Anda di halaman 1dari 10

KEDUDUKAN MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM SISTEM HUKUM

KETATANEGARAAN INDONESIA

Muhamad Rafi Muharrom


UIN Sunan Gunung Djati
rafimuharrom2@gmail.com

ABSTRAK

Sistem ketatanegaraan pada dasarnya mengandung dua aspek, yaitu aspek yang
berkenaan dengan kekuasaan lembaga-lembaga negara beserta hubungannya satu sama lain
di antara lembaga-lembaga negara tersebut serta hubungan-hubungan antara lembaga-
lembaga negara dengan warga negara. Kedua aspek tersebut dapat dilihat dalam konstitusi
suatu negara. Suatu konstitusi merupakan sebuah sistem hukum, tradisi, dan konvensi yang
kemudian membentuk suatu sistem konstitusi atau ketatanegaraan suatu negara. Perubahan
UUD 1945 telah melahirkan suatu lembaga negara yang berfungsi sebagai pengawal dan
penafsir konstitusi, yakni dengan hadirnya Mahkamah Konstitusi (MK). Penelitian ini
bertujuan untuk mendiskripsikan MK dalam sistem hukum ketatanegaraan di Indonesia dan
kewenangan MK dalam telaah hukum positif di Indonesia. Perubahan terhadap UUD 1945
memberikan warna baru dalam sistem ketatanegaraan. Salah satu perubahan mendasar
dalam UUD 1945 adalah perubahan Pasal 1 ayat (2). Selain hal tersebut perubahan UUD
1945 telah melahirkan suatu lembaga negara yang berfungsi sebagai pengawal dan penafsir
konstitusi, yakni dengan hadirnya MK. Secara konseptual, gagasan pembentukan MK adalah
untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. MK yang
merupakan lembaga baru pasca UUD 1945 di amandemen memiliki kedudukan yang
strategis dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, selain berkedudukan sebagai lembaga
kekuasaan kehakiman serta memiliki kedudukan yang sama terhadap Mahkamah Agung dan
lembaga Negara lainnya. MK dikatakan sebgai salah satu kekuasaan kehakiman yang
merdeka dalam system ketatanegaraam di Indonesia, sebagaimana tertuang dalam Pasal 24
ayat (2) UUD 1945. Dasar filosofis dari wewenang MK adalah keadilan substantif dan
prinsip-prinsip good governance. Selain itu, teori-teori hukum juga memperkuat keberadaan
MK sebagai lembaga negara pengawal dan penafsir konstitusi. Kehadiran MK beserta
segenap wewenang, dinilai telah merubah doktrin supremasi parlemen (parliamentary
supremacy) dan menggantikan dengan ajaran supremasi konstitusi. Secara yuridis
kewenangan MKdi Indonesia telah dilembagakan dalam Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 yang
menentukan bahwa MK mempunyai empat kewenangan konstitusional (conctitutionally
entrusted powers) dan satu kewajiban konstitusional (constitusional obligation). Ketentuan
itu dipertegas dalam Pasal 10 ayat (1) huruf a sampai dengan d dalam Undang-Undang MK
Nomor 24 tahun 2003. Adapun Empat kewenangan MK yaitu: 1). Menguji undangundang
terhadap UUD 1945, 2). Memutus sengketa kewenangan antar lembaga negara yang
kewenangannya diberikan oleh UUD 1945, 3). Memutus pembubaran partai politik, dan 4).
Memutus perselisihan tentang hasil pemilu.

Kata Kunci : Mahkamah Konstitusi, Sistem Hukum, Ketatanegaraan Indonesia.

A. PENDAHULUAN

Di beberapa negara demokrasi pada umumnya, kehadiran sistem pengujian konstitusi


diterima sangat baik. Tidak hanya di kalangan akademisi, maupun praktisi bahkan di
kalangan kekuasaan peradilan sendiri pun sangat antusias menyambut kehadiran sistem
pengujian konstitusi tersebut, karena dengan kehadiran sistem pengujian konstitusi tersebut,
dianggap sebagai cara negara hukum modern untuk mengendalikan dan mengimbangi (check
and balance) kekuasaan para pejabat pemerintah yang cenderung menjadi sewenang-wenang.

Konsep judicial review itu sendiri sebenarnya dilihat sebagai hasil perkembangan
modern tentang sistem pemerintahan demokratis yang didasarkan atas ide-ide negara hukum
(rule of law), prinsip pemisahan kekuasaan (separation of power), serta perlindungan dan
pemajuan hak asasi manusia (the protection of fundamental rights).1 Pada dasarnya juicial
review hanya dapat dijalankan sebagaimana mestinya dalam negara yang menganut
supremasi hukum dan bukan supremasi parlemen. Dalam negara yang menganut sistem
supremasi parlemen, produk hukum yang dihasilkan tidak dapat diganggu gugat, karena
parlemen merupakan bentuk representasi dari kedaulatan rakyat.2

Di Indonesia, perubahan terhadap Undang-Undang Dasar 1945 memberikan warna


baru dalam sistem ketatanegaraan. Salah satu perubahan mendasar dalam UndangUndang
Dasar 1945 adalah perubahan Pasal 1 ayat (2) yang berbunyi “Kedaulatan berada di tangan

1
Jimly Asshiddiqie, 2010, Model-model Pengujian Konstitutional di Berbagai Negara, Jakarta: Sinar Grafika,
hal. 8.
2
Zainal Arifin Hoesein, Op.cit., hal. 52-53
rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”. Ketentuan ini membawa implikasi
bahwa kedaulatan rakyat tidak lagi dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan
Rakyat, tetapi dilakukan menurut ketentuan Undang-Undang Dasar.3

Pembentukan Mahkamah Konstitusi (MK) pada pokoknya memang diperlukan karena


bangsa kita telah melakukan perubahan-perubahan yang mendasar stas dasar undang-undang
dasar 1945. Dalam rangka perubahan pertama sampai dengan perubahan keempat UUD 1945.
Bangsa itu telah mengadopsi prinsip-prinsip baru dalam system ketenegaraan, yaitu antara
lain dengan adanya system prinsip “Pemisahan kekuasaan dan cheeks and balance” sebagai
pengganti system supremasi parlemen yang berlaku sebelumnya.4

Sebagai akibat perubahan tersebut, maka perlu diadakan mekanisme untuk


memutuskan sengketa kewenangan yang mungkin terjadi antara lembaga-lembaga yang
mempunyai kedudukan yang satu sama lain bersifat sederajat, yang kewenanganya
ditentukan dalam Undang-Undang Dasar serta perlu dilembagakannya peranan hukum dan
hakim yang dapat mengontrol proses dan produk keputusan-keputusan politik yang hanya
mendasarkan diri pada prinsip, The Rule of Majority”.5

Dengan kewenangannya yang dapat menyatakan inkonstitusionalitas dari suatu


undang-undang, posisi mahkamah konstitusi berada ada di atas lembaga pembentuk undang-
undang. Itulah sebabnya sejak awal Hans Kelsen telah menyatakan sebagaimana telah ditulis
di awal tulisan ini bahwa lembaga ini dibentuk dengan kekuasaan yang berada di atas
legislatif dan mestinya secara politik tidak dikehendaki, khususnya jika memutuskan bahwa
suatu undang-undang adalah inkonstitusional. Karena itu bagi negara-negara yang
menempatkan superioritas parlemen yang cukup besar karena dianggap cerminan kedaultan
rakyat, tidak menempatkan mahkamah konstitusi dalam posisi di atas pembentuk undang-
undang, seperti Dewan Konstitusi Perancis yang hanya berwenang menguji konstitusionalitas
dari suatu rancangan undang-undang yang telah dibahas oleh parlemen tetapi belum
diberlakukan. Bahkan Kerajaan Inggeris dan Kerajaan Belanda tidak membentuk Mahkamah
Konstitusi, dengan prinsip bahwa parlemenlah satu-satunya lembaga yang membentuk serta
mengetahui sah tidaknya suatu undang-undang.6

3
Jimly Asshiddiqie, 2006, Hukum Tata Negara dan Pilar-pilar Demokrasi, (Jakarta: Konstitusi Press), hal. 318
4
http://rudi-sofyan.blogspot.co.id, (14 Mei 2023)
5
Ibid
6
https://hamdanzoelva.wordpress.com, (14 Mei 2023)
Dalam perkembangannya, konsep dasar pembentukan Mahkamah Konstitusi di
berbagai negara sangat terkait dengan perkembangan prinsip-prinsip dan teori ketatanegaraan
modern yang dianut oleh berbagai negara yang menganut prinsip konstitusionalisme, prinsip
negara hukum, prinsip check and balances, prinsip demokrasi dan jaminan perlindungan hak
asasi manusia prinsip peradilan yang bebas dan tidak memihak serta pengalaman politik dari
masing-masing negara. Keberadaan mahkamah konstitusi dibutuhkan dalam menegakkan
prinsip-prinsip tersebut.

PEMBAHASAN

Sejarah Pembentukan Mahkamah Konstitusi di Indonesia

Sistem ketatanegaraan pada dasarnya mengandung dua aspek, yaitu aspek yang
berkenaan dengan kekuasaan lembaga-lembaga negara beserta hubungannya satu sama lain di
antara lembaga-lembaga negara tersebut serta hubungan-hubungan antara lembaga-lembaga
negara dengan warga negara. Kedua aspek tersebut dapat dilihat dalam konstitusi suatu
negara.7 Suatu konstitusi merupakan sebuah sistem hukum, tradisi, dan konvensi yang
kemudian membentuk suatu sistem konstitusi atau ketatanegaraan suatu negara.

Suatu sistem ketatanegaraan mencerminkan fungsi-fungsi yang terdapat dalam hukum


ketatanegaraan. Fungsi-fungsi tersebut di antaranya adalah pembentukan fungsi lembaga,
pembagian kewenangan, dan pengaturan batas-batas di antara jabatan satu sama lain, serta
hubungan antara jabatan dan warga negara. Ketiga fungsi tersebut, yakni fungsi
pembentukan, pembagian, dan pengaturan merupakan fungsi-fungsi mengoperasikan sebuah
sistem ketatanegaraan berdasarkan norma-norma, aturan-aturan konstitusi, serta prinsip-
prinsip konstitusionalisme dan negara hukum dalam suatu konstitusi. 8 Fungsifungsi tersebut,
akan dapat berjalan manakala ketiga kekuasaan yakni legislatif, eksekutif, dan yudikatif
dijalankan melalui prinsip pemisahan kekuasaan (separation of power) dan checks and
balances.

Kehadiran Mahkamah Konstitusi dalam struktur kenegaraan berimplikasi terhadap


perubahan sistem ketatanegaraan Republik Indonesia. Di bidang yudikatif, terjadi suatu
penambahan kekuasaan atau kewenangan mengadili, sedangkan secara kelembagaan atau tata
organisasi, keberadaan Mahkamah Konstitusi sebagai salah satu badan peradilan tidak
7
Zainal Arifin Hoesein, Op. cit, hal. 26.
8
Ibid
tergantung pada/atau berada di bawah Mahkamah Agung, sebagaimana badan-badan
peradilan lainnya. Hal ini berarti terdapat dua badan peradilan tertinggi dalam kekuasaan
kehakiman, yakni Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi.

Pelembagaan Mahkamah Konstitusi dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia


sekaligus memperlihatkan terjadinya penguatan dalam kekuasaan kehakiman, yakni melalui
otoritas yang diberikan dan diatur menurut Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Banyak ahli
yang memandang hal tersebut merupakan suatu bentuk upaya dalam mengimbangi kekuasaan
legislatif maupun kekuasaan eksekutif karena lembaga Negara ini mempunyai kewenangan
dari Undang-Undang Dasar Tahun 1945 untuk menguji konstitusionalitas undang-undang,
memutus sengketa kewenangan lembaga Negara yang kewenangannya diberikan oleh
Undang-Undang Dasar Tahun 1945, memutus pembubaran partai politik, dan memutus
perselisihan hasil pemilihan umum (vide Pasal 24C Ayat (1) Perubahan Ketiga Undang-
Undang Dasar Tahun 1945).

Selain itu Mahkamah Konstitusi juga memeriksa, mengadili, dan memutus pendapat
Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil
Presiden (Pasal 7 A jo Pasal 7B Ayat (1) jo Pasal 24C Ayat (2) Perubahan Ketiga Undang-
Undang Dasar Tahun 1945). Perlu ditambahkan pula, kewenangan Mahkamah Konstitusi di
sini adalah sebagai pengadilan tingkat pertama dan terakhir dengan putusan yang bersifat
final (Pasal 24C Ayat (1) Perubahan Ketiga UndangUndang Dasar Tahun 1945).

Mahkamah Konstitusi juga memiliki kedudukan terhadap lembaga Negara yang lain,
diantaranya dengan Mahkamah Agung (MA), Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR),
Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dan Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK). Yang kesemuanya saling melengkapi sehingga akan tercipta
suasana pemerintahan yang yang saling melengkapi antara fungsi lembaga Negara yang satu
dengan yang lainnya.9

Keberadaan Mahkamah Konstitusi yang diakui keabsahannya setelah perubahan ke III


Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disingkat UUD
1945), merupakan salah satu institusi kekuasaan kehakiman yang menarik untuk dikaji dalam
sistem ketatanegaraan Indonesia menurut Undang-Undang Dasar Tahun 1945, terutama yang
berkaitan dengan kewenangannya dalam proses impeachment. Mahkamah Konstitusi
berfungsi untuk menegakkan konstitusi dalam upaya mewujudkan negara hukum Indonesia
9
Bambang Sutiyoso dan Sri Hastuti Puspitasari, 2005, Aspek-Aspek Perkembangan Kekuasaan Kehakiman di
Indonesia, (Yogyakarta: UII Press), 2005, hal. 27
yang demokratis. Fungsi ini tidaklah terpisah dari tujuan cita hukum (rechts idee) yang
termuat dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Tahun 1945, yaitu cita-cita membangun
dan mewujudkan suatu tatanan masyarakat dan pemerintah yang demokratis berdasarkan atas
hukum rech state bukan mach state, serta mewujudkan kesejahteraan dan keadilan sosial
(welfare state). Sebagaimana telah menjadi kesepakatan bersama oleh para the founding
fathers sebagai the goals of state.

Eksistensi Mahkamah Konstitusi harus tetap korelatif dengan cita hukum itu sendiri,
yang menurut Saleh adalah sebagai penentu arah kehidupan rakyat yang teratur sesuai
konstitusi. Cita hukum bangsa dan negara Indonesia tersebut tidak dapat dipisahkan dengan
Undang-Undang Dasar Tahun 1945, Untuk membangun negara yang merdeka, bersatu,
berdaulat, adil dan makmur. Undang-Undang Dasar Tahun 1945 sendiri adalah suatu bentuk
peraturan hukum yang tertulis dan merupakan peraturan hukum yang mempunyai kedudukan
tertinggi didalam negara.

Dasar Filosofis, Yuridis, dan Sosiologis tentang Kedudukan dan Wewenang Mahkamah
Konstitusi

Mahkamah Konstitusi merupakan sebuah lembaga kehakiman yang bebas dan


independen dalam menjalankan fungsi peradilan dengan tujuan menerapkan hukum dan
keadilan. Tujuan pembentukan Mahkamah Konstitusi adalah untuk memastikan bahwa
konstitusi sebagai hukum tertinggi dapat ditegakkan dengan baik. Oleh karena itu,
Mahkamah Konstitusi sering disebut sebagai pelindung atau penjaga konstitusi.

Mahkamah Konstitusi memiliki posisi yang sejajar dengan Mahkamah Agung dalam
sistem ketatanegaraan Indonesia sebagai lembaga kehakiman yang independen. 10 Dalam
pelaksanaan tugasnya, termasuk dalam menguji kesesuaian undang-undang dengan undang-
undang dasar, Mahkamah Konstitusi juga bertanggung jawab untuk menafsirkan konstitusi.
Oleh karena itu, Mahkamah Konstitusi juga dikenal sebagai satu-satunya penafsir konstitusi.
Sebagai lembaga tunggal yang menafsirkan konstitusi, keputusan-keputusan Mahkamah
Konstitusi dapat memiliki dampak terhadap kekuasaan lain, terutama lembaga legislatif yang
produk hukumnya dapat diuji oleh Mahkamah Konstitusi.

10
Miftakhul Huda, September 2007, “Ultra Petita” dalam pengujian Undang-Undang, dalam Jurnal Konstitusi
Volume 4 Nomor 3, Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jakarta, h. 144.
Mahkamah Konstitusi di Indonesia memiliki posisi yang penting dalam sistem
ketatanegaraan sebagai lembaga yudisial yang memiliki kewenangan khusus dalam perkara-
perkara yang berkaitan dengan ketatanegaraan. Tujuan utama Mahkamah Konstitusi adalah
menjaga dan menguatkan prinsip-prinsip konstitusionalisme yang terdapat dalam Undang-
Undang Dasar 1945. Mahkamah Konstitusi memiliki kewenangan yang jelas dan terbatas
sebagai bentuk penghormatan terhadap prinsip konstitusionalisme. Batasan-batasan ini
merupakan bagian dari sistem perimbangan kekuasaan antara lembaga-lembaga negara
(checks and balances).

Sebagai salah satu lembaga kehakiman, Mahkamah Konstitusi diharapkan dapat


memperbaiki citra lembaga peradilan di Indonesia sebagai kekuasaan yang independen yang
dapat dipercaya dalam menerapkan hukum dan keadilan. Dasar filosofis dari kewenangan dan
tanggung jawab Mahkamah Konstitusi adalah mencapai keadilan substansial dan menerapkan
prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik (good governance). Selain itu, teori-teori hukum
juga mendukung peran Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga negara yang mengawasi dan
menafsirkan konstitusi. Kehadiran Mahkamah Konstitusi dengan semua kewenangan dan
tanggung jawabnya telah mengubah doktrin supremasi parlemen dan menggantinya dengan
prinsip supremasi konstitusi.11

Keadilan substantif, juga dikenal sebagai keadilan materiil, mengacu pada prinsip
bahwa keadilan adalah memberikan bagian yang wajar dan patut kepada pihak yang benar,
bukan semata-mata persamaan. Dalam penerapan keadilan substantif, pihak yang memiliki
bukti kebenaran akan meraih kemenangan sesuai dengan bukti-bukti yang mereka ajukan.

Teori-teori yang menjadi dasar penting untuk reformasi konstitusi dan menjadi dasar
wewenang dan kewajiban Mahkamah Konstitusi meliputi teori kedaulatan negara, teori
konstitusi, teori negara hukum demokrasi, teori kesejahteraan, teori keadilan, dan teori
kepastian hukum.

Wewenang Mahkamah Konstitusi didasarkan pada Undang-Undang Dasar 1945 yang


mengatur dalam Pasal 7A, Pasal 78, dan Pasal 24C serta dijelaskan lebih lanjut dalam
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003. Mahkamah Konstitusi dapat menerima permohonan
dari individu, kesatuan masyarakat adat yang masih ada, badan hukum publik atau swasta,

11
Mariyadi Faqih, Juni 2010, Nilai-nilai Filosofi Putusan Mahkamah Konstitusi yang Final dan Mengikat,
dalam Jurnal Konstitusi Volume 7 Nomor 3, Sekretarian Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi,
Jakarta, h. 97.
lembaga negara, partai politik, pemerintah, dan Dewan Perwakilan Rakyat jika hak atau
wewenang konstitusional mereka terganggu.

Mahkamah Konstitusi adalah lembaga negara yang relatif baru dalam sistem
ketatanegaraan Indonesia, hasil dari perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945. Lembaga ini didirikan sebagai respons terhadap penyelenggaraan
negara yang buruk, terutama pada masa Orde Baru, yang ditandai oleh korupsi, kolusi,
nepotisme, dan praktik markus (makelar kasus). Pemulihan nilai-nilai keadilan hukum
menjadi faktor penting dalam melakukan perubahan di berbagai bidang, terutama dalam
sistem peradilan.12

Sebagai lembaga konstitusi, Mahkamah Konstitusi memiliki peran sebagai pengawal


dan penafsir Undang-Undang Dasar melalui putusan-putusannya. Dalam menjalankan tugas
konstitusionalnya, Mahkamah Konstitusi berusaha untuk mewujudkan visi institusinya, yaitu
menegakkan konstitusi guna mencapai cita-cita negara hukum dan demokrasi yang
memuliakan kehidupan bangsa dan negara.

Visi tersebut menjadi panduan bagi Mahkamah Konstitusi dalam melaksanakan


kekuasaan kehakiman yang independen dan bertanggung jawab sesuai dengan ketentuan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Mahkamah Konstitusi terbuka untuk menerima permohonan dari masyarakat yang


merasa hak-hak dan kewenangan konstitusionalnya dilanggar sebagai akibat dari
pemberlakuan suatu undang-undang.

KESIMPULAN

Di Indonesia, perubahan terhadap Undang-Undang Dasar 1945 memberikan warna


baru dalam sistem ketatanegaraan. Salah satu perubahan mendasar dalam UndangUndang
Dasar 1945 adalah perubahan Pasal 1 ayat (2). Selain hal tersebut perubahan Undang-Undang
Dasar 1945 telah melahirkan suatu lembaga negara yang berfungsi sebagai pengawal dan
penafsir konstitusi, yakni dengan hadirnya Mahkamah Konstitusi. Secara konseptual, gagasan
pembentukan Mahkamah Konstitusi adalah untuk menyelenggarakan peradilan guna
menegakkan hukum dan keadilan. Mahkamah Konstitusi yang merupakan lembaga baru
12
Indra Perwira, dkk., November 2010, Budaya Konstitusi (Constitutional Culture) Dalam UUD 1945
Perubahan Dikaitkan Dengan Gagasan Perubahan Kelima UUD 1945, dalam Jurnal Konstitusi Volume II
Nomor 2, Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jakarta, h. 60
pasca Undang-Undang Dasar Tahun 1945 diamandemen memiliki kedudukan yang strategis
dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, selain berkedudukan sebagai lembaga kekuasaan
kehakiman serta memiliki kedudukan yang sama terhadap Mahkamah Agung dan lembaga
Negara lainnya. Mahkamah Konstitusi dikatakan sebagai salah satu kekuasaan kehakiman
yang merdeka dalam system ketatanegaraam di Indonesia, sebagaimana tertuang dalam Pasal
24 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945.

Dasar filosofis dari wewenang Mahkamah Konstitusi adalah keadilan substantif dan
prinsip-prinsip good governance. Selain itu, teori-teori hukum juga memperkuat keberadaan
Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga negara pengawal dan penafsir konstitusi. Kehadiran
Mahkamah Konstitusi beserta segenap wewenang, dinilai telah merubah doktrin supremasi
parlemen (parliamentary supremacy) dan menggantikan dengan ajaran supremasi konstitusi.
Secara yuridis kewenangan Mahkamah Konstitusi di Indonesia telah dilembagakan dalam
Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 yang menentukan bahwa Mahkamah Konstitusi mempunyai
empat kewenangan konstitusional (conctitutionally entrusted powers) dan satu kewajiban
konstitusional (constitusional obligation). Ketentuan itu dipertegas dalam Pasal 10 ayat (1)
huruf a sampai dengan d Undang-Undang Nomor 24 tahun 2003 tentang Mahkamah
Konstitusi. Ada empat kewenangan Mahkamah Konstitusi, yaitu: 1). Menguji undang-undang
terhadap UUD 1945, 2). Memutus sengketa kewenangan antar lembaga negara yang
kewenangannya diberikan oleh UUD 1945, 3). Memutus pembubaran partai politik, 4).
Memutus perselisihan tentang hasil pemilu.

Selain keadilan substantif, Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga peradilan


menjalankan kewenangan dan kewajibannya berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945
dengan mengedepankan prinsip keterbukaan dan transparansi, serta akuntabilitas kepada
publik.

Keberadaan Mahkamah Konstitusi tidak terlepas dari berbagai teori hukum, seperti
teori kedaulatan, teori konstitusi, teori negara hukum demokrasi, teori kesejahteraan, teori
keadilan, dan teori kepastian hukum.

Mahkamah Konstitusi didirikan sebagai respons terhadap buruknya penyelenggaraan


negara, terutama selama masa Orde Baru yang ditandai oleh korupsi, kolusi, nepotisme,
praktik markus (makelar kasus), penurunan nilai-nilai keadilan hukum, dan pelanggaran hak-
hak konstitusional warga negara. Dengan kewenangan yang dimilikinya, Mahkamah
Konstitusi bertujuan untuk mengatasi masalah-masalah ini dan memastikan kepatuhan
terhadap konstitusi serta perlindungan hak-hak konstitusional..

DAFTAR PUSTAKA

Jimly Asshiddiqie, 2010, Model-model Pengujian Konstitutional di Berbagai Negara,


Jakarta: Sinar Grafika.

Jimly Asshiddiqie, 2006, Hukum Tata Negara dan Pilar-pilar Demokrasi, (Jakarta:
Konstitusi Press), hal. 318

http://rudi-sofyan.blogspot.co.id, (14 Mei 2023)

https://hamdanzoelva.wordpress.com, (14 Mei 2023)

Bambang Sutiyoso dan Sri Hastuti Puspitasari, 2005, Aspek-Aspek Perkembangan


Kekuasaan Kehakiman di Indonesia, (Yogyakarta: UII Press), 2005, hal. 27

Miftakhul Huda, September 2007, “Ultra Petita” dalam pengujian Undang-Undang, dalam
Jurnal Konstitusi Volume 4 Nomor 3, Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia.

Mariyadi Faqih, Juni 2010, Nilai-nilai Filosofi Putusan Mahkamah Konstitusi yang Final dan
Mengikat, dalam Jurnal Konstitusi Volume 7 Nomor 3, Sekretarian Jenderal dan
Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi.

Indra Perwira, dkk., November 2010, Budaya Konstitusi (Constitutional Culture) Dalam
UUD 1945 Perubahan Dikaitkan Dengan Gagasan Perubahan Kelima UUD 1945,
dalam Jurnal Konstitusi Volume II Nomor 2, Mahkamah Konstitusi Republik
Indonesia.

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Undang-undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi.

Anda mungkin juga menyukai