Anda di halaman 1dari 265

HUKUM

ACARA PIDANA
PENGERTIAN
• Prof. Dr. Wirjono Prodjodikoro, SH.
Hukum Acara Pidana adalah rangkaian peraturan yang memuat cara
bagaimana badan-badan pemerintah yang berkuasa, yakni kepolisian,
kejaksaan dan pengadilan harus bertindak guna mencapai tujuan negara
dengan mengadakan hukum pidana
• S. M. Amin
Hukum Acara Pidana adalah kumpulan peraturan dengan tujuan memberikan
pedoman dalam usaha mencari kebenaran dan keadilan bila terjadi perkosaan
terhadap ketentuan hukum pidana materiil
• Pompe (Andi Hamzah)
hukum pidana formal (hukum acara pidana) mengatur tentang bagaimana
negara melalui alat-alatnya melaksanakan haknya untuk memidana dan
menjatuhkan pidana.
TUJUAN HUKUM ACARA PIDANA

Pedoman Pelaksanaan KUHAP yang dikeluarkan oleh Menteri


Kehakiman:
“Tujuan dari Hukum Acara Pidana adalah mencari dan
mendapatkan atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran
materiil ialah kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari suatu
perkara pidana dengan menerapkan ketentuan hukum acara
pidana secara jujur dan tepat dengan tujuan untuk mencari
siapakah pelaku yang dapat didakwakan melakukan suatu
pelanggaran hukum, dan selanjutnya meminta pemeriksaan dan
putusan dari pengadilan guna menemukan apakah terbukti
bahwa suatu tindak pidana telah dilakukan dan apakah orang
yang didakwa itu dapat dipersalahkan”.
Tujuan HAP menurut andi hamzah
Tujuan akhir sebenarnya adalah mencapai suatu
ketertiban, ketentraman, kedamaian, keadilan,
dan kesejahteraan dalam masyarakat.
FUNGSI HUKUM ACARA PIDANA
(Van Bemmelen)
1. Mencari dan menemukan kebenaran
2. Pemberian keputusan oleh hakim
3. Pelaksanaan keputusan
SEJARAH HUKUM ACARA PIDANA
DI INDONESIA
• KUHAP UU no 8 tahun 1981 dipandang
sebagai produk nasional yang sebenarnya
merupakan penerusan asas-asas dalam HIR
(Het Herziene Indlands Reglement) atau Ned
strafvordering 1926.
• Masa sebelum IR: Inlands Reglement “IR”
• HIR
• Undang-undang No. 1 Drt 1951
SEJARAH
1. Tgl 1 mei 1848 telah diundangkan:
- Reglemen op de Rechterlijke (Stb. Th. 1847 No. 23)
tentang organisas dan sususnan peradilan di (justitie)
Indonesia.
-Reglemen op de Stravfordering (Stb. Tj. 1847 No. 40)
ttg ketentuan hukum acara pidana bagi golongan
eropah
- Indlands Reglement (Stb. Th. 1848 No. 16) ttg huum
acara pidana dan perdata bagi golongan indonesia dan
timur asing (berlaku di wilayah jawa dan madura)
Rancangan dari komisi tersebut diajukan kepada pemerintah tahun 1936, dan
tahun 1941 memperoleh persetujuan dari Volksraad. Kemudian dengan Stb.
Th 1941 no 44 disahkan dan disebut HIR atau RIB (Reglemen Indonesia yang
diperbaharui)
Perubahan:
1. Kedudukan PU lepas dari Pamong Praja dan langsung di bawah Pokrol
Jendral
2. Mengenai tata cara penuntutan
3. Pemeriksaan pendahuluan
HAP dalam kemerdekaan NKRI: pada tanggal 12 september 1979, pemerintah
menyampaikna RUU-HAP kepada DPR-RI. Setelah melalui pembahasan secara
mendalam, akhirnya pada tanggal 23 September 1981 RUU-HAP itu oleh DPR-
RI disetujui untuk disahkan menjadi undang-undang. Tepatnya tanggal 31
Desember 1981 KUHAP telah diundangkan melalui L.N. No 76 Th. 1981
sebuah Undang-Undang No. 8 th 1981 tentang KUHAP.
Hubungan KUHAP dengan hukum pidana khusus
“lex spesialis derogat lex generalis
Ketentutan peralihan HAP diatur dalam Pasal
284 KUHAP: pemberlakuan ketentuan KUHAP
terhadap perkara yang ada sebelum KUHAP
diundangkan, dengan pengecualian terhadap
undang-undang tertentu yang mengatur secara
khusus mengenai HAP.
RUANG LINGKUP BERLAKUNYA
KUHAP
• PASAL 2 KUHAP:
“’Undang-undang ini berlaku untuk
melaksanakan tatacara peradilan dalam
lingkungan peradilan umum pada semua tingkat
peradilan”. (lihat penjelasan)
PASAL 18 UU KEKUASAAN
KEHAKIMAN
Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah
Mahkamah Agung dan badan peradilan yang
berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan
umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan
peradilan militer, lingkungan peradilan tata
usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah
Konstitusi.
Pasal 25 ayat 2
Peradilan umum sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) berwenang memeriksa, mengadili, dan
memutus perkara pidana dan perdata sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
ILMU BANTU
• Logika: menghubungkan keterangan yang satu dengan
yang lain, peristiwa yang satu dengan yang lain. Bagian
yang paling membutuhkan pemakaian logika ialah
masalah pembuktian dan penyelidikan. Biasanya dengan
menggunakan hipotesis terlebih dulu, kemudian
diusahakan pembuktian yang logis, kenyataan-
kenyataan/fakta-fakta, hipotesis, akan membentuk
konstruksi yang logis.
• Kriminologi: membantu mencari sebab-sebab/latar
belakang suatu kejahatan. Teori-teori kriminologi.
• Psikologi: dibutuhkan dalam penyidikan-interogasi
• Psikiatri/psikiatri forensik.
• Kriminalistik: pengumpulan dan pengolahan data secara
sistematis yang dapat berguna bagi penyidik suatu perkara
pidana dalam usaha merekonstruksi kejadian kejadian yang
telah terjadi guna pembuktian.
– Ilmu tulisan, ilmu kimia, fisiologi, anatomi patologik,
pengetahuan tentang luka, jejak kaki, antropometri, antropologi
– Dactiloscopie : menentukan sidik jari seseorang (penyidikan,
pembuktian)
– Toxicology: ilmu yang mempelajari tentang racun
– Balistik:
– Kedokteran forensik
• Viktimologi: ilmu yang mempelajari tentang victim/korban.
ASAS-ASAS
1. Peradilan cepat, sedehana dan biaya ringan
a. Perhatikan pasal 24 ayat (4), 25 ayat (4), 26 ayat (4), 27 ayat
(4) dan 28 ayat (4), “jika lewat waktu penahanan seperti
tercantum dalam ayat sebelumnya, maka penyidik, penuntut
umum, dan hakim harus sudah mengeluarkan tersangka atau
terdakwa dari tahanan demi hukum”
b. Pasal 50; Pasal 102 ayat (1); 106; 107 ayat (3); 110; 104 ayat
(1)
jangka waktu penahanan.pptx
2. Asas Oportunitas (het legaliteits en het opportuniteis beginsel):
a. wewenang penuntutan dipegang oleh penuntut umum sebagai monopoli,
artinya tiada badan lain yang boleh melakukan itu. Hakim tidak dapat meminta
supaya delik diajukan kepadanya. Hakim hanya menunggu saja penuntutan
dari penuntut umum. (dominus litis ditangan penuntut umum atau jaksa)
b. A.Z. Abidin: asas hukum yang memberikan wewenang kepada penuntut umum
untuk menuntut atau tidak menuntut dengan atau tanpa sayarat seseorang
atau korporasi yang telah mewujudkan delik demi kepentingan umum.
c. Pasal 35c Undang-undang No 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik
Indonesia: “Jaksa Agung dapat menyampingkan perkara berdasarkan
kepentingan umum”. Merupakan oportunitas dalam arti sempit. (kepentingan
negara dan masyarakat)
d. Kepentingan umum (di negara lain penganut oportunitas):
• delik ringan
• Terdakwa terlalu tua
• Anak di bawah umur
• Berpenyakit mental
a. Oportunitas di Belanda.
3. Praduga tak bersalah (persumtion of innocence)
presumption of guilty “didasarkan pada fakta”
a. Pasal 8 Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004
tentang Kekuasaan Kehakiman dan
Penjelasan umum butir 3c KUHAP yang
berbunyi: “setiap orang yang disangka,
ditangkap dituntut, dan dan/atau
dihadapkan di muka sidang pengadilan wajib
dianggap tidak bersalah sampai adanya
putusan pengadilan yang menyatakan
kesalahannya dan memperoleh kekuatan
hukum tetap”.
4. Semua orang diperlakukan sama di depan
hukum (equality before the law)
Pasal 5 ayat (1) dan penjelasan umum butir
3a KUHAP:
“Pengadilan mengadili menurut hukum
dengan tidak membeda-bedakan orang”

kasus lalu lintas?


5. Pemeriksaan peradilan yang terbuka untuk umum,
saiful jamil.mp4
Pasal 153 ayat (3) dan ayat (4) KUHAP:
“untuk keperluan pemeriksaan hakim ketua sidang
membuka sidang dan menyatakan terbuka untuk
umum kecuali dalam perkara mengenai kesusilaan atau
terdakwanya anak-anak”
“tidak dipenuhinya ketentuan dalam ayat (2), dan ayat
(3) mengakibatkan batalnya putusan demi hukum”
Pasal 195 KUHAP: semua putusan pengadilan hanya
sah dan mempunyai kekuatan hukum apabila
diucapkan di sidang terbuka untuk umum.
6. Peradilan dilakukan oleh hakim karena
jabatannya dan tetap
a. Hakim menentukan bersalah atau
tidaknya seseorang (bandingkan dengan
sistem juri)
7. Tersangka/Terdakwa berhak mendapatkan bantuan
hukum
a. The international Convenant an Civil and Political
Right article 14 sub 3d:
(Diadili dengan kehadiran terdakwa, membela diri
sendiri secara pribadi atau dengan bantuan
penasihat hukum menurut pilihannya sendiri, diberi
tahu tentang hak-haknya ini jika ia tidak mempunyai
penasihat hukum dan ditunjuk penasihat hukum
untuk dia jika untuk kepentingan peradilan perlu
untuk itu, dan jika ia tidak mampu membayar
penasihat hukum ia dibebaskan dari pembayaran).
56 ayat (1) KUHAP
b. Pasal 69-74 KUHAP.
8. Asas Akusatoir dan inkisitoir
a. Pembeda HIR dengan KUHAP
b. Inquisitorial system/inkisitoir: tersangka dipandang
sebagai objek pemeriksaan
memandang bahwa pengakuan tersangka merupakan
alat bukti terpenting, tujuannya adalah pengakuan
tersangka/terdakwa. (Perhatikan pasal 184)
c. Bagaimana dengan akusatoir/accusatory prosedure?
• Tersangka/terdakwa sebagai subjek
• Objek dalam pemeriksaan adalah tindak pidananya.
9. Pemeriksaan Hakim yang langsung dan lisan
a. Pemeriksaan di sidang pengadilan dilakukan oleh hakim secara
langsung kepada terdakwa dan saksi. (154-155 KUHAP)
b. In absentia? Pasal 213

10. pengangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan hanya


dilakukan berdasarkan perintah tertulis oleh pejabat yang diberi
wewenang oleh UU.
11. Kepada seorang tersangka, sejak saat dilakukan penangkapan dan
atau penahanan selain wajib diberitahu dasar hukum dakwaannya
juga wajib diberitahu haknya termasuk menghubungi dan minta
bantuan penasihat hukum.
LEMBAGA PRANATA BARU DALAM
KUHAP
1. Praperadilan
2. Prapeuntutan
3. Hak-hak tersangka dan terdakwa
4. Pembatasan masa tahanan
5. Bantuan hukum
6. Ganti rugi
7. Rehabilitasi: pemulihan nama baik
8. Penggabungan perkara pidana dan perdata
9. Koneksitas
10. Hakim pengawas dan pengamat
Pranata / Lembaga Baru dalam KUHAP
1. Dijaminnya hak-hak tersangka / terdakwa
berdasarkan atas asas Praduga Tak Bersalah
(Presumption Of Innocence).
 hak-hak tersangka/terdakwa yang
bersumber pada asas praduga tak
bersalah yaitu setiap orang yang
disangka, ditangkap, ditahan, dituntut
dan atau dihadapkan di muka sidang
pengadilan wajib dianggap tidak
bersalah sampai adanya putusan
pengadilan yang menyatakan kesalahan
dan telah memperoleh kekuatan hukum
tetap.
2. Bantuan Hukum pada semua tingkat
pemeriksaan, dan dikenal bantuan hukum
Cuma-Cuma (prodeo). Sementara Masa
HIR: bantuan hukum hanya diperoleh
setelah perkara dari terdakwa dilimpahkan
ke PN.
 tentang bantuan hukum diatur pada
Pasal 69-74 KUHAP
 UU tentang Bantuan Hukum yang baru
3. Penangkapan / Penahanan dengan jangka waktu yang
jelas. TENGGANG WAKTU PENAHANAN (PASAL 24 – 28)
4. Prapenuntutan PRAPENUNTUTAN
 Pengembalian berkas perkara oleh penuntut umum
kepada penyidik disertai petunjuk-petunjuk untuk
melengkapi berkas yang dipandang belum sempurna
sebagai dasar penyusunan surat dakwaan
 Tenggang Waktu Pengembalian Berkas Perkara
(Prapenuntutan) (berdasarkan Pasal 110 dan 138
KUHAP)
 Penuntut Umum setelah menerima berkas dari
penyidik segera mempelajari & meneliti berkas, dalam
waktu 7 hari memberitahu penyidik---lengkap/belum
 Tidak ada ketentuan berapa kali bolak-balik BP boleh
dilakukan
5. Praperadilan (Pasal 1 angka 10)PRAPERADILAN
wewenang PN untuk memeriksa dan memutus menurut
cara yang diatur dalam undang-undang , tentang :
 sah atau tidaknya penangkapan dan atau penahanan
atas perminataan tersangka atau keluarganya atau
pihak lain atas kuasa tersangka;
 Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau
penghentian penuntutan atas permintaan demi
tegaknya hukum dan keadilan;
 Permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi oleh
tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas
kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke
pengadilan
5. Ganti Kerugian dan Rehabilitasi (Pasal 1 angka 22
dan 23)
6. Penggabungan Perkara Gugatan Kerugian (Pidana
dan Perdata): apabila suatu perbuatan yang
menjadi dasar dakwaan di dalam suatu
pemeriksaan perkara pidana oleh pengadilan
negeri telah menimbulkan kerugian bagi orang
lain maka hakim ketua sidang atas permintaan
orang yang menderita kerugian dapat
menetapkan untuk menggabungkan perkara
perdata gugatan ganti kerugian kepada perkara
pidana yang diperiksanya.
7. Upaya upaya Hukum: hak terdakwa atau
penuntut umum untuk tidak menerima
putusan pengadilan yang berupa
perlawanan atau banding atau kasasi atau
hak terpidana dan PU untuk mengajukan PK
putusan pengadilan yang telah berkekuatan
hukum tetap dalam hal serta menurut cara
yang diatur oleh KUHAP. PK merupakan
upaya hukum baru yang sebelumnya tidak
diatur dalam HIR.
8. Perkara Koneksitas Pasal 89 ayat (1) KUHAP:
“Tindak Pidana yang dilakukan bersama-
sama oleh mereka yang termasuk
lingkungan peradilan umum dan lingkungan
peradilan militer...” KONEKSITAS
9. Pengawasan dan Pengamatan pelaksanaan Putusan
Pengadilan / Hakim: HAWASMAT
 tiap-tiap pengadilan negeri ada beberapa hakim yang
oleh KPN ditunjuk/diberi tugas sebagai hakim
pengawas dan pengamat, yang membantu KPN
melakukan pengawasan dan pengamatan terhadap
pelaksanaan putusan pengadilan yang menjatuhkan
pidana perampasan kemerdekaan, guna memperoleh
kepastian bahwa putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap telah
dilaksanakan sebagaimana mestinya oleh jaksa selaku
eksekutor vonis.
 Hasil pengawasan dan pengamatan hakim tersebut
dapat memberikan manfaat guna penelitian terhadap
keberhasilan dan ketepatan sistem pemidanaan yang
berlaku selama ini.
MIRANDA RULE, Miranda v. State
of Arizona, 384 U.S. 436 (1966)
The Miranda Warning should always be read to the suspect
rather than relying on memory, using the following wording:
1. You have the right to remain silent.
2. Anything you say can and will be used against you in court.
3. You have the right to talk with an attorney and to have an
attorney present before and during any questioning.
4. If you cannot afford an attorney, one will be appointed free of
charge to represent you before and during any questioning.
• John L. Worrall, Criminal Procedure, Pearson, California, 2001,
hlm. 246.
PIHAK-PIHAK YANG TERLIBAT DALAM HAP

