Anda di halaman 1dari 8

KEBEBASAN DAN PEDOMAN HAKIM DALAM dilaksanakan oleh suatu lembaga yang disebut

PENERAPAN PUTUSAN PENGADILAN 1 dengan lembaga peradilan, yang berwenang


Oleh : Briean Imanuel Kaeng2 untuk melakukan pemeriksaaan, penilaian dan
Ruddy Watulingas3 memberikan keputusan terhadap konflik.
Harly Stanly Muaja4 Kewenangan tersebut dikenal dengan
kekuasaan kehakiman yang dalam praktiknya
dilaksanakan oleh hakim. Hakim dalam
ABSTRAK menyelesaikan konflik yang dihadapkan
Tujuan dilakukannya penelitian ini untuk kepadanya harus dapat menyelesaikan secara
mengetahui bagaimana implementasi prinsip obyektif berdasarkan hukum yang berlaku, maka
kebebasan hakim dalam memutuskan suatu dalam proses pengambilan keputusan, para
perkara pidana yang ditanganinya dan apa hakim harus mandiri dan bebas dari pengaruh
kendala bagi hakim dalam penjatuhan perkara pihak manapun, termasuk dari eksekutif. Dalam
pidana, dengan metode penelitian hukum pengambilan keputusan, para hakim hanya
normative dapat disimpulkan 1. Implementasi terikat pada fakta-fakta yang relevan dan kaidah
prinsip kebebasan hakim dalam memutuskan hukum yang menjadi atau dijadikan landasan
perkara dimana Hakim bebas dari campur tangan hukum keputusannya. Tetapi penentuan fakta-
kekuasaan ekstra yudisial, baik kekuasaan fakta yang termasuk fakta-fakta yang relevan dan
eksekutif maupun legislatif dan kekuatan ekstra pilihan kaidah hukum yang mana yang akan
yudisial lainnya dalam masyarakat, seperti pers. dijadikan landasan untuk menyelesaikan kasus
dalam memeriksa dan mengadili bebas untuk yang dihadapinya diputuskan oleh hakim yang
menentukan sendiri cara-cara memeriksa dan bersangkutan sendiri.
mengadili, kebebasan hakim bermakna Dengan demikian, jelas bahwa hakim
kebebasan dalam konteks kebebasan lembaga atau para hakim memiliki kekuasaan yang besar
peradilan. nasihat atau petunjuk, hal ini tidak terhadap para pihak yang bersengketa berkenaan
mengurangi makna kebebasan hakim. 2. Kendala dengan masalah atau konflik yang dihadapkan
yang dihadapi oleh hakim dalam penjatuhan kepada hakim atau para hakim tersebut. Namun
pidana antara lain, pertama kendala internal dengan demikian berarti pula bahwa para hakim
yaitu kendala yang terdapat pada proses selama dalam menjalankan tugasnya sepenuhnya
di dalam persidangan penjatuhan pidana itu memikul tanggung jawab yang besar dan harus
sendiri. Yang kedua kendala eksternal yaitu menyadari tanggung jawabnya tersebut, sebab
kendala yang berasal dari luar lingkup proses keputusan hakim dapat membawa akibat yang
persidangan penjatuhan pidana. sangat jauh pada kehidupan orang-orang lain
Kata Kunci: Kebebasan, Hakim, Putusan, yang terkena oleh jangkauan keputusan tersebut.
Pengadilan Keputusan hakim yang tidak adil bahkan dapat
membekas dalam batin para yastisinbel yang
PENDAHULUAN bersangkutan sepanjang perjalanan hidupnya.5
A. Latar Belakang. Landasan yuridis dan filosofis kekuasaan
Dalam dinamika kehidupan sehari-hari kehakiman sebagai lembaga yang mandiri dan
sering terjadi konflik di dalam masyarakat. Konflik bebas dari segala bentuk campur tangan dari luar,
yang terjadi seringkali tidak dapat diselesaikan sebagaimana yang dikehendaki di dalam Pasal 24
oleh para pihak yang terkait. Untuk dapat UUD 1945, bahwa kekuasaan kehakiman adalah
menyelesaikan konflik tersebut seringkali kekuasaan negara yang merdeka untuk
diperlukan adanya campur tangan institusi menyeleggarakan peradilan guna menegakkan
khusus yang memberikan penyelesaian secara hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila dan
obyektif, penyelesaian tersebut tentunya UUD 1945, demi terselenggaranya negara hukum
didasarkan kepada pedomanpedoman yang Republik Indonesia. Oleh karena itu, hakim
berlaku secara obyektif. Fungsi ini lazimnya sebagai unsur inti dalam SDM yang menjalankan
kekuasaan kehakiman di Indonesia, dalam
1
Artikel Skrripsi menjalankan tugas pokok dan fungsi kekuasaan
2
Mahasiswa Pada Fakultas Hukum Unsrat NIM kehakiman wajib menjaga kemandirian peradilan
18071101158
3
Fakultas Hukum Unsrat, Doktor Ilmu Hukum 5 Suhrawardi K. Lubis, Etika Profesi Hakim,Sinar
4
Fakultas Hukum Unsrat, Magister Ilmu Hukum Grafika, 2002, Jakarta,h. 29
melalui integritas kebebasan hakim dalam pertimbangan keadilan sosiologis, dan
memeriksa dan memutus perkara sebagaimana pertimbangan keadilan yuridis.
