Anda di halaman 1dari 7

1.

hukum pidana menurut simons dibagi menjadi 3 kelompok ilmu:

a. materiil UU NO 1 THN 1946 (hk pidana/ius ponale adalah asas asas hukum yang didalamnya
mengandung larangan dan keharusan yang apabila dilanggar menimbulkan ancaman/ sanksi pidana).
Bedanya norma asas ketentuan hukum:

-Norma adalah suatu pedoman, kaedah, aturan, atau aturan hidup yang lahir dari kebiasaan suatu
masyarakat daerah tertentu yang harus diaati.

-asas (hukum) merupakan landasan pertimbangan bagi pembentukan norma (hukum).

-Ketentuan hukum maksudnya adalah hal-hal yang berkaitan dengan hukum serta sudah ditetapkan hal-
hal yang menyangkut ketentuan tersebut. mengatur ttg perbuatan.

b. formil (hukum acara pidana) keselurahan asas dan norma hukum yang berisikan pelimpahan
wewenang kepada aparatur penegak hukum untuk mengambil tindakan berdasarkan peraturan
perundang undangan untuk mempertahankan/menegakkan hukum pidana materiil.

Tujuan hukum acara pidana

- mencari dan menemukan kebenaran materiil yang artinya kebenaran yang mendekati/merupakan
kebenaran itu sendiri. alat bukti surat pidana diakui jika resmi dibuat oleh ahlinya. keterangan saksi
(harus langsung ga boleh dengan surat), keterangan ahli, surat, petunjuk, keterangan terdakwa. alat
bukti perdata menurut Pasal 164 HIR yang meliputi Bukti Tertulis, Bukti Saksi, Persangkaan, Pengakuan
dan Sumpah, praduga. artinya aparat hukum berusaha semaksimal mungkin untuk menemukan
kebenaran materil. surat dakwaan harus memuat bukti kebenaran materiil. jika aparat hukum tidak
dapat merekonstruksi kejadian yang lalu maka surat dakwaan menjadi lemah dan putusan hakim
menjadi tidak adil. beda dengan pengadilan perdata, tidak harus ada bukti materiil. bukti formil sudah
cukup kuat. kesaksian dianggap direct evidence bg hk pidana, sedangkan hk perdata surat surat.

- mendapatkan putusan hakim

*putusan sela adalah putusan hakim yang tidak menyangkut pokok perkara tapi meyangkut administrasi
persidangan. hakim berhak menolak kasus. contoh: perkara yang harus diperiksa hakim bukan
wewenangnya misal perkara yang harusnya ditangani pengadilan kota tetapi diajukan ke pengadilan
negeri jadi ditolak, perkaranya bukan perkara pidana. dalam Surat Dakwaan:

1. syarat formil

a. identitas salah
2. syarat materiil uraian perbuatan oleh pelaku dan menyebutkan Locus delicti (tempat terjadinya tindak
pidana) tempus delicti adalah waktu terjadinya suatu tindak pidana. perkara ditolak karena:

a. ada tapi salah

b. tidak ada

c. perkara bukan pidana

a. freijspraak/bebas dr dakwaan. hakim akan memutuskan apabila perbuatan terdakwa tidak


sesuai/memenuhi ketentuan hukum/unsur² dlm kuhp. berstandeel unsur unsur yang jelas terhadap
rumusan delik. elementent unsur unsur diluar rumusan delik

b. ontslag van alle recht ferfolging dilepaskan dari segala tuntutan hukum (perbuatan sesuai kuhp tapi
tidak ada kesalahan). contoh misal seseorang menyebabkan kecelakaan tetapi atas suruhan orang lain
maka org trsbt tida bisa dihukum. alasan pemaaf (misal ada org mencuri tapi dia ada klepto)

c. ferodeling menghukum. hakim memutuskan ferodeling apabila perbuatan terdakwa sesuai dengan
kuhp dan ada kesalahan

Ketika orang diduga melakukan tindak pidana, maka yg harus diperhatikan apakah perbuatan orang itu
memenuhi ketentuan kuhp maka org itu melakukan tindak pidana tp belum tentu dihukum karena harus
ada unsur kesalahan atau pembuktian dan apakah pada diri orang tersebut ada kesalahan atau tidak.