• PENASEHAT HUKUM DAN


• TERSANGKA/TERDAKWA BANTUAN HUKUM
Tersangka: Psl 1 butir 14 Psl 54-57
Terdakwa: Psl 1 butir 15 Psl 69-74

• PENUNTUT UMUM • HAKIM


Pasal 1 butir 6a jo Pasal 1 butir 1 UU (Pasal 1 butir 8 jo Pasal 1 butir 5 UU
48/2009)
16/2004 dan Pasal 1 butir 6b jo Pasal 1
butir 2 UU 16/2004 • APARAT PENINTESIER (PETUGAS LP)
 UU 12/1995 ttg Pemasyarakatan
• PENYIDIK DAN PENYELIDIK
Penyelidik: psl 1 butir 4 jo Psl 1 btr 8 UU • SAKSI (Pasal 1 butir 26 jo Pasal 1
2/2002 butir 1 UU 13/2006)
Peyidik: Psl 1 butir 1 jo Psl 1 btr 10 UU
• KORBAN (Pasal 1 butir 2 UU
2/2002 13/2006)
1. Tersangka: seseorang yang karena
perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan
bukti-bukti permulaan patut diduga sebagai
pelaku tindak pidana (Pasal 1 butir 14
KUHAP)
2. Terdakwa: seorang yang dituntut, diperiksa
dan diadili di sidang pengadilan (Pasal 1 butir
15 KUHAP)
3. Penyelidik: pejabat polisi negara/polri yang diberi wewenang
oleh undang-undang untuk melakukan penyelidikan (Pasal 1
butir 4 KUHAP)
4. penyidik: pejabat polisi negara Republik Indonesia atau
pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang
khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan. (Pasal
1 butir 1 jo Pasal 6 KUHAP)
5. Penyidik pembantu: adalah pejabat kepolisian negara RI yang
diangkat oleh Kepala Kepolisian negara RI berdasarkan syarat
kepangkatan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Fungsi dan wewenang lihat Pasal 11 KUHAP. Tambahkan
kepangkatan dari penyidik pembantu.
Syarat kepangkatan POLRI bagi penyelidik,
penyidik.
Penyelidik: dari agen polisi dua sampai jenderal
polisi
Penyidik: dari ajun inspektur polisi dua (AIPDA)
sampai jenderal polisi
Penyidik pembantu : brigade polisi dua sampai
brigade polisi.
JPU
• Wewenang ada di Pasal 14 KUHAP
• Penuntutan: meilimpahkan perkara pidana ke
pengadilan negeri yang berwenang, dengan
permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh
hakim di sidang pengadilan.
PENASIHAT HUKUM DAN
BANTUAN HUKUM
• Ialah seorang yang memenuhi syarat yang ditentukan oleh
atau berdasarkan undang-undang, untuk memberikan
bantuan (Pasal 1 butir 13 KUHAP).
• Fungsi jaksa??
1. Membantu hakim dalam usaha menemukan kebenaran
material
2. Membantu melancarkan penyelesaian perkara dengan
menjunjung tinggi Pancasila, hukum dan keadilan
3. Mendampingi tersangka/terdakwa dalam semua tingkat
pemeriksaan (terutama yang berhubungan dengan hak-hak
hukumnya)
HAKIM
• Adalah pejabat peradilan negara yang diberi
wewnang untuk mengadili (Pasal 1 butir 8
KUHAP)
• Fungsi:
1. Mengadili: ialah serangkaian tindakan hakim
untuk menerima, memeriksa dan memutus
perkara pidana berdasarkan asas bebas, jujur dan
tidak memihak di sidang pengadilan menurut
cara yang diatur dalam undang-undang.
(penjelasan umum I3e KUHAP)
2. memeriksa dan memutus permintaan
pemeriksaan praperadilan
• Pengawasan tertinggi atas perbuatan pengadilan (hakim)
dilakukan oleh MA menurut ketentuan undang-undnag. (Pasal
10 ayat (4) UU Pokok kekuasaaan kehakiman UU No. 14 th
1970)
• Hakim sebagai penegak hukum dan keadilan wajib menggali,
mengikuti dan memahami nilai nilai hukum yang hidup dalam
masyarakat
• Dalam mempertimbangkan berat ringannya pidana, hakim
wajib memperhatikan pula sifati-sifat yang baik dan jahat
(Pasal 27 UU No. 14 th 1970).
SUMBER-SUMBER TINDAKAN

• Laporan (aangifte): Pasal 1 butir 24 KUHAP


Pengaduan (klacht): Pasal 1 butir 25 KUHAP

• Tertangkap Tangan (ontdekking op heterdad)-


Pasal 1 butir 19 KUHAP

• Pengetahuan Petugas Sendiri


LAPORAN
A. Pengertian: Pasal 1 butir 24: “laporan adalah
pemberitahuan yang disampaikan oleh
seseorang karena hak atau kewajiban
berdasarkan undang-undang kepada pejabat
yang berwenang tentang telah atau sedang
atau diduga akan terjadi tindak pidana”.
Pengaduan
A. Pengertian: Pasal 1 butir 25: “pemberitahuan
yang disertai permintaan oleh pihak yang
berkepentingan kepada pejabat yang berwenang
untuk menindak menurut hukum seseorang
yang telah melakukan tindak pidana aduan yang
merugikannya”.
Perbedaan Laporan dan Pengaduan (Pasal
1 angka 24 dan 25)
• Isi :
Laporan : Pemberitahuan telah/sedang/akan
terjadinya TP
Pengaduan : Pemberitahuan disertai
permintaan utk menindak pelakunya
• Jenis Tindak Pidana :
Laporan : TP Umum
Pengaduan : TP Aduan (relatif/absolut)
• Pihak yang mengajukan :
Laporan : setiap orang, bahkan Orang tertentu
wajib
Pengaduan : Orang yang berkepentingan dgn TP
yang terjadi/tertentu.
• Konsekuensi :
Laporan : Tidak dapat dicabut  laporan Palsu
Pengaduan : Masih dapat dicabut ( Pasal 75 KUHP
 “orang yang mengajukan pengaduan berhak
menarik kembali dalam waktu tiga bulan setelah
pengaduan diajukan”.
Pasal 108
1. Setiap orang yang mengalami, melihat,
menyaksikan atau menjadi korban peristiwa
pidana, berhak untuk mengajukan laporan
atau pengaduan kepada penyelidik atau
penyidik. JC/WB
2. Setiap orang yang mengetahui pemufakatan
jahat untuk melakukan tindak pidana
terhadap ketentraman dan keamanan umum
atau terhadap jiwa atau terhadap hak milik
“wajib” seketika itu juga melaporkan hal
tersebut kepada pennyelidik atau penyidik;
3. Pegawai negeri dalam rangka menjalankan
tugas yang mengetahui terjadi peristiwa yang
merupakan tindak pidana “wajib” segera
melaporkan hal itu kepada penyelidik atau
penyidik.
Dua kelompok pelapor
1. Orang yang berkewajiban melapor; 165 KUHP
2. Orang yang berhak melapor
Penyampaian laporan dan
pengaduan
Pasal 5 dan Pasal 7, dihubungkan dengan Pasal
108 KUHAP, pelaporan dan pengaduan
disampaikan:
1.
PENYELIDIKAN
Pengertian (Pasal 1 butir 5 KUHAP jo Pasal 1 butir 9 UU 2/2002)
Serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu
peritiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat
atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam UU

masa HIR tidak dikenal istilah penyelidikan, yang ada adalah


opsporing/orderzoek(investigation)=pengusutan=penyidikan (dalam
KUHAP)
Penyelidik: Pasal 1 butir 4 jo Pasal 4 KUHAP jo
Pasal 1 btr 8 UU 2/2002: “Penyelidik adalah
pejabat polisi negara Republik Indonesia
yang diberi wewenang oleh undang-undang
ini untuk melakukan penyelidikan.”
WEWENANG PENYELIDIK
1. Kewajiban berdasarkan Undang-undang: Pasal 5 ayat (1):
1) Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak
pidana;
2) Mencari keterangan dan barang bukti
3) Menyuruh berhenti seseorang yang dicurigai dan menanyakan serta
memeriksa tanda pengenal diri
4) Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggungjawab
2. Atas perintah Penyidik: Pasal 5 ayat (2):
1) Penangkapan, larangan meninggalkan tempat, penggeledahan dan penyitaan;
2) Pemeriksaaan dan penyitaan surat
3) Mengambil sidik jari dan memotret seseorang
4) Membawa dan menghadapkan seseorang pada penyidik

KEDUDUKAN PENYELIDIK:
Dikoordinasi, diawasi dan diberi petunjuk oleh
penyidik (pasal 105 KUHAP)
Penjabaran tentang penyelidikan dalam KUHAP: Petunjuk
Pelaksanaan KAPOLRI (Kepala Kepolisian Indonesia) No. POL:
JUKLAK/04/II/1982 tanggal 18 Februari 1982 tentang
Petunjuk Pelaksanaan Penyidikan:
Angka IV butir 2 huruf a (Penyelidikan Reserse
(RECHERCHE))
1. Dasar hukum penyelidikan
2. Yang berwenang melakukan penyelidikan
3. Pertimbangan dilakukan penyelidikan reserse
4. Penyelidikan reserse yang dilakukan untuk mencari keterangan2
guna menentukan suatu peristiwa merupakan TP atau bukan;
melengkapi keterangan yang telah diperoleh agar jelas sebelum
melakukan tindakan; persiapan pelaksanaan tindakan
5. sasaran penyelidikan (orang, benda/barang, tempat)
6. Penyelidikan reserse dilakukan dengan cara terbuka, atau tertutup
apabila terdapat kesulitan mendapatkannya
7. Syarat2 penyelidikan tertutup
8. Hasil penyelidikan dituangkan dalam bentuk laporan dan
harus benar-benar dioleh sehingga merupakan keterangan-
keterangan yang berguna untuk:
a. Keperluan menentukan benar atau tidaknya telah terjadi
suatu TP
b. Memperoleh kejelasan dalam rangka melengkapi
keterangan2 guna kepentingan penindakan dan petunjuk2
dalam melakukan pemeriksaan
9. Olah TKP (mencari keterangan, petunjuk, bukti, serta
identitas tersangka, korban untuk kepentingan penyidikan;
pencarian, pengambilan, pengumpulan, dan pengawetan
barang bukti dilakukan dengan metode-metode tertentu
dan didukung bantuan teknis operasional seperti Labkrim,
Identifikasi dan bidang-bidang keahlian lainnya)
10. Tindakan yang dilakukan dalam pengolahan
TKP dituangkan dalam BAP di TKP yang dibuat
oleh penyidik/penyidik pembantu
11. hal-hal yang harus diperhatikan:
a. Dalam melaksanakan penyelidikan secara
terbuka petugas wajib menunjukkan tanda
pengenal
b. Dalam melakasanakan penyelidikan secara
tertutup agar dihindari tindakan-tindakan
yang dapat menimbulkan tuntutan ganti
kerugian
Setelah penyelidikan selesai, dibuat dan
disampaikan laporan hasil pelaksanaan
tindakan kepada penyidik (Pasal 5 ayat (2)),
baik lisan maupun tertulis.
FUNGSI UTAMA PENYELIDIKAN
Sebagai suatu filter/penyaring apakah suatu
peristiwa hukum yang telah terjadi merupakan
tindak pidana dan dapat dilakukan penyidikan.
kaitannya dengan upaya paksa dalam
penyidikan dan menghindarkan praperadilan
PENYIDIKAN
• Pengertian ( Pasal 1 butir 2 KUHAP jo Pasal 1 butir 13
UU 2/2002)
Serangkaian tindakan penyidik menurut cara yang
diatur dalam UU untuk mencari dan mengumpulkan
bukti sehingga membuat terang tindak pidana yang
terjadi dan menemukan tersangkanya.
• Penyidik: Pasal 1 butir 1 KUHAP jo Pasal 1 butir 10 UU
2/2002:
pejabat polisi negara Republik Indonesia atau pejabat
pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang
khusus oleh undang-undang untuk melakukan
penyidikan.
Pejabat penyidik penuh:
Sekurang2nya berpangkat Inspektur Dua
Polisi dan berpendidikan paling rendah
sarjana strata satu atau yang setara Atau
Berpangkat Bintara di bawah Inspektur Dua
Polisi apabila dalam suatu sektor kepolisian
Penyidik PPNS tidak ada pejabat penyidik yang berpangkat
Inspektur Dua Polisi

penyidik

Penyidik POLRI:
PP NO 27/1983

Penyidik pembantu:
Sekurang2nya berpangkat
Brigadir Dua Polisi
Pasal 2a Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 tahun 2010
tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983
tentang Pelaksanaan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana

(1) Untuk dapat diangkat sebagai pejabat penyidik Kepolisian Negara


Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a, calon
harus memenuhi persyaratan:
a. berpangkat paling rendah Inspektur Dua Polisi dan berpendidikan
paling rendah sarjana strata satu atau yang setara;
b. bertugas di bidang fungsi penyidikan paling singkat 2 (dua) tahun;
c. mengikuti dan lulus pendidikan pengembangan spesialisasi fungsi
reserse kriminal;
d. sehat jasmani dan rohani yang dibuktikan dengan surat keterangan
dokter; dan
e. memiliki kemampuan dan integritas moral yang tinggi.
Pasal 3
(1) Penyidik pembantu adalah pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia yang
memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. berpangkat paling rendah Brigadir Dua Polisi;
b. mengikuti dan lulus pendidikan pengembangan spesialisasi fungsi reserse
kriminal;
c. bertugas dibidang fungsi penyidikan paling singkat 2 (dua) tahun;
d. sehat jasmani dan rohani yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter; dan
e. memiliki kemampuan dan integritas moral yang tinggi.
WEWENANG PENYIDIK
• Polri : Pasal 7 KUHAP jo Pasal 16 UU 2/2002
• PNS :
a. terbatas pada UU yang menjadi dasar hukumnya
masing, contoh: di lingkungan Direktorat Jenderal
Imigrasi,penyidik PPNS mempunyai wewenang antara
lain: menerima laporan adanya tindak pidana
keimigrasian, memanggil, memeriksa, menggeledah,
menangkap, menahan sebagaimana yang diatur
dalam UU No 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian
b. Koordinasi dengan Penyidik Polri
Wewenang Penyidik Pasal 7 KUHAP
a. Menerima laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak
pidana
b. Melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian
c. Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal
diri tersangka
d. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan
e. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat
f. Mengambil sidik jari dan memotret seorang
g. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau
saksi
h. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan
pemeriksaan perkara
i. Mengadakan penghentian penyidikanPENGHENTIAN PENYIDIKAN.ppt
j. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggungjawab
UPAYA PAKSA
PENANGKAPAN
• Pengertian Pasal 1 butir 20 KUHAP
• Dasar Hukum Pasal 16 - 19 KUHAP
• Tujuan: Kepentingan Penyelidikan, Penyidikan,
penuntutan, dan atau Peradilan
• Pihak yang berwenang
– Penyelidik atas perintah Penyidik (Pasal 5 ayat 1
huruf b dan pasal 16)
– Penyidik dan penyidik pembantu (Pasal 7 ayat 1
huruf d dan pasal 16)
Dasar Alasan Penangkapan
(Pasal 17)

Perintah penangkapan dilakukan terhadap


seseorang yang diduga keras melakukan
tindak pidana berdasarkan bukti permulaan
yang cukup.
KUHAP:

1. Bukti permulaan yang cukup


(Pasal 17 )
2. Barang bukti (Pasal 8 ayat (3))
3. Alat bukti (ex: Pasal 184)
Dimana letak perbedaannya???
Bukti permulaan yang cukup
 Ialah alat bukti yang dikumpulkan /diketemukan/diperoleh
dalam pemeriksaan penyidikan. karena kedudukan dan
fungsinya baru sebagai calon alat bukti yang sah, maka
disebut dengan “bukti permulaan”. (HMA Kuffal, Penerapan
KUHAP dalam Praktik Hukum)
 Apa yang dimaksud dengan bukti permulaan yang cukup
diserahkan sepenuhnya kepada penilaian penyidik.
 Kenapa digunakan istilah “bukti permulaan yang cukup”,
kalo istilahnya “bukti yang cukup” nanti minimal 2 alat
bukti, merujuk pada minimal 2 alat bukti pasal 184 KUHAP.
Persyaratan Penangkapan
1. Dilakukan untuk kepentingan penyidikan (Pasal 1 butir 20)
2. Perintah penangkapan terhadap tersangka yang diduga keras
melakukan tindak pidana, baru dapat dilakukan apabila penyidik telah
memiliki alat bukti permulaan yang cukup (Pasal 1 butir 20 jo 17
KUHAP)
3. Pelaksanaan penangkapan dilakukan dengan surat perintah
penangkapan yang ditandatangani oleh kesatuan/instansi (ex:
KAPOLSEK) selaku penyidik (Pasal 1 butir 20 jo 16 ayat (2)); bila
penangkapan dilakukan oleh penyidik/penyidik pembantu, maka
petugasnya cukup memberikan satu lembar surat perintah
penangkapan kepada tersangka dan satu lembar kepada keluarga
tersangka yang ditangkap (Pasal 18); bila dilakkukan oleh penyelidik
atas perintah penyidik maka petugas tersebut selain memberikan surat
perintah penangkapan harus pula dapat menunjukkan surat perintah
tugas. (terkait dengan Pasal 5 ayat 1 dan 2). Konsekwensi tidak adanya
surat perintah penangkapan??!!
4. Surat perintah penangkapan berisi:
miranda rule
 pertimbangan dan dasar hukum tindakan
penangkapan;
 nama-nama petugas, pangkat, Nrp, jabatan;
 identitas tersangka yang ditangkap (ditulis secara
lengkap/jelas)
 uraian singkat tentang tindak pidana yang
dipersangkakan;
 tempat/kantor dimana tersangka akan diperiksa
(Pasal 18 ayat (1))
 jangka waktu berlakunya surat perintah
penangkapan (Pasal 19 ayat (1))
5. Petugas membuat BAPenangkapan setelah selesai
melakukan penangkapan;
6. Terhadap tersangka pelaku pelanggaran, meskipun tidak
dapat ditangkap akan tetapi apabila sudah dipanggil secara
sah dua kali berturut-turut tidak mau memenuhi panggilan
tanpa alasan yang sah, dapat ditangkap oleh penyidik (Pasal
19 ayat (2) KUHAP)
Pengecualian: Penangkapan dalam hal tertangkap tangan
(op heterdaadbetrab/ catch red-handed)

1. pengertian: Pasal 1 angka 19


2. Siapakah yang berhak/wajib melakukan
penangkapan?? Pasal 111 ayat (1) KUHAP
3. Penangkapan dilakukan tanpa surat perintah
penangkapan
4. Segera (kurang dari 24 jam) menyerahkan orang
yang ditangkap beserta atau tanpa barang buktinya
kepada penyelidik/penyidik pembantu/penyidik
terdekat (Pasal 18 ayat (2) jo Pasal 111 ayat (1)
KUHAP)
• Jangka Waktu Penangkapan (Pasal
19) : Paling lama 1 hari
• Pengertian satu hari (Pasal 1 butir 31):
wujud dari asas peradilan cepat
PENAHANAN
• Pengertian : Pasal 1 butir 21 KUHAP.
• Dasar Hukum : Pasal 20 - 31 KUHAP
• Tujuan : (Pasal 20)
– Kepentingan Penyidikan
– Kepentingan Penuntutan
– Kepentingan Persidangan
• Pihak yang berwenang (Pasal 20)
– Penyidik
– Penuntut Umum
– Hakim
Dasar Alasan Penahanan
• Alasan Obyektif/Yuridis (Pasal 21 ayat 4)
– Tersangka/terdakwa yang melakukan /percobaan/pemberian
bantuan TP yang diancam pidana penjara 5 tahun atau lebih,
atau
– TP yang secara limitatif dalam KUHAP disebutkan untuk
dapat dilakukan penahanan, antara lain :
• Pasal 282 ayat 3 KUHP
• Pasal 296 KUHP
• Pasal 351 ayat I KUHP
• Pasal 353 ayat 1 KUHP
• Pasal 372,378 KUHP
• Penyelundupan di UU No. 10 Tahun 1995
• TP dalam UU Imigrasi
• TP Narkotika
• Alasan Subyektif/Kepentingan dari
Petugas (Pasai 21 ayat 1)
Adanya kekhawatiran tersangka/terdakwa
melarikan diri, merusak/menghilangkan barang
bukti, atau mengulangi TP.
Jenis-Jenis Penahanan (Pasal 22)

• Jenis (Pasal 22 ayat 1)


– Penahanan rumah tahanan negara
– Penahanan rumah
– Penahanan kota
• Dasar alasan penyusunan jenis penahanan : Disusun dari
Penahanan yang terberat sampai penahanan yang paling
ringan sifanya.
• Konsekuensi hukum : Tidak dapat dibolak-balik
penyebutan susunannya
Penahaaan Rumah Tahanan Negara
(RUTAN)
• tersangka/terdakwa ditempatkan di tempat tertentu
terpisah dari keluarga dan lingkungan sosialnya.
• RUTAN seharusnya dibangun di setiap Kabupaten/Kota,
bahkan dimungkinkan cabang RUTAN di kecamatan
( Pasal 18 PP No.27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan
KUHAP)
• Tetapi dalam kenyataannya ketentuan Pasal 18 diatas
belum dapat dilaksanakan. Sebagai contoh di Kota/Kab
Malang belum tersedia bangunan khusus untuk RUTAN.
• Maka berdasarkan Keputusan Menteri Kehakiman No.
03/1983 tentang Penetapan Lembaga Pemasyarakatan
(LP) tertentu sebagai RUTAN ( di Lampiran II nya
menentukan sebagian ruangan di LP dialihfungsikan
sebagai RUTAN) Contoh: penerapan di LP Laki-Laki Klas 1
Lhowokwaru dan LP Wanita Klas II di Malang.
• Berdasarkan Penjelasan Pasal 22 ayat 1 KUHAP,
penahanan RUTAN dapat dilakukan di Kantor Kepolisian,
kejaksaan atau LP.
• Selama dilakukan penahanan di RUTAN
tersangka/terdakwa tetap harus dijamin hak-haknya
sebagimana ditentukan dalam KepMenKeh NO. 04/1984
tentang Tata Cara Penempatan, Perawatan Tahanan dan
Tata Tertib RUTAN.
Penahanan Rumah
• Dilaksanakan di rumah tempat tinggal atau
kediaman tersangka/terdakwa dengan
dibawah pengawasan. (lazimnya yang
melakukan pengawasan adalah pihak
Kepolisian selama 24 jam).
• Dimungkinkan untuk keluar rumah tapi atas
ijin petugas dan bila perlu dilakukan
pengawalan.
Penahanan Kota
• Dilaksanakan di kata tempat tinggal atau kata tempat
kediaman tersangka/terdakwa
• Adanya kewajiban untuk melaporkan diri pada waktu
yang ditentukan kepada instansi yang melakukan
penahanan.
• Terhadap tersangka/terdakwa dapat dilakukan
penahanan di Desa tempat tinggal atau tempat
kediaman, apabila memang tersangka/terdakwa tidak
bertempat tinggal di kota
Pengaruh Penahanan terhadap Pidana yang dijatuhkan
(pasal 22 ayat 5)

• Pengurangan seluruh masa penahanan bagi


penahanan biasa (RUTAN)
• Pengurangan sepertiga masa penahanan bagi
penahanan rumah
• Pengurangan seperlima masa penahanan bagi
penahanan kota
PENGALIHAN PENAHANAN
(PASAL 23)

• Wewenang :
– Penyidik (Surat Perintah)
– Penuntut Umum (Surat Perintah)
– Hakim (Penetapan)
• Sifat Pengalihan Penahanan:
– Terberat  Terendah
– Terendah  Terberat
TENGGANG WAKTU PENAHANAN
(PASAL 24 – 28)Pranata
Pasal Tingkat Tahap I Tahap II Perpanjangan
(hari) (hari) Penahanan

24 Penyidikan 20 40 PU
25 Penuntutan 20 30 Ketua PN
26 PN 30 60 Ketua PN
27 PT 30 60 Ketua PT
28 MA 50 60 Ketua MA
Jumlah 150 250
TOTAL 400
TENGGANG WAKTU PENAHANAN
(PASAL 29)
Alasan:
• Tersangka/terdakwa mengalami gangguan fisik/mental berat
dibuktikan dengan surat keterangan dokter
• Perkara pidana diancam 9 tahun atau lebih

Tingkat Tahap I (hari) Tahap II Perpanjangan


(hari) Penahanan
Penyidikan 30 30 Ketua PN
Penuntutan 30 30 Ketua PN
PN 30 30 Ketua PT
PT 30 30 Hakim MA
MA 30 30 Ketua MA
TOTAL 300
PENANGGUHAN PENAHANAN
(PASAL 31)
• Wewenang
– Penyidik
– Penuntut Umum
– Hakim
• Dasar Alasan:
Permintaan tersangka/terdakwa
PROSEDUR PENANGGUHAN PENAHANAN
A. Jaminan Uang

Aparat 4
5
Hukum Bukti Setor

disetor & dititipkan


PENANGGUHAN Kesepakatan
1 Jumlah Uang PN
3

Tersangka/
Terdakwa
PROSEDUR PENANGGUHAN PENAHANAN
B. Jaminan Orang

Kesepakatan
Besar Uang
Tersangka/ Aparat +
Terdakwa Hukum Persetujuan
+ orang sebagai
jaminan
Orang Lain
(keluarga/PH)

PENANGGUHAN
PENGGELEDAHAN
PASAL 32 - 37

Pengertian:

• Penggeledahan Rumah (Pasal 1 butir 17)

• Penggeledahan Badan (Pasal 1 butir 18)


PROSEDUR PENGGELEDAHAN RUMAH

A.Dalam Keadaan Biasa (pasal 33)


