang ditemukan dapat menjadi terang, serta
agar dapat menemukan dan menentukan pelakunya. Dari penjelasan dimaksud hampir
tidak ada perbedaan makna keduanya. Hanya bersifat gradual saja. Antara penyelidikan
dan penyidikan adalah dua fase tindakan yang berwujud satu. Antara keduanya saling
berkaitan dan isi-mengisi guna dapat diselesaikan pemeriksaan suatu peristiwa pidana.
Namun demikian, ditinjau dari beberapa segi, terdapat perbedaan antara kedua tindakan
tersebut:
1. Dari segi pejabat pelaksana, pejabat penyelidik terdiri dari "semua anggota" Polri,
dan pada dasamya pangkat dan wewenangnya berada di bawah pengawasan penyidik.
2. Wewenangnya sangat terbatas, hanya meliputi penyelidikan atau mencari dan
menemukan data atas suatu tindakan yang diduga merupakan tindak pidana. Hanya
dalam hal-hal telah mendapat perintah dari pejabat penyidik, barulah penyelidik
melakukan tindakan yang disebut Pasal 5 ayat (1) huruf b (penangkapan, larangan
meninggalkan tempat, penggeledahan, penyitaan, dan sebagainya).
b. Apa saja dokumen dari suatu hasil penyidikan yang berupa berkas perkara
pidana?
Berkas perkara pidana adalah kumpulan dokumen resmi yang memuat semua informasi
dan bukti yang terkait dengan suatu perkara pidana yang sedang diselidiki atau
disidangkan. Dokumen-dokumen yang biasanya termasuk dalam berkas perkara pidana
antara lain:
1. Laporan Polisi (LP): Dokumen awal yang berisi pengaduan atau laporan tentang
dugaan tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang atau oleh pihak berwajib,
seperti polisi. Laporan polisi biasanya menjadi titik awal dari sebuah perkara pidana.
2. Surat Perintah Penyidikan (SP3): Surat perintah yang dikeluarkan oleh penyidik
untuk memulai proses penyidikan terhadap suatu perkara pidana.
3. Berita Acara Pemeriksaan (BAP): Dokumen yang berisi catatan atau transkripsi dari
proses pemeriksaan terhadap saksi, tersangka, atau pihak terkait lainnya oleh
penyidik. BAP mencatat secara rinci apa yang dikatakan oleh pihak yang diperiksa.
4. Berita Acara Penyitaan (BAP): Dokumen yang berisi catatan atau deskripsi tentang
barang-barang atau bukti yang disita oleh penyidik dalam proses penyidikan.
5. Surat Panggilan: Dokumen yang dikeluarkan oleh penyidik atau jaksa penuntut
umum untuk memanggil saksi, tersangka, atau pihak terkait lainnya untuk hadir
dalam proses penyidikan atau persidangan.
6. Dokumen-dokumen Bukti: Termasuk bukti fisik seperti dokumen tertulis, rekaman
audio atau video, dan barang-barang lain yang menjadi bukti dalam suatu perkara
pidana. Surat Pemberitahuan Hasil Penyidikan (SPHP): Dokumen yang berisi hasil
penyidikan yang dilakukan oleh penyidik, termasuk kesimpulan penyidikan dan
rekomendasi apakah perkara tersebut layak untuk dituntut atau tidak. Dokumen
Pendukung Lainnya: Dokumen-dokumen lain yang relevan dengan perkara pidana
tertentu, seperti surat-surat, laporan ahli, atau dokumen identifikasi.
c. Mengapa berkas perkara pidana selalu dihubungkan dengan ketentuan pasal 7 Jo
Pasal 75 KUHAP? Jelaskan alasan-alasannya!
Ketentuan Pasal 7 jo Pasal 75 KUHAP sering kali dihubungkan dengan berkat
perkara pidana karena memiliki peranan penting dalam proses hukum pidana di
Indonesia. Berikut adalah beberapa alasan mengapa hal ini sering terjadi:
Dasar Hukum Proses Hukum Pidana: Pasal 7 KUHAP menyatakan bahwa penegakan
hukum di Indonesia didasarkan pada asas hukum yang tertulis. Sementara Pasal 75
KUHAP mengatur mengenai penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan perkara pidana.
Dengan demikian, Pasal 7 jo Pasal 75 KUHAP menjadi landasan hukum utama dalam
proses penanganan perkara pidana di Indonesia.
Prinsip Legalitas: Pasal 7 KUHAP menegaskan prinsip legalitas dalam penegakan
hukum, yang berarti bahwa penuntutan suatu tindak pidana hanya dapat dilakukan jika
didasarkan pada ketentuan hukum yang telah ada. Pasal 75 KUHAP mengatur proses
penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan yang harus sesuai dengan ketentuan hukum
yang berlaku. Perlindungan Hak Tersangka/Terdakwa: Pasal 7 KUHAP juga
mencantumkan bahwa setiap orang yang diduga melakukan tindak pidana memiliki hak
untuk dianggap tidak bersalah selama belum ada putusan pengadilan yang memutuskan
sebaliknya. Dengan demikian, proses penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan harus
dilakukan dengan menghormati hak-hak asasi tersangka/terdakwa sebagaimana diatur
dalam Pasal 75 KUHAP. Kepastian Hukum: Pasal 7 KUHAP dan Pasal 75 KUHAP turut
mendorong terciptanya kepastian hukum dalam penegakan hukum pidana. Dengan
adanya landasan hukum yang jelas dan prosedur yang teratur, diharapkan proses
penanganan perkara pidana dapat dilakukan secara adil dan transparan.