-pelaksanaan putusan hakim. suatu perkara dianggap selesai ketika para pihak dalam kasus mendapat
putusan hakim

a. menerima. kalau menerima berarti putusan memiliki kekuatan hukum tetap dan pasti

b. menolak

- upaya hukum biasa banding & kasasi

- upaya hukum luar biasa kasasi demi kepentingan hukum dan peninjauan kembali dilakukan dalam
putusan hakim yang sudah diterima tapi sebelum kadaluarsanya kasus, terdapat bukti baru yang bisa
menyebabkan onstlag

c. pikir pikir memiliki waktu max 14 hari


c. ilmu bahan tubuh hukum pidana dan hukum acara pidana pengertian acara pidana adalah serangkaian
kaidah, prosedur, dan peraturan hukum yang mengatur pelaksanaan hukum pidana pada tata hukum
positif yang berlaku di Indonesia.

Fungsi

1. fungsi preventif hukum acra pidana memberikan batasan terhadap aparat hukum dalam menghukum
tersangka. Contoh: Alasan penangkapan:

a. ada bukti permulaan bahwa tersangka melakukan tindak pidana dan ada barang bukti juga
saksi masing masing min 2. delik biasa dilakukan pelaporan (tidak bisa ditarik kembali) pelaporan tidak
bisa menjadi dasar penahanan dan penangkapan, delik aduan dilakukan pengaduan (bisa ditarik
kembali) pengaduan bisa menjadi dasar penangkapan dan penahanan. sistemnya pertama ada
pelaporan, lalu penangkapan 1x24 jam setelah surat penangkapan terbit.

b. tertangkap tangan

2. fungsi represif

menghukum tindakan aparat hukum yang menyimpang/menyalahgunakan dari aturan hukum acara
pidana dan digugat di pra pengadilan

Asas Hukum Acara Pidana

1. asas pengadilan cepat

Peradilan cepat (contante justitie; speedy trial), yang di dalam KUHAP banyak digunakan kata “segera”.
Tujuan utamanya untuk menghindari penahanan yang lama sebelum ada putusan hakim, merupakan
bagian dari hak asasi manusia. Begitu juga peradilan bebas, jujur, dan tidak memihak yang ditonjolkan
dalam undang-udang tersebut. Beberapa referensi dalam KUHAP yang mengatur tentang Asas peradilan
cepat, sederhana dan biaya ringan antara lain

Pasal 50 ayat (1):

“Tersangka berhak segera mendapatkan pemeriksaan oleh penyidik dan selanjutnya dapat diajukan
kepada penuntut umum.”

Pasal 67 juga dapat dimaknai adanya asas peradilan cepat, sederhana, dan biaya ringan yang
menyebutkan

“Terdakwa atau penuntut umum berhak untuk minta banding terhadap putusan pengadilan tingkat
pertama kecuali terhadap putusan bebas, lepas dari segala tuntutan hukum yang menyangkut masalah
kurang tepatnya penerapan hukum dan putusan pengadilan dalam acara cepat.”
2. asas praduga tak bersalah

Asas ini mengandung makna setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, dan dihadapkan
dipengadilan tidak boleh dianggap bersalah sampai ada putusan pengadilan yang menyatakan bersalah
serta telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Asas ini terdapat dalam Penjelasan Umum Pasal 8
Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman (sekarang UU.No.48 Tahun 2009)
dan butir 3 c KUHAP yang disebutkan sebagai berikut :

“Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut dan atau dihadapkan di muka sidang
pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan
kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap.”

Selain diatur dalam KUHAP, dalam Pasal 11 ayat (1) Universal Declaration of Human Rights 1948 juga
mengatur megenai pentingnya asas praduga tidak bersalah tersebut, yaitu :

“Everyone change with a penal offence has the right to be persumed innocent until proved guilty
according to law in public trial at which he has all quarantees necessary for his defence.”

