Anda di halaman 1dari 6

Bab II Sejarah Dalam perjalanannya, sistem ketatanegaraan Indonesia mengalami perubahan yang sangat mendasar sejak adanya amandemen

Undang-Undang Dasar 1945 yang dilakukan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) pada tahun 1999 hingga 2002. Perubahan tersebut dilatarbelakangi adanya kehendak untuk membangun pemerintahan yang demokratis dengan cheek and balances yang setara dan seimbang diantara cabang-cabang kekuasaan, mewujudkan supremasi hukum dan keadilan, serta menjamin dan melindungi hak asasi manusia. Dalam kelembagaan negasa salah satu tujuan umana amandemen Undang-Undang Dasar 1945 adalah untuk menata keseimbangan antar Lembaga Negara. Dan setiap Lembaga baik Legislatif, Eksekutif dan Yudikatif mengalami perubahan yang signifikan. Khusus perubahan terhadap lembaga Yudikatif dimaksudkan untuk meciptakan kekuasaan yang merdeka yang merupakan salah satu prinsip penting bagi Indinesia sebagai satu Negara hukum. dimana prinsip ini menghendaki Kekuasaan kehakiman yang bebas dari campur tangan pihak manapun dalam bentuk apapun, sehingga dalam menjalankan tugas dan kewajibannya ada jaminan ketidak berpihakan kekuasaan kehakiman kecuali hukum dan keadilan. Hal tersebut menjadi konsekuensi dari Indonesia sebagai Negara hukum. Dan secara formil sejak tahun 1945 ( UUD 1945 pra amandemen) mendeklarasikan diri sebagai Negara Hukum dan hal ini terbukti dalam penjelasan Indonesia adalah Negara yang berdasarkan hukum dan bukan Negara yang berdasarkan kekuasaan belaka. Dan konsep ini di pertegas dengan UUD 1945 hasil amandemen didalam pasal 1 ayat 3 yakni Negara Indonesia adalah Negara Hukum. Dan dalam cabang kekuasaan kehakiman terdapat empat perubahan penting1 antara lain : 1. Pertama Apabila sebelum perubahan Undang-Undang Dasar 1945 jaminan kekuasaan kehakiman yang merdeka hanya terdapat dalam Penjelasannya maka setelah perubahan, jaminan tersebut secara eksplisit disebutkan dalam batang tubuh. 2. Kedua Mahkamah Agung dan badan kehakiman yang lain tidak legi menjadi satu-satunya pelaku kekuasaan kehakiman (judicial power), kerena di sampingnya da Mahkamah Konstitusi yang juga berfungsi sebagai pelaku kekuasaan kehakiman. 3. Ketiga

A. Ahsin Thohari, Komisi Yudisial dan Reformasi Peradilan (Jakarta, ELSAM, 2004), hal. 2

Adanya lembaga baru yang bersifat mandiri dalam struktur kekuasaan kehakiman yaitu Komisi Yudisial yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai weweng lain dalam rangka menjaga dab menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim. 4. Keempat Adanya kekuasaan kehakiman dan dalam hal ini dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi untuk melakukan pengujian undang-undang terhadap Undang-Undnag Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD, memutus pembubaran partai politik dan memutus sengketa atau perselisihan tentang hasil pemilihan Umum (PEMILU).2 dan keempat perubahan dalam cabang kekuasaan kehakiman setelah perubahan ketiga UUD 1945 dijelaskan di dalam tabel sebagai berikut : NO SEBELUM PERUBAHAN UUD 1945 Jaminan kekuasaan kehakiman yang merdeka 1 2
hanya terdapat di dalam Penjelasan UUD 1945. Mahkamah Agung dan lain-lain badan kehakiman menjadi satu-satunya pelaku kekuasaan kehakiman (judicial power)

SETELAH PRUBAHAN KETIGA UUD 1945


Jaminan kekuasaan kehakiman yang merdeka terdapat di dalam Batang Tubuh UUD 1945. Mahkamah Agung dan lain-lain badan kehakiman tidak lagi menjadi satu-satunya pelaku kekuasaan kehakiman (judicial power), karena di sampingnya ada Mahkamah Konstitusi yang juga berfungsi sebagai pelaku kekuasaan kehakiman. Adanya lembaga baru yang bersifat mandiri dalam struktur kekuasaan kehakiman, yaitu Komisi Yudisial yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim. Adanya wewenang kekuasaan kehakiman dalam hal ini dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi untuk melakukan pengujian undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar (UUD), memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD, memutus pembubaran partai politik, dan

Selain Mahkamah Agung dan lain-lain badan kehakiman tidak ada lembaga lain dalam struktur kekuasaan kehakiman (judicial power).

