Anda di halaman 1dari 10

MERESUME MENGENAI KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI

(Disusun Untuk Memenuhi Mata Kuliah Hukum Acara PTUN & MK)

Dosen pengampu: Ahmad Fauzi Furqon, S.H., MH.

Disusun oleh kelompok 3 :

1. Ahmad Faiz (2021030186)


2. Ahmad Rizki (2021030329)
3. Deny Adriansyah (2021030036)
4. Fadilah Amalia Rohmah (2021030061)
5. Nurul Pramesti Andini (2021030439)
6. Rini Padilla Wati (2021030445)
7. Riska Aryana (2021030261)
8. Riski Ayu Lestari (2021030131)
9. Siska Febriyanti (2021030358)
10. Yuli Anita Sari (2021030171)

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG

FAKULTAS SYARIAH

HUKUM EKONOMI SYARIAH


A. KEWENANGAN MK DALAM UUD NEGARA RI TAHUN 1945
Pasca amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD
NRI) Tahun 1945 sebagaimana kita maklumi bersama bahwa berdasarkan teori trias
politica yang digagas Montesqueieu, kekuasaan negara mencakup tiga cabang yaitu
eksekutif, legislatif, yudikatif.
Ketiga cabang tersebut berafiliasi pada tatanan konsep baik pemisahan kekuasaan
(separation of power) maupun pembagian kekuasaan (distri-bution of power). Jika
melihat pada substansi UUD NRI 1945 pasca amandemen, ketiga cabang tersebut telah
diatur kewenangan dan kekuasaan masing-masing.
Pasca amandemen UUD NRI 1945, lembaga kehakiman Indonesia dilakukan dua
lembaga yaitu Mahkamah Agung (MA) berikut lembaga peradilan di bawahnya dan oleh
sebuah Mahkamah Konstitusi (MK).
Perubahan UUD NRI Tahun 1945 melalui amandemen yang keempat pada pasal
24 UUD NRI 1945 tentang Kekuasaan Kehakiman yang asli mengalami perubahan
signifikan dan dianggap sebagai angin segar dalam lingkup lembaga dan kekuasaan
kehakiman demi terwujudnya rasa keadilan yang menjadi tujuan utama hukum itu
1
sendiri. Bunyi perubahan tersebut dapat dilihat pada perubahan pasal demi pasal.
Pasal 24 Ayat (2) menyebutkan bahwa kekuasaan kehakiman dilakukan oleh
sebuah Mahkamah Agung (MA) dan badan peradilan di bawahnya serta oleh sebuah
Mahkamah Konstitusi (MK). Ketentuan tersebut menyatakan puncak kekuasaan
kehakiman dan kedaulatan hukum ada pada MA dan MK.
Mahkamah Agung merupakan lembaga yang mandiri dan harus bebas dari
pengaruh cabang-cabang kekuasaan yang lain. Dalam hubungannya dengan MK, MA
mengajukan 3 (tiga) orang hakim konstitusi untuk ditetapkan sebagai Hakim di
Mahkamah Konstitusi.

1
Muchsin. 2009. “Kekuasaan Kehakiman Pasca Perubahan UUD 1945”,
Makalah Kuliah, Program Doktor Ilmu Hukum UNTAG Surabaya.

2
Kewenangan Mahkamah Konstitusi sesuai dengan ketentuan Pasal 24C Ayat (1)
dan (2) adalah untuk mengadili pada tingkat pertama dan terakhir untuk menguji UU
terhadap UUD, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya
diberikan UUD, memutus pembubaran partai partai politik, dan memutus perselisihan
tentang hasil pemilihan umum. 2
Di samping itu, MK juga wajib memberikan putusan atas pendapat DPR
mengenai dugaan pelanggaran oleh presiden dan/atau wakil presiden menurut UUD.
Dengan kewenangan tersebut, jelas bahwa MK memiliki hubungan tata kerja dengan
semua lembaga negara, yaitu apabila terdapat sengketa antarlembaga negara atau apabila
terjadi proses judicial review yang diajukan oleh lembaga kepada MK. Sedangkan
pengusulan pengangkatan hakim lainnya, seperti hakim MK, tidak dikaitkan dengan
hakim KY.

