Anda di halaman 1dari 8

KEDUDUKAN YURISPRUDENSI

DALAM
PUTUSAN HUKUM ACARA MAHKAMAH KONSTITUSI
Nindya Firma Nirmada (210202110027)
nindyafirmanirmada@gmail.com
Prodi Hukum Ekonomi Syariah
Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang

Abstrak
Indonesia adalah negara demokrasi yang berdasar atas hukum (constitutional
democratic state), dengan pengertian bahwa konstitusi memiliki kedudukan sebagai hukum
tertinggi, karena itu seluruh penyelenggaraan negara harus berdasar pada Konstitusi.
Mahkamah Konstitusi hadir sebagai pengawal konstitusi untuk mewujudkan
terjelmanya cita-cita Indonesia sebagai negara demokrasi yang berdasar atas hukum.
Keberlakuan yurisprudensi sebagai salah satu sumber hukum yang diakui di Indonesia
selalu menarik untuk dilakukan penelitian. Indonesia yang terpengaruh dengan sistem
hukum civil law pada dasarnya tidak mengikatkan diri pada yurisprudensi. Namun apabila
ada putusan yang dianggap kontradiksi dengan putusan sebelumnya menjadi perdebatan
mengenai bagaimana keberlakuan yurisprudensi yang telah ada.

Kata kunci: Kedudukan, Yurisprudensi Mahkamah Konstitusi.


Abstract
Indonesia is a democratic country based on law (constitutional democratic state),
with the understanding that the constitution has the position as the highest law, therefore
all state administration must be based on the Constitution. The Constitutional Court exists
as a guardian of the constitution to realize the ideals of Indonesia as a democratic country
based on law. The applicability of jurisprudence as a recognized source of law in Indonesia
is always interesting for research. Indonesia, which is influenced by the civil law legal
system, basically does not bind itself to jurisprudence. However, if there is a decision that
is considered to be a contradiction with the previous decision, it becomes a debate about
how the existing jurisprudence applies.
Keywords: Position, Jurisprudence, Constitutional Court

Pendahuluan
Yurisprudensi adalah salah satu sumber hukum yang dapat menjadi rujukan
oleh hakim dalam memutus perkara. Belum ada satu kesepahaman mengenai
pengertian yurisprudensi yang diakui bersama. Luasnya pengertian yurisprudensi
dikarenakan Indonesia terpengaruh sistem hukum civil law yang menempatkan
yurisprudensi sebagai sumber hukum yang tidak mengikat oleh hakim. Hakim
dapat mengikuti yurisprudensi yang telah ada sebelumnya atau bahkan berbeda
dengan yurisprudensi. Mahkamah Konstitusi sebagai salah satu pelaku kekuasaan
kehakiman yang diamanatkan oleh Pasal 24C ayat (1) dan ayat (2) UUD NRI 1945
memiliki kewenangan mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya
bersifat final dan mengikat untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang
Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan
oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik dan memutus
perselisihan tentang hasil pemilihan umum serta wajib memberikan putusan atas
pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau
Wakil Presiden menurut Undang-Undang Dasar.

Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif
dengan menggunakan pendekatan case study. Kasus-kasus yang dipelajari dan dianalisis
adalah beberapa putusan Mahkamah Konstitusi yang relevan dengan tema. Selain terhadap
putusan Mahkamah Konstitusi, terdapat pula buku, jurnal dan literatur lain yang
menunjang dan berhubungan sebagai bahan penelaahan hukum terhadap kaidah yang
dianggap sesuai dengan penelitian hukum tertulis. Penelitian normatif dilakukan terhadap
hal-hal yang bersifat teoritis asasasas hukum, dasar hukum dan konsep-konsep hukum.1
Dalam penelitian ini, penulis mengumpulkan bahan hukum berupa putusan Mahkamah
Konstitusi dan menganalisisnya dengan menggunakan teori tentang yurisprudensi dan
keberlakuannya, prinsip the judiciary independence dan judiciary accountability serta
konsepsi the living constitution.