diatur di dalam Pasal 39 ayat (4) UU No. 48 Tahun Akhir-akhir ini banyak putusan,
2009. penetapan, dan tindakan hakim atau majelis
hakim yang mendapatkan kritik dan reaksi negatif
Pancasila dan UUD 1945 secara tekstual dari masyarakat, yang dapat menurunkan
disebutkan sebagai landasan dasar kekuasaan kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan.
kehakiman dalam penegakan hukum, maka kajian Mahkamah Agung sendiri berkesimpulan bahwa
tentang kebebasan hakim sebagai obyek material terjadinya kritik dan reaksi negatif tersebut
harus dipandang dan dimaknai dari sudut disebabkan karena kurangnya atau lemahnya
pandang filsafat Pancasila sebagai pandangan kontrol ketua pengadilan 7 atau lemahnya
hidup bangsa, dan UUD 1945 sebagai landasan manajemen pengawasan pimpinan pengadilan 8
yuridis konstitusionalnya. Jadi ketika dikaitkan terhadap pelaksanaan tugas para hakim.
dengan persepsi hakim Indonesia dalam Kelemahan kontrol tersebut adalah sebagai
memaknai kebebasan hakim saat menjalankan akibat adanya kerancuan memahami prinsip
tugas pokok yang dikatakan adalah kebebasan kebebasan hakim yang diidentikkan dengan
yang bertanggung jawab dan sesuai dengan kebebasan lembaga peradilan.
peraturan perundang-undangan yang berlaku, Berkaitan dengan prinsip kebebasan
maka kebebasan hakim adalah kebebasan dalam hakim tersebut, sebagian hakim telah memahami
kontrol koridor Pancasila dan UUD 1945. kebebasan hakim yang melekat pada dirinya
Pancasila sebagai nilai dasar atau nilai sebagai kebebasan absolut, sehingga dengan dalil
fundamental mengandung pengertian abstrak, prinsip kebebasan hakim tersebut, sebagian
umum, dan universal bagi bangsa Indonesia oknum hakim
khususnya dan dunia pada umumnya. Apabila dapat melegalkan segala tindakannya dan
dikaji secara mendalam, maka pengertian yang pimpinan pengadilan tidak cukup memiliki
abstrak, umum, dan universal tersebut, sangat referensi argumentasi untuk meluruskan
ideal dan memungkinkan untuk dijabarkan ke pendirian anak buahnya yang memaknai
bidang filsafat, hukum, sosial, ekonomi, dan kebebasan hakim secara keliru tersebut.
sebagainya6. Dengan demikian nilainilai filsafat Berdasarkan uraian diatas maka penulis
yang terkandung dalam Pancasila dapat dijadikan merasa tertarik untuk menulis proposal skripsi ini
sebagai alat untuk merefleksikan makna hakiki dengan memilih judul : “Batas-batas Kebebasan
kebebasan hakim dalam konteks penegakan dan Pedoman Hakim Dalam Penerapan Pidana”.
hukum di Indonesia.
Hakim harus mampu merefleksikan B. Rumusan Masalah.
setiap teks pasal yang terkait dengan fakta 1. Bagaimana Implementasi Prinsip
kejadian yang ditemukan di persidangan ke Kebebasan Hakim Dalam Memutuskan
dalam putusan hakim yang mengandung nilai- Suatu Perkara Pidana Yang Ditanganinya?
nilai Pancasila dan nilai-nilai konstitusi dasar 2. Apa Kendala Bagi Hakim Dalam
dalam UUD 1945, sehingga setiap putusan hakim Penjatuhan Perkara Pidana?
memancarkan pertimbangan nilai filosofis tinggi,
konkretnya ditandai oleh karakter putusan yang C. Metode Penelitian
berKetuhanan, berperikemanusiaan, menjaga Penelitian hukum adalah suatu proses
persatuan, penuh kebajikan, dan berkeadilan untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna
Filsafat harus masuk membantu pikiran menjawab isu hukum yang dihadapi. Dalam
hakim menyusun pertimbangan putusannya, pembahasan masalah, penulis sangat
sehingga putusan hakim mengandung nilainilai memerlukan data dan keterangan dalam
keadilan filosofis. Putusan hakim yang baik harus
mengandung 3 (tiga) pokok pertimbangan 7 Lihat SEMA No.10 Tahun 2005, tentang
meliputi pertimbangan keadilan filosofis, bimbingan dan petunjuk Pimpinan Pengadilan terhadap
hakim/majelis hakim dalam menangani perkara.