B. KEDUDUKAN DAN WEWENANG MK DALAM SISTEM HUKUM


KETATANEGARAAN INDONESIA

Sejak tahun 2001, secara resmi Amandemen Ketiga Undang-Undang Dasar 1945
(melalui Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Tahun 2001) menerima
masuknya Mahkamah Konstitusi di dalam Undang-Undang Dasar tersebut. Pembentukan
Mahkamah Konstitusi menandai era baru dalam sistem kekuasaan kehakiman di
Indonesia. 3

Beberapa wilayah yang tadinya tidak tersentuh (untouchable) oleh hukum, seperti
masalah judicial review terhadap undang-undang, sekarang dapat dilakukan oleh

2
Abdul Rasyid Thalib, 2006, Wewenang Konstitusi dan Implikasinya
dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia, Citra Aditya
Bakti, Bandung.

3
Mukhlas, Oyo Sunaryo. 2016. Makalah: “Kekuasaan Kehakiman dalam
Undang-undang Dasar Negara Republik IndonesiaTahun 1945”.

3
Mahkamah Kontitusi. Majelis Permusyawaratan Rakyat melakukan perubahan yang
fundamental terhadap Pasal 24 Undang-Undang Dasar 1945 dengan cara mengubah Pasal
24 dan menambahnya dengan Pasal 24A, Pasal 24B, dan Pasal 24C yang di dalamnya
memuat dua lembaga baru, yaitu Mahkamah Konstitusi dan Komisi Yudisial.

Indonesia merupakan negara ke-78 yang membentuk Mahkamah Konstitusi.


Pembentukan Mahkamah Konstitusi sendiri merupakan fenomena negara modern abad
ke-20,12 tatkala Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia,
berdasarkan Pasal 24 ayat (2) Tahun 1945 juncto Pasal 24C Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia, diputuskan dalam Rapat Paripurna Majelis Permusyawaratan
Rakyat Republik Indonesia.

Pemikiran mengenai pentingnya suatu Mahkamah Konstitusi telah muncul dalam


sejarah ketatanegaraan Indonesia sebelum merdeka. Pada saat pembahasan rancangan
Undang-Undang Dasar di Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (BPUPKI).

Ide perlunya judicial review, khususnya pengujian undang-undang terhadap


Undang-Undang Dasar, kembali muncul pada saat pembahasan Rancangan Undang-
undang Kekuasaan Kehakiman yang selanjutnya ditetapkan menjadi Undang-undang
Nomor 14 Tahun 1970 Tentang Pokok-Pokok Kekuasaan Kehakiman.

Pada saat pembahasan perubahan Undang-Undang Dasar 1945 dalam era


reformasi, pendapat mengenai pentingnya Mahkamah Konstitusi muncul kembali.
Perubahan Undang-Undang Dasar 1945 yang terjadi dalam era reformasi tersebut telah
menyebabkan Majelis Permusyawaratan Rakyat tidak lagi berkedudukan sebagai
lembaga tertinggi negara dan supremasi, tetapi beralih dari supremasi Majelis
Permusyawaratan Rakyat kepada supremasi konstitusi.

Perubahan yang mendasar tersebut perlu adanya mekanisme institusional dan


konstitusional serta hadirnya lembaga negara yang mengatasi kemungkinan sengketa
antar lembaga negara yang kini telah menjadi sederajat serta saling mengimbangi dan
saling mengendalikan (checks and balances).

4
Kehadiran Mahkamah Konstitusi melalui perubahan ketiga Undang-Undang
Dasar 1945 dalam sidang tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat (2001) memiliki
dasar konstitusional yang kuat. Artinya, eksistensi, kedudukan, kewenangan, kewajiban,
dan komposisi para hakim Mahkamah Konstitusi diatur dengan tegas dalam Undang-
Undang Dasar 1945.

