Anda di halaman 1dari 16

DIPONEGORO LAW REVIEW

Volume 5, Nomor 2, Tahun 2016


Website : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/

TELAAH PARADIGMATIK TENTANG PENERAPAN DISKRESI PADA


PERTIMBANGAN DAN PUTUSAN HAKIM DALAM PERKARA PIDANA
DENGAN TERDAKWA LABORA SITORUS

Boyce Alvhan Clifford*, Erlyn Indarti, R.B. Sularto


Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro
Email : alvhan@live.com

ABSTRAK

Kekuasaan Kehakiman adalah kekuasaan Negara yang merdeka untuk menyelenggarakan


peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan pancasila dan Undang-Undang.
Kekuasaan Kehakiman yang terwujud dalam suatu putusan berisikan berbagai pertimbangan hakim,
dijadikan objek yang menarik untuk diteliti secara paradigmatik. Dengan menggunakan kajian
paradigmatik putusan tersebut dapat diurai dan ditelaah lebih rinci, halus, dan jelas. Penelitian ini
menggunakan teknik kualitatif dengan harapan setting lebih natural, informasi lebih situasional, dan
cara pandang emic. Pos Positivisme memandu penulis dalam melakukan penerjemahan data yang
didapatkannya dengan metode pendekatan yuridis normatif. Paradigma yang dianut seorang hakim
sangat berpengaruh kuat terhadap cara ia memandang realitas, setelah ia menangkap makna dari
realitas itu maka akan tercipta hubungan antara hakim itu sendiri selaku penganut paradigma tertentu
dengan realitas yang ia pahami. Kedua keterkaitan itu akan menciptakan metodologi untuk
menyelesaikan masalah-masalah terhadap realitas tersebut. Disadari atau tidak paradigma tersebut
mempengaruhi seseorang hakim dalam menerapkan diskresi. Diskresi yang diterapkan antara hakim
yang satu dengan hakim yang lain akan berbeda. Perbedaan tersebut dilandasi keberagaman
paradigma yang dianutnya. Tidak semua penganut paradigma tersebut memeliki batasan penerapan
diskresi yang sama. Atas dasar perbedaan itu pula dinamika pertimbangan, dan putusan hakim dalam
suatu perkara dapat terjadi seperti halnya perkara pidana dengan terdakwa Labora Sitorus.

Kata Kunci: Paradigma, Diskresi, Pertimbangan Hakim, Putusan Hakim, Terdakwa Labora
Sitorus

ABSTRACT

Judicial Authority is an independent State authority to conduct judiciary to uphold law


and justice based on Pancasila and the Constitution. Judicial power is embodied in a judgment
contains a variety of judges considerations, to be an interesting object for research
paradigmatically. By using a paradigmatic study of the verdict can be parsed and analyzed in
more detail, smooth and clear. This study using qualitative techniques in hopes of setting a more
natural, more situational information, and emic perspective. Post Positivism guiding the author to
do translation of data acquired with normative juridical approach. Paradigm adopted by a judge
influenced very strong to the way he looked at reality, after he caught the meaning of reality, it
will then create a relationship between the judges themselves as the adherents of a particular
paradigm with the reality that he understood. Both of the linkages will create a methodology to
solve the problems of that reality. Knowingly or not this paradigm will influence a judge in
applying discretion. Discretion which is applied between one judge and other judges will be
different. The difference is based on the diversity paradigm espoused. Not all the adherents’
paradigm has the same discretion application limitation. On the basis of that difference, the
dynamics of consideration and verdict in one case, may be occurred as well as a criminal case
happened to the defendant Labora Sitorus.

Keywords: Paradigm, Discretion, Judge Consideration, Verdict, Defendant Labora Sitorus

1
DIPONEGORO LAW REVIEW
Volume 5, Nomor 2, Tahun 2016
Website : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/

I. PENDAHULUAN Undang-Undang Dasar 1945.


A. Latar Belakang Kebebasan dalam melaksanakan
Hakikatnya, tugas pokok wewenang yudisial bersifat tidak
hakim adalah memeriksa, mutlak karena tugas hakim adalah
mengadili, dan memutus setiap untuk menegakkan hukum dan
perkara yang diajukan kepadanya. keadilan berdasarkan Pancasila,
Tugas dan kewajiban pokok hakim sehingga putusannya
itu sendiri secara normatif telah mencerminkan rasa keadilan rakyat
diatur dalam Undang-Undang Indonesia. Pasal 24 ayat (2)
Dasar 1945 Bab IX Pasal 24 dan kemudian menegaskan bahwa,
Pasal 25 serta di dalam Undang- Kekuasaan Kehakiman dilakukan
Undang Nomor 48 tahun 2009 oleh sebuah Mahkamah Agung dan
tentang Kekuasaan Kehakiman. badan peradilan yang berada di
Dengan ditetapkannya bahwa bawahnya dalam lingkungan
memutus merupakan kewajiban peradilan umum, lingkungan
seorang hakim, maka keberadaan peradilan agama, lingkungan
sebuah putusan pengadilan peradilan militer, lingkungan
merupakan tanggung jawab hakim peradilan tata usaha Negara, dan
sepenuhnya. oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.
Undang-Undang Dasar 1945 Kehidupan masyarakat saat
menjamin adanya suatu Kekuasaan ini yang semakin komplek
Kehakiman yang bebas. Hal ini menuntut adanya penegakan hukum
tegas dicantumkan dalam Pasal 24, dan keadilan dalam rangka
terutama dalam Penjelasan Pasal 24 memenuhi rasa keadilan
ayat (1) dan penjelasan Pasal 1 ayat masyarakat. Dapat dipahami jika
(1), Undang-Undang Nomor 48 figur seorang hakim sangat
tahun 2009, yaitu Kekuasaan menentukan melalui putusan-
Kehakiman adalah kekuasaan putusannya. Hal ini dikarenakan
Negara yang merdeka untuk pada hakekatnya hakimlah yang
menyelenggarakan peradilan guna menjalankan kekuasaan hukum
menegakkan hukum dan keadilan peradilan demi terselenggaranya
berdasarkan pancasila dan Undang- fungsi peradilan itu.1
Undang Dasar Negara Republik Sebelum menjatuhkan
Indonesia tahun 1945, demi putusan, hakim akan menilai
terselenggaranya Negara Hukum dengan arif dan bijaksana serta
Republik Indonesia. penuh kecermatan kekuatan
‘Kekuasaan Kehakiman pembuktian dari memeriksa dan
merupakan kekuasaan yang kesaksian dalam sidang pengadilan
merdeka’ dalam ketentuan ini (Pasal 188 Ayat (3) KUHAP).
mengandung pengertian bahwa Sesudah itu majelis hakim akan
kekuasaan kehakiman bebas dari
segala campur tangan pihak 1
Nanda Agung Dewantara, Masalah
lainnya, kecuali hal-hal Kebebasan Hakim Dalam Menangani Suatu
sebagaimana disebut dalam Perkara Pidana, Aksara Persada Indonesia,
Jakarta, 1987, hal.36

