Anda di halaman 1dari 5

A.

Latar belakang

Pendahuluan Hukum pidana merupakan salah satu cabang hukum yang berfungsi untuk mengatur
perbuatan yang dilarang oleh negara dan menjatuhkan sanksi atau hukuman bagi pelaku yang
melanggar. Dalam penegakan hukum pidana, terdapat prinsip-prinsip yang menjadi dasar bagi
pelaksanaan penegakan hukum, antara lain asas legalitas materil dan legalitas formil. Dalam makalah ini
akan dibahas mengenai asas legalitas materil dan legalitas formil dalam penegakan hukum pidana.

Asas legalitas materil dan legalitas formil adalah dua prinsip yang sangat penting dalam penegakan
hukum pidana. Kedua asas ini menjamin bahwa tindakan penegakan hukum pidana dilakukan secara
sah, adil, dan berdasarkan hukum yang berlaku. Dalam konteks penegakan hukum pidana, asas legalitas
material dan legalitas formil memberikan landasan yang kuat untuk melindungi hak pembelaan,
penegakan, dan terpidana.

Asas legalitas material dan legalitas formil adalah prinsip-prinsip penting dalam penegakan hukum di
Indonesia. Kedua asas ini mengatur bagaimana hukum diterapkan dan dijalankan untuk melindungi hak
asasi warga negara, memastikan keadilan, dan menjaga supremasi hukum. Dalam konteks hukum
Indonesia, asas legalitas material dan legalitas formil memiliki peran yang berbeda namun saling terkait
dalam proses penegakan hukum.

B. Rumusan masalah

1. Asas legalitas materil

2. Asas legalitas formil

PEMBAHASAN

A. Asas legalitas materil

Asas Legalitas Material Asas legalitas material menyatakan bahwa setiap perbuatan atau tindakan yang
dianggap sebagai pelanggaran hukum harus didasarkan pada dasar hukum yang jelas dan tegas. Artinya,
tidak ada tindakan atau sanksi hukum yang dapat ditangguhkan kepada seseorang kecuali jika perbuatan
tersebut jelas bertentangan dengan peraturan hukum yang berlaku. Asas legalitas materil melibatkan
prinsip-prinsip hukum pidana yang mendasari penegakan hukum, seperti adanya larangan retroaktif,
yaitu suatu tindakan yang hanya dapat dikenakan sanksi apabila perbuatan tersebut telah diatur dalam
undang-undang sebelumnya.

Asas legalitas material ditegaskan dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945), yang menyatakan bahwa negara Indonesia berdasarkan hukum. Hal
ini berarti bahwa hukum merupakan landasan utama bagi seluruh kegiatan negara, termasuk penegakan
hukum. Dalam proses penegakan hukum, asas legalitas material mempersyaratkan penggunaan aturan
hukum yang jelas dan tegas sebagai dasar untuk mengenakan sanksi atau menindak pelaku yang diduga
melakukan pelanggaran hukum.

Asas legalitas material, juga dikenal sebagai "nullum crimen, nulla poena sine lege" yang berarti "tidak
ada kejahatan dan hukuman tanpa undang-undang", menyatakan bahwa seseorang tidak dapat
dihukum kecuali atas dasar perbuatan yang diatur sebagai tindak pidana undang-undang dalam undang-
undang yang berlaku pada saat perbuatan tersebut dilakukan. Dengan kata lain, seseorang tidak dapat
dihukum atas tindakan yang belum diatur sebagai kejahatan dalam undang-undang.

Asas legalitas material memiliki beberapa prinsip utama, antara lain:

1. Prinsip Terlarangnya Tindakan Retrospektif (retroaktif): Artinya, seseorang tidak dapat dihukum untuk
tindakan yang dianggap sebagai kejahatan jika perbuatan tersebut dilakukan sebelum undang-undang
yang mengatur tindakan tersebut diberlakukan. Dengan demikian, hukuman pidana tidak dapat
diterapkan secara surut (mundur) atau berlaku secara mundur.

2. Prinsip Spesifikasi (spesialis): Artinya, seseorang tidak dapat dihukum di atas hukum dasar yang sangat
umum atau kabur. Undang-undang yang mengatur tindakan pidana harus jelas, spesifik, dan tidak
memberikan ruang untuk menemukan yang salah.

3. Prinsip Larangan Analogi (analogi legis): Artinya, seseorang tidak dapat dimarahi berdasarkan analogi
atau perbandingan dengan undang-undang yang berlaku untuk tindakan serupa. Hukuman pidana hanya
dapat diterapkan berdasarkan undang-undang yang sudah ada dan berlaku pada saat perbuatan
dilakukan.