8 Pasal 11 UU No. 2 Tahun 1986, menyatakan

bahwa Pimpinan Pengadilan Negeri terdiri dari seorang


6 Soejadi, Pancasila sebagai Sumber Tertib ketua dan seorang wakil ketua; pimpinan Pengadilan Tinggi
Hukum Indonesia, Lukman Offset, 1999,Yogyakarta, h..88 terdiri dari seorang ketua dan seorang wakil ketua.
penelitian ini. Untuk mengumpulkan data dan dengan konsep negara hukum (rechtsstaat).
keterangan, penulis menggunakan metode rechtsstaat adalah istilah yang digunakan oleh
sebagai berikut : penganut sistem hukum Eropa Kontinental (civil
1. Tipe Penelitian law system) untuk menyebut negara hukum,
Mengacu pada perumusan masalah, sedangkan the rule of law adalah kata lain dari
maka penelitian yang dilakukan adalah rechtsstaat. Kata tersebut digunakan oleh
penelitian Hukum Normatif Empiris. Penelitian negara-negara yang menganut sistem hukum
normatif empiris adalah suatu metode common law (anglo saxon).Sebab salah satu
penelitian yang dalam hal ini menggabungkan syarat mutlak negara hukum adalah adanya
unsur hukum normatif yang kemudian didukung jaminan akan kemadirian kekuasaan kehakiman
dengan penambahan data atau unsur empiris. atau kebebasan hakim. F.J. Stahl,pakar hukum
Sumber Bahan dari negara yang menganut sistem hukum Eropa
Dalam Penelitian ini Penulis melakukan Kontinental mengemukakan, ada empat unsur
pengumpulan bahan hukum yang mencakup : negara hukum, yakni hak-hak dasar manusia,
a. Bahan hukum primer, berupa peraturan pembagian kekuasaan, pemerintahan
perundang-undangan. Dalam kajian ini berdasarkan peraturan-peraturan (wetmatigheid
peneliti menggunakan bahan hukum yang van bestuur), dan peradilan tata usaha dalam
mengikat seperti peraturan perundang- perselisihan.10
undangan. Sedangkan A.V. Dicey, ahli hukum dari
1) Undang-Undang Dasar Negara Republik negara yang menganut sistem hukum Anglo
Indonesia 1945 Saxon, mengemukakan bahwa unsur-unsur
2) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana negara hukum ada tiga macam, yaitu supremasi
3) Undang- Undang Negara Republik hukum, adanya kesamaan di depan hukum, dan
Indonesia No 48 tahun 2009 tentang terjaminnya hak-hak manusia, baik oleh undang-
Kekuasaan Kehakiman. undang maupun oleh putusan pengadilan.Dalam
4) Undang -Undang Nomor 2 tahun 1986 rumusan F.J. Stahl dan A.V. Dicey tentang unsur-
tentang Peradilan Umum. unsur negara hukum (rechtsstaat) atau the rule
5) Undang -Undang Nomor 8 tahun 2004 of law sebagaimana dikemukakan di atas, asas
tentang Perubahan Atas Undang-Undang kebebasan hakim atau kekuasaan kehakiman
Nomor 2 tahun 1986 tentang Peradilan tidak disebutkan secara tegas, kecuali secara
umum. tersirat. Penyebutan yang tegas tentang hal ini
b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan dapat ditemukan dalam konsep negara hukum
yang memberikan penjelasan bahan hukum menurut Frans Magnis Suseno. Dikemukakan
primer, penulis menggunakan bahan hukum oleh Frans Magnis Suseno11 bahwa ada lima ciri
sekunder meliputi; buku literatur, karya negara hukum12.Kelima ciri tersebut, yakni :
ilmiah maupun hasil penelitian, jurnal,
artikel, arsip-arsip yang mendukung dan atas tiga jenis, yakni kemandirian lembaganya, kemandirian
bahan-bahan hukum lainnya yang dimuat proses peradilannya, dan kemandirian hakimnya sendiri.
dalam media elektronik di internet yang Akan tetapi, mereka juga menegaskan bahwa kemandirian
hakimnya disebut secara tersendiri dan pembahasannya
berkaitan untuk dijadikan bahan akan dikupas lebih dalam lagi karena hakimlah yang secara
perbandingan. fungsional memimpin dan
c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum menyelenggarakan proses peradilan di muka
yang memberi penjelasan terhadap bahan pengadilan serta memberikan putusan kepada pencari
hukum primer dan sekunder seperti kamus keadilan. Uraian lebih jelas tentang hal ini dapat dibaca pada
Bambang Sutiyoso dan Sri Hastuti Puspitasari, Aspek-Aspek
hukum dan kamus bahasa Indonesia. Perkembangan Kekuasaan Kehakiman Indonesia,ed 1, UII
Press, 2005,h. 52-68
PEMBAHASAN 10 Oemar Seno Adji, Prasarana pada Seminar

A. Implementasi Prinsip Kebebasan Hakim Ketatanegaraan Undang-Undang Dasar 1945,Jakarta :


Seruling Masa, 1966,h. 24.