3. asas opportunitas

Asas Oportunitas merupakan suatu asas dimana penuntut umum tidak diwajibkan untuk menuntut
seseorang jika penuntutannya akan merugikan kepentingan umum. Asas ini hanya berlaku dalam hal
kepentingan umum benar-benar dirugikan dan terdapat kriteria tertentu yang dimaksud merugikan
kepentingan umum. Asas ini merupakan asas yang kewenangannya hanya dimiliki oleh Jaksa Penuntut
Umum, sebagai dominus Litis, yaitu kewenangan mutlak yang tidak dimiliki oleh badan lain. Dengan
perkataan lain, wewenang penuntutan dipegang oleh penuntut umum sebagai monopoli. Ketentuan
pengesampingan ini diatur dalam Pasal 35 c UU No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan yang
menyebutkan:

“Jaksa Agung dapat menyampingkan perkara berdasarkan kepentingan umum.”

4. asas pemeriksaan pengadilan terbuka untuk umum

Asas pengadilan terbuka untuk umum memiliki makna yaitu menghendaki adanya bentuk transparansi
atau keterbukaan dalam sidang peradilan pidana. “pemeriksaan pengadilan”, yang berarti pemeriksaan
pendahuluan, penyidikan, dan praperadilan tidak terbuka untuk umum. Asas ini diatur dalam Pasal 153
ayat (3) KUHAP, yaitu:

“Untuk keperluan pemeriksaan hakim ketua sidang membuka sidang dan menyatakan terbuka untuk
umum kecuali dalam perkara mengenai kesusilaan atau Terdakwanya anak-anak.”
Apabila perkara terkait kesusilaan atau terdakwanya anak-anak tersebut tetap dilakukan persidangan
dengan terbuka untuk umum, maka akan menimbulkan konsekuensi hukum yang diatur dalam Pasal 153
ayat (4) KUHAP, yaitu :

“tidak dipenuhinya dalam ayat (2) dan ayat (3) mengakibatkan batalnya putusan demi hukum.”

5.asas semua orang diperlakukan sama di depan hakim

Asas diperlakukan sama didepan hukum (equality before the law) adalah bentuk perlakuan yang sama
atas diri setiap orang di muka hukum dengan tidak membedakan latar belakang sosial, ekonomi,
keyakinan politik, agama, golongan, dan sebagainya.Asas ini sifatnya umum sebagaimana yang dianut
dalam Negara Hukum, yang di dalam UUD RI 1945, Pasal 27 ayat (1) Undang-undang Kekuasaan
Kehakiman, Penerapan asas ini dapat terlihat dalam penjelasan umum butir 3 a KUHAP dan Pasal 4 ayat
1 UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang menyebutkan :

Butir 3 a KUHAP

“Perlakuan yang sama atas diri setiap orang di muka hukum dengan tidak mengadakan pembedaan
perlakuan.”

Pasal 4 ayat (1) UU No. 48 Tahun 2009:

“Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan orang.”

6. peradilan dilakukan oleh hakim karena jabatannya dan tetap

Asas ini meunjukkan bahwa dalam pengambilan keputusan untuk menyatakan salah tidaknya terdakwa
dilakukan oleh hakim karena jabatannya yang bersifat tetap. Sistem ini berbeda dengan sistem juri yang
dimana kesalahan terdakwa ditentukan oleh suatu dewan yang mewakili golongan-golongan dalam
masyarakat. Pada umumnya biasanya mereka awam terhadap ilmu hukum.

7. tersangka atau terdakwa berhak mendapat bantuan khusus

Salah satu asas yang terdapat dalam KUHAP adalah bahwa tersangka dan terdakwa berhak
mendapatkan bantuan hukum. Asas ini diatur dalam Pasal 64 s/d Pasal 74 KUHAP. Bantuan hukum yang
dimaksud adalah hak untuk mendapatkan bantuan hukum dari seorang advokat/pengacara. Pada
dasarya hak untuk mendapatkan bantuan hukum dengan didampingi seorang advokat/pengacara
merupakan konsep yang diadopsi dari “miranda rule” yang kemudian diakomodir dalam KUHAP.
Indonesia sebagai negara berdasarkan hukum pada dasarnya menghormati konsep miranda rule ini.
Komitmennya terhadap penghormatan miranda rule telah dibuktikan dengan mengadopsinya ke dalam
Pasal 56 Ayat (1) KUHAP :
“Dalam hal tersangka atau terdakwa disangka atau didakwa melakukan tindak pidana yang diancam
dengan pidana mati atau ancaman pidana lima belas tahun atau lebih atau bagi mereka yang tidak
mampu yang diancam dengan pidana lima tahun atau lebih yang tidak mempunyai penasihat hukum
sendiri, pejabat yang bersangkutan pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan wajib
menunjuk penasihat bagi mereka.”

