Dosen :
Dr. Joko Widarto SH, MH
Anggota Kelompok:
Nahda Aulia Rachma (20220401144)
Fidrotun Nada Wijiyanti (20220401068)
Jeff Lee (20220401090)
A. Latar Belakang
Berbicara mengenai hak asasi manusia bagi tersangka dan terdakwa adalah bagian penting dari
sistem hukum yang berbasis pada prinsip-prinsip keadilan, perlindungan hak asasi manusia, dan
penghormatan martabat manusia. Bagi seseorang yang telah menjadi tersangka atau terdakwa
hak asasinya sebagai manusia dapat tidak dicabut begitu saja, namun ada Batasan terhadap hak
asasi manusia yang mereka punya. Hal tersebut merupakan salah satu bentuk usaha untuk
mencegah terjadinya perlakuan yang tidak manusiawi terhadap para tersangka dan terdakwa,
maka berbagai aturan hukum telah dibentuk untuk meratifikasi instrument internasional HAM
yang berkaitan dengan tersangka/terdakwa. Tujuan dibentuknya aturan-aturan hukum tersebut
tidak lain untuk memberantas segala bentuk praktik penegakan hukum yang selalu memandang
para tersangka/terdakwa sebagai objek pemeriksaan sehingga dapat diperlakukan semena-mena.
Berbagai macam prinsip-prinsip yang dirancang untuk melindungi individu dari penyalahgunaan
kekuasaan oleh aparat penegak hukum dan juga untuk memastikan bahwa proses hukum
berlangsung dengan adil, proporsional, dan menghormati hak asasi manusia setiap individu.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana prinsip hak atas praduga tak bersalah mempengaruhi proses penyelidikan
dan pengadilan dalam sistem hukum?
2. Apa yang dimaksud dengan Hak Mengajukan Praperadilan
3. Apa yang dimaksud dengan Hak Untuk Tidak Disiksa?
BAB II
PEMBAHASAN
3. Undang-undang Kekuasan Kehakiman Pasal 8 ayat (1) yang berbunyi “Setiap orang yang
disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, atau dihadapkan didepan pengadilan wajib dianggap
tidak bersalah sebelum ada putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan telah
memperoleh kekuatan hukum tetap”.
Hak untuk Tidak Disiksa adalah salah satu hak asasi manusia yang dijamin oleh undang-undang
di Indonesia. Hak ini memiliki peran penting dalam melindungi individu dari tindakan penyiksaan yang
dapat dilakukan oleh petugas atau anggota Polri. Pelanggaran terhadap hak ini bisa terjadi pada tahap
penyidikan, ketika penyidik melakukan tindakan-tindakan yang melanggar prinsip-prinsip hak asasi
manusia, seperti pemaksaan atau tindakan kekerasan fisik terhadap tersangka. Perlindungan hak untuk
tidak disiksa adalah langkah penting dalam memastikan bahwa proses hukum di Indonesia berlangsung
dengan adil dan menjunjung tinggi prinsip-prinsip hak asasi manusia (Darwis, 2020, p. 19).
Dasar hukum Hak untuk Tidak Disiksa merujuk pada Pasal 28I ayat (1) UUD 1945 yang secara
tegas menyatakan bahwa "Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa adalah hak asasi manusia yang tidak
dapat dikurangi dalam keadaan apa pun." Hal ini menegaskan bahwa hak untuk tidak disiksa adalah hak
asasi manusia yang mutlak dan tak terpisahkan, yang harus dihormati dan dilindungi oleh negara dalam
segala kondisi. (Laia, 2021). Selain itu, Pasal 9 UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia juga
menekankan pentingnya hak ini dengan menggarisbawahi bahwa setiap individu memiliki hak untuk
dilindungi dari tindakan penyiksaan, sehingga memberikan landasan hukum yang kuat untuk melindungi
individu dari perlakuan yang merendahkan martabat dan integritas manusia (Jufri, 2017).
Proses hukum untuk melindungi Hak untuk Tidak Disiksa dimulai dengan langkah pertama, yaitu
pengajuan laporan atau pengaduan oleh korban atau pihak terkait kepada pihak berwenang yang
berwenang, seperti Polri atau Komnas HAM. Setelah laporan atau pengaduan diterima, pihak berwenang
akan segera memulai proses penyelidikan mendalam terhadap kasus tersebut, dengan tujuan untuk
mengumpulkan bukti dan informasi yang diperlukan. Jika dalam proses penyelidikan ditemukan bukti
yang cukup untuk mendukung tuduhan pelanggaran Hak untuk Tidak Disiksa, maka pelaku atau pelaku-
pelaku tersebut akan diadili dalam sistem peradilan yang berlaku. Dalam pengadilan, mereka akan
diberikan kesempatan untuk membela diri, dan apabila terbukti bersalah, mereka akan dikenakan sanksi
sesuai dengan hukum yang berlaku sebagai upaya untuk menghindari dan menghukum tindakan
penyiksaan serta memastikan perlindungan hak asasi manusia yang lebih luas (Lady et al., 2021).