Berbicara tentang prinsip kebebasan 11 Frans Magnis Suseno, Mencari Sosok
hakim atau kekuasaan kehakiman (independensi Demokrasi; Sebuah Telaah Filosofis,Jakarta : Gramedia
peradilan) 9 tidak boleh tidak harus dikaitkan Pustaka Utama,1995,h. 58-59.
12 Menurut Immanuel Kant dalam Franz L.

Neumann, untuk membangun tatanan negara yang stabil


9 Bambang Sutiyoso dan Sri Hastuti Puspitasari, dan rasional, diperlukan suatu hukum dan sistem managerial
membedakan pengertian kemandirian kekuasaan kehakiman pemerintahan yang memastikan tiap orang menaati hukum.
1. Fungsi-fungsi kenegaraan dijalankan oleh bersifat obyektif dan imparsial. Maksud dari sifat
lembaga yang bersangkutan sesuai dengan putusan yang obyektif adalah dalam proses
ketetapan-ketetapan sebuah undang-undang pemberian putusan hakim harus berpendirian
dasar; jujur, berpandangan yang benar atau
2. Undang-Undang Dasar menjamin hak-hak asasi berpandangan sesuai dengan keadaan yang
manusia yang paling penting karena tanpa sebenarnya dengan mengacu pada ukuran atau
jaminan tersebut, hukum dapat menjadi kriteria obyektif yang berlaku umum, sedangkan
sarana penindasan; maksud dari putusan yang bersifat imparsial
3. Badan-badan negara menjalankan kekuasaan adalah putusan yang dihasilkan seorang hakim
masing-masing selalu dan hanya atas dasar tidak memihak kepada salah satu pihak
hukum yang berlaku; menimbulkan rasa ketidakadilan dari pihak-pihak
4. Terhadap tindakan badan negara, masyarakat yang berperkara atau bersengketa. Disamping itu
dapat mengadu ke pengadilan dan putusan keputusan yang diberikan tersebut secara
pengadilan dilaksanakan oleh badan negara; langsung memberikan kepastian hukum dalam
dan masyarakat. Jadi dapat disimpulkan kekuasaan
5. Badan kehakiman bebas dan tidak memihak. kehakiman yang merdeka, harus menjamin
Hakikat kebebasan hakim atau terlaksananya peradilan yang jujur dan adil serta
kemandirian kekuasaan kehakiman memenuhi kepastian hukum dalam masyarakat
(independensi peradilan) itu bermaksud untuk berdasarkan hukum yang berlaku.
mencegah penyalahgunaan wewenang dan Dalam upaya menemukan dan menerapkan
kekuasaan oleh badan negara. Sehubungan keadilan dan kebenaran, putusan pengadilan
dengan ini Frans Magnis Suseno, 13 harus sesuai dengan tujuan asasi dari suatu
mengemukakan bahwa dengan adanya putusan pengadilan.
kebebasan dan kemandirian kekuasaan Tujuan putusan pengadilan sejatinya :
kehakiman dari cabang kekuasaan negara a. Harus melakukan solusi autoritatif, artinya
lainnya, maka diharapkan bahwa badan memberikan jalan keluar dari masalah hukum
yuridikatif dapat melakukan kontrol segi hukum yang dihadapi oleh para pihak (penggugat vs
terhadap kekuasaan negara disamping untuk tergugat; terdakwa vs penuntut umum), dan
mencegah dan mengurangi kecenderungan tidak ada lembaga lain selain badan peradilan
penyalahgunaan wewenang atau kekuasaan. yang lebih tinggi, yang dapat menegaskan
Tidak hanya kemandirian kekuasaan kehakiman, suatu putusan pengadilan;
terutama dari pengaruh kekuasaan pemerintah b. Harus mengandung efisiensi, yaitu cepat,
akan membuka peluang terjadinya sederhana, biaya ringan, karena keadilan yang
penyalahgunaan kekuasaan dan pengabaian hak tertunda itu merupakan ketidakadilan;
asasi manusia oleh penguasa karena kekuasaan c. Harus sesuai dengan tujuan undang-undang
kehakiman yang secara konstitusional memiliki yang dijadikan dasar putusan pengadilan
wewenang untuk menjalankan fungsi kontrol tersebut;
terhadap kekuasaan pemerintah sulit d. Harus mengandung aspek stabilitas, yaitu
menjalankan fungsi tersebut. ketertiban sosial dan ketentraman
Untuk memutus suatu perkara, hakim masyarakat;
memiliki kemerdekaan dari campur tangan atau e. Harus ada fairness, yaitu memberi kesempatan
intervensi dari pihak manapun, yang dikenal yang sama bagi pihak yang berperkara.14
dengan kekuasaan kehakiman yang merdeka, Dasar hukum tentang prinsip kebebasan
atau dapat diartikan sebagai kekuasaan hakim adalah Pasal 24 ayat (1) UUD 1945 yang
kehakiman yang bebas dari campur tangan pihak menentukan bahwa “Kekuasaan kehakiman
manapun.Kekuasaan kehakiman yang merdeka merupakan kekuasaan yang merdeka untuk
ini merupakan suatu kemandirian atau menyelenggarakan peradilan guna menegakkan
kemerdekaan yang dimiliki oleh lembaga hukum dan keadilan”. Dalam interpretasi historis,
peradilan demi terciptanya suatu putusan yang dapat diketahui bahwa pasal tersebut oleh
pembuatnya dimaksudkan bahwa lembaga
Franz L. Neumann, The Rule of Law,Learnington Spa,
Heidelberg,1986,h.56
13 Frans Magnis Suseno, Etika Politik : Prinsip- 14Artidjo Alkostar, Dimensi Kebenaran Dalam
Prinsip Moral Dasar Kenegaraan Modern ,Jakarta : Gramedia, Putusan Hakim, varia peradilan 281,2008,h. 37
1991,h.298-301.
