PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
dengan ketentuan tersebut maka salah satu prinsip penting negara hukum adalah
sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam
1
Pasal 1 ayat (3) UUD RI 1945
1
lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan
militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah
kehakiman, jaminan kedudukan dan perlakuan yang sama bagi setiap orang dalam
hukum dan dalam mencari keadilan. Selain itu dalam Undang-Undang ini diatur
kekuasaan kehakiman serta panitera, panitera pengganti, dan juru sita sebagai
ini berarti Republik Indonesia ialah Negara Hukum yang demokratis berdasarkan
Pancasila dan UUD RI 1945, menjunjung tinggi hak asasi manusia dan menjamin
pemerintahan, serta wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak
ada kecualinya.
Pasal 28D ayat (1) UUD RI 1945, menyatakan dengan tugas bahwa setiap
orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang
adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum. 2 Hal mana untuk seluruh
dalam arti hanya ada satu hukum nasional yang mengabdi pada kepentingan
nasional.
2
Pasal 28D ayat (1) UUD RI 1945
2
Penegak hukum sesuai dengan fungsi dan wewenang masing-masing ke
arah tegak dan mantapnya hukum, keadilan, dan perlindungan yang merupakan
kepastian hukum demi tegaknya Republik Indonesia sebagai negara hukum sesuai
Pasal 28A sampai dengan Pasal 28J UUD 1945 dan Undang-Undang
harus ditegakkan dalam dan dengan undang-undang. Adapun asas tersebut antara
- Perlakuan yang sama atas diri setiap orang di muka hukum dengan tidak
berdasarkan perintah tertulis oleh pejabat yang diberi wewenang oleh undang-
undang dan hanya dalam hal dan dengan cara yang diatur dengan undang-
undang.
hukum tetap.
- Peradilan yang harus dilakukan dengan cepat, sederhana, dan biaya ringan
serta bebas, jujur, dan tidak memihak harus diterapkan secara konsekuen
3
- Setiap orang yang tersangkut perkara wajib diberi kesempatan memperoleh
penahanan selain wajib diberitahu dakwaan dan dasar hukum apa yang
didakwakan kepadanya, juga wajib diberitahu haknya itu termasuk hak untuk
benar-benar dipahami dan dihayati terutama oleh pejabat penegak hukum yang
Hukum acara pidana, dalam ilmu pengetahuan hukum pidana juga sering disebut
sebagai hukum pidana formal, sehingga jelaslah bahwa hukum acara pidana itu
penyidik, pengacara dan hakim sebagai pihak yang terlibat dalam hukum acara
pidana di pengadilan.
secara mendalam, dan hasilnya dituangkan dalam suatu karya tulis berupa skripsi
3
Pasal 28A s/d Pasal 28J UUD RI 1945 dan UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan
Kehakiman
4
B. Perumusan Masalah
sebagai berikut:
1. Bagaimana peran terdakwa dan pengacara menurut hukum acara pidana dalam
beracara di pengadilan?
2. Bagaimana peran jaksa penuntut umum (JPU) dan hakim menurut acara
C. Tujuan Penulisan
2. Untuk mengetahui dan menentukan peran jaksa penuntut umum (JPU), dan
D. Manfaat Penulisan
2. Secara praktis, guna memberikan ulasan secara konkrit dan jelas terhadap
pihak yang terkait dalam hukum acara pidana di pengadilan, khususnya para
praktisi hukum.
5
E. Metode Penelitian
yang hidup dan berkembang dalam masyarakat, kebiasaan atau adat istiadat.
Adapun sifat kualitatif adalah menganalisis secara konkrit dan mendalam dan
holistik, yaitu dari segala segi secara komprehensif yang menekankan pada
2. Sumber Data
Sumber data primer, adalah data yang diperoleh langsung dari sumber seperti
4
Abdullah Sulaiman, Penelitian Ilmu Hukum, YPPSDM, Jakarta, 2012, hlm. 26.
6
hukum, artikel hukum, brosur/majalah hukum, peraturan perundang-
skripsi ini.
F. Sistematika Penulisan
penulisan.
Bab III Pembahasan, yang membahas tentang peran terdakwa dan pengacara
Pengadilan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
7
A. Pengertian Penafsiran Autentik Kitab Undang-Undang Hukum Acara
Pidana
terutama adalah hakim. Ini tidak berarti para pejabat lainnya yang turut terlibat
dalam proses pidana, seperti jaksa atau penuntut umum, penyidik, penyidik
KUHAP dan tentang metode-metode penafsiran yang mana saja yang dapat
1981 tentang Hukum Acara Pidana, selengkapnya dapat diketahui dari penjelasan
1. Peraturan yang menjadi dasar bagi pelaksanaan hukum acara pidana dalam
8
Reglemen Indonesia yang dibarui atau yang terkenal dengan nama Het
Herziene Inlandsch Reglement atau HIR (Staatsblad Tahun 1941 Nomor 44)
yang berdasarkan Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Drt. Tahun 1951,
pidana sipil oleh semua pengadilan dan kejaksaan negeri dalam wilayah
hukum acara pidana bagi landraad dan hukum acara pidana bagi raad van
justitie.6
2. UUD 1945, Pasal 1 ayat (3) dalam amandemen ketiga yang disahkan pada
Negara Hukum.
Hal ini berarti Republik Indonesia ialah Negara Hukum yang demokratis
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, menjunjung tinggi hak asasi manusia
pelaksanaan hak asasi manusia maupun hak serta kewajiban warga negara
6
Ibid, hlm. 6.
9
kemasyarakatan baik di pusat maupun di daerah yang perlu terwujud pula
Pasal 23D ayat (1) UUD 1945, menyatakan dengan tegas bahwa setiap
yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum. Hal mana untuk
hukum dalam arti hanya ada satu hukum nasional yang mengabdi pada
kepentingan nasional.
Pasal 28A sampai dengan Pasal 28J UUD 1945 dan Undang-Undang
3. KUHAP. Kitab undang-undang ini tidak saja memuat ketentuan tentang tata
cara dari suatu proses pidana, tetapi kitab ini juga memuat hak dan kewajiban
dari mereka yang ada dalam suatu proses pidana dan memuat hukum acara
7
Ibid, hlm. 6-7.
8
Ibid, hlm. 10
10
undang-undang. Akan tetapi, sebaliknya penafsiran yang buruk atau penafsiran
dari Undang-Undang Hukum Acara Pidana itu sendiri menjadi tidak ada gunanya
sama sekali.
