Anda di halaman 1dari 16

Kewenangan MK dalam menyelesaikan Sengketa Pilkada

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Mahkamah Konstitusi (MK) merupakan lembaga peradilan sebagai salah satu pelaku
kekuasaan kehakiman, di samping Mahkamah Agung (MA), yang dibentuk melalui
Perubahan Ketiga UUD 1945. Indonesia merupakan negara ke-78 yang membentuk MK.
Pembentukan MK sendiri merupakan fenomena negara modern abad ke-20.([1])
Ide pembentukan MK di Indonesia muncul dan menguat di era reformasi pada saat
dilakukan perubahan terhadap UUD 1945. Namun demikian, dari sisi gagasan judicial review
sebenarnya telah ada sejak pembahasan UUD 1945 oleh BPUPK pada tahun 1945. Anggota
BPUPK, Prof. Muhammad Yamin, telah mengemukakan pendapat bahwa Balai Agung
(MA) perlu diberi kewenangan untuk membanding Undang-Undang. Namun Prof. Soepomo
menolak pendapat tersebut karena memandang bahwa UUD yang sedang disusun pada saat
itu tidak menganut paham trias politika dan kondisi saat itu belum banyak sarjana hukum dan
belum memiliki pengalaman judicial review.([2])
Pada masa berlakunya Konstitusi RIS, judicial review pernah menjadi salah satu
wewenang MA, tetapi terbatas untuk menguji Undang-Undang Negara Bagian terhadap
konstitusi. Hal itu diatur dalam Pasal 156, Pasal 157, dan Pasal 158 Konstitusi RIS.
Sedangkan di dalam UUDS 1950, tidak ada lembaga pengujian undang-undang karena
undang-undang dipandang sebagai pelaksanaan kedaulatan rakyat yang dijalankan oleh
pemerintah bersama DPR. ([3])
Ide perlunya judicial review, khususnya pengujian undang-undang terhadap Undang-
Undang Dasar, kembali muncul pada saat pembahasan RUU Kekuasaan Kehakiman yang
selanjutnya ditetapkan menjadi Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Pokok-
Pokok Kekuasaan Kehakiman. Saat itu Ikatan Hakim Indonesia yang mengusulkan agar MA
diberikan wewenang menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar. Namun
karena ketentuan tersebut dipandang merupakan materi muatan konstitusi sedangkan dalam
UUD 1945 tidak diatur sehingga usul itu tidak disetujui oleh pembentuk undang-undang. MA
ditetapkan memiliki wewenang judicial review secara terbatas, yaitu menguji peraturan
perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang, itupun dengan
ketentuan harus dalam pemeriksaan tingkat kasasi yang mustahil dilaksanakan.[4] Ketentuan
ini juga dituangkan dalam Tap MPR Nomor VI/MPR/1973 dan Tap MPR Nomor
III/MPR/1978.([5])
Kewenangan Mahkamah Konstitusi telah diatur dalam Pasal 10 Undang-Undang No.
24 Tahun 2003([6]) tentang Mahkamah Konstitusi dengan merinci sebagai berikut: (1)
Menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun
1945, (2) Memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan
oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, (3) Memutus
pembubaran partai politik, dan (4) Memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum, serta
satu kewajibannya adalah Mahkamah Konstitusi wajib memberi putusan atas pendapat DPR
bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden diduga telah melakukan pelanggaran hukum berupa
pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau
perbuatan tercela, dan/atau Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.([7])
Saat ini Mahkamah Konstitusi sedang menjadi sorotan masyarakat karena dinilai
banyak melakukan kontroversi dalam memutus sengketa Pilkada, dan juga oleh pengamat
hukum disebabkan kurangnya independensi dan transparansi dalam menyelesaikan sengketa
Pilkada, diperparah lagi adanya dugaan bahwa Hakim Konstitusi terlibat suap dalam
penyelesaian sengketa Pilkada. Jika tidak segera diperbaiki sistem dan SDM yang dimiliki
oleh Pejabat yang terkait di MK, bukan tidak mungkin, ini menjadi awal keterpurukan MK
itu sendiri.([8])

1.2 Rumusan Masalah


Dari sedikit gambaran diatas, tentu akan memunculkan beberapa pertanyaan antara
lain sebagai berikut:
1. Pengertian Mahkamah Konstitusi dan Karakteristik Peradilan MK.
2. Kewenangan MK dalam Menyelesaikan Sengketa Pilkada.
3. Bagaimana Proses penyelesaian Sengketa Pilkada di Mahkamah Konstitusi ?
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian MK dan Karakteristik Peradilan MK.


