Anda di halaman 1dari 7

Nama : Silvananda Adping

NIM : E0020411
Kelas : HTN B

TUGAS INDIVIDU KELAS PENGGANTI HTN (B)

SOAL :

1. Ilustrasikan secara lengkap dan jelas kedudukan dan kewenangan Mahkamah Agung
(MA) dalam naskah asli sebelum amandemen UU NRI Tahun 1945 dan setelah
amandemen ke4 UUD NRI Tahun 1945?
 Kedudukan dan Kewenangan MA sebelum amandemen
Sebelum dilakukannya amandemen UUD NKRI 1945, lembaga peradilan
Indonesia hanya berpusat pada satu lembaga yakni Mahkamah Agung. Karena berpusat
pada Mahkamah Agung sebagai lembaga peradilan tertinggi, maka lembaga tersebut
melakukan pengawasan tertinggi atas perbuatan badan-badan pengadilan lain. Mahkamah
Agung sebagai puncak semua peradilan di Indonesia dimuat dalam UUD RI Nomor 13
Tahun 1965 Tentang Pengadilan Dalam Lingkungan Perdilan Umum dan Mahkamah
Agung. Pasal 47 ayat (1) sampai (5)Pasal 24 ayat (1) UUD 1945 sebelum amandemen
berbunyi “kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan lain-lain
badan kehakiman menurut undang-undang.”. Dapat dikatakan bahwa pada saat itu
kekuasaan kehakiman dimonopoli oleh Mahkamah Agung, karena merupakan satu-
satunya lembaga yang memiliki kekuasaan mutlak dalam lembaga peradilan di Indonesia.
Lembaga ini dikatakan bersifat mandiri dalam arti tidak bisa diintervensi oleh cabang
kekuasaan lain, termasuk eksekutif. Namun, dalam rumusan Pasal 24 ayat (1) sebelum
amandemen, tidak diatur secara tegas megenai kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan
yang terpisah dari kekuasaan lainnya karena susunan dan kedudukannya diserahkan
pengaturannya dengan undang-undang. Maka eksekutif dan legislatif mempunyai potensi
dan memiliki keleluasaan untuk manafsirkan dan merumuskan kekuasaan kehakiman
menurut interpretasinya sendiri dan/atau kekuasaan kehakiman yang berpihak pada
kepentingannya sendiri.
Kewenangan Mahkamah Agung sebelum amandemen UUD RI 1945 adalah utuh
dan menyeluruh. Berarti semua kewenangan dalam hal kehakiman dipegang dan dikuasai
oleh Mahkamah Agung. Karena pada saat itu, mahkamah Agung merupakan satu-satunya
lembaga peradilan di Indonesia.
 Kedudukan dan Kewenangan MA setelah amandemen
Setelah dilakukannya amandemen UUD NKRI 1945, Mahkamah Agung bukan
satu-satunya lembaga peradilan di Indonesia dan bukan lagi memiliki kekuasaan penuh
atas peradilan di Indonesia. Karena setelah amandemen, kekuasaan kehakiman di
Indonesia selain dilakukan oleh Mahkamah Agung juga dilakukan oleh Mahkamah
Konstitusi serta lembaga negara di bawah Mahkamah Agung. Sesuai dengan pasal 24
ayat (2) UUD NKRI 1945 hasil amandemen yang bunyinya “Kekuasaan kehakiman
dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya
dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan
militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.”
Jadi, setelah amandemen, Mahkamah Agung membawahi beberapa macam lingkungan
peradilan, yakni peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer, dan peradilan tata
usaha negara.

Konsekuensi dari UU Kekuasaan Kehakiman adalah pengalihan organisasi,


administrasi, dan finansial badan peradilan di bawah Mahkamah Agung. Sebelumnya,
pembinaan badan-badan peradilan berada di bawah eksekutif (Departemen Kehakiman
dan HAM, Departemen Agama, Departemen Keuangan) dan TNI, namun saat ini seluruh
badan peradilan berada di bawah Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi.
Fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman diatur dalam Undang-Undang seperti
Kejaksaan, Kepolisian, Advokat/Pengacara dan lain-lain. Berwenang mengadili pada
tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-undangan di bawah Undang-Undang, dan
mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh Undang-Undang Mengajukan 3
orang anggota Hakim Konstitusi Memberikan pertimbangan dalam hal Presiden memberi
grasi dan rehabilitasi. Namun menurut system ketatanegaraan Indonesia yang dianut
Undang-Undang Dasar 1945, sekalipun Mahkamah Agung itu merupakan Lembaga
Tinggi Negara yang memegang kekuasaan kehakiman tetapi perlu diingat bahwa
kekuasaan kehakiman itu tidak sepenuhnya dikuasai Mahkamah Agung. Dalam hal
peradilan pidana, kekuasaan ini dipegang pula oleh presiden terutama untuk upaya hukum
tingkat penghabisan. Hal ini sesuai dengan hak prerogative presiden untuk memberikan
grasi, amnesty, abolisi, dan rehabilitasi yang dimiliki presiden berdasarkan ketentuan
pasal 14 Undang Undang Dasar 1945

2. Uraikan mengapa negara membutuhkan Lembaga Negara Independen dan sebutkan


Lembaga-Lembaga Independen di Indonesia beserta dasar hukumnya?
 kehadiran lembaga negara independen ini pada awalnya dilatarbelakangi oleh krisis
kepercayaan terhadap lembaga-lembaga negara yang ada. Krisis kepercayaan ini bukan
saja dimonopoli oleh publik secara umum, tetapi juga oleh para elit politik. Krisis
kepercayaan ini berawal dari kegagalan lembaga-lembaga negara yang ada dalam
menjalankan fungsi-fungsi utamanya atau sebagai akibat dari meluasnya penyimpangan
fungsi lembaga-lembaga yang ada selama kurun waktu 32 tahun pada masa Orde Baru.
Hadirnya lembaga negara independen juga karena adanya keterbukaan yang mendorong
kekuatan kepentingan dan tuntutan masyarakat sebagai dampak modernisasi sekaligus
perubahan sosial politik dalam masyarakat yang selama ini kurang sekali diagregasikan
secara memadai oleh lembaga-lembaga negara yang tersedia. Perubahan-perubahan sosial
politik tersebut juga telah melahirkan pergeseran pola pikir dalam melihat pembedaan
secara tegas ranah negara dan ranah non-negara yang menjadi skema dasar dan
konstruksi argumentasi trias politica. Tujuan dibentuknya lembaga negara independen ini
menurut Hendra Nurtjahjo karena dua hal yaitu:18 karena adanya tugas-tugas kenegaraan
yang semakin kompleks yang memerlukan independensi yang cukup untuk
operasionalisasinya dan adanya upaya empowerment terhadap tugas lembaga negara yang
sudah ada melalui cara membentuk lembaga baru yang lebih spesifik.

 Negara membutuhkan peran dari lembaga independen terutama untuk menyelesaikan


permasalahan yang seharusnya bebas dari campur tangan pihak mana pun. bilamana ada
satu tugas penting yang ingin dilakukan oleh negara, namun memiliki potensi
menimbulkan konflik berbagai kepentingan, maka pada saat itulah lahir kepentingan
konstitusional untuk menyerahkan tugas tersebut kepada lembaga independen agar
penyelesaian masalahan tersebut tidak dipengaruhi oleh cabang kekuasaan manapun. UU
No. 12 Tahun 2011 tentan Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, hanya mengatur
proses pembuatan peraturan perundang-undangan yang mencakup tahapan perencanaan,
penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan. Namun,
setelah memproduksi perundangan tersebut hanya berjalan linear sehingga perlu ada
institusi independen yang fokus untuk mengawal pelaksanaan reformasi regulasi
sekaligus menjadi otoritas tunggal dalam pelaksanaan pembentukan peraturan perundang-
undangan.

 Contoh Lembaga Independen:

- Komisi Nasional Hak Azasi Manusia (Komnas HAM). Komnas HAM adalah
lembaga mandiri yang kedudukannya setingkat dengan lembaga negara lainnya yang
berfungsi melaksanakan pengkajian, penelitian, penyuluhan, pemantauan, dan mediasi
hak asasi manusia. Hal ini disebutkan di Pasal 1 Undang-Undang Nomor 39 Tahun
1999 tentang Hak Asasi Manusia. Pada awalnya, Komnas HAM didirikan dengan
Keputusan Presiden Nomor 50 Tahun 1993 tentang Komisi Nasional Hak Asasi
Manusia. Sejak 1999 keberadaan Komnas HAM didasarkan pada Undang-undang,
yakni Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 yang juga menetapkan keberadaan,
tujuan, fungsi, keanggotaan, asas, kelengkapan serta tugas dan wewenang Komnas
HAM.
- Komisi Pemilihan Umum (KPU). KPU yang ada sekarang merupakan KPU keempat
yang dibentuk setelah Pemilu demokratis sejak reformasi 1945. KPU pertama (1999-
2001) dibentuk dengan Keppres No 16 Tahun 1999 yang berisikan 53 orang anggota
yang berasal dari unsur pemerintah dan Partai Politik dan dilantik oleh Presiden BJ
Habibie. Dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 2007 Tentang Penyelenggara
Pemilu diatur mengenai penyelenggara Pemilihan Umum yang dilaksanakan oleh
suatu Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang bersifat nasional, tetap, dan
mandiri. undang-undang Nomor 22 Tahun 2007 Tentang Penyelenggara Pemilu diatur
mengenai KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota sebagai lembaga
penyelenggara pemilihan umum yang permanen dan Bawaslu sebagai lembaga
pengawas Pemilu.
 Komisi Pemberantasan Korupsi. KPK bersifat independen dan bebas dari pengaruh
kekuasaan mana pun dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya. Komisi ini
didirikan berdasarkan kepada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun
2002 mengenai Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
 Dasar pembentukan Otoritas Jasa Keuangan sesuai dengan amanat pasal 34
Undang-Undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia,
dipersyaratkan pembentukan suatu lembaga pengawasan sektor jasa keuangan yang
baru dan independen yang dibentuk dengan Undang-Undang. menurut Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan
Bab 1 Pasal 1 pengertian OJK adalah Otoritas Jasa Keuangan, yang selanjutnya
disingkat OJK, adalah lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak
lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan,
pemeriksaaan, dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini.
 Komisi Yudisial. Dalam Pasal 24B ayat (1) UUD 1945 ditegaskan, bahwa Komisi
Yudisial bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung
dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan,
keluhuran martabat, serta perilaku hakim.

3. Jelaskan maksud dan tujuan dari struktur parlemen Indonesia menjadi dua kamar
(bicameral) yang terdiri atas DPR dan DPD?
 Sistem bikameral merupakan sistem lembaga legislatif yang terdiri dari dua kamar atau
badan. Sistem bikameral biasanya diterapkan sebagai perwujudan mekanisme check and
balances antar kamar-kamar dalam satu lembaga legislatif. di Indonesia dikenal dengan
istilah DPR RI dan DPD RI yang bertujuan untuk mencapai pemerintahan yang baik
(good gavernment) serta tercapainya check and balances antara lembaga negara khususnya
di lembaga legislatif. Menurut Miriam Budiarjo, negara kesatuan yang memakai sistem dua
kamar (majelis) biasanya terdorong oleh pertimbangan bahwa satu majlis dapat
mengimbangi dan membatasi kekuasaan dari majelis lain, dikhawatirkan bahwa sistem satu
kamar memberi peluang untuk menyalahgunakan kekuasaan, karena mudah dipengaruhi
oleh situasi politik. Majelis atau kamar kedua memiliki wewenang kurang daripada majelis
atau kamar pertama.
4. Berilah keterangan sesuai dengan pemahaman Saudara mengenai struktur bagan
Lembaga Negara sebelum Amandemen UUD NRI Tahun 1945 di bawah ini!
Susunan Lembaga negara RI sebelum amandemen UUD 1945 berbeda dengan setelah
diamandemen beberapa hal yang membedakan adalah posisi MPR dimana sebelum amandemen
UUD 1945 adalah lembaga tertinggi dalam struktur tersebut. Namun setelah amandemen UUD
1945 adalah sebagai kontitusi tertinggi yang dijunjung tinggi di Indonesia. Kedudukan MPR
setara dengan lembaga yang lainnya. Sebelum amandemen UUD 1945 terdapat adanya DPA atau
yang dikenal Dewan Pertimbangan Negara, namun setelah diamandemen DPA dihapuskan, DPA
dihapuskan yang kemudian fungsi dan wewenang sudah tidak relevan lagi. Setelah perubahan
UUD 1945 dibentuklah Dewan Perwakilan Daerah. DPD bukan menggantikan peran DPA
setelah UUD 1945 diamandemen namun sebagai tangan panjang dari pemerintahan pusat ke
daerah maka diwakili oleh DPD bukan sebagai pertimbangan Negara dalam menentukan arah
kebijakan.

5. Jelaskan apa yang dimaksud dengan kedudukan MPR “tidak ada yang mengimbangi”
dalam naskah asli UUD NRI Tahun 1945 dan “setara dengan lembaga lain” dalam
Amandemen ke-4 UUD NRI Tahun 1945?
 Kedudukan MPR “tidak ada yang mengimbangi” dalam naskah asli UUD NRI
Tahun 1945. Sebelum reformasi, MPR merupakan lembaga tertinggi negara yang
menjalankan kedaulatan rakyat Indonesia. MPR dianggap sebagai penjelmaan seluruh
rakyat Indonesia karena terdiri atas seluruh anggota DPR, Utusan Daerah, dan Utusan
Golongan. pada awal era Reformasi (1999-2002), kedudukan MPR merupakan lembaga
tertinggi negara dengan kekuasaan yang sangat besar. Dari ketentuan tersebut diketahui
bahwa pelaksanaan kedaulatan rakyat di negara Indonesia di berada dalam satu tangan atau
badan, yakni MPR. Sehingga sebagai lemabaga tertinggi negara, tidak ada lembaga lain
yang bisa mengmbangi kedudukan MPR
 Apabila sebelumnya MPR merupakan lembaga tertinggi negara dengan kekuasaan yang
sangat besar berubah menjadi lembaga negara “biasa” dengan kedudukan sejajar dengan
lembaga negara lainnya seperti DPR, Presiden, dan MA. UUD 1945 setelah amandemen
tidak menempatkan MPR sebagai lembaga negara tertinggi, tetapi sejajar atau sederajat
dengan lembaga-lembaga negara lainnya. MPR juga bukan lagi sebagai pelaku penuh
kedaulatan rakyat, dan kewenangannya sangat terbatas. Setelah berubha menjadi lembaga
negara biasa, MPR tidak memiliki kekuasaan mutlak atas negara. Perubahan ketentuan
Pasal 1 ayat (2) berimplikasi pada pengurangan kewenangan yang

dimiliki oleh MPR. Kewenangan MPR yang berkurang adalah MPR tidak lagi berwenang
memilih dan mengangkat Presiden dan Wakil Presiden, menetapkan Garis-garis Besar
Haluan Negara, dan mengeluarkan Ketetapan MPR yang bersifat mengatur

6. Jelaskan hubungan MA dengan Presiden serta DPR dengan Presiden menyangkut


pelaksanaan hak prerogratif yang dimiliki oleh Presiden?
 Pengangkatan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (KAPOLRI) merupakan hak
prerogatif Presiden, namun dalam pelaksanaannya harus mendapatkan persetujuan dari
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), sebagaimana diatur dalam Pasal 11 ayat (1) Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, yang
menyatakan, bahwa “Kapolri diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan persetujuan
Dewan Perwakilan Rakyat”. Presiden memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan
pertimbangan DPR.
 Mahkamah Agung memberikan nasihat kepada Presiden selaku Kepala Negara dalam
rangka pemberian atau penolakan grasi (Pasal 35 Undang-undang Mahkamah Agung
No.14 Tahun 1985). Selanjutnya Perubahan Pertama Undang-undang Dasar Negara RI
Tahun 1945 Pasal 14 Ayat (1), Mahkamah Agung diberikan kewenangan untuk
memberikan pertimbangan kepada Presiden selaku Kepala Negara selain grasi juga
rehabilitasi. Namun demikian, dalam memberikan pertimbangan hukum mengenai
rehabilitasi sampai saat ini belum ada peraturan perundang-undangan yang mengatur
pelaksanaannya.

7.

Anda mungkin juga menyukai