Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH

BADAN YUDIKATIF

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 3

Fetri Hijrianisa ( 1903100019 )


M.Fauzan Izami ( 1903100021 )
Dio Arlindo ( 1903100025 )
Safrida Yanti ( 1903100022 )
Reza Akhyar ( 1903100024 )
Chairia Eka Safitri ( 19031000 )

UNIVERSITAS MUHAMMADYAH SUMATRA UTARA


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
ILMU ADMINISTRASI PUBLIK
2019/2020
BADAN YUDIKATIF

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Negara yang memiliki kekuasaan absolute (mutlak), yang meliputi seluruh bidang
kehidupan secara sentralistik (terpusat) dalam satu kekuasaan (pada individu atau institusi) akan
melahirkan hasil kinerja yang tidak efektif dan efisien, bahkan cenderung menyimpang dari
aturan dan tujuan konstitusi. Inilah yang menjadi dorongan kepada para filosof untuk mencari
solusi mengenai upaya distribusi kekuasaan agar dapat merata menjangkau seluruh lapisan
masyarakat dalam suatu Negara dan tidak menumpuk pada area tertentu.
Seperti kita tahu bahwa pembagian kekuasaan dalam penyelenggaraan Negara Indonesia
menganut aliran sistem Trias Politica (teori pemisah kekuasaan) yang menyatakan bahwa
kekuasaan Negara perlu dilakukan pemisahan dalam 3 (tiga) bagian dimana aktornya diwakili
oleh tiga lembaga yang meliputi Eksekkutif, Legislatif dan Yudikatif. Pemisahan ini ditujukan
untuk menciptakan efektifitas dan efisiensi serta transparansi pelaksanaan kekuasaan dalam
pemerintahan sehingga nantinya akan benar-benar dicapai tujuan dari penyelenggaraan Negara
tersebut. Pada pembahasan kali ini kita akan memusatkan topik terhadap aktor yang ke 3 yakni,
lembaga yudikatif, yang secara khusus fungsinya adalah untuk menggadili penyelewengan
pengaturan yang telah dibuat oleh legislative dan dilaksanakan oleh eksekutif. Dalam
pembahasan mengenai lembaga kehakiman (yudisial) ini nantinya akan ada bagian-bagian
lembaga sebagai pembentuk dan dalam naungan lembaga yudikatif tersebut seperti, MA, MK,
dan KY. Apa saja pengertian dari MA, MK, dan KY ?, nanti akan kita bahas dalam materi yang
saya sajikan.

B. Rumusan Masalah
A. Apa yang dimaksud dengan lembaga yudikatif ?
B. Apakah pengertian dari MA, MK, dan KY ?
C. Seperti apakah fungsi dan tujuan dari lembaga tersebut ?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Lembaga Yudikatif