MK adalah lembaga peradilan yang dibentuk untuk menegakkan hukum dan keadilan
dalam lingkup wewenang yang dimiliki. Kedudukan MK sebagai pelaku kekuasaan
kehakiman sejajar dengan pelaku kekuasaan kehakiman lain, yaitu MA, serta sejajar pula
dengan lembaga negara lain dari cabang kekuasaan yang berbeda sebagai konsekuensi dari
prinsip supremasi konstitusi dan pemisahan atau pembagian kekuasaan. Lembaga-lembaga
negara lainnya meliputi Presiden, MPR, DPR, DPD dan BPK. Setiap lembaga negara
menjalankan penyelenggaraan negara sebagai pelaksanaan kedaulatan rakyat berdasarkan dan
di bawah naungan konstitusi.([9])
Sebagai pelaku kekuasaan kehakiman, fungsi konstitusional yang dimiliki oleh MK
adalah fungsi peradilan untuk menegakkan hukum dan keadilan. Namun fungsi tersebut
belum bersifat spesifik yang berbeda dengan fungsi yang dijalankan oleh MA. Fungsi MK
dapat ditelusuri dari latar belakang pembentukannya, yaitu untuk menegakkan supremasi
konstitusi. Oleh karena itu ukuran keadilan dan hukum yang ditegakkan dalam peradilan MK
adalah konstitusi itu sendiri yang dimaknai tidak hanya sekadar sebagai sekumpulan norma
dasar, melainkan juga dari sisi prinsip dan moral konstitusi, antara lain prinsip negara hukum
dan demokrasi, perlindungan hak asasi manusia, serta perlindungan hak konstitusional warga
negara.([10])

Karakteristik Hukum Acara MK([11]) :


Perselisihan yang dibawa ke Mahkamah Konstitusi sesungguhnya memiliki karakter tersendiri
dan berbeda dengan perselisihan yang dihadapai sehari-hari oleh peradilan biasa
Putusan yang diminta oleh pemohon dan diberikan oleh Mahkamah Konstitusi akan membawa
akibat hukum yang tidak hanya mengenai orang seorang, tetapi juga orang lain, lembaga
negara dan aparatur pemerintah atau masyarakat pada umumnya, terutama sekali dalam hal
pengujian undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar (Judicial review)
Nuansa public interest yang melekat pada perkara-perkara semacam itu akan menjadi pembeda
yang jelas dengan perkara pidana, perdata, dan tata usaha negara yang pada umumnya
menyangkut kepentingan pribadi dan individu berhadapan dengan individu lain ataupun
dengan pemerintah. Ciri inilah yang akan membedakan penerapan hukum acara di
Mahkamah Konstitusi dengan hukum acara di pengadilan-pengadilan lainnya
Praktek hukum acara yang merujuk pada undang-undang hukum acara yang lain timbul karena
kebutuhan yang kadang-kadang dihadapkan kepada Mahkamah Konstitusi, maka ketentuan
yang memberlakukan aturan Hukum Acara Pidana, Perdata, dan Tata Usaha Negara secara
mutatis mutandis dapat diberlakukan dengan menyesuaikan aturan dimaksud dalam praktek
hukum acaranya
Jika terjadi pertentangan dalam praktek hukum acara pidana, acara TUN dan acara perdata
maka secara mutatis mutandis tidak akan diberlakukan
Aturan ini meskipun tidak dimuat dalam UU Mahkamah Konstitusi, akan tetapi telah diadopsi
dalam Peraturan Mahkamah Konstitusi (PMK), baik sebelum maupun sesudah praktek yang
merujuk undang-undang hukum acara lain itu digunakan dalam praktek.([12])

2.2 Kewenangan MK dalam Memutus Sengketa Pilkada


Tugas dan Kewenangan Mahkamah Konstitusi Sebagai Bagian Dari Kekuasaan
Kehakiman. Sesuai ketentun Pasal 24C ayat (1) UUD 1945, Mahkamah Konstitusi
berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersipat final untuk
menguji Undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan
lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus
pembubaran partai politik dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum, selain
itu Pasal 24 ayat (2) menambahkan pula bahwa Mahkamah Konstitusi wajib memberikan
putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil
Presiden menurut Undang-Undang Dasar. Kedudukan dan Susunan Mahkamah
Konstitusi.([13])
Mahkamah Konstitusi merupakan salah satu lembaga negara yang melakukan
kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan
hukum dan keadilan. Mahkamah Konstitusi berkedudukan di ibu kota negara Republik
Indonesia. Mahkamah Konstitusi mempunyai 9 (Sembilan) orang hakim konstitusi yang
ditetapkan dengan keputusan presiden. Landasan Yuridis Pelaksanaan Kewenangan
Mahkamah Konstitusi dalam Memutus Perselisihan Pemilukada.([14])
Kewenangan Mahkamah Konstitusi (MK) yang diamanatkan oleh UUD 1945, adalah
menguji undang-undang (UU) terhadap UUD 1945; memutus sengketa kewenangan lembaga
negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD; memutus pembubaran partai politik; dan
memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum. Selain itu, Mahkamah Konstitusi
memiliki kewajiban memberikan putusan atas pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil
Presiden telah melakukan pelanggaran hukum, atau perbuatan tercela, atau tidak lagi
memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam
UUD 1945.[15]
Dalam menjalankan kewenangan ini khususnya pengujian UU dan mengadili
perselisihan hasil pemilu, Mahkamah Kontitusi menegaskan diri tidak hanya bersandarkan
legalitas formal Undang-undang dalam mengadili, akan tetapi juga memiliki tanggung jawab
mewujudkan tujuan hukum itu sendiri, yakni keadilan, kepastian, dan kemanfaatan. Keadilan
Mahkamah Konstitusi yang ingin dicapai tidak semata-mata sebuah keadilan prosedural,
yakni keadilan sebagaimana sesuai rumusan bunyi Undang-undang, tapi di sisi lain
mengabaikan keadilan dan kepastian hukum. [16]

