KONSTITUSI OLEH DPR
A. Pendahuluan
UUD 1945 memegang peranan penting sebagai salah satu dasar dari
konstitusi Indonesia, tetapi hal tidak membuat UUD 1945 tidak akan mengalami
perubahan. Dalam sejarahnya Republik Indonesia sendiri, UUD 1945 telah
mengalami perubahan yang terjadi pada dari tahun 1999 hingga tahun 2002.
Perubahan terhadap UUD 1945 sendiri terjadi sebagai bentuk respons terhadap
perubahan zaman, selain itu juga dilakukan sejumlah penyesuaian yang
mendorong Indonesia untuk menjadi negara demokrasi setelah era Orde Baru.
Ada beberapa perubahan signifikan yang terjadi kepada UUD 1945 selama
masa perubahan yang umum diistilahkan sebagai amandemen tersebut.
Perubahan-perubahan tersebut sendiri dilakukan secara bertahap dan dijadikan
sebagai salah satu agenda Sidang MPR selama 4 tahun. Adapun perubahan
tersebut meliputi pembatasan masa pemerintahan presiden serta penguatan
posisi DPR sebagai lembaga perwakilan rakyat. Setelah perubahan pertama
tersebut, pada rapat MPR pada tahun 2000, dihasilkanlah beberapa perubahan
pasal yang membahas tentang wilayah negara dan pembagian pemerintah
daerah. Selain itu, perubahan kedua ini juga ditujukan untuk memperkuat
perubahan pertama, khususnya pada bagian penguatan posisi DPR. Pada
tahun 2001, UUD 1945 kembali mengalami perubahan berupa penambahan
aturan-aturan tentang asas-asas kenegaraan, posisi lembaga negara, dan
hubungan antar masing-masing lembaga negara. Selain itu, turut dibahas pula
mengenai ketentuan-ketentuan mengenai Pemilihan Umum. Perubahan terakhir
terjadi pada tahun 2002. Pada perubahan keempat tersebut, ditetapkanlah
aturan tentang kelembagaan negara serta hubungan antar masing-masing
lembaga negara, Dihapuskannya Dewan Pertimbangan Agung (DPA).
pembahan mengenai pendidikan dan kebudayaan, perekonomian,
kesejahteraan sosial, dan aturan-aturan tambahan lainnya.
4. Menafsirkan konstitusi
Kelima fungsi dari Mahkamah Konstitusi kemudian bisa dilihat dari lima
kewenangan dan kewajiban yang dimiliki oleh Mahkamah Konstitusi yang
meliputi:
Mengacu kepada fungsi serta wewenang yang telah disebutkan, maka bisa
diharapkan bahwa proses seleksi dan pergantian terhadap orang-orang yang
menempati posisi hakim di Mahkamah Konstitusi seharusnya diisi oleh orang-
orang yang memiliki kapasitas dan kemampuan yang mumpuni di bidang
konstitusi dan tata negara. Selain hal tersebut, seorang hakim di lingkungan
Mahkamah Konstitusi seyogyanya juga mempunyai integritas yang tinggi
terhadap posisinya. Hal ini tidak terlepas dari posisi hakim sebagai posisi
tertinggi pada sebuah lembaga peradilan sehingga diperlukan tanggung jawab
yang besar untuk mengembannya. Pasalnya, seorang hakim harus bnisa
mempertanggungjawabkan keputusannya kepada masyarakat serta dapat
mempertanggungjawabkan apa yang putuskan kepada Tuhan yang maha esa.
B. Rumusan Masalah
Ada dua rumusan masalah yang digunakan dalam penyusunan tulisan ini.
Adapun rumusan masalahnya adalah: Pertama, Bagaimana konstitusi
mengatur pergantian hakim mahkamah konstitusi?. Kedua, Mengapa DPR
dilibatkan dalam pergantian posisi Hakim Konstitusi?.
C. Pembahasan
1. Pergantian hakim Mahkamah Konstitusi menurut konstitusi
Setidaknya, ada 4 hal yang menjadi faktor utama yang memiliki peranan
yang sangat besar terhadap penegakan hukum di sebuah negara. Pertama,
hukum itu sendiri. Ketentuan dan aturan-aturan yang telah ditetapkan harus
memiliki kekuatan serta batasan-batasan yang dapat memberikan kejelasan
terhadap warga negara dan pihak penegak hukum. Pihak yang bertanggung
jawab dalam merancang hukum seharusnya sudah dapat merumuskan aturan-
aturan yang spesifik namun juga mudah untuk dimengerti sehingga menjadi
langkah preventif terhadap tindakan-tindakan yang berpotensi mengganggu
ketertiban umum.
Pasal 24C ayat 6 UUD NRI 1945 yang menyatakan bahwa pengangkatan
hakim konstitusi dan syarat-syaratnya telah diatur di dalam undang-undang.
Pasal 20 UU Mahkamah Konstitusi hanya mengatur tentang norma yang sama
sebagaimana yang termaktub dalam UU Mahkamah Konstitusi, dimana
Ketentuan tentang tata cara seleksi, pemilihan, dan pengajuan hakim konstitusi
diatur oleh setiap lembaga yang berwenang dalam pengajuan hakim konstitusi
dan dilaksanakan secara objektif dan akuntabel.
Posisi strategis yang dimiliki oleh seorang hakim dalam sebuah sistem
peradilan menjadi indikasi diperlukannya sistem pemilihan dan pergantian
hakim Mahkamah Konstitusi yang kompetitif. Lewat proses yang ketat tentunya
tidak hanya ditujukan untuk meminimalisir kecurangan dalam proses tersebut,
tetapi sedapat mungkin juga dapat menghasilkan hakim konstitusi yang
berkompeten, berintegritas, serta dapat mempertanggungjawabkan tugas yang
diembannya tersebut. Apalagi jika mengingat posisi seorang hakim yang vital
sebagai seorang aparat penegak hukum, sehingga setiap keputusan yang
diambil oleh para hakim dapat mencerminkan rasa adil dari hukum yang
berlaku. Pasalnya, hakim konstitusi yang dipilih berdasarkan kepentingan politik
lembaga negara yang berwenang memilih bisa saja menghasilkan keputusan
yang bias dan dapat mencederai hukum itu sendiri. Maka perlu dipertegas lagi
mengenai aturan tentang pergantian atau pemilihan hakim Mahkamah
Konstitusi.
Pelibatan DPR dalam pengisian jabatan hakim agung dan hakim konstitusi
ini merupakan buah dari perubahan terhadap UUD 1945. Gagasan di balik
pelibatan DPR punya kaitan yang erat dengan proses demokrasi melalui
reformasi yang terjadi setelah tumbangnya Orde Baru. Perubahan demi
perubahan yang terjadi pada masa reformasi kemudian dapat dilihat dari
peralihan kekuasaan, perubahan sistem kepartaian dan sistem Pemilu,
perubahan konstitusi, sampai penguatan lembaga demokrasi seperti lembaga
perwakilan. Perubahan-perubahan tersebut tampak begitu dinamis dan atraktif.
Keterlibatan DPR dalam mengusulkan hakim Mahkamah Konstitusi
merupakan bentuk lanjut dari perubahan UUD 1945 yang dilakukan menuju
demokrasi. Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, pada perubahan UUD
1945 tersebut, terdapat penguatan posisi terhadap lembaga-lembaga
pemerintah, termasuk lembaga yang diperkuat posisinya tersebut adalah DPR.
1. Kesimpulan
E. Penutup