Keterbukaan dan Akuntabilitas: Penekanan pada asas hukum tertulis dan proses
yang diatur secara jelas oleh Pasal 7 jo Pasal 75 KUHAP juga membantu meningkatkan
keterbukaan dan akuntabilitas dalam penegakan hukum pidana. Dengan aturan yang
jelas, masyarakat dapat mengawasi dan menilai apakah proses hukum berjalan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku. Dengan demikian, menghubungkan berkas perkara
pidana dengan ketentuan Pasal 7 jo Pasal 75 KUHAP tidak hanya merupakan kewajiban
hukum, tetapi juga menjamin keberlangsungan dan keadilan dalam sistem peradilan
pidana di Indonesia.

SOAL 6
a. Jelaskan pengertian PENANGKAPAN dan PENAHANAN berikut dasar
hukumnya! Jelaskan pula Persamaan dan Perbedaan antara Penangkapan dan
Penahanan!
Pada Pasal 1 butir 20 dijelaskan: Penangkapan adalah suatu tindakan penyidik berupa
pengekangan sementara waktu kebebasan tersangka atau terdakwa apabila terdapat
cukup bukti guna kepentingan penyidikan atau penuntutan dán atau peradilan dalam hal
serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini. Sementara penahanan menurut
Pasal 1 angka 21, yaitu penempatan tersangka atau terdakwa di tempat tertentu oleh
penyidik atau penuntut umum atau hakim dengan penetapannya, dalam hal serta
menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini. Adapun persamaannya adalah terkait
perintah penangkapan dan penahanan dilakukan terhadap seorang melakukan tindak
pidana berdasarkan bukti permulaan yang cukup. Sementara perbedaaanya adalah
sebagai berikut :
1. Untuk penangkapan dilakukan untuk kepentingan penyelidikan sementara penahanan
dilakukan untuk kepentingan penyidikan dan penuntutan.
2. Penangkapan dilakukan terhadap seorang yang diduga keras melakukan tindak pidana
sementara Penahanan tersebut hanya dapat dikenakan terhadap tersangka atau
terdakwa yang melakukan tindak pidana dan atau percobaan maupun pembenian
bantuan dalam tindak pidana
3. Pelaksanaan tugas penangkapan dilakukan oleh petugas kepolisian negara Republik
Indonesia sementara penahanan dilakukan oleh penyidik atau penuntut umum.
4. Jangka waktu penangkapan dalam penyidikan tindak pidana adalah 1 x 24 jam.
Jangka waktu penahanan tersangka di tingkat penyidikan kepolisian adalah 20 hari,
dan dapat diperpanjang paling lama 40 hari. Di tingkat penuntutan di kejaksaan,
jangka waktu penahanan tersangka adalah 20 hari, yang dapat diperpanjang maksimal
30 hari. Di tingkat Pemeriksaan Pengadilan Negeri, jangka waktu penahanan paling
lama 30 hari dan dapat diperpanjang oleh Ketua Pengadilan Negeri paling lama 60
hari. Total paling lama penahanan mulai dari tingkat penyidikan, penuntutan,
pengadilan negeri, pengadilan tinggi, hingga Mahkamah Agung adalah 400 (empat
ratus) hari. Setelah waktu 50 (lima puluh) hari, penyidik harus sudah mengeluarkan
tersangka dari tahanan demi hukum. Setelah waktu enam puluh hari, walaupun
perkara tersebut belum selesai diperiksa atau belum diputus, tersangka atau terdakwa
harus sudah dikeluarkan dari tahanan demi hukum.
5. Penangkapan dilakukan dengan memperlihatkan surat tugas dan penahanan dilakukan
dengan memberikan surat perintah penahanan atau penetapan hakim
6. Perintah penangkapan dan penahanan dilakukan terhadap seorang melakukan tindak
pidana berdasarkan bukti permulaan yang cukup.
b. Sebutkan dan jelaskan syarat dan alasan hukum untuk dapat melakukan
penahanan terhadap Tersangka atau Terdakwa!