2.3 Proses Penyelesaian Sengketa Pilkada

Perselisihan hasil pemilihan umum adalah perselisihan antara peserta pemilihan


dengan penyelenggara pemilihan umum. Menurut ketentuan Undang-undang Nomor 32
Tahun 2004, Pasal 106, perselisihan hasil pemilihan kepala daerah adalah sengketa keberatan
terhadap penetapan hasil pemilihan kepala daerah dengan penyelenggara pemilihan kepala
daerah (KPU/KIP), yang pelaksanaannya diatur sebagai berikut([17]) :
1. Keberatan terhadap penetapan hasil pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah hanya
dapat diajukan oleh pasangan calon kepada Mahkamah Agung dalam waktu 3 (tiga) hari
setelah penetapan hasil pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah.
2. Keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya berkenaan dengan hasil penghitungan
suara yang mempengaruhi terpilihnya pasangan calon.
3. Pengajuan keberatan kepada Mahkamah Agung sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disampaikan kepada pengadilan tinggi untuk pemilihan kepala daerah dan wakil kepala
daerah provinsi dan kepada pengadilan tinggi untuk pemilihan kepala daerah dan wakil
kepala daerah kabupaten/kota.
4. Mahkamah Agung memutus sengketa hasil penghitungan suara sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan (2) paling lambat 14 (empat belas) hari sejak diterimanya permohonan keberatan
oleh Pengadilan Negeri/Pengadilan Tinggi/ Mahkamah Agung.
5. Putusan Mahkamah Agung sebagaimana dimaksud pada ayat (4) bersifat final dan mengikat.
6. Mahkamah Agung dalam melaksanakan kewenangannya sebagimana dimaksud pada ayat
(1) dapat mendelegasikan kepada Pengadilan Tinggi untuk memutus sengketa hasil
penghitungan suara pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah kabupaten/kota.
7. Putusan Pengadilan Tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (6) bersifat final.([18])

Berkaitan dengan pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud pada angka (1) ternyata
kewenangan itu ada pada Mahkamah Agung. Dalam pelaksanaanya Mahkamah Agung dapat
mendelegasikan kewenangan itu kepada Pengadilan Tinggi untuk memutus sengketa hasil
penghitungan suara pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah kabupeten dan
kota. Setelah ditetapkannya Undang-undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang perubahan
kedua terhadap Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dalam
Pasal 236C menyebutkan([19]) :

Penanganan sengketa hasil penghitungan suara pemilihan kepala daerah dan wakil kepala
daerah oleh Mahkamah Agung dialihkan kepada Mahkamah Konstitusi paling lama 18
(delapan belas) bulan sejak undang-undang ini diundangkan.

Ketentuan ini menegaskan bahwa kewenangan Mahkamah Agung dalam memutus


sengketa perselisihan hasil pemilihan umum kepala daerah sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 106 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, telah dialihkan ke Mahkamah Konstitusi.
Sebagai tindak lanjut dari pengalihan kewenangan tersebut, Mahkamah Konstitusi
menetapkan Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 15 Tahun 2008 tentang Pedoman
Beracara Dalam Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah.
Hal ini sejalan dengan Undang-undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang
Penyelenggaraan Pemilu. Pasal 1 ayat (4) menyebutkan([20]) :

Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah adalah Pemilu untuk memilih kepala
daerah dan wakil kepala daerah secara langsung dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Tahun 1945.

Permasalahan-permasalahan dalam perselisihan hasil pemilu dapat dikelompokkan


menjadi dua kelompok besar, yakni : permasalahan yang bersifat kualitatif dan masalah
kuantitatif. Masalah-masalah kualitatif karena banyak hal-hal yang seharusnya selesai
sebelum diperkarakan di MK,. Misalkan pelanggaran pidana, administrasi, dan kesalahan
penafsiran terhadap UU. Untuk masalah-masalah bersifat kuantitatif itu sehingga
memunculkan sebuah putusan terkait penafsiran atas Pasal 205 UU Nomor 10 Tahun 2008
tentang Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD, dan putusan sela yang memerintahkan
dilakukannya penghitungan suara dan penghitungan suara ulang di beberapa daerah.
Sedangkan masalah yang menyangkut murni kesalahan penghitungan suara oleh KPU, MK
menyatakan mengabulkan atau menolak permohonan dengan menetapkan perolehan suara
yang benar. Hal ini dilakukan semata-mata karena MK tidak dapat membiarkan pelanggaran-
pelanggaran itu terjadi sehingga terdapat pihak-pihak yang diuntungkan dengan ketidakadilan
tersebut.[21]

