ABSTRAK
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana penerapan praktik
inkonstitusional bersyarat di Mahkamah Konstitusi serta implikasi hukumnya. Sejak
Mahkamah Konstitusi berdiri pada Tahun 2003 di Republik Indonesia seringkali Mahkamah
Konstitusi menujukan progresnya melalui pembaharuan hukum yang diciptakan oleh
Mahkamah Konstitusi sebagai pegadilan norma “¢ourt of law” juga sebagai penjaga konstitusi
sejati “the true guardian of constitution. Salah satu bentuk hasil dari tabrakan terhadap hukum
positif yakni dengan dikeluarkannya jenis amar putusan konstitusional bersyarat “conditionally
constitutional” dan inkonstitusional bersyarat “conditionally unconstitutional” yang
sebelumnya berdasarkan Undang-undang Nomor 24 Tahun 2003 jo. Undang-undang Nomor 8
Tahun 2011 jo. Undang-undang Nomor 4 Tahun 2014 tentang Mahkamah Konstitusi, hanya
diatur tiga jenis amar putusan yakni putusan dikabulkan, ditolak, dan tidak dapat diterima.
Salah satu amar putusan inkonstitusional bersyarat yang menimbulkan perdebatan dikalangan
para sarjana hukum maupun masyarakat luas pada saat Mahkamah Konstitusi mengeluarkan
Putusan Nomor 91/PUU-XVIII/2020 tentang pengujian Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020
tentang Cipta kerja, dalam putusan tersebut Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa Undang-
undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta kerja dinyatakan inkonstitusional bersyarat, yang
harus diperbaiki oleh pembentuk undang-undang selama dua tahun, apabila tidak dilakukan
perbaikan dalam jangka waktu tersebut maka undang-undang a qou harus dinyatakan
inkonstitusional secara parmanen dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Secara
normatif undang-undang a qou cacat formil dan diakui oleh Mahkamah Konstitusi melalui
putusannya, seharusnya apabila suatu norma yang dinyatakan cacat prosedural harus dimaknai
cacat keseluruhan dan dinyatakan bertentangan dengan konstitusi, namun Mahkamah
Konstitusi mempertimbangkan kemanfaatan hukum, yakni undang-undang a qou
menyederhanakan beberapa undang-undang melalui metode omnibus law dan beberapa muatan
materiil yang dianggap penting sehingga apabila Mahkamah Konstitusi menyatakan
inkostitusional berdasarkan hukum positif maka akan terjadi suatu kegaduhan besar di
Republik Indonesia.
Kata kunci: Konstitusi, Mahkamah Konstitusi, Putusan Inkonstitusional Bersyarat.
PENDAHULUAN yang terjadi didalam sistem ketatanegaraan
harus sesuai dan berdasarkan atas hukum.
A. Latar Belakang 5
Sebagaimana mewujudkan negara hukum
Indonesia adalah negara hukum yang pada yang dicita-citakan oleh Undang-Undang
pokoknya menjelaskan bahwa segala sesuatu Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
dapat terealisasikan apabila seluruh proses
1
Artikel Skripsi.
2
Mahasiswa Fakultas Hukum Unsrat, Nim 19071101220.
3
Fakultas Hukum Unsrat, Guru Besar Hukum Tata Negara.
4
Fakultas Hukum Unsrat, Magister Ilmu Hukum.
5
Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
6
Sri Soemantari, Bunga Rampai Hukum Tata 8
Ni’matul Huda Dan R. Nazriyah, 2011,
Negara Indonesia, Bandung, Alumni, 1990, Teori & Pengujian Peraturan Perundang
Hal.29 Undangan, Nusa Media, Bandung, Hal 145
7
Pasal 24 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara 9
Allan R. Brewer-Carias, 2013,
Republik Indonesia Tahun 1945. Constitutional court as Positive Legislators: A
Comparative Law Study, Cambride University
Press, Hal.146
mengingat Mahkamah Konstitusi dengan dan pemahaman analitis. Terhadap data yang
penerapan praktik putusan inkonstitusional dianalisis tersebut kemudian dilakukan
bersyarat dan konstitusional bersyarat interpretasi sehingga akan diperoleh
merupakan suatu bentuk progresif dari gambaran yang jelas mengenai permasalahan
Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga yang ada, selanjutnya dapat diambil suatu
penafsir norma dasar. kesimpulan dan diajukan saran.
