Oleh:
ADI SUPARNA
NIM : 2120215310030
Dosen:
Dr. SUPRAPTO SH.,MH
I. BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang .....1
B. Maksud dan tujuan 2
C. Rumusan masalah 2
D. Teori yang digunakan 2
E. Metode Penulisan 3
i
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
pelaksanaan buah pikir negara hukum, yang tidak benar suatu buktinya yaitu
meletakkan aturan bagai hukum terbaik, sehingga peraturan terbilang mesti dilindungi
hukum di Indonesia.
terkecuali, selain itu pula keberadaan Mahkamah Kontitusi merupakan keharusan bagi
suatu negara hukum yang absolut dan membentuk dampak lanjutan dari
Berdasarkan Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 bahwa “Mahkamah Konstitusi
berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat
Mahkamah Kontitusi terkait Kewenangannya dalam hal – hal yang berkaitan dengan
Eksistensinya.
Salah satu putusan yang menjadi Pro dan Kontra yaitu putusan No.1-2/PUU-
1
Undang-Undang Dasar 1945
kontroversial oleh undang-undang ini diterbitkan dalam bentuk Perppu, maupun
kemunculan pada Perppu ini yaitu cara untuk menyelamatkan MK pada keresahan
maupun kebobrokan institusi (penangkapan salah satu hakim yang menjabat Ketua
dengan Eksistensinya?
Undang Yang Berkaitan dengan Eksistensinya yang mana kita ketahui Mahkamah
Konstitusi merupakan badan peradilan yang mengadili pada tingkat pertama dan
terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap UUD.
Tujuan dari pada penulisian ini yaitu untuk mendapatkan Pemahaman yang
lebih baik terkait Netralitas Mahkamah Konstitusi dalam Hukum di Indonesia dan
C. RUMUSAN MASALAH
Konsitusi maka dalam Makalah yang bersifat Kritikan Ini Penulis akan membatasi
2
https://media.neliti.com/media/publications/114118-ID-pro-kontra-kewenangan-mahkamah-konstitus.pdf
Adapun teori yang digunakan dalam tulisan ini adalah teori keadilan yang
dikemukakan oleh John Rawls, yang mana Dalam bukunya “A Theory of Justice”, ia
menyatakan bahwa keadilan adalah kelebihan (virtue) bermula dari lembaga sosial,
begitu halnya fakta dari bentuk gagasan"3 sehingga dikaitkan atas Netralitas
keberadaannya.
METODE PENULISAN
Penulisan ini adalah penulisan hukum secara normatif, dimana penulisan ini
dari kepustakaan.
BAB II
3
John Rawls, A Theory of Justice, cet. Ke-23, Massachusetts: Harvard University Press, 1999, hlm. 3.
PEMBAHASAN
dengan yang dimaksud dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, keadaan
kekuasaan hakim yang merdeka, bebas dari pengaruh kekuasaan lembaga lainnya
24C ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945;
5. Menyampaikan tetapan atas buah pikiran DPR maka Presiden maupun Wakil4
4
https://www.mkri.id/index.php?page=web.Berita&id=10961
Di Indonesia, Mahkamah Konstitusi merupakan Badan Peradilan yang
memiliki keputusan bersifat final dan mutlak sehingga tidak ada badan peradilan lain
yang dapat melakukan perlawan terhadap putusan tersebut, namun dalam perjalannya
Putusan yang dikeluarkan Mahkamah Kontitusi banyak menjadi Pro dan Kontra
dikalangan Masyarakat.
Konstitusi dinilai sebagai “Terobosan Hukum” karena dinilai memberikan angin segar
“Menerabas Hukum” sebab dinilai amat biasa dari nilai keadilan maupun kebijakan
Namun karena sifat putusan Mahkamah Konsitusi bersifat final dan mengikat
dan tidak adanya upaya hukum lain, maka putusan Mahkamah Kontitusi tersebut mau
tidak mau tetap dianggap sebagai “kebenaran hukum”, sekalipun masih menyisakan
problem hukum.
Salah satu putusan yang menjadi Pro dan Kontra yaitu putusan No.1-2/PUU-
Perppu ini yaitu jalan bagi melindungi MK dari kekacauan dan kebangkrutan institusi
(penangkapan salah satu hakim yang menjabat Ketua MK oleh KPK karena kasus
penyuapan).
Putusan tersebut yakni dalam hal seseorang yang dipilih sebagai Hakim Kontitusi
syarat yang harus didapatkan yaitu tidak menjadi anggota partai politik dalam jangka
waktu paling kecil 7 (tujuh) tahun sebelum diajukan bagai kandidat hakim konstitusi”
mencolok artinya yaitua biar hakim konstitusi diisi untuk bentuk yang tak terkait
buah dari penetapan umum, yang amat terkait atas kebutuhan partai politik. Jika
hakim konstitusi disesaki orang partai, mesti saja akan bangkitkan keraguan soal
Berdasarkan MK yang lain yaitu dari Pasal a quo makin didasarkan atas
belaka yang dalam penerapannya penuh dengan permasalahan hukum, stigma negatif
berkepribadian tercela dan tidak dapat berlaku adil” sehingga tidak memenuhi syarat
menjadi Hakim Konstitusi adalah suatu penalaran yang tidak benar”. Stigmatisasi
hak-hak konstitusional seorang warga negara dan hak untuk menjadi Hakim
Konstitusi bagi setiap orang yaitu hak dasar untuk ikut dalam pemerintahan yang
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
5
https://media.neliti.com/media/publications/114118-ID-pro-kontra-kewenangan-mahkamah-konstitus.pdf
Sebagaimana yang telah diuraikan di atas, dalam menguji undang-undang yang
mengatur Netralitas Putusan Mahkamah Kontitusi terkait asas hakim tidak boleh menguji
perkara yang menyangkut dirinya sendiri, tidak semata-mata terjadi karena adanya
benturan asas namun juga dilatarbelakangi oleh implikasi beberapa putusan Mahkamah
B. Saran
Mahkamah Konstitusi dibatasi oleh nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945, artinya
Mahkamah Kontitusi tidak boleh membuat putusan yang bertentangan dengan nilai-
nilai Pancasila dan UUD 1945, jika bertentangan maka putusan tersebut batal demi
hukum.
DAFTAR PUSTAKA
Buku :
John Rawls, A Theory of Justice, cet. Ke-23, Massachusetts: Harvard University
Press, 1999, hlm. 3.
Perundang-Undangan :
Undang-Undang Dasar 1P45
Putusan MK No.1-2/PUU-XII/2014
Internet :
https://media.neliti.com/media/publications/114118-ID-pro-kontra-kewenangan-
mahkamah-konstitus.pdf
https://www.mkri.id/index.php?page=web.Berita&id=10961
https://media.neliti.com/media/publications/114118-ID-pro-kontra-kewenangan-
mahkamah-konstitus.pdf