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Dalam menjalankan kewenangan ini khususnya pengujian UU dan mengadili perselisihan
hasil pemilu, mengadili, akan tetapi juga memiliki tanggung jawab mewujudkan tujuan
hukum itu Mahkamah Kontitusi menegaskan diri tidak hanya bersandarkan legalitas formal
Undang-undang dalam sendiri, yakni keadilan, kepastian, dan kemanfaatan. Keadilan
Mahkamah Konstitusi yang ingin dicapai tidak semata-mata sebuah keadilan prosedural,
yakni keadilan sebagaimana sesuai rumusan bunyi Undang-undang, tapi di sisi lain
mengabaikan keadilan dan kepastian hukum.
2. Saat ini Mahkamah Konstitusi sedang menjadi sorotan masyarakat karena dinilai banyak
melakukan kontroversi dalam memutus sengketa Pilkada, dan juga oleh pengamat hukum
disebabkan kurangnya independensi dan transparansi dalam menyelesaikan sengketa Pilkada,
diperparah lagi adanya dugaan bahwa Hakim Konstitusi terlibat suap dalam penyelesaian
sengketa Pilkada. Jika tidak segera diperbaiki sistem dan SDM yang dimiliki oleh Pejabat
yang terkait di MK, bukan tidak mungkin, ini menjadi awal keterpurukan MK itu sendiri.

3.2 Saran
Diharapkan kepada Mahasiswa agar banyak membaca atau mengikuti perkembangan yang
sedang terjadi tentang MK, banyak kasus-kasus yang mungkin dapat kita telaah lebih dalam
mengenai sengketa Pilkada.
DAFTAR PUSTAKA

M. Gaffar, Janedjri dkk, 2010, Hukum Acara Mahkamah Konstitusi, Jakarta: Sekretariat
Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia.

Yamin , Muhammad, 1959Naskah Persiapan Undang-Undang Dasar 1945, Jilid I, Jakarta:


Yayasan Prapanca.

Soemantri , Sri, 1986, Hak Menguji Material di Indonesia,Bandung: Alumni,

Mahfud MD ,Moh, 2007, Perdebatan Hukum Tata Negara Pasca Amandemen Konstitusi,
Jakarta: LP3ES.
Assiddiqie, Jimly,2007, Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Reformasi,
Buana Ilmu Populer Kelompok Gramedia, Jakarta .
Maruarar, Siahaan, 2011.Hukum Acara Mahkamah Konstitusi RI, Jakarta:Sinar Grafika.
http://www.google.com

http://www.yahoo-answer.com

sumber http://aldibrother.blogspot.sg/2013/11/kewenangan-mk-dalam-menyelesaikan.html
Pengertian Pembangunan Nasional Definisi - merupakan usaha peningkatan kualitas
manusia dan masyarakat Indonesia yang dilakukan secara berkelanjutan, berdasarkan
kemampuan nasional dengan memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta
memperhatikan tantangan perkembangan global (Tap. MPR No. IV/MPR/1999). (Pengertian
Pembangunan Nasional)

Dalam mengimplementasikan pembangunan nasional senantiasa mengacu pada kepribadian


bangsa dan nilai luhur yang universal untuk mewujudkan kehidupan bangsa yang berdaulat,
mandiri, berkeadilan, sejahtera, maju, serta kokoh, baik kekuatan moral maupun etika bangsa
Indonesia. Hal ini sesuai dengan tujuan nasional, sebagaimana yang termaktub dalam
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, yaitu :

Melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan
umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berlandaskan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.

Pernyataan di atas merupakan cerminan bahwa pada dasarnya tujuan pembangunan nasional
adalah untuk mewujudkan kehidupan masyarakat Indonesia yang sejahtera, lahiriah maupun
batiniah. Untuk mewujudkan hal tersebut, maka pembangunan yang dilaksanakan oleh
bangsa Indonesia merupakan pembangunan yang berkesinambungan, yang meliputi seluruh
aspek kehidupan masyarakat, bangsa dan negara.

Agar pembangunan yang dilaksanakan lebih terarah dan memberikan hasil dan daya guna
yang efektif bagi kehidupan seluruh bangsa Indonesia maka pembangunan yang dilaksanakan
mengacu pada perencanaan yang terprogram secara bertahap dengan memperhatikan
perubahan dan perkembangan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat. Oleh karena itu
pemerintah merancang suatu perencanaan pembangunan yang tersusun dalam suatu Repelita
(Rencana Pembangunan Lima Tahun), dan mulai Repelita VII diuraikan dalam suatu Repeta
(Rencana Pembangunan Tahunan), yang memuat uraian kebijakan secara rinci dan terukur
tentang beberapa Propenas (Program Pembangunan Nasional). Rancangan APBN tahun
2001 adalah Repeta pertama dari pelaksanaan Propenas yang merupakan penjabaran GBHN
1999-2004, di samping merupakan tahun pertama pelaksanaan otonomi daerah dan
desentralisasi fiskal.

