Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

PENGANTAR HUKUM INDONESIA

Tentang:
HUKUM ACARA

Oleh Kelompok 2 :
MAISARAH : 1930202033
NUR’AINI : 1930202043
RAHMAD DATUL ILLAHI : 1930202047

Dosen Pembimbing :
ANISA, SH.,MH.

JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
BATUSANGKAR
Th .2020
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Hukum pada dasarnya harus sesuai dengan nilai-nilai luhur bangsa yang
bersangkutan. Sampai saat ini masih banyak peraturan perundang-undangan yang
tidak sesuai dengan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia, kususnya peraturan
perundang-undangan peninggalan perintahan Hindia Belanda
Peraturan peninggalan pemerintahan Hindia Belanda salah satunya adalah
hukum yang mengatur tata cara menyelesaikan sengketa di peradilan, yaitu hukum
acara perdata, hukum acara pidana, hukum acara tata usaha Negara dan hukum
acara peradilan agama,
Perkembangan masyarakat yang sangat cepat dan pengaruh globalisasi,
menuntut adanya hukum acara yang dapat mengatasi persengketaan dan
menyelesaikan permasalahan yang terjadi ditengah-tengah masyarakat.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan hukum acara?
2. Apa saja bentuk-bentuk dari hukum acara?
3. Apa saja asas-asas dari hukum acara?
4. Apa saja proses dari hukum acara baik perdata maupun pidana?
5. Dan apa saja upaya-upaya hukum?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari hukum acara
2. Untuk mengetahui bentuk-bentuk dari hukum acara
3. Untuk mengetahui asas-asas dari hukum acara
4. Untuk mengetahui proses hukum acara perdata maupun pidana

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Hukum Acara


Hukum acara (dikenal juga sebagai hukum prosedur atau peraturan keadilan)
adalah serangkaian aturan yang mengikat dan mengatur tata cara dijalankannya
persidangan pidana, perdata, maupun tata usaha Negara. Hukum acara dibuat untuk
menjamin adanya sebuah proses hukum yang semestinya dalam menegakkan hukum.
Hukum acara berbeda dengan hukum materil yang mengatur mengenai substansi
hukum itu sendiri, yang pada gilirannya akan diuji melalui hukum acara. Dalam hal
ini, beberapa pakar mendefinisikan hukum acara sebagai “cara mempertahankan”
sebuah hukum.
Hukum acara pada umumnya mengatur cabang-cabang hukum umum, seperti
hukum acara pidana hukum acara perdata. Masing-masing Negara yang memiliki
yurisdiksi dan kewenangan aturan berbeda-beda.

B. Bentuk-Bentuk Hukum Acara


1. Hukum Acara Perdata
a. Pengertian Hukum Acara Perdata
Hukum acara perdata adalah serangkaian kaidah, prosedur, dan peraturan
hukum yang mengatur pelaksanaan hukum perdata pada tata hukum positif yang
berlaku di Indonesia.
b. Sumber Hukum Acara Perdata
Pelaksanaan hukum acara perdata di Indonesia dilakukan sesuai dengan
Undang-Undang Darurat No. 1 Tahun 1951 tentang tindakan-tindakan sementara
untuk menyelenggarakan kesatuan susunan kekuasaan dan acara pengadilan-
pengadilan sipil.
2. Hukum Acara Pidana
a. Pengertian hukum acara pidana
Hukum acara pidana atau hukum pidana Formal disebut dengan
strafvordering, dalam bahasa Ingris disebut Criminal Prosedure law. Menurut