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan pemaparan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa Hak Atas Praduga Tidak
Bersalah, Hak Mengajukan Praperadilan dan Hak untuk Tidak Disiksa adalah instrumen penting dalam
menjaga dan melindungi hak asasi manusia di Indonesia. Ketiganya berperan dalam mencegah
penyalahgunaan kekuasaan oleh aparat penegak hukum dan memberikan perlindungan hukum bagi
individu. Secara procedural Hak Atas Praduga Tak Bersalah merupakan suatu proses prosedur formil
yang adil, logis, dan layak, yang harus di jalankan oleh yang berwenang seperti kewajiban membawa
surat perintah yang sah, memberikan pemberitahuan yang pantas, kesempatan yang layak untuk membela
diri termasuk memakai tenaga ahli seperti pengacara, atau menganjurkan penyelesaian perkara dengan
jalur alternatif, menghadirkan saksi -saksi yang cukup, memberikan ganti rugi yang layak dengan
proses negosiasi atau musyawarah yang pantas, yang harus di lakukan manakala berhadapan dengan hal -
hal yang dapat mengakibatkan pelanggaran terhadap hak -hak dasar manusia, seperti hak untuk hidup,
hal atas kemerdekaan, hak atas kepemilikan benda, hak untuk mendapatkan penghidupan yang
layak, hak atas privasi, dan hak -hak fundamental lainnya. Hak Mengajukan Praperadilan memungkinkan
pengawasan terhadap tindakan aparat penegak hukum yang melanggar hak asasi manusia. Pengawasan
tersebut ditujukan agar aparat penegak hukum tidak sewenang-wenang dalam melaksanakan tugasnya,
Mencegah penyalahgunaan kekuasaan oleh aparat penegak hukum dalam melaksanakan tugasnya,
Memberikan perlindungan hukum bagi seseorang yang merasa hak-haknya telah dilanggar oleh aparat
penegak hukum, Praperadilan bertujuan untuk menegakkan hukum, keadilan, dan kebenaran melalui
sarana pengawasan. Sementara Hak untuk Tidak Disiksa melindungi individu dari tindakan penyiksaan.
Dasar Hukum Hak untuk Tidak Disiksa merujuk pada Pasal 28I ayat (1) UUD 1945 yang secara tegas
menyatakan bahwa "Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa adalah hak asasi manusia yang tidak dapat
dikurangi dalam keadaan apa pun". Dalam proses Hukum Hak untuk Tidak Disiksa merupakan proses
hukum untuk melindungi Hak untuk Tidak Disiksa dimulai dengan mengajukan laporan atau pengaduan
oleh korban atau pihak terkait kepada pihak berwenang yang berwenang, seperti Polri atau Komnas
HAM. Ketiga hak ini memiliki dasar hukum yang kuat dan proses hukum yang memastikan perlindungan
hak-hak individu. Dengan memahami dan menjalankan hak-hak ini dengan baik, diharapkan masyarakat
dan aparat penegak hukum dapat bersama-sama memastikan penghormatan dan perlindungan yang lebih
baik terhadap hak asasi manusia di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Putrajaya, N. S. (2016). Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan Asas Praduga Tak Bersalah Dalam Proses
Peradilan Pidana. Diponegoro Law Journal, 5(4), 1-13.
Ramadhanti, D. (2018). Pelaksanaan Asas Praduga Tak Bersalah dalam Penyidikan Pelaku Tindak Pidana
Terorisme.
Kurniawan, E., Shophan, A., & Suprapto. (2023). Jangka Waktu Pengajuan Pra Peradilan terhadap Objek
Penghentian Penyidikan. JIMPS, 8(3). https://doi.org/10.24815/jimps.v8i3.26299
Lady, M. A., Anugrah, R., Monalisa, & Wahyu, A. J. (2021). KEDUDUKAN KOMISI NASIONAL
HAM DALAM KONSTITUSI DAN KETATANEGARAAN. Siyasah: Jurnal Hukum
Tatanegara, 1(1). https://e-journal.metrouniv.ac.id/index.php/siyasah/article/view/3752
Prasetyo, D., & Herawati, R. (2022). Tinjauan Sistem Peradilan Pidana Dalam Konteks Penegakan
Hukum dan Perlindungan Hak Asasi Manusia Terhadap Tersangka di Indonesia. Jurnal
Pembangunan Hukum Indonesia, 4(3), 402–417. https://doi.org/10.14710/jphi.v4i3.402-417
Rusman Sumadi. (2021). Praperadilan Sebagai Sarana Kontrol Dalam Melindungi Hak Asasi Manusia
(HAM) Tersangka. Jurnal Hukum Sasana, 7(1), 149–162.
https://doi.org/10.31599/sasana.v7i1.597
Wulandari, S. (2015). KAJIAN TENTANG PRAPERADILAN DALAM HUKUM PIDANA. Jurnal
Ilmiah Serat Acitya, 4(3). http://dx.doi.org/10.56444/sa.v4i3.160