8. asas akusatur dan inkuisitur

Ini berarti juga kebabasan memberi dan mendapatkan nasihat hukum, menunjukkan bahwa KUHAP
menganut juga asas akusator. Asas akusator ini perinsip utamanya adalah menempatkan tersangka atau
terdakwa sebagai subyek dalam pemeriksaan, baik dalam pemeriksaan pendahuluan (penyelidikan dan
penyidikan) maupun dalam pemeriksaan sidang di pengadilan. Sedangkan pada asas Inquisitoir
(inkisitoir) menempakan tersangka atau terdakwa dipandang sebagai obyek dalam pemeriksaan.

9. asas pemeriksaan hakim yang langsung dan lisan

Asas ini pemeriksaan hakim yang langsung dan lisan, artinya langsung terhadap terdakwa dan para saksi.
Ketentuan ini sebagaimana diatur dalam Pasal-pasal 154, 155 KUHAP, dan seterusnya. Perkecualian asas
dalam asas langsung ini adalah kemungkinan putusan dijatuhkan tanpa hadirnya terdakwa, yaitu
putusan verstek atau in absentia. Seperti juga dalam acara pemeriksaan perkara lalu lintas jalan (Pasal
213). Andi Hamzah, menyebutkan bahwa “dalam hukum acara pidana khusus, seperti Undang-undang
Nomor 7 (Darurat) Tahun 1955 tentang Tindak Pidana Ekonomi, dan UU No. 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dikenal pemerinksaan pengadilan secara in absentia atau tanpa
hadirnya terdakwa.

10. Asas pemberian ganti rugi dan rehabilitasi atas salah tangkap, salah tahan, dan salah tuntut (remedy
and rehabilitation). Tersangka, terdakwa, terpidana atau ahli warisnya berhak menuntut ganti kerugian
karena ditangkap, ditahan, dituntut, dan diadili tanpa alasan yang sah menurut undang-undang atau
kekeliruan orangnya atau kekeliruan terhadap hukum yang diterapkan. Penuntutan kerugian tersebut
dapat diajukan dalam sidang praperadilan apabila perkaranya belum atau tidak dilimpahkan ke
Pengadilan Negeri, tetapi apabila perkaranya telah diperiksa di Pengadilan Negeri maka tuntutan ganti
kerugian dapat diajukan ke Pengadilan Negeri yang memeriksa perkara tersebut baik melalui
penggabungan perkara maupun gugatan perdata biasa baik ketika perkara pidananya diperiksa maupun
setelah ada putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap terhadap perkara pidana yang
bersangkutan. Mengenai ganti rugi yang disebabkan oleh penangkapan atau penahanan dapat diajukan
apabila terjadi:

•Penangkapan atau penahanan secara melawan hukum;


•Penangkapan atau penahanan tidak berdasarkan undang-undang;

•Penangkapan atau penahanan dilakukan untuk tujuan kepentingan yang tidak dapat
dipertanggung jawabkan menurut hukum, dan

•Penangkapan atau penahanan salah orangnya (disqualification in person).

indo menganut maxime maximal. oleh karena itu putusan setiap hakim berbeda. hal yang meringankan
pidana berterus terang, usia muda, pertama kali melakukan, menjaid tulang punggung. hal yang
memberatkan bertele tele, usia tidak muda, berkali kali melakukan, tidak ada tanggungan. memiliki=
memiliki & menguasai, menguasai= menguasai sj tp tidak dimiliki

Anda mungkin juga menyukai