– Surat ijin Ketua PN (tanda pengenal)
– Surat Perintah Melakukan Penggeledahan
– Disaksikan 2 orang saksi dr warga setempat (jika ada
persetujuan)
– Disaksikan kepala desa/ ketua lingkungan dan 2 orang saksi
(jika tidak ada persetujuan)
– Dalam waktu 2 (dua) hari setelah memasuki/menggeledah
rumah, penyidk/penyelidik ybs wajib membuat
BAPenggeledahan dan turunan/copynya disampaikan
kepada pemilik/penghuni rumah ybs.
PROSEDUR PENGGELEDAHAN RUMAH

B. Dalam keadaan perlu dan mendesak (pasal 34


ayat (1) KUHAP)
Kriteria perlu dan mendesak (penjelasan pasal 34):
– Tersangka/terdakwa melarikan diri
– Tersangka/terdakwa mengulang tindak pidana
– Tersangka/terdakwa memusnahkan/ memindahkan
benda yang dapat disita
– Surat ijin Ketua PN tidak mungkin diperoleh dengan
cara yang layak dan dalam waktu yang singkat.
PROSEDUR PENGGELEDAHAN RUMAH

B. Dalam keadaan perlu dan mendesak


(pasal 34 KUHAP)
– Dapat segera memasuki tempat yang akan digeledah,
tanpa surat ijin Ketua PN
– Tidak boleh memeriksa dan menyita surat, buku, dan
tulisan yang tidak berhubungan dengan tindak pidana
ybs.
– Segera melaporkan ke Ketua PN untuk persetujuan
C. Penggeledahan dalam hal tertangkap tangan
(Pasal 35)
– Tempat yang dapat digeledah lebih luas
dibandingkan dengan penggeledahan rumah dalam
keadaan biasa.
– Tanpa ijin dari Ketua PN
D. Penggeledahan di luar wilayah hukumya (Pasal
36)
– Harus sepengetahuan Ketua PN dan
didampingiPenyidik dari wilayah hukum tersebut
– pendelegasian penggeledahan
Pendelegasian Penggeledahan
Penyidik A ke penyidik B:
1. Surat perminaan bantuan
2. Surat ijin penggeledahan dari KPN A
3. Surat ijin KPN A dijadikan dasar untuk
melapor kepada KPN B (setempat)
Kewajiban Penyidik yang memperoleh
pendelegasian penggeledahan
• Perintah tertulis penggeledahan dan
pengadaan saksi-saksi saat penggeledahan
• BAP (2 hari) dan copy-annya
• Menyampaikan hasil dan BAP kepada penyidik
A
• Jika ada penangkapan (diantar/dijemput)
PENGGELEDAHAN BADAN
• Kondisi tertangkap tangan  penggeledahan
pakaian
• Diserahkan pada penyidik:
– Penggeledahan pakaian
– Penggeledahan badan:
• Luar
• Dalam (Intimate Body Search)
• Penggeledahan badan sesuai dengan jenis
kelamin dari tersangka/terdakwa (Penjelasan
Pasal 37 KUHAP)
PENYITAAN

Pengertian (Pasal 1 butir 16)


Serangkaian tindakan penyidik untuk mengambil
alih dan atau menyimpan di bawah
penguasaannya benda bergerak atau tidak
bergerak, berwujud atau tidak berwujud untuk
kepentingan pembuktian dalam penyidikan,
penuntutan dan peradilan
Jenis Penyitaan dan Prosedurnya
A. Penyitaan dalam keadaan biasa (pasal 38
ayat 1)
Ijin Ketua PN

B. Penyitaan dalam keadaan perlu dan


mendesak (pasal 38 ayat 2)
– Tanpa ijin dari Ketua PN
– Hanya atas benda bergerak
– Lapor kepada Ketua PN untuk mendapat
persetujuan
C. Penyitaan tertangkap tangan (pasal 40 dan 41)
– Perhatikan pasal 48 KUHAP

D. Penyitaan tidak langsung (pasal 42)


Benda yang hendak disita tidak langsung didatangi dan diambil sendiri oleh
penyidik dari tangan dan kekuasaan orang yang memegang dan menguasai
benda tersebut, tetapi penyidik mengajak yang bersangkutan untuk
menyerahkan sendiri benda yang hendak disita dengan sukarela.

E. Penyitaan surat yang harus dirahasiakan (pasal 43)


– Ijin dari pihak yang wajib menyimpan/merahasiakan berdasarkan
undang-undang
– Ijin khusus dari Ketua PN
– Ex: surat wasiat, surat berharga, surat deposito, surat rekam medik.
BENDA YANG DAPAT DISITA (Pasal
39 KUHAP)
• Benda /tagihan tersangka atau terdakwa yang seluruh atau
sebagian diduga diperoleh dari TP atau diperoleh dari TP
atau sebagai hasil tindak pidana

• Benda untuk alat tindak pidana

• Benda untuk menghalang-halangi penyelidikan tindak


pidana

• Benda yang dibuat khusus untuk melakukan tindak pidana

• Benda lain yang mempunyai hubungan langsung dengan


tindak pidana
PENYIMPANAN BENDA SITAAN
(Pasal 44)

• Disimpan dalam rumah penyimpanan benda


sitaan negara (RUPBASAN)- Rumah
Penyimpanan Benda Sitaan Negara.

• Dilaksanakan dengan sebaik-baiknya dan


tanggungjawab oleh pejabat yang berwenang
sesuai dengan tingkat pemeriksaan

• Dilarang digunakan oleh siapapun juga


BENDA SITAAN YANG LEKAS RUSAK ATAU
MEMBAHAYAKAN
(PASAL 45)

Sehingga:
– tidak mungkin disimpan sampai dengan putusan
berkekuatan tetap
– biaya penyimpanan terlalu tinggi
Dengan persetujuan tersangka atau kuasanya dapat
diambil tindakan sbb:
– Penyidik/PU : dijual lelang atau dapat diamankan
dengan disaksikan oleh tersangka atau kuasanya;
– PU dengan ijin Hakim (telah dalam proses
pengadilan), disaksikan oleh terdakwa atau
kuasanya.
• Uang hasil pelelangan dipakai sebagai barang
bukti (Pasal 45 ayat (2))

• Sedapat mungkin disisihkan sebagian kecil


untuk pembuktian (Pasal 45 ayat (3))

• Benda yang terlarang atau dilarang diedarkan


dapat dirampas untuk dipergunakan bagi
kepentingan negara atau dimusnahkan.
Ex:
BERAKHIRNYA PENYITAAN
(PASAL 46)
Benda sitaan dikembalikan kepada yang paling
berhak apabila:
– Kepentingan penyidikan dan penuntutan tidak
memerlukan lagi
– Perkara tidak jadi dituntut karena tidak cukup bukti
atau bukan TP
– Perkara dikesampingkan untuk kepentingan umum
atau ditutup demi kepentingan hukum, kecuali
apabila benda tersebut diperoleh dari TP atau
dipergunakan melakukan TP
• Sesudah ada putusan hakim
– Benda sitaan dikembalikan kepada orang yang
disebutkan dalam putusan tersebut, atau
– Dirampas negara untuk dimusnahkan atau
dirusak sampai tidak dapat digunakan
PEMANGGILAN DAN PEMERIKSAAN TERSANGKA DAN SAKSI DI
TAHAP PENYIDIKAN

• Dilakukan pemanggilan oleh Penyidik (pasal 112)


– Alasan pemanggilan
– Tersangka/saksi
– Diperiksa untuk diminta keterangan
– Memperhatikan tenggang waktu pemanggilan dan kehadiran
– Wajib hadir
– Tidak datang tanpa alasan yang jelas, dipanggil sekali lagi dan
dipanggil paksa
• Dimungkinkan pemeriksaan di tempat kediaman tersangka
• Sebelum pemeriksaan dimulai, penyidik wajib memberitahu hak
(pasal 114) atau wajib (pasal 56) didampingi penasehat hukum
(bantuan hukum)

• Saat pemeriksaan penyidikan, penasehat hukum dapat melihat


dan mendengar kecuali terhadap kejahatan keamanan negara
hanya boleh melihat (pasal 115)

• Saksi tidak disumpah, kecuali dengan alasan yang sah dan jelas
tidak mungkin hadir di persidangan (pasal 116)

• Tersangka dapat meminta dihadirkan dan diperiksa saksi yang


menguntungkan dirinya
• Keterangan tersangka/saksi diberikan tanpa tekanan (pasal 117)

• Tersangka/saksi bertempat tinggal di luar wilayah hukum yang


melakukan penyidikan, pemeriksaan dilakukan oleh penyidik di
tempat tinggal tersangka/saksi

• Pemeriksaan ditahap penyidikan dapat menghadirkan saksi ahli


dengan disumpah, keterangan ahli berdasarkan persetujuannya
(pasal 120)

• Keterangan dicatat dalam berita acara, ditandatangani penyidik dan


tersangka/saksi (jika tidak mau menandatangani dicatat dalam berita
acara (pasal 118)
BEDAH MAYAT DAN PENGGALIAN MAYAT

• Kepentingan peradilan penyidik berwenang meminta


keterangan ahli (dokter/ahli kedokteran kehakiman) untuk
pemeriksaan korban luka-luka/mati (pasal 133)

• Permintaan diajukan secara tertulis dan menyebutkan jelas


kepentingannya (pemeriksaan luka, mayat (luar) atau bedah
mayat (autopsi))

• Mayat harus diperlakukan dengan baik dan penuh


penghormatan serta dicantumkan identitas dan segel
• Keperluan bedah mayat wajib diberitahukan
kepada keluarga dengan diberi penjelasan (pasal
134)

• Tenggang waktu 2 hari tidak ada tanggapan atau


pihak yang diberitahu tidak diketahui maka dapat
dilakukan bedah mayat

• Dimungkinkan pula dilakukan penggalian mayat


dalam rangka autopsi (pasal 135)

• Semua biaya ditanggung negara (pasal 136)


PENGHENTIAN PENYIDIKAN
Penyidik mempunyai kewenangan untuk melakukan
Penghentian Penyidikan (Pasal 109 KUHAP)
berdasarkan alasan :
– Tidak Cukup Bukti
Minimal alat bukti yang harus terpenuhi 2 alat bukti
– Peristiwa tersebut bukan TP
peristiwa dilaporkan sebagai penipuan ternyata
perkara perdata hutang piutang
– Dihentikan Demi Hukum
- Tersangka meninggal dunia
- Daluarsa (Pasal 78 KUHP)
Terhadap penghentian penyidikan, pihak penyidik
mengeluarkan Surat Perintah penghentian Penyidikan
BERKAS PERKARA

• PENGERTIAN :
kumpulan berita acara dari setiap tindakan
penyidik dalam tahap penyidikan yang
disusun menjadi satu bendel/berkas
• Dasar hukum Pasal 75 KUHAP
• Berkas Perkara wajib segera diserahkan
kepada Penuntut Umum (Pasal 110 ayat 1)
• Penyerahan Berkas Perkara dilakukan
dalam 2 Tahap yakni :

– Tahap 1 Penyidik hanya menyerahkan


berkas perkara saja ke penuntut umum

– Tahap 2 Penyidik menyerahkan Berkas


perkara beserta tersangka dan semua
barang bukti ke penuntut umum
PRAPENUNTUTANpranata
PRAPENUNTUTAN
DEFINISI :
1. “wewenang PU untuk melengkapi berkas perkara hasil
penyidikan dengan cara melakukan penyidikan
tambahan oleh penyidik berdasarkan petunjuk dari
PU” atau “wewenang PU untk melengkapi BP hasil
penyidikan dengan cara memberikan petunjuk kepada
penyidik untuk melakukan penyidikan tambahan”
2. “Pengembalian berkas perkara oleh penuntut umum
kepada penyidik disertai petunjuk-petunjuk untuk
melengkapi berkas yang dipandang belum sempurna
sebagai dasar penyusunan surat dakwaan”
Pasal-pasal terkait: Pasal 8 ayat (2), (3) huruf a dan b,
Pasal 110 ayat (2), (3), dan (4) jo pasal 138 ayat (1) dan
(2).
Dasar Hukum PU berwenang melakukan prapenuntutan:
Pasal 14 huruf b
TENGGANG WAKTU
Pasal 138:
(1)PU setelah menerima hasil penyidikan dari penyidik segera
mempelajari dan menelitinya dan dalam waktu tujuh hari wajib
memberitahukan kepada penyidik apakah hasil penyidikan itu
sudah lengkap atau belum.
(2)Dalam hal hasil penyidikan ternyata belum lengkap, PU
mengembalikan berkas perkara kepada penyidik disertai
petunjuk tentang hal yang harus dilakukan untuk dilengkapi
dan dalam waktu empat belas hari sejak tanggal penerimaan
berkas, penyidik harus sudah menyampaikan kembali berkas
perkara itu kepada PU.

Pasal 110:
(4) Penyidikan dianggap telah selesai apabila dalam waktu
empat belas hari PU tidak mengembalikan hasil penyidikan
atau apabila sebelum batas waktu tersebut berakhir telah ada
pemberitahuan tentang hal itu dari PU kepada penyidik.
BAGAN ALUR PRAPENUNTUTAN

Pemeriksaan
PENYIDIK Tambahan
(max 14 hari)

Tahap II Tahap I Prapenuntutan

PU
(max 7 hari)

Lengkap Belum Lengkap


Sanksi/akibat hukum bagi penyidik
terlambat mengembalikan BP??
KUHAP tidak mengatur

Mengirimkan surat susulan kepada penyidik


dengan menggunakan formulir model P-20 :
mengingatkan/meminta perhatian agar penyidik
secepatnya menyelesaikan penyidikan
tambahan dan segera menyerahkan kembali BP-
nya kepada PU
BAGAIMANA BILA BP BELUM LENGKAP JUGA
PASCA PENYIDIKAN TAMBAHAN??

dikembalikan kepada penyidik dan dilakukan


penyidikan ulang.

BERAPA KALI BOLAK BALIK BERKAS??