Pembahasan
Kedudukan Yurisprudensi Putusan Mahkamah Konstitusi
Sumber hukum adalah topik yang sering dibahas dalam studi ilmu hukum. Sumber
hukum adalah segala sesuatu yang menciptakan atau menciptakan hukum, atau asal
mulanya hukum. Menurut Kansil, hukum memiliki aspek materiil dan formal. Undang-
undang, kebiasaan, yurisprudensi, dan traktat adalah sumber hukum formil. Dari keempat
sumber hukum tersebut, bagaimana yurisprudensi digunakan dalam pengujian undang-
undang di Mahkamah Konstitusi menjadi topik diskusi karena keberadaan yurisprudensi
sering diperdebatkan.

Enrico Simanjuntak juga turut menegaskan sumber hukum merujuk kepada


pengertian tempat dari asal muasal suatu nilai atau norma tertentu berasal, sedangkan dasar
hukum ataupun landasan hukum, merupakan norma hukum yang mendasari suatu tindakan
atau perbuatan hukum tertentu sehingga dapat dianggap sah, atau dapat dibenarkan secara
hukum. Sumber hukum dapat dibedakan ke dalam dua pengertian dalam arti formal atau
formele zin (sources of law in its formal sense) atau in materiele zin (source of law in
material sense). Sumber hukum dalam arti formal dapat didefinisikan sebagai tempat
formal dalam bentuk tertulis dari mana suatu kaidah hukum diambil sedangkan sumber
hukum dalam arti materil adalah tempat dari mana norma itu berasal, baik dari arti tertulis
maupun tidak tertulis.1

Perkembangan ilmu hukum Indonesia memengaruhi jurisprudensi. Yurisprudensi


di Indonesia sangat penting karena selain berfungsi sebagai sumber hukum, juga berfungsi
sebagai pedoman bagi para hakim dalam memutus perkara. Lembaga yudikatif
menghasilkan yurisdiksi. Mengisi kekosongan hukum adalah tugas yurisprudensi saat
hakim membuat keputusan.

1
Enrico Simajuntak, Peran Yurisprudensi dalam Sistem Hukum di Indonesia, Jurnal Konstitusi, Vol. 16 No. 1,
2019, hlm. 87
Sudikno Mertokusumo dalam bukunya menyebutkan bahwa fungsi yurisprudensi
sendiri dalam hal hakim membuat putusan adalah mengisi kekosongan hukum sehingga
hakim tidak boleh menolak perkara karena tidak ada hukum yang mengatur. Kekosongan
hukum hanya bisa teratasi dan ditutupi melalui “judge made law” yang akan dijadikan
pedoman sebagai yurisprudensi sampai terciptanya kodifikasi hukum yang lengkap dan
baku.2

Dari segi kemerdekaan hakim, yurisprudensi pada pokoknya tidak mencederai


nilai-nilai kemerdekaan hakim. Yurisprudensi sebagai konsekuensi bahwa ia adalah
penghalusan dari undang-undang, didalamnya terkandung norma undangundang yang
mengikat hakim, sehingga hakim tidak dapat dikatakan tidak merdeka ketika hakim
memutus mempertimbangkan yurisprudensi. Kemudian Yurisprudensi dijadikan sebagai
pedoman untuk hakim memutus suatu perkara. Dengan adanya pedoman atau pegangan
yang ada dalam yurisprudensi tersebut, maka akan timbul konsistensi dalam sikap
peradilan dan menghindari putusanputusan yang kontroversial, hal mana pada gilirannya
akan memberikan jaminan kepastian hukum serta kepercayaan terhadap peradilan dan
penegakan hukumnya, baik di forum nasional dan terutama tingkat internasional.3

Putusan hakim dapat menjadi sumber hukum formal apabila putusan tersebut
diikuti oleh hakim setelahnya yang dikenal sebagai yurisprudensi. Yurisprudensi bisa lahir
berkaitan dengan adanya prinsip di dalam hukum bahwa hakim tidak boleh menolak untuk
mengadili perkara yang diajukan kepadanya. Hakim sebagai penegak hukum dan keadilan
wajib mengadili, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup di dalam
masyarakat, maka dalam menangani perkara hakim dapat melakukan:
1. Menerapkan secara in concreto aturan-aturan hukum yang sudah ada (secara in
abstracto) dan berlaku sejak sebelumnya.
2. Mencari sendiri aturan-aturan hukum berdasarkan nilai-nilai hukum yang hidup
dalam masyarakat.4