Lembaga Yudikatif adalah suatu badan badan yang memiliki sifat teknis-yuridis yang
berfungsi mengadili penyelewengan pelaksanaan konstitusi dan peraturan perudang-undangan
oleh institusi pemerintahan secara luas serta bersifat independent (bebas dari intervensi
pemerintah) dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya.1 Dari sini kita dapat pahami bahwa
lembaga Yudikatif merupakan suatu lembaga yang menjadi pusat representative hukum di
Indonesia dimana Indonesia sendiri adalah Negara Kesatuan yang menjunjung tinggi hukum,
menjamin kekuasaan kehakiman yang merdeka dan bebas dari segala bentuk intervensi guna
dalam upaya menegakkan hukum dan keadilan yang sesuai dalam amanat Undang-Undang Dasar
Republik Indonesia Tahun 1945 serta mewujudkan cita-cita dalam Pancasila pada sila ke-5 yang
berbunyi, “keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia”.
Dalam Negara demokratis, lembaga Yudikatif terkenal dengan dua sistem yaitu:
1. Sistem “Common Law” (Negara anglo saxon)
Sistem ini adalah sistem hukum yang tumbuh dan berkembang di Negara Inggris, yang
berpedoman pada prinsip bahwa selain pada undang-undang yang dibuat oleh parlemen (statute
law) sistem hukum juga berpedoman pada peraturan lain yang merupakan common law
(keputusan terdahulu yang dibuat oleh para hakim). Aturan ini juga disebut dengan case law atau
judge made law (hukum buatan para hakim). Prinsip ini menurut C.F Strong, didasarkan atas
precedent yaitu keputusan hakim terdahulu mengikat para hakim berikutnya dalam perkara yang
serupa.2 Dengan penggunaan prinsip ini maka bukan hanya parlemen yang menjadi acuan dari
sistem hukum tersebut, tetapi aturan yang telah dibuat oleh jajaran hakim juga turut andil sebagai
pedoman yang perlu dipertimbangkan. Jadi jelaslah bahwa dengan prinsip ini sebuah undang-
undang yang akan dibuat tidak akan tumpang tindih dengan aturan lain yang sudah terlebih
dahulu diputuskan pemberlakuannya.
2. Sistem “Civil Law” (hukum perdata umum)
Sementara itu, pada sistem civil law ini adalah sistem hukum yang berpedoman pada
hukum yang sudah ditetapkan3. Lebih populernya sistem ini menganut faham positivism dalam
perundang-undangan juga faham legalisme yang berbunyi bahwa “undang-undang menjadi
sumber hukum satu-satunya.”
Pada prakteknya sistem ini membuat para hakim tidak boleh melakukan
kodifikasi/perubahan hukum, tetapi mereka harus tetap berpedoman pada hukum yang telah ada
(dalam undang-undang) untuk menyelesaikan persoalan. Para hakim berhak memberi keputusan
baru tetapi setelah dia mengajukan evaluasi atau re-interpretasi jurisprudensi terlebih dulu atau
interpretasi atau re-interpretasi baru kitab undang-undang lama.
B. Lembaga/Badan Yudikatif di Indonesia
Kekuasaan kehakiman yang merdeka merupakan salah satu prinsip penting bagi bangsa
Indonesia yang menamakan dirinya sebagai suatu Negara hukum. Prinsip ini menghendaki
kekuasaan kehakiman yang bebas dari campur tangan pihak mana pun dan dalam bentuk apa
pun, sehingga dalam menjalankan tugas dan kewajibannya ada jaminan ketidakberpihakan
kekuasaan kehakiman kecuali terhadap hukum dan keadilan.4
Memasuki era reformasi, Indonesia melakukan perubahan pada badan Yudikatifnya.
Perubahan ini dianggap sejalan dengan dengan amandemen pada UUD 1945, Bab IX, tentang
kekuasaan kehakiman pasal 24, ayat 2, menetapkan bahwa Badan Yudikatif yang menjalankan
kekuasaan kehakiman adalah sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada
dibawahnya dalam lingkugan umum , agama, militer, TUN dan oleh sebuah Mahkamah
Konstitusi. Wewenang Badan Yudikatif, menurut UUD 1945 Pasca Amandemen, adalah sebagai
berikut :
1. Mahkamah Agung : mengadili Kasasi dan menguji peraturan perundang-undangan dibawah
undang-undang (pasal 24A, ayat 1)
2. Mahkamah Konstitusi : berwenang mengadili tingkat pertama dan terakhir yang bersifat