Sejak repelita pertama (tahun 1969) hingga repelita sekarang (tahun1999) telah terealisasi
beberapa program pembangunan yang hasilnya telah menyentuh seluruh aspek kehidupan
masyarakat, baik aspek politik, ekonomi, sosial dan budaya. Meskipun realisasi
pembangunan telah menyentuh dan dinikmati oleh hampir seluruh masyarakat, namun tidak
berarti terjadi secara demokratis. Dengan kata lain, hasil-hasil pembangunan tersebut belum
mampu menjangkau pemerataan kehidupan seluruh masyarakat. Masih banyak terjadi
ketimpangan atau kesenjangan pembangunan maupun hasil-hasilnya, baik antara pusat dan
daerah atau dalam lingkup yang luas adalah kesenjangan antara Kawasan Timur Indonesia
(KTI) dan Kawasan Barat Indonesia (KBI), khususnya pada sektor ekonomi. Salah satu
kesenjangan di sektor ekonomi tersebut diantaranya adalah tidak meratanya kekuatan
ekonomi di setiap wilayah, seperti tidak meratanya tingkat pendapatan (per kapita) penduduk,
tingkat kemiskinan dan kemakmuran, mekanisme pasar dan lain-lain.
Dampak dari kesenjangan tersebut telah menimbulkan beberapa gejolak dalam bentuk
tuntutan adanya pemerataan pembangunan maupun hasil-hasilnya, dari dan untuk setiap
wilayah di Indonesia. Untuk mengurangi bahkan menghilangkan kesenjangan tersebut
pemerintah telah menempuh beberapa kebijaksanaan pembangunan diantaranya dengan
memberlakukan Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Otonomi Daerah yang pada
prinsipnya merupakan pelimpahan wewenang pusat ke daerah untuk mengurus rumah
tangganya sendiri sesuai dengan potensi yang dimiliki oleh masing-masing daerah.

Daftar Pustaka - Pengertian Pembangunan Nasional, Definisi

MPR RI. 1999. Tap. MPR RI Nomor IV/MPR/1999 tentang Garis-Garis Besar Haluan
Negara 1999 2004 . MPR RI, Jakarta.

Undang-Undang Dasar 1945.

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah. Sinar Grafika. Jakarta.
Sumber http://www.sarjanaku.com/2012/12/pengertian-pembangunan-nasional-definisi.html
4 Fungsi Mahkamah Konstitusi dalam Sistem Pemerintahan di
Indonesia
Advertisement

Sebagai pelaku yang memiliki kekuasaan dalam bidang kehakiman, fungsi konstitusionalitas
yang dimiliki oleh Mahkamah Konstitusi adalah fungsi peradilan untuk menegakkan hukum
dan keadilan. Fungsi Mahkamah Konstitusi dapat ditelusuri dari latar belakang
pembentukannya yaitu untuk menegakkan supremasi konstitusi Didalam penjelasan umum
undang-undang Mahkamah Konstitusi dijelaskan bahwa tugas mahkamah konstitusi menurut
UUD 1945 dan fungsinya adalah menangani perkara ketatanegaraan atau perkara
konstitusional tertentu dalam rangka menjaga konstitusi dan mengurangi penyebab terjadinya
tindakan penyalahgunaan kewenangan yang dimana hal ini menjadi tanggung jawab MK
sesuai dengan kehendak rakyat dan cita-cita demokrasi.

Selain itu adanya Mahkamah Konstitusi dibutuhkan sebagai koreksi terhadap pengalaman-
pengalaman dalam bidang ketatanegaraan. Dari fungsi tersebut diaplikasikan berdasarkan
wewenang mahkamah konstitusi menurut UUD 1945 yang dimiliki yaitu memeriksa,
mengadili, dan juga wewenang dalam memutus perkara tertentu berdasarkan pertimbangan
dalam konstitusional. Berdasarkan latar belakang ini setidaknya terdapat empat fungsi yang
melekat keberadaan Mahkamah Konstitusi dan dilaksanakan melalui wewenangnya.

Sebagai lembaga negara Mahkamah konstitusi merupakan lembaga yang memiliki fungsi
tertentu dalam hukum peradilan. Berikut adalah fungsi Mahkamah Konstitusi:

1. Sebagai penafsir konstitusi

Fungsi Mahkamah Konstitusi sebagai penafsir konstitusi adalah memutuskan perkara apakah
hukum itu. Konstitusi tak lain hanyalah sebuah aturan dalam hukum. Sehingga konstitusi
merupakan wilayah kerja seorang hakim. Hakim Mahkamah Konstitusi dalam menerapkan
kewenangannya dapat melakukan penafsiran terhadap konstitusi tersebut. Hakim dapat
mengutarakan makna kandungan kata atau kalimat, menyempurnakan melengkapi, atau
bahkan membatalkan sebuah undang-undang jika unda-undang yang baru tersebut melanggar
hukum konstitusi.