Hukum acara pidana, dalam ilmu pengetahuan hukum pidana juga sering
disebut sebagai hukum pidana formal, sehingga jelaslah, bahwa hukum acara
pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-
2. Penyidikan, adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara
11
6. a) Jaksa, adalah pejabat yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk
pidana ke pengadilan negeri yang berwenang dalam hal dan menurut cara
8. Hakim, adalah pejabat peradilan negara yang diberi wewenang oleh undang-
dan memutus perkara pidana berdasarkan asas bebas, jujur, dan tidak
memihak di sidang pengadilan dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam
undang-undang ini.
a. sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas permintaan
12
c. permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi oleh tersangka atau
keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan
ke pengadilan.
11. Putusan pengadilan, adalah pernyataan hakim yang diucapkan dalam sidang
pengadilan terbuka, yang dapat berupa pemidanaan atau bebas atau lepas dari
segala tuntutan hukum dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam
undang-undang ini.
12. Upaya hukum, adalah hak terdakwa atau penuntut umum untuk tidak
dalam hal serta menurut cara yang diatur di dalam undang-undang ini.
13. Penasihat hukum, adalah seorang yang memenuhi syarat yang ditentukan oleh
15. Terdakwa, adalah seorang tersangka yang dituntut, diperiksa, dan diadili di
sidang pengadilan.
16. Penyitaan, adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mengambil alih dan
melakukan tindak pidana, atau dengan segera sesudah beberapa saat tindak
13
pidana itu dilakukan, atau sesaat kemudian diserukan oleh khalayak ramai
ditemukan benda yang diduga keras telah digunakan untuk melakukan tindak
waktu kebebasan tersangka atau terdakwa apabila terdapat cukup bukti guna
oleh penyidik atau penuntut umum atau hakim dengan penetapannya, dalam
20. Ganti kerugian, adalah hak seorang untuk mendapat pemenuhan atas
21. Rehabilitasi, adalah hak seorang untuk mendapat pemulihan haknya dalam
14
22. Laporan, adalah pemberitahuan yang disampaikan oleh seorang karena hak
tentang telah atau sedang atau diduga akan terjadinya peristiwa pidana.
merugikannya.
24. Saksi, adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan
25. Keterangan saksi, adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang
berupa keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar
sendiri ia lihat sendiri dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan dari
pengetahuannya itu.
26. Keterangan ahli, adalah keterangan yang diberikan oleh seorang yang
memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang
27. Satu hari, adalah dua puluh empat jam dan satu bulan adalah waktu tiga puluh
hari.
9
Pasal 1 KUHAP.
15
Surat dakwaan yang dibuat oleh JPU sebagai salah satu acuan hakim
dalam memutus suatu perkara pidana yang dianut dalam hukum acara pidana.
Dakwaan merupakan dasar penting hukum acara pidana karena berdasarkan hal
yang dimuat dalam surat itu, hakim akan memeriksa perkara itu. Pemeriksaan
batal jika batas-batas dilampaui, namun putusan hakim hanya boleh mengenai
Pasal 143 ayat (2) KUHAP menentukan syarat surat dakwaan itu sebagai
berikut.
Terdakwa hanya dapat dipidana jika terbukti telah melakukan delik yang
disebut dalam dakwaan. Jika terdakwa terbukti melakukan delik tetapi tidak
Syarat yang mutlak ialah dicantumkannya waktu dan tempat terjadinya delik dan
lama dan kebiasaan, perlu disebut hal-hal dan keadaan-keadaan dalam mana delik
10
Sastrodanakusumo, Tuntutan Pidana, Siliwangi Cortens, Jakarta, 2003, hlm. 136.
11
Pasal 143 ayat (2) KUHAP.
12
Sudikno Mertokusumo, Hukum dan Peradilan, YBPGM, Yogyakarta, 2000, hlm. 135.
16
batalnya dakwaan, berlainan jika waktu dan tempat terjadinya delik serta delik
dimaksudkan agar dakwaan itu tidak merupakan suatu yang pelik dan
pembelaannya.
Secara terpisah dari redaksi dakwaan (di bagian bawah), biasa disebut
Dakwaan dalam hukum acara pidana kuasa lalim itu meliputi: positif,
bahwa isi dakwaan seluruhnya sekadar isi itu mempunyai sifat nyata, harus
terdakwa dan membacakan dakwaan sebelum sidang. Di dalam Pasal 143 ayat (4)
kepada tersangka atau kuasanya atau penasihat hukumnya dan penyidik, pada saat
13
Pasal 143 ayat (3) KUHAP.
14
Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hlm. 74.
17
yang bersamaan dengan penyampaian surat pelimpahan perkara tersebut ke
pengadilan negeri”.15
KUHAP Pasal 143 hanya disebut hal yang harus dimuat dalam surat
dakwaan ialah uraian secara cermat, jelas, dan lengkap mengenai delik yang
Bagaimana cara menguraikan secara cermat dan jelas, hal itu tidak
ditentukan oleh KUHAP. Tentulah masalah ini masih tetap sama dengan
kebiasaan yang berlaku sampai sekarang yang telah diterima oleh yurisprudensi
dan doktrin.
Surat dakwaan dapat diubah baik atas inisiatif penuntut umum sendiri
maupun merupakan saran hakim. Tetapi perubahan itu harus berdasarkan syarat
kemungkinan perubahan itu secara sederhana. Hanya satu pasal saja yang
mengatur tentang perubahan surat dakwaan, yaitu Pasal 144 yang terdiri atas 3
ayat. Di situ hanya diatur tentang jangka waktu yang diperbolehkan untuk
mengubah surat dakwaan. Sama sekali tidak disebut-sebut tentang apa yang boleh
Ayat (2) Pasal 282 HIR mengatakan bahwa surat tuduhan (dakwaan) dapat
diubah jika dalam pemeriksaan dapat diketahui beberapa hal yang tidak disebut
15
Pasal 143 ayat (4) KUHAP.
16
A.K. Nasution, Masalah Surat Tuduhan dalam Proses Pidana, mengutip J.E. Jonkers,
Het Vooronderzoek en telastelegging in he Landraad Stafproces, hlm. 61-62.
17
Ibid.
