Anda di halaman 1dari 5

Pendahuluan

A. Latar Belakang
Republik Indonesia adalah negara yang bedasarkan atas hukum dan tidak
atas asas kekuasaan belaka. Indonesia juga merupakan negara demokratis yang
menjunjung tinggi hukum berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Undang-Undang
dasar 1945 sebagai landasan konstitusional bangsa Indonesia yang setiap
substansinya mencakup dasar-dasar normative yang berfungsi sebagai sarana
pengendali terhadap penyimpangan dan juga memberikan perlindungan hukum
tanpa membeda-bedakan ras , agama dan golongan Seperti yang sudah tercantum
dalam pasal 28 D dan 28 I dalam batang tubuh Undang-Undang Dasar 1945. Selain
itu , sesuai dengan pasal 28 D ayat 1 bahwa setiap orang berhak atas
pengakuan,jaminan, kepastian hukum, yang adil dan persamaan di hadapan hukum.
Menurut Prof. Dr. H. Achmad Ali, S.H, MH Hukum merupakan seperangkat
norma mengenai apa yang benar dan apa yang salah yang dibuat, dan diakui
keberadaannya oleh pemerintah baik yang tertuang dalam aturan tertulis dan yang
tidak tertulis ataupun yang tidak terikat sesuai dengan kebutuhan masyarakat secara
menyeluruh dan dengan adanya ancaman sanksi bagi para pelanggar aturan norma
itu. Hukum mempunyai fungsi utama yaitu untuk mengatur perilaku manusia agar
bertindak sesuai dengan peraturan yang berlaku, akan tetapi dalam kehidupan
bermasyarakat dalam suatu wilayah, terkadang terjadi penyimpangan terhadap
peraturan peraturan yang sudah dibuat oleh pemerintah negara sehingga hal
tersebut menimbulkan suatu permasalahan di bidang hukum dan menyebabkan
terganggunya ketertiban dan ketentraman dalam kehidupan bermasyarakat.
Adanya kepastian hukum yang ada di dalam Negara Republik Indonesia tak
akan lepas oleh adanya proses pemeriksaan yang benar dan adil dalam hal seorang
warga negara yang berhadapan dengan aparatur negara karena suatu tindak pidana
yang dilakukannya. Proses pemerikasaan yang benar dan adil itulah yang diatur
dalam Hukum Acara Pidana. Hukum Acara Pidana ialah rangkaian peraturan hukum
yang menentukan bagaimana cara-cara mengajukan ke depan pengadilan, perkara-
perkara kepidanaan dan bagaimana caranya menjatuhkan hukuman perkara
kepidanaan serta cara-cara menjatuhkan hukuman oleh hakim jika ada orang yang
disangka melanggar aturan hukum pidana yang telah ditetapkan sebelum perbuatan
melanggar hukum terjadi. Dalam praktiknya, Hukum acara pidana digunakan dalam
seluruh proses pemeriksaan . Hukum acara pidana sebagai hukum formil dari adanya
hukum pidana mempunyai tujuan yakni bagaimana melaksanakan aturan-aturan
yang telah diatur oleh hukum pidana . Ketentuan dalam hukum acara pidana lebih
bersifat teknis yang mempunyai arti bahwa hukum acara pidana lebih mengatur
bagaimana seseorang telah terbukti melanggar pasal-pasal yang telah ditentukan
dalam hukum pidana.
Bedasarkan ketentuan yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara
Pidana, arti dari putusan pengadilan terdapat pada ketentuan Pasal. 1 angka 11
dalam Kitab Undang- Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang menyatakan
bahwa
“Putusan pengadilan adalah pernyataan hakim yang diucapkan pada siding
penfadilan terbuka, yang dapat berupa pemidanaan atau bebas atau lepas dari
degala tuntutan hukum dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam Undang-
Undang ini.
Berdasarkan ketentuan yang diatur dalam KUHAP Pputusan pengadilan dalam
hukum acara pidana terdiri dari tiga bentuk yaitu
a. Putusan yang mengandung pembebasan terdakwa yang diatur dalam
pasal 191 ayat 1 KUHAP , yaitu pengadilan berpendapat bahwa hasil
daripada pemeriksaan di siding , kesalahan terdakwa atau perbuatan
yang didakwakan kepadanya tidak terbukti secara sah dan
meyakinkan maka terdakwa diputus bebas
b. Putusan yang mengandung pelepasan terdakwa dari segala tuntutan
hukum sebagaimana yang diatur dalam pasal 191 ayat (2) KUHAP
yaitu jika pengadilan berpendapat bahwa perbuatan yang didakwakan
kepada terdakwa terbukti, tetapi perbuatan itu bukanlah termasuk
suatu tindakan pidana
c. Putusan yang mengadung suatu penghukuman terdakwa , pasal 193
kUHAP yaitu jika pengadilan berpendapat bahwa terdakwa bersalah
melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya maka
pengadilan menjatuhkan pidana
Dalam suatu badan peradilan, seorang hakim mempunyai perana yang
paling penting karena pada dasarnya, seorang hakim berhak memutus setiap
perkara yangs sedang berlangsung , dalam melaksanakan tugasnya seorang
hakim harus berpegang teguh pada prinsip peradila dan tidak memihak
seperti yang diatu dalam pasal 11 angka 1 Undang-Undang Nomor 48 tahun
2009 tentang kekuasaan kehakiman .
Berdasarkan ketentuan yang diatur dalam Kitab-Undang-Undang Hukum
Acara Pidana , majelis hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap terdakwa
harus memenuhi ketentuan sebagai mana yang diatu dalam pasal 197 ayat 1
KUHAP, yaitu
a. Kepala putusan yang dituliskan berbunyi : “DEMI KEADILAN
BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”
b. Nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin
kebangsaan, tempat tinggal, agama, pekerjaan terdakwa
c. Dakwaan sebagaimana terdapat dalam surat dakwaan
d. Pertimbangan yang disusun secara ringkas mengenai fakta dan
keadaan beserta alat pembuktian yang diperoleh dari
pemerikasaan disidang menjadi dan penentuan kesalahan
terdakwa
e. Tuntutan pidana, seperti yang diatur dalam surat tuntutan
f. Pasal peraturan perundang-undangan yang menajadi dasar
pemidanaan atau tindakan dan pasal peraturan perundang-
undangan yang menjadi dasar hukum dari putusan disertai
keadaan yang memberatkan dan meringankan terdakwa
g. Hari dan tanggal dilaksanakannya musyawarah majelis hakim
kecuali perkara yang diperiksa oleh hakim tunggal
h. Pernyataan kesalahan terdakwa , pernyataan telah terpenuhi
semua unsur dalam rumusan tindak pidana disertai dengan
kualifikasinya dan pemidaan atau tindakan yang dijatuhkan
i. Ketentuan kepada siapa biaya perkara dibenbankan dengan
menyebutkan jumlahnya yang pasti dan ketentuan mengenai
barang bukti
j. Ketentuan bahwa seluruh surat ternyata palsu atau keterangan
dimana letaknya kepalsuan itu jika terdapat surat autentik
dianggap palsu
k. Perintah supaya terdakwa ditahan atau tetap dalam tahanan atau
dibebaskan
l. Hari dan tanggal putusan, nama penuntut umum, nama hakim
yang memutus, nama panitera .