Pasal 21 angka 1 menjelaskan perintah penahanan atau penahanan lanjutan dilakukan
terhadap seorang tersangka atau terdakwa yang diduga keras melakukan tindak pidana
berdasarkan bukti yang cukup, dalam hal adanya keadaan yang menimbulkan
kekhawatiran bahwa tersangka atau terdakwa akan melarikan diri, merusak atau
menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi tindak pidana. Sementara angka 4
menjelaskan, Penahanan tersebut hanya dapat dikenakan terhadap tersangka atau
terdakwa yang melakukan tindak pidana dan atau percobaan maupun pemberian bantuan
dalam tindak pidana tersebut dalam hal:
1. Tindak pidana itu diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih
2. Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 282 ayat (3), Pasal 296, Pasal 335
ayat (1), Pasal 351 ayat (1), Pasal 353 ayat (1), Pasal 372, Pasal 378, Pasal 379, Pasal
453, Pasal 454, Pasal 455, Pasal 459, Pasal 480 dan Pasal 506 Kitab Undangundang
Hukum Pidana, Pasal 25 dan Pasal 26 Rechtenordonnantie (pelanggaran terhadap
ordonansi Bea dan Cukai, terakhir diubah dengan Staatsblad Tahun 1931 Nomor
471), Pasal 1, Pasal 2 dan Pasal 4 Undang-undang Tindak Pidana Imigrasi (Undang-
undang Nomor 8 Drt. Tahun 1955, Lembaran Negara Tahun 1955 Nomor 8), Pasal
36 ayat (7), Pasal 41, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 47, dan Pasal 48 Undang-undang
Nomor 9 Tahun 1976 tentang Narkotika (Lembaran Negara Tahun 1976 Nomor 37,
Tambähan Lembaran Negara Nomor 3086).
c. Siapa saja pihak yang berwenang untuk melakukan penahanan sejak pemeriksaan
di tingkat Penyidikan, Penuntutan dan Peradilan berikut jangka waktu penahanan
dan disertai dasar hukumnya?
Penahanan atau penahanan lanjutan dilakukan oleh penyidik atau penuntut umum
terhadap tersangka atau terdakwa. Jangka waktu penahanan tersangka di tingkat
penyidikan kepolisian adalah 20 hari, dan dapat diperpanjang paling lama 40 hari. Di
tingkat penuntutan di kejaksaan, jangka waktu penahanan tersangka adalah 20 hari, yang
dapat diperpanjang maksimal 30 hari. Di tingkat Pemeriksaan Pengadilan Negeri, jangka
waktu penahanan paling lama 30 hari dan dapat diperpanjang oleh Ketua Pengadilan
Negeri paling lama 60 hari.

SOAL 7
a. Jelaskan pengertian penggeledahan dan penyitaan berikut unsur-unsurnya!
Penggeledahan rumah adalah tindakan penyidik untuk memasuki rumah tempat tinggal
dan tempat tertutup lainnya untuk melakukan tindakan pemeriksaan dan atau penyitaan
dan atau penangkapan dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.
Penggeledahan badan adalah tindakan penyidik untuk mengadakan pemeriksaan badan
dan atau pakaian tersangka untuk mencari benda yang didup keras ada pada badannya
atau dibawanya serta, untuk disita. Penyitaan: Pasal 1 angka 16, Penyitaan adalah
serangkaian tindakan penyidik untuk mengambil alih dan atau menyimpan di bawah
penguasaannya benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud untuk
kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan dan peradilan.
b. Siapa yang berwenang untuk melakukan penggeledahan dan penyitaan? Mengapa
perlu dilakukan penggeledahan dan penyitaan?
Pasal 5 ayat (1) b menjelaskan bahwa atas perintah penyidik dapat melakukan tindakan
berupa: penangkapan, larangan meninggalkan tempat, penggeledahan dan penahanan
dengan tujuan demi kepentingan penyidik perkara pidana agar masalah lebih jelas dan
harus dilakukan dengan cara-cara menurut undang-undang sesuai dengan kepentingan
keperluan untuk itu.
c. Jelaskan Persamaan dan Perbedaan antara Penggeledahan dengan Penyitaan!
Persamaannya adalah dilakukan sebelum penetapan tersangka. Sedngkan perbedaannya,
penyitaan hanya terbatas pada benda bergerak dan benda tidak bergerak dan
penggeledahan bisa terhadap badan orang.

SOAL 8
a. Jelaskan hubungan antara Penyidikan dengan Pra-Penuntutan dan Penuntutan!
Hubungan antara penyidikan dengan penuntutan, dan pra penuntutan adalah
mengembalikan berkas perkara kepada Penyidik karena ternyata belum lengkap disertai
petunjuk-petunjuk yang akan dilakukan Penyidik.
b. Jelaskan pengertian Pra-Penuntutan dan Penuntutan! disertai dasar hukumnya !
Pra-Penuntutan adalah pengembalian berkas perkara kepada Penyidik karena ternyata
belum lengkap disertai petunjuk-petunjuk yang akan dilakukan Penyidik. Penuntutan:
Pasal 1 angka 7, Penuntutan adalah tindakan penuntut umum untuk melimpahkan perkara
pidana ke pengadilan negeri yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang diatur
dalam undang-undang ini dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakim di
sidang pengadilan.
c. Apakah Penuntut Umum hanya berwenang melakukan Pra-Penuntutan dan
Penuntutan saja? Jelaskan dengan menyebut dasar hukumnya!