2
DIPONEGORO LAW REVIEW
Volume 5, Nomor 2, Tahun 2016
Website : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/

mengadakan musyawarah terakhir garis besar mengacu pada Memori


untuk mengambil keputusan yang Kasasi yang diberikan oleh para
didasarkan atas surat dakwaan dan pihak. Hal ini disebabkan karena
segala sesuatu yang telah terbukti memang pada dasarnya
dalam pemeriksaan sidang. Hal ini pemeriksaan Tingkat Kasasi adalah
lah yang menyebabkan suatu pemeriksaan tentang penerapan
putusan merupakan cerminan hukum dari suatu putusan hakim.
kebijaksanaan dari hakim yang Pemeriksaan tersebut hanya sebatas
mengeluarkannya. pada apa yang dimintakan kasasi
Perkara pidana dengan mengacu pada judex factie.
terdakwa Labora Sitorus Pengadilan Tingkat Pertama
merupakan perkara yang telah tiba maupun Tingkat Banding adalah
pada tingkat kasasi. Berdasarkan judex factie, artinya sama-sama
Undang-Undang No 14 Tahun 1984 memeriksa perkara baik dari segi
jo Undang-Undang No 5 Tahun fakta maupun dari segi hukumnya
2004 Jo Undang-Undang No. 3 secara keseluruhan. Judex factie ini
Tahun 2009 Tentang Perubahan berakhir di tingkat banding, tapi
atas Undang-Undang No. 14 Tahun tidak adil apabila para pencari
1985 Tentang Mahkamah Agung, keadilan kepada judex factie itu
alasan pengajuan kasasi adalah tidak diberi kesempatan untuk
sama seperti yang diatur didalam dapat menggunakan upaya hukum.
KUHAP. Mahkamah Agung Yaitu jika menurut mereka bahwa
sebagai pemegang kekuasaan judex factie itu telah keliru
kehakiman tertinggi yang menerapkan hukum.
berwenang memeriksa dan Selain adanya kemungkinan
memutus perkara dalam tingkat judex factie itu telah keliru
kasasi mempergunakan dasar menerapkan hukum , alasan lainnya
hukum tersebut dalam menerima juga bisa berupa telah dilanggarnya
dan memeriksa perkara kasasi yang hukum yang berlaku.2 Dalam kasus
diajukan. ini baik Penuntut Umum maupun
Dalam kasus ini kedua pihak Terdakwa keduanya memberikan
baik Terdakwa ataupun Penuntut alasan yang jauh berbeda terkait
Umum mengajukan permohonan judex factie (Pengadilan Tinggi).
kasasi dengan alasan-alasan Karena itu pertimbangan hakim
masing-masing yang dituangkan pada Tingkat Kasasi ini haruslah
dalam Memori Kasasi. Mahkamah mengacu pada alasan-alasan para
Agung membenarkan alasan-alasan pihak yang kemudian mengadili
yang diberikan oleh Pemohon I/ sendiri berdasarkan pandangannya
Penuntut Umum. Sedangkan untuk terhadap alasan-alasan tersebut.
alasan-alasan yang diberikan oleh Dituntutnya seorang hakim
Pemohon II/ Terdakwa, Mahkamah untuk menemukan hukum
Agung berpendapat bahwa alasan- menandakan adanya sebuah
alasan tersebut tidak dapat diskresi. Diskresi mempunyai
dibenarkan.
2
Pada pengadilan Tingkat Sukinta, Literatur Kuliah Hukum Acara
Kasasi pertimbangan hakim secara Pidana, Fakultas Hukum Universitas
Diponegoro, 2015.

3
DIPONEGORO LAW REVIEW
Volume 5, Nomor 2, Tahun 2016
Website : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/

makna sebuah kemerdekaan yang berkenaan dangan prinsip-prinsip


dimiliki seorang/sekelompok utama atau pertama, yang
orang/suatu institusi untuk secara mengikatkan penganut/
bijaksana dan penuh pertimbangan penggunanya pada worldview
menetapkan pilihan dalam hal tertentu, berikut cara bagaimana
membuat keputusan dan atau ‘dunia’ harus dipahami dan
tindakan tertentu yang dipandang dipelajari, serta yang senantiasa
paling tepat.3 Diskresi memiliki memandu setiap pikiran, sikap, kata
perwujudan yang berbeda-beda dan perbuatan penganutnya.5
pada tatanan mental seseorang Kebijakan seorang hakim dalam
tanpa bisa dipaksakan, termasuk menjatuhkan suatu putusan
pada seorang hakim dalam memiliki hubungan yang sangat
menangani sebuah perkara. erat dengan terdapatnya faktor-
Masing-masing hakim faktor terkait perkara yang dapat
memiliki caranya sendiri dalam dijadikan sebagai bahan
menerapkan diskresi yang pertimbangan. Bagaimana faktor-
dimilikinya. Setiap orang [hakim] faktor tersebut dijadikan bahan
akan memiliki pandangan sendiri pertimbangan oleh seorang hakim
mengenai sejauh mana diskresi ini dalam menjatuhkan putusan sangat
dapat diterapkan. Pandangan dipengaruhi oleh paradigma yang
masing-masing hakim disini sangat dianut. Dengan demikian dapat
dipengaruhi oleh paradigma yang disimpulkan, dua orang hakim
dianutnya. dengan paradigma berbeda yang
Paradigma adalah suatu menangani kasus yang sama
sistem filosofis utama, induk, atau kemungkinan besar akan
‘payung’ yang terbangun dari menjatuhkan putusan yang berbeda
ontologi, epistimologi, dan pula.
metodologi tertentu yang masing- Paradigma seseorang tidak
masingnya terdiri dari satu’set’ hanya menunjukkan pola pikir,
belief ‘dasar’ atau worldview yang perspektif atau cara pandang
tidak dapat begitu saja seseorang terhadap realitas, dalam
dipertukarkan dengan “belief dasar” hal ini hukum, yang dihadapinya.
atau worldview dari ontologi, Lebih dari itu paradigma seseorang
epistemologi dan metodologi juga menunjukkan hubungan yang
4
paradigma lainnya. Paradigma terjadi antara manusia itu sendiri
mepresentasikan suatu sistem atau dengan realitas yang dihadapinya.
set belief dasar tertentu yang Meningkat pada tataran yang lebih
jauh lagi akan ditemukan pula pola
3
yang menyebabkan suatu cara
Indarti, Erlyn. Diskresi Kepolisian, Badan
untuk menyelesaikan masalah
Penerbit UNDIP, Semarang,2000..
4
Indarti, Erlyn. Diskresi dan Paradigma terhadap realitas yang dihadapinya
Sebuah Telaah Filsafat Hukum. Semarang
5
(2010: Badan Penerbit Universitas N.K Denzin dan Y.S Lincoln, Handbook of
Diponegoro) Indarti, Erlyn. Diskresi dan Qualitative Research, (London: Sage
Paradigma Sebuah Telaah Filsafat Hukum. Publications, 1994) dalam Indarti, Erlyn.
Semarang (2010: Badan Penerbit Diskresi dan Paradigma (2010: Badan
Universitas Diponegoro) penerbit universitas diponegoro)