18
dalam surat dakwaan, tetapi menurut undang-undang boleh memberi alasan untuk
memperberat pidana.18
dapat lagi ditiru sekarang ini, karena Pasal 144 KUHAP mengatakan bahwa
hari sidang, baik dengan tujuan untuk menyempurnakan maupun untuk tidak
dilakukan hanya satu kali selambat-lambatnya tujuh hari sebelum sidang dimulai
(ayat (2)).19
macam perbuatan yang didakwakan. Begitu pula perubahan surat dakwaan dari
sama, yang biasa disebut delik berkualifikasi dalam hukum pidana. Delik
pembunuhan berencana (Pasal 340 KUHP); penganiayaan (Pasal 351 ayat (1)
KUHP) menjadi penganiayaan berencana (Pasal 353 ayat (1) KUHP); pegawai
negeri menerima suap yang berhubungan dengan jabatannya (Pasal 418 KUHP)
sebelum hari sidang dan tidak mungkin dilakukan perubahan pada waktu sidang.
Jadi, kalau waktu sidang ditemukan hal-hal yang keliru dalam surat dakwaan,
18
Pasal 282 ayat (2) HIR.
19
A.K. Nasution, Op Cit, hlm. 67.
20
Ibid, hlm. 67-68.
19
misalnya kekeliruan mengenai waktu dan tempat, maka menurut Pasal 143
Oleh karena itu, sesuai dengan ketentuan Pasal 143 dan 144 KUHAP,
penuntut umum dalam menyusun dakwaan harus cermat dan teliti sekali. Andai
perbuatan saja, misalnya pencurian (biasa) ex Pasal 362 KUHP. Dalam hal seperti
Sering seorang atau lebih terdakwa melakukan lebih dari satu perbuatan
membawa pula senjata api tanpa izin yang berwajib. Dalam hal ini dakwaan
macam perbuatan (delik) sekaligus, yaitu pencurian (biasa) dan membawa senjata
api tanpa izin yang berwajib. Dengan demikian, dakwaan akan disusun sebagai
21
Andi Hamzah, Op Cit, hlm. 86.
22
Ibid, hlm. 89.
20
hukum acara pidana yang dianut di Indonesia, yaitu peradilan cepat, sederhana,
Apabila suatu dakwaan secara kumulatif, maka tiap perbuatan (delik) itu
Pasal 71 KUHP. Untuk itu perlu diperhatikan peraturan gabungan tersebut beserta
Sedangkan dakwaan alternatif dibuat dalam dua hal, yaitu sebagai berikut.
Pertama melanggar Pasal 340 KUHP dan yang kedua 338 KUHP
misalnya. Dakwaan semacam ini jarang sekali dibuat oleh penuntut umum, karena
menurut praktik penulis, sangat sukar menyusun redaksi dakwaan yang demikian.
Lagi pula sudah menjadi sangat populer menyusun dakwaan yang berlapis primair
sebagai berikut.
21
3. Hakim harus memberi waktu kepada penuntut umum untuk mengubah
surat dakwaannya sebelum hakim menetapkan hari sidang. Semestinya
dalam Peraturan Pemerintah yang menjadi peraturan pelaksanaan
KUHAP, dicantumkan tentang pembacaan surat dakwaan oleh
penuntut umum kepada terdakwa sebelum sidang dimulai.24
24
Ibid, hlm. 197-198
22
BAB III
PEMBAHASAN
(2) Apabila terdakwa tidak ada di tempat tinggalnya atau di tempat kediaman
(3) Dalam hal terdakwa ada dalam tahanan surat panggilan disampaikan
(4) Penerimaan surat panggilan oleh terdakwa sendiri ataupun oleh orang lain,
(5) Apabila tempat tinggal maupun tempat kediaman terakhir tidak dikenal, surat
23
Pasal 146
memuat tanggal, hari serta jam sidang dan untuk perkara apa ia dipanggil
memuat tanggal, hari serta jam sidang dan untuk perkara apa ia dipanggil
Pasal 147
yang dipimpinnya.
Pasal 148
(1) Dalam hal ketua pengadilan negeri berpendapat, bahwa perkara pidana itu
24
(3) Turunan surat penetapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
Pasal 149
diterima;
batalnya perlawanan;
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 148 dan hal itu dicatat dalam buku
daftar panitera;
(2) Pengadilan tinggi dalam waktu paling lama empat belas hari setelah
25
(4) Jika pengadilan tinggi menguatkan pendapat pengadilan negeri,
yang bersangkutan.
Pasal 150
pengadilan negeri yang berwenang mengadili suatu perkara pidana itu demikian
rupa, hingga pengadilan negeri yang disebutkan lebih dahulu mempunyai prioritas
untuk mengadili suatu perkara pidana daripada pengadilan negeri yang disebutkan
kemudian.
negeri yang lain untuk mengadili perkara tersebut, yakni pengadilan negeri di
diketemukan atau ditahan, dengan syarat bahwa letak tempat kediaman dari
sebagian besar saksi-saksi yang dipanggil adalah lebih dekat dengan pengadilan
negeri tersebut daripada dengan pengadilan negeri di dalam daerah hukum siapa
sidang pengadilan antara lain: terdakwa; pengacara, para saksi, penuntut umum,
26
dan hakim. Yang terpenting di antara pihak-pihak tersebut tentulah “terdakwa”
karena terdakwa yang menjadi peran utama atau fokus pemeriksaan di sidang
pengadilan.
b. Pemeriksaan Terdakwa
di sidang pengadilan”.26
pendapat ini kurang tepat, karena kalau demikian, penyidik sudah mengetahui
dipandang telah melakukan delik itu, maka penyidik atau penuntut umum dapat
yang sering menimbulkan pro dan kontra dari sarjana hukum ialah hak tersangka
atau terdakwa untuk memilih menjawab atau tidak menjawab pertanyaan baik
25
Pasal 1 butir (4) KUHAP.
26
Pasal 1 butir (5) KUHAP.
27
Sudikno Mertokusumo, Op Cit, hlm. 87
28
Ibid, hlm. 88
29
Ibid.
27
Kewajiban polisi atau penyidik Indonesia seperti itu tidak dikenal oleh
KUHAP. Masalah apakah tersangka berhak untuk berdiam diri tidak menjawab
pertanyaan, rupanya tidak tegas dianut dalam KUHAP. Di dalam KUHAP hanya
dikatakan pada Pasal 52: “Dalam pemeriksaan pada tingkat penyidik dan
Terdakwa tidak wajib untuk menjawab pertanyaan apa pun juga. Hak ini
pemeriksaan dimulai, terlampau jauh dan berkelebihan. Hal ini akan sangat
kepentingan umum. Untunglah hal seperti ini tidak dianut oleh Indonesia.
