Anda di halaman 1dari 21

KATA PENGANTAR

Alhamdulillaah, puji syukur saya ucapkan kehadirat Allah SWT karena atas karunia rachmat-Nya yang tak
pernah lepas menaungi setiap makhluknya termasuk saya. Atas dasar rachmat beserta nikmat itulah
saya dapat menulis makalah ini. Kemudian sholawat serta salam tak lupa tetap tercurahkan kepada
baginda Rasullullah Muhammad SAW sebagai insan kamil yang menjadi panutan kita serta sebagai
wujud contoh praktek kesempurnaan seorang muslim.

Tujuan kami menulis makalah ini selain untuk pemenuhan tugas, juga agar kami mengerti tentang
Sistem Politik Indonesia serta manfaatnya sebagai pendukung bagi kami yang menuntut ilmu politik .
Saya menyadari bahwa sedikit atau banyaknya kekurangan pastilah menyertai tulisan ini. Untuk itu
dengan segala hormat saya meminta agar Bapak Dosen pembimbing berkenan memberikan kritik dan
saran sebagai bahan acuan perbaikan ke depan bagi kami.

Terima Kasih.

BAB . PENDAHULUAN 1. Latar Belakang


Masalah..4
2. Rumusan Masalah...........................................................................................4

BAB .
PEMBAHASAN
A. Pengertian Lembaga Yudikatif..5
B. Lembaga Yudikatif di Indonesia...6
1. Mahkamah Agung..7
2. Mahkamah Konstitusi.11
3. Komisi Yudisial.13

BAB .
PENUTUP
A. Referensi.16
B. Kritik & Saran..16

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah


Negara yang memiliki kekuasaan absolute (mutlak), yang meliputi seluruh bidang kehidupan secara
sentralistik (terpusat) dalam satu kekuasaan (pada individu atau institusi) akan melahirkan hasil kinerja
yang tidak efektif dan efisien, bahkan cenderung menyimpang dari aturan dan tujuan konstitusi. Inilah
yang menjadi dorongan kepada para filosof untuk mencari solusi mengenai upaya distribusi kekuasaan
agar dapat merata menjangkau seluruh lapisan masyarakat dalam suatu Negara dan tidak menumpuk
pada area tertentu.
Seperti kita tahu bahwa pembagian kekuasaan dalam penyelenggaraan Negara Indonesia menganut
aliran sistem Trias Politica (teori pemisah kekuasaan) yang menyatakan bahwa kekuasaan Negara perlu
dilakukan pemisahan dalam 3 (tiga) bagian dimana aktornya diwakili oleh tiga lembaga yang
meliputi Eksekkutif, Legislatif dan Yudikatif. Pemisahan ini ditujukan untuk menciptakan efektifitas dan
efisiensi serta transparansi pelaksanaan kekuasaan dalam pemerintahan sehingga nantinya akan benar-
benar dicapai tujuan dari penyelenggaraan Negara tersebut. Pada pembahasan kali ini kita akan
memusatkan topik terhadap aktor yang ke 3 yakni, lembaga yudikatif, yang secara khusus fungsinya
adalah untuk menggadili penyelewengan pengaturan yang telah dibuat oleh legislative dan dilaksanakan
oleh eksekutif. Dalam pembahasan mengenai lembaga kehakiman (yudisial) ini nantinya akan ada
bagian-bagian lembaga sebagai pembentuk dan dalam naungan lembaga yudikatif tersebut seperti, MA,
MK, dan KY. Apa saja pengertian dari MA, MK, dan KY ?, nanti akan kita bahas dalam materi yang saya
sajikan.

2. Rumusan Masalah
A. Apa yang dimaksud dengan lembaga yudikatif ?
B. Apakah pengertian dari MA, MK, dan KY ?
C. Seperti apakah fungsi dan tujuan dari lembaga tersebut ?

PEMBAHASAN

A. Pengertian Lembaga Yudikatif

Lembaga Yudikatif adalah suatu badan badan yang memiliki sifat teknis-yuridis yang berfungsi
mengadili penyelewengan pelaksanaan konstitusi dan peraturan perudang-undangan oleh institusi
pemerintahan secara luas serta bersifat independent (bebas dari intervensi pemerintah) dalam
pelaksanaan tugas dan fungsinya.1Dari sini kita dapat pahami bahwa lembaga Yudikatif merupakan
suatu lembaga yang menjadi pusat representative hukum di Indonesia dimana Indonesia sendiri adalah
Negara Kesatuan yang menjunjung tinggi hukum, menjamin kekuasaan kehakiman yang merdeka dan
bebas dari segala bentuk intervensi guna dalam upaya menegakkan hukum dan keadilan yang sesuai
dalam amanat Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 serta mewujudkan cita-cita dalam
Pancasila pada sila ke-5 yang berbunyi, keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
Dalam Negara demokratis, lembaga Yudikatif terkenal dengan dua sistem yaitu:
1. Sistem Common Law (Negara anglo saxon)
Sistem ini adalah sistem hukum yang tumbuh dan berkembang di Negara Inggris, yang berpedoman
pada prinsip bahwa selain pada undang-undang yang dibuat oleh parlemen (statute law) sistem hukum
juga berpedoman pada peraturan lain yang merupakan common law (keputusan terdahulu yang dibuat
oleh para hakim). Aturan ini juga disebut dengan case law atau judge made law (hukum buatan para
hakim). Prinsip ini menurut C.F Strong, didasarkan atas precedent yaitu keputusan hakim terdahulu
mengikat para hakim berikutnya dalam perkara yang serupa.2 Dengan penggunaan prinsip ini maka
bukan hanya parlemen yang menjadi acuan dari sistem hukum tersebut, tetapi aturan yang telah dibuat
oleh jajaran hakim juga turut andil sebagai pedoman yang perlu dipertimbangkan. Jadi jelaslah bahwa
dengan prinsip ini sebuah undang-undang yang akan dibuat tidak akan tumpang tindih dengan aturan
lain yang sudah terlebih dahulu diputuskan pemberlakuannya.
2. Sistem Civil Law (hukum perdata umum)
Sementara itu, pada sistem civil law ini adalah sistem hukum yang berpedoman pada hukum yang
sudah ditetapkan3. Lebih populernya sistem ini menganut faham positivism dalam perundang-undangan
juga faham legalisme yang berbunyi bahwa undang-undang menjadi sumber hukum satu-satunya.
Pada prakteknya sistem ini membuat para hakim tidak boleh melakukan kodifikasi/perubahan
hukum, tetapi mereka harus tetap berpedoman pada hukum yang telah ada (dalam undang-undang)
untuk menyelesaikan persoalan. Para hakim berhak memberi keputusan baru tetapi setelah dia
mengajukan evaluasi atau re-interpretasi jurisprudensi terlebih dulu atau interpretasi atau re-
interpretasi baru kitab undang-undang lama.

