Anda di halaman 1dari 3

TUGAS HUKUM ACARA PIDANA

“Perbandingan Hukum Acara Pidana Indonesia dengan Hukum Acara Pidana


Luar Negeri”

Dosen Pengampu : Putri Rumondang Siagian S.H., M.H.

Disusun Oleh :

NAMA : M. Bintang Enrico Saragih

NIM : 190200187

GRUP :A

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2021
PENDAHULUAN
Hukum acara pidana Adalah keseluruhan peraturan hukum yang mengatur bagaimana
caranya alat alat penegak hukum melaksanakan dan mempertahankan hukum pidana.
Hukum acara sendiri artinya adalah hukum formil yang di mana peraturan hukum
yang mengatur tentang cara bagaimana mempertahankan dan menjalankan hukum
material. Fungsinya menyelesaikan masalah yang memenuhi norma norma larangan
hukum material melalui suatu proses dengan berpedoman kepada peraturan yang
dicantumkan dalam hukum acara. 1

Tujuan hukum acara pidana telah ditentukan di dalam kuhap yang telah dijelaskan
sebagai berikut: “tujuan dari hukum acara pidana adalah untuk mencari dan
mendapatkan atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran yang selengkap-lengkapnya
dari suatu perkara pidana dengan menerapkan ketentuan hukum acara pidana secara
jujur dan tepat dengan tujuan mencari siapakah pelaku yang dapat didakwakan
melakukan suatu pelanggaran hukum, dan selanjutnya meminta pemeriksaan dan
putusan dari pengadilan guna menemukan apakah terbukti bahwa suatu tindak pidana
telah dilakukan dan apakah orang yang didakwa itu dapat dipersalahkan.” 2

Untuk mencapai tujuan memberikan perlindungan terhadap keluhuran harkat dan


martabat manusia maka diperlukannya asas-asas penegakan hukum yang telah di
rumuskan dalam undang-undang kemudian oleh kuhap dipertegas lagi guna
menjawab setiap pasal atau ayat-ayat senantiasa mencerminkan asasi manusia, asas-
asas hukum acara pidana sendiri yang ditegaskan oleh kuhap ada 11 yaitu: asas
peradilan cepat, sederhana, dan biaya ringan, asas in presentia, asas pemeriksaan
pengadilan terbuka untuk umum, asas persamaan di muka hukum, asas pengawasan,
asas praduga tak bersalah, asas gantirugi dan rehabilitasi, asas bantuan hukum, asas
akusator, asas formalitas, dan asas oportunitas.3

Indonesia Menganut sistem Hukum Civil Law karena didalam sistem hukum Civil
Law, yang ditonjolkan adalah adanya kepastian hukum. Bila kepastian hukum sudah
tercapai, maka selesailah perkara, meskipun mungkin, bagi sebagian orang dinilai
tidak adil. sistem hukum civil law tetap memiliki beberapa aspek positif yang harus
dijaga. Sedangkan sistem hukum Common Law digunakan oleh Inggris dengan
negara bekas koloninya.

1
Rahmad A Riadi, Hukum Acara Pidana, ( Depok: PT. RajaGrafindo Persada, 2019), hal.1
2
Ibid., hal 4
3
Ibid., hal 14
PEMBAHASAN
Perbandingan Common Law dan Civil Law dapat dilihat dari bebrapa segi, seperti
pada segi karateristik, dimana Civil Law memiliki Karateristik:

1. Adanya sistem kodifikasi. odifikasi diperlukan untuk menciptakan keseragaman


hukum dalam dan di tengah-tengah keberagaman hukum.

2. Hakim tidak terikat pada preseden atau doktrin stare decisis, sehingga undang-
undang menjadi rujukan hukumnya yang utama

3. Sistem peradilannya bersifat inkuisitorial. Dalam sistem ini hakim mempunyai


peranan yang besar dalam mengarahkan dan memutus suatu perkara. Hakim bersifat
aktif dalam menemukan fakta hukum dan cermat dalam menilai alat bukti. Hakim di
dalam sistem Civil Law berusaha untuk mendapatkan gambaran lengkap dari
peristiwa yang dihadapainya sejak awal. Sistem ini mengandalkan profesionalisme
dan kejujuran hakim.

Sedangkan Karateristik Common Law adalah:

1. Yurisprudensi Sebagai Sumber Hukum Utama. Ada dua alasan kenapa


yusripedensi digunakan sebagai sumber yaitu Alasan psikologis dan Alasan Praktis
selain itu menempatkan undang-undang sebagai acuan utama merupakan suatu
perbuatan yang berbahaya karena aturan undang-undang itu merupakan hasil karya
kaum teoretisi yang bukan tidak mungkin berbeda dengan kenyataan dan tidak
sinkron dengan kebutuhan.

2. Dianutnya Doktrin Stare Decisis/SistemPrecedent. Doktrin ini secara


substansial mengandung makna bahwa hakim terikat untuk mengikuti dan atau
menerapkan putusan pengadilan terdahulu, baik yang ia buat sendiri atau oleh
pendahulunya untuk kasus serupa namun Meskipun dalam sistem Common Law,
dikatakan berlaku doktrin Stare Decisis, akan tetapi bukan berarti tidak dimungkinkan
adanya penyimpangan oleh pengadlan, dengan melakukan distinguishing, asalkan
saja pengadilan dapat membuktikan bahwa fakta yang dihadapi berlainan dengan
fakta yang telah diputus oleh pengadilan terdahulu.

3. Adversary System Dalam Proses Peradilan. Dalam sistem ini kedua belah pihak
yang bersengketa masing-masing menggunakan lawyernya berhadapan di depan
hakim. Para pihak masing-masing menyusun strategi sedemikian rupa dan
mengemukakan dalildalil dan alat-alat bukti sebanyak-banyaknya di Pengadilan. Jadi
yang berperkara merupakan lawan antar satu dengan yang lainnya yang dipanglimai
oleh lawyersnya masing-masing.

Anda mungkin juga menyukai