28
Kebebasan tersangka atau terdakwa dalam hal memberikan keterangan
menurut KUHAP masih perlu dihayati oleh para penegak hukum. Bukan saja
pundaknya, yaitu mencari kebenaran materiil demi untuk kepentingan umum yang
selaras dengan kepentingan individu, tetapi juga tersangka itu sendiri harus telah
dapat mengetahui dan menyadari hak-hak dan kewajibannya yang dijamin oleh
undang-undang.32
mulai dari Pasal 50 sampai dengan Pasal 68. Hak-hak itu meliputi yang berikut
ini.
1. Hak untuk segera diperiksa, diajukan ke pengadilan, dan diadili (Pasal 50 ayat
2. Hak untuk mengetahui dengan jelas dan bahasa yang dimengerti olehnya
tentang apa yang disangkakan dan apa yang didakwakan (Pasal 51 butir a dan
b).
3. Hak untuk memberikan keterangan secara bebas kepada penyidik dan hakim
5. Hak untuk mendapat bantuan hukum pada setiap tingkat pemeriksaan (Pasal
54).
6. Hak untuk mendapat nasihat hukum dari penasihat hukum yang ditunjuk oleh
29
7. Hak tersangka atau terdakwa yang berkebangsaan asing untuk menghubungi
8. Hak untuk menghubungi dokter bagi tersangka atau terdakwa yang ditahan
(Pasal 58).
9. Hak untuk diberitahu kepada keluarganya atau orang lain yang serumah
dengan tersangka atau terdakwa yang ditahan untuk mendapat bantuan hukum
10. Hak untuk dikunjungi sanak keluarga yang tidak ada hubungan dengan
12. Hak tersangka atau terdakwa untuk menghubungi dan menerima kunjungan
13. Hak tersangka atau terdakwa untuk mengajukan saksi dan ahli yang a dc
14. Hak tersangka atau terdakwa untuk menuntut ganti kerugian (Pasal 68).
15. Hak terdakwa (pihak yang diadili) untuk menuntut terhadap hakim yang
Kehakiman).
Ketentuan yang diatur dalam Pasal 52 KUHAP, perlu diketahui oleh para
30
a. Tersangka atau terdakwa itu tidak boleh diperlakukan semata-mata sebagai
objek dari pemeriksaan, yang tidak berhak untuk berbuat lain kecuali
b. Tidak ada kewajiban dari tersangka atau terdakwa untuk mengakui apa yang
pengakuan atau keterangan dari tersangka atau terdakwa, baik secara fisik
Perbuatan seperti itu merupakan suatu tindak pidana, yang apabila dilakukan
oleh seorang pegawai negeri dalam suatu tindak pidana, oleh Pasal 422 KUHP
memaksa seperti itu adalah tidak sah menurut hukum dan tidak mempunyai
hakim, dan perilaku yang demikian tidak boleh membuat pidana yang
merupakan jaminan-jaminan yang tidak kalah pentingnya dari jaminan yang telah
kepada tersangka atau terdakwa untuk memperoleh bantuan hukum dari penasihat
31
hukum yang mana pun yang ia kehendaki dan pada setiap ia memerlukan bantuan
hukum tersebut.
orang yang tidak mampu,33 sedangkan Pasal 54 KUHAP dan selanjutnya berbicara
Pasal 56
(1) Dalam hal tersangka atau terdakwa disangka atau didakwa melakukan
tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau ancaman pidana lima
belas tahun atau lebih atau bagi mereka yang tidak mampu yang diancam
dengan pidana lima tahun atau lebih yang tidak mempunyai penasihat
bagi mereka.
(2) Setiap penasihat hukum yang ditunjuk untuk bertindak sebagai dimaksud
Pasal 57
32
Pasal 58
Pasal 59
tentang penahanan atas dirinya oleh pejabat yang berwenang, pada semua
lain yang serumah dengan tersangka atau terdakwa ataupun orang lain yang
Pasal 60
Pasal 61
keluarganya dalam hal yang tidak ada hubungannya dengan perkara tersangka
kekeluargaan.
33
Pasal 62
keluarga setiap kali yang diperlukan olehnya, untuk keperluan itu bagi
umum, hakim atau pejabat rumah tahanan negara kecuali jika terdapat
(3) Dalam hal surat untuk tersangka atau terdakwa itu ditilik atau diperiksa
oleh penyidik, penuntut umum, hakim atau pejabat rumah tahanan negara,
hal itu diberitahukan kepada tersangka atau terdakwa dan surat tersebut
“telah ditilik”
Pasal 63
rohaniawan.
Pasal 64
Pasal 65
34
Pasal 67
Terdakwa atau penuntut umum berhak untuk minta banding terhadap putusan
pengadilan tingkat pertama kecuali terhadap putusan bebas, lepas dari segala
menduduki urutan terakhir dari urutan alat bukti yang disebutkan dalam Pasal 184
KUHAP. Mengapa alat bukti ini disebut dengan istilah keterangan terdakwa
adanya suatu pernyataan apa yang dilakukan oleh seseorang, hanya sekadar
keterangan saja atau suatu penjelasan bukan suatu pengakuan atau pernyataan
berikut:34
Hukum Perdata dan Hukum Pidana, Gramaka, Jakarta, 2015, hlm. 279
35
terdakwa sebagai alat bukti, sekaligus meliputi pernyataan pengakuan dan
3. Tidak semua keterangan terdakwa dapat dinilai sebagai alat bukti yang sah.
Untuk menentukan sejauh mana keterangan terdakwa dapat dinilai sebagai alat
terdakwa dapat dinilai sebagai alat bukti yang sah, keterangan terdakwa itu
36
b. Tentang perbuatan yang ia lakukan atau yang ia ketahui sendiri atau alami
sendiri.
Pasal 189
(1) Keterangan terdakwa ialah apa yang terdakwa nyatakan di sidang tentang
perbuatan yang ia lakukan atau yang ia ketahui sendiri atau alami sendiri.
(2) Keterangan terdakwa yang diberikan di luar sidang dapat digunakan untuk
oleh suatu alat bukti yang sah sepanjang mengenai hal yang didakwakan
kepadanya.
sebagaimana dapat dilihat pada Pasal 184 ayat (1) huruf e, sementara dalam HIR
35
A. Minenhof, De Nederlandse Strafvordering, Harlem: H.D. Tjeenk Wilink & Zoon,
dikutip oleh Andi Hamzah, Op Cit, hlm. 272.