peradilan bebas dari intervensi lembaga eksekutif atau kehendak hakim semata. Namun, dalam
atau lembaga dan perorangan. Prinsip yang pelaksanaannya kebebasan dan kemandirian
terkandung didalamnya adalah bahwa yang diberikan kepada kekuasaan kehakiman
kemerdekaan, kebebasan, atau kemandirian (hakim) tersebut tidak dapat dilaksanakan
adalah bersifat kelembagaan, yaitu lembaga sebagaimana mestinya.
peradilan. Hal tersebut disebabkan dalam
Mengenai prinsip kebebasan hakim menjalankan kemandiriannya hakim dibatasi oleh
sebagaimana dimaksudkan Pasal 32 ayat (5) sistem pemerintahan, politik, dan ekonomi, serta
Undang-undang No. 14 tahun 1985 tentang peraturan perundang-undangan yang mengatur
Mahkamah Agung (yang tidak dirubah oleh kemerdekaan tersebut. Menurut Sudikno
Undang-undang No.3 Tahun 2009 tentang Mertokusumo, hakim itu bebas dalam atau untuk
Perubahan Kedua Atas Undang-undang No. 14 mengadili sesuai dengan hati
tahun 1985 tentang Mahkamah Agung), tidak nuraninya/keyakinannya tanpa dipengaruhi oleh
dijelaskan lebih lanjut secara rinci oleh undang- siapapun. Hakim bebas memeriksa, membuktikan
undang tersebut, oleh karena itu semangat dan memutuskan perkara berdasarkan hati
makna Pasal 24 ayat (1) UUD 1945 harus nuraninya. Disamping itu juga bebas dari campur
dikembangkan dalam memahami maksud tangan pihak ekstra yudisial16.
kebebasan hakim dalam Pasal 32 ayat (5) Segala campur tangan dalam urusan
Undang-undang No. 14 tahun 1945 tentang peradilan oleh pihak-pihak lain di luar kekuasaan
Mahkamah Agung (yang tidak dirubah oleh kehakiman dilarang, kecuali dalam hal-hal yang
Undang-undang No.3 Tahun 2009 tersebut dalam UUD1945. Tetapi di dalam praktik
tentang Perubahan Kedua Atas Undang-undang ketentuan itu tidak jarang dilanggar, antara lain
No. 14 tahun 1945 tentang Mahkamah Agung), dengan mengambil jalan pintas dengan
bahwa kebebasan hakim harus dalam kerangka menggunakan surat sakti, telepon sakti, suap dan
prinsip kebebasan lembaga peradilan.Karena sebagainya 17 . Hoentink mengatakan bahwa,
hakim adalah sub sistem dari lembaga peradilan, hakim tidak boleh mengadili melulu menurut
sebagai pejabat yang melaksanakan kekuasaan perasaan keadilan diri pribadinya, melainkan ia
kehakiman, sehingga kebebasan hakim haruslah terikat kepada nilai-nilai yang berlaku secara
selalu berada di dalam koridor kemerdekaan obyektif di dalam masyarakat. Scholten
Kekuasaan Kehakiman, sebagaimana ditentukan mengatakan bahwa, hakim terikat pada sistem
di dalam Pasal 3 ayat (1) UU No. 48 Tahun 2009 hukum yang telah terbentuk dan berkembang di
tentang Kekuasaan Kehakiman, yang menyatakan dalam masyarakat.
bahwa “Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, Dengan tiap-tiap putusannya hakim
hakim dan hakim konstitusi wajib menjaga menyatakan dan memperkuat kehidupan norma-
kemadirian peradilan”. norma hukum yang tidak tertulis18.