2. Sebagai Penjaga Hak Asasi Manusia

Setiap hukum Konstitusi sebagai dokumen yang berisikan perlindungan (HAM) hak asasi
manusia, hak perlindungan anak menurut undang-undang sebagai contohnya dan selainnya
merupakan dokumen yang harus dihormati dan dilaksanakan. Konstitusi menjamin hak-hak
tertentu milik rakyat yang tidak dapat diganggu gugat dalam hal ini tugas dan fungsi komnas
HAM di indonesia tentu terlibat. Apabila legislatif maupun eksekutif secara inkonstitusional
telah mencederai konstitusi maka Mahkamah Konstitusi dapat ikut campur memecahkan
masalah tersebut.

3. Sebagai Pengawal Konstitusi

Dalam hal pengawal konstitusi terdapat didalam penjelasan UU No. 24 Tahun 2003
mengenai Mahkamah Konstitusi yang biasa disebut dengan the guardian of constitution
atau pengawal konstitusi. Berfungsi untuk menjaga konstitusi dengan kesadaran hebat yang
menggunakan kecerdasan, kreativitas, dan wawasan ilmu yang luas, serta kearifan yang
tinggi sebagai seorang negarawan yang perduli akan hukum konstitusi dalam negara.

4. Sebagai Penegak Demokrasi

Dalam hal demokrasi harus ditegakkan melalui adanya penyelenggaraan sistem pemilu di
Indonesia saat ini yang jujur dan adil. Mahkamah Konstitusi berfungsi sebagai penegak
demokrasi bertugas menjaga supaya terciptanya pemilihan umum yang adil serta jujur
mengurangi bahaya akibat jika tidak adanya keadilan dalam masyarakat melalui kewenangan
untuk mengadili sengketa pemilu.

Sehingga peran Mahkamah Konstitusi bukan hanya sebagai lembaga pengadilan melainkan
juga bertindak sebagai lembaga yang mengawal tegaknya demokrasi dalam bernegara sesuai
dengan tugas mahkamah konstitusi berdasarkan UUD 1945.

Sponsors Link

Fungsi Pembentukan Mahkamah Konstitusi

Pendidikan karakter bangsa Indonesia diera globalisasi sekarang ini tengah dibentuk oleh
Mahkamah Konstitusi. Dibentuk dengan fungsi untuk menjamin tidak akan ada lagi hukum
yang keluar dari koridor konstitusi sehingga hak-hak konstitusional warga terjaga dan
konstitusi itu sendiri terkawal konstitusionalitasnya, hal itu tentu akan mempengaruhi
kelebihan Indonesia dimata dunia Internasional dalam menyelesaikan masalah negara.

Untuk menguji apakah suatu undang-undang bertentangan atau tidak dengan konstitusi,
mekanisme yang disepakati adalah judicial review yang menjadi kewenangan Mahkamah
Konstitusi. Jika suatu undang-undang atau salah satu bagian daripadanya dinyatakan terbukti
tidak selaras dengan konstitusi, maka produk hukum itu akan dibatalkan Mahkamah
Konstitusi. Sehingga semua produk hukum harus mengacu dan tak boleh bertentangan
dengan konstitusi untuk menanggulangi penyebab terjadinya tindakan penyalahgunaan
kewenangan.

Karena Fungsi Mahkamah Konstitusi adalah untuk menjaga konstitusi itu sendiri supaya
tetap tegak pada setiap prinsip hukum yang berlandaskan pada fungsi pancasila sebagai dasar
negara. sebagaimana halnya yang melandasi negara-negara yang mengakomodir untuk
membentuk Mahkamah Konstitusi dalam sistem ketatanegaraan nya. Dalam hal untuk
menjaga konstitusi, fungsi pengujian undang-undang itu tidak dapat lagi dihindari
penerapannya dalam ketatanegaraan Indonesia sebab UUD 1945 menegaskan bahwa panutan
sistem bukan lagi supremasi parlemen melainkan supremasi konstitusi. Bahkan, ini juga
terjadi di negara-negara lain yang sebelumnya menganut sistem supremasi parlemen dan
kemudian berubah menjadi negara demokrasi, sebagai contoh di indonesia yaitu adanya
hubungan demokrasi dan HAM di Indonesia yang memberikan paham demokrasi di
Indonesia.

Fungsi Judical Review Mahkamah Konstitusi


Melalui fungsi judicial review ini, Mahkamah Konstitusi melaksanakan fungsinya untuk
mengawal supaya tidak lagi ada ketentuan hukum yang keluar dari koridor konstitusi yang
sudah ditetapkan. Fungsi lain selain judicial review, yaitu (1) memutuskan persengketaan
antar lembaga negara, (2) memutuskan pembubaran partai politik, dan (3) memutuskan
persengketaan hasil pemilihan umum.

Fungsi semacam itu memungkinkan akan terjadinya mekanisme untuk memutuskan berbagai
persengketaan (antar lembaga negara) yang tidak dapat diselesaikan melalui proses peradilan
biasa, seperti sengketa hasil pemilihan umum, dan tuntutan pembubaran sesuatu partai
politik. Dalam hal semacam itu erat dengan hak dan kebebasan para warga negara dalam
dinamika sistem politik demokratis yang dijamin oleh UUD.