KUHAP tidak menentukan berapa kali terjadinya
Prapenuntutan atau bolak-baliknya berkas perkara
dari PU ke Penyidik, tapi setidaknya berpedoman
kepada asas peradilan cepat, sederhana, dan biaya
ringan.
PENUNTUTAN
PENUNTUTAN
• Pihak yang berwenang Penuntut Umum (PU)
(pasal 1 butir 6b jo pasal 13)
“Penuntut umum adalah jaksa yang diberi
wewenang oleh undang-undang ini untuk
melakukan penuntutan dan melaksanakan
penetapan hakim”.
• Definisi Penuntut umum: Pasal 1 butir 6
huruf b jo Pasal 13)
• Kewenangan PU (pasal 14 huruf g)
• Dasar hukum Pasal 30 ayat 1 huruf a UU
No.16 tahun 2006 tentang Kejaksaan:
“Dibidang pidana, kejaksaan mempunyai tugas dan
wewenang :
a. Melakukan penuntutan;”
• Pengertian (pasal 1 butir 7 jo pasal 137):
penuntutan adalah tindakan penuntut umum
untuk melimpahkan perkara pidana ke
pengadilan negeri yang berwenang dalam hal
dan menurut cara yang diatur dalam undang-
undang ini dengan permintaan supaya
diperiksa dan diputus oleh hakim di sidang
pengadilan.
PENGHENTIAN PENUNTUTAN
• Penghentian penuntutan diatur dalam Pasal 140 ayat (2)
• Deponering diatur dalam Pasal 35 UU No. 16 Tahun 2004
Jaksa Agung mempunyai tugas dan wewenang:
a. Menetapkan serta mengendalikan kebijakan penegak hukum
dan keadilan dalam ruang lingkup tugas dan wewenang
kejaksaan;
b. Mengefektifkan proses penegakan hukum yang diberikan
oleh undang-undang;
c. Mengesampingkan perkara demi kepentingan umum;
d. ...
• dan penjelasan Pasal 77 KUHAP: “ yang dimaksud dengan
penghentian penuntutan tidak termasuk penyampingan perkara
untuk kepentingan umum yang menjadi wewenang Jaksa
Agung”.
DEPONEERING PENGHENTIAN PENUNTUTAN
perkara yang bersangkutan memang Tidak ada bukti yang cukup
cukup alasan dan bukti untuk diajukan Bukan merupakan tindak pidana: lepas
dan diperiksa di muka sidang pengadilan. dari segala tuntutan hukum
Perkara ditutup demi hukum :
Tersangka/terdakwa meninggal dunia: 77
KUHP
Ne bis in idem: 76 KUHP
Kadaluarsa : 80 KUHP

Tidak ada lagi alasan untuk mengajukan masih dapat diajukan penuntutan
perkara itu kembali ke muka sidang kembali jika ternyata ditemukan alasan
pengadilan. baru yang memungkinakan agar
perkaranya dilimpahkan ke sidang
pengadilan, Pasal
TATA CARA PENGHENTIAN
PENUNTUTAN
• Tata cara penghentian penuntutan: dituangkan oleh PU dalam
suatu surat ketetapan yang disebut SP3 yang menjelaskan
dengan terang apa yang menjadi alasan penilaian PU melakukan
penghentian penuntutan. Dasar penyidik maupun pihak ketiga
untuk mengajukan keberatan atas penghentian penuntutan.
• Pemberitahuan isi surat penetapan penghentian penuntutan
diberitahukan kepada tersangka baik lisan maupun tertulis.
• Membebaskan tersangka yang berada pada penahanan.
• Turunan surat penetapan penghentan penuntutan wajib
disampaikan kepada:
1. Tersangka atau keluarganya atau penasihat hukumnya.
2. Pejabat rumah tahanan negara
3. Kepada penyidik: pengawasan terhadap kewenangan JPU
4. Kepada hakim
• Penuntutan kembali perkara yang telah
dihentikan:
• Pasal 140 ayat (2) huruf d, penjelasannya
menyebutkan “alasan baru tersebut diperoleh
penuntut umum dari penyidik yang berasal dari
keterangan tersangka, saksi, benda, atau
petunjuk yang baru kemudian diketahui didapat”.
• Penuntutan harus kembali dilakukan apabila
keputusan praperadilan menetapkan
penghentian penuntutan yang dilakukan PU tidak
sah menurut hukum. Tidak perlu ada penetapan
yang berisi pembatalan dan penuntutan kembali
perkara yang bersangkutan.
Penghentian Penuntutan
1. Dituangkan dalam Surat Ketetapan Penghentian
Penuntutan (SKPP model-26) : Pasal 140 ayat (2)
2. Alasan-alasan penghentian penuntutan =
alasan-alasan penghentian penyidikan,
PENGHENTIAN PENYIDIKAN.ppt
SURAT DAKWAAN
• Pengertian
Surat dakwaan adalah surat atau akte yang
memuat perumusan tindak pidana yang
didakwakan kepada terdakwa, didasarkan hasil
pemeriksaan penyidik dan dihubungkan dengan
pasal tindak pidana yang dilanggar, serta menjadi
dasar pemeriksaan hakim dalam sidang
pengadilan” (Yahya Harahap)
Syarat Surat Dakwaan (pasal 143):
• Syarat Formil meliputi:
– nama lengkap;
– tempat lahir;
– umur atau tanggal lahir;
– jenis kelamin;
– kebangsaan ;
– tempat tinggal;
– agama;
– pekerjaan tersangka .
• Syarat materiil meliputi
– uraian secara cermat;
– jelas
– lengkap
– mengenai tindak pidana yang didakwakan
– dengan menyebut waktu
– tempat tindak pidana dilakukan
Konsekuensi hukum jika syarat tidak terpenuhi:
• Syarat formil  dapat dibatalkan (vernietigbaar)
• Syarat materiil  batal demi hukum (null and void): 143 (3) KUHAP
cermat
1. Klacht delict diperlukan adanya pengaduan
(Pasal 1 butir 25)
2. Ne bis in idem atau daluarsa
3. Terdakwa dapat dipertanggungjawabkan
(Pasal 44 KUHAP)
4. Apakah dalam pemeriksaan penyidikan
/pembuatan BAP tersangkanya sudah
didampingi penasihat hukum (Pasal 56 ayat 1
KUHAP)
Jelas
1. Rumusan unsur-unsur delik harus dapat
dipadukan dan dijelaskan dalam bentuk
uraian fakta perbuatan yang dilakukan oleh
terdakwa.
2. Apakah terdakwa sebagai pelaku? Pelaku
peserta?penggerak?penyuruh? Atau hanya
pembantu?
3. Apakah uraian merupakan penipuan?
penggelapan?pencurian?penadahan?
4. Tidak obscuur libel.
Lengkap
Tidak ada unsur yang tertinggal, atau tidak
diterangkan dalam surat dakwaan
Penyebutan/penulisan tentang
waktu (perlunya)
1. Alibi
2. Daluarsa
3. Kepastian umur terdakwa atau korban (ex:
290 KUHP)
4. Penentuan mengenai hal-hal yang bersifat
memberatkan (363 KUHP)
SURAT DAKWAAN YANG TIDAK
MEMENUHI SYARAT
1. Surat dakwaan tidak terang: penguraian
dengan mencampuradukkan unsur-unsur
tindak pidana yang diuraikan dalam surat
dakwaan (mengacaukan dan merugikan pihak
terdakwa).
2. Surat dakwaan mengandung pertentangan
antara yang satu dengan yang lain
KESIMPULAN
- Surat dakwaan tidak boleh kabur atau obscuur
libel
- Surat dakwaan harus jelas memuat semua
unsur tindak pidana yang didakwakan
BENTUK SURAT DAKWAAN
• SD tunggal: tindak pidana yang dilakukan oleh terdakwa hanya satu, dan
tidak terjadi penyertaan  maupun perbarengan, mudah, tidak rumit. Ex:
• Subsidair/primer/dakwaan pengganti: berlapis, bertingkat dr yang
terberat sampai yang teringan, biasanya untuk TP yang agak rumit.
Menggunakan kata subsidair, akan digunakan bila tindak pidana yang
dilakukan berkaitan dengan pasal-pasal lain yang ada dalam KUHP,
menyinggung pasal-pasal lain, disusun dari TP yang terberat ke yang
ringan .
– Misal: subsidair, lebih subsidair, lebih lebih subsidair, dst.
• Alternatif: menggunakan kata “atau”, misal 378 dengan 372, JPU ragu, TP
rumit .
• Kumulatif: menggunakan kata “dan”, Bila terjadi concursus
• Campuran: menggunakan kata subsidair dan “dan”, perpaduan antara
kumulatif dan subsidair.
1. tunggal
• Hanya satu tindak pidana saja yang
didakwakan.
• Tindak pidana jelas, sederhana, tidak
mengandung faktor penyertaan
(mededaderschap) atau faktor concursus.
• Lebih banyak dipergunakan dalam acara
pemeriksaan singkat.
2. subsidair
1. Disusun dari yang paling berat ke ancaman
pidana yang paling ringan
2. Yang sungguh didakwakan hanya satu
3. Primair: subsidari: lebih subsidair, ex:
4. Semua harus dibuktikan
3. Surat dakwaan alternatif
• adalah suatu bentuk dakwaan yang memberi kesempatan
kepada hakim memilih salah satu diantara dakwaan yang
diajukan dalam surat dakwaan, saling mengecualikan.
• apabila dakwaan urutan pertama terbukti, pemeriksaan
terhadap dakwaan yang selebihnya (urutan kedua atau ketiga)
tidak perlu lagi diperiksa dan dipertimbangkan. (tidak ada
keharusan membuktikan semuanya).
• Penuntut umum ragu-ragu tentang kualifikasi atau pasal yang
tepat.
• Memberikan pilihan bagi hakim untuk memilih dakwaan yang
paling tepat bagi terdakwa.
Surat dakwaan kumulatif
1. Didakwakan secara serempak beberapa
delik/dakwaan yang masing-masing delik
berdiri sendiri
(Samenloop/concursus/perbarengan)
Kesatu:
Bahwa ia terdakwa........dst (melanggar pasal
365 KUHP)
dan
Kedua: ...
Surat Dakwaan Campuran
BENTUK SURAT DAKWAAN
• Surat Dakwaan Pokok/Tunggal/biasa
• Surat Dakwaan Alternatif: saling
mengecualikan (menghindari pelaku
terbebas dari pertanggungjawaban
pidana; memberi pilihan pada hakim
menerapkan hukum yang lebih tepat)
• Surat Dakwaan Kumulatif: Penggabungan
Perkara (Pasal 141 KUHAP)-diajukan
beberapa dakwaan sekaligus, terjadi
concursus
Splitsing (Pasal 142 KUHAP)
• Perubahan Surat Dakwaan (Pasal 144 KUHAP)
• Hal2 yang boleh dirubah: (HIR Pasal 282,
putusan MA tanggal 13-2-1971 No. 15
K/Kr/1969 dan putusan MA tanggal 3-11-1971
No.88 K/Kr/1968):
- tidak boleh mengakibatkan tindak pidana
yang didakwakan semula berubah menjadi
tindak pidana baru, misalnya dakwaan semula
adalah tindak pidana penggelapan berubah
menjadi pencurian, atau dalam dakwaan
semula adalah menyuruh berbuat kemudian
diubah menjadi menggerakkan/membujuk
untuk berbuat.
WEWENANG MENGADILI DARI
PENGADILAN
Pasal 147 – 151 KUHAP
• 147 KUHAP
• 148 ayat (1) KUHAP
• 148 ayat (2) KUHAP
• 148 ayat (3) KUHAP
• Terdapat 2 kewenangan mengadili :

1. Absolut , terkait dengan UU No.4 th 2004 Pasal


10 menyatakan ada 4 badan peradilan yakni
UU 48 th 2009 Pasal 18:
1. Pengadilan Umum (Pengadilan Negeri, Pengadilan Anak,
Pengadilan Niaga)
2. Peradilan Militer
3. Peradilan Agama
4. Peradilan Tata Usaha Negara
2. Relatif adalah wewenang mengadili didasarkan
wilayah hukum dari pengadilan
• Berdasarkan kewenangan mengadili tersebut,
dimungkinkan terjadi sengketa wewenang
mengadili contoh :

• perkara koneksitas, antara peradilan umum dan


militer.(wewenang absolut)
• sengketa antara pengadilan negeri/tinggi Jawa
Timur dengan Jawa Tengah karena locus delicti
terjadi diperbatasan wilayah.
Bentuk Sengketa mengadili yang relatif :

a. Sengketa antara 2 PN atau lebih menyatakan


berwenang atau tidak berwenang mengadili :
- 2 PN dalam satu wilayah hukum
- 2 PN berbeda 2 wilayah hukum

b. Sengketa antara 2 PT atau lebih.


PROSEDUR PENYELESAIAN SENGKETA WEWENANG
MENGADILI

- Sengketa wewenang mengadili yang absolut,


diselesaikan oleh Mahkamah Agung.
- Sengketa wewenang mengadili yang relatif
diselesaikan oleh:
@ PT ( 2 PN dlm 1 wil.hk)
@ MA ( 2 PN dlm wil.hk yang beda dan
sengketa antara 2 PT)
PROSEDUR PENETAPAN PN BERWENANG ATAU TIDAK DAN
PERLAWANAN OLEH PU

• Ka.PN menetapkan berwenang atau tidak setelah


mempelajari BP yg dilimpahkan
• PU dapat mengajukan keberatan atas penetapan Ka.PN
berupa perlawanan (verzet) kepada PT dgn tenggang
waktu7 hari melalui PN
• PN 7 hari mengirimkan ke PT dan PT 14 hari mengeluarkan
penetapan atas perlawanan.
• PT menolak perlawanan dan menguatkan penetapan PN,
maka PT mengirimkan BP ke PN yg berwenang.
• Penetapan PN mengabulkan perlawanan PU, maka PT
memerintahkan PN utk menyidangkan perkara tersebut.
DASAR ALASAN UTK MENYATAKAN BERWENANG
MENGADILI

 Locus delictie: akibatnya, materiil/perbuatan


dilakukan, dan bekerjanya alat.
 forum domicilie (tempat tinggal terdakwa dan
bertempat tinggal dekat terdakwa)
 forum opprehensionis: setiap pengadilan memiliki
kewenangan untuk mengadili (melakukan banyak
TP di banyak tempat).
PRAPERADILANpranata
• Salah satu wewenang mengadili dari PN untuk
mengadili :
@ sah atau tidak penangkapan, penahanan,
penghentian penyidikan atau penuntutan
@ ganti kerugian atau rehabilitasi bagi
orang yg perkaranya dihentikan di
penyidikan/penuntutan (Pasal 1 btr 10
juncto Pasal 77)
PIHAK-PIHAK YG DAPAT MENGAJUKAN
PRAPERADILAN

