Anda di halaman 1dari 11

NETRALITAS MAHKAMAH KONSTITUSI

DALAM MENGUJI UNDANG-UNDANG YANG


BERKAITAN DENGAN EKSISTENSINYA

Oleh:
ADI SUPARNA
NIM : 2120215310030

Dosen:
Dr. SUPRAPTO SH.,MH

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT


MAGISTER ILMU HUKUM
2022
DAFTAR ISI HALAMAN
Daftar Isi i

I. BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang .....1
B. Maksud dan tujuan 2
C. Rumusan masalah 2
D. Teori yang digunakan 2
E. Metode Penulisan 3

II. BAB II PEMBAHASAN


A. Pengertian Mahkamah Konstitusi 6
B. Bagaimana Netralitas Mahkamah Kontitusi dalam Menguji Undang-undang
yang Berkaitan dengan Eksistensinya 7

III. BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan 10
B. Saran 10

IV. DAFTAR PUSTAKA

i
BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG

Penciptaan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mandiri melahirkan wujud

pelaksanaan buah pikir negara hukum, yang tidak benar suatu buktinya yaitu

meletakkan aturan bagai hukum terbaik, sehingga peraturan terbilang mesti dilindungi

maupun dijaga atas tindakan yang menyimpang.

Sehingga Mahkamah Konstitus dibentuk dengan tujuan untuk terciptanya

kehidupan bernegara hukum yang demokratis dan negara demokrasi berdasarkan

hukum di Indonesia.

Fungsi Mahkamah Konsitusi sebagai kekuasaan kehakiman yang independen

merupakan Penahan atas tindakan pelanggaran hukum di bidang ketatanegaraan tanpa

terkecuali, selain itu pula keberadaan Mahkamah Kontitusi merupakan keharusan bagi

suatu negara hukum yang absolut dan membentuk dampak lanjutan dari

ketatanegaraan, juga politik hukum undang-undang.

Berdasarkan Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 bahwa “Mahkamah Konstitusi

berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat

final untuk menguji undang-undang terhadap UUD”,1namun dalam perkembangnya

seiring berjalannya waktu muncul pertanyaan dan kritikan tentang Netralitas

Mahkamah Kontitusi terkait Kewenangannya dalam hal – hal yang berkaitan dengan

Eksistensinya.

Salah satu putusan yang menjadi Pro dan Kontra yaitu putusan No.1-2/PUU-

XII/2014 yang menyatakan bahwa UU MK Perubahan Kedua No.4/2014 secara

keseluruhan dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945, putusan ini dinilai

1
Undang-Undang Dasar 1945
kontroversial oleh undang-undang ini diterbitkan dalam bentuk Perppu, maupun

kemunculan pada Perppu ini yaitu cara untuk menyelamatkan MK pada keresahan

maupun kebobrokan institusi (penangkapan salah satu hakim yang menjabat Ketua

MK oleh KPK karena kasus penyuapan).2

Atas dasar inilah menarik bagi penulis untuk mendalami bagaiamana

Netralitas Mahkamah Konstitusi dalam Menguji Undang-Undang Yang Berkaitan

dengan Eksistensinya?

B. MAKSUD DAN TUJUAN

Adapun maksud dari Penulisan ini adalah untuk untuk mendapatkan

pengetahuan tentang Netralitas Mahkamah Konstitusi dalam Menguji Undang-

Undang Yang Berkaitan dengan Eksistensinya yang mana kita ketahui Mahkamah

Konstitusi merupakan badan peradilan yang mengadili pada tingkat pertama dan

terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap UUD.

Tujuan dari pada penulisian ini yaitu untuk mendapatkan Pemahaman yang

lebih baik terkait Netralitas Mahkamah Konstitusi dalam Hukum di Indonesia dan

sebagai Penambah Khazanah ilmu khususnya dibidang hukum.

C. RUMUSAN MASALAH

Mengingat terlalu luasnya ruang lingkup yang termasuk Ranah Mahkamah

Konsitusi maka dalam Makalah yang bersifat Kritikan Ini Penulis akan membatasi

pembahasan seputar Bagaimana Netralitas Mahkamah Konstitusi dalam Menguji

Undang-Undang Yang Berkaitan dengan Eksistensinya.