Dasar hukumnya adalah Pasal 1 angka 14
Penuntut umum mempunyai wewenang :
1. Menerima dan memeriksa berkas perkara penyidikan dari penyidik atau penyidik
pembantu;
2. Mengadakan prapenuntutan apabila ada kekurangan pada penyidikan dengan
memperhatikan ketentuan Pasal 110 ayat (3) dan ayat (4), dengan memberi petunjuk
dalam rangka penyempurnaan penyidikan dari penyidik;
3. Memberikan perpanjangan penahanan, melakukan penahanan atau penahanan
lanjutan dan atau mengubah status tahanan setelah perkaranya dilimpahkan oleh
penyidik;
4. Membuat surat dakwaan;
5. Melimpahkan perkara ke pengadilan;
6. Menyampaikan pemberitahuan kepada terdakwa tentang ketentuan hari dan waktu
perkara disidangkan yang disertai surat panggilan, baik kepada terdakwa maupun
kepada saksi, untuk datang pada sidang yang telah ditentukan;
7. Melakukan penuntutan;
8. Menutup perkara demi kepentingan hukum;
9. Mengadakan tindakan lain dalam lingkup tugas dan tanggung jawab sebagai penuntut
umum menurut
d. Apakah berkas perkara di tingkat penyidikan sama atau berbeda dengan berkas
perkara di tingkat penuntutan? Jelaskan!
Berkas perkara di tingkat penyidikan dan di tingkat penuntutan memiliki perbedaan
dalam konteks isi dan kepentingannya dalam proses hukum pidana. Berikut adalah
penjelasan mengenai perbedaan antara keduanya:
1. Berkas Perkara di Tingkat Penyidikan:
a. Isi Berkas Perkara: Berkas perkara di tingkat penyidikan berisi hasil penyidikan
yang dilakukan oleh penyidik, termasuk bukti-bukti yang ditemukan, keterangan
saksi, dan alat bukti lainnya yang diperoleh selama proses penyidikan.
b. Kepentingan Berkas Perkara: Berkas perkara di tingkat penyidikan penting
sebagai dasar untuk menentukan apakah tersangka layak untuk dilanjutkan ke
tahap penuntutan. Berkas ini juga menjadi acuan bagi jaksa penuntut umum
dalam melakukan pra-penuntutan.
2. Berkas Perkara di Tingkat Penuntutan:
a. Isi Berkas Perkara: Berkas perkara di tingkat penuntutan berisi surat dakwaan
yang diajukan oleh jaksa penuntut umum ke pengadilan, yang berisi ringkasan
peristiwa pidana, keterangan bukti, dan tuntutan hukuman terhadap terdakwa.
b. Kepentingan Berkas Perkara: Berkas perkara di tingkat penuntutan menjadi dasar
bagi pengadilan untuk memutuskan perkara pidana yang disidangkan. Berkas ini
juga menjadi acuan bagi terdakwa dan penasihat hukumnya dalam
mempersiapkan pembelaan.
Dengan demikian, meskipun berkas perkara di tingkat penyidikan dan penuntutan
merupakan bagian dari rangkaian proses hukum pidana, keduanya memiliki
perbedaan dalam konteks isi dan kepentingannya dalam proses penegakan hukum.

SOAL 9
a. Jelaskan penyerahan berkas perkara pidana dari Penyidik kepada Penuntut
Umum dalam 2 (dua) tahap disertai dasar hukumnya dan contoh konkritnya!
Penyerahan berkas perkara pidana dari penyidik kepada penuntut umum dalam
dua tahap diatur dalam Pasal 110 KUHAP. Tahap pertama, penyidik membuat berita
acara dan menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum. Tahap kedua, penyidik
menyerahkan tersangka dan barang bukti kepada penuntut umum setelah berkas perkara
dinyatakan lengkap (P-21) oleh Jaksa Penuntut Umum. Setelah penyerahan, kewenangan
penanganan perkara resmi beralih pada Jaksa Penuntut Umum.
b. Jelaskan, apakah sama atau berbeda penyerahan berkas perkara pidana pada
setiap Acara Pemeriksa Perkara di sidang Pengadilan Negeri? Penjelasan
hendaknya disertai contoh konkritnya!
1. Penyerahan Berkas Perkara Acara Biasa
Berkas perkara yang akan diperiksa dengan acara biasa, seperti yang diatur pada Bab
XVI, Bagian Ketiga KUHAP, yang berhak menyerahkan berkas perkaranya kepada
penuntut umum:
a. penyidik sendiri, tidak dapat dilakukan oleh pejabat lain seperti penyidik
pembantu atau penyelidik,
b. berkas perkara langsung diserahkan dan disampaikan kepada penuntut umum,
c. penyerahan dilakukan dalam dua tahap (lihat penjelasan di atas):
 Tahap pertama; penyerahan berkanya saja, dan dalam tempo 14 hari mash
ada kemungkinan untuk dikembalikan penuntut umum kepada penyidik,
apabila hasil penyidikan dianggapnya belum lengkap. Atau dalam tempo 7
hari atau selama belum lewat tempo 14 hari dari tanggal penerimaan ada
peryataan atau pemberitahuan hasil penyidikan belum lengkap. Apabila
berkas dikembalikan oleh penuntut umum, penyidik melakukan
penyidikan tambahan sesuai dengan petunjuk yang diberikan penuntut
umum. Hasil penyidikan tambahan dan berkas perkara, dikirimkan penyidik
kembali dalam tempo 14 hari sejak dari tanggal penerimaan pengembalian
berkas kepada penuntut umum.