Selanjutnya dalam pasal 197 ayat (2) menyatakan bahwa “ Tidak dipenuhinya
ketentuan dalam pasal 197 ayat (1) huruf a, b,c,d,e,f,g,h,I,j,k,l KUHAP tidak
terpenuhi maka akan mengakibatkan putusan batal demi hukum” . Dalam
praktik pembuatan putusan beberapa kasus pernah terjadi salah satunya di
Indonesia terkait putusan yang batal demi hukum karena tidak memenuhi
ketentuan pasal 197 ayat (1) KUHAP salah satunya adalah kasus Susno Duadji
yang menolak dilakukannya eksekusi terhadap dirinya dikarenakan tidak
adanya pencantuman perintah penahanan dalam amar putusan kasasi yang
dikeluarkan oleh Makhamah Agung. Hal ini menyebabkan perbedaan
pandangan dari para ahli hukum pidana. Menurut Yusril Izha Mahendra, Guru
Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia yang menyatakan bahwa “Sesuai
dengan bunyi ketentuan pasal 197 ayat (2) KUHAP yang pada prinsipnya
mengatakan bahwa setiap putusan tanpa perintah penahanan adalah batal
demi hukum. Secara teori hukum dan makna bunyi kedua pasal diatas adalah
betul” Pendapat kedua kemudian dikemukakan oleh ketua Mahkamah
Agung yaitu Hatta Ali yang menegaskan bahwa perintah penahanan tidak
diperlukan dalam putusan kasasi karena menurutnya” Putusan yang sudah
ingkrah atau berkekuatan hukum tetap harus dilaksanakan dan tidak perlu
lagi ada perintah untuk penahanan, jadi langsung secara otomatis diserahkan
kepada jaksa selaku eksekutor dan jaksalah yang melaksanakan putusan
tersebut .
Makhakah Konstitusi melalui putusannya mengatakan bahwa pasal 197 ayat
(2) huruf k KUHAP tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat apabila
diartikan tidak dipenuhinya ketentuan ini mengakibatkan putusan batal demi
hukum . Putusan MK tersebut tidak sesua dengan ketentuan yang diatur
dalam pasal 197 ayat (1) KUHAP, sehingga putusan Mahkamah Konstitusi
nomor 69/PUU-X/2012 tidak sesuai dengan asas dan kepastian hukum.

B. IDENTIFIKASI MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan diatas, maka identifikasi masalah
yang perlu dilakukan penelitian oleh penulis yaitu
a. Bagiamanakah penerapan hukum pidana formil dalam putusan pengadilan
tentang syarat sahnya putusan penahanan?
b. Bagaimanakah pertimbangan hukum hakim

Anda mungkin juga menyukai