final untuk menguji UU terhadap UUD, sengketa lembaga Negara, memutus pembubaran partai
politik, dan perselisihan tentang hasil pemilu (pasal 24C, ayat 1)
3. Komisi Yudisial : berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung, menjaga dan
menegakkan kehormatan, keluhuran martabat serta perilaku hakim (Pasal 24B, ayat 1).
Untuk lebih jelasnya kita akan merinci pengertian, kedudukan dan fungsi masing-masing
dari ketiga lembaga tersebut :
1. Mahkamah Agung
Mahkamah Agung adalah badan yang melaksanakan kekuasaan kehakiman yang dalam
pelaksanaan tugasnya, terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan pengaruh-pengaruh
lainnya.5 Mahkamah Agung Indonesia adalah Peradilan yang menganut “sistem continental”
yang dalam sistem tesebut MA merupakan pengadilan kasasi yang bertugas membina
keseragaman dalam penerapan hukum dan menjaga agar semua hukum dan Undang-Undang
diseluruh wilayah Negara ditetapkan secara tepat dan adil serta memiliki sifat yang netral dari
intervensi pemerintah (independent).6
Kedudukan
Menurut Undang-Undang No. 14 tahun 1970 tentang, “Kekuasaan Ketentuan Pokok
Kekuasaan Kehakiman” tanggal 17 Desember 1970, antara lain dalam pasal 10 ayat (2)
disebutkan bahwa Mahkamah Agung adalah Pengadilan Negara tertinggi dalam arti Mahkamah
Agung sebagai badan pengadilan kasasi (terakhir) bagi putusan-putusan yang berasal dari
pengadilan-pengadilan lain.7 juga ditentukan bahwa Mahkamah Agung membawahi beberapa
badan peradilan meliputi :
Peradilan Umum,
· Peradilan Agama,
· Peradilan Militer,
· Peradilan Tata Usaha Negara.
Kesemua lembaga yang berada dibawah MA ini adalah para pelaku kekuasaan
kehakiman yang merdeka di samping Mahkamah Konstitusi.
Mahkamah Agung pula yang menjadi pengawas tertinggi atas perbuatan para hakim dari
semua lingkungan peradilan. Dalam strukturnya, Mahkamah Agung mempunyai organisasi,
administrasi sendiri.
Fungsi
Adapun tugas dan fungsi yang dibebankan kepada Mahkamah Agung berdasarkan UU
No. 14 tahun 1985 dan peraturan perundang-undangan lainnya adalah:
Tugas Judisiil, yaitu tugas untuk menyelenggarakan peradilan yang meliputi:
· Memeriksa dan memutus perkara kasasi;
· Sengketa yudisdiksi
· Permohonan peninjauan kembali putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap
· Tugas judicial review terhadap peraturan perundang-undangan di bawah Undang-undang.
· Tugas pengawasan terhadap peradilan dibawahnya.
· Tugas penasihatan.
· Tugas administrative
· Tugas-tugas lain yang diberikan berdasarkan Undang-undang.8
· Susunan Keanggotaan Mahkamah Agung
Secara khusus untuk Mahkamah Agung tetang kekuasaan kehakiman diatur dalam UU
No. 5 Tahun 2004, yang menyatakan susunan MA terdiri atas pimpinan, hakim anggota,
panitera, dan seorang sekretaris. Adapun jumlah hakim agung paling banyak adalah enam puluh
orang.
2. Mahkamah Konstitusi
Sejarah berdirinya lambaga Mahkamah Konstitusi (MK) diawali dengan diadopsinya ide
MK (Constitutional Court) dalam amandemen konstitusi yang dilakukan leh Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR) pada tahun 2001 sebagaimana dirumuskan dalam ketentuan
Pasal 24 ayat (2), Pasal 24C, dan Pasal 7B Undang-Undang Dasar 1945 hasil Perubahan Ketiga
yang disahkan pada 9 Nopember 2001. Ide pembentukan MK merupakan salah satu
perkembangan pemikiran hukum dan kenegaraan modern yang muncul di abad ke-20.15 Dengan
disahkannya Perubahan Ketiga UUD 1945 tersebut maka dalam upaya menunggu pembentukan
MK, MPR menetapkan untuk sementara MA-lah yang menjalankan fungsi MK merujuk pada
Pasal 3 Aturan Peralihan UUD 1945 hasil Perubahan Keempat.
Kemudian diikuti oleh DPR yang membuat Rancangan Undang-Undang mengenai
Mahkamah Konstitusi dan akhirnya disahkan UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah
Konstitusi pada tanggal 13 Agustus 2003 oleh Presiden. Pada tanggal 15 Agustus 2003 Presiden
melalui KEPRES Nomor 147/M Tahun 2003 memilih para hakim konstitusi diteruskan oleh