2
Simon, berpendapat bahwa Hukum Acara Pidana disebut juga dengan hukum
pidana formal, yang mengatur bagaimana Negara melalui perantara alat-alat
kekuasaannya melaksanakan haknya untuk menghukum dan menjatuhkan
hukuman.
b. Tujuan hukum acara pidana
Apa bila diteliti beberapa pertimbangan yang menjadi alasan disusunnya
KUHAP maka secara singkat KUHAP memiliki 5 tujuan yaitu sebagai berikut:
1. Perlindungan atas harkat dan martabat manusia (tersangka atau terdakwa)
2. Perlindungan atas kepentingan hukum dan pemerintahan
3. Kodifikasi dan unifikasi hukum acara pidana
4. Mencapai kesatuan sikap dan tindakan aparat penegak hukum
5. Mewujudkan hukum acara pidana yang sesuai dengan Pancasila dan UUD
1945
c. Sumber Hukum Acara Pidana
Adapun beberapa sumber dasar hukum acara pidana sebagai berikut:
Undang-Undang Dasar 1945, ketentuan UUd 1945 yang langsung
mengenai hukum acara pidana adalah pasal 24 ayat (1): kekuasaan kehakiman
dilakukan oleh sebuah MA dan lain-lain badan kehakiman menurut Undang-
Undang. Ayat (2): susunan dan kekuasaan badan-badan kehakimab itu diatur
dengan Undang-Undang. Pasal 25: syarat-syarat menjadi dan untuk diberhentikan
sebagai hakim ditetapkan dengan Undang-Undang. Pasal II aturan peralihan UUD
1945; segala badan Negara dan peraturan yang ada masih berlaku, selama belum
diadakan yang baru menurut Undang-Undang dasar ini.
3. Hukum Acara Peradilan Agama
a. Pengertian Hukum Acara Peradilan Agama
Hukum acara peradilan agama adalah peraturan hukum yang mengatur
bagaimana cara mentaatinya hukum perdata materil dengan perantaraan hakim atau
dengan cara bagaimana bertindak di muka pengadilan agama dan bagaimana Hakim
bertindak agar hukum itu berjalan sebagimana mestinya.
b. Sumber-sumber Hukum Acara Peradilan Agama
1. HIR/R.Bg.

3
2. UU No. 7 tahun 1989
3. UU No. 14 tahun 1970
4. UU No. 14 tahun 1985
5. UU No. 1 tahun 1974 Jo. PP. No. 9 tahun 1975
6. UU no. 20 tahun 191947
7. Inpres No. 1 tahun 1991 (KHI)
8. Peraturan MA RI
9. Surat Edaran MA RI
10. Peraturan Menteri Agama
11. Keputusan Menteri Agama.

C. Asas-Asas Hukum
1. Asas- Asas Hukum umum
Asas-asas hukum umum adalah sebagai berikut:
a. Asas Kepastian Hukum
Adalah asas dalam Negara hukum yang mengutamakan landasan ketentuan
peraturan perundang-undangan, keputusan, keajegan, dan keadilan dalam setiap
kebijakan penyelenggaraan pemerintah.
b. Asas kemanfaatan
Adalah manfaat yang ahrus diperhatikan secara seimbang antara:(1)
kepentingan individu yang satu dengan kepentingan individu yang lain; (2)
kepentingan individu dengan masyarakat;(3) kepentingan warga masyarakat dan
masyarakat asing;(4) kepentingan kelompok masyarakat yang satu dengan kelompok
masyarakat lainnya;(5) kepentingan pemerintah dan warga masyarakat;(6)
kepentingan generasi mendatang;(7) kepentingan manusia dan ekosistemnya;(8)
kepentingan pria dan wanita.
c. Asas ketidakberpihaka
Adalah asas yang mewajibkan badan dan/atau pejabat pemerintahan dalam
menetapkan dan/atau tindakan para pihak secara keseluruhan dan tidak diskrinatif,
d. Asas keterbukaan

4
Adalah asas yang melayani masyarakat untuk mendapatkan akses dan
memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif dalam
menyelenggarakan pemerintahan dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak
asasi manusia/pribadi, golongan, dan rahasia Negara.
d. Asas kepentingan umum
Adalah asas yang mendahulukan kesejahteraan dan kemanfaatan umum
dengan cara yang aspiratif, akomodatif, selektif, dan tidak deskriminatif.
d. Asas pelayanan terbaik
Adalah asas yang memberikan pelayanan yang tepat waktu, prosedur dan
biaya yang jelas, sesuai dengan standar pelayanan, dan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
2. Asas-Asas Hukum acara Perdata
Asas-asas hukum acara perdata adalah sebagai berikut:
a. Asas hakim bersifat pasif
b. Asas sifat keterbukanya persidangan
c. Asas mendengar kedua belah pihak
d. Asas bebas dari campur tangan para piahk dari luar pengadilan
e. Asas sederhana, cepat dan biaya ringan
f. Asas putusan harus disertai alasan-alasan
g. Asas putusan harus dilaksanakan setelah 14 hari lewat
h. Asas beracara dikenakan biaya
3. Asas-asas hukum acara pidana
Asas-asas hukum acara pidana adalah sebagai berikut:
a. Asas peradilan cepat, sederhana dan biaya ringan
b. Praduga tak bersalah
c. Asas oportinitas
d. Pemeriksaan pengadilan terbuka untuk umum
e. Semua orang diberlakukan sama didepan hukum
f. Peradilan dilakukan oleh hakim karena jabatannya dan tetap
g. Tersangka/terdakwa berhak mendapatkan bantuan hukum.
4. Asas-asas hukum acara peradilan agama