B. Lembaga/Badan Yudikatif di Indonesia

Kekuasaan kehakiman yang merdeka merupakan salah satu prinsip penting bagi bangsa Indonesia
yang menamakan dirinya sebagai suatu Negara hukum. Prinsip ini menghendaki kekuasaan kehakiman
yang bebas dari campur tangan pihak mana pun dan dalam bentuk apa pun, sehingga dalam
menjalankan tugas dan kewajibannya ada jaminan ketidakberpihakan kekuasaan kehakiman kecuali
terhadap hukum dan keadilan.4
Memasuki era reformasi, Indonesia melakukan perubahan pada badan Yudikatifnya. Perubahan ini
dianggap sejalan dengan dengan amandemen pada UUD 1945, Bab IX, tentang kekuasaan kehakiman
pasal 24, ayat 2, menetapkan bahwa Badan Yudikatif yang menjalankan kekuasaan kehakiman adalah
sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada dibawahnya dalam lingkugan umum ,
agama, militer, TUN dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. Wewenang Badan Yudikatif, menurut UUD
1945 Pasca Amandemen, adalah sebagai berikut :
1. Mahkamah Agung : mengadili Kasasi dan menguji peraturan perundang-undangan
dibawah undang-undang (pasal 24A, ayat 1)
2. Mahkamah Konstitusi : berwenang mengadili tingkat pertama dan terakhir yang bersifat
final untuk menguji UU terhadap UUD, sengketa lembaga Negara, memutus pembubaran partai
politik, dan perselisihan tentang hasil pemilu (pasal 24C, ayat 1)
3. Komisi Yudisial : berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung, menjaga dan
menegakkan kehormatan, keluhuran martabat serta perilaku hakim (Pasal 24B, ayat 1).
Untuk lebih jelasnya kita akan merinci pengertian, kedudukan dan fungsi masing-masing dari ketiga
lembaga tersebut :