UUD tidak mengatur wewenang kekuasaan kehakiman untuk melakukan pengujian undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar (UUD), memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil

Perubahan Ketiga UUD 1945 yang melahirkan dua lembaga baru dalam kekuasaan kehakiman, yaitu Mahkamah Konstitusi dan Komisi Yudisial, secara umum dimaksudkan untuk memperkuat kekuasaan kehakiman dalam sistem ketatanegaraan Indonesia sebagai salah satu perwujudan ketentuan UUD 1945 yang menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia, hlm.190-191. Keberadaan Komisi Yudisial dalam struktur kekuasaan kehakiman mempunyai keterkaitan yang sangat erat dengan Mahkamah Agung. Jimly Asshiddiqie, Perspektif tentang Format Kelembagaan dan Peraturan Republik Indonesia di Masa Depan, Makalah disampaikan dalam Lokakarya Program Legislasi Nasional, yang diselenggarakan oleh Komisi Hukum Nasional bekerja sama dengan Universitas Taruma Negara, Jakarta, 29 Juli 2002, hlm. 5; Jimly Asshiddiqie, Refleksi tentang Konsepsi dan Format Ketatanegaraan Republik Indonesia Pascareformasi, Makalah disampaikan dalam Pidatao Ketatanegaraan di Hadapan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan Tokoh-tokoh Masyarakat dan LSM Se-Kabupaten Kendal, Kendal, 8 Nopember 2002, hlm.15.

pemiliham umum (pemilu).

memutus perselisihan tentang hasil pemiliham umum (pemilu)

Dan gagasan tentang kekuasaan kehakiman setelah perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar 1945 menjadi jauh lebih kompleks daripada gagasan sebelum terjadinya perubahan terhadap UndangUndang Dasar 1945. Hal ini bukan saja ditujukan pada bertambahnya jumlah pasal-pasal tetapi juga ditujukan oleh adanya dua lembaga baru yang didalam cabang kekuasaan kehakiman yakni Mahkamah Konstitusi dan Komisi Yudisial.3 Dan untuk memperjelas perbandingan antara beberapa ketentuan yang mengatur cabang kekuasaan kehakiman sebelum dan setelah perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar 1945 yakni : NO BAB IX KEKUASAAN KEHAKIMAN SEBELUM BAB IX KEKUASAAN KEHAKIMAN SETELAH PERUBAHAN UUD 1945 PERUBAHAN KEKUASAAN KEHAKIMAN PERUBAHAN KETIGA UUD 1945
Pasal 24 ayat (1) Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan lain-lain badan kehakiman menurut undangundang. Pasal 24 ayat (1) Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan Pasal 24 ayat (2) Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. Pasal 24 ayat (3) Badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman diatur dalam undang-undang. Pasal 24A ayat (1) Mahkamah Agung berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-undangan di bawah undangundang terhadap undang-undang, dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh undang-undang.

Pasal 24 ayat (2) Susunan dan kekuasaan badan-badan kehakiman itu diatur dengan undangundang.

Pasal 25 Syarat-syarat untuk menjadi dan untuk diperhentikan sebagai hakim ditetapkan dengan undang-undang. Penjelasan Pasal 24 dan 25 Kekuasaan kehakiman ialah kekuasaan yang merdeka, artinya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah. Berhubung dengan itu, harus diadakan jaminan dalam undang-undang tentang kedudukan para hakim.

Perubahan Ketiga UUD 1945 mencakup 8 (delapan) materi pokok, yakni (1) Bab tentang Bentuk dan Kedaulatan; (2) Bab tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat; (3) Bab tentang Kekuasaan Pemerintahan Negara; (4) Bab tentang Dewan Perwakilan Daerah; (5) Bab tentang Pemilihan Umum; (6) Bab tentang Keuangan; (7) Bab tentang Badan Pemeriksa Keuangan; dan (8) Bab tentang Kekuasaan Kehakiman. Arah yang dituju adalah untuk menyempurnakan pelaksanaan kedaulatan rakyat, menyesuaikan wewenang Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), mengatur pemilihan Presiden dan Wakil Presiden secara langsung, mengatur impeachment terhadap Presiden dan/atau Wakil Presiden, membentuk Dewan Perwakilan Daerah (DPD); mengatur pemilihan umum; meneguhkan kedudukan dan kewenangan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK); serta meneguhkan kekuasaan kehakiman dengan membentuk Mahkamah Konstitusi dan Komisi Yudisial. Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia, Panduan..., op. cit., hlm. 143.