 Tersangka/keluarga/pihak lain atas kuasa

 Penyidik/PU atau Pihak Ketiga yang


berkepentingan berkaitan dgn sah/tdkny
penghentian penyidikan/penuntutan

(barang-barang milik pihak ketiga yang ikut disita,


penghentian penuntutan/penyidikan yang
merugikan korban)
PIHAK PIHAK YANG DAPAT
DIAJUKAN PRAPERADILAN
• Penyidik
• Penuntut umum
DASAR ALASAN PENILAIAN SAH
ATAU TDK TINDAKAN DARI PENYIDIK DAN PU

o Prosedur penangkapan,penahanan,
penggeledahan, dan penyitaan sudah
dilaksanakan atau tidak
o Alasan penghentian penyidikan sesuai Pasal 109
KUHAP
o Alasan penghentian penuntutan sesuai Pasal
140 KUHAP
ISI PUTUSAN PRAPERADILAN
• Penangkapan/penahanan sah
• Penghentian penyidikan/penuntutan sah,dan
dicantumkan rehabilitasi
• Penangkapan/penahanan tdk sah, maka diikuti putusan :
- membebaskan tersangka
- jumlah ganti kerugian dan rehabilitasi
 Penghentian penyidikan/penuntutan tdk sah, maka harus
dilanjutkan
 Benda yg disita tdk termasuk pembuktian, maka segera
dikembalikan
• Pemeriksaan Praperadilan di PN (Pasal 82
KUHAP):
 Diperiksa dgn Acara Pemeriksaan Cepat
 Dengan Hakim Tunggal
 3 hr sejak diterimanya permohonan
 praperadilan, hakim menetapkan hari sidang
 Pemeriksaan dilakukan dg mendengar keterangan
dari pemohon dan termohon
 Selambat-lambatnya 7 hr sudah diputuskan
 Pemeriksaan dilakukan secara cepat, krn apabila
sudah dimulai pemeriksaan perkara pidananya dan
belum diputus praperadilannya maka permohonan
praperadilan gugur.
 Putusan Praperadilan pada prinsipnya tidak dapat
diajukan banding kecuali “putusan praperadilan
tentang tidak sahnya penghentian
penyidikan/penuntutan” (Pasal 83 ayat 2 KUHAP)

 SEMA No.14 tahun 1983 Hakim tdk dapat


dipraperadilankan krn tindakan hakim hanya
melanjutkan upaya paksa yg dilakukan oleh
penyidik/PU

 SEMA No.15 tahun 1983 bahwa Polisi Militer/Provost


yg menangkap orang sipil dapat dipraperadilankan di
PN
– No 27 tahun 1983 tentang Pelaksanaan KUHAP Pasal
9 Ganti kerugian diberikan minimal Rp.5000,- dan
maksimal Rp.1.000.000,-, sedang kalau terjadi
sakit/cacat atau mati maksimal Rp.3.000.000,-

– Rehabilitasi (pemulihan hak pemohon dalam


kemampuan,kedudukan dan harkat martabatnya),
salinan disampaikan penyidik,PU, Instansi tempat
bekerja terdakwa, Ka.RW dan ditempelkan di papan
pengumuman Pengadilan.Pasal 12 – 15 PP
No.27/1983
MACAM-MACAM PUTUSAN
PRAPERADILAN
3 MACAM ACARA PEMERIKSAAN
PERSIDANGAN
• ACARA PEMERIKSAAN BIASA (Pasal 152 s/d
202 KUHAP)

• ACARA PEMERIKSAAN SINGKAT/SUMIR (Pasal


203-204 KUHAP)

• ACARA PEMERIKSAAN CEPAT/ROLL (Pasal 205


s/d 216 KUHAP)
PERBEDAAN 3 ACARA PEMERIKSAAN
• ACARA PEMERIKSAAN BIASA :
– Dilaksanakan terhadap perkara pidana yg sulit
pembuktian dan penerapan hukumnya sulit.
– Pengajuan perkara untuk diperiksa pengadilan
dilakukan secara formal oleh PU dgn
menyusun surat dakwaan.
– Pemeriksaan oleh Hakim Majelis.
– Putusan Pengadilan dibuat dalam format yg
baku/format resmi sesuai yg diatur di KUHAP.
Prinsip Pemeriksaan Persidangan
1. Pemeriksaan terbuka untuk umum
2. Hadirnya terdakwa: in absentia. Lihat Pasal 176,
196 dan 214
3. Ketua sidang memimpin pemeriksaan (217)
4. Pemeriksaan secara langsung dan lisan (153 (2));
hak mendapatkan penerjemah.
5. Wajib menjaga pemeriksaan secara bebas 153 (2)
huruf b
6. Pemeriksaan lebih dahulu mendengar saksi 160 ayat
(1) huruf b, 184 ayat (1)
2. ACARA PEMERIKSAAN SINGKAT
(SUMIR)
– Yang diperiksa menurut acara pemeriksaan singkat ialah perkara
kejahatan atau pelanggaran yang tidak termasuk ketentuan Pasal
205 dan yang menurut penuntut umum pembuktian serta
penerapan hukumnya mudah dan sifatnya sederhana (203)
– 203 (3) a ke-1 : dakwaan diberikan secara lisan (dibacakan)
berdasarkan catatan dari JPU,
– 203 (3) a ke-2: pemberitahuan/dakwaan lisan ini dicatat dalam
berita acara dan merupakan pengganti surat dakwaan.
– Bila dipandang perlu, dapat dilakukan pemeriksaan tambahan
selama 14 hari oleh PU. Lewat waktu tersebut tdk selesai maka
dialihkan ke acara pemeriksaan biasa. 203 (3) b
– Putusan tdk dibuat khusus, dapat dicatat dalam berita acara
sidang dan Hakim membuat surat yg memuat amar putusan. Pasal
203 (3) e
3. ACARA PEMERIKSAAN CEPAT/ROLL
– Diterapkan pada Tindak Pidana Ringan (tipiring) – pidana
penjara maks 3 bln atau denda maks. Rp.7500,- dan
pelanggaran lalu lintas. Ex: penghinaan ringan, dll.
– Pasal 205 ayat 3: Pemeriksaan oleh Hakim Tunggal, sifat
pemeriksaan adalah tingkat pertama dan terakhir, dengan
pengecualian apabila putusannya adalah menjatuhkan
pidana perampasan kemerdekaan.
– Saksi tdk disumpah
– putusan dicatat oleh hakim dalam daftar catatan perkara
dan selanjutnya dicatat dalam buku register 209 (1)
– Terdakwa dapat tdk hadir disidang dan memberikan kuasa
utk mewakili sidang: 213.
– Pemeriksaan oleh hakim tunggal.
TATA URUTAN PERSIDANGAN (ACARA PEMERIKSAAN
BIASA)

1) Pemeriksaan identitas terdakwa (Pasal 155 KUHAP) setelah


Hakim menyatakan sidang terbuka untuk umum, diingatkan
utk menjawab pertanyaan yg diajukan.KUHAP tdk menganut
“The Right to Remain in Silence”

2) Pembacaan surat dakwaan oleh PU

3) Hak mengajukan Eksepsi (keberatan) diatur di Pasal 156


KUHAP

4) Hakim wajib mengundurkan diri (PU/Panitera) bila ada


hubungan keluarga dg terdakwa (keluarga sedarah
/semenda sampai derajat ketiga), hub.suami-isteri (cerai)
5) Pemeriksaan Saksi, diharapkan saksi korban yang
didahulukan (Pasal 160 ayat 1 b)

• menjadi saksi adalah kewajiban hukum


• saksi wajib disumpah/mengucapkan janji, kecuali anak
belum 15 th dan belum kawin, orang sakit ingatan/jiwa
meski kadang-kadang ingatannya baik (Pasal 171)
• pelaksanaan sumpah dapat dilakukan di tempat ibadah
(Pasal 223)
• saksi tetap menolak disumpah setelah diingatkan dapat
dikenakan penyanderaan selama 14 hari di rutan.
(Pasal 161)
• Orang-orang tertentu dapat meminta dibebaskan sebagai
saksi:
– ada hubungan keluarga sedarah/semenda atau hubungan suami/isteri
(Pasal 168-169)
– Karena Pekerjaan, harkat martabat dan pekerjaannya diwajibkan
menyimpan rahasia (Pasal 170)
– Anak belum berumur 15 th/belum kawin, serta orang sakit ingatan/jiwa.
6) Pemeriksaan terdakwa
* dianjurkan menjawab (Pasal 175)
* dilarang diajukan pertanyaan yg menjerat (Pasal 166)
7) Pemeriksaan Ahli
8) Tuntutan Pidana dari PU (Rekuisitor)
* dibacakan setelah pemeriksaan sidang selesai dilakukan
(semua alat bukti selesai diperiksa dan semua barang
bukti sudah diperlihatkan dimuka sidang)
9) Pembelaan dari Terdakwa/penasehat hukum (pledoi)
10) Jawaban dari PU (Replik) dan Tanggapan dari
terdakwa/penasehat hukum (Duplik)
11) Musyawarah Hakim (Pasal 182 juncto Pasal 19 ayat 3,4,5
UU 4/2004)
12) Putusan Pengadilan
EKSEPSI
PENGERTIAN DAN ISTILAH
• Eksepsi/exception/objection/plead
• Pengertian: tangkisan/plead atau pembelaan yang
tidak mengenai atau tidak ditujukan terhadap materi
pokok surat dakwaan. (Yahya Harahap)
• Objection dalam common law system: perkara yang
diajukan terhadap terdakwa mengandung tertib
acara yang improper (tidak tepat) atau illegal (tidak
sah)
• Merupakan hak terdakwa atau penasihat hukum.
SAAT MENGAJUKAN
1. Diajukan pada sidang pertama 156 ayat (2)
2. Sesaat atau setelah penuntut umum
membaca surat dakwaan
3. Diluar waktu yang ditentukan, tidak perlu
ditanggapi PU dan PN, kecuali mengenai
kewenangan mengadili (156 ayat 7)
KLASIFIKASI EKSEPSI
• Keberatan yg disampaikan oleh
terdakwa/penasehat hukumnya tentang
a. eksepsi kewenangan mengadili
b. eksepsi kewenangan menuntut gugur
c. eksepsi tuntutan PU tidak dapat diterima
d. Eksepsi lepas dari segala tuntutan hukum
e. Eksepsi dakwaan tidak dapat diterima
f. Eksepsi dakwaan batal
a. Eksepsi kewenangan mengadili
• Terkait kompetensi pengadilan :
- absolut
- relatif: daerah/wilayah hukum:
1. 84 ayat (1) KUHAP: Locus Delictie
2. 84 ayat (2) KUHAP: tempat tinggal terdakwa , apabila
saksi yang hendak didengar lebih dekat dengan PN
tsb.
3. Pasal 85 KUHAP: penunjukan Menteri Kehakiman
4. PN Jakarta Pusat atas TP yang dilakukan di luar negeri

• PASAL 156 ayat 7


b. Eksepsi kewenangan menuntut
gugur
• Ne bis in idem: 76 KUHP
• Exceptio in tempores: 78 KUHP
• Terdakwa meninggal dunia: 77 KUHP
c. Eksepsi tuntutan penuntut
umum tidak dapat diterima

• Terkait 56 ayat (1) KUHAP: MA No. 1565


K/Pid/1991. 16 September 1993.
• Klacht delict
d. Eksepsi lepas dari segala
tuntutan hukum
• 191 (2): bukan merupakan tindak pidana
e. Eksepsi dakwaan tidak dapat
diterima
1. Eksepsi subjudice: tindak pidana yang
didakwakan sedang tergantung
pemeriksaannya.
2. Exceptio in personan
6. Eksepsi dakwaan batal/batal
demi hukum
• 143 ayat (2): obscurr libeli (kabur) atau
confuse (membingungkan), misleading
(menyesatkan).
Hakim dapat menyatakan menerima
(dihentikan) , menolak eksepsi (dilanjutkan),
atau menunda putusan setelah selesai
pemeriksaan (diputus bersama dengan putusan
pokok perkaranya).
PEMBUKTIAN DAN ALAT BUKTI
PEMBUKTIAN DAN ALAT BUKTI
• Pengertian : ketentuan yg membatasi sidang pengadilan
dalam usahanya mencari dan mempertahankan kebenaran

• Perbedaan dan Persamaan pembuktian dlm Hukum Acara


Pidana dan Perdata

– Perbedaan : pengakuan terdakwa tdk melenyapkan kewajiban


pembuktian (Pasal 189 ayat 4), sedang tergugat mengakui isi
gugatan maka sidang selesai

– Persamaan : Hal yg umum diketahui tdk perlu dibuktikan lagi


(Notoire Feiten)
4 SISTEM/TEORI PEMBUKTIAN
1) CONVICTION IN TIME
Pembuktian berdasarkan pada keyakinan Hakim semata tanpa didukung
alat bukti sama sekali
kelemahan:

2) CONVICTION RAISONEE
Pembuktian berdasarkan keyakinan Hakim tapi disertai alasan-alasan yg
jelas dan logis (dibatasi). Hakim menguraikan dan menjelaskan alasan2
yang mendasari keyakinannya.

