PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang sudah saya sampaikan di atas, maka tersusunlah rumusan
masalah yang akan saya bahas di BAB II:
PEMBAHASAN
Fungsi dan peran utama MK adalah adalah menjaga konstitusi guna tegaknya
prinsip konstitusionalitas hukum. Demikian halnya yang melandasi negara-negara
yang mengakomodir pembentukan MK dalam sistem ketatanegaraannya. Dalam
rangka menjaga konstitusi, fungsi pengujian undang-undang itu tidak dapat lagi
dihindari penerapannya dalam ketatanegaraan Indonesia sebab UUD 1945
menegaskan bahwa anutan sistem bukan lagi supremasi parlemen melainkan supremasi
konstitusi. Bahkan, ini juga terjadi di negara-negara lain yang sebelumnya menganut
sistem supremasi parlemen dan kemudian berubah menjadi negara demokrasi. MK
dibentuk dengan fungsi untuk menjamin tidak akan ada lagi produk hukum yang keluar
dari koridor konstitusi sehingga hak-hak konstitusional warga terjaga dan konstitusi
itu sendiri terkawal konstitusionalitasnya.
Untuk menguji apakah suatu undang-undang bertentangan atau tidak dengan
konstitusi, mekanisme yang disepakati adalah judicial review yang menjadi
kewenangan MK. Jika suatu undang-undang atau salah satu bagian daripadanya
dinyatakan terbukti tidak selaras dengan konstitusi, maka produk hukum itu akan
dibatalkan MK. Sehingga semua produk hukum harus mengacu dan tak boleh
bertentangan dengan konstitusi. Melalui kewenangan judicial review ini, MK
menjalankan fungsinya mengawal agar tidak lagi terdapat ketentuan hukum yang keluar
dari koridor konstitusi. Fungsi lanjutan selain judicial review, yaitu (1) memutus
sengketa antarlembaga negara, (2) memutus pembubaran partai politik, dan (3)
memutus sengketa hasil pemilu. Fungsi lanjutan semacam itu memungkinkan
tersedianya mekanisme untuk memutuskan berbagai persengketaan (antar lembaga
negara) yang tidak dapat diselesaikan melalui proses peradilan biasa, seperti sengketa
hasil pemilu, dan tuntutan pembubaran sesuatu partai politik. Perkara-perkara
semacam itu erat dengan hak dan kebebasan para warga negara dalam dinamika
sistem politik demokratis yang dijamin oleh UUD. Karena itu, fungsi-fungsi penyelesaian
atas hasil pemilihan umum dan pembubaran partai politik dikaitkan dengan
kewenangan MK.1
Pasal 24 C ayat (1) dan (2) UUD NRI Tahun 1945, diketahui bahwa MK memiliki
4 (empat) kewenangan konstitusional (constitutional authorities) dan satu kewajiban
konstitusional (constitutional obligation). Keempat kewenangan konstitusional tersebut
adalah mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final:
a. Mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang keputusannya bersifat final
untuk :
Menguji undang-undang terhadap UUD 1945 (Judicial Review)
Memutus sengketa kewenangan lembaga Negara
Memutus pembubaran partai politik
Memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.
b. Memberikan putusan pemakzulan (impeachment) presiden dan/atau wakil
presiden atas permintaan DPR karena melakukan pelanggaran berupa
pengkhianatan terhadap Negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat, atau
perbuatan tercela.3
1
Janedjri M. Gaffar, Kedudukan, Fungsi dan Peran Mahkamah Konstitusi dalam sistem Ketatanegaraan Republik
Indonesia, (Surakarta, 17 Oktober 2009),hlm. 11-13
2
Jurnal Konstitusi : Putusan Ultra Petita Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Volume 11, Nomor 1, Maret
2014, hlm. 88
3
Prof. Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, Agustus 2013 ), hlm. 360
No. 24 Tahun 2003 jo. UU No. 8 Tahun 2011. Namun fungsi tersebut secara teori
dapat diabstraksi dari hakikat kewenangan atributif MKRI dalam UUD NRI 1945
maupun UU No. 24 Tahun 2003 jo. UU No. 8 Tahun 2011. Secara teori, dalam hubungan
dengan konstitusi, MKRI memiliki fungsi untuk memberi efek yuridis terhadap
konstitusi, UUD NRI 1945, sebagai the supreme law of the land yang berlaku
kepada semua badan-badan pemerintahan, termasuk legislator. Karena kewenangan
membentuk undang-undang diberikan konstitusi, maka undangundang tidak boleh
bertentangan dengan konstitusi.4 Sejak 2001 secara resmi Amandemen Ketiga menerima
masuknya MK di dalam UUD 1945. Akan tetapi, MK ini menurut Pasal 7B dan Pasal
24C kewenangannya bukan hanya menguju UU terhadap UUD.5
Kewenangan MKRI di dalam UU RI NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG
PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG
MAHKAMAH KONSTITUSI
Pasal 10
(1) Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang
putusannya bersifat final untuk:
a. menguji undang-undang terhadap Undang-Undang DasarNegara Republik
Indonesia Tahun 1945;
b. memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan
oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
c. memutus pembubaran partai politik; dan
d. memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.
(2) Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat DPR bahwa
Presiden dan/atau Wakil Presiden diduga telah melakukan pelanggaran hukum
berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat
lainnya, atau perbuatan tercela, dan/atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai
Presiden dan/atau Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
4
Jurnal Konstitusi : Mahkamah Konstitusi sebagai Human Rights Court , Volume 11, Nomor 1, Maret 2014, hlm.