4
DIPONEGORO LAW REVIEW
Volume 5, Nomor 2, Tahun 2016
Website : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/

tersebut. Ketiga tahapan tersebut dengan terdakwa Labora


mutlak akan didapati pada setiap Sitorus.
diri manusia yang hidup dan
berakal.
Tulisan ini hendak membahas II. METODE PENELITIAN
hubungan antara diskresi yang
diterapkan, di satu sisi, serta Metode pengumpulan data
pertimbangan dan pandangan sekunder yang digunakan dalam
hakim, di sisi lain, dalam perkara penelitian ini adalah studi kepustakaan
pidana dengan terdakwa Labora atau dengan teknik dokumentasi yang
Sitorus. Setelah itu akan dilakukan terdiri dari suatu studi kepustakaan. Hal
telaah paradigmatik tentang ini diperoleh dari pengumpulan data
penerapan diskresi tersebut. Telaah melalui penelitian kepustakaan dengan
paradigmatik dilakukan dengan cara mempelajari buku-buku/literatur-
harapan penerapan diskresi disini literatur yang berhubungan dengan
dapat dipahami dengan lebih tajam, judul dan permasalahan yang dibahas
halus dan jelas. dalam penelitian ini. Dapat pula
dilakukan dengan studi dokumen yaitu
B. Rumusan Masalah berupa data-data yang diperoleh
1. Bagaimanakah dinamika melalui bahan-bahan hukum yang
pertimbangan dan putusan berupa Undang-undang atau Peraturan-
hakim, dalam perkara pidana peraturan yang berhubungan dengan
dengan terdakwa Labora penelitian ini.
Sitorus? Teknik pengumpulan data dengan
2. Bagaimanakah penerapan studi pustaka ini menggunakan
diskresi oleh hakim dalam penelusuran katalog, sedangkan yang
perkara pidana dengan terdakwa dimaksud katalog yaitu merupakan
Labora Sitorus? suatu daftar yang memberikan
3. Bagaimana peran paradigma informasi mengenai koleksi yang
dalam penerapan diskresi oleh dimiliki dalam suatu kepustakaan.6
hakim dalam perkara pidana Analisis data adalah proses
dengan terdakwa Labora mengorganisasikan dan mengurutkan
Sitorus? data ke dalam pola, ketagori, dan
C. Tujuan Penelitian satuan uraian dasar sehingga dapat
1. Menjelaskan dinamika ditemukan tema dan dapat dirumuskan
pertimbangan dan putusan hipotesis kerja seperti yang disarankan
hakim dalam perkara pidana oleh data.7 Spesifikasi penelitian yang
dengan terdakwa Labora
Sitorus.
6
2. Menjelaskan penerapan Burhan Ashshofa, Metode Penelitian
diskresi oleh hakim dalam Hukum, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004) dalam
Putri Budyanti, Ratih. Skripsi (Badan
perkara pidana dengan
penerbit universitas diponegoro:2012)
terdakwa Labora Sitorus. 7
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian
3. Menjelaskan peran paradigma Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
dalam penerapan diskresi oleh 1991) dalam Putri Budyanti, Ratih. Skripsi
hakim dalam perkara pidana (Badan penerbit universitas
diponegoro:2012)

5
DIPONEGORO LAW REVIEW
Volume 5, Nomor 2, Tahun 2016
Website : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/

digunakan untuk mencapai tujuan itu telah keliru menerapkan hukum


penelitian ini adalah deskriptif-analitis. ataupun terdapat alasan lainnya yang
Dengan mengunakan spesifikasi ini memang dapat
maka akan dapat dilihat gambaran serta dipertanggungjawabkan.
analisis dari peraturan perundang-
undangan dan teori-teori ilmu hukum Perkara Pidana Dengan
untuk menjelaskan tujuan dari Terdakwa Labora Sitorus di sini
penelitian ini. merupakan perkara yang telah tiba
Dari data-data primer dan pada tingkat kasasi. Dengan kata lain
sekunder yang telah terkumpul, putusan perkara pidana dengan
dilakukan analisis data secara terdakwa Labora Sitorus disini
kumulatif. Dalam analisis ini, penulis mencakup putusan dari tingkat
akan mengumpulkan, menarik garis- pertama (Pengadilan Negeri), tingkat
garis logis menjadi ikatan pengertian banding (Pengadilan Tinggi), hingga
tertentu. Analisis dilakukan atas suatu tingkat kasasi (Mahkamah Agung).
yang telah ada, berdasarkan data yang Berikut ini adalah tabel tentang
telah masuk dan diolah sedemikian ketiga pertimbangan dan putusan
rupa dengan meneliti kembali sehingga hakim.
analisis dapat diuji kebenarannya yang
1. Pengadilan Negeri
selanjutnya secara teratur dan
sistematis dalam bentuk laporan Ringkasan PN
penelitian ilmiah. Pertimbangan Terbukti melakukan
perdagangan/
III. HASIL PENELITIAN DAN transaksi ilegal.
PEMBAHASAN
1. Dinamika Pertimbangan dan
Putusan Hakim Dalam Perkara Putusan Pidana penjara
Pidana Dengan Terdakwa selama 2 tahun dan
denda sebesar
Labora Sitorus
Rp.50.000.000,-
Dalam pengadilan tingkat kasasi
pertimbangan hakim secara garis
2. Pengadilan Tinggi
besar mengacu pada memori kasasi
yang diberikan oleh para pihak. Ringkasan PT
Pengadilan tingkat pertama maupun Pertimbangan Terbukti melakukan
tingkat banding adalah judex factie, perdagangan/
artinya sama-sama memeriksa transaksi ilegal dan
tindak pidana
perkara baik dari segi fakta maupun pencucian uang.
dari segi hukumnya secara
keseluruhan. Judex factie ini berakhir Putusan Pidana penjara
di tingkat banding, tapi rasanya selama 8 tahun dan
kurang adil kalau para pencari denda sebesar
Rp.50.000.000,-
keadilan kepada judex factie itu tidak
diberi kesempatan untuk dapat
menggunakan upaya hukum jika
menurut mereka bahwa judex factie