Pasal 24A ayat (2) Hakim Agung harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, adil, profesional, dan berpengalaman di bidang hukum. Pasal 24A ayat (3) Calon hakim agung diusulkan oleh Komisi Yudisial kepada Dewan Perwakilan Rakyat untuk mendapatkan persetujuan dan selanjutnya ditetapkan sebagai hakim agung oleh Presiden. Pasal 24A ayat (4) Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Agung dipilih dari dan oleh hakim agung. Pasal 24A ayat (5) Susunan, kedudukan, keanggotaan, dan hukum acara Mahkamah Agung serta badan peradilan di bawahnya diatur dengan undang-undang. Pasal 24B ayat (1) Komisi Yudisial bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim. Pasal 24B ayat (2) Anggota Komisi Yudisial harus mempunyai pengetahuan dan pengalaman di bidang hukum serta memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela. Pasal 24B ayat (3) Anggota Komisi Yudisial diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Pasal 24B ayat (4) Susunan, kedudukan, dan keanggotaan Komisi Yudisial diatur dengan undangundang. Pasal 24C ayat (1) Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum. Pasal 24C ayat (2) Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut Undang-Undang Dasar Pasal 24C ayat (3) Mahkamah Konstitusi mempunyai sembilan orang anggota hakim konstitusi yang ditetapkan oleh Presiden, yang

diajukan masing-masing tiga orang oleh Mahkamah Agung, tiga orang oleh Dewan Perwakilan Rakyat, dan tiga orang oleh Presiden. Pasal 24C ayat (4) Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi dipilih dari dan oleh hakim konstitusi. Pasal 24C ayat (5) Hakim Mahkamah Konstitusi harus memiliki integritas dan kepribadian tidak tercela, adil, negarawan yang menguasai konstitusi dan ketatanegaraan, serta tidak merangkap sebagai pejabat negara. Pasal 24C ayat (6) Pengangkatan dan pemberhentian hakim konstitusi, hukum acara serta ketentuan lainnya tentang Mahkamah Konstitusi diatur dengan undang-undang. Pasal 25 Syarat-syarat untuk menjadi dan untuk diperhentikan sebagai hakim ditetapkan dengan undang-undang.

Sehingga jika melihat tabel tersebut maka dalam kapasitas sebagai Negara Hukum, maka perlu adanya peradilan yang bersifat independen dan tidak memihak serta adanya mekanisme judicial review. Dan peradilan yang independen ini identik dengan kekuasaan kehakiman yang bebas dari campur tangan pihak manapun dan dalam bentuk apapun yang telah berusaha diwujudkan dengan pembentukan Komisi Yudisial berdasarkan pasal 24 B UUD 1945 dan Undang-Undang Nomor 22 tahun 2004 tentang Komisi Yudisial yang di cantumkan di dalam pasal 13 dimana Komisi ini memiliki kewenangan : 1. Mengusulkan pengangkatan Hakim Agung kepada Dewan Perwakilan Rakyat; 2. Menegakkan kehormatan dna keluhuran martabat serta menjaga perilaku hakim. Sedangkan mekanisme judicial review di Indonesia dikenal dengan dua tata cara yakni oleh Mahkamah konstitusi dimana melakukan judicial review Mahkamah Agung yang melakukan judicial review Undang-Undang Dasar 1945 dan

terhadap peraturan perundang-undangan

dibawah Undang-Undang terhadap Undang-Undang, dimana hal ini Mahkamah Agung merupaka salah satu pelaku kekuasaan kehakiman di Indonesia. Dan yang menjadi sorotan di sini adalah pasal 24B Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar 1945 tentang pembentukan Komisi Yudisial. Dimana Komisi Yudisial berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim. Dan keberadaan Komisi Yudisial ini menjadi

penting dalam upaya pembaruan peradilan, termasuk di dalamnya menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim.

Anda mungkin juga menyukai