 Tahap kedua; apabila dalam tempo 7 hari atau sebelum lewat tenggang 14
hari dari tanggal penerimaan telah ada pemberitahuan dari penuntut umum
bahwa hasil penyidikan telah lengkap maupun apabila tenggang 14 hari dari
tanggal penerimaan telah lewat, berkas tidak dikembalikan atau
pemberitahuan tidak ada, berarti pemeriksaan sudah dianggap lengkap.
Sejak saat itulah terhitung pemeriksaan penyidikan telah selesai, dan beralih
tanggung jawab yuridis dari penyidik kepada penuntut umum.
2. Penyerahan Berkas Perkara Acara Singkat
Pemeriksaan perkara dengan acara singkat diatur dalam Bab XVI, Bagian Kelima,
mulai dari Pasal 203 dan Pasal 204 yaitu perkara kejahatan atau pelanggaran dan
yang menurut penuntut umum pembuktian serta penerapan hukumnya mudah dan
sifatnya soderhana. Penyerahan berkas perkara yang akan diperiksa dengan acara
singkat, dapat disampaikan kepada penuntut umum oleh pejabat:
a. penyidik seperti yang ditentukan dalam Pasal 8 ayat (2) KUHAP, atau.
b. oleh penyidik pembantu seperti yang ditegaskan dalam Pasal 12 KUHAP.
Kita lihat, dalam perkara yang pemeriksaannya dilakukan dengan acara biasa, yang
benvenang menyampaikan atau menyerahkan berkas kepada penuntut umum hanya
"pejabat penyidik". Akan tetapi jenis perkara dengan acara singkat, di samping
pejabat penyidik, dapat juga dilakukan oleh "penyidik pembantu". Wewenang ini
diberikan kepada penyidik pembantu, barangkali didasarkan sifat perkara dalam
acara pemeriksaan singkat, dianggap mudah dan sederhana. Oleh karena itu, penyidik
pembantu dianggap mampu menangani dan melengkapi pemeriksaan penyidikannya.
3. Penyidik Pegawai Negeri Sipil Tidak Berwenang Menyerahkan
Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam Pasal 7 ayat (2), penyidik pegawai negeri
sipil alah penyidik yang di dalam pelaksanaan fungsi penyidikan yang dilakukannya
sesuai dengan undang-undang yang menjadi landasan hukum bagi wewenang
mereka:
a. Berada di bawah koordinasi pejabat penyidik Polri, dan
b. Berada di bawah pengawasan pejabat penyidik Polri.
Bertitik tolak dari keadaan ini, Pasal 107 ayat (1) lebih lanjut menegaskan, untuk
kepentingan penyidikan:
a. Penyidik Polri harus memberikan petunjuk kepada penyidik pegawai negeri sipil
dalam pelaksanaan pemeriksaan penyidikan,
b. Penyidik Polri memberikan bantuan penyidikan yang diperlukan oleh penyidikan
pegawai negeri sipil, dan
c. Penyidik pegawai negeri sipil melaporkan hasil penyidikan yang ditemukannya
kepada penyidik Polri tentang suatu tindak pidana yang mempunyai bukti yang
kuat untuk diajukan kepada penuntut umum (Pasal 107 ayat (2)).
Maka sesuai dengan ketentuan Pasal 7 ayat (2) dan Pasal 107 ayat (1) dan (2) di das,
Pasal 107 ayat (3) telah menegaskan, apabila penyidik pegawai negeri sipil telah
elesai memeriksa atau menyidik suatu perkara:
a. Segera menyerahkan hasil penyidikan kepada penyidik Polri, dan.
b. Penyidik Polri sclanjutnya menyampaikan penyerahan berkas perkara kepada
c. penuntut umum.
Penyidik pegawai negeri sipil tidak berhak menyerahkan langsung hasil penyidikan
kepada penuntut umum, tetapi harus "melalui" penyidik Polri. Memang secara yuridis
undang-undang menyebut, penyerahan dilakukan oleh penyidik pegawai negeri sipil
kepada penuntut umum. Akan tetapi dari segi teknis pelaksanaan, dilakukan melalui
perantaraan penyidik. Atau dengan kalimat yang lebih tegas; penyerahan berkas
perkara oleh penyidik pegawai negeri sipil kepada penuntut umum dilakukan
"melalui" penyidik Polri.