D. TEORI YANG DIGUNAKAN

2
https://media.neliti.com/media/publications/114118-ID-pro-kontra-kewenangan-mahkamah-konstitus.pdf
Adapun teori yang digunakan dalam tulisan ini adalah teori keadilan yang

dikemukakan oleh John Rawls, yang mana Dalam bukunya “A Theory of Justice”, ia

menyatakan bahwa keadilan adalah kelebihan (virtue) bermula dari lembaga sosial,

begitu halnya fakta dari bentuk gagasan"3 sehingga dikaitkan atas Netralitas

Mahkamah Konstitusi selama Menguji Undang-Undang Yang Berkaitan dengan

keberadaannya.

METODE PENULISAN

Penulisan ini adalah penulisan hukum secara normatif, dimana penulisan ini

merujuk pada norma-norma hukum yang terdapat pada peraturan perundang-

undangan, putusan pengadilan dan literatur (bahan/sumber ilmiah) yang didapatkan

dari kepustakaan.

Metode penulisan yang digunakan melalui metode deskriptif analisys yang

memberikan gambaran mengenai Netralitas Mahkamah Konstitusi dalam Menguji

Undang-Undang Yang Berkaitan dengan Eksistensinya.

BAB II

3
John Rawls, A Theory of Justice, cet. Ke-23, Massachusetts: Harvard University Press, 1999, hlm. 3.
PEMBAHASAN

A. Pengertian Mahkamah Konstitusi

Mahkamah Konstitusi yaitu salah satu penggarap kedaulatan hakim sama

dengan yang dimaksud dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, keadaan

ini bermaksud Mahkamah Konstitusi tergantung pada ajaran normal penyelenggara

kekuasaan hakim yang merdeka, bebas dari pengaruh kekuasaan lembaga lainnya

dalam menegakkan hukum dan keadilan. Mahkamah Konstitusi berdasarkan Pasal

24C  ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945 berkuasa untuk:

1. Memeriksa UU atas Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945;

2. Menutup bentrokan wewenang dewan negara yang kekuatannya diberikan

dengan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

3. Memutus pembubaran partai politik;

4. Memutus perselisihan hasil pemilihan umum; dan

5. Menyampaikan tetapan atas buah pikiran DPR maka Presiden maupun Wakil4

B. Bagaimana Netralitas Mahkamah Konstitusi dalam Menguji Undang-Undang

Yang Berkaitan dengan Eksistensinya?

4
https://www.mkri.id/index.php?page=web.Berita&id=10961
Di Indonesia, Mahkamah Konstitusi merupakan Badan Peradilan yang

memiliki keputusan bersifat final dan mutlak sehingga tidak ada badan peradilan lain

yang dapat melakukan perlawan terhadap putusan tersebut, namun dalam perjalannya

Putusan yang dikeluarkan Mahkamah Kontitusi banyak menjadi Pro dan Kontra

dikalangan Masyarakat.

hal ini dikarenakan banyaknya putusan Mahkamah Konstitusi yang dinilai

baik atau kontroversial oleh sebagian masyarakat, terkadang putusan Mahkamah

Konstitusi dinilai sebagai “Terobosan Hukum” karena dinilai memberikan angin segar

dalam pemertahanan hukum bersama keadilan, melainkan adakala dinilai bagai

“Menerabas Hukum” sebab dinilai amat biasa dari nilai keadilan maupun kebijakan

konstitusi, beserta keluar dari rel pemberharuan hukum.

Namun karena sifat putusan Mahkamah Konsitusi bersifat final dan mengikat

dan tidak adanya upaya hukum lain, maka putusan Mahkamah Kontitusi tersebut mau

tidak mau tetap dianggap sebagai “kebenaran hukum”, sekalipun masih menyisakan

problem hukum.