Undang-undang Mahkamah Konstitusi, yaitu Undang-undang Nomor 24 Tahun


2003 disahkan pada 13 Agustus 2003. Waktu pengesahan Undang-undang Nomor 24
Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi inilah yang ditetapkan sebagai hari lahirnya
Mahkamah Konstitusi. Berdasarkan Undang-undang Mahkamah Konstitusi,
pembentukan Mahkamah Konstitusi segera dilakukan melalui rekrutmen hakim konstitusi
oleh tiga lembaga negara, yaitu Dewan Perwakilan Rakyat, presiden, dan Mahkamah
Agung.

Setelah melalui tahapan seleksi sesuai mekanisme yang berlaku pada masing-
masing lembaga, akhirnya Dewan Perwakilan Rakyat, presiden, dan Mahkamah Agung
menetapkan masing-masing tiga calon hakim konstitusi.

C. DASAR FILOSOFI YURIDIS DAN SOSIOLOGIS TENTANG KEDUDUKAN


DAN WEWENANG MK
Mahkamah Konstitusi merupakan pelaku kekuasaan kehakiman yang merdeka
untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Mahkamah
Konstitusi dibentuk untuk menjamin konstitusi sebagai hukum tertinggi agar dapat
ditegakkan, sehingga Mahkamah Konstitusi disebut dengan the guardian of the
constitution. 4

4
Bambang Sutiyoso, Desember 2010, Pembentukan Mahkamah Konstitusi
Sebagai Pelaku Kekuasaan Kehakiman di Indonesia, dalam Jurnal Konstitusi Volume 7
Nomor 6, Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, Jakarta, h. 29.

5
Kedudukan Mahkamah Konstitusi ini setingkat atau sederajat dengan Mahkamah
Agung sebagai kekuasaan kehakiman yang merdeka dalam sistem ketatanegaraan
Indonesia. Dalam menjalankan kewenangannya, termasuk di dalamnya adalah menguji
undang-undang terhadap undang-undang dasar, Mahkamah Konstitusi juga melakukan
penafsiran konstitusi, sehingga Mahkamah Konstitusi juga disebut the Sole Interpreter of
the Constitution.
Sebagai lembaga penafsir tunggal konstitusi, banyak hal dalam mengadili
menimbulkan akibat terhadap kekuasaan lain dalam kedudukan berhadap-hadapan,
terutama terhadap lembaga legislatif di mana produknya direview. Kedudukan
Mahkamah Konstitusi dalam sistem ketatanegaraan Indonesia adalah sebagai lembaga
negara yang menjalankan fungsi yudisial dengan kompetensi obyek perkara
ketatanegaraan.
Keberadaan Mahkamah Konstitusi dipahami sebagai pengawal konstitusi untuk
memperkuat dasar-dasar konstitusionalisme dalam Undang-Undang Dasar 1945. Oleh
karena itu, Mahkamah Konstitusi mempunyai kewenangan dengan batasan yang jelas
sebagai bentuk penghormatan atas konstitusionalisme.

Batas-batas kewenangan yang dimiliki oleh Mahkamah Konstitusi sebagai salah


satu lembaga yudisial merupakan bentuk terselenggaranya sistem perimbangan
kekuasaan di antara lembaga negara (checks and balances). Mahkamah Konstitusi
sebagai salah satu pelaku kekuasaan kehakiman diharapkan mampu mengembalikan citra
lembaga peradilan di Indonesia sebagai kekuasaan kehakiman yang merdeka yang dapat
dipercaya dalam menegakkan hukum dan keadilan.
Dasar filosofis dari wewenang dan kewajiban Mahkamah Konstitusi adalah
keadilan substantif dan prinsip-prinsip good governance. Selain itu, teori-teori hukum
juga memperkuat keberadaan Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga negara pengawal
dan penafsir konstitusi. 5

5
Mariyadi Faqih, Juni 2010, Nilai-nilai Filosofi Putusan Mahkamah
Konstitusi yang Final dan Mengikat, dalam Jurnal Konstitusi Volume 7 Nomor 3,
Sekretarian Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, Jakarta, h. 97.