4. Penyerahan Berkas Perkara Acara Cepat
Sebagaimana diketahui, KUHAP membedakan jenis perkara, dan sekaligus jenis
perkara tersebut diklasifikasi acara pemeriksaan untuk setiap jenis. Ada jenis
kelompok perkara pemeriksaannya di sidang pengadilan dilakukan dengan acara
biasa seperti yang diatur dalam Bab XVI, Bagian Ketiga. Di samping itu, ada pula
jenis perkara, pemeriksaannya disidang pengadilan dilakukan dengan acara singkat,
seperti yang baru saja dijelaskan. Kemudian ada jenis perkara yang dipersidangan
dengan acara cepat (Bab XVI, Bagian Keenam) yang terbagi kepada dua golongan:
a. Perkara yang diperiksa dengan acara ringan,
b. Acara pemeriksaan perkara pelanggaran lalu lintas jalan.
Jenis perkara yang pemeriksaannya dilakukan dengan acara ringan:
c. Penyerahan berkas perkara oleh penyidik "langsung" disampaikan dan
mengha-dapkan terdakwa beserta barang bukti, saksi, ahli atau juru bahasa ke
sidang pengadilan, tanpa melalui penuntut umum,
d. Tindakan penyerahan langsung ke sidang pengadilan dalam acara ringan,
dilakukan oleh penyidik "atas kuasa penuntut umum" (Pasal 205 ayat (2)).
Dalam hal ini penyerahan seolah-olah dilakukan oleh penuntut umum sendiri dengan
jalan mempergunakan tangan penyidik. Itu sebabnya undang-undang menyebut
penyerahan langsung yang dilakukan oleh penyidik, bertindak "atas kuasa penuntut
umum". Lain halnya pada jenis perkara lalu lintas jalan penyidik tidak diharuskan
dan tidak diperlukan membuat berita acara pemeriksaan.
a. Penyidik cukup membuat catatan tentang tanggal, jam, dan tempat di mana
terdakwa harus menghadap sidang Pengadilan Negeri.
b. Selanjutnya catatan itu diserahkan kepada Pengadilan Negeri selambat-lambatnya
pada kesempatan hari sidang pertama berikutnya.
Di sini kita lihat, penyerahan perkara, terdakwa, saksi, dan barang bukti (jika ada):
a. Dilakukan oleh penyidik ke sidang pengadilan tanpa melalui instansi penuntut
unum, penyerhan angsung ersebut oleh undang-undang, merupakan wewenang
penyidik
b. atas nama dan kuasa sendiri.
Tindakan penyidik menyerahkan langsung perkara lalu lintas jalan kepada sidans
pengadilan, bukan atas kuasa penuntut umum seperti yang ditentukan dalam tindak
pidana ringan, tapi atas kuasa dan wewehang yang diberikan undang-undang
kepadanya sperti yang ditentukan dalam Pasal 212 KUHAP. Dengan berakhirnya
pembahasan mengenai penyerahan berkas perkara, selesailah uraian mengenai
pemeriksaan penyidikan. Uraian selanjutnya, akan memasuki pembahasan yang
menyangkut dengan penuntut umum dan penuntutan.
c. Sebutkan dan jelaskan macam-macam Acara Pemeriksaan di sidang pengadilan
berikut dasar hukumnya masing-masing!
1. Acara Pemeriksaan Biasa
Pemeriksaan biasa dilakukan terhadap perkara yang membutuhkan pembuktian dan
penerapan hukum yang tidak mudah dan sederhana. Acara pemeriksaan biasa diatur
dalam Pasal 152 sampai 202 UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana
atau Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Dalam pemeriksaan
biasa, sidang dinyatakan terbuka untuk umum, kecuali dalam perkara mengenai
kesusilaan atau perkara dengan terdakwa anak-anak.
2. Acara Pemeriksaan Persidangan Singkat
Pemeriksaan singkat merupakan pemeriksaan perkara kejahatan atau pelanggaran
yang penerapan hukumnya mudah dan bersifat sederhana. Acara pemeriksaan singkat
diatur dalam Pasal 203 dan 204 KUHAP. Selain itu, pemeriksaan singkat juga
dilakukan terhadap perkara yang ancaman hukumannya di atas tiga bulan penjara
atau dendanya lebih dari Rp 7.500. Umumnya, pidana yang akan dijatuhkan paling
tinggi tiga tahun. Penentuan pembuktian serta penerapan hukum yang mudah dan
sederhana ini dilakukan oleh penuntut umum. Proses persidangan perkara pidana
dengan acara pemeriksaan singkat sama dengan acara pemeriksaan biasa. Namun,
dalam acara pemeriksaan singkat, penuntut umum diperintahkan untuk menguraikan
tindak pidana yang didakwakan secara lisan yang dicatat dalam berita acara sidang
sebagai pengganti surat dakwaan. Selain itu, putusan perkara pidana singkat tidak
dibuat secara khusus tetapi dicatat dalam berita acara sidang juga. Setelah itu, hakim
memberikan surat yang memuat amar putusan kepada terdakwa atau penasihat
hukumnya dan penuntut umum. Isi surat tersebut mempunyai kekuatan hukum yang
sama seperti putusan pengadilan dalam acara biasa.