Salah satu putusan yang menjadi Pro dan Kontra yaitu putusan No.1-2/PUU-

XII/2014 yang menyatakan bahwa UU MK Perubahan Kedua No.4/2014 secara

keseluruhan dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945, putusan ini dinilai

kontroversial akibat UU ini diciptakan berbentuk Perppu, maupun diciptakannya dari

Perppu ini yaitu jalan bagi melindungi MK dari kekacauan dan kebangkrutan institusi

(penangkapan salah satu hakim yang menjabat Ketua MK oleh KPK karena kasus

penyuapan).

Bahwa berdasarkan Pertimbangan Hakim Mahkamah Kontitusi sendiri terkait

Putusan tersebut yakni dalam hal seseorang yang dipilih sebagai Hakim Kontitusi

syarat yang harus didapatkan yaitu tidak menjadi anggota partai politik dalam jangka
waktu paling kecil 7 (tujuh) tahun sebelum diajukan bagai kandidat hakim konstitusi”

mencolok artinya yaitua biar hakim konstitusi diisi untuk bentuk yang tak terkait

serentak bersama wewenang Mahkamah Kontitusi guna membenahi pertentangan

buah dari penetapan umum, yang amat terkait atas kebutuhan partai politik. Jika

hakim konstitusi disesaki orang partai, mesti saja akan bangkitkan keraguan soal

obyektivitas jalan keluar konflik yang dimaksud. 5

Berdasarkan MK yang lain yaitu dari Pasal a quo makin didasarkan atas

penghukum ketatanegaraan terhadap komunitas tertentu dan merupakan stigmatisasi

belaka yang dalam penerapannya penuh dengan permasalahan hukum, stigma negatif

“menyamakan semua anggota partai politik sebagai calon koruptor dan

berkepribadian tercela dan tidak dapat berlaku adil” sehingga tidak memenuhi syarat

menjadi Hakim Konstitusi adalah suatu penalaran yang tidak benar”. Stigmatisasi

seperti ini menciderai

hak-hak konstitusional seorang warga negara dan hak untuk menjadi Hakim

Konstitusi bagi setiap orang yaitu hak dasar untuk ikut dalam pemerintahan yang

dijamin oleh UUD 1945.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

5
https://media.neliti.com/media/publications/114118-ID-pro-kontra-kewenangan-mahkamah-konstitus.pdf
Sebagaimana yang telah diuraikan di atas, dalam menguji undang-undang yang

mengatur Netralitas Putusan Mahkamah Kontitusi terkait asas hakim tidak boleh menguji

perkara yang menyangkut dirinya sendiri, tidak semata-mata terjadi karena adanya

benturan asas namun juga dilatarbelakangi oleh implikasi beberapa putusan Mahkamah

Konstitusi sehingga perlu kejernihan dalam memahami pro-kontra kewenangan

Mahkamah Kontitusi tersebut.

B. Saran

Agar Hakim Mahkamah Kontitusi harus memegang teguh prinsip kehati-

hatian dan pertanggungjawaban sebab penafsiran secara bebas justru akan

menimbulkan manipulasi konstitusi.

Selain itu, hal yang menjadi pemahaman utama bahwa kewenangan

Mahkamah Konstitusi dibatasi oleh nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945, artinya

Mahkamah Kontitusi tidak boleh membuat putusan yang bertentangan dengan nilai-

nilai Pancasila dan UUD 1945, jika bertentangan maka putusan tersebut batal demi

hukum.

DAFTAR PUSTAKA

Buku :
 John Rawls, A Theory of Justice, cet. Ke-23, Massachusetts: Harvard University
Press, 1999, hlm. 3.

Perundang-Undangan :
 Undang-Undang Dasar 1P45
 Putusan MK No.1-2/PUU-XII/2014

Internet :
 https://media.neliti.com/media/publications/114118-ID-pro-kontra-kewenangan-
mahkamah-konstitus.pdf
 https://www.mkri.id/index.php?page=web.Berita&id=10961
 https://media.neliti.com/media/publications/114118-ID-pro-kontra-kewenangan-
mahkamah-konstitus.pdf

Uji Plagiasi menggunakan website : https://www.duplichecker.com/

Anda mungkin juga menyukai