Maka dari itu penulis beranggapan
bahwa perlu dan penting untuk mengangkat PEMBAHASAN
persoalan penerapan praktik putusan
inkonstitusional bersyarat di Mahkamah A. Eksistensi Putusan Inkonstitusional
Konstitusi yang juga menjadi salah satu Bersyarat di Mahkamah Konstitusi
persoalan hukum saat ini.
Kewenangan pengujian undang-undang
B. Rumusan Masalah yang dimiliki oleh Mahkamah Konstitusi
sebagai bentuk implementasi dari konsep
1. Apa landasan yuridis dari penerapan norma berjenjang yang dikemukakan oleh
praktik putusan inkonstitusional Hans Kelsen (stufenbau theory) dan
bersyarat di Mahkamah Konstitusi? dikembangkan oleh Hans Nawiasky (die
2. Bagaimana praktik dan implikasi hukum theory von stufenordnung der rechtsnormen),
dari penerapan putusan inkonstitusional bahwa setiap norma itu berjenjang dan
bersyarat di Mahkamah Konstitusi? berlapis. Aturan yang lebih rendah berpegang
pada aturan yang paling tinggi, aturan yang
C. Metode Penelitian tinggi tersebut berpegang dan berdasarkan
pada aturan yang lebih tinggi lagi, begitu
Penelitian yang digunakan dalam seterusnya hingga pada suatu aturan yang
penulisan ini adalah penelitian hukum paling tinggi yang sifatnya abstrak yang
normatif. Penelitian adalah suatu kesatuan sering disebut hukum dasar atau konstitusi.
metode ilmiah dengan tata cara teratur, runtut Sehingga adanya kewenangan pengujian
dan baik yang memiliki tujuan untuk mencari, undang-undang di Mahkamah Konstitusi
menggali, dan menemukan serta dimaksudkan agar Mahkamah Konstitusi
mengembangkan suatu gejala untuk dilihat dapat mengoreksi jika terdapat suatu aturan
kebenarannya. Penelitian ini menggunakan yang rendah bertentangan dengan aturan yang
bahan sekunder yakni berupa kumpulan paling tinggi (Undang-Undang Dasar
bahan atau sejumlah keterangan yang /konstitusi).10 Dalam dinamika hukum
diperoleh melalui sumber-sumber tertentu ketatanegaraan harus memunculkan
seperti peraturan perundang-undangan, buku- sebuah preseden baru yang dianggap
buku, jurnal, dokumen-dokumen resmi, surat progresif untuk kemajuan dan
kabar, situs internet, maupun bahan-bahan pembaharuan hukum dalam suatu negara.
lainnya. Metode yang digunakan dalam
pengumpulan bahan melalui studi
Berawal dari kasus di Amerika Serikat
dokumen/kepustakaan (liblary research) pada tahun 1803 antara Marbury versus
dengan menganalisis menguraikan kalimat Madison, Mahkamah Agung (supreme
yang teratur dan tidak tumpang tindih dan court) Amerika Serikat memutuskan
efektif serta memudahkan interpretasi data perkara yang bukan kewenangannya
10
Aziz Syamsuddin. 2011. Proses dan
Teknik Penyusunan Undang-Undang. Jakarta:
Sinar Grafika, Hal. 14-15.
mengikat dan tidak memiliki upaya terdapat 3 (tiga) kekuatan putusan yaitu
hukum untuk mengubahnya16. Hubungan sebagai berikut:20
antara Mahkamah Konstitusi dengan 1. Kekuatan mengikat, suatu putusan
Pemerintah dan Dewan Perwakilan yang telah memperoleh kekuatan hukum
Rakyat sebagai bentuk hubungan kontrol tetap (inkracht van gewijsde) yang
dan pengawasan dari produk hukum yang sifatnya tidak dapat diganggu gugat lagi.
dihasilkan sebagai bentuk implementasi 2. Kekuatan pembuktian, suatu
checks and balences system, sehingga putusan yang telah memperoleh kekuatan
putusan Mahkamah Konstitusi atas hukum tetap dapat digunakan sebagai alat
pengujian suatu norma sebagai bentuk bukti yang kuat oleh para pihak.
koreksi atas produk hukum yang kental 3. Kekuatan eksekutorial, suatu
dengan nuansa politik hasil dari putusan yang telah mempunyai kekuatan
Pemerintah dan Dewan Perwakilan hukum untuk dilaksanakan (executorial
Rakyat. Dalam Undang-undang Nomor kracht).
