Anda di halaman 1dari 3

Nama : Al Syifa Indriyani

NIM : 20410693

1. Jelaskan keterkaitan antara kekuasaan kehakiman dan penemuan hukum


Jawab :
Hakim dalam memeriksa, mengadili dan memutus suatu perkara, pertama kali harus
menggunakan hukum tertulis sebagai dasar putusannya. Jika dalam hukum tertulis tidak
cukup, tidak tepat dengan permasalahan dalam suatu perkara, maka barulah hakim
mencari dan menemukan sendiri hukumnya dari sumbersumber hukum yang lain seperti
yurisprudensi, dokrin, traktat, kebiasaan atau hukum tidak tertulis. Hal ini terkait dengan
Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 Pasal 10 ayat (1) tentang Kekuasaan Kehakiman
menentukan bahwa Pengadilan dilarang menolak untuk memeriksa, mengadili, memutus
suatu perkara yang diajukan dengan dalil hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan
wajib untuk memeriksa dan mengadilinya‖. Ketentuan pasal ini memberi makna bahwa
hakim sebagai organ utama Pengadilan dan sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman
wajib hukumnya bagi Hakim untuk menemukan hukumnya dalam suatu perkara
meskipun ketentuan hukumnya tidak ada atau kurang jelas.
Selain itu ada pula ketentuan dalam Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 Pasal 5 (1) juga
menjelaskan bahwa Hakim dan Hakim Konstitusi wajib mengali, mengikuti dan
memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat‖. Kata
menggali‖ biasanya diartikan bahwa hukumnya sudah ada, dalam aturan perundangan tapi
masih samar-samar, sulit untuk diterapkan dalam perkara konkrit, sehingga untuk
menemukan hukumnya harus berusaha mencarinya dengan menggali nilai-nilai hukum
yang hidup dalam masyarakat. Apabila sudah ketemu hukum dalam penggalian tersebut,
maka Hakim harus mengikutinya dan memahaminya serta menjadikan dasar dalam
putusannya agar sesuai dengan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.

2. Mengapa independensi kekuasaan kehakiman merupakan prasyarat penting dalam


melakukan penemuan hukum (rechtsvinding)?
Jawab :
Adanya independensi hakim dalam menjalankan fungsi kekuasaan kehakiman melalui
badan-badan peradilan negara, dimaksudkan agar hakim benar-benar dapat mandiri,
bebas dan merdeka dari segala sesuatu campur tangan yang dapat mempengaruhi
fungsinya dalam memeriksa, mengadili dan memutus suatu perkara yang dihadapkan
kepadanya. Dengan demikian, secara normatif (yuridis-formal), negara melalui konstitusi
dan peraturan perundang-undangan di bawahnya, telah memberi jaminan tentang
independensi Hakim dalam melaksanakan fungsi yudisialnya demi penegakan hukum dan
keadilan. Kekuasaan kehakiman yang merdeka dalam arti independen tersebut, telah
ditegaskan pada Pasal 24 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, sebagai berikut:
(1) Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan
peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.
(2) Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan
yang berada dibawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan
agama, lingkungan peradilan Militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan
oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.
(3) Badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman diatur
dalam undang-undang.

3. Mengapa Integritas moral penegak hukum termasuk hakim sebagai hal yang utama dalam
penegakan hukum (law enforcement), tidak sekedar penguasaan kompetensi keilmuan
saja?
Jawab :
Aspek integritas berperan penting dan berpengaruh dalam penetapan putusan. Dimana
bunyi Pasal 5 ayat (2) Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 menyatakan bahwa
“Hakim harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, jujur, adil,
profesional, dan berpengalaman di bidang hukum”. Ketentuan tersebut merupakan syarat
sekaligus memberikan kedudukan hormat bagi hakim manakala ia menjalankan tugasnya
secara sungguh—ungguh dalam menegakkan hukum dan keadilan yang mencerminkan
rasa keadilan masyarakat.
4. Mengapa hakim dalam memutus perkara perlu memperhatikan idee de recht (cita
hukum), yaitu dengan memperhatikan unsur keadilan (gerechtigkeit), kepastian hukum
(rechtsigherkeit) dan kemanfaatan (zwechtmassighkeit)?
Jawab :

5. Persoalan keadilan putusan hakim sering menimbulkan pro kontra di masyarakat,


sebenarnya keadilan seperti apa yang diharapkan masyarakat, khususnya pencari
keadilan?

Anda mungkin juga menyukai