Materiil legalitas dalam penegakan hukum pidana adalah asas bahwa suatu tindakan atau perbuatan
dianggap melanggar hukum jika telah secara tegas ditetapkan sebagai tindakan yang dilarang dalam
undang-undang yang berlaku pada saat perbuatan tersebut dilakukan. Dengan kata lain, agar suatu
tindakan dapat dianggap sebagai pelanggaran pidana, harus ada hukum dasar yang jelas yang mengatur
tindakan tersebut sebagai suatu tindakan yang melanggar hukum.

Prinsip legalitas materil dalam penegakan hukum pidana memiliki beberapa aspek penting, antara
lain:
1. Nullum crimen, nulla poena sine lege: Tidak ada kejahatan dan tidak ada hukuman tanpa undang-
undang yang telah ditetapkan sebelumnya. Artinya, seseorang tidak dapat dikenai sanksi pidana jika
tindakan tersebut belum diatur sebagai pelanggaran dalam undang-undang yang berlaku pada saat
perbuatan dilakukan. Dalam konteks ini, undang-undang harus jelas dan tegas dalam mengatur tindakan
yang dianggap sebagai tindakan yang melanggar hukum.

2. Prinsip kepastian hukum: Hukum harus memberikan kepastian kepada masyarakat, sehingga setiap
orang harus dapat mengetahui apa yang dilarang atau diperbolehkan oleh hukum. Dalam konteks
penegakan hukum pidana, prinsip kepastian hukum menuntut adanya ketentuan hukum yang jelas,
terbuka, dan dapat diakses oleh masyarakat, sehingga setiap orang dapat memahami konsekuensi
hukum dari perbuatan yang dilakukannya.

3. Pelarangan hukuman retroaktif: diperbolehkan memberikan hukuman secara surut atau retroaktif,
artinya seseorang tidak dapat menghukum atas tindakan yang pada saat dilakukannya belum diatur
sebagai pelanggaran hukum. Dalam konteks ini, hukuman hanya dapat diberikan berdasarkan undang-
undang yang berlaku pada saat perbuatan dilakukan.

Namun perlu diingat bahwa asas legalitas materil dalam penegakan hukum pidana tidak berarti bahwa
perbuatan yang tidak diatur dalam undang-undang tidak dapat diproses secara pidana. Dalam beberapa
kasus, pengadilan dapat menggunakan prinsip analogi hukum atau prinsip persamaan hukum untuk
menghukum tindakan yang belum diatur dalam undang-undang, namun dianggap sejalan dengan nilai-
nilai dan prinsip hukum yang berlaku. Namun demikian, penggunaan prinsip analogi hukum harus
dilakukan dengan hati-hati dan tetap dalam batas-batas yang ditetapkan oleh hukum untuk menjaga
kepastian hukum dan hak perlindungan.

B. Asas legalitas formil

Asas Legalitas Formil Asas legalitas formil mengatur mengenai prosedur atau tata cara dalam penerapan
hukum. Asas ini menyatakan bahwa penegakan hukum harus sesuai dengan prosedur yang telah
ditetapkan dalam undang-undang atau peraturan perundang-undangan yang berlaku. Proses penegakan
hukum harus dilakukan secara formal, sesuai dengan tahapan dan prosedur yang telah ditetapkan dalam
undang-undang, termasuk penemuan bukti, penahanan terhadap tuduhan, persidangan, serta
pengadilan yang adil dan terbuka.
Asas legalitas formal penting untuk memastikan bahwa proses penegakan hukum dilakukan secara
objektif, transparan, dan akuntabel. Asas ini juga mengandung prinsip-prinsip seperti prinsip praduga tak
bersalah, hak atas pembelaan, dan hak atas peradilan yang adil. Asas legalitas formil ditegaskan dalam
Pasal 27 ayat (1) UUD 1945, yang menyatakan bahwa setiap orang berhak atas perlakuan yang adil dan
setara di dalam hukum serta dalam sidang pengadilan.

Legalitas formil dalam penegakan hukum pidana merujuk pada keberlakuan aturan hukum yang
mengatur proses penegakan hukum pidana. Legalitas formil adalah prinsip dasar hukum pidana yang
menekankan perlunya pematuhan terhadap prosedur dan persyaratan yang ditetapkan dalam hukum
untuk memastikan agar penegakan hukum berjalan dengan adil, transparan, dan sesuai dengan prinsip-
prinsip hak asasi manusia.