1. Mahkamah Agung

a. Pengertian :
Mahkamah Agung adalah badan yang melaksanakan kekuasaan kehakiman yang dalam pelaksanaan
tugasnya, terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan pengaruh-pengaruh lainnya.5 Mahkamah
Agung Indonesia adalah Peradilan yang menganut sistem continental yang dalam sistem tesebut MA
merupakan pengadilan kasasi yang bertugas membina keseragaman dalam penerapan hukum dan
menjaga agar semua hukum dan Undang-Undang diseluruh wilayah Negara ditetapkan secara tepat dan
adil serta memiliki sifat yang netral dari intervensi pemerintah (independent).6
b. Kedudukan
Menurut Undang-Undang No. 14 tahun 1970 tentang, Kekuasaan Ketentuan Pokok Kekuasaan
Kehakiman tanggal 17 Desember 1970, antara lain dalam pasal 10 ayat (2) disebutkan bahwa
Mahkamah Agung adalah Pengadilan Negara tertinggi dalam arti Mahkamah Agung sebagai badan
pengadilan kasasi (terakhir) bagi putusan-putusan yang berasal dari pengadilan-pengadilan lain.7 juga
ditentukan bahwa Mahkamah Agung membawahi beberapa badan peradilan meliputi :
1. Peradilan Umum,
2. Peradilan Agama,
3. Peradilan Militer,
4. Peradilan Tata Usaha Negara.
Kesemua lembaga yang berada dibawah MA ini adalah para pelaku kekuasaan kehakiman yang merdeka
di samping Mahkamah Konstitusi.
Mahkamah Agung pula yang menjadi pengawas tertinggi atas perbuatan para hakim dari semua
lingkungan peradilan. Dalam strukturnya, Mahkamah Agung mempunyai organisasi, administrasi sendiri.
c. Fungsi
Adapun tugas dan fungsi yang dibebankan kepada Mahkamah Agung berdasarkan UU No. 14 tahun
1985 dan peraturan perundang-undangan lainnya adalah:
a. Tugas Judisiil, yaitu tugas untuk menyelenggarakan peradilan yang meliputi:
1. Memeriksa dan memutus perkara kasasi;
2. Sengketa yudisdiksi
3. Permohonan peninjauan kembali putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap
b. Tugas judicial review terhadap peraturan perundang-undangan di bawah Undang-
undang.
c. Tugas pengawasan terhadap peradilan dibawahnya.
d. Tugas penasihatan.
e. Tugas administrative
f. Tugas-tugas lain yang diberikan berdasarkan Undang-undang.8
d. Susunan Keanggotaan Mahkamah Agung
Secara khusus untuk Mahkamah Agung tetang kekuasaan kehakiman diatur dalam UU No. 5 Tahun
2004, yang menyatakan susunan MA terdiri atas pimpinan, hakim anggota, panitera, dan seorang
sekretaris. Adapun jumlah hakim agung paling banyak adalah enam puluh orang.
1. Hakim Agung: Pimpinan dan Hakim Anggota
# Pimpinan dalam MA terdiri dari: seorang ketua; dua wakil ketua; dan beberapa orang ketua muda.
# Wakil ketua MA meliputi: 1) Wakil ketua bidang yudisial yang membawahi; ketua muda perdata, ketua
muda militer, dan ketua muda tata usaha negara. 2) Wakil ketua bidang non-yudisial yang membawahi;
ketua muda pembinaan dan ketua muda pengawasan.
Ketua dan wakil ketua MA berasal dari Hakim Agung yang dipilih oleh anggotanya dan diangkat
oleh Presiden. Sedangkan ketua muda MA dipilih langsung dan diangkat oleh Presiden di antara hakim
agung yang diajukan oleh ketua MA.
Untuk hakim agung, Presiden mengangkatnya berdasarkan nama calon yang telah diajukan oleh
DPR. Calon hakim agung dipilih oleh DPR dari nama calon yang yang diusulkan oleh Komisi Yudisial. Jika
ingin diangkat menjadi hakim agung seorang calon harus memenuhi persyaratan diantaranya: 1) Warga
Negara Indonesia; 2) bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; 3) berijazah sarjana hukum atau sarjana
lain yang mempunyai keahlian dibidang hukum; 4) berusia sekurang-kurangnya 50 tahun; sehat jasmani
dan rohani; 6) berpengalaman sekurang-kurangnya dua puluh tahun menjadi hakim termasuk sekurang-
kurangnya tiga tahun menjadi hakim tinggi.9
Adapun apabila dibutuhkan, hakim agung dapat diangkat tidak berdasarkan karier dengan
syarat: 1) WNI; 2) bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; 3) berijazah sarjana hukum atau sarjana lain
yang mempunyai keahlian dibidang hukum; 4) berusia sekurang-kurangnya 50 tahun; 5) sehat jasmani
dan rohani; 6) berpengalaman dalam profesi hukum dan/akademis hukum sekurang-kurangnya 25
tahun; 7) berijazah magister dalam ilmu hukum dengan sarjana hukum atau sarjana lain yang
mempunyai keahlian dibidang hukum; 8) tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum karena melakukan tindak pidana yang diancam
dengan pidana penjara lima tahun atau lebih.10
Proses pemberhentian dengan hormat hakim agung Mahkamah Agung dari jabatannya
dilakukan Presiden atas usul Ketua MA apabila: 1) meninggal dunia; 2) telah berumur 65 tahun; 3)
permintaan sendiri; 4) sakit jasmani atau rohani terus-menerus; atau 4) ternyata tidak cakap
menjalankan tugasnya.11
Sedangkan pemberhentian tidak hormat hakim agung Mahkamah Agung dari jabatannya
dilakukan Presiden atas usul Ketua Mahkamah Agung karena; 1) dijatuho hukuman pidana karena
bersalah melakukan tindak pidana kejahatan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 tahun
atau lebih; 2) melakukan perbuatan tercela; 3) terus-menerus melalaikan kewajiban dalam menjalankam
tugas pekerjaannya; 4) melanggar sumpah atau janji jabatan; atau 5) malanggar larangan berdasarkan
peraturan perundang-undangan.12 Tetapi usulan pemberhentian tidak hormat ini dilakukan setelah yang
bersangkutan terebih dahulu diberikan kesempatan yang cukup untuk membela diri.
2. Panitera
Pada MA ditetapkan adanya kepaniteraan yang dipimpin oleh seorang panitera yang dibantu
oleh beberapa orang panitera muda dan beberapa orang panitera pengganti.13Pengangkatan dan
pemberhentian panitera ini dilakukan oleh Presiden atas usul Ketua Mahkamah Agung.
Seseorang calon dapat diangkat menjadi panitera MA jika memenuhi syarat sebagai berikut: 1)
WNI; 2) bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; 3) berijazah sarjana hukum atau sarjana lain yang yang
mempunyai keahlian dibidang hukum; 4) berpengalaman sekurang-kurangnya 2 tahun sebagai panitera
muda pada MA dan sekurang-kurangnya3 tahun sebagai panitera pada pengadilan tingkat banding.14
3. Sekretariat
Sekretariat pada MA dipimpin oleh seorang sekretaris MA. Pengangkatan dan pemberhentian
sekretaris MA dilakukan oleh Presiden atas usulan dari ketua MA. Didalam secretariat MA dibentuk
beberapa direktorat jendral dan badan yang dipimpin oleh beberapa direktur jenderal dan kepada
badan yang di8angkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usulan Ketua MA.