5
Asas-asas hukum acara peradilan agama adalah sebagai berikut:
a. Peradilan agama adalah peradilan Negara.
b. Peradilan agama adalah peradilan bagi orang-orang yang beragama islam
c. Peradilan agama menetapkan dan menegakkan hukum berdasarkan Pancasila
d. Peradilan agama memeriksa, memutuskan, dan menyelesaikan perkara
berdasarkan hukum Islam
e. Hakim sifatnya menunggu
f. Beracara dikenakan biaya
g. Persidangan bersifat terbuka untuk umum
h. Hakim wajib mendengarkan kedua belah pihak
i. Pelaksanaan putusan pengadilan wajib menjaga terpeliharanya perikemanusiaan
dan peri keadilan (pasal 33 ayat (4) UU No. 14 tahun 1970).
D. Proses Beracara Perdata dan Pidana
1. Proses Beracara Perdata
Tata cara pelaksanaan beracara perdata adalah sebagai berikut:
a. Proses pendaftaran
b. Tahap persidangan
1. Tahap Mediasi
Pada hari siding yang telah ditetapkan oleh Majelis Hakim, penggugat
dan Tergugat (“para pihak”) telah hadir, maka majlis hakim sebelum
melanjutkan pemeriksaan, wajib untuk mengusahakan upaya perdamaian
dengan mediasi, yaitu suatu cara menyelesaikan sengketa melalui proses
perundingan untuk memperoleh kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh
mediator.
2. Tahap pembacaan gugatan (termasuk jawaban, Replik, dan Duplik)
Apabila majles hakim telah mendapatkan pernyataan Mediasi gagal dari
Mediator, maka pemeriksaan perkara dilanjutkan ke tahap ke-2 yaitu
pembacaan surat gugatan. Kesempatan pertama diberikan kepada penggugat
untuk membaca surat gugatannya. Setelah membaca surat gugatan, maka acara
berimbang kesempatan kedua diberi kepada pihak tergugat untuk membaca

6
jawabannya. Dan dilanjut dengan replik dari pihak penggugat dan duplik dari
pihak tergugat.
3. Tahap pembuktian
Tahap pembuktian merepakan tahap yang cukup penting dalam semua
proses pemeriksaan perkara, karena dari tahap ini nantinya yang akan
menentukan apakah dalil penggugat atau bantahan tergugat yang akan terbukti.
Dari alat-alat bukti yang diajukan para pihak, majelis hakim dapat menilai
peristiwa hukum yang terbukti tersebut nantinya majelis hakim akan
mempertimbangkan hukum apa yang akan diterapkan dalam perkara dan
memutuskan siapa yang menang dan kalah dalam perkara tersebut. Alat-alat
bukti sudah bias diajukan oleh para pihak dipersidangan, yaitu disebutkan
dalam pasal 164 HIR atau pasal 284 Rbg yaitu berupa:
a. Surat/akta
b. Saksi
c. Pesangkaan
d. Pengakuan
e. Sumpah
4. Tahap kesimpulan
Pengajuan kesimpulan oleh para pihak setelah selesai secara pembuktian
tidak diatur dalam HIR maupun dalam Rbg, akan tetapi mengajukan
kesimpulan ini timbul dalam praktek persidangan.
5. Tahap Putusan
Setelah melalui beberapa proses dan tahapan persidangan, maka
sampai;ah pada proses tahapan terakhir, yaitu pembacaan putusan. Selanjutnya
dikatakan, bahwa putusan hakim terdiri dari 4 bagian, yaitu:
a. Kepala Putusan
b. Identitas para pihak
c. Pertimbangan
d. Amar putusan
2. Proses Beracara Pidana
a. Meja Pertama