157-158
5
Moh. Mahfud MD, Konstitusi dan Hukum dalam Kontroversi Isu, (Jakarta: Rajawali Press, 2010), hlm.262
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa:
a. pengkhianatan terhadap negara adalah tindak pidana terhadap keamanan negara
sebagaimana diatur dalam undang-undang.
b. korupsi dan penyuapan adalah tindak pidana korupsi atau penyuapan
sebagaimana diatur dalam undangundang.
c. tindak pidana berat lainnya adalah tindak pidana yang diancam dengan pidana
penjara 5 (lima) tahun atau lebih.
d. perbuatan tercela adalah perbuatan yang dapat merendahkan martabat Presiden
dan/atau Wakil Presiden.
e. tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden adalah
syarat sebagaimana ditentukan dalam Pasal 6 Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
Pasal 11
Untuk kepentingan pelaksanaan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal
10, Mahkamah Konstitusi berwenang memanggil pejabat negara, pejabat pemerintah,
atau warga masyarakat untuk memberikan keterangan.
6
Soimin, SH., M.Hum dan Mashuriyanto, S.IP, Mahkamah Konstitusi dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia,
(Yogyakarta: UII Press, 2013), hlm. 62
berdasarkan kekuasaan dan kewenangannya untuk terpenuhinya penegakkan hukum dan
keadilan.7
Seiring dengan pergeseran paradigma ketatanegaraan Indonesia setelah
dilakukannya proses politik hukum yang sangat panjang dengan melalui sebuah proses
amandemen konstitusi (UUD 1945), dimana menurut A. Mukhtie Fadjar perubahan
paradigma tersebut ialah : dari paradigm Negara ke paradigm masyarakat dengan
semangat penguatan civil society; dari paradigm integralistik ke paradigm kedaulatan
rakyat/demokrasi dengan semangat penghormatan HAM; dari paradigm Negara
kekuasaan (marchtstate) ke paradigma Negara hukum (rechtstate) dengan semangat
supremasi hukum, yang adil dan responsif. Salah satu dari sekian perubahan paradigm di
dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang dianut dalam UUD 1945 pasca amandemen
ialah tidak ditempatkannya lagi MPR pada posisi yang lebih tinggi dari lembaga-lembaga
Negara lainnya. Melainkan MPR ditempatkan pada posisi lembaga tinggi Negara yang
kedudukannya sejajar dengan semua lembaga tinggi lainnya, tak terkecuali MK.8
Dalam penyelenggaraan pemerintahan yang dilakukan oleh kekuasaan eksekutif
(Presiden), maka MK sebagai pelaku kekuasaan kehakiman (yudicial of power) yang
lahir dari ketidak-adilan dan pelanggaran konstitusi (UUD 1945) merupakan lembaga
mandiri yang tidak dapat diintervensi oleh lembaga manapun, meskipun keanggotaan
dari 9 (Sembilan) hakim konstistusi berasal dari 3 orang hakim yang dipilih oleh
Presiden, di mana tugas, wewenang struktur dalam hukum acaranya diatur dalam UUD
yang notabene disahkan oleh Presiden. Meskipun demikian tidak berarti kedudukan MK
subordinasi dari kedudukan Presiden, melainkan kedudukan MK sejajar.9
7
Soimin, SH., M.Hum dan Mashuriyanto, S.IP, Mahkamah Konstitusi dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia,
(Yogyakarta: UII Press, 2013), hlm. 74-75
8
Soimin, SH., M.Hum dan Mashuriyanto, S.IP, Mahkamah Konstitusi dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia,
(Yogyakarta: UII Press, 2013), hlm. 78-79
9
Soimin, SH., M.Hum dan Mashuriyanto, S.IP, Mahkamah Konstitusi dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia,
(Yogyakarta: UII Press, 2013), hlm. 83-84
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Fungsi dan peran utama MK adalah adalah menjaga konstitusi guna tegaknya
prinsip konstitusionalitas hukum.
Mahkamah Konstitusi berwenang untuk:
1) Mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang keputusannya bersifat final
untuk :
Menguji undang-undang terhadap UUD 1945 (Judicial Review)
Memutus sengketa kewenangan lembaga Negara
Memutus pembubaran partai politik
Memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.
2) Memberikan putusan pemakzulan (impeachment) presiden dan/atau wakil
presiden atas permintaan DPR karena melakukan pelanggaran berupa
pengkhianatan terhadap Negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat, atau
perbuatan tercela
Gaffar. Janedjri M. 2009. Kedudukan, Fungsi dan Peran Mahkamah Konstitusi dalam
sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia. Surakarta: MKRI
Ach. Rubaie, et.al. 2014. Jurnal Konstitusi : Putusan Ultra Petita Mahkamah Konstitusi
Republik Indonesia. Jakarta: MKRI
Budiardjo, Miriam. 2013. Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama
Slamet Kurnia, Titon. 2014. Jurnal Konstitusi : Mahkamah Konstitusi sebagai Human
Rights Court . Jakarta: MKRI
Moh. Mahfud MD. 2010. Konstitusi dan Hukum dalam Kontroversi Isu. Jakarta:
Rajawali Press
Soimin dan Mashuriyanto. 2013. Mahkamah Konstitusi dalam Sistem Ketatanegaraan
Indonesia. Yogyakarta: UII Press