1
Soimin dan Mashuriyanto, Mahkamah Konstitusi Dalam Sistem Ketatanegaraan
Indonesia, Yogyakarta: UII Press, 2013, hlm. 49-50.
43
44
2
Rahimullah, Hubungan Antar Lembaga Negara, Jakarta: Gramedia, 2007, hlm. 148.
46
hanya untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya, dan maksimal usia
hakim konstitusi adalah 67 tahun.
I. Kedudukan
Mahkamah Konstitusi merupakan salah satu lembaga negara
yang melakukan kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk
menyelenggarakan pengadilan guna menegakkan hukum dan
keadilan.
II. Kewenangan
Kewenangan sama artinya dengan kekuasaan atau kompetensi
yang berasal dari bahasa Belanda “competentic”.3 Kewenangan
Mahkamah Konstitusi ditetapkan dalam Pasal 24C UUD hasil
perubahan yaitu mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang
putusannya bersifat final untuk:
a. Menguji Undang-undang terhadap UUD.
b. Memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang
kewenangannya diberikan oleh UUD.
c. Memutus pembubaran Partai Politik (Parpol).
d. Memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.
III. Kewajiban
Selain itu, Mahkamah Konstitusi mempunyai kewajiban
memberi putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil
Presiden menurut Undang-undang Dasar.
Kewajiban Mahkamah Konstitusi yang dibebankan oleh
Pasal 24C ayat (2) ini dihubungkan dengan adanya ketentuan baru
dalam UUD hasil perubahan sebagaimana tertuang dalam Pasal 7A
yang menyatakan: “Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat
diberhentikan dalam masa jabatannya oleh Majelis
Permusyawaratan Rakyat atas usul Dewan Perwakilan Rakyat, baik
3
Raihan A. Rasyid, Hukum Acara Peradilan Agama, Jakarta: CV. Rajawali, 1991, hlm.
25.
47
4
Harjono, Transformasi Demokrasi, Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan
Mahkamah Konstitusi, 2009, hlm. 135-136.
48
5
Jimly Asshiddiqie, Model-Model Pengujian Konstitusional di Berbagai Negara, Jakarta:
Konstitusi Press, 2006, hlm. 2-4.
50
masa lampau yang sangat kuat dan sangat dalam. Oleh karena
itu, yang merupakan landasan keyakinan dari agama Budha.
2. Dalam kebebasan beragama, Budha menyatakan bahwa
sebetulnya agama Budha tidak begitu saja menerima umat dari
lain agama untuk ikut Budha, karena Budha selalu menyarankan
dalam sebuah cerita, ada seorang dari agama lain untuk ikut
agama Budha, sudah tiga kali datang kepada Budha, dan Budha
mengatakan bahwa andaikata anda ingin mengikuti agama
Budha, bisa saja anda mempraktikkan darma di dalam
kehidupan sehari-hari, tetapi anda harus menyatakan anda
adalah agama yang diyakini semula.
3. Budha juga menyatakan tidak menerima dana yang
disumbangkan oleh anda kepada agama Budha. Jadi ini prinsip
dasar yang ada pada agama Budha. Oleh karena itu pada sisi
lain, tentu komunitas Budha sebagai bagian dari bangsa, bagian
dari negara, tentu juga mentaati hukum. Dalam kaitan ini, umat
Budha juga patuh kepada Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974
di dalam memberikan pelayanan keagamaan untuk hal-hal yang
berkaitan dengan upacara pernikahan.
IX. Keterangan Konferensi Waligereja Indonesia (KWI)
Dalam catatan KWI, menerangkan bahwa Undang-undang
Perkawinan yang sekarang berlaku, khususnya ketentuan Pasal 2
ayat (1) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
mengalami cacat karena:
1. Isi dan rumusannya menurut hukum masing-masing agamanya
dan kepercayaannya itu diartikan dan dimaknai de facto dengan
pembatasan jumlah agama dan kepercayaannya. Pembatasan ini
mengakibatkan sebagian warga negara Republik Indonesia tidak
mendapatkan pelayanan dalam mewujudkan haknya sebagai
warga negara karena masuk dalam pembatasan yang ditetapkan
tersebut.
65
Pendapat Mahkamah