37
b. Mengaku bahwa ialah yang bersalah.
pengakuan terdakwa.
Berpijak pada ketentuan Pasal 189 ayat (1) KUHAP, sebagaimana tersebut
pada prinsipnya keterangan terdakwa adalah apa yang dinyatakan atau diberikan
terdakwa di sidang pengadilan. Namun, ketentuan itu, ternyata tidak mutlak. Oleh
karena itu, keterangan terdakwa yang diberikan di luar sidang dapat digunakan
oleh suatu alat bukti yang sah sepanjang mengenai hal yang didakwakan
apa yang diterangkan di depan penyidik dengan apa yang diterangkan di depan
terdakwa tidak sama dengan pengakuan terdakwa. Oleh karena itu, penyidik tidak
harus mengejar pengakuan melainkan juga mencari alat bukti lain sehingga
keterangan terdakwa di depan penyidik tidak dapat berbeda dengan apa yang
Pasal 189 ayat (3) dan ayat (4) KUHAP dapatlah dijadikan dasar. Pasal 189 ayat
sendiri.
36
Ibid, hlm. 272-273
37
Ibid, hlm. 273.
38
Pasal 189 ayat (4) KUHAP, keterangan terdakwa saja tidak cukup untuk
hukum dan bantuan hukum memang lebih tepat dan sesuai dengan fungsinya
pembela
penolong tersangka atau terdakwa bebas atau lepas dari pemidanaan walaupun ia
jelas bersalah melakukan yang didakwakan itu. Padahal fungsi pembela atau
penasihat hukum itu ialah membantu hakim dalam usaha menemukan kebenaran
materiil, walaupun bertolak dari sudut pandangan subjektif, yaitu berpihak kepada
ialah pada posisi dan penilaiannya. Sangat terkenal ucapan Taverne yang banyak
dikutip, yang mengatakan bahwa hakim berpangkal tolak pada posisinya yang
objektif dan penilaiannya yang objektif pula, sedangkan penuntut umum yang
mewakili negara dan masyarakat berpangkal tolak pada posisinya yang subjektif,
tetapi penilaiannya objektif. Berbeda dengan itu, penasihat hukum atau pembela
itu berpangkal tolak pada posisinya yang subjektif karena mewakili kepentingan
39
tersangka dan terdakwa, dan penilaiannya yang subjektif pula. Meskipun
demikian, penasihat hukum itu berdasarkan legitimasi yang berpangkal pada etika,
pengadilan.38
Istilah penasihat hukum pertama kali dipakai oleh UUPKK tahun 1974.
Bantuan diatur di dalam empat pasal, yaitu Pasal 37, 38, 39, dan 40. Pasal 38
berbunyi:
bantuan advokat.”
membela diri sendiri secara pribadi atau dengan bantuan penasihat hukum
38
Koesparmono Irsan Armansyah, Op Cit, hlm. 53
40
menurut pilihannya sendiri, diberitahu tentang hak-haknya ini jika ia tidak
mempunyai penasihat hukum dan ditunjuk penasihat hukum untuk dia jika untuk
kepentingan peradilan perlu untuk itu, dan jika ia tidak mampu membayar
Ketentuan yang universal dan termuat pula dalam UUPKK itu, tercantum
dalam KUHAP, terutama Pasal 54 sampai dengan Pasal 57 (yang mengatur hak-
hak tersangka atau terdakwa untuk mendapatkan penasihat hukum) dan Pasal 69
Pasal 69
ditahan pada semua tingkat pemeriksaan menurut tata cara yang ditentukan
Pasal 70
dan berbicara dengan tersangka pada setiap tingkat pemeriksaan dan setiap
39
Ibid, hlm. 54.
41
(4) Apabila setelah diawasi, haknya masih disalahgunakan, maka hubungan
tersebut disaksikan oleh pejabat tersebut pada ayat dan apabila setelah itu
dan Pasal 70 KUHAP di atas merupakan suatu hal yang baru dalam sejarah
hukum acara pidana di Indonesia, karena sebelumnya belum pernah terjadi bahwa
kliennya sejak ia ditangkap oleh alat-alat negara, bahkan diberi kesempatan untuk
setiap waktu dapat menghubungi dan berbicara dengan kliennya pada semua
tingkat pemeriksaan.
diawasi oleh pejabat tersebut di atas (Pasal 70 ayat (3) KUHAP). Setelah diawasi
tersebut (Pasal 70 ayat (4) KUHAP), dan jika tetap dilanggar maka hubungan
selanjutnya dilarang.
Pasal 71
(2) Dalam hal kejahatan terhadap keamanan negara, pejabat tersebut pada
Pasal 72
42
Atas permintaan tersangka atau penasihat hukumnya pejabat yang
kepentingan pembelaannya.
Yang dimaksud dengan pejabat yang bersangkutan dalam pasal ini adalah
Mereka adalah penyidik atau penyidik pembantu, penuntut umum, dan hakim.
Seperti dikatakan, turunan berita acara yang diminta oleh tersangka atau
turunan berita acara yang diperoleh dari pemeriksa itu tidak boleh dapat
ditemukan pula bahwa larangan hubungan antara penasihat hukum dan tersangka
karena penyalahgunaan hak seperti tersebut di muka (Pasal 70 ayat (2), (3) dan (4)
dan Pasal 71 KUHAP) tidak boleh dilakukan lagi setelah perkara dilimpahkan
KUHAP).