Asas-asas legalitas formil dalam penegakan hukum pidana umumnya mencakup hal-hal berikut:

1. Prinsip Legalitas: Prinsip ini menyatakan bahwa tidak ada tindakan pidana kecuali yang telah diatur
secara tegas dalam undang-undang yang berlaku. Tindak pidana harus berpedoman pada undang-
undang yang ada pada saat tindakan tersebut dilakukan, dan setiap tindakan pidana harus diatur dalam
undang-undang yang jelas dan dapat dipahami oleh masyarakat.

2. Prinsip Nulla Poena Sine Lege: Prinsip ini menyatakan bahwa tidak ada hukuman tanpa undang-
undang yang telah ditetapkan sebelumnya. Artinya, seseorang tidak dapat dihukum berdasarkan aturan
atau hukum yang diterapkan secara surut (berlaku surut). Misalnya, seseorang tidak dapat dihukum
untuk suatu tindakan yang pada waktu tindakan tersebut dilakukan belum diatur sebagai tindakan
pidana.

3. Prinsip Due Process: Prinsip ini melibatkan jaminan perlindungan hak-hak individu yang dituntut
dalam proses peradilan, seperti hak atas pengadilan yang adil, hak untuk menghadapkan saksi-saksi, hak
untuk memiliki pengacara, dan hak untuk memberikan pembelaan yang efektif. Prinsip ini juga
mencakup penolakan terhadap penggunaan bukti yang diperoleh secara tidak sah dan penggunaan
tindakan paksa atau penyiksaan dalam hukuman terhadap hukuman.

4. Prinsip Bebas Dari Penyiksaan atau Perlakuan yang Tidak Manusiawi: Prinsip ini melarang penggunaan
penyiksaan, perlakuan yang tidak manusiawi, atau hukuman yang kejam terhadap hukuman atau
meminta. Hukuman atau perlakuan terhadap pelanggaran atau penyiksaan harus sesuai dengan standar
hak asasi manusia dan tidak boleh melanggar prinsip-prinsip kemanusiaan.
5. Prinsip Buktikan dan Sifat Publik dalam Penuntutan: Prinsip ini menyatakan bahwa beban pembuktian
ada pada pihak penuntut untuk membuktikan kesalahan bersalah dalam pengadilan yang terbuka untuk
umum. Pihak penuntut harus menyajikan bukti yang cukup untuk meyakinkan hakim tentang kesalahan
tanpa harus melibatkan keterlibatan dirinya sendiri tidak bersalah

C. Kesimpulan

Asas Materil: Asas materil dalam penegakan hukum pidana menitikberatkan pada substansi atau isi dari
suatu peraturan hukum pidana. Asas materiil mengatur tentang apa yang seharusnya dilarang atau
diatur dalam hukum pidana. Asas materil fokus pada unsur-unsur substansi delik, seperti unsur
perbuatan, kesalahan, akibat, dan sifat subjektif dari suatu tindakan pidana. Asas material tekanan pada
keadilan yang hakiki, yaitu pemenuhan nilai-nilai moral, etika, dan keadilan dalam substansi hukum
pidana.

Asas Formil: Asas formil dalam penegakan hukum pidana berkaitan dengan prosedur atau tata cara yang
harus diikuti dalam penegakan hukum pidana. Asas formil mengatur tentang bagaimana suatu peraturan
hukum pidana harus diterapkan, termasuk mengenai memberikan bukti, pengadilan yang adil,
kebebasan berpendapat, keberatan, hak untuk membela diri, dan prinsip-prinsip peradilan yang wajar.
Asas formil tekanan pada keadilan prosedural, yaitu pemenuhan prinsip-prinsip prinsip prosedural yang
menjaga agar proses penegakan hukum pidana berlangsung secara adil, terbuka, dan transparan.

Kesimpulan yang dapat diambil adalah bahwa asas materil dan asas formil dalam penegakan hukum
pidana saling melengkapi dan penting untuk diterapkan secara seimbang. Asas materil memastikan
bahwa substansi hukum pidana sesuai dengan nilai-nilai keadilan substansial dan moral masyarakat,
sedangkan asas formil memastikan bahwa proses penegakan hukum pidana berlangsung dengan prinsip-
prinsip prosedural yang adil dan menjaga hak-hak individu yang terlibat dalam proses hukum pidana.
Keduanya harus diperhatikan dalam penegakan hukum pidana untuk mencapai keadilan yang
komprehensif dan berkelanjutan.

Anda mungkin juga menyukai