Karena itu, fungsi-fungsi penyelesaian atas hasil pemilu dan pembubaran partai-partai politik
dikaitkan dengan wewenang Mahkamah Konstitusi menurut UUD 1945, Fungsi dan peran
Mahkamah Konstitusi di Indonesia telah dituliskan dalam Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 yang
menentukan bahwa Mahkamah Konstitusi memiliki empat kewenangan konstitusional
(conctitutionally entrusted powers) dan satu kewajiban konstitusional (constitusional
obligation).

Sponsors Link

Sejarah Fungsi Hadirnya Mahkamah Konstitusi

Fungsi adanya Mahkamah konstitusi di berbagai negara memiliki sejarah yang berbeda-beda.
Artinya ada hal yang memicu perlunya lembaga tersebut untuk menanggulangi berbagai
persoalan bernegara tentu hal ini juga menjadi tugas, fungsi dan wewenang presiden dan
wakil presiden dibarengi dengan lembaga negara yang membantunya. Ide the Guardian of the
Constitution muncul dalam kasus Marbury vs Madison (1803) yang sangat terkenal di seluruh
dunia dan berkembangnya ide pengujian sampai berdirinya Mahkamah Konstitusi dinegara
lain. Mekanisme judicial review kemudian diterima sebagai salah satu cara negara hukum
modern mengawasi kecenderungan kekuasaan plerogatif penguasa.

Pada periode abad ke 18 di Perancis sejajar dengan situasi di sekitar Revolusi Perancis
berkembang perhatian terhadap pengujian konstitusional karena pengaruh ide-ide kebebasan.
Perancis adalah negara di daratan Eropa yang terus memperdebatkan antara ide supermasi
parlemen dengan supremasi konstitusi yang baru berakhir ketika pembentuk Konstitusi V
tahun 1958.

Di awal abad ke 19 berkembangnya ide untuk menguji konstitusional lebih dipengaruhi


dalam kasus Marbury vs Madison yang terjadi pada tahun 1803 yang disebut sebagai the
most briliant innovation. Diskusi kasus itu pun tersebar di kalangan ahli hukum diberbagai
negara yang kemudian diikuti munculnya pelembagaan pengujian, misalnya MA Austria
pada tahun 1867 memperoleh kewenangan pengujian, yang berujung pada gagasan Hans
Kelsen untuk membentuk Mahkamah Konstitusi di Austria.

Sumber http://guruppkn.com/fungsi-mahkamah-konstitusi
Pengertian, Fungsi dan Wewenang Mahkamah Konstitusi
Pengertian Pakar

Pengertian Mahkamah Konstitusi adalah lembaga kenegaraan yang dibuat untuk mengawal (to
guard) konstitusi, agar dilaksanakan dan dihormati baik dalam penyelenggaraan kekuasaan negara
maupun warga negara.

Di beberapa negara bahkan dikatakan bahwa mahkamah konstitusi juga menjadi pelindung
(protector) konstitusi.

Fungsi Mahkamah Konstitusi tercantum dalam UUD 1945 untuk menangani perkara tertentu di
bidang ketatanegaraan, hal ini dilakukan dalam rangka menjaga konstitusi agar dilaksanakan secara
bertanggung jawab sesuai dengan cita-cita demokrasi dan kehendak rakyat. Keberadaan mahkamah
konstitusi sekaligus untuk menjaga terselenggaranya suatu pemerintahan negara yang stabil dan
sebagai koreksi terhadap pengalaman kehidupan ketatanegaraan di masa lalu yang menimbulkan
tafsir ganda terhadap konstitusi.

Fungsi Mahkamah Konstitusi menurut Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie yaitu menegakkan keadilan
konstitusional di tengah kehidupan masyarakat. Tugas mahkamah konstitusi untuk mendorong dan
menjamin agar negara secara konsisten dan bertanggung jawab. Oleh karena sistem konstitusi
memiliki kelemahan, maka perlu peran mahkamah konstitusi sebagai penafsir agar spirit konstitusi
selalu hidup dan mewarnai keberlangsungan bernegara dan bermasyarakat.

Lembaga negara lain dan bahkan orang per orang boleh saja menafsirkan arti dan makna dari
ketentuan yang ada dalam konstitusi, karena memang tidak selalu jelas dan rumusannya luas dan
kadang-kadang kabur atau tidak jelas. Akan tetapi, yang menjadi otoritas akhir untuk memberi tafsir
yang mengikat adalah mahkamah konstitusi. Tafsiran yang mengikat tersebut hanya diberikan dalam
putusan mahkamah konstitusi atas pengujian yang diajukan kepadanya. Hal ini berbeda dengan
beberapa mahkamah konstitusi di bekas negara komunis yang telah melangkah menjadi negara
demokrasi konstitusional, mereka boleh memberi fatwa (advisory) atau bahkan menafsirkan
konstitusi jika anggota parlemen, presiden atau pemerintah meminta.