tersebut dapat diketahui, bahwa yang dapat diberikan kepada tersangka atau
43
b. Pada tingkat penuntutan, penuntutan umum dapat memberikan turunan dari
Pasal 73
Penasihat hukum berhak mengirim dan menerima surat dari tersangka setiap
Pasal 74
sebagaimana tersebut pada Pasal 70 ayat (2), ayat (3), ayat (4) dan Pasal 71
B. Peran Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan Hakim menurut Hukum Acara
Pidana dalam Beracara di Pengadilan
sekarang ini berasal dari Perancis. Belandalah yang bercermin kepada sistem
44
Francis dan melalui asas konkordansi membawanya ke Indonesia, terutama
dengan paket perundang-undangan yang mulai berlaku pada tanggal 1 Mei 1848.40
Indonesia pun mengikuti ketentuan bahwa penuntut umum itu satu dan
tidak terbagikan, tetapi ketentuan bahwa hakim dan Jaksa Agung diangkat untuk
seumur hidup tidak diikuti sekarang ini. Hakim dipensiunkan, pada umur 60
1945. Hal itu disebabkan karena telah disebutkan Mahkamah Agung dalam Pasal
24 UUD 1945. Fungsi dan wewenang Jaksa Agung dan Kejaksaan kemudian
Ketentuan Pokok Kejaksaan, wewenang Jaksa Agung dan kejaksaan telah diatur
Nomor 5 Tahun 1991 tentang Kejaksaan. Sekarang diganti lagi dengan UU No. 16
Tahun 2004. Jaksa Agung disebut dalam undang-undang lama tersebut sebagai
November 1991. Dalam keputusan ditentukan bahwa Jaksa Agung dibantu oleh
seorang wakil Jaksa Agung dan 6 orang Jaksa Agung Muda. Keenam Jaksa
40
R. Tresna, Peradilan di Indonesia dari Abad ke Abad, W. Versluys NV. 1957, hlm.
143.
45
1. Jaksa Agung Muda Pembinaan (yang selaras dengan Sekretaris Jenderal pada
pada butir 4 dan 5 sebagai akibat berlakunya KUHAP, khususnya ketentuan Pasal
284.42
pengertian umum dan penuntut umum dalam pengertian jaksa yang sementara
menuntut suatu perkara. Di dalam Pasal 1 butir 6 ditegaskan hal itu sebagai
berikut.
41
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1991 dan Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1991
42
Pasal 284 butir 4 dan 5 KUHAP.
46
a. Jaksa adalah pejabat yang diberi wewenang oleh undang-undang ini
untuk bertindak sebagai penuntut umum serta melaksanakan putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
b. Penuntut umum adalah jaksa yang diberi wewenang oleh undang-
undang ini untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan
hakim.43
dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam KUHAP dengan permintaan untuk
ini adalah hal-hal yang telah ditetapkan, baik oleh hakim maupun oleh majelis
hakim di dalam suatu putusan pengadilan, yang oleh Ketua Pengadilan Negeri
Penetapan hakim itu tidak selalu berisi suatu penjatuhan pidana, baik
berupa pidana pokok maupun pidana tambahan yang diatur di dalam Pasal 10
KUHP atau jenis-jenis pidana tambahan yang diatur dalam berbagai perundang-
43
Pasal 284 butir 1 dan 6 KUHAP.
44
Pasal 13 KUHAP.
47
Wewenang penuntut umum dalam bagian ini hanya diatur dalam 2 buah
pasal, yaitu Pasal 14 dan Pasal 15. Dalam Pasal 14 itu diperinci wewenang
penyidik pembantu;
memperhatikan ketentuan Pasal 110 ayat (3) dan ayat (4), dengan memberi
oleh penyidik;
maupun kepada saksi. untuk datang pada sidang yang telah ditentukan;
g. melakukan penuntutan;
i. mengadakan tindakan lain dalam lingkup tugas dan tanggung jawab sebagai
merasa perlu menjelaskan arti dari perkataan tindakan lain seperti yang dimaksud
dalam Pasal 14 huruf i KUHAP, yang dimaksud dengan tindakan lain ialah antara
45
Pasal 14 dan Pasal 15 KUHAP.
48
lain meneliti identitas tersangka, barang bukti dengan memperhatikan secara tegas
batas wewenang dan fungsi antara penyidik, penuntut umum, dan pengadilan.
satu wewenang yang dimiliki oleh penuntut umum, yaitu perbuatan menutup
perkara demi kepentingan hukum. Apa yang dimaksud dengan menutup perkara
demi kepentingan hukum? Dalam ketentuan lain dalam KUHAP, antara lain
dalam Pasal 140 ayat (2) huruf a KUHAP, undang-undang telah menyebutkan
perbuatan lain yang dapat dilakukan oleh penuntut umum, yaitu memutuskan
untuk menghentikan penuntutan, sedang dalam Pasal 46 ayat (1) huruf c KUHAP,
kepentingan umum.
berwenang dalam hal dan menurut cara yang; diatur dalam KUHAP, dengan
harus sudah dilakukan oleh penuntut umum, karena tidak terdapat cukup bukti
atau karena peristiwanya sendiri ternyata bukan merupakan suatu tindak pidana,
huruf h KUHAP atau dengan perbuatan menutup perkara demi hukum dalam
46
Andi Hamzah, Op Cit, hlm. 146
49
Pasal 140 ayat (2) huruf a KUHAP, perbuatan penuntut umum untuk menutup
perkara demi kepentingan hukum atau demi hukum hanya dapat terjadi sebelum
Apa yang dimaksudkan dengan kata demi kepentingan hukum atau demi
hukum dalam Pasal 14 huruf h dan dalam Pasal 140 ayat (2) huruf a KUHAP
mendapat perhatian dari para penuntut umum, yaitu untuk menjamin adanya
kepastian hukum dan untuk menjamin agar fungsi hakim itu jangan sampai
Dalam Pasal 163 bis ayat (2) KUHP menjelaskan bahwa ketentuan pidana
yang mengatur masalah menggerakkan orang lain melakukan tindak pidana yang
gagal itu, tidak dapat diberlakukan bagi seorang pelaku, apabila pelaku tersebut
bersangkutan.47
Ketentuan-ketentuan pidana dalam Pasal 164 dan 165 KUHP itu tidak
Penuntut umum menuntut perkara tindak pidana yang terjadi dalam daerah
seorang pelaku dengan tempat sesuatu tindak pidana dilakukan oleh pelaku
tersebut.
47
Pasal 163 bis ayat (2) KUHP.
48
Pasal 15 KUHAP.
50
Untuk dapat memberlakukan ketentuan ini secara tepat, dengan sendirinya
penuntut umum harus mempunyai pengetahuan yang cukup mengenai teori dan
yurisprudensi tentang tempat yang mana, yang harus dipandang sebagai tempat
terjadinya suatu tindak pidana, karena tanpa memiliki pengetahuan itu, bukan
tidak mungkin dapat terjadi tuntutannya akan dinyatakan sebagai tidak dapat
Biasanya tidak terlalu sulit bagi penuntut umum untuk menentukan locus
delicti dari suatu tindak pidana formal, yakni tindak pidana yang dapat dipandang
telah selesai dilakukan oleh pelakunya pada saat pelaku tersebut melakukan
materiil biasanya tidak demikian mudah bagi penuntut umum, karena delik
materiil itu belum dapat dianggap sebagai telah selesai dilakukan tindak pidana
oleh pelakunya, sebelum akibat yang tidak dikehendaki oleh undang-undang itu
benar benar-benar terjadi. Adapun akibat tersebut secara nyata dapat timbul di
tempat yang lain dari tempat pelakunya telah melakukan tindak pidana tersebut.
dalam Pasal 284 ayat (2) KUHAP, adalah penyidik, jaksa, dan pejabat penyidik
49
Sumantri Hartono, Peranan Peradilan, Bina Cipta, Bandung, 1998, hlm. 10.