2. Mahkamah Konstitusi

a. Sejarah Mahkamah Konstitusi


Sejarah berdirinya lambaga Mahkamah Konstitusi (MK) diawali dengan diadopsinya ide MK
(Constitutional Court) dalam amandemen konstitusi yang dilakukan leh Majelis Permusyawaratan Rakyat
(MPR) pada tahun 2001 sebagaimana dirumuskan dalam ketentuan Pasal 24 ayat (2), Pasal 24C, dan
Pasal 7B Undang-Undang Dasar 1945 hasil Perubahan Ketiga yang disahkan pada 9 Nopember 2001. Ide
pembentukan MK merupakan salah satu perkembangan pemikiran hukum dan kenegaraan modern yang
muncul di abad ke-20.15 Dengan disahkannya Perubahan Ketiga UUD 1945 tersebut maka dalam upaya
menunggu pembentukan MK, MPR menetapkan untuk sementara MA-lah yang menjalankan fungsi MK
merujuk pada Pasal 3 Aturan Peralihan UUD 1945 hasil Perubahan Keempat.
Kemudian diikuti oleh DPR yang membuat Rancangan Undang-Undang mengenai Mahkamah
Konstitusi dan akhirnya disahkan UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi pada tanggal
13 Agustus 2003 oleh Presiden. Pada tanggal 15 Agustus 2003 Presiden melalui KEPRES Nomor 147/M
Tahun 2003 memilih para hakim konstitusi diteruskan oleh pelantikan dan sumpah jabatan di Istana
Negara pada 16 Agustus 2003. Selanjutnya pekerjaan MK sebagai salah satu cabang kekuasaan
kehakiman Negara dimulai ketika pada tanggal 15 Oktober 2003 dimana pada saat itu MA melimpahkan
perkara yang semestinya ditangani oleh MK.
b. Pengertian
Mahkamah Konstitusi adalah sebuah lembaga Negara yang terbentuk setelah amandemen UUD
1945, merupakan salah satu pelaku kekuasaan kehakiman sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 (Pasal 1 UU No. 24 tahun 2004).16 Ini artinya MK
sebagai salah satu lembaga yudikatif di Indonesia yang posisinya dapat di sejajarkan dengan MA.
Menurut Moh. Mahfud MD, Maksud pembentukan Mahkamah Konstitusi di Indonesia yang paling
pokok adalah menjaga agar tidak ada UU yang bertentangan dengan UUD dan kalau itu ada, maka MK
dapat membatalkannya.17 Dapat dikatakan bahwa MK diperlukan untuk mengawal konstitusi terutama
untuk menjaga agar tidak ada UU yang melanggar UUD.
c. Kewenangan Mahkamah Konstitusi
Mengingat posisi MK yang sejajar dengan MA maka tentunya lembaga ini tentunya tidak dapat
dipandang sebelah mata, maka dari itu wewenang yang diberikan kepada MK berpengaruh luas dan
memiliki kekuatan hukum yang sangat besar. Mahkamah Konstitusi memiliki kewenangan mengadili
pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk:
1. Menguji Undang-Undang terhadap UUD 1945
2. Memutus sengketa kewenangan lembaga Negara yang kewenangannya
diberikan oleh UUD 1945
3. Memutus pembubaran Partai Politik
4. Memutus perselisihan tentang hasil pemilu.18
b. Kewajiban Mahkamah Konstitusi
Selain mendapat kewenangan, MK juga memproleh kewajiban seperti yang tertera dalam
ketentuan Pasal 24C Ayat (2) 1945 jo. Pasal 10 Ayat (2) UU No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah
Konstitusi yang menyatakan, MK wajib memeriksa, mengadili dan memutus terhadap pendapat DPR
bahwa presiden dan/atau wapres telah melakukan pelanggaran hukum sebagaimana diatur dalam
Pasal 7A UUD 1945. Dugaan pelanggaran adalah semisal Presiden/Wapres telah melakukan
pelanggaran hukum berupa pengkhianatan kepada Negara, penyuapan, korupsi, tindak pidana berat
lainnya, ataupun perbuatan tercela yang dapat merendahkan martabat Presiden/Wapres.
e. Susunan Keanggotaan Mahkamah Konstitusi
Dalam struktur Mahkamah Konstitusi terdapat tiga pranata (institusi), yaitu hakim konstitusi,
secretariat jenderal, dan kepaniteraan. Pasal 7 UU No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi
menyebutkan; Untuk kelancaran pelaksanan tugas dan wewenangnya, Mahkamah Konstitusi dibantu
oleh sebuah sekrerariat jenderal dan kepaniteraan.19 Di ketuai oleh seorang hakim konstitusi yang
merangkap anggota, seorang wakil ketua juga mrangkap anggota dan tujuh orang anggota hakim MK.
Ketua dan wakil ketua dipilih dari dan oleh anggota hakim konstitusi, untuk periose jabatan tiga tahun.
f. Hakim Konstitusi
Hakim konstitusi dalam MK terdiri dari sembilan orang yang ditetapkan oleh presiden. Sembilan
hakim tersebut masing-masing diajukan atas usul Mahkamah Agung tiga orang, DPR tiga orang, dan
Presiden tiga orang. Agar dapat diangkat menjadi hakim, seorang calon harus memenuhi syarat: 1) WNI;
2) berpendidikan strata satu (S-1) bidang hukum; 3) berusia sekurang-kurangnya 40 tahun pada saat
pengangkatan; 4) tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara
lima tahun atau lebih; 6) mempunyai pengalaman kerja di bidang hukum sekurang-kurangnya sepuluh
tahun.20