pelantikan dan sumpah jabatan di Istana Negara pada 16 Agustus 2003. Selanjutnya pekerjaan
MK sebagai salah satu cabang kekuasaan kehakiman Negara dimulai ketika pada tanggal 15
Oktober 2003 dimana pada saat itu MA melimpahkan perkara yang semestinya ditangani oleh
MK.
Mahkamah Konstitusi adalah sebuah lembaga Negara yang terbentuk setelah amandemen
UUD 1945, merupakan salah satu pelaku kekuasaan kehakiman sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 (Pasal 1 UU No. 24 tahun
2004).16 Ini artinya MK sebagai salah satu lembaga yudikatif di Indonesia yang posisinya dapat
di sejajarkan dengan MA. Menurut Moh. Mahfud MD, “Maksud pembentukan Mahkamah
Konstitusi di Indonesia yang paling pokok adalah menjaga agar tidak ada UU yang bertentangan
dengan UUD dan kalau itu ada, maka MK dapat membatalkannya”.17 Dapat dikatakan bahwa
MK diperlukan untuk mengawal konstitusi terutama untuk menjaga agar tidak ada UU yang
melanggar UUD.
Kewenangan Mahkamah Konstitusi
Mengingat posisi MK yang sejajar dengan MA maka tentunya lembaga ini tentunya tidak
dapat dipandang sebelah mata, maka dari itu wewenang yang diberikan kepada MK berpengaruh
luas dan memiliki kekuatan hukum yang sangat besar. Mahkamah Konstitusi memiliki
kewenangan mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk:
· Menguji Undang-Undang terhadap UUD 1945
· Memutus sengketa kewenangan lembaga Negara yang kewenangannya diberikan oleh
UUD 1945
· Memutus pembubaran Partai Politik
· Memutus perselisihan tentang hasil pemilu.18
· Kewajiban Mahkamah Konstitusi
Selain mendapat kewenangan, MK juga memproleh kewajiban seperti yang tertera dalam
ketentuan Pasal 24C Ayat (2) 1945 jo. Pasal 10 Ayat (2) UU No. 24 Tahun 2003 tentang
Mahkamah Konstitusi yang menyatakan, “MK wajib memeriksa, mengadili dan memutus
terhadap pendapat DPR bahwa presiden dan/atau wapres telah melakukan pelanggaran hukum
sebagaimana diatur dalam Pasal 7A UUD 1945”. Dugaan pelanggaran adalah semisal
Presiden/Wapres telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan kepada Negara,
penyuapan, korupsi, tindak pidana berat lainnya, ataupun perbuatan tercela yang dapat
merendahkan martabat Presiden/Wapres.
Susunan Keanggotaan Mahkamah Konstitusi
Dalam struktur Mahkamah Konstitusi terdapat tiga pranata (institusi), yaitu hakim
konstitusi, secretariat jenderal, dan kepaniteraan. Pasal 7 UU No. 24 Tahun 2003 tentang
Mahkamah Konstitusi menyebutkan; “Untuk kelancaran pelaksanan tugas dan wewenangnya,
Mahkamah Konstitusi dibantu oleh sebuah sekrerariat jenderal dan kepaniteraan.”19 Di ketuai
oleh seorang hakim konstitusi yang merangkap anggota, seorang wakil ketua juga mrangkap
anggota dan tujuh orang anggota hakim MK. Ketua dan wakil ketua dipilih dari dan oleh anggota
hakim konstitusi, untuk periose jabatan tiga tahun.
3. Komisi Yudisial (KY)
Seperti Mahkamah Konstitusi (MK), Komisi Yudisial (KY) juga merupakan lembaga
Negara yang terbentuk setelah adanya amandemen terhadap UUD 1945. Dalam segi
ketatanegaraan KY berperan sangat penting yaitu: 1) mewujudkan kekuasaan kehakiman yang
merdeka melalui proses pencalonan hakim agung; 2) melakukan pengawasan terhadap hakim
yang transparan dan partisipatif guna menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat,
sera perilaku hakim.
Keberadaan KY sebagai lembaga Negara diatur dalam Bab IX tentang Kekuasaan
Kehakiman pada Pasal 24B UUD 1945, sedagkan MA pada pasal 24A dan MK diatur dalam
Pasal 24C. Dengan deskripsi yang demikianlah sering memicu perdebatan diantara para pakar
konstitusi tentang eksisitensi KY yang dianggap bukan sebagai pelaku kekuasaan kehakiman
melainkan hanya sebuah lembaga yang kontribusinya berperan dalam sistem ketatanegaraan,
mengingat bahwa KY juga bukan merupakan lembaga peradilan maka dari itu sangat aneh jika
keberadaannya dalam UUD diletakkan dalam bab kekuasan kehakiman.