50
Pasal 17 PP Nomor 27 Tahun 1983
51
Satu hal yang merupakan lembaga baru dalam KUHAP ialah penyidik dan
penyelidikan yang berada di tangan Kepolisian. Pejabat polisi yang mana yang
diberi wewenang penyelidikan tidak disebut oleh KUHAP. Hanya dalam Pasal 1
butir 5 KUHAP diberi definisi penyelidik itu sebagai berikut: “Penyelidik adalah
pejabat polisi negara Republik Indonesia yang diberi wewenang oleh undang-
Prinsip dasar peran jaksa menurut, majelis umum dengan resolusinya No.
Bersalah.
dan profesi yang lebih baik, dan tersedianya semua sarana secara optimal untuk
rangka perundangan dan kebiasaan nasional, dan harus menjadi perhatian para
52
ini telah dirumuskan dengan mengingat jaksa penuntut umum, tetapi juga, bagi
kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, pandangan politik dan lain-lain, asal-
usul nasional. Sosial atau etnis, kekayaan, kelahiran status ekonomi dan
(b) Para jaksa mempunyai pendidikan dan latihan yang memadai dan harus
hak-hak dari orang-orang yang dicurigai dan korban, dan mengenai hak
asasi manusia dan kebebasan dasar yang diakui oleh hukum nasional dan
internasional.
53
3. Para jaksa, yang merupakan perantara yang sama pentingnya dengan
profesi mereka.
5. Para jaksa dan keluarga mereka secara fisik harus dilindungi oleh Undang-
6. Kondisi pelayanan para jaksa secara masuk akal, gaji yang memadai dan,
apabila mungkin masa kerja, pensiun dan usia pensiun ditetapkan oleh
7. Promosi para jaksa, di mana sistem semacam itu ada, harus didasarkan pada
pengalaman profesional, dan diputuskan sesuai dengan prosedur yang adil dan
tidak memihak.
54
9. Para jaksa, sesuai dengan hukum, akan melaksanakan kewajiban mereka
secara jujur, konsisten dan cepat, dan menghormati serta melindungi martabat
kemanusiaan dan menjunjung tinggi hak asasi manusia, dan dengan menjamin
lainnya;
11. Para jaksa tidak akan memprakarsai atau melanjutkan penuntutan, atau akan
berdasar.
55
12. Para jaksa akan memberi perhatian kepada penuntutan atas kejahatan yang
yang diakui oleh hukum Internasional dan, apabila diberi wewenang oleh
pelanggaran tersebut.
13. Apabila para jaksa memiliki bukti terhadap para tertuduh yang mereka ketahui
atau percaya atas dasar yang masuk akal telah diperoleh lewat cara yang tidak
sah, yang merupakan suatu pelanggaran berat terhadap hak asasi manusia
hukuman yang kejam, tidak manusiawi, atau pelecehan hak asasi manusia
pengadilan.
Fungsi kebijaksanaan
hukum atau aturan atau peraturan tertulis harus memberikan pedoman untuk
dibatalkannya penuntutan.
56
Alternatif terhadap penuntutan
15. Sesuai dengan hukum nasional, para jaksa akan memberi perhatian seperlunya
pemenjaraan.
serta latar belakang dari anak tersebut. Dalam mengambil keputusan tersebut,
57
17. Untuk menjamin kejujuran dan efektifnya penuntutan, para jaksa harus
18. Pelanggaran disiplin oleh para jaksa harus ditetapkan berdasarkan undang-
undang atau peraturan yang berlaku. Tuduhan kepada para jaksa yang
diproses dengan segera dan adil berdasarkan prosedur. Para jaksa mempunyai
hak diperiksa secara yang adil. Keputusan akan tunduk pada tinjauan yang
independen.
19. Proses persidangan disipliner terhadap para jaksa harus menjadi suatu evaluasi
dan keputusan yang obyektif. Proses itu harus ditetapkan sesuai dengan
undang-undang, kode perilaku profesional dan standar serta etika lain yang
Kekuasaan kehakiman yang bebas dan merdeka. Hakim yang bebas dan
mutlak tidak memihak dan tidak dapat dipengaruhi oleh siapa/pihak manapun. Hal
ini telah menjadi ketentuan universal, menjadi ciri suatu negara hukum. Pasal 1
Negara Hukum.
sebagai berikut.
58
Everyone is entitled in full equality to a fair and public hearing by an
independent and impartial tribunal in the determination of his rights and
obligation and of any criminal charge against him.52
(Setiap orang berhak dalam persamaan sepenuhnya didengarkan suaranya
di muka umum dan secara adil oleh pengadilan yang merdeka dan tidak
memihak, dalam hal menetapkan hak-hak dan kewajiban-kewajibannya
dan dalam setiap tuntutan pidana yang ditujukan kepadanya).
Pasal 24 UUD setelah diamandemen ke-3 dan ke-4 berbunyi sebagai berikut.
Pasal 24 yang asli tidak memerinci jenis peradilan seperti peradilan umum
kejaksaan (Jaksa Agung) yang dulu masuk kekuasaan kehakiman sama dengan
zaman kolonial, dengan adanya kata-kata: “…. dan lain-lain badan kehakiman
badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman diatur dalam
59
Kedudukan para hakim yang dimaksud di atas telah diatur dalam Undang-
perincian wewenang dan tugasnya dalam KUHAP, khusus mengenai bidang acara
pidana.
Oemar Seno Adji pun ragu-ragu mengenai ini dengan menulis sebagai
berikut.
