ABSTRAK
ABSTRACT
The state administration system basically contains two aspects, namely
aspects relating to the power of state institutions and their relationship to one
another between these state institutions and the relationships between state
institutions and citizens. Both aspects can be seen in the constitution of a country.
A constitution is a system of laws, traditions, and conventions which then form a
constitutional system or state administration of a country. Amendments to the 1945
Constitution have given birth to a state institution that functions as a guardian and
interpreter of the constitution, namely the presence of the Constitutional Court
(MK). This study aims to describe the Constitutional Court in the constitutional law
system in Indonesia and the authority of the Constitutional Court in the study of
positive law in Indonesia. Amendments to the 1945 Constitution provide a new
color in the state administration system. One of the fundamental changes in the
1945 Constitution is the amendment of Article 1 paragraph (2). In addition to this,
the amendment to the 1945 Constitution has given birth to a state institution that
functions as a guardian and interpreter of the constitution, namely the presence of
the Constitutional Court. Conceptually, the idea of establishing the Constitutional
Court is to administer justice in order to uphold law and justice. The Constitutional
Court which is a new institution after the amendment of the 1945 Constitution has
a strategic position in the Indonesian constitutional system, in addition to being an
institution of judicial power and having the same position as the Supreme Court and
other state institutions. The Constitutional Court is said to be one of the independent
judicial powers in the constitutional system in Indonesia, as stated in Article 24
paragraph (2) of the 1945 Constitution. The philosophical basis of the
Constitutional Court's authority is substantive justice and the principles of good
governance. In addition, legal theories also strengthen the existence of the
Constitutional Court as a state institution guarding and interpreting the constitution.
The presence of the Constitutional Court and all its authorities, is considered to
have changed the doctrine of parliamentary supremacy and replaced it with the
doctrine of constitutional supremacy. Juridically, the MK's authority in Indonesia
has been institutionalized in Article 24C paragraph (1) of the 1945 Constitution
which stipulates that the MK has four constitutionally entrusted powers and one
constitutional obligation. This provision is confirmed in Article 10 paragraph (1)
letters a to d in the Constitutional Court Law Number 24 of 2003. The four powers
of the Constitutional Court are: 1). Examine the law against the 1945 Constitution,
2). Deciding on authority disputes between state institutions whose authority is
granted by the 1945 Constitution, 3). Deciding on the dissolution of political parties,
and 4). Deciding on disputes about election results.
Keywords: Constitutional Court, Legal System, Indonesian State Administration
1
Jimly Asshiddiqy dan Mustafa Fakhri, 2003, tata Negara Universitas Indonesia dan
Mahkamah konstitusi, Kompilasi Ketentuan Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara dan
Konstitusi, Undang-Undang dan Peraturan Hukum Administrasi Negara Indonesia)
di 78 Negara, (Jakarta: Pusat Studi Hukum
persoalan yang diajukan kepadanya primer, sekunder, dan tertier. Sumber
dalam lingkup kewenangannya dan Data Bahan hukum primer, yaitu
tidak ada upaya hukum lain untuk bahan hukum yang
melawannya. mempunyaikekuatan mengikat, yaitu
METODE PENELITIAN berupa peraturan perundang-
Dalam melakukan suatu undangan seperti:3
penelitian ilmiah jelas harus 1) Undang-Undang
menggunakan metode sebagai ciri
Dasar Negara Republik
khas keilmuan. Metode mengandung
Indonesia Tahun 1945
makna sebagai cara mencari
informasi dengan terencana dan 2) Ketetapan Majelis
sistimatis. Langkah-langkah yang
Permusyawaratan
diambil harus jelas serta ada batasan-
Rakyat Republik
batasan yang tegas guna menghindari
terjadinya penafsiran yang terlalu Indonesia Nomor
luas.2 Dalam penelitian ini penulis
IV/MPRRI/1999
menggunakan pendekatan yuridis
tentang Garis-Garis
normatif, yaitu suatu penelitian yang
berdasarkan pada penelitian Besar Haluan Negara
kepustakaan guna memperoleh data
Tahun 1999-2004.
sekunder di bidang hukum. Adapun
3) Ketetapan Majelis
digunakannya metode penelitian
hukum normatif, yaitu melalui studi Permusyawaratan
kepustakaan adalah untuk menggali
Rakyat Republik
asas asas, norma, teori dan pendapat
Indonesia Nomor
hukum yang relevan dengan masalah
penelitian melalui inventarisasi dan III/MPRRI/2000
mempelajari bahan-bahan hukum
tentang Sumber
2
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudi, 1986, 3
Bambang Sunggono, Metodologi Peneliti
Penelitian Hukum Normatif, (Jakarta: CV. an Hukum, (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Rajawali), hal. 27 Persada, 2003), hal. 116
Hukum dan Tata Konstitusi. Teknik Pengumpulan
Data Seluruh bahan hukum
Urutan Peraturan
dikumpulkan dengan menggunakan
Perundang-Undangan.
studi literatur dengan alat
4) Undang Undang pengumpulan data/ berupa studi
dokumen dar berbagai sumber yang
Nomor 22 Tahun 2004
dipandang relevan.
tentang Komisi Yudisial
PEMBAHASAN
5) Undang-Undang A. Kedudukan Mahkamah
Konstitusi Dalam Hukum Tata
Nomor 4 Tahun 2004
Negara Indonesia
tentang Kekuasaan
Memperhatikan perjalanan
Kehakiman sejarah kenegaraan Republik
Indonesia, perkembangan pemikiran
6) Undang-Undang
dan praktik mengenai prinsip Negara
Nomor 4 Tahun 2014
hukum diakui mengandung
tentang perubahan kelemahan, yakni hukum menjadi alat
bagi kepentingan penguasa. Hal ini
Undang-Undang
terbukti dalam praktik ketatanegaraan
Nomor 24 Tahun 2003
penguasa menggunakan wacana
tentang Mahkamah Negara hukum dengan melepaskan
hakikat atau makna yang termuat
Konstitusi
dalam konsepsi Negara hukum itu
Bahan Hukum
sendiri. Kelemahan tersebut menurut
Sekunder, yaitu bahan hukum ya
Abdul Hakim G. Nusantara4
ng memberikan penjelasan bahan
dikarenakan pranata-pranata hukum
hukum primer yang terdiri dari:
lebih banyak dibangun untuk
Buku-buku yang berkaitan dengan
melegitimasi kekuasaan pemerintah,
hukum tata negara, Mahkamah
4
Abdul Hakim G. Nusantara, 1998, Politik
Hukum Indonesia (Jakarta : Yayasan LBHI),
hal. 19
memfasilitasi proses rekayasan sosial, segenap wewenang, dinilai telah
dan untuk memfasilitasi pertumbuhan merubah doktrin supremasi parlemen
ekonomi secara sepihak sehingga (parliamentary supremacy) dan
hukum belum berfungsi sepenuhnya menggantikan dengan ajaran
sebagai sarana dalam mengangkat supremasi konstitusi.6 Keadilan
harkat serta martabat rakyat. Adapun substantif/keadilan materiil
menurut Bagir Manan5 adanya (substantive justice) merupakan al
kelemahan dan kekurangan dalam qist atau bagian yang wajar dan patut,
Undang-Undang Dasar Tahun 1945, tidak mengarahkan kepada
serta lemahnya keinginan untuk persamaan, melainkan bagian yang
membangun kehidupan berkonstitusi patut, berpihak kepada yang benar.
secara wajarlah yang melahirkan Dalam penerappan keadilan
praktik kenegaraan yang jauh dari substantif ini, pihak yang benar akan
prinsip-prinsip dasar Undang-Undang mendapat kemenangan sesuai dengan
Dasar Tahun 1945. bukti-bukti akan kebenarannya.
B. Kewenangan Mahkamah Teori-teori yang menjadi dasar
Konstitusi Menurut Hukum pentingnya reformasi konstitusi dan
Indonesia menjadi dasar wewenang serta
Dasar filosofis dari wewenang kewajibah Mahkamah Konstitusi
Mahkamah Konstitusi adalah adalah teori kedaulatan negara, teori
keadilan substantif dan prinsip- konstitusi, teori negara hukum
prinsip good governance. Selain itu, demokrasi, teori kesejahteraan, teori
teori-teori hukum juga memperkuat keadilan, dan teori kepastian hukum.
keberadaan Mahkamah Konstitusi PENUTUP
sebagai lembaga negara pengawal A. Kesimpulan
dan penafsir konstitusi. Kehadiran 1. Perubahan terhadap Undang-
Mahkamah Konstitusi beserta Undang Dasar 1945
5
Bagir Manan, 2003, Teori dan Politik Final dan Mengikat, dalam Jurnal Konstitusi
Konstitusi (Yogyakarta : FH UII Press), hal. Volume 7 Nomor 3, Sekretarian Jenderal dan
ix Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, Jakarta,
6
Mariyadi Faqih, Juni 2010, Nilai-nilai hal. 97
Filosofi Putusan Mahkamah Konstitusi yang
memberikan warna baru terhadap Mahkamah Agung
dalam sistem ketatanegaraan dan lembaga Negara lainnya.
Indonesia . Salah satu 3. Dalam sistem Tata Negara,
perubahan mendasar dalam Mahkamah Konstitusi
Undang-Undang Dasar 1945 merupakan salah satu
adalah perubahan Pasal 1 ayat kekuasaan kehakiman yang
(2). Perubahan Undang- merdeka. sebagaimana
Undang Dasar 1945 juga tertuang dalam Pasal 24 ayat
telah melahirkan suatu (2) Undang-Undang Dasar
lembaga negara yang 1945. Secara filosofis dari
berfungsi sebagai pengawal wewenang Mahkamah
dan penafsir konstitusi, yakni Konstitusi adalah keadilan
dengan hadirnya Mahkamah substantif dan prinsip-prinsip
Konstitusi. good governance. Selain itu,
2. Gagasan pembentukan teori-teori hukum juga
Mahkamah Konstitusi memperkuat keberadaan
ditujukan untuk Mahkamah Konstitusi sebagai
menyelenggarakan peradilan lembaga negara pengawal dan
guna menegakkan hukum dan penafsir konstitusi.
keadilan. Mahkamah 4. Kehadiran Mahkamah
Konstitusi yang merupakan Konstitusi beserta segenap
lembaga baru pasca wewenang, dinilai telah
amandemen Undang-Undang merubah doktrin supremasi
Dasar Tahun 1945 memiliki parlemen (parliamentary
kedudukan yang strategis supremacy) dan
dalam sistem ketatanegaraan menggantikan dengan ajaran
Indonesia, selain supremasi konstitusi. Secara
berkedudukan sebagai yuridis kewenangan
lembaga kekuasaan Mahkamah Konstitusi di
kehakiman serta memiliki Indonesia telah dilembagakan
kedudukan yang sama dalam Pasal 24C ayat (1)
UUD 1945 yang menentukan negara Indonesia. Karena itu kedepan
bahwa Mahkamah Konstitusi diharapkan lembaga ini dapat secara
mempunyai empat optimal difungsikan sebagai penjaga
kewenangan konstitusional konstitusi secara bertanggung jawab
(conctitutionally entrusted sesuai dengan kehendak rakyat dan
powers) dan satu kewajiban cita-cita demokrasi.
konstitusional (constitusional DAFTAR PUSTAKA
obligation). Ketentuan itu Buku
dipertegas dalam Pasal 10 Abdulkadir Muhammad, 2004,
Hukum dan Penelitian
ayat (1) huruf a sampai
Hukum, Bandung: PT.
dengan d Undang-Undang Citra Aditya Bakti
Nomor 24 tahun 2003 tentang
Ahmad Syahrizal, 2006, Peradilan
Mahkamah Konstitusi. Konstitusi, Suatu Studi
tentang Adjudikasi
5. Terdapat empat kewenangan
Konstitusional Sebagai
Mahkamah Konstitusi, yaitu: Mekanisme Penyelesaian
Sengketa Normatif,
1). Menguji undang-undang
Jakarta: Pradnya
terhadap UUD 1945, 2). Paramita
Memutus sengketa
Abu Daud Busro dan Abu Bakar
kewenangan antar lembaga Busro, 1985, Azas-azas
Hukum Tata Negara,
negara yang kewenangannya
Jakarta: Ghalia
diberikan oleh UUD 1945, 3). Indonesia
Memutus pembubaran partai
Abdul Rasyid Thalib, 2006,
politik, 4). Memutus Wewenang Mahkamah
Konstitusi dan Implikasi
perselisihan tentang hasil
Dalam Sistem
pemilu Ketatanegaraan
Indonesia, Bandung: PT.
Citra Aditya Bakti
B. Saran
Bagir Manan, 2003, Teori dan Politik
Kehadiran Mahkamah
Konstitusi Yogyakarta : FH UII Press
Konstitusi Dalam Tata Negara
Bambang Widjojanto, Saldi Isra, dan
Indonesia, diharapkan dapat
Marwan Mas, 2002,
memperkuat sistem hukum Tata Konstitusi Baru Melalui
Komisi Konstitusi ------------------------, 2006,
Independen, Jakarta : Pengantar Ilmu Hukum
Pustaka Sinar Harapan Tata Negara, Jilid I,
Jakarta: Sekretariat
Bambang Sutiyoso, 2009, Tata Cara Jenderal dan
Penyelesaian Sengketa di Kepaniteraan Mahkamah
Lingkungan Mahkamah Konstitusi Republik
Konstitusi, Yogyakarta: Indonesia
UII Press
-----------------------, 2006, Sengketa
Didit Hariadi Estiko dan Suhartono, Kewenangan Antar
2003, Mahkamah Lembaga Negara,
Konstitusi : Lembaga Jakarta: Kompress
Negara Baru
------------------------, 2006, Hukum
Dasril Radjab, 1994, Hukum Tata Tata Negara dan Pilar-
Negara Indonesia, pilar Demokrasi, Jakarta:
Jakarta: PT. Rineka Cipta Konstitusi Press