6
DIPONEGORO LAW REVIEW
Volume 5, Nomor 2, Tahun 2016
Website : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/

3. Mahkamah Agung Kejaksaan Negeri Sorong, dan


menyatakan Terdakwa terbukti
Ringkasan KASASI
bersalah melakukan tindak pidana
Pertimbangan Terbukti melakukan
perdagangan/
sebagaimana didakwakan
transaksi ilegal , Jaksa/Penuntut Umum oleh sebab itu
membelanjakan harta Terdakwa harus dijatuhi hukuman
kekayaan hasil tindak setimpal dengan perbuatannya.
pidana, dan Majelis Hakim menjatuhkan Pidana
melakukan tindak
pidana pencucian
penjara selama 15 tahun dan denda
uang. sebesar Rp.5000.000.000,-, atas
Putusan Pidana penjara dasar terbuktinya terdakwa
selama 15 tahun dan melakukan perdagangan/ transaksi
denda sebesar ilegal , membelanjakan harta
Rp.5000.000.000,-
kekayaan hasil tindak pidana, dan
melakukan tindak pidana pencucian
Dalam kasus ini baik uang.
Penuntut Umum maupun Terdakwa 2. Penerapan Diskresi Oleh
keduanya memberikan alasan yang Hakim Dalam Perkara Pidana
jauh berbeda terkait judex factie Dengan Terdakwa Labora
(Pengadilan Tinggi) sehingga Sitorus
pertimbangan hakim pada tingkat
kasasi ini haruslah mengacu pada Diskresi merupakan
alasan-alasan kedua pihak yang kebebasan untuk memilih berbagai
kemudian mengadili sendiri langkah tindakan dimana diskresi
berdasarkan pandangannya terhadap membutuhkan tingkat kecerdasan
alasan-alasan tersebut. Mahkamah yang memadai dalam mengambil
Agung membenarkan alasan-alasan keputusan. Dalam hal ini sumber
yang diberikan oleh Pemohon I/ daya manusia (SDM) penegak
Jaksa Penuntut Umum, sedangkan hukum memegang peranan penting
untuk alasan-alasan yang diberikan dari pada isi dari produknya, atau
oleh Pemohon II/ Terdakawa, dalam hal ini adalah Peraturan
Mahkamah Agung berpendapat Perundang-undangan saja. Penegak
bahwa alasan-alasan tersebut tidak hukum (Kepolisian, Kejaksaan dan
dapat dibenarkan. Terhadap alasan- Kehakiman atupun Advokad) harus
alasan Pemohon Kasasi I/Jaksa/ berani keluar dari alur tradisi
Penuntut Umum tersebut Mahkamah penegakan hukum yang hanya
Agung berpendapat bahwa alasan- didasarkan pada peraturan
alasan tersebut dapat dibenarkan oleh perundang-undangan semata.
karena judex factie salah menerapkan
hukum. Hal tersebut disebabkan
karena hukum bukanlah suatu ruang
Berdasarkan pertimbangan hampa yang bebas dari konsep-
yang diberikan, Mahkamah Agung konsep non hukum. Hukum tetap
berpendapat cukup alasan untuk harus dilihat dari perspektif sosial,
mengabulkan permohonan kasasi perilaku yang senyatanya dapat
Jaksa/ Penuntut Umum pada diterima oleh manusia yang ada

7
DIPONEGORO LAW REVIEW
Volume 5, Nomor 2, Tahun 2016
Website : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/

didalamnya. Namun demikian ada secara komperhensif, ini


diskresi harus dijalankan berdasarkan utamanya berlaku pada beberapa
hukum dan tidak lepas dari ketentuan kasus yang bisa langsung
hukum. dilakukan begitu saja secara
‘hitam-putih’
Melihat lebih dalam 3) Pada kebanyakan kasus
mengenai kasasi. Kasasi merupakan diperlukan untuk menafsirkan
pembatalan atas keputusan hukum yang telah diterjemahkan
Pengadilan-pengadilan yang lain tersebut secara lebih lanjut,
yang dilakukan pada tingkat
peradilan terakhir, kecuali keputusan Ketiga pekerjaan tersebut lalu
Pengadilan dalam perkara pidana dibenturkan satu sama lain.
yang mengandung pembebasan Pekerjaan yang selanjutnya harus
terdakwa dari segala tuduhan. Hal ini dilakukan adalah:
sebagaimana ditentukan dalam Pasal
16 UU No. 1 Tahun 1950 jo. Pasal 4) Memilah baik kasus yang telah
244 UU No. 8 Tahun 1981 dan UU dibaca maupun hukum yang telah
No. 14 Tahun 1985 jo. UU No. 5 deiterjemahkan dan atau
Tahun 2004 tentang Perubahan atas ditafsirkan tersebut.
Undang-Undang No. 14 Tahun 1985 5) Memilih atau menetapkan
tentang Mahkamah Agung. pilihan
Demikian dua lagi pekerjaan
Sebelum membedah lebih bagian kedua yang diharapkan
dalam mengenai bagaimana mampu dilaksanakan oleh seorang
penerapan diskresi yang dilakukan penegak hukum keitka berhadapan
oleh hakim selaku objek identifikasi dengan suatu kasus atau
penulis, mari perhatikan kedelapan permasalahan. Adapun dua pekerjaan
unsur yang terkandung di dalam bagian ketiga atau terakhir yang
pengertian diskresi, unsur tersebut segera menyusul penetapan pilihan di
adalah Kemerdekaan, Otoritas atau atas adalah:
kewenangan, Kebijaksanaan, Pilihan, 6) Membuat suatu keputusan atau
Keputusan, Tindakan, dan kesimpulan
Ketepatan.8 7) Mengambil tindakan atau
langkah tertentu
Perlu diperhatikan pula
proses bekerjanya diskresi sebagai Dari uraian singkat tersebut
berikut:9 dapat disimpulkan bahwa diskresi
adalah “ kemerdekaan dan/atau
1) Membaca kasus atau otoritas untuk, antara lain, menafsir
permasalahan tersebut dengan ketentuan hukum yang ada, lalu
baik membuat keputusan dan mengambil
2) Pada saat bersamaan tindakan hukum yang danggap paling
menerjemahkan hukum yang tepat”. Dalam hal ini, otoritas untuk
melakukan hal dimaksud terletak
8
Indarti, Erlyn. Diskresi dan Paradigma pada penafsir, serta dilakukan secara
(2010: Badan penerbit universitas
diponegoro) hal 39
9
ibid