Mengenai hal ini tepat sekali apa yang dikemukakan oleh Wirjono Prodjodikoro
sebagai berikut:
“Di bidang hukum pidana hakim bertugas menerapkan apa in concreto ada
oleh seorang terdakwa dilakukan suatu perbuatan melanggar hukum
pidana. Dan untuk menetapkan ini oleh hakim harus dinyatakan secara
tepat Hukum Pidana yang mana telah dilanggar.”56
55
Oemar Seno Adji, Peradilan Bebas Negara Hukum, Erlangga, Jakarta, 1980, hlm. 47
56
Wirjono Prodjodikoro. Bunga Rampai Hukum, RajaGrafindo, Jakarta, hlm. 26-27.
60
Menurut sistem yang dianut di Indonesia seperti telah dikemukakan di
muka, pemeriksaan di sidang pengadilan yang dipimpin oleh hakim, hakim itu
harus aktif bertanya dan memberi kesempatan kepada pihak terdakwa yang
diwakili oleh penasihat hukumnya untuk bertanya kepada saksi-saksi, begitu pula
Tidak benar pendapat yang menyatakan hakim harus pasif dan hanya memimpin
sistem akusator (accusaioir) murni yang berlaku hal demikian. Seperti telah
dikemukakan di muka, tiada negara yang menganut akusator murni seperti itu.
61
tepat yang dapat menjawab masalah-masalah baru yang timbul. Yurisprudensi
lama yang didasarkan pada HIR, tentu banyak yang telah tidak sesuai dengan
walaupun Ter Haar menyatakan isi hukum adat baru tercipta secara resmi
dianggap ada apabila ada beberapa putusan dari penguasa terutama para hakim,
ucapan Ter Haar pun tidak dapat dianggap bahwa dengan putusan hakim dan lain
penguasa itu terciptalah hukum adat, tetapi hanya merumuskan hukum adat itu.59
Hakim tidak memihak berarti juga bahwa hakim itu tidak menjalankan
perintah dari pemerintah. Bahkan jika harus demikian menurut hukum, hakim
Walaupun hakim itu diangkat dan digaji oleh pemerintah, namun ia tegak
yang cukup.
jabatan yang relatif lebih baik dari pejabat-pejabat yang lain. Syarat-syarat
59
Ibid, hlm. 31.
62
pengangkatan, kedudukan serta pemberhentian pejabat-pejabat pengadilan harus
menjadi landasan pokok bagi hakim untuk dapat menjalankan tugasnya dalam
menegakkan hukum dan keadilan dalam masyarakat dan tidak terpengaruh oleh
dalam masyarakat.
Selain daripada itu jabatan lain yang tidak boleh dirangkap oleh Hakim
jabatan yang menurut UUD 1945 tidak boleh dirangkap oleh Hakim Agung,
seperti anggota DPR, DPA, BPK, Menteri, dan sebagainya. Hal ini dapat
Tugas pengadilan dalam perkara pidana ialah mengadili semua delik yang
kepadanya untuk diadili. Kekuasaan mengadili, ada dua macam, yang biasa
KUHAP mengatur masalah kompetensi relatif ini dalam Pasal 84, 85, dan
60
Jimly Asshiddiqie, Pokok-pokok Hukum Tata Negara, Bhuana Ilmu Populer, Jakarta,
2007, hlm. 237.
61
Oemar Seno Adji, Op Cit, hlm. 270
63
- “Pengadilan negeri yang di dalam daerah hukumnya terdakwa
dilakukan” (2).
dapat dijawab oleh penuntut umum, dengan ketentuan bahwa terdakwa atau
dilakukan secara tertulis dan setelah dibacakan segera diserahkan kepada hakim
64
Jika acara tersebut selesai, hakim ketua sidang menyatakan bahwa
baik atas kewenangan hakim ketua sidang karena jabatannya, maupun atas
memberikan alasannya.
Putusan pengadilan negeri dapat dijatuhkan dan diumumkan pada hari itu
juga atau pada hari lain yang sebelumnya harus diberitahukan kepada penuntut
umum, terdakwa, atau penasihat hukum.62 Satu hal yang sangat penting tetapi
terakhir untuk mengambil keputusan dan apabila perlu musyawarah itu diadakan
tersebut, hakim ketua majelis mengajukan pertanyaan dimulai dan hakim yang
pendapatnya adalah hakim ketua majelis dan semua pendapat harus disertai
62
Pasal 182 ayat (1) KUHAP
63
Pasal 182 ayat (5) KUHAP
65
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
sebagai berikut:
kepastian hukum.
penuntut umum, peran hakim sebagai aparat penegak hukum, ini dilakukan
nasional.
2. Peran jaksa penuntut umum (JPU), dalam menjalankan tugas dan fungsinya
66
melaksanakan penetapan atau putusan hakim sesuai yang diatur dalam
KUHAP.
merdeka tidak boleh diintervensi oleh dan dari siapapun juga dalam rangka
B. Saran
sebagaimana manusia yang punya hak asasi manusia dan tidak arogansi serta
67
DAFTAR PUSTAKA
Hamzah Andi, Hukum Acara Pidana Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2008.
Nasution A.K., Masalah Surat Tuduhan dalam Proses Pidana, mengutip J.E.
Jonkers, Het Vooronderzoek en telastelegging in he Landraad Stafproces.
Seno Adji Oemar, Hukum (Acara) Pidana dalam Prospeksi. Erlangga, Jakarta,
1976.
Tresna R., Peradilan di Indonesia dari Abad ke Abad, W. Versluys NV. 1957.
68
Sumber-sumber Lain
69
PERAN TERDAKWA DALAM HUKUM ACARA PIDANA
DI PENGADILAN
SKRIPSI
Oleh :
70
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL................................................................................................................ i
PERSETUJUAN................................................................................................. ii
KATA PENGANTAR........................................................................................ iii
DAFTAR ISI....................................................................................................... vi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang............................................................................. 1
B. Perumusan Masalah .................................................................... 5
C. Tujuan Penulisan ........................................................................ 5
D. Manfaat Penulisan....................................................................... 5
E. Metode Penelitian........................................................................ 6
F. Sistematika Penulisan.................................................................. 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Penafsiran Autentik Kitab Undang-Undang
Hukum Acara Pidana .................................................................. 8
B. Pengertian Surat dan Bentuk Dakwaan dalam KUHAP ............. 16
BAB III PEMBAHASAN
A. Peran Terdakwa dan Pengacara Menurut Hukum Acara
Pidana Dalam Beracara di Pengadilan ....................................... 23
B. Peran Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan Hakim Menurut
Hukum Acara Pidana Dalam Beracara di Pengadilan ................ 45
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan .................................................................................. 67
B. Saran............................................................................................. 68
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 69
71