12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Putusan Mahkamah Konstitusi sejak
Peraturan Perundang-Undangan, diucapkan dipersidangan yang terbuka
menyebutkan bahwa Presiden dan Dewan untuk umum, memiliki 3 (tiga)21 kekuatan
Perwakilan Rakyat yang berwenang yaitu:
menindak lanjuti putusan Mahkamah 1. kekuatan mengikat
Konstitusi 17 sebagai bentuk respon atau 2. kekuatan pembuktian
produk yang telah di keluarkan yang oleh 3. kekuatan eksekutorial
Mahkamah Konstitusi diberi catatan Implementasi putusan Mahkamah
perbaikan. Apabila suatu putusan Konstitusi sering mengalami kesulitan
Mahkamah Konstitusi yang tidak kunjung dalam proses tindaklanjutnya. Martitah
ditindaklanjuti maka akan berimplikasi menjelaskan bahwa beberapa produk
pada kekosongan hukum, serta dapat hukum undang-undang yang sudah
memengaruhi agenda ketatanegaraan18. dinyatakan inkonstitusional namun tidak
jelas kelanjutannya dan tindak lanjut oleh
Putusan Mahkamah Konstitusi legislatif sebagai pembentuk norma atau
dalam perkara pengujian undang-undang undang-undang, yang berimpek pada
sifatnya declaratoir constitutief artinya kekosongan hukum, adapula undang-
putusan Mahkamah Konstitusi tersebut undang yang telah dibatalkan masih tetap
menciptakan atau meniadakan suatu berlaku dan digunakan akibat dari
keadaan hukum baru atau membentuk
norma baru.19 Soepomo mengemukakan
16
Pasal 24 C ayat (1) Undang-Undang Konstitusi Dalam Pengujian Undang-Undang,
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 APHTN-HAN, Vol.1, No. 1, Januari 2022, Hal.
Bhuana Ilmu Populer, Jakarta, 2018, Hal. 162. 36.
17
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 19
Op.cit. Hal. 190
2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang- 20
Soepomo, Hukum Acara Pengadilan
Undangan
Negeri, Pradnya Paramita, Jakarta, 1993, Hal. 57
18
Eka. N. A. M. Sihombing, Bentuk 21
Op.cit. Hal. 192
Ideal Tindak Lanjut Atas Putusan Mahkamah
22
Martitah, 2013, Mahkamah Konstitusi 25
Lihat Putusan MK Nomor 003/PUU-
Dari Negative Legislature Ke Positive IV/2006 Tertanggal 25 Juli 2006 tentang
Legislature, Jakarta, Konpress Hal.227 Perbuatan Melawan Hukum Materiil Dalam
Tindak Pidana Korupsi
23
Maruarar Siahaan, Hukum Acara
Mahkamah Konstitusi RI, Konpress, Jakarta, 26
Lihat Putusan MK Nomor 7/PUU-
2005, Hal. 206-207 VII/2009 Tertanggal 22 Juli 2009 tentang
Penerapan Pasal 160 KUHP Sebagai Delik
24
Bactiar. Esensi Paham Konsep Materiil
Konstitusionalisme Dalam Konteks
Penyelenggaraan Sistem Ketatanegaraan. Jurnal 27
https://www.mkri.id..
Surya Kencana Dua: Dinamika Masalah Hukum
dan Keadilan. Volume 6. No. 1. (Maret 2016). Hal.
128.