3. Komisi Yudisial (KY)

a. Pengertian
Seperti Mahkamah Konstitusi (MK), Komisi Yudisial (KY) juga merupakan lembaga Negara yang
terbentuk setelah adanya amandemen terhadap UUD 1945. Dalam segi ketatanegaraan KY berperan
sangat penting yaitu: 1) mewujudkan kekuasaan kehakiman yang merdeka melalui proses pencalonan
hakim agung; 2) melakukan pengawasan terhadap hakim yang transparan dan partisipatif guna menjaga
dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, sera perilaku hakim.
Keberadaan KY sebagai lembaga Negara diatur dalam Bab IX tentang Kekuasaan Kehakiman
pada Pasal 24B UUD 1945, sedagkan MA pada pasal 24A dan MK diatur dalam Pasal 24C. Dengan
deskripsi yang demikianlah sering memicu perdebatan diantara para pakar konstitusi tentang eksisitensi
KY yang dianggap bukan sebagai pelaku kekuasaan kehakiman melainkan hanya sebuah lembaga yang
kontribusinya berperan dalam sistem ketatanegaraan, mengingat bahwa KY juga bukan merupakan
lembaga peradilan maka dari itu sangat aneh jika keberadaannya dalam UUD diletakkan dalam bab
kekuasan kehakiman.
b. Tugas dan Wewenang
Dalam undang-undang telah dijelaskan beberapa kewenangan yang dimiliki oleh KY, diantaranya
adalah:
1. Mengusulkan pengangkatan hakim agung;
2. Mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan,
keluhuran martabat, serta perilaku hakim.21
Dan diantaranya tugas dari komisi yudisial adalah:
Tugas mengusulkan pengangkatan hakim agung:
1. Melakukan pendaftaran calon hakim agung;
2. Melakukan seleksi terhadap calon hakim agung;
3. Menetapkan calon hakim agung;
4. Mengajukan calon hakim agung ke DPR.22
Tugas menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran, martabat, serta perilaku hakim:
1. Menerima laporan masyaakat tentang perilaku hakim;
2. Meminta laporan secara berkala kepada badan peradilan berkaitan dengan perilaku
hakim;
3. Melakukan pemeriksaan terhadap dugaan pelanggaran perilaku hakim;
4. Memanggil dan meminta keterangan dari hakim yang diduga melanggar kode etik
perilaku hakim;
5. Membuat laporan hasil pemeriksaan yang berupa rekomendasi dan disampaikan kepada
Mahkamah Agung dan/atau Mahkamah Konstitusi, serta tindasannya disampaikan kepada
Presiden an DPR.23
c. Susunan Keanggotaan
Lembaga Komisi Yudisial adalah dewan yang terdiri atas seoarang ketua, seorang wakil ketua
yang merangkap anggota dan tujuh orang anggota. Anggota tersebut terdiri dari unsur mantan hakim,
praktisi hukum, akademisi, dan anggota masyarakat. Ketua dan wakil ketua Komisi Yudisial dipilih dari
dan oleh anggota komisi sendiri. KY juga dibantu oleh secretariat jenderal yang dipimpin oleh seorang
sekretaris jenderal yang dijabat oleh pegawai negeri sipil. Secretariat tersebut bertugas untuk
memberikan dukungan teknis administrative.
Anggota KY diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan persetujuan DPR, untuk periode
jabatan 5 tahun dan setelahnya dapat dipilih kembali untuk satu kali masa jabatan. Untuk setiap
lowongan keanggotaan KY, DPR mengusulkan 3 orang nama calon. Para anggota KY juga dilarang
merangkap menjadi: 1) pejabat Negara atau penyelenggara Negara menurut peraturan perundang-
undangan; 2) hakim; 3) advokat; 4) notaries dan/atau Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT); 5)
pengusaha, pengurus atau karyawan badan usaha milik Negara (BUMN) atau badan usaha swasta; 6)
pegawai negeri; 7) pengurus partai politik.24
Untuk dapat menjadi anggota KY seseorang harus memenuhi syarat sebagai berikut; 1) WNI; 2)
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; 3) berusia paling rendah 40 tahun dan paling tinggi 68 tahun; 4)
mempunyai pengalaman dibidang hukum paling singkat 15 tahun; 5) memiliki integritas dan kepribadian
yang tidak tercela; 6) sehat jasmani dan rohani; 7) tidak pernah dijatuhi pidana karena tindak pidana
kejahatan; 8) melaporkan daftar kekayaan.25
Sementara proses pemberhentian dengan hormat keanggotaan hakim KY dilakukan Presiden
atas usul komisi yudisial apabila: 1) meninggal dunia; 2) permintaan sendiri; 3) sakit jasmani atau rohani
terus-menerus; 4) berakhir masa jabatannya.26 Sedangkan pemberhentian tidak hormat keanggotaa
komisi yudisial dilakukan oleh Presiden dengan persetujuan DPR atas usul komisi yudisial karena; 1)
melanggar sumpah jabatan; 2) dijatuhi hukuman pidana karena bersalah melakukan tindak pidana
kejahatan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hkum tetap; 3) melakukan
perbuatan tercela; 4) terus menerus melalaikan kewajiban dalam menjalankan tugas pekerjaannya; atau
5) melanggar larangan rangkap jabatan berdasarkan peraturan perundang-undangan.27
KATA PENGANTAR

Bismillahiramhanirrahim...
Segala puji bagi Allah S.W.T, Tuhan semesta alam yang telah memberikan rahmat
dan karuniaNya sehingga makalah ini dapat dibuat dan terselesaikan dengan baik.
Dalam kesempatan ini kami dari kelompok lima yang mendapatkan tugas
untuk membuat makalah serta mempresentasikannya dalam tugas kuliah
Pengantar Ilmu Politik dengan tema dasar yaitu Badan Yudikatif yang kemudian
kami beri judul,
SEPAK TERJANG OKNUM HAKIM MA
Sesuai dengan tema makalah tersebut tentu kami sangat berterimakasih
kepada bapak dosen yang telah memberikan tugas ini sebagai asupan Ilmu serta
melatih diri untuk membuat karya ilmiah hingga melakukan presentasi guna
melatih skill kami agar mampu menerapkannya didalam dunia kerja nantinya.
apalagi mengingat pentingnya memahami sistem birokrasi di Indonesia, kami
selaku mahasiswa yaitu sebagai generasi penerus bangsa tentunya sangat berharap
agar kelak dapat ikut andil dalam memajukan bangsa, misalnya saja ikut serta
dalam berbakti melalui salah satu badan Yudikatif Indonesia, memberikan
pengetahuan mengenai badan Yudikatif Indonesia kepada masyarakat hingga
mengkritisinya jika terdapat penyimpangan-penyimpangan akan wewenang badan
Yudikatif.
Kami menyadari masih terlalu banyak kekurangan dalam penyusunan
makalah ini, lebih membangun kreatifitas kami kedepannya. Dan kami berharap
makalah ini dapat bermanfaat setidaknya bagi kami juga para pembaca.
Penulis (Kelompok 5)
I.

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Gambar1.1 adalah salah satu badan Yudikatif Indonesia yaitu Mahkamah Agung