8
DIPONEGORO LAW REVIEW
Volume 5, Nomor 2, Tahun 2016
Website : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/

bijaksana dengann penuh Kedua, pada saat yang


pertimbangan.10 bersamaan Hakim harus
menerjemahkan kasus tersebut
Kedelapan unsur dan proses secara tepat. Proses menerjemahkan
bekerjanya diskresi yang telah tersebut antara lain dilakukan dengan
dijelaskan di atas akan dijadikan mencocokkan alasan-alasan yang
penulis sebagai indikator untuk diajukan oleh para pihak, fakta dan
mendeteksi keberadaan diskresi pada segala bukti yang ada, dan aturan-
pertimbangan dan putusan hakim. aturan yang ada.
Untuk menelaah lebih lanjut
mengenai seberapa jauh proses Kemudianpada tahapan
diskresi dilakukan hakim akan selanjutnya Hakim menafsirkan
dibedah secara rinci mulai dari perkara tersebut. Proses penafsiran
proses bekerjanya diskresi sampai disini dilakukan pada koridornya,
pada terpenuhinya kedelapan unsur tidak melakukan tafsir yang lebih
untuk jelas dikatakan bahwa tindakan jauh. Koridor yang dimaksud disini
tersebut adalah sebuah diskresi. adalah hanya sebatas memori yang
Dalam hal ini diskresi akan dideteksi diajukan.
terlebih dahulu menggunakan ‘proses
bekerjanya diskresi’, kemudian Menafsirkan menurut KBBI
dilihat apakah kedelapan unsur untuk (Kamus Besar Bahasa Indonesia)
dapat dikatakan sebuah diskresi juga adalah menangkap maksud perkataan
secara otomatis terpenuhi? (kalimat dan sebagainya) tidak
menurut apa adanya saja, melainkan
Pertama-tama yang perlu diterapkan juga apa yang tersirat
diketahui adalah apakah hakim (dengan mengutarakan pendapatnya
membaca perkara dengan baik. sendiri). Penafsiran hakim yang
Walaupun berada pada tingkat kasasi secara jelas terlihat pada
bukan berarti hakim memeriksa pertimbangannya disini adalah dalam
cukup melalui memori yang diajukan hal posisi Labora Sitorus yang
saja. Hakim juga harus mengerti dianggap sebagai pemegang
perkara yang dihadapinya secara kekuasaan dan kewenangan yang
utuh. sangat signifikan dalam perusahaan.
Di bawah ini adalah tabel mengenai
Membaca disini bukun sekedar penerapan diskresi oleh hakim.
membaca dalam artian mengeja.
Membaca yang dimaksud adalah 1. Pengadilan Negeri
bahwa hakim dapat mengerti dengan
Diskresi Tidak dapat diterapkan.
baik kasus tersebut dengan sangat
Tidak melakukan tafsiran
yakin. Termasuk didalamnya adalah hukum. Hanya menerapkan
unsur-unsur apa saja yang harus hukum terhadap fakta yang
dipenuhi untuk dapat memidana terlihat.
terdakwa dalam hal ini Labora
Sitorus.
2. Pengadilan Tinggi
10
ibid

9
DIPONEGORO LAW REVIEW
Volume 5, Nomor 2, Tahun 2016
Website : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/

Diskresi Dapat diterapkan namun Keputusan Penyidik


terbatas. Kepolisian menempatkan Labora
Tidak melakukan tafsiran
hukum. Namun melakukan
Sitorus dan Immanuel Mamoribo
tafsiran lebih lanjut mengenai sebagai Tersangka sudah tepat dan
fakta-fakta yang belum benar serta bukan rekayasa. Hal ini
terungkap dan menyimpulkan didasarkan pada fakta persidangan :
adanya unsur-unsur TPPU. Meskipun nama Terdakwa tidak
tercantum di dalam akta pendirian
perusahaan CV. Laksana Bintang
3. Mahkamah Agung
Timur dan UD. Meubel Rotua serta
Diskres Dapat diterapkan namun PT. Rotua, melainkan atas nama
i terbatas. orang lain, misalnya Lulu Ilvani
Tidak melakukan tafsiran selaku Dirut, Lisna Panauhe
hukum. Namun melakukan
tafsiran lebih lanjut mengenai
Direktur, Sandrinje Panauhe.
fakta-fakta yang belum
terungkap dan menyimpulkan Namun dalam kenyataannya
adanya unsur-unsur TPPU. atau secara de facto Terdakwa
Labora Sitorus mempunyai
kekuasaan dan kewenangan yang
Dapat dilihat pada sangat signifikan dan sangat
pertimbangan hakim terkait alasan- menentukan dalam pengambilan
alasan yang diajukan oleh terdakwa. keputusan dan kebijakan perusahaan.
Alasan kasasi Terdakwa Labora Saksi Lulu Ilvani menerangkan
Sitorus dan Immanuel Mamoribo bahwa setiap kali pengambilan
bahwa penetapan dirinya sebagai keputusan atau kebijakan perusahaan
tersangka berdasarkan Laporan Polisi selalu berkoordinasi dan meminta
Nomor : 65/ III/2013/SPKT/Papua petunjuk dari Terdakwa Labora.
adalah rekayasa Polisi. Kejadiannya Terdakwa yang menentukan setiap
bermula dari penetapan Saudara langkah dan keputusan yang akan
Selewanus Burdam sebagai diambil oleh pimpinan perusahaan.
tersangka berdasarkan
LP.No.65/III/2013/ SPKT/Papua. Jadi benar secara legalitas
nama yang tercantum dalam akta
Namun kemudian dalam perusahaan adalah Lulu Ilvani, Lisna
perkembangannya Saudara Panauhe, dan Sandrinje Panauhe,
Selewanus dicoret/diganti menjadi tidak ada nama Terdakwa Labora,
Labora Sitorus dan Immanuel akan tetapi secara nyata dan de facto
Mamoribo sebagai pihak tersangka. Terdakwa sebagai penentu dan
Sedangkan Saudara Selewanus pengendali perusahaan di lapangan.
berubah menjadi saksi. Keberatan ini Direktur Utama dan Direktur serta
tidak dapat dibenarkan sebab peranan Komisaris hanya formalitas belaka.
dan tanggung jawab Terdakwa Adapun latar belakang mengapa
Labora Sitorus dan Saudara Terdakwa tidak mencantumkan
Immanuel Mamoribo sangat namanya dalam akta perusahaan
menentukan dan signifikan dalam hal sebagai pemegang saham disebabkan
terjadi perkara a quo. kedudukan atau posisi Terdakwa
sebagai Anggota Kepolisian

10
DIPONEGORO LAW REVIEW
Volume 5, Nomor 2, Tahun 2016
Website : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/

Republik Indonesia Polres Raja yang diambil Hakim pada akhirnya


Ampat Papua. adalah menjatuhkan pidana salah
satunya adalah Menghukum
Bahwa anggota Polri tidak Terdakwa oleh karena itu dengan
diperbolehkan melakukan bisnis pidana penjara selama 15 (lima
secara langsung. Namun untuk belas) tahun dan denda
menghindari larangan ini Terdakwa Rp5.000.000.000,00 (lima miliar
mengambil keuntungan dengan cara rupiah) dengan ketentuan apabila
Terdakwa mengendalikan denda tersebut tidak dibayar akan
perusahaan tidak secara formalitas. diganti dengan pidana kurungan
Pengambilan kesimpulan seperti selama 1 (satu) tahun.
demikian tidak menurut apa adanya
saja, melainkan diterapkan juga apa Dari pembedahan mengenai
yang tersirat dengan mengutarakan unsur yang terkandung dalam
pendapatnya sendiri. pengertian diskresi diatas, dapat
ditarik kesimpulan bahwa Hakim
Pendapat disini bukan berarti Agung di sini memang nyata telah
hanya merupakan asumsi belaka melakukan proses diskresi. Namun
yang tidak berdasar. Melainkan yang menjadi pertanyaan berikutnya
terdapat fakta-fakta yang dapat adalah seberapa besar penerapan
mengarahkan pola pikir hakim dan diskresi yang dilakukan?
menyimpulkan demikian. Begitu
juga dengan pertimbangan- Diskresi yang dilakukan di
pertimbangan lainnya merupakan sini tidak terlalu besar dan luas.
tafsiran hakim yang memiliki dasar Penafsiran yang dilakukan lebih
yang jelas. dominan pada fakta-fakta yang
diterjemahkan ke dalam suatu
Berikutnya pada tahapan ini kesimpulan menurut asumsi hakim.
hakim memilah, kemudian memilih Dengan kata lain penerapan diskresi
atau menetapkan pilihan. Bentuk dilakukan terbatas.
memilah disini antara lain dari proses
membaca hingga menafsirkan tadi ia
memilah-memilah dasar hukum atau
pasal apa yang tepat untuk 3. Peran Paradigma Dalam
menangani perkara yang ia hadapi. Penerapan Diskresi Oleh
Hakim Dalam Perkara Pidana
Selanjutnya Hakim membuat Dengan Terdakwa Labora
suatu keputusan atau kesimpulan Sitorus
tertentu. Kesimpulan yang diambil
disini adalah menyatakan Terdakwa Sebelum dibahas mengenai
LABORA SITORUS terbukti secara bagaimana peran paradigma dalam
sah dan meyakinkan bersalah penerapan diskresi, penulis ingin
melakukan tindak pidana. mengingatkan kembali batapa
besarnya tanggung jawab yang
Langkah yang paling akhir dipikul oleh seorang pelaku diskresi.
dari proses bekerjanya diskresi Hakim memiliki kewenangan yang
adalah mengambil tindakan atau dimiliki oleh seorang pelaku diskresi.
langkah tertentu. Tindakan tertentu

11
DIPONEGORO LAW REVIEW
Volume 5, Nomor 2, Tahun 2016
Website : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/

Hakim tidak boleh melupakan bahwa keadilan serta proses pembangunan


dirinya harus berlaku adil dalam peradaban bangsa.11
menjalankan tugas kekuasaan
kehakiman, dengan demikian Tegaknya hukum dan
diskresi yang dilakukan dapat keadilan serta penghormatan
berbuah keadilan juga. terhadap keluhuran nilai
kemanusiaan menjadi prasyarat
a) Hakim Dalam Menjalankan tegaknya martabat dan integritas
Tugas Kekuasaan Kehakiman Negara. Dan hakim sebagai aktor
utama atau figur sentral dalam proses
Hakim adalah pejabat yang peradilan senantiasa dituntut untuk
melaksanakan tugas kekuasaan mengasah kepekaan nurani
kehakiman (Pasal 31 Undang- memelihara integritas, kecerdasan
Undang Nomor 4 tahun 2004). moral dan meningkatkan
Bahwa Republik Indonesia adalah profesionalisme dalam menegakkan
Negara hukum dan konsekuensinya hukum dan keadilan bagi masyarakat
ditentukan kekuasaan kehakiman banyak. Oleh sebab itu, semua
yang merdeka , terlepas dari wewenang dan tugas yang dimiliki
pengaruh kekuasaan pemerintah dan oleh hakim harus dilaksanakan dalam
karenanya harus ada jaminan tentang rangka menegakkan hukum,
keadilannya dalam sengketa atau kebenaran dan keadilan tanpa
pelanggaran hukum. Maka tugas pandang bulu dengan tidak
hakim dalam penegakan hukum membeda-bedakan orang seperti
bersifat represif artinya menentukan diatur dalam lafal sumpah seorang
hukum dan keadilan itu setelah hakim, dimana setiap orang sama
terjadinya kasus-kasus yang konkret kedudukannya di depan hukum
dan pada gilirannya dengan putusan maupun hakim.
hakim, maka hakim menciptakan
salah satu sumber hukum. Dalam melaksanakan
tugasnya, hakim kadang-kadang
Pengadilan yang mandiri, merupakan terompet undang-undang,
netral (tidak memihak), kompeten, di mana hukum telah jelas sehingga
transparan, akuntabel dan hakim tinggal menerapkan, pada saat
berwibawa, yang mampu lain hakim harus menafsirkan
menegakkan wibawa undang-undang. Dan hakim dituntut
hukum,pengayoman hukum, untuk menemukan hukum, yakni
kepastian hukum dan keadilan hakim tidak boleh menolak untuk
merupakan conditio sine qua non mengadili suatu perkara yang
atau persyaratan mutlak dalam diajukan dengan alasan bahwa
sebuah negara yang berdasarkan hukum tidak atau kurang jelas,
hukum. Pengadilan sebagai pilar melainkan hakim wajib untuk
utama dalam penegakan hukum dan memeriksa dan mengadilinya.
Tuntutan seorang hakim untuk

11
Ridwan. IGN, Literatur Kuliah Etika dan
Tanggungjawab Progesi Hukum, Universitas
Diponegoro, 2015.

12
DIPONEGORO LAW REVIEW
Volume 5, Nomor 2, Tahun 2016
Website : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/

menemukan hukum jelas Paradigma Pos Tidak terbukti.


menandakan bahwa seorang hakim Positivisme Hakim hanya
menerapkan hukum yang
memiliki diskresi. ada, dan tidak melakukan
diskresi.
Hakim yang berbudi pekerti
luhur dapat menunjukkan bahwa Paradigma Tidak terbukti.
profesi hakim adalah suatu Critial Theory Hakim hanya
kemuliaan. Profesi hakim memilki menerapkan hukum yang
sistem etika yang mampu ada, dan tidak melakukan
diskresi.
menciptakan disiplin tata kerja dan
menyediakan garis batas tata nilai Paradigma Tidak terbukti.
yang dapat dijadikan pedoman bagi Konstruktivisme Hakim hanya
hakim untuk menyelesaikan tugasnya menerapkan hukum yang
dalam menjalankan fungsi dan ada, dan tidak melakukan
mengemban profesinya. Karna itu diskresi.
seorang hakim dengan diskresi yang
dimilikinya menghasilkan sebuah
tanggung jawab besar dan harus Ringkasan PT &MA
dijalankan dengan sangat hati-hati. Paradigma Tidak terbukti.
Positivisme Hakim hanya
1. Peran Paradigma Dalam menerapkan hukum
Penerapan Diskresi Oleh yang ada, namun
Hakim. diskresi tetap
Dari pembahasan mengenai dilakukan walau
terbatas pada
penerapan diskresi oleh hakim dalam penafsiran fakta-
perkara pidana dengan terdakwa fakta tertentu.
Labora Sitorus dapat dilihat Paradigma Pos Terbukti.
paradigma apa yang muncul ke Positivisme Hakim menerapkan
permukaan penelitian ini. Paradigma hukum yang ada,
namun diskresi
yang secara dominan dianut hakim di tetap dilakukan
sini adalah paradigma pos- walau terbatas pada
positivisme. Paradigma tersebut penafsiran fakta-
selain mempengaruhi pola perilaku fakta tertentu.
hakim dalam memutus juga termasuk Paradigma Critial Tidak terbukti.
Theory Diskresi yang
dalam melakukan diskresi. Berikut
dilakukan tidak
ini adalah tabel tentang hakim dan mencakup ciri dari
paradigma. diskresi pada
paradigma ini.
Ringkasan PN Paradigma Tidak terbukti.
Paradigma Terbukti. Konstruktivisme Salah satu ciri dari
Positivisme Hakim hanya diskresi pada
menerapkan hukum yang paradigma ini
ada tanpa melakukan adalah hukum tidak
suatu diskresi. lagi dikaitkan
dengan diskresi
atau bukan diskresi.
Sedangkan terhadap
diskresi yang

13
DIPONEGORO LAW REVIEW
Volume 5, Nomor 2, Tahun 2016
Website : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/

dilakukan di sini pergeseran yang mulai keluar dari


masih dilakukan wilayah positivisme. Positivisme
penerapan hukum.
dilihat dari ontologinya, Legal
Positivism berontologikan realisme
naif yang menganggap hukum adalah
realitas eksteral yang bersifat
Pengaruh paradigma dalam objektif, real dan dapat dipahami
bertindak melingkupi segala hal. secara penuh. Sedangkan
Paradigma seorang hakim akan epistemologinya adalah dualis dan
mempengaruhinya dalam objektivis dimana hukum diyakini
menentukan final dicision yang sebagai entinity yang bebas nilai
berbentuk vonis atau putusan bagi sehingga memposisikannya di luar
terdakwa. Itulah yang menjadikan dari dirinya sendiri.
alasan kuat mengapa putusan hakim Melihat kembali
dengan kasus yang sama akan pertimbangan hakim mengenai
menghasilkan putusan yang berbeda. kedudukan Labora Sitorus dalam
Peran paradigma seorang hakim akta pendirian perusahaan. Hakim
dalam menjatuhkan putusan tudak berpendapat meskipun nama
bisa dielakkan lagi. Segala realitas Terdakwa tidak tercantum di dalam
yang dihadapinya akan akta pendirian perusahaan CV.
ditindaklanjuti oleh akal yang sudah Laksana Bintang Timur dan UD.
terbentuk dengan paradigmanya Meubel Rotua serta PT. Rotua,
masing-masing. Penggunaan diskresi melainkan atas nama orang lain,
bagi penganut post positivisme misalnya Lulu Ilvani selaku Dirut,
adalah dimungkinkan namun Lisna Panauhe Direktur, Sandrinje
penggunaan tersebut tidak bisa Panauhe. Namun dalam
merdeka sepenuhnya. kenyataannya atau secara de facto
Hal ini dapat dilihat dari Terdakwa Labora Sitorus
penafsiran yang dilakukan. Pada mempunyai kekuasaan dan
pertimbangan hakim agung di sini kewenangan yang sangat signifikan
memang hanya merujuk pada dan sangat menentukan dalam
memori yang diajukan, namun bukan pengambilan keputusan dan
berarti dibatasi untuk tidak boleh kebijakan perusahaan.
melakukan penafsiran lebih dalam Munculnya anggapan
mengenai ketentuan hukum. Adalah demikian disebabkan saksi Lulu
benar bahwa dalam pertimbangannya Ilvani yang menerangkan bahwa
dilakukan penafsiran mengenai setiap kali pengambilan keputusan
penerapan hukum, namun penafsiran atau kebijakan perusahaan selalu
disini hanya berupa menegaskan berkoordinasi dan meminta petunjuk
mengenai terpenuhinya unsur-unsur dari Terdakwa Labora. Terdakwa
pasal. yang menentukan setiap langkah dan
Penafsiran seperti dijelaskan keputusan yang akan diambil oleh
di atas memang memenuhi unsur pimpinan perusahaan. Jadi benar
positivisme, namun ketika secara legalitas nama yang tercantum
pertimbangan tersebut dilihat lebih dalam akta perusahaan adalah Lulu
dalam akan tampak adanya Ilvani, Lisna Panauhe, dan Sandrinje