28
Faiz Rahman dan Dian Agung 29
Faiz Rahman, Anomali Penerapan
Wicaksono, Eksistensi dan Karakteristik Klausul Bersayarat Dalam Putusan Pegujian
Putusan Bersyarat Mahkamah Konstitusi, Undang-Undang Terhadap Undang-Undang
Jurnal Konstitusi, Vol. 13 No. 2, Juni 2016 Hal. Dasar, Jurnal Konstitusi, Volume 17, Nomor 1,
352 Maret 2020, Hal. 34
terhadap tata cara pembentukan Undang- keadilan. Disamping itu juga harus
undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang mempertimbangkan tujuan strategis dari
Cipta Kerja tidak didasarkan pada cara dibentuknya undang-undang a quo. Oleh
dan metode yang pasti, baku, dan standar, karena itu, dalam memberlakukan
serta sistematika pembentukan undang- undang-undang cipta kerja yang telah
undang terjadinya perubahan penulisan dinyatakan inkonstitusional secara
beberapa substansi pasca persetujuan bersyarat menimbulkan konsekuensi
bersama Dewan Perwakilan Rakyat dan yuridis terhadap keberlakuan undang-
Presiden; dan bertentangan dengan asas- undang a quo, sehingga Mahkamah
asas pembentukan peraturan perundang- memberikan kesempatan kepada
undangan, maka Mahkamah berpendapat pembentuk undang-undang untuk
proses pembentukan Undang-undang memperbaiki undang-undang cipta kerja
Nomor 11 Tahun 2020 adalah tidak berdasarkan tata cara pembentukan
memenuhi ketentuan berdasarkan undang-undang yang memenuhi cara dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik metode yang pasti, baku dan standar
Indonesia Tahun 1945, sehingga harus didalam membentuk undang-undang
dinyatakan cacat formil. omnibus law yang juga harus tunduk
dengan keterpenuhan syarat asas-asas
Mahkamah juga pembentukan undang-undang yang telah
mempertimbangkan eksistensi dari ditentukan. Yang kemudian
undang-undang a qou yakni semata-mata memerintahkan agar segera dibentuk
untuk penyelesaian persoalan “obesitas landasan hukum yang baku untuk dapat
regulasi” dan tumpang tindih antar menjadi pedoman didalam pembentukan
undang-undang. namun telah terbukti undang-undang dengan menggunakan
secara hukum adanya metode omnibus law yang mempunyai
ketidakterpenuhannya syarat-syarat sifat kekhususan tersebut. Oleh karena itu,
tentang tata cara dalam pembentukan berdasarkan landasan hukum yang telah
Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 dibentuk tersebut undang-undang a quo
tentang Cipta Kerja. Dengan demikian, dilakukan perbaikan selama 2 (dua) tahun
untuk menghindari ketidakpastian hukum sejak putusan ini diucapkan. Apabila
dan dampak lebih besar yang ditimbulkan, dalam waktu 2 (dua) tahun, tidak
maka berkenaan dengan hal ini, menurut dilakukan perbaikan akan berakibat
Mahkamah terhadap Undang-undang hukum menjadi inkonstitusional secara
Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja permanen. Hal ini guna mencapai
harus dinyatakan inkonstitusional secara kepastian hukum terutama untuk
bersyarat. Bahwa pilihan Mahkamah menghindari kekosongan hukum atas
untuk menentukan undang-undang a qou undang-undang atau pasal-pasal atau
dinyatakan secara inkonstitusional secara materi muatan undang-undang yang telah
bersyarat tersebut, dikarenakan
Mahkamah harus menyeimbangkan
antara syarat pembentukan sebuah
Undang-undang yang harus dipenuhi
sebagai syarat formil guna mendapatkan
undang-undang yang memenuhi unsur
kepastian hukum, kemanfaatan dan
30
Lihat Putusan MK Nomor 91/PUU- 32
Laica Marzuki, Judicial Review Di
XVIII/2020, Hal. 411-415 Mahkamah Konstitusi,Jurnal Legislasi Indonesia,
Vol. 1, No. 3, November 2004, Hal. 2
31
Hasdinar, Implikasi Putusan MK Nomor
91/PUU-XVIII/2020 Tntang Pengujian Undang- 33
I Gede Agus Kurniawan, Putusan
Undang Tentang Cipta Kerja Terhadap Mahkamah Konstitusi Terhadap Undang-Undang
Pembentukan Peraturan Daerah, Jurnal Legalitas, Cipta Kerja Dalam Prepektif Utilitarianisme,
Vol. 6, No. 1, Desember 2022, Hal. 55 Jurnal USM Law Review, Vol. 5, No. 1 tahun
2022, Hal. 292
ditolak, dan tidak dapat diterima. Namun 1. Namun negara Indonesia adalah
pada perkembangannya Mahkamah negara hukum (supreme of law) maka
Konstitusi Republik Indonesia menambah sudah selayaknya organ negara bertindak
jenis amar putusan yakni putusan harus didasarkan pada hukum positif.