Kekuasaan Kehakiman sendiri diartikan Apabila hakim sudah merasa cukup
sebagai kekuasaan negara yang merdeka untuk dalam memeriksa perkara yang diajukan
menyelenggarakan peradilan guna menegakkan kepadanya, maka tibalah saatnya ia akan
hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila dan memberikan putusan atas perkara yang diajukan.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Dalam memutus perkara tersebut disyaratkan
Tahun 1945, demi terselenggaranya negara dalam undang-undang bahwa disamping
hukum Republik Indonesia, hal ini dinyatakan berdasarkan alat-alat bukti yang sudah
dalam Pasal 1 ayat (1) UU No. 48 Tahun 2009 ditentukan oleh undangundang, juga harus
tentang Kekuasaan Kehakiman. Selain itu, perlu berdasarkan pada keyakinan hakim. Untuk
dikemukakan bahwa kekuasaan kehakiman menentukan adanya keyakinan ini tidaklah
dalam melaksanakan wewenang yudisial bersifat mudah bagi hakim dalam menjalankan tugas
tidak mutlak karena tugas hakim adalah untuk profesinya. Keadaan demikian dikhawatirkan jika
menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan hakim salah dalam menentukan keyakinannya,
Pancasila dan UUD 1945 sehingga putusannya maka akan terjadi kesesatan yang mengakibatkan
mencerminkan rasa keadilan rakyat Indonesia,15
bukan keadilan subyektif menurut pengertian 16 Sudikno Mertokusumo, Sistem Peradilan di

Indonesia,4 Jurnal Hukum FH-UII, Jakarta,1997,h. 5


17 Ibid.
15 Sudikno dalam Bambang Sutiyoso dan Sri 18 I.G.N. Soegangga, Pengantar Hukum
Hastuti Puspitasari, op.cit. 67 Adat ,Semarang : Badan Penerbit Undip, 1994,h.52
putusan hakim menjadi tidak adil. Menurut pimpinan pengadilan atasannya atas permintaan
Mulyatno, keyakinan hakim adalah suatu hakim atau majelis hakim yang bersangkutan.
keyakinan yang ada pada diri hakim, kalau ia d. Arahan atau bimbingan lisan atau tertulis.
sudah tidak menyangsikan sama sekali akan Arahan atau bimbingan ketua pengadilan
adanya kemungkinan lain daripada yang atau pimpinan pengadilan atasannya di atas,
digambarkan kepadanya melalui suatu dapat dimintakan atau diberikan secara tertulis
pembuktian. Jadi hal yang diyakini kebenarannya (terutama jika tempatnya jauh) atau lisan.
itu sudah di luar keragu-raguan yang masuk akal e. Arahan atau bimbingan tentang penilaian
(beyond reasonable doubt)19. kebenaran, pembuktian, dan keadilan
Berdasarkan uraian di atas, dikaitkan Masalah-masalah penyelenggaraan
dengan Surat Edaran Mahkamah Agung RI Nomor peradilan, penilaian kebenaran, pembuktiaan,
5 Tahun 1966 tentang Pedoman Fungsi Hirarkhis penerapan hukumnya atau penilaian keadilannya
Badan-Badan Pengadilan/Hakim, maka untuk mencapai keserasian dalam lingkungan
ketentuan-ketentuan yang diatur Surat Edaran suatu peradilan dapat didiskusikan antara para
Mahkamah Agung Ri Nomor 5 Tahun 1966 tidak hakim sendiri di77 bawah pimpinan ketua
bertentangan dengan kemurnian pelaksanaan pengadilan yang bersangkutan secara berkala
Pasal 24 ayat (1) UUD 1945 dan kebebasan atau insidentil tanpa mengurangi prinsip
hakim, yang dapat diuraikan sebagai berikut: kebebasan hakim.
a. Hakim bebas dan bertanggung jawab dalam f. Peringatan atau teguran kepada hakim atau
menjalankan tugasnya. majelis hakim
Hakim atau Majelis hakim yang ditunjuk Peringatan atau teguran oleh ketua
oleh ketua pengadilan untuk mengadili suatu pengadilan atau pimpinan pengadilan atasannya,
perkara harus tetap bebas dan bertanggung baik terhadap penyelenggaraan atau jalannya
jawab dalam menjalankan tugasnya itu, baik peradilan maupun perbuatan hakim dapat
dalam penyelenggaraan peradilan, penilaian diberikan secara umum atau khusus dengan
kebenaran atau keadilannya, dan tidak boleh tulisan atau lisan mengenai suatu perkara, pada
diperintah atau diberi tekanan secara apapun dan asasnya hanya dibenarkan setelah perkara selesai
oleh siapapun. diputus.