2
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Yogyakarta: Liberty, 2003, hal. 31
3
Mirja Fauzul Hamdi.Agustus 2016.” Kedudukan Yurisprudensi Putusan Mahkamah Konstitusi Dalam
Merekonstruksi Hukum Acara”. http://ejurnal.peraturan.go.id/index.php/jli/article/download/508/pdf
4
Oly Viana Agustine. September 2018. “Keberlakuan Yurisprudensi pada Kewenangan Pengujian Undang-Undang
dalam Putusan Mahkamah Konstitusi”.Jurnal Konstitusi Vol.15. No.3.
Mahkamah Konstitusi dalam menjalankan kewenangannya memeriksa, mengadili,
dan memutus perkara tertentu berdasarkan pertimbangan konstitusional, dengan sendirinya
setiap putusan MK merupakan penafsiran terhadap konstitusi. Berdasarkan latar belakang
tersebut, setidaknya MK memiliki 5 (lima) fungsi yang melekat pada keberadaan MK dan
dilaksanakan melalui pelaksanaan kewenangannya yaitu:
a. MK sebagai pengawal konstitusi (the guardian of the constitution);
b. MK sebagai penafsir final konstitusi (the final interpreter of the constitution);
c. MK sebagai pelindung hak asasi manusia (the protector of human rights);
d. MK sebagai pelindung hak konstitusional warga negara (the protector of citizen’s
constitutional rights); dan
e. MK sebagai pelindung demokrasi (the protector of democracy).

Yurisprudensi dalam Putusan Pengujian Undang-Undang di Mahkamah Konstitusi

Kewenangan untuk menguji konstitusionalitas undang-undang terhadap UUD


(PUU), merupakan kewenangan yang paling sering dan rutin dilakukan MK. Sejak
dibentuk 2003, MK telah menerima ribuan perkara PUU yang diajukan oleh banyak pihak.
Perkara yang diajukan itu terkait dengan banyak hal yang menyangkut sistem politik dan
kepemiluan, pemerintahan daerah, peradilan dan penegakan hukum, seleksi pejabat publik,
masalah ekonomi dan keuangan, sumber daya alam, ketenagakerjaan, kesehatan,
pendidikan, hingga masalahmasalah kongkrit yang menyangkut seleksi pejabat public serta
hak-hak konstitusional dan kepentingan warga negara. Keluasan dimensi masalah dalam
perkara PUU menunjukkan betapa penting dan strategisnya peranan MK, juga dampak
yang ditimbulkan apabila MK kemudian mengabulkan permohonan yang diajukan.

Konstitusi Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 menegaskan, MK merupakan peradilan
tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final. Dijelaskan kemudian dalam
penjelasan Pasal 10 ayat (1) UU Nomor 8 Tahun 2011 Perihal Perubahan UU 24 Tahun
2003 Tentang Mahkamah Konstitusi, Putusan bersifat final yaitu putusan MK langsung
memperoleh kekuatan hukum tetap sejak diucapkan dan tidak ada upaya hukum yang dapat
ditempuh. Sifat final putusan mencakup pula kekuatan hukum mengikat (final and
binding). Penjelasan ini menunjukkan 3 hal mendasar yaitu pertama, putusan MK secara
langsung memperoleh kekuatan hukum. Kedua, putusan MK merupakan tingkat pertama
dan terkakhir sehingga tidak ada upaya hukum yang bisa ditempuh. Ketiga, memiliki akibat
hukum bagi semua pihak (erga omnes) yang berkaitan dengan putusan. 5

Terdapat beberapa putusan Mahkamah Konstitusi dalam pengujian undang-undang


yang menjadi yurisprudensi dan diikuti oleh putusan-putusan setelahnya. Bahkan putusan
tersebut menjadi syarat dalam pengajuan pengujian undang-undang. Putusan tersebut yakni
putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 006/PUU-III/2005 dan putusan Nomor 11/PUU-
V/2007 terkait dengan adanya kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) UU MK, yakni syarat-syarat sebagai
berikut:
a. adanya hak dan/atau kewenangan konstitusional pemohon yang diberikan oleh
UUD 1945;
b. hak dan/atau kewenangan konstitusional tersebut, dianggap telah dirugikan oleh
berlakunya Undang-Undang yang dimohonkan pengujian;
c. kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional tersebut harus bersifat spesifik
(khusus) dan aktual atau setidak-tidaknya potensial yang menurut penalaran yang
wajar dapat dipastikan akan terjadi;
d. adanya hubungan sebab-akibat (causal verband) antara kerugian dimaksud dengan
berlakunya Undang-Undang yang dimohonkan pengujian;
e. adanya kemungkinan bahwa dengan dikabulkannya permohonan maka kerugian
konstitusional tersebut tidak akan atau tidak lagi terjadi.