Seperti telah kita ketahui bersama bahwa badan Yudikatif sangatlah penting
fungsinya dalam penentuan proses hingga pemutusan masalah yang diangkat
dalam persidangan. Banyak sudah kasus-kasus yang telah dipersidangkan didalam
salah satu badan Yudikatif Indonesia, misalnya saja dari Mahkamah Agung yang
telah banyak dalam menyelesaikan masalah-masalah yang dipersidangkan.
Namun prestasi yang dicapai oleh Mahkamah Agung tidak berbanding lurus
dengan banyaknya oknum-oknum hakim MA yang menyalahgunakan
wewenangnya hingga melakukan tindak pidana yang membuatnya harus terjerat
hukum, misalnya saja tentang adanya hakim yang terlibat kasus tindakan asusila,
penyalahgunaan narkoba hingga kasus suap (korupsi). Hal ini menandai betapa
masih buruknya kinerja badan Yudikatif di Indonesia dalam mengemban amanah
keadilan yang dipercayakan kepada mereka terutama oknum-oknum hakim yang
seharusnya dituntut bersikap adil dan bijaksana justru sibuk dengan kesenangan
mereka sendiri, termasuk dalam hal penyelewengan wewenang guna memperkaya
diri. Hal tersebut diatas membuat pentingnya tugas dan masalah badan Yudikatif
Indonesia untuk diamati dan dipelajari sebagai pengetahuan yang penting dalam
berkehidupan berbangsa dan bernegara.
B. Identifikasi Masalah dan Contoh kasus
Seberapa parahkah keterlibatan para oknum Hakim Agung dalam berbagai
kasus yang harusnya mereka tangani dengan bijak?
Salah satu contoh kasus yang bisa kita ambil dalam badan Mahkamah
Agung adalah kasus yang menimpa hakim agung Yamani yang mengundurkan diri
dari tugasnya dengan alasan sakit Vertigo, Sinusitis dan Mag. Namun pengunduran
diri tersebut disinyalir banyak pihak sebagai tindakan untuk menghindari dakwaan
yang menimpa dirinya terkait dengan pembebasan gembong narkoba. Berdasarkan
catatan detik.com, Kamis (15/11/2012), Yamani diketahui pernah membatalkan
hukuman mati pemilik pabrik ekstasi Hengky Gunawan. Hengky pun akhirnya
divonis hukuman penjara selama 15 tahun. Alasannya, hukuman mati melanggar
Hak Asasi Manusia (HAM). Selain meringankan hukuman Hengky Gunawan,
Yamani juga tercatat sebagai anggota majelis hakim yang membatalkan hukuman
mati terhadap warga Nigeria Hillary K Chimezie atas kepemilikan 5,8 kilogram
heroin. Hukuman Hillary pun dianulir dari hukuman mati menjadi pidana 12 tahun
penjara. Di luar gembong narkoba tersebut, Yamani juga sebagai anggota majelis
hakim pernah membebaskan bandar sabu-sabu asal Kalimantan, Naga Sariawan
Cipto Rimba alias Liong-liong. Lewat tangannya, dia menyulap putusan 17 tahun
penjara menjadi bebas terkait kepemilikan sabu seberat 1 kg.

BAB II
PEMBAHASAN

Badan Yudikatif adalah suatu badan yang memiliki sifat teknis-yuridis


yang berfungsi mengadili penyelewengan dalam pelaksanaan konstitusi dan
peraturan perundang-undangan oleh institusi pemerintahan secara luas serta
bersifat independent (bebas dari intervensi pemerintah) dalam pelaksanaan tugas
dan fungsinya. Selain itu badan Yudikatif juga bertugas untuk memberikan
keputusan dengan adil seperti dalam masalah sengeketa-sengketa sipil yang
diajukan ke pengadilan untuk diselesaikan dalam putusan persidangan.
Badan Yudikatif dalam Negara-negara Demokratis

Common Law Terdapat di negara-negara Anglo Saxon ( negara-negara


maritim kepulauan yang terletak di Eropa. Sebutan ini dapat disederhanakan,
Anglo-Saxon merupakan negara-negara yang termasuk Inggris Raya dan negara-
negara lainnya di kepulauan Inggris. Inggris, Irlandia, Amerika Serikat dan
Australia adalah negara-negara yang disebut sebagai Anglo-Saxon. ) dan memulai
pertumbuhannya di Inggris pada Abad Pertengahan. Sistem ini berdasarkan prinsip
bahwa di samping undang-undang yang dibuat oleh parlemen (yang
dinamakan statue law) masih terdapat peraturan-peraturan lain yang
merupakan common law, yaitu kumpulan keputusan yang dalam zaman lalu telah
dirumuskan oleh hakim.
Civil Law (hukum perdata) Terdapat banyak di Negara Eropa Barat
Kontinental. Dalam sistem ini, hukum telah lama tersusun rapi, dengan kata lain
penciptaan hukum secara sengaja oleh hakim adalah tidak mungkin. Hakim hanya
mengadili perkara berdasarkan hukum yang termuat dalam kodifikasi saja.

Badan Yudikatif dalam Negara-Negara Komunis.

Berdasarkan konsep Soviet Legality. Anggapan ini erat hubungannya dengan


tahap-tahap perkembangan komunisme di Uni Soviet. Konsep ini menjelaskan
bahwa socialist legality secara aktif memajukan masyarakat Soviet kearah
komunis, dan karenanya segala aktivitas serta semua alat kenegaraan, termasuk
penyelenggara hukum dan wewenang badan yudikatif merupakan prasaranan untuk
melancarkan perkembangan ke arah komunisme. Fungsi badan yudikatif tidak
dimaksud untuk melindungi kebebasan individu dari tindakan sewenang-wenang
pemerintah (paham borjuis).

Kekuasaan Badan Yudikatif di Indonesia


Di Indonesia badan Yudikatif berfungsi menyelenggarakan kekuasaan
kehakiman yang kini dikenal dengan adanya 3 badan yang berkaitan dengan
penyelenggaraan kekuasaan tersebut diantaranya:

1.Mahkamah Agung (MA)

Sesuai Pasal 24A UUD 1945, Mahkamah Agung memiliki kewenangan


mengadili kasus hukum pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-
undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang, dan mempunyai
wewenang lain yang diberikan oleh undang-undang.

Sebagai sebuah lembaga yudikatif, Mahkamah Agung memiliki beberapa


fungsi. Fungsi-fungsi tersebut adalah:

Fungsi Peradilan.
Pertama, membina keseragaman dalam penerapan hukum melalui putusan
kasasi dan peninjauan kembali. Kedua, memeriksa dan memutuskan perkara
tingkat pertama dan terakhir semua sengketa tentang kewenangan mengadili,
permohonan peninjauan kembali putusan pengadilan yang berkekuatan hukum
tetap, sengketa akibat perampasan kapal asing dan muatannya oleh kapal perang
RI. Ketiga, memegang hak uji materiil, yaitu menguji ataupun menilai peraturan
perundangan di bawah undang-undang apakah bertentangan dengan peraturan dari
tingkat yang lebih tinggi.