konstitusional bersyarat (conditionally Penulis menyarankan membentuk dasar
constitutional) dan inkonstitusional hukum dalam penerapan praktik amar
bersyarat (conditionally unconstitutional). putusan bersyarat di Mahkamah
Pada dasarnya hadir kedua model putusan Konstitusi, yakni melalui revisi undang-
ini berdasarkan konsep pembaharuan undang Mahkamah Konstitusi untuk
hukum, hukum dinamis yang seyogyanya menambahkan jenis amar putusan
terus berkembang seiring dengan inkonstitusional bersyarat (conditionally
perkembangan masyarakat. Law as a unconstitutional) dan konstitusional
means of reform hukum sebagai sarana bersyarat (conditionally constitutional) di
pembaharuan. Hadirnya putusan Mahkamah Konstitusi sebagai landasan
inkonstitusional besryarat sebagai bentuk dalam menjalankan kewenangan lembaga
responsif sesuai dengan perkembangan peradilan konstitusi.
kebutuhan masyarakat guna menciptakan
hukum yang bertransformasi dan adaptif. 2. Mahkamah Konstitusi harus
2. Mahkamah Konstitusi acap kali memiliki standing position yang kuat dan
mengeluarkan putusan yang memberikan harus lebih tegas karena sering kali
syarat kepada pembentuk undang-undang putusan Mahkamah Konstitusi
untuk memperbaiki suatu norma yang atas menimbulkan ambiguitas hukum
pertimbangan Mahkamah apabila norma dimasyarakat serta persoalan tidak
tersebut akan dinyatakan inkonstitusional ditindak lanjuti oleh lembaga pembentuk
seutuhnya maka akan menciptakan undang-undang. Ketegasan Mahkamah
kekosongan hukum secara masif terlihat dalam putusan Mahkamah
(rechtsvacuum) dalam sistem Konstitusi No. 91/PUU-XVIII/2020
ketatanegaraan, sehingga praktik ini tentang pengujian undang-undang cipta
dianggap lazim di Mahkamah Konstitusi. kerja, Mahkamah dalam mengeluarkan
Seringkali dalam implementasi syaratnya dengan tegas amar putusan
menimbulkan suatu persoalan Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa
ketatanegaraan baik putusan yang tidak dalam jangka 2 (dua) tahun norma a qou
ditindak lanjuti oleh lembaga pembentuk apabila tidak diperbaiki maka harus
undang-undang, atau putusan yang dimaknai dan dinyatakan inkonstitusional
menimbulkan ambiguitas hukum. Namun secara parmanen. Penulis menyarakan
kemanfaatan hukum yang dapat dicapai agar setiap putusan dengan klausul
akibat keterlibatan constitutional court bersyarat harus memiliki poin-poin
dalam memperbaiki suatu norma hasil penegasan oleh Mahkamah Konstitusi
dari produk politik. Dalam hal ini sebagai bentuk eksekusi dan memiliki
Mahkamah Konstitusi bersifat konsekuesi hukum sebagai bentuk
proporsional yang sama-sama punishment.
mengakomodir kepentingan masyarakat
luas dan politik. Daftar Pusataka
B. Saran
D. Putusan Pengadilan
Putusan MK Nomor 003/PUU-IV/2006
Bertanggal 25 Juli 2006 tentang
perbuatan melawan hukum meteriil
dalam tindak pidana korupsi.
Putusan MK Nomor 7/PUU-VII/2009
Bertanggal 22 Juli 2009 tentang
penerapan Pasal 160 KUHP sebagai
delik materiil.
Putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020
Bertanggal 27 Oktober 2020 tentang
Pengujian Undang-Undang Nomor
11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
E. Internet
Pusdik.mkri.id
https://www.mkri.id