Putusan MK yang secara tegas menyatakan materi muatan suatu undangundang,


pasal dan/atau ayat bertentangan dengan UUD (declaratoir), akan menyebabkan kekuatan
hukum mengikat dari ketentuan undang-undang tersebut akan hilang, dan melahirkan
keadaan hukum baru (constitutief). Karena itu putusan MK berlaku kedepan (prospektif)
dan tidak berlaku surut. Artinya, putusan MK tidak meniadakan peristiwa hukum yang
terjadi sebelumnya karena ketentuan undangundang tersebut masih berlaku sebelum
dibatalkan MK. Jadi, putusan MK menjadi kata akhir dari pemberlakuan sebuah

5
Implementasi Putusan Pengujian Undang-Undang Oleh Mahkamah Konstitusi 2003- 2018”. Indonesian Legal
Roundtable.Januari 2019
Https://Www.Academia.Edu/39765417/Implementasi_Putusan_Pengujian_Undangundang_Oleh_Mahkamah_Konst
itusi_2003-201, diakses pada 14 Juni 2023
norma/ketentuan undang-undang yang kedudukannya setara dengan undangundang itu
sendiri (negative legislatore) .

Putusan final MK selain memiliki kekuatan mengikat, juga memiliki kekuatan


pembuktian dan kekuatan eksekutorial. Apabila sudah diucapkan dan dimuat dalam berita
negara untuk diketahui secara umum, seluruh warga negara dan penyelenggara negara
terikat untuk tidak lagi menerapkan lagi ketentuan undang-undang yang telah dinyatakan
inkonstitusional dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Jika dilanggar, dapat
dikualifikasi sebagai perbuatan melawan hukum (konstitusi) yang berakibat batal demi
hukum. Namun demikian tidak ada sanksi yang bisa diberikan bagi siapapun yang
melanggar.6

Simpulan

Perkembangan ilmu hukum Indonesia memengaruhi jurisprudensi. Yurisprudensi


di Indonesia sangat penting karena selain berfungsi sebagai sumber hukum, juga berfungsi
sebagai pedoman bagi para hakim dalam memutus perkara. Lembaga yudikatif
menghasilkan yurisdiksi. Mengisi kekosongan hukum adalah tugas yurisprudensi saat
hakim membuat keputusan. Dalam menjalankan kewenangannya untuk memeriksa,
mengadili, dan memutus perkara, Mahkamah Konstitusi mempertimbangkan konstitusi.
Setiap keputusan MK merupakan penafsiran konstitusi.

Daftar Pustaka
Mertokusumo,Sudikno. Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Yogyakarta: Liberty, 2003.

Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.

Agustine,Oly Viana. “Keberlakuan Yurisprudensi pada Kewenangan Pengujian Undang-


Undang dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Dalam Jurnal Konstitusi,” Vol.15. No.3.
2018.

6
Indonesian Legal Roundtable.Januari 2019. “Implementasi Putusan Pengujian Undangundang Oleh Mahkamah
Konstitusi 2003-2018”.
Https://Www.Academia.Edu/39765417/Implementasi_Putusan_Pengujian_Undangundang_Oleh_Mahkamah_Konst
itusi_2003-201 , diakses 14 Juni 2023
Simanjuntak, Enrico. “Peran Yurisprudensi dalam Sistem Hukum di Indonesia Dalam
Jurnal Konstitusi,” Vol. 16 No. 1, 2019.

Hamdi, Mirja Fauzul. ”Kedudukan Yurisprudensi Putusan Mahkamah Konstitusi Dalam


Merekonstruksi Hukum Acara”.
http://ejurnal.peraturan.go.id/index.php/jli/article/download/508/pdf, 2016, diakses pada
14 Juni 2023
Indonesia Legal Rountable. Implementasi Putusan Pengujian Undang-Undang Oleh
Mahkamah Konstitusi 2003-2018”. .Januari 2019, diakses pada 14 Juni 2023
Https://Www.Academia.Edu/39765417/Implementasi_Putusan_Pengujian_Undangundang_Oleh_
Mahkamah_Konstitusi_2003-201

Anda mungkin juga menyukai