Fungsi Pengawasan.

Pertama, Mahkamah Agung adalah pengawas tertinggi terhadap jalannya


peradilan di semua lingkungan peradilan. Kedua, Mahkamah Agung adalah
pengawas pekerjaan pengadilan dan tingkah laku para hakim dan perbuatan pejabat
pengadilan dalam menjalankan tugas yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas
pokok kekuasaan kehakiman, yaitu menerima, memeriksa, mengadili, dan
menyelesaikan setiap perkara yang diajukan. Ketiga, Mahkamah Agung adalah
pengawas Penasehat Hukum (Advokat) dan Notaris sepanjang yang menyangkut
peradilan, sesuai Pasal 36 Undang-undang nomor 14 tahun 1985 tentang
Mahkamah Agung).
Fungsi Mengatur
Dalam fungsi ini, Mahkamah Agung mengatur lebih lanjut hal-hal yang
diperlukan bagi kelancaran penyelenggaraan peradilan apabila terdapat hal-hal
yang belum diatur dalam Undang-undang tentang Mahkamah Agung.

Fungsi Nasehat

Pertama, Mahkamah Agung memberikan nasehat ataupun pertimbangan


dalam bidang hukum kepada Lembaga Tinggi Negara lain. Kedua, Mahkamah
Agung memberi nasehat kepada Presiden selaku Kepala Negara dalam rangka
pemberian/penolakan Grasi dan Rehabilitasi.

Fungsi Administratif

Pertama, mengatur badan-badan Peradilan (Peradilan Umum, Peradilan


Agama, Peradilan Militer, dan Peradilan Tata Usaha Negara) sesuai pasal 11 ayat 1
Undang-undang nomor 35 tahun 1999. Kedua, mengatur tugas dan tanggung
jawab, susunan organisasi dan tata kerja Kepaniteraan Pengadilan.
Saat ini, Mahkamah Agung memiliki sebuah sekretariat yang membawahi
Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum, Direktorat Jenderal Badan Peradilan
Agama, Direktorat Jenderal Badan Peradilan Tata Usaha Negara, Badan
Pengawasan, Badan Penelitian dan Pelatihan dan Pendidikan, serta Badan Urusan
Administrasi. Badan Peradilan Militer kini berada di bawah pengaturan Direktorat
Jenderal Badan Peradilan Tata Usaha Negara.
Mahkamah Agung memiliki sebelas orang pimpinan yang masing-masing
memegang tugas tertentu. Daftar tugas pimpinan tersebut tergambar melalui
jabatan yang diembannya yaitu:
1. Ketua
2. Wakil ketua bidang yudisial
3. Wakil ketua bidang non yudisial
4. Ketua muda urusan lingkungan peradilan militer / TNI

5. Ketua muda urusan lingkungan peradilan tata usaha negara


6. Ketua muda pidana mahkamah agung RI
7. Ketua muda pembinaan mahkamah agung RI
8. Ketua muda perdata niaga mahkamah agung RI
9. ketua muda pidana khusus mahkamah agung RI
10. ketua muda perdata mahkamah agung RI

Selain para pimpinan, kini Mahkamah Agung memiliki 37 orang Hakim


Agung sementara menurut Undang-undang Nomor 5 tahun 2004 Mahkamah
Agung diperkenankan untuk memiliki Hakim Agung sebanyak-banyaknya enam
puluh (60) orang.

2. Mahkamah Konstitusi (MK)

Sesuai Pasal 24C UUD 1945, mahkamah Konstitusi berwenang mengadili


pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji
undang-undang terhadap Undang-undang Dasar, memutuskan sengketa
kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-undang
Dasar, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil
pemilihan umum.
Mahkamah Konstitusi juga wajib memberikan putusan atas pendapat DPR
bahwa Presiden/Wapres diduga telah melakukan pelanggaran hukum berupa
penkhianatan terhadap negara, korupsi, tindak penyuapan, tindak pidana berat atau
perbuatan tercela. Atau, seputar Presiden/Wapres tidak lagi memenuhi syarat untuk
melanjutkan jabatannya. Mahkamah Konstitusi hanya dapat memproses

permintaan DPR untuk memecat Presiden dan atau Wakil Presiden jika terdapat
dukungan sekurang-kuranya dua per tiga dari jumlah anggota DPR yang hadir
dalam sidang paripurna yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya dua per tiga dari
jumlah anggota DPR.
Susunan Mahkamah Konstitusi terdiri atas 9 orang anggota hakim konstitusi
yang ditetapkan dengan Keputusan Presiden. Dari 9 orang tersebut, 1 orang
menjabat Ketua sekaligus anggota, dan 1 orang menjabat wakil ketua merangkap
anggota. Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi masing-masing menjabat
selama 3 tahun. Selama menjabat sebagai anggota Mahkamah Konstitusi, para
hakim tidak diperkenankan merangkap profesi sebagai pejabat negara, anggota
partai politik, pengusaha, advokat, ataupun pegawai negeri. Hakim Konstitusi
diajukan 3 oleh Mahkamah Agung, 3 oleh DPR, dan 3 oleh Presiden. Seorang
hakim konstitusi menjabat selama 5 tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk 1
kali masa jabatan lagi.

3. Komisi Yudisial (KY)

Sesuai pasal 24B UUD 1945, komisi yudisial bersifat mandiri dan
berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang
lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluruhan martabat, serta
perilaku hakim.

Dengan demikian, Komisi Yudisial lebih tepat dikategorikan sebagai


Independent Body yang tugasnya mandiri dan hanya berkait dengan kekuasaan
Yudikatif dalam penentuan personalia bukan fungsi yudikasi langsung. Peraturan
mengenai Komisi Yudisial terdapat di dalam Undang-undang nomor 22 tahun
2004 tentang Komisi Yudisial.