b. Menyelenggarakan peradilan dengan seksama
sewajarnya. B. Kendala Bagi Hakim dalam Penjatuhan
Atas permintaan hakim/hakim-hakim Perkara Pidana
yang bersangkutan atau atas inisiatif dari ketua Dalam memberikan pertimbangan saat
atau dari pimpinan pengadilan atasannya secara menjatuhkan pidana oleh hakim terhadap tentu
umum atau dalam perkara tertentu terutama tidak selalu berjalan dengan lancar, ada suatu
dalam perkara-perkara yang menarik perhatian keadaan-keadaan yang menyebabkan terjadinya
publik, berat atau sulit dapat dimintakan atau berbagai kendala dan masalah untuk dihadapi.
diberi bimbingan yang bersifat nasihat-nasihat Dengan adanya kendala-kendala tersebut, maka
atau petunjuk-petunjuk umum dalam penjatuhan pidana tidak dapat memberikan efek
menjalankan tugas tersebut kepada/oleh ketua putusan yang adil dan seimbang menurut
atau pimpinan pengadilan atasannya yang masyarakat maupun bagi anggota Kepolisian itu
bersangkutan yang semuanya harus secara serius sendiri. hakim dalam menciptakan kepastian
harus dinilai sebagai bahanbahan pertimbangan hukum, keadilan dan kemanfaatan.Terdapat
untuk menyelenggarakan peradilan dengan beberapa kendala yang dihadapi majelis hakim
seksama sewajarnya. dalam penjatuhan pidana. Adapun kendala-
c. Arahan atau bimbingan selama pemeriksaan kendala tersebut, pada garisbesarnya dapat
berjalan. dibedakan dalam kendala internal dan kendala
Selama pemeriksaan berjalan sampai eksternal.
dengan pemutusannya maka arahan atau 1. Kendala Internal
bimbingan dan petunjuk-petunjuk tersebut hanya a. Saksi yang Tidak Hadir dan Memberikan
dapat diberikan oleh ketua pengadilan atau Keterangan Palsu di Persidangan.
Saksi akan dipanggil ke pengadilan untuk
memberikan kesaksiannya dalam suatu proses
19 Mulyatno, Kitab Undang-Undang Hukum peradilan. Namun kenyataan dalam praktek di
Pidana,Jakarta :Bina Aksara, 1982,h. 21
sidang pengadilan tindak pidana seringkali saksi
sengaja tidak hadir dalam persidangan, sehingga 2. Kendala Eksternal
keterangan dari saksi tersebut hanya dibacakan. a. Keadaan di Luar Persidangan. Yang dihadapi
Dan juga apabila pernyataan yang dikemukakan hakim pada saat persidangan berlangsung
oleh keterangan saksi disangka palsu saat yaitu keadaan diluar persidangan di
persidangan dan keterangan ini berbeda dengan pengadilan yang ramai dikarenakan adanya
apa yang ada di dalam berita acara pemeriksaan. keributan yang terjadi saat persidangan
Padahal ketidakhadiran saksi di persidangan serta berlangsung. Keramaian tersebut biasanya
pernyataan palsu yang dikemukakan oleh berasal dari pihak terdakwa, hal itu terjadi
seorang saksi merupakan salah satu kendala karena masyarakat dari pihak terdakwa tidak
yangterjadi dalam penerapan alat bukti petunjuk. terima terhadap putusan hakim yang dirasa
Hali ini berpengaruh terhadap hakim dalam tidak adil dalam memutuskan sanksi pidana
mengambil suatu pertimbangan dan penjara terhadap terdakwa.
pertimbangan tersebut bisa dijadikan suatu b. Kurang Kepercayaan Masyarakat.
alasan meringankan atau memberatkan putusan Suatu gejala yang mengkhawatirkan di bidang
pidana terhadap terdakwa. penegakan hukum dan keadilan di pengadilan
b. Terdakwa Tidak Berkata Jujur dan Tidak sekarang ini adalah keadilan hukum yang tidak
Mengakui Perbuatan dalam Persidangan. sejalan lagi dengan keadilan masyarakat. Dampak
Sikap terdakwa dalam persidangan dapat langsung dari kejadian ini adalah hilangnya
mempengaruhi pertimbangan hakim dalam kepercayaan masyarakat kepada negara.