Tugas dan Wewenang


Dalam undang-undang telah dijelaskan beberapa kewenangan yang dimiliki oleh KY,
diantaranya adalah:
Mengusulkan pengangkatan hakim agung;
Mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan,
keluhuran martabat, serta perilaku hakim.21
Dan diantaranya tugas dari komisi yudisial adalah:
· Tugas mengusulkan pengangkatan hakim agung:
· Melakukan pendaftaran calon hakim agung;
· Melakukan seleksi terhadap calon hakim agung;
· Menetapkan calon hakim agung;
· Mengajukan calon hakim agung ke DPR.22
· Tugas menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran, martabat, serta perilaku hakim:
· Menerima laporan masyaakat tentang perilaku hakim;
· Meminta laporan secara berkala kepada badan peradilan berkaitan dengan perilaku hakim;
· Melakukan pemeriksaan terhadap dugaan pelanggaran perilaku hakim;
· Memanggil dan meminta keterangan dari hakim yang diduga melanggar kode etik perilaku
hakim;
Membuat laporan hasil pemeriksaan yang berupa rekomendasi dan disampaikan kepada
Mahkamah Agung dan/atau Mahkamah Konstitusi, serta tindasannya disampaikan kepada
Presiden an DPR.23
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Lembaga Yudikatif adalah lembaga yang melaksanakan penegakan hukum (kepolisian,
kejaksaan, Pengadilan).
Tugas-tugas pokok dan wewenang lembaga yudikatif adalah melakukan proses
penegakan hukum bagi orang atau lembaga yang melakukan suatu pelanggaran perdata atau
pidana baik itu hukumanya berupa teguran atau penjara.
Lembaga yudikatif menjadi lembaga yang mengalami perubahan cukup signifikan dari
segi kelembagaan, terutama karena dibentuknya lembaga – lembaga baru yang memiliki
kewenangan tersendiri. Hal inilah yang kemudian melatar belakangi penulis untuk membuat
suatu perbandingan antara kedudukan dan kewenangan lembaga tinggi yudikatif baik sebelum
dan sesudah dilakukannya amandemen UUD 1945.

B. Saran
Dari makalah diatas masih banyak sekali kekuranga baik dari pengunaan kata-kata
ataupun penulisannya maka dari itu kami minta kepada Bapak / Ibu guru untuk lebih
membimbing lagi dalam membuat makalah yang sipatnya membangun.

DAFTAR PUSTAKA

http://larekapiran.blogspot.com/2013/01/makalah-badan-yudikatif-indonesia.html
http://alleyulvickriello.blogspot.com/2014/02/lembaga-yudikatif.html
http://www.pdfchaser.com/pdf/tugas-dan-fungsi-yudikatif.html
http://politik.kompasiana.com/2010/01/25/legislatif-eksekutif-yudikatif-media/
http://www.jevuska.com/topic/tugas+dan+fungsi+yudikatif.html

Anda mungkin juga menyukai