3. Acara Pemeriksaan Persidangan Cepat
Acara pemeriksaan cepat merupakan pemeriksaan tindak pidana ringan dan perkara
pelanggaran lalu lintas jalan. Acara pemeriksaan cepat diatur dalam Pasal 205 sampai
216 KUHAP. Pemeriksaan cepat dilakukan terhadap perkara yang ancaman
hukumannya paling lama tiga bulan penjara atau dendanya paling banyak Rp 7.500,
dan penghinaan ringan. Hal yang perlu diperhatikan dalam acara pemeriksaan cepat
adalah penyidik atas kuasa penuntut umum dalam waktu tiga hari berita acara
pemeriksaan dibuat, menghadapkan terdakwa beserta barang bukti, saksi, ahli atau
juru bahasa ke sidang pengadilan. Persidangan acara pemeriksaan cepat dilakukan
dengan hakim tunggal dan merupakan tingkat pertama dan terakhir. Dengan begitu,
tidak ada upaya hukum lain yang bisa dilakukan, kecuali dijatuhkan pidana
perampasan kemerdekaan maka terdakwa dapat minta banding. Sementara itu, untuk
perkara pelanggaran lalu lintas jalan tidak diperlukan berita acara pemeriksaan.
Perkara pelanggaran lalu lintas yang diperiksa menurut acara pemeriksaan cepat,
yakni:
1. Menggunakan jalan dengan cara yang dapat merintangi, membahayakan
ketertiban atau keamanan lalu lintas atau yang mungkin menimbulkan kerusakan
pada jalan;
2. Tidak dapat memperlihatkan surat izin mengemudi (SIM), surat tanda nomor
kendaraan (STNK), surat tanda uji kendaraan yang sah, atau tanda bukti lain saat
mengemudi kendaraan bermotor, atau masa berlaku surat-surat tersebut sudah
kadaluwarsa;
3. Membiarkan atau memperkenankan kendaraan bermotor dikemudikan oleh orang
yang tidak memiliki SIM;
4. Tidak memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan lalu lintas jalan
tentang penomoran, penerangan, peralatan, perlengkapan, pemuatan kendaraan
dan syarat penggandengan dengan kendaraan lain;
5. Membiarkan kendaraan bermotor yang ada di jalan tanpa dilengkapi plat tanda
nomor kendaraan yang sah, sesuai dengan STNK yang bersangkutan;
6. Pelanggaran terhadap perintah yang diberikan oleh petugas pengatur lalu lintas
jalan atau isyarat alat pengatur lalu lintas jalan, rambu-rambu atau tanda yang ada
di permukaan jalan;
7. Pelanggaran terhadap ketentuan tentang ukuran dan muatan yang diizinkan, cara
menaikkan dan menurunkan penumpang atau cara memuat dan membongkar
barang;
8. Pelanggaran terhadap izin trayek, jenis kendaraan yang diperbolehkan beroperasi
di jalan yang ditentukan.
Dalam persidangan perkara pelanggaran lalu lintas yang diperiksa menurut acara
pemeriksaan cepat, terdakwa dapat menunjuk seseorang dengan surat untuk
mewakilinya dalam persidangan. Jika terdakwa atau wakilnya tidak hadir di sidang
maka pemeriksaan perkara akan tetap dilanjutkan. Dalam hal putusan hakim
diucapkan di luar hadirnya terdakwa, surat amar putusan akan segera disampaikan
kepada terpidana.

SOAL 10
a. Jelaskan hubungan antara Penuntutan dengan Surat Dakwaan!
Surat dakwaan merupakan dasar penuntutan perkara pidana. Penuntut umum,
yang diwakili oleh jaksa, membuat surat dakwaan (Pasal 14 huruf d KUHAP) sebelum
persidangan dan membacakannya pada awal persidangan. Surat dakwaan menjadi dasar
bagi pengadilan untuk membatasi ruang lingkup pemeriksaan dan dasar pertimbangan
dalam penjatuhan keputusan. Surat dakwaan yang dibuat tersebut akan disertakan
penuntut umum saat melimpahkan perkara ke pengadilan negeri. Hal ini sebagaimana
tertuang dalam Pasal 143 ayat (1) KUHAP yang menyatakan bahwa penuntut umum
melimpahkan perkara ke pengadilan negeri dengan permintaan agar segera mengadili
perkara tersebut disertai dengan surat dakwaan.
Bagi penuntut umum, surat dakwaan menjadi dasar pembuktian, analisis yuridis,
tuntutan pidana, dan penggunaan upaya hukum. Penuntut umum dapat mengubah surat
dakwaan sebelum pengadilan menetapkan hari sidang, baik untuk menyempurnakan
maupun untuk melanjutkan penutupannya. Kesalahan pada penyusunan surat dakwaan
dapat menimbulkan perkara yang diputus bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum.
b. Jelaskan Pengertian, Isi dan Fungsi Surat Dakwaan!