6
Kehadiran Mahkamah Konstitusi beserta segenap wewenang dan kewajibannya,
dinilai telah merubah doktrin supremasi parlemen (parliamentary supremacy) dan
menggantikan dengan ajaran supremasi konstitusi. Keadilan substantif/keadilan materiil
(substantive justice) merupakan al qist atau bagian yang wajar dan patut, tidak
mengarahkan kepada persamaan, melainkan bagian yang patut, berpihak kepada yang
benar.
Dalam penerapan keadilan substantif ini, pihak yang benar akan mendapat
kemenangan sesuai dengan bukti-bukti akan kebenarannya. Teori-teori yang menjadi
dasar pentingnya reformasi konstitusi dan menjadi dasar wewenang serta kewajibah
Mahkamah Konstitusi adalah teori kedaulatan negara, teori konstitusi, teori negara
hukum demokrasi, teori kesejahteraan, teori keadilan, dan teori kepastian hukum.
Dasar yuridis wewenang Mahkamah Konstitusi berasal dari Undang-Undang
Dasar 1945 yang diatur dalam Pasal 7A, Pasal 78, dan Pasal 24C dan dijabarkan dengan
Undang-undang Nomor 24 Tahun 2003. Terhadap perorangan, kesatuan masyarakat adat
sepanjang masih hidup, badan hukum publik atau privat, lembaga negara, partai politik,
ataupun pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat, jika hak dan/atau wewenang
konstitusionalnya dirugikan, dapat mengajukan permohonan ke Mahkamah Konstitusi.
Mahkamah Konstitusi merupakan lembaga negara yang baru dalam sistem
ketatanegaraan Indonesia hasil perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 yang dibentuk karena buruknya penyelenggaraan negara terutama
pada masa orde baru, yang ditandai dengan maraknya korupsi, kolusi, dan nepotisme,
markus (makelar kasus) sampai saat ini, dan dicampakkannya nilai-nilai keadilan hukum
menjadi faktor yang dalam melakukan perubahan diberbagai bidang, terutama sistem
peradilan.
Sebagai organ konstitusi, Mahkamah Konstitusi didesain untuk menjadi pengawal
dan penafsir undang-undang dasar melalui putusan-putusannya. Dalam menjalankan
tugas konstitusionalnya, Mahkamah Konstitusi berupaya mewujudkan visi
kelembagaannya, yakni tegaknya konstitusi dalam rangka mewujudkan cita negara
hukum dan demokrasi demi kehidupan kebangsaan dan kenegaraan yang bermartabat.

7
Visi tersebut menjadi pedoman bagi Mahkamah Konstitusi dalam menjalankan
kekuasaan kehakiman yang diembannya secara merdeka dan bertanggung jawab sesuai
dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Mahkamah Konstitusi membuka diri untuk menerima permohonan dari
masyarakat yang merasa hak-haknya dan kewenangan konstitusionalnya dilanggar akibat
berlakunya suatu undang-undang.