Tafsiran yang dilakukan secara abstrak tanpa terkait dengan permohonan pengujian atau sengketa
konstitusi lain yang dihadapi oleh mahkamah konstitusi, tentu hanya didasarkan pada ketentuan
teks konstitusi, tanpa terkait dengan latar belakang secara sosial maupun ekonomi yang menjadi
dasar penafsiran. Kehadiran pemohon, termohon maupun pihak-pihak terkait di mahkamah
konstitusi sesungguhnya akan sangat membantu untuk merumuskan dan mempelajari masalah
konstitusi yang dihadapi.
Memang ada bahayanya memberi tafsir konstitusi atas permintaan pihak tertentu di luar pengujian
atau permohonan sebagai perkara. Boleh jadi, mahkamah konstitusi dianggap inkonsisten kalau
putusannya berbeda dengan pendapat penasehat yang diberikan meskipun dikatan bahwa pendapat
penasehat tersebut tidak mengikat.

| Wewenang Mahkamah Konstitusi |

Wewenang mahkamah konstitusi menurut UUD 1945, yaitu :

(1) Wewenang mahkamah konstitusi untuk mengadilai pada tingakat pertama dan terakhir yang
dalam putusannya bersifat final.

(2) Wewenang mahkamah konstitusi untuk menguji UU tehadap UUD 1945.

(3) Wewenang mahkamah konstitusi untuk memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang
kewenangannya diberikan oleh UUD.

(4) Wewenang mahkamah konstitusi untuk memutus pembubaran partai politik.

(5) Wewenang mahkamah konstitusi untuk memutus perselisihan yang terjadi atas hasil dari proses
pemilu yang berlangsung.

(6) Wewenang mahkamah konstitusi untuk memberi putusan atas pendapat DPR (Dewan Perwakilan
Rakyat) mengenai dugaan pelanggaran Presiden atau Wakil Presiden menurut UUD.

Secara khusus wewenang mahkmah konstitusi diatur dalam UU mahkamah konstitusi pasal 10,
yaitu :

(1) Wewenang mahkamah konstitusi untuk menguji UU terhadap UUD 1945.

(2) Wewenang mahkamah konstitusi untuk memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang
kewenangannya diberikan oleh UUD 1945.

(3) Wewenang mahkamah konstitusi untuk memutus pembubaran partai politik.

(4) Wewenang mahkamah konstitusi untuk memutus perselisihan yang terjadi akibat hasil dari
pemilihan umum.

(5) Wewenang mahkamah konstitusi untuk memberi putusan atas pendapat dari DPR mengenai
presiden atau wakil presiden yang diduga melakukan pelanggaran hukum berupa penghianatan
terhadap negara, penyuapan, korupsi, tindak pidana berat lainnya atau perbuatan tercela, dan tidak
lagi memenuhi syarat sebagai presiden atau wakil presiden sebagaimana dimaksud dalam UUD
1945.
Memutus pendapat DPR atas impeachment (tuduhan) yang dilakukan oleh presiden dan atau wakil
presiden tetap merupakan wewenang mahkamah konstitusi dan sifat putusan mahkamah konstitusi
secara yuridis tetap merupakan peradilan pertama dan terakhir serta final karena tidak ada lembaga
lain yang akan melakukan review lagi terhadap putusan yang telah dijatuhkan mahkamah konstitusi.

Mahkamah konstitusi yang telah menyatakan seorang presiden atau wakil presiden telah bersalah
melakukan pelanggaran hukum sebagaimana dugaan atas pendapat DPR yang diajukan ke
mahkamah konstitusi, putusan tersebut tetap mengikat kepada setiap lembaga negara termasuk
badan peradilan pidana biasa. Jika putusan mahkamah konstitusi tidak mempunyai kekuatan
mengikat secara hukum bagi lembaga-lembaga lain, ada kemungkinan seorang presiden atau wakil
presiden yang telah dinyatakan bersalah oleh mahkamah konstitusi, ketika diajukan lagi di depan
peradilan pidana, presiden atau wakil presiden dapat dinyatakan tidak bersalah dan dibebaskan dari
segala tuduhan.

Sekian pembahasan mengenai pengertian mahkamah kontitusi, fungsi mahkamah kontitusi, tugas
mahkamah konstitusi dan wewenang mahkamah konstitusi, semoga tulisan saya mengenai
pengertian mahkamah kontitusi, fungsi mahkamah kontitusi, tugas mahkamah konstitusi dan
wewenang mahkamah konstitusi dapat bermanfaat.

Sumber : Buku dalam Penulisan Pengertian, Fungsi, Tugas dan Wewenang Mahkamah
Konstitusi :
Maruarar Siahaan, 2011. Hukum Acara Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. Penerbit Sinar
Grafika : Jakarta.

Sumber http://www.pengertianpakar.com/2015/03/pengertian-fungsi-dan-wewenang-
mahkamah-konstitusi.html#

Anda mungkin juga menyukai