14
DIPONEGORO LAW REVIEW
Volume 5, Nomor 2, Tahun 2016
Website : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/

Panauhe, tidak ada nama Terdakwa Pemohon II/ Terdakawa,


Labora akan tetapi secara nyata dan Mahkamah Agung berpendapat
de facto Terdakwa sebagai penentu bahwa alasan-alasan tersebut tidak
dan pengendali perusahaan di dapat dibenarkan.
lapangan. Direktur Utama dan 2. Terkait ditolak dan dikabulkannya
Direktur serta Komisaris hanya permohonan para pihak, hakim
formalitas belaka. memiliki pertimbangan-
pertimbangan seperti yang telah
Hakim yang bergerak dengan dijelaskan sebelumnya. Dari
paradigma positivime sepenuhnya pertimbangan tersebut dapat dilihat
tidak akan menghiraukan unsur- penerapan diskresi seperti apa
unsur seperti di atas dan hanya yang dilakukan oleh hakim
memandang bahwa nama Labora Mahkamah Agung dalam perkara
Sitorus tidak ada dalam akta pidana ini. Diskresi yang
pendirian. Namun hakim disini dilakukan di sini tidak terlalu besar
mencoba untuk lebih kritis dengan dan luas. Penafsiran yang
berfikir lebih mendalam dan dilakukan lebih dominan pada
mencoba untuk melihat apa yang fakta-fakta yang diterjemahkan ke
tersirat. Pemikiran seperti ini yang dalam suatu kesimpulan menurut
meyakinkan penulis untuk asumsi hakim. Dengan kata lain
mengambil kesimpulan bahwa penerapan diskresi yang dilakukan
paradigma post positivisme lah yang sangat terbatas.
muncul ke permukaan penelitian ini. 3. Dari penerapan diskresi oleh
hakim mahkamah agung dalam
perkara pidana dengan terdakwa
Labora Sitorus di sini dapat dilihat
IV. SIMPULAN
paradigma apa yang muncul ke
Dari uraian penjelasan di atas, permukaan penelitian ini sini
dapat ditarik kesimpulan antara lain: adalah paradigma post positivisme.
Hal ini dapat dilihat dari
1. Dalam kasus ini baik Penuntut penafsiran yang dilakukan. Pada
Umum maupun Terdakwa pertimbangan hakim agung di sini
keduanya memberikan alasan yang memang hanya merujuk pada
jauh berbeda terkait judex facti memori yang diajukan, namun
(Pengadilan Tinggi) sehingga bukan berarti dibatasi untuk tidak
pertimbangan hakim pada tingkat boleh melakukan penafsiran lebih
kasasi ini haruslah mengacu pada dalam mengenai ketentuan hukum.
alasan-alasan kedua pihak yang Adalah benar bahwa dalam
kemudian mengadili sendiri pertimbangannya dilakukan
berdasarkan pandangannya penafsiran mengenai penerapan
terhadap alasan-alasan tersebut. hukum, namun penafsiran disini
Mahkamah Agung membenarkan hanya berupa menegaskan
alasan-alasan yang diberikan oleh mengenai terpenuhinya unsur-
Pemohon I/ Jaksa Penuntut unsur pasal. Penafsiran yang
Umum, sedangkan untuk alasan- dilakukan lebih dominan pada
alasan yang diberikan oleh fakta-fakta yang diterjemahkan ke

15
DIPONEGORO LAW REVIEW
Volume 5, Nomor 2, Tahun 2016
Website : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/

dalam suatu kesimpulan menurut Ridwan. IGN, 2015. Literatur Kuliah


asumsi hakim. Hal ini lah yang Etika dan Tanggungjawab
meyakinkan penulis untuk Progesi Hukum, Semarang:
mengambil kesimpulan bahwa Fakultas Hukum Universitas
paradigma post positivisme lah Diponegoro
yang muncul ke permukaan Sukinta, 2015. Literatur Kuliah
penelitian ini. Hukum Acara Pidana,
4. Pengaruh paradigma seseorang Semarang: Fakultas Hukum
dalam menerapkan diskresi sangat Universitas Diponegoro
besar. Hanya dengan melihat
bagaimana penerapan diskresi Peraturan
yang dilakukan dan pertimbangan-
pertimbangan apa yang diberikan KUHP ditulis oleh Prof. Moeljatno,
seorang hakim, merupakan hal S.H.
yang mudah untuk mendeteksi
KUHAP ditulis oleh M. Karjadi dan
paradigma apa yang di anut.
R. Soesil
Artinya diskresi yang dilakukan
seorang hakim adalah wujud dari Undang-Undang Dasar Negara
bekerjanya paradigma pada diri Republik Indonesia tahun 1945
seorang hakim
Undang-Undang Nomor 48 tahun
V. DAFTAR PUSTAKA 2009, tentang Kekuasaan
Kehakiman
Literatur
Indarti, Erlyn, 2000. Diskresi Website
Kepolisian, Semarang: Badan
Penerbit Universitas Diponegoro www.google.co.id
-----------------, 2010. Diskresi dan
Paradigma Sebuah Telaah www.mahkamahagung.go.id
Filsafat Hukum, Semarang:
Badan Penerbit Universitas
Diponegoro
Nanda, Agung Dewantara, 1987.
Masalah Kebebasan Hakim
Dalam Menangani Suatu
Perkara Pidana, Jakarta: Aksara
Persada Indonesia
Putri Budiyanty, Ratih, 2012.
Paradigma, Diskresi, dan
Disparitas Putusan Hakim
Dalam Perkara Pidana di
Pengadilan Militer Semarang:
Sebuah Kajian Filsafat Hukum,
Semarang: Skripsi, Universitas
Diponegoro

16

Anda mungkin juga menyukai