D. PERAN DAN FUNGSI MK


Fungsi dan peran utama MK adalah adalah menjaga konstitusi guna tegaknya
prinsip konstitusionalitas hukum. Demikian halnya yang melandasi negara-negara yang
mengakomodir pembentukan MK dalam sistem ketatanegaraannya. Dalam rangka
menjaga konstitusi, fungsi pengujian undang-undang itu tidak dapat lagi dihindari
penerapannya dalam ketatanegaraan Indonesia sebab UUD 1945 menegaskan bahwa
anutan sistem bukan lagi supremasi parlemen melainkan supremasi konstitusi.
MK dibentuk dengan fungsi untuk menjamin tidak akan ada lagi produk hukum
yang keluar dari koridor konstitusi sehingga hak-hak konstitusional warga terjaga dan
konstitusi itu sendiri terkawal konstitusionalitasnya. Untuk menguji apakah suatu
undang-undang bertentangan atau tidak dengan konstitusi, mekanisme yang disepakati
adalah judicial review yang menjadi kewenangan MK.
Jika suatu undang-undang atau salah satu bagian daripadanya dinyatakan terbukti
tidak selaras dengan konstitusi, maka produk hukum itu akan dibatalkan MK. Sehingga
semua produk hukum harus mengacu dan tak bolehbertentangan dengan konstitusi.
Melalu kewenangan judicial review ini, MK menjalankan fungsinya mengawal agar tidak
lagi terdapat ketentuan hukum yang keluar dari koridor konstitusi. Fungsi lanjutan selain
judicial review, yaitu
(1) memutus sengketa antarlembaga negara,
(2) memutus pembubaran partai politik, dan
(3) memutus sengketa hasil pemilu.
Fungsi lanjutan semacam itu memungkinkan tersedianya mekanisme untuk
memutuskan berbagai persengketaan (antar lembaga negara) yang tidak dapat

8
diselesaikan melalui proses peradilan biasa, seperti sengketa hasil pemilu, dan tuntutan
pembubaran sesuatu partai politik.
Perkara-perkara semacam itu erat dengan hak dan kebebasan para warga negara
dalam dinamika sistem politik demokratis yang dijamin oleh UUD. Karena itu, fungsi-
fungsi penyelesaian atas hasil pemilihan umum dan pembubaran partai politik dikaitkan
dengan kewenangan MK Fungsi dan peran MK di Indonesia telah dilembagakan dalam
Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 yang menentukan bahwa MK mempunyai empat
kewenangan konstitusional (conctitutionally entrusted powers) dan satu kewajiban
konstitusional (constitusional obligation).
Ketentuan itu dipertegas dalam Pasal 10 ayat (1) huruf a sampai dengan d
Undang-Undang Nomor 24 tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi. Empat
kewenangan MK adalah:
1. Menguji undang-undang terhadap UUD 1945.
Memutus sengketa kewenangan antar lembaga negara yang kewenangannya diberikan
oleh UUD 1945.
Memutus pembubaran partai politik.
Memutus perselisihan tentang hasil pemilu.
Sementara, berdasarkan Pasal 7 ayat (1) sampai dengan (5) dan Pasal 24 C ayat
(2) UUD 1945 yang ditegaskan dalam Pasal 10 ayat (2) UU Nomor 24 Tahun 2003,
kewajiban MK adalah memberi keputusan atas pendapat DPR bahwa Presiden dan atau
Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum, atau perbuatan tercela, atau tidak
memenuhi syarat sebagai Presiden dan atau Wakil Presiden sebagaimana dimaksud
dalam UUD 1945.

9
DAFTAR PUSTAKA

Mariyadi Faqih, Juni 2010, Nilai-nilai Filosofi Putusan Mahkamah


Konstitusi yang Final dan Mengikat, dalam Jurnal Konstitusi Volume 7 Nomor 3,
Sekretarian Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, Jakarta, h. 97.

Bambang Sutiyoso, Desember 2010, Pembentukan Mahkamah Konstitusi


Sebagai Pelaku Kekuasaan Kehakiman di Indonesia, dalam Jurnal Konstitusi Volume 7
Nomor 6, Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, Jakarta, h. 29.

Muchsin. 2009. “Kekuasaan Kehakiman Pasca Perubahan UUD 1945”,


Makalah Kuliah, Program Doktor Ilmu Hukum UNTAG Surabaya.

Mukhlas, Oyo Sunaryo. 2016. Makalah: “Kekuasaan Kehakiman dalam


Undang-undang Dasar Negara Republik IndonesiaTahun 1945”.

Abdul Rasyid Thalib, 2006, Wewenang Konstitusi dan Implikasinya


dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia, Citra Aditya
Bakti, Bandung.

10

Anda mungkin juga menyukai