memberikan putusan yang akan dikeluarkan
kepada terdakwa, seperti:
Terdakwa tidak secara terus terang atau PENUTUP
berbohong ketika memberikan keterangan A. Kesimpulan
maupun saat menjawab diberikan pertanyaan. 1. Implementasi prinsip kebebasan hakim dalam
Juga dalam hal terdakwa tidak mengakui memutuskan suatu perkara yang ditanganinya
perbuatan pidana yang dilakukan, misalnya Hakim bebas dari campur tangan kekuasaan
terdakwa yang telah terbukti bersalah tidak ekstra yudisial, baik kekuasaan eksekutif
mengakui perbuatannya. maupun legislatif dan kekuatan ekstra yudisial
Karena hal-hal berikut dapat lainnya dalam masyarakat, seperti pers. Hakim
menghambat, mempersulit hakim dalam dalam memeriksa dan mengadili bebas untuk
memeriksa maupun mengadili perkara yang menentukan sendiri cara-cara memeriksa dan
dihadapkannya, seta membuat jalannya mengadili, kebebasan hakim bermakna
persidangan menjadi lama dari biasanya. kebebasan dalam konteks kebebasan lembaga
c. Kurangnya Alat Bukti. peradilan. Konsekwensi logisnya harus
Saat menjatuhkan putusan, pada dimaknai bahwa baik secara umum maupun
pemeriksaan di persidangan seorang hakim dalam perkara-perkara tertentu, pimpinan
mengacu pada fakta-fakta yang diperoleh, serta pengadilan dapat memberikan arahan atau
juga dari alat bukti yang sah yang terdapat pada bimbingan bagi para hakim yang bersifat
Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum nasihat atau petunjuk, hal ini tidak mengurangi
Acara Pidana (KUHAP), beupa: keterangan saksi, makna kebebasan hakim.
keterangan ahli,surat, petunjuk dan keterangan 2. Kendala yang dihadapi oleh hakim dalam
terdakwa. Sebagaimana dikatakan pada penjatuhan pidana antara lain, pertama
ketentuan Pasal 183 KUHAP yang merupakan kendala internal yaitu kendala yang terdapat
pedoman hakim dalam memberikan pada proses selama di dalam persidangan
pertimbangan terhadap alat bukti, hakim tidak penjatuhan pidana itu sendiri. Yang kedua
boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kendala eksternal yaitu kendala yang berasal
kecuali apabila dengan sekurangkurangnya 2 dari luar lingkup proses persidangan
(dua) alat bukti yang sah ia memperoleh penjatuhan pidana.
keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-
benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang 2.Saran
bersalah melakukannya. Sehingga tidak cukupnya Berdasarkan kesimpulan di atas pada
atau kurangnya alat bukti akan mempengaruhi akhir skripsi ini, penulis memberikan beberapa
pertimbangan hakim dalam memberikan saran sebagai berikut:
putusan.
1. Kebebasan hakim dapat diartikan sebagai Islam”, Jurnal Ilmiah Syari‘ah, Vol 16, No
kemampuan untuk menentukan pilihan secara 1, Januari-Juni 2017, Fakultas Syariah
bebas dan rasioiial menurut keyakinan dalam IAIN Batusangkar.
rangka menegakkan keadilan. Untuk mencapai Peraturan Perundang-undangan :
tujuail tersebut diperlukan hakim yang jujur Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
dan bermoral tinggi supaya dalam memberikan Tahun 1945.
putusan berorientasi pada keadilan yang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
berKetuhanan Yang Maha Esa. Undang- Undang Negara Republik Indonesia No
2. Hakim dengan kebebasannya memegang 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan
peranan penting dalaln pemeriksaan dan Kehakiman. Lembaran Negara Republik
penjatuhan pidana. Untuk itu hakim haus Indonesia Tahun 2009 Nomor 5067.
berusaha meningkatkan kualitas diri melalui
pendidikan baik formal maupun non formal
agar dapat memberikan putusan yang rasional
berdasarkan ilmu pengetahuan hultum.

DAFTAR PUSTAKA
Alkostar Artidjo,2008, “Dimensi Kebenaran
Dalam Putusan Hakim”, varia peradilan
281.
Sutiyoso Bambang dan Sri Hastuti Puspitasari,
2005, “Aspek-Aspek Perkembangan
Kekuasaan Kehakiman Indonesia”,ed 1,
UII Press.
Suseno Magnis Frans, 1991, “Etika Politik :
Prinsip-Prinsip Moral Dasar Kenegaraan
Modern” ,Jakarta : Gramedia.
Mulyatno, 1982, “Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana”,Jakarta :Bina Aksara.
Adji Seno Oemar dan Indriyanto Seno Aji, 1980,
“Peradilan Bebas dan Contempt of
Courts”,Jakarta:Diadit Media
Lubis K Suhrawardi., Etika Profesi Hakim,Sinar
Grafika, 2002
Soejadi, 1999, Pancasila sebagai Sumber Tertib
Hukum Indonesia, Lukman Offset,
Yogyakarta
Mertokusumo Sudikno, Sistem Peradilan di
Indonesia,4 Jurnal Hukum FH-UII,
Jakarta,1997
Soegangga I.G.N., Pengantar Hukum
Adat ,Semarang : Badan Penerbit Undip,
1994,h.52

Jurnal
Failin, 2017, “Sistem Pidana Dan Pemidanaan Di
Dalam Pembaharuan Hukum
Pidana Indonesia”, Jurnal
Cendekia Hukum, Vol. 3, No 1,
September 2017, Sekolah Tinggi
Ilmu Hukum Putri Maharaja
Payakumbuh.
Roni Efendi, 2017, “Pidana Mati Dalam Perspektif
Hukum Pidana Dan Hukum Pidana

Anda mungkin juga menyukai