7
1. Menerima berkas perkara pidana, lengkap dengan surat dakwaannya dan surat-
surat yang berhubungan dengan perkara tersebut. Terhadap perkara yang
terdakwanya ditahan dan masa tahanan hamper berakhir, petugas segera
melaporkan kepada ketua pengadilan
2. Berkas perkara dimaksud di atas meliputi pula barang-barang bukti yang akan
diajukan oleh jaksa penuntut umum, baik yang sudah dilampirkan dalam berkas
perkara maupun yang kemudian diajukan kedepan persidangan. Barang-barang
bukti tersebut.
3. Bagian penerimaan perkara memeriksa perlengkapan berkas. Kelengkapan dan
kekurangan berkas dimaksud diberitahukan kepada panitera muda pidana.
4. Dalam hal berkas perkara dimaksud belum lengkap, panitera muda pidana
meminta kepada kejaksaan untuk melengkapi berkas dimaksud sebelum
deregister.
5. Pendaftaram perkara pidana biasa dalam register induk, dilaksanakan dengan
mencatat nomor perkara sesuai dengan urutan dalam buku register tersebut
6. Pendaftaran perkara pidana singkat, diajukan setelah hakim melaksanakan siding
pertama
7. Pendaftaran perkara tindak pidana ringan dan lalu lintas dilakukan setelah perkara
itu diputus oleh pengadilan
8. Petugas buku register harus mencatat dengan cermat dalam register terkait, semua
kegiatan yang berkenaan dengan perkara dan pelaksanaan putusan kedalam
register induk yang bersangkutan.
9. Pelaksanaan tugas pada meja pertama, dilakukan oleh panitera muda pidana dan
berada langsung dibawah koordinasi wakil panitera.
b. Meja kedua
1. Menerima pernyataan banding, kasasi, peninjauan kembali dan generasi/remisi.
2. Menerima dan memberikan tanda terima atas
a. Memori banding
b. Kontra memori banding
c. Memori kasasi
d. Kontra memori kasasi

8
e. Alasan peninjaun kembali
f. Jawaban/tanggapan peninjauan kembali
g. Permohonan grasi/remisi
h. Penangguhan pelaksanaan putusan
3. Proses persidangan
a. Pembacan surat dakwaan oleh jaksa penuntut umum
b. Pembuktian
1. Surat/akta
2. Keterangan ahli
3. Saksi
4. Keterangan terdakwa
5. Petunjuk
c. Tuntutan/pembacaan tuntutan oleh jaksa penuntut umum
d. Pledoi
e. Replik/duplik
f. Pembacaan putusan oleh majlis hakim
E. Upaya Hukum
1. Verzet
Upaya hukum verzet (perlawanan) adalah upaya hukum terhadap putusan
yang dijatuhkan pengadilan negeri/ pengadilan tingkat pertama kerena tertugat
tidak hadir dalam siding pertama dan tidak mengirim wakilnya untuk menghadap
persidangan,
2. Banding
Apabila putusan dirasa kurang memuaskan penggugat, penggugat dapat
mengajukan banding.
3. Kasas
Upaya hukum kasasi adalah upaya hukum yang dilakukan oleh pihak-
pihak terutama pihak yang tidak puas terhadap putusan banding.
4. Peninjauan kembali

9
Upaya hukum peninjauan kembali (PK) atau request civil merupakan
upaya hukum luar biaya sebagai upaya hukum terhadap putusan yang telah
mempunyai kekuatan hukum teta

10
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Pengertian hukum acara
Hukum acara (dikenal juga sebagai hukum prosedur atau peraturan keadilan)
adalah serangkaian aturan yang mengikat dan mengatur tata cara dijalankannya
persidangan pidana, perdata, maupun tata usaha Negara.
Hukum acara dibuat untuk menjamin adanya sebuah proses hukum yang
semestinya dalam menegakkan hukum.
2. Bentuk-bentuk hukum acara
a. Pidana
b. Perdata
c. Peradilan agama
3. Asas-asas hukum acara
a. Asas hukum acara umum
b. Asas hukum acara pidana
c. Asas hukum acara perdata
d. Asas hukum acara peradilan agama
4. Upaya hukum
a. Verzet
b. Kasasi
c. Banding
d. Peninjauan kembali

11
DAFTAR KEPUSTAKAAN

Masriani Tiena Yulies, S.H., M.Hum. 2004. Pengantar Hukum Indonesia. Jakarta: Sinar


Grafika
Umar Said Sugiarto, 2013, Pengantar Hukum Indoonesia, Cetakan Ketiga. Jakarta.:
Sinar Grafika
Abdoel Djamali,R, 2014, Pengantar Hukum Indonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada,.

12

Anda mungkin juga menyukai