Surat dakwaan adalah surat atau akta yang memuat suatu perumusan dari tindak pidana
yang didakwakan, yang sementara dapat disimpulkan dari pemeriksaan pendahuluan
yang merupakan dasar bagi hakim untuk melakukan pemeriksaan. Kemudian, bila
ternyata cukup bukti, terdakwa dapat dijatuhi hukuman. Fungsi dari surat dakwaan dapat
diklasifikasikan menjadi tiga kategori:
1. Bagi pengadilan atau hakim: sebagai dasar sekaligus membatasi ruang lingkup
pemeriksaan dan menjadi dasar petimbangan dalam penjatuhan keputusan.
2. Bagi penuntut umum: sebagai dasar pembuktian atau analisis yuridis, tuntutan
pidana, dan penggunaan upaya hukum.
3. Bagi terdakwa: sebagai dasar untuk mempersiapkan pembelaan.
Adapun isinya memuat informasi sebagai berikut :
1. Identitas terdakwa berupa nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis
kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama, dan pekerjaan.
2. Uraian secara cermat, jelas, dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan
dengan menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana itu dilakukan.
c. Sebutkan dan jelaskan tentang bentuk-bentuk Surat Dakwaan berikut Persamaan
dan Perbedaan antara bentuk surat dakwaan yang satu dengan bentuk surat
dakwaan lainnya!
Sebagaimana diterangkan Surat Edaran Jaksa Agung, dalam perkembangannya, ada lima
jenis surat dakwaan, yakni tunggal, alternatif, subsidair, kumulatif, dan kombinasi.
1. Surat Dakwaan Tunggal
Jenis ini digunakan pada pendakwaan satu tindak pidana saja. Sebab, tidak ada
kemungkinan untuk mengajukan alternatif atau dakwaan pengganti. Contoh surat
dakwaan tunggal adalah untuk tindak pidana pencurian.
2. Surat Dakwaan Alternatif
Jenis ini memiliki dakwaan yang disusun berlapis. Lapisan yang satu merupakan
alternatif yang bersifat mengecualikan dakwaan pada lapisan lain. Bentuk ini
umumnya digunakan saat belum ada kepastian tentang tindak pidana mana yang
paling tepat dan dapat dibuktikan. Contoh surat dakwaan alternatif ini ada pada
penggunaan kata sambung “atau”: Pertama: Pencurian (Pasal 362 KUHP) atau
Kedua: Penadahan (Pasal 480 KUHP)
3. Surat Dakwaan Subsidair
Jenis ini sama dengan jenis alternatif yang terdiri atas lapisan dakwaan. Dalam
jenis subsidair, lapisan yang satu berfungsi sebagai pengganti lapisan sebelumnya.
Sistematika lapisan disusun berurutan dimulai dari tindak pidana dengan ancaman
tertinggi hingga terendah.
Pembuktiannya dilakukan secara berurutan, mulai dari yang teratas hingga
lapisan selanjutnya. Lapisan yang tidak terbukti harus dinyatakan tegas dan dituntut
agar terdakwa dibebaskan dari lapisan dakwaan yang bersangkutan. Contoh surat
dakwaan subsidair misalnya didakwakan:
 Primair : Pembunuhan berencana (Pasal 340 KUHP),
 Subsidair : Pembunuhan (Pasal 338 KUHP),
 Lebih subsidair : Penganiayaan yang menyebabkan matinya orang (Pasal 351 ayat
(3) KUHP).
4. Surat Dakwaan Kumulatif
Jenis ini digunakan untuk pendakwaan beberapa tindak pidana sekaligus, semua
dakwaan harus dibuktikan satu per satu. Dakwaan yang tidak terbukti harus
dinyatakan secara tegas dan dituntut pembebasannya dari dakwaan tersebut.
Dakwaan ini dipergunakan dalam hal terdakwa melakukan beberapa tindak pidana
yang masing-masing merupakan tindak pidana yang berdiri sendiri. Contoh surat
dakwaan kumulatif:
 Kesatu: Pembunuhan (Pasal 338 KUHP),
 Kedua: Pencurian dengan pemberatan (Pasal 363 KUHP), dan
 Ketiga: Perkosaan (Pasal 285 KUHP).
5. Surat Dakwaan Kombinasi
Jenis ini dikombinasikan atau digabungkan antara dakwaan kumulatif dengan
dakwaan alternatif atau subsidair. Timbulnya bentuk surat ini karena perkembangan
kriminalitas yang semakin variatif, baik dalam bentuk ataupun dalam modus yang
digunakan. Contoh surat dakwaan kombinasi:
1. Kesatu:
a. Primair : Pembunuhan berencana (Pasal 340 KUHP);
b. Subsidair : Pembunuhan (Pasal 338 KUHP);
c. Lebih subsidair : Penganiayaan yang menyebabkan matinya orang (Pasal 351
ayat (3) KUHP);
2. Kedua:
a. Primair : Pencurian dengan pemberatan (Pasal 363 KUHP);
b. Subsidair : Pencurian (Pasal 362 KUHP), dan
c. Ketiga : Perkosaan (Pasal 285 KUHP).

Anda mungkin juga menyukai