3) Pembuktian menurut UU secara Positif ( Positief Wettelijk Stelsel):


bertolak belakang dari Conviction in time
Pembuktian berdasarkan ketentuan secara limitatif mengenai alat bukti
yg harus terpenuhi dalam persidangan utk membuktikan kesalahan
terdakwa

4) Pembuktian menurut UU secara negatif (Negatief Wettelijk Stelsel)


Pembuktian didasarkan pada keyakinan Hakim, namun harus didukung
dgn minimal alat bukti yg telah ditentukan dalam UU
1. CONVICTION IN TIME

• Menentukan salah tidaknya terdakwa semata-


mata ditentukan oleh penilaian “keyakinan”
hakim.
• Sumber keyakinan hakim tidak
dipermasalahkan, bisa dari alat2 bukti, bahkan
hanya didasarkan keterangan terdakwa saja.
2. CONVICTION RAISONEE
• Keyakinan hakim tetap memegang peranan
penting dalam menentukan salah tidaknya
terdakwa, namun dibatasi. Yakni didukung
dengan alasan-alasan yang jelas.
• Hakim wajib menguraikan dan menjelaskan
alasan-alasan apa yang mendasari
keyakinannya atas kesalahan terdakwa.
Reasoning yang reasonable.
3. Pembuktian menurut UU secara
Positif ( Positief Wettelijk Stelsel)
• Sistem ini berpedoman pada prinsip
pembuktian dengan alat-alat bukti yang
ditentukan undang-undang.
• Keyakinan hakim tidak diperlukan dan
diabaikan.
4. PEMBUKTIAN MENURUT UNDANG-UNDANG
SECARA NEGATIF (Negatief Wettelijk Stelsel)
• Perpaduan antara conviction in time dengan
pembuktian menurut undang-undang secara
positif.
• Salah tidaknya terdakwa ditentukan oleh
keyakinan hakim dan alat-alat bukti.
• Memadukan unsur obyektif dan subyektif.
• Kelemahan.
KUHAP menganut sistem pembuktian “UU secara negatif”.
Dasar hukum dianutnya sistem tsb :
 Pasal 183 KUHAP bahwa keyakinan hakim harus
didasarkan pada minimum 2 alat bukti.
- Pasal 185 ayat (2) KUHAP
- Pasal 189 ayat (4) KUHAP
 Pasal 294 HIR : “tidak akan dijatuhkan hukuman kepada
seorang pun jika hakim tidak yakin kesalahan terdakwa
dengan upaya bukti menurut undang-undang bahwa benar
telah terjadi perbuatan pidana dan bahwa tertuduhlah
yang salah melakukan perbuatan itu”.
 Pengecualian terhadap Pasal 183 KUHAP: penjelasan Pasal
184
MACAM-MACAM ALAT BUKTI
Pasal 184 Alat Bukti terdiri dari :
1. Keterangan Saksi
2. Keterangan Ahli
3. Surat
4. Petunjuk
5. Keterangan Terdakwa

* Rasio penyusunan alat bukti didasarkan pada kekuatan


nilai pembuktian dari alat bukti
SAKSI MAHKOTA
- Perbandingan dengan SPP USA
- No person shall be held to answer for a capital, or otherwise infamous
crime, unless on a presentment or indictment of Grand Jury, except in
cases arising in the land or naval forces, or in the Militia, when in actual
service in time of War or public danger, nor shall any person be subject for
the sama offence to be twice put in jeopardy of lite or limb; nor shall be
compelled in any criminal case tobe a witness against himself, nor be
deprived of life, liberty, or property, without due process of law nor shall
private property be taken for public use, without just compensation
- Pembuktian terbalik
Keterangan saksi
• Harus mengucapkan sumpah atau janji: 160
ayat (3)
Saksi yang menolak mengucapkan sumpah
atau janji tanpa alasan yang sah:
1. dapat dikenakan sandera
2. Penyanderaan berdasarkan penetapan
hakim ketua sidang
3. Penyanderaan paling lama 14 hari (Pasal
161 (1) dan (2)).
• Keterangan saksi yang bernilai sebagai alat
bukti: Pasal 1 angka 27 (saksi auditu)
• Keterangan saksi harus diberikan di sidang
pengadilan (185 ayat 1)
• 242 KUHP
Kekuatan Nilai Pembuktian dari Alat Bukti
KETERANGAN SAKSI
• Keterangan dinyatakan di sidang pengadilan (Pasal 185 ayat 1)
• Patut dicermati perkembangan Teknologi Informasi (Penafsiran
Sosiologis/Teleologis)
• Saksi memenuhi kriteria Pasal 1 butir 27 (Saksi Auditu)
saksi de auditu dan saksi yg memberikan keterangan palsu (Pasal
174) tdk punya/lemah nilai pembuktiannya
• Saksi mengucapkan sumpah/janji
• Saksi minimum 2 orang
• Keterangan saksi dapat berdiri sendiri atau kesesuaian antar
keterangan saksi
KETERANGAN AHLI
• apa yg dinyatakan di sidang pengadilan (Pasal 186)

• dimungkinkan disampaikan secara tertulis

• berdasarkan keahlian atau pengetahuannya

• keterangan dibawah sumpah/janji

• Dimungkinkan diajukan keberatan thd ket. Ahli, maka


dilakukan kajian ulang (Pasal 180)
SURAT
• Dibuat atas sumpah jabatan atau dikuatkan dg
sumpah (Pasal 187)
• Macam-Macam Surat :
– Berita Acara
– Akta-Akta Notariil
– Surat Ket.Ahli (Visum et Repertum/VeR)
• Perkembangan Surat Elektronik melalui TI (UU
di luar KUHAP)
Petunjuk

• Perbuatan, kejadian/keadaan ada kesesuaian


antara satu dg lain atau dg TP sendiri, shg
menandakan terjadi TP dan siapa pelakunya
(Pasal 188)

• Petunjuk hanya dpt ditarik dari :


a. keterangan saksi
b. surat
c. keterangan terdakwa
KETERANGAN TERDAKWA
• apa yg dinyatakan di sidang pengadilan mengenai perbuatan yg
dilakukan,diketahui atau alami sendiri (Pasal 189 ayat 1)
• Dimungkinkan terjadi pencabutan ket. terdakwa di BAP pada
waktu sidang pengadilan
• THE CONFESSION OUTSIDE THE COURT
PUTUSAN
PENGADILAN
JENIS-JENIS PUTUSAN
PENGADILAN
• Putusan Bebas (Vrijspraak)
1. Dasar Hukum : Pasal 191 ayat 1 KUHAP
2. Pengertian : bebas dari tuntutan hukum,
bebas dari pemidanaan, tidak dipidana
3. Dasar/Alasan penjatuhan Putusan
Bebas : Hasil pemeriksaan sidang
menyatakan kesalahan terdakwa tdk
terbukti secara sah dan menyakinkan
• Kriteria tdk terbukti secara sah dan
menyakinkan sbb :

a. minimum bukti yg ditentukan oleh KUHAP tdk


terpenuhi (2 alat bukti)
b. Minimum bukti terpenuhi tapi hakim tdk yakin
• Putusan Lepas dari Segala Tuntutan Hukum
(Onslag Van Alle Rechtsvervolging)

– Dasar Hukum : Pasal 191 ayat 2


– Dasar/alasan penjatuhan putusan onslag :
yg didakwakan kpd terdakwa terbukti
secara sah dan menyakinkan, tapi perbuatan tsb bukan
TP
Contoh: A dan B membuat transaksi pinjaman uang dengan
ketentuan pembayaran dilakukan paling lambat 1 Januari
2013. pada batas waktu yang diperjanjikan, A tidak dapat
memenuhi pelunasan utang. Atas kelalaian pembayaran tsb, B
melaporkan A kepada penyidik atas tuduhan penggelapan
atau penipuan.
• Putusan Pemidanaan

Dasar Hukum : Pasal 193

Dasar/alasan : Kesalahan terdakwa terbukti secara


sah dan menyakinkan

Penjatuhan putusan pemidanaan maka dikenakan


pidana sesuai ancaman hukuman yang ada (kecuali
pada pelaku anak terbukti bersalah tp tdk harus
dipidana berdasarkan UU 3 th 1997)
• Pasal 195 : Putusan Pengadilan sah dan mempunyai kekuatan hukum apabila
diucapkan di sidang terbuka utk umum

• Surat putusan pemidanaan harus memenuhi format pada Pasal 197 yakni :
a. kepala putusan “Demi keadilan Berdasarkan Ketuhanan YME”
b. Identitas lengkap terdakwa
c. dakwaan
d. pertimbangan mengenai fakta, keadaan dan alat bukti yg diperoleh
dipersidangan sbg dasar penentuan kesalahan terdakwa
e. tuntutan pidana
f. pasal sbg dasar pemidanaan dan dasar hukum putusan, disertai keadaan
memberatkan/meringankan
g. pernyataan kesalahan, terpenuhi semua unsur TP dg kualifikasinya dan
pemidanaannya
h. keterangan kalau ada surat palsu atau keterangan palsu
i. perinta terdakwa utk ditahan atau tetap ditahan atau dibebaskan
j. hari/tgl, nama PU, hakim dan panitera

Tdk terpenuhinya point tersebut maka putusan batal demi hukum


• Surat Putusan Bukan Pemidanaan (Pasal 199) :

a. prinsip ada kesamaan dgn format di Pasal 197 kecuali ttg tuntutan
pdn, pasal sbg dasar penjatuhan pdn, dan pernyataan kesalahan
terdakwa
b. pernyataan terdakwa diputus bebas atau lepas dgn menyebutkan
alasan dan pasalnya
c. perintah terdakwa segera dibebaskan kalau ditahan

• Tdk terpenuhi point tersebut maka batal demi hukum


* Pasal 200 bahwa Surat Putusan ditandatangani oleh Hakim
dan panitera setelah putusan diucapkan
Hak terdakwa berkaitan dgn Putusan pemidanaan (Pasal
196) :

a. Hak berpikir utk mempelajari putusan dgn tenggang waktu


7 hr sejak putusan
b. Hak menerima putusan
c. Hak menolak putusan
d. Hak mengajukan upaya hukum
e. Hak meminta penangguhan pelaksanaan putusan utk
mengajukan grasi (pidana mati)
f. Hak untuk mencabut kembali pernyataan yg telah
diucapkan dg tenggang waktu tdk melewati masa dari
hak berpikir
197, 198, 199: putusan hakim harus sesuai
format. Bila tidak, akibatnya adalah batal demi
hukum.
Kriteria putusan untuk dapat
dieksekusi
270 KUHAP: putusan yang mempunyai kekuatan
hukum tetap, yakni putusan yang mana semua
pihak dalam perkara pidana, terdakwa,
penuntut umum, menerima putusan yang
diajukan hakim dan tidak melakukan upaya
hukum.
Apabila semua upaya hukum telah ditempuh
(biasa maupun luar biasa) dan sudah dinyatakan
berkekuatan hukum.
Pasal 271
1. Pelaksanaan hukuman mati dengan cara tertutup,
dengan tembak. Tim tembak yang tidak tahu
senjatanya ada pelurunya atau tidak. Untuk
menghilangkan rasa bersalah/trauma/beban
psikologi eksekutor karena mengeksekusi terpidana.
2. Pidana denda diberikan tenggang waktu selama 1
bulan kecuali dalam putusan pada acara cepat
• Denda bisa dibayar dengan urunan/tanggung
renteng.
• Pelaksanaan berupa pidana bersyarat
UPAYA HUKUM
Macam-macam
• Upaya Hukum Biasa: bab XVII : (belum
inkracht)
– Banding: 233-243
– Kasasi: 244-258
• Upaya Hukum Luar Biasa: bab XVIII: (sudah
inkracht)
– Kasasi untuk kepentingan hukum: 259-262
– PK: 263-269
Judex jurist
Judex factie
BANDING
Upaya hukum yang dapat diminta terdakwa/PU
terhadap putusan pengadilan tingkat pertama
yang bertujuan memperbaiki kekeliruan,
menerapkan keseragaman pelaksanaan hukum
dan UU dengan jalan memeriksa dan memutus
putusan PN dalam suatu putusan akhir (pasal
67 jo 233)
putusan yang tidak bisa dibanding (pasal 67):

– Putusan bebas (191 ayat (1) KUHAP)


– Putusan lepas dari segala tuntutan hukum karena
tidak tepat penerapan hukumnya
– Putusan acara pemeriksaan cepat, pengecualian:
Pasal 205 ayat (3) KUHAP

– Praperadilan?! 83 ayat (2) KUHAP: Putusan MK


Nomor 65/PUU-IX/2011
Proses Mengajukan Banding (Pasal 233-240)
1. 233 ayat (1): pihak yang dapat mengajukan banding
2. 233 ayat (2): Diajukan paling lambat 7 hari sejak putusan
dijatuhkan hakim, pengecualian dikaitkan dengan Pasal 196 ayat
(2).
3. 233 ayat (3): Panitera PN membuat surat keterangan yang
ditandatanganinya dan pemohon
4. 233 ayat (5) KUHAP: pemberitahuan tentang banding terhadap
pihak lain.
5. 234 (1) lewat batas pengajuan banding.
6. 235 : pencabutan permintaan banding
(Permohonan dpt dicabut selama belum dimulai pemeriksaan di
PT dan harus membayar biaya perkara)
7. 237: Masing-masing pihak "berhak" mengajukan memori dan
kontra memori banding - diajukan sebelum dimulai pemeriksaan
oleh PT (BUKAN MERUPAKAN KEHARUSAN)
8. Pemeriksaan di PT prinsip pemeriksaan berkas tetapi
dimungkinkan:
• mendengar langsung para pihak: ini bisa dilakukan dengan
menjawab saja secara lisan atau juga ybs dihadirkan ke PT.
PUTUSAN PT ATAS BANDING (241
KUHAP)

1. menguatkan putusan PN
2. mengubah atau memperbaiki amar putusan
(PN maupun PT): 240
3. Membatalkan putusan PN dan PT membuat
putusan sendiri (pasal 240: 2)
KASASI

244-258 KUHAP
• Merupakan hak
• Tujuan kasasi:
- koreksi terhadap kesalahan putusan
bawahan
- menciptakan dan membentuk hukum baru,
- pengawasan terciptanya keseragaman
penerapan hukum.
244 KUHAP
• Pihak-pihak
diperluas dengan Lampiran Keputusan Menteri Kehakiman
No. M,-PW.07.03 Tahun 1983, tanggal 10 Desember 1983
(tambahan pedoman pelaksanaan KUHAP), dengan kuasa
khusus.
• Putusan yang dapat dilakukan kasasi
1. Perkara yang diajukan hrs sesuai dgn yang ditentukan UU
(psl 244 KUHAP).
Kep. Menkeh 14/1983 ttg Tambahan Pedoman
Pelaksanaan KUHAP butir 19 berdasarkan situasi dan
kondisi, demi hukum, keadilan dan kebenaran, thd
putusan bebas dpt dimintakan kasasi
2. Putusan MK Nomor 114/PUU-X/2012

Catatan: kaitkan dengan Pasal 67, larangan banding untuk


putusan bebas. (semua putusan tingkat I dapat diajukan kasasi)
• Tenggang waktu: 245 dan 246
• Pencabutan: 247
• Kewajiban mengajukan memori kasasi: 248
• Tambahan memori kasasi: 249
Ruang lingkup/ALASAN-ALASAN PENGAJUAN KASASI:
Pasal 253 (1) KUHAP

1. Apakah benar suatu peraturan hukum tidak diterapkan


atau diterapkan tidak sebagaimana mestinya. Suatu
peraturan hukum tidak diterapkan atau diterapkan tdk
sebagaimana mestinya
2. Apakah benar cara mengadili tidak dilaksanakan menurut
ketentuan undang-undang. Cara mengadili tidak dilakukan
menurut ketentuan UU
3. Apakah benar pengadilan telah melampaui wewenangnya.
Pengadilan telah melampaui batas kewenangannya (pasal
253 ayat 1 KUHAP jo psl 30)
KASASI
Hak terpidana/PU untuk meminta pembatalan
atas putusan pengadilan lain dalam tingkat
peradilan terakhir atas penetapan, perbuatan
pengadilan lain-lain dan hakim yang
bertentangan dgn hukum (pasal 28 UU 14 th
1985 jo pasal 30 dan 45A UU no 5 tahun 2004
tentang Perubahan atas UU No.14/1985 tentang
MA)
PROSES PENGAJUAN KASASI
(PSL 245-250 KUHAP)

1. Perkara yang diajukan hrs sesuai dgn yang ditentukan UU (psl


45A UU no. 5/2004 dan psl 244 KUHAP).
Kep. Menkeh 14/1983 ttg Tambahan Pedoman Pelaksanaan
KUHAP butir 19 berdasarkan situasi dan kondisi, demi hukum,
keadilan dan kebenaran, thd putusan bebas dpt dimintakan
kasasi

2. Diajukan ke panitera PN secara lisan/tertulis dalam tenggang


waktu 14 hari setelah diberitahukan kepada terdakwa – lewat
tenggang waktu gugur hak untuk kasasi (psl 246 ayat 2)

3. Pemohon “wajib” mengajukan memori kasasi/risalah kasasi


dan pihak lain berhak membuat kontra kasasi (psl 248 )
4. Tenggang waktu pengajuan memori kasasi 14 hr sejak
pengajuan permohonan kasasi
5. Berkas dikirim ke MA 14 hr sejak diterimanya memori
dan kontra memori kasasi
6. Dimungkinkan pencabutan permohonan sampai
sebelum ada putusan kasasi dari MA dan tdk dapat
diajukan kasasi lagi (psl 247)
7. Pemeriksaan di MA oleh majelis, berdasarkan berkas
perkara. Namun dimungkinkan pemeriksaan
tambahan melaiui putusan sela ke PN atau
mendengar langsung.
PUTUSAN MA ATAS KASASI
(PSL 254 -256 KUHAP)

• Menyatakan kasasi tidak dpt diterima atau hak mengajukan


menjadi gugur krn lewat tenggang waktu, tidak ada memori
kasasi atau terlambat disampaikan.(pasal 244, 245, dan 248
KUHAP)

• Menolak permohonan kasasi, karena alasan pengajuan


kasasi tidak sesuai dengan pasal 253 ayat 1

• Mengabulkan permohonan kasasi dan membatalkan putusan


sebelumnya, serta membuat putusan sendiri.
Tata cara permohonan
• Permohonan diajukan melalui panitera PN
dalam waktu 14 hari sesudah putusan
pengadilan yang dimintakan kasasi
diberitahukan kepada terdakwa
• Yang berhak mengajukan: terdakwa dan atau
penuntut umum
Tata cara kasasi
• Tenggang waktu: Pasal 245 ayat 1
• Akta permohonan kasasi (245 ayat 2):
• Pemohon wajib membuat risalah/memori
kasasi (tenggang waktu 14 hari gak mesti
bersamaan dengan hari pengajuannya)
• Tenggang waktu mengajukan kasasi 14 hari
setelah mengajukan permohonan kasasi
• Pihak yang menerima tembusan risalah
kasasi berhak mengajukan kontra memori
kasasi (Pasal 248 ayat 6)
PUTUSAN KASASI
• MENOLAK KASASI
• MENGABULKAN PERMOHONAN KASASI
• MENYATAKAN KASASI TIDAK DAPAT
DITERIMA
Proses Pemeriksaan Sidang
1. Pembukaan sidang oleh hakim ketua (terbuka
untuk umum)
2. Penelitian identitas terdakwa
3. Pembacaan surat dakwaan oleh PU:
– apakah terdakwa mengerti/tidak
– PU atas permintaan hakim wajib memberikan
keterangan yang diperlukan
– kesempatan terdakwa mengajukan keberatan
atau eksepsi
Proses pemeriksaan di sidang
4. Pemeriksaan saksi, terdakwa, dan
pembuktian:
- pemeriksaan saksi
- pmeriksaan ahli
- pemeriksaan terdakwa
- pembuktian
5. Tuntutan pidana oleh PU (Requisitoir)
6. Pembelaan oleh terdakwa (Pledooi)
7. Jawaban PU terhadap pembelaan terdakwa
(replik)
8. Jawaban terdakwa terhadap replik (duplik)
9. Jika dianggap cukup, pemeriksaan ditutup
setelah hakim melakukan musyawarah
hakim.
10. Musyawarah hakim: persidangan ditunda
untuk musyawarah, untuk sementara,
beberapa hari.
11. Putusan pengadilan.
• Catatan panitera sebagai pengganti surat
dakwaan dalam acara singkat
• Acara cepat bisa diwakilkan, acara singkat?
• In absentia: tanpa hadirnya terdakwa
• In present: pemeriksaan diluar hadirnya
terdakwa.
• Dalam acara cepat kalo perampasan
kemerdekaan bisa dibanding, kalo denda gak
bisa.
review
Putusan bebas: (bebas murni: 191 ayat (1))
1. Tidak memenuhi batas minimum alat bukti
2. Tidak terbukti unsur-unsur yang didakwakan
oleh JPU
Putusan Lepas: (bebas tidak murni: 191 ayat
(2))
(pada dasarnya putusan lepas ini sama dengan
putusan bebas: sama-sama tidak menjatuhkan
pemidanaan)
Putusan Pemidanaan:
TUJUAN BANDING
• UPAYA HUKUM BANDING MERUPAKAN HAK
• TUJUAN:
1. MEMPERBAIKI KEKELIRUAN PUTUSAN
TINGKAT PERTAMA
2. MENCEGAH KESEWENANGAN DAN
PENYALAHGUNAAN JABATAN
3. PENGAWASAN TERCIPTANYA
KESERAGAMAN PENERAPAN HUKUM
ALASAN AKIBAT DAN WEWENANG
BANDING
• 1. ALASAN: TIDAK DIRINCI, TIDAK
DISEBUTKAN SECARA TEGAS DALAM KUHAP
- DAPAT DIKEMUKAKAN PEMOHON SECARA
UMUM
- DAPAT DIKEMUKAKAN SECARA TERPERINCI
- DAPAT DIAJUKAN TERHADAP HAL-HAL
TERTENTU
AKIBAT
1. PUTUSAN MENJADI MENTAH KEMBALI
2. SEGALA SESUATU BERALIH MENJADI
TANGGUNG JAWAB YURIDIS PERADILAN
TINGKAT BANDING
3. PUTUSAN YANG DIBANDING TIDAK
MEMPUNYAI DAYA EKSEKUSI
KASASI DEMI KEPETINGAN HUKUM
• Putusan pengadilan yang telah inkracht
• Dalam keadaan tertentu (tidak dibatasi oleh
waktu)
• Ke MA, diperiksa dan diputus oleh MA
Putusan yang dapat dikasasikan
demi kepentingan hukum
• Diakukan terhadap semua putusan kecuali
putusan MA
• Putusan PN dan PT dapat diajukan kasasi demi
kepentingan hukum.
• Yang berhak mengajukan hanya jaksa agung
• Permohonan kasasi demi kepentingan hukum
hanya dapat diajukan 1 kali

• Misal: hakim keliru memasukkan kalimat


“dalam penyitaan” barang harus
dikembalikan. Tidak dapat mengeksekusi
karena ada yang tidak tertulis jelas
“mengembalikan ”
• Diajukan secara tertulis
• Diajukan melalui panitera PN
PK
• Diajukan terhadap semua putusan
pengadilan yang telah berkekuatan hukum
tetap
• Yang berhak terpidana dan ahli warisnya
• PK bukan hak dari JPU: sebagai penebusan
dosa karena kekeliruan dari aparatnya karena
kekeliruan penerapan hukumnya. JPU bisa
PK, lihat 263 ayat (3).
HAWASMAT pranata
• Hakim yang memiliki tugas melakukan
pengawasan terhadap suatu putusan
• Penelitian untuk masukan rancangan KUHAP
untuk pemidanaan.
• Dalam praktiknya HAWASMAT ini adalah
tambahan beban hakim. Tidak efektif,
• Praktinya bukan koordinasi lagi, tapi ka Lapas
yang diminta laporannya oleh hakim.
• Dalam 1 PN bisa jadi ditunjuk 2 (lebih dari 1)
HAWASMAT.
• Tidak hanya menjatuhkan pemidanaan saja,
tapi meneliti apakah putusan mereka itu baik
bagi terpidana.
PELAKSANAAN PUTUSAN
• inkracht
• Yang berkewajiban melaksanakan putusan,
adalah JAKSA, sebagai eksekutor.
• Putusan berkekuatan hukum tetap:
- apabila baik terdakwa maupun penuntut
umum telah menerima putusan
- tenggang waktu untuk mengajukan banding
telah lewat,
Pelaksanaan hukuman mati
• Pidana mati oleh “regu” tembak; biar gak tau
siapa yang mengakibatkan kematian korban
• Rohaniawan
• Dokter
• Ada tanda untuk pas jantung
• Jika terpidana dijatuhi pidana penjara atau
kurungan akan tetapi pidana tersebut belum
dijalani, kemudian dia dijatuhi lagi...
Pelaksanaan pidana denda
• Terpidana diberi jangka waktu 1 bulan untuk
membayar,
• dalam acara cepat: harus segera dibayar
• Jika dalam waktu 1 bulan belum dibayar
karena alasan tertentu, maka dapat
diperpanjang lagi paling lama 1 bulan.
• Apabila putusan pengadilan juga menetapkan
perampasan atas barang bukti, maka jaksa
menguasakan kepada kantor lelang negara
untuk menjual lelang barang bukti dalam
waktu 3 bulan
• Hasil lelang dimasukkan kas negara untuk dan
atas nama jaksa: narkoba, uang palsu, miras,
ga dilelang
• Jangka waktu 3 bulan dapat diperpanjang 1
bulan (273 KUHAP)
• Putusan pengadilan juga menjatuhkan
putusan ganti kerugian sesuai pasal 99 KUHAP,
pelaksanaannya dilakukan menurut tata cara
putusan perdata. Hakim malas ribet, jadi
akhirnya tuntutan ganti kerugian menolak
untuk mengadili.
• Biaya perkara dan ganti kerugian ditanggung
bersama- sama jika terdakwanya lebih dari 1
(Pasal 275 KUHAP)
fin
KONEKSITAS pranata
DEFINISI KONEKSITAS
KBBI: bercampurnya orang yang sebenarnya
termasuk yurisdiksi pengadilan yang berbeda
dalam satu perkara, misalnya seorang anggota
sipil dan seorang anggota militer melakukan
kejahatan bersama-sama
• Pasal 89 ayat (1): “Tindak Pidana yang
dilakukan bersama-sama oleh mereka yang
termasuk lingkungan peradilan umum dan
lingkungan peradilan militer”
• Contoh:
PRINSIP KONEKSITAS:

1. Lingkungan peradilan yang akan memeriksa dan


mengadili perakara-perkara koneksitas, yakni lingkungan
peradilan umum
2. Pengecualian, diperiksa dalam lingkungan peradilan
militer, dengan syarat:
– Jika ada keputusan Menhankam yang mengharuskan perkara
koneksitas tersebut diperiksa dan diadili oleh lingkungan
peradilan militer,
– Keputusan Menhankam dimaksud telah mendapat persetujuan
dari Menteri Kehakiman bahwa perkara koneksitas itu diperiksa
dan diadili oleh lingkungan peradilan militer
LANDASAN KONEKSITAS:
Pasal 22 Undang-undang 14/1970 tentang Pokok Kekuasaan Kehakiman:
Tindak pidana yang dilakukan bersama-sama oleh mereka yang termasuk
lingkungan Peradilan Umum dan lingkungan Peradilan Militer, diperiksa dan
diadili oleh Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum, kecuali jika
menurut keputusan Menteri Pertahanan/Keamanan dengan persetujuan
Menteri Kehakiman perkara itu harus diperiksa dan diadili oleh Pengadilan
dalam lingkungan Peradilan Militer.
Pasal 16 UU 48/2009

Tindak pidana yang dilakukan bersama-sama oleh mereka yang termasuk

lingkungan peradilan umum dan lingkungan peradilan militer, diperiksa dan

diadili oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan umum, kecuali dalam

keadaan tertentu menurut keputusan Ketua Mahkamah Agung perkara itu

harus diperiksa dan diadili oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan

militer.
KAPAN DIPERIKSA DI PERADILAN MILITER? Pasal 90 KUHAP:

Apabila kerugian yang ditimbulkan tindak


pidana titik beratnya merugikan “kepentingan
militer”, sekalipun pelaku tindak pidananya
lebih banyak dari kalangan sipil, pemeriksaan
perkara koneksitas akan dilakukan oleh
lingkungan peradilan militer
PENYIDIKAN PERKARA KONEKSITAS: 89 ayat (2)KUHAP

 Aparat penyidik perkara koneksitas terdiri dari suatu tim


tetap yang terdiri dari unsur:
1. Unsur penyidik POLRI
2. Polisi Militer
3. Oditur Militer atau Oditur Militer Tinggi
 Cara pemeriksaan:
1. Sipil: tersangka sipil diperiksa oleh penyidik POLRI
2. Tersangka pelaku anggota TNI diperiksa oleh penyidik unsur Polisi
Militer dan Oditur Militer
3. Tim tetap penyidikan perkara koneksitas, dibentuk dengan “surat
keputusan bersama Menteri Pertahanan dan Keamanan dan
Menteri Kehakiman”
PENENTUAN PERADILAN KONEKSITAS

 Diadakan penelitian bersama atas hasil pemeriksaan


penyidikan yang dilakukan oleh tim penyidik
 Anggota peneliti bersama terdiri dari Jaksa atau
Jaksa Tinggi dan Oditur Militer atau Oditur Militer
Tinggi
 Pendapat dari penelitian bersama atas hasil
pemeriksaan tim penyidik:
1. Dituangkan dalam berita acara
2. Ditandatangani oleh masing-masing pihak peneliti
SUSUNAN MAJELIS KONEKSITAS

Peradilan umum:
 Sekurang-kurangnya terdiri dari 3 orang hakim
 Hakim ketua majelis diambil dari peradilan umum (PN)
 Hakim anggota diambil secara berimbang dari lingkungan
peradilan umum dan peradilan militer
Peradilan militer
 Hakim ketua dari lingkungan peradilan militer
 Hakim anggota diambil secara berimbang dari lingkungan
peradilan umum dan peradilan militer
 yang mengusulkan hakim anggota adalah menteri kehakiman
dan menhankam

Anda mungkin juga menyukai