Komisi Yudisial memiliki wewenang mengusulkan pengangkatan Hakim


Agung kepada DPR dan menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat serta
menjaga perilaku hakim. Dalam melakukan tugasnya, KY bekerja dengan cara:
1. melakukan pendaftaran calon Hakim Agung
2. melakukan seleksi terhadap calon Hakim Agung
3. menetapkan calon Hakim Agung
4. mengajukan calon Hakim Agung ke DPR

Pada pihak lain, Mahkamah Agung, Pemerintah, dan masyarakat juga


mengajukan calon Hakim Agung, tetapi harus melalui Komisi Yudisial.
Dalam melakukan pengawasan terhadap Hakim Agung, Komisi Yudisial dapat
menerima laporan masyarakat tentang perilaku hakim, meminta laporan berkala
kepada badan peradilan berkaitan dengan perilaku hakim, melakukan pemeriksaan
terhadap dugaan pelanggaran perilaku hakim, memanggil dan meminta keterangan
dari hakim yang diduga melanggar kode etik perilaku hakim, dan membuat laporan
hasil pemeriksaan yang berupa rekomendasi dan disampaikan kepada Mahkamah
Agung dan atau Mahkamah Konstitusi serta tindasannya disampaikan kepada
Presiden dan DPR.

Anggota Komisi Yudisial diangkat oleh Presiden dengan persetujuan DPR.


Sebelum mengangkat, Presiden membentuk Panitia Seleksi Pemilihan Anggota
Komisi Yudisial yang terdiri atas unsur pemerintah, praktisi hukum, akademisi
hukum, dan anggota masyarakat. Seorang anggota Komisi Yudisial yang terpilih,
bertugas selama 5 tahun dan dapat dipilih kembali untuk 1 periode. Selama
melaksanakan tugasnya, anggota Komisi Yudisial tidak boleh merangkap
pekerjaan sebagai pejabat negara lain, hakim, advokat, notaris/PPAT,
pengusaha/pengurus/karyawan BUMN atau BUMS, pegawai negeri, ataupun
pengurus partai politik.
BAB III
PENUTUP

C. Kesimpulan dan Saran

Tiga pilar negara yang berperan sangat penting dalam sebuah pelaksanaan
peradilan adalah Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif. Jika tiga pilar
ini bersinergidengan baik maka akan kokohlah pondasi pilar sebuah negara, tapi
sebaliknya, jika tiga lembaga ini berkonspirasi dalam hal korupsi maka akan
runtuhlah negara tersebut.
Dalam pelaksanaannya, badan Yudikatif Indonesia tak jarang mendapatkan
kritikan bahkan hujatan dari masyarakat, hal tersebut ditandai dengan adanya
gejala seperti demonstrasi tatkala terkuaknya berbagai kasus dari badan Yudikatif.
Misalnya saja seorang hakim, terlebih Hakim Agung sudah sepatutnya bersikap
jujur, adil dan bijak dalam memutuskan suatu perkara yang dipersidangkan tanpa
pandang bulu sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
Atas semua fakta yang memperihatinkan tersebut sudah sepatutnya
pemerintah lebih mengawasi para hakim nakal dan menindak tegas mereka sesuai
dengan perundang-undangan yang berlaku. Ketidaktegasan pemerintah terlihat
dengan salah satu gejalanya yaitu kesan pembiaran serta kurang gesitnya para
Satgas Mafia Mukum dalam bertindak sesuai dengan kewenangan yang mereka
miliki. Disini juga fungsi dari Komisi Yudisial sangat penting dalam menyeleksi
kelayakan hakim Agung tanpa melibatkan DPR dalam menyeleksinya, karena DPR
hanya mempunyai kewenangan untuk menyetujui, dan bukanlah ikut menyeleksi
calon hakim agung.

Dalam kasus hakim Yamani sendiri sebenarnya sudah ada peraturan


perundang-undangan yang jelas tentang prosedur pengunduran diri hakim agung,
yaitu hakim agung tidak bisa berhenti atas permintaan sendiri secara tertulis tanpa
alasan logis, di antaranya sebagaimana tercantum di dalam Pasal 11 UU no.3 th
2009 tentang Mahkamah Agung yang mensyaratkan sakit jasmani atau rohani terus
menerus selama 3 bulan yang dibuktikan dengan surat dokter ternyata tidak cakap
dalam menjalankan tugasnya.
Entah apa yang ada dibenak oknum para hakim nakal saat menyelewengkan
wewenangnya. Apapun bentuknya, kelalaian dan penyelewengan wewenang
seorang hakim adalah sebuah kesalahan besar, terlebih menyangkut kasus-kasus
berat yang merugikan bahkan merusak masa depan bangsa dan negara seperti
membebaskan para terdakwa kasus besar misal kepemilikan pabrik narkoba
dengan alasan-alasan yang dibuatnya sendiri tanpa mengacu kepada undang-
undang yang berlaku.

DAFTAR PUSTAKA

1. Buku Dasar-dasar Ilmu Politik (Prof. Miriam Budiarjo) Penerbit PT.Gramedia


Pustaka Utama-jakarta
2. Acara Televisi Apa Kabar Indonesia Malam (Akhir Pekan) TV One, 17
november 2012
3. http://news.detik.com/read/2012/11/16/022313/2092537/10/hakim-agung-yamani -
dua-kali-batalkan-vonis-mati-gembong-narkoba?9911012
4. Undang-undang Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik
Indonesia. ( pasal-pasal 8, 11, dan 13)
5. Ibid. Pasal 16 ini mengatur tentang kewenangan Polri dalam proses pidana.
6. Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Pasal 24 ayat (1)
dan (2).
7. www.mahkamahagung.go.id. Penjabaran fungsi menggunakan sumber ini.
8. www.mahkamahagung.go.id. Lihat juga Undang-undang Nomor 5 tahun 2004
tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 14 tahun 1985 tentang Mahkamah
Agung, khususnya Pasal 5.
9. Wewenang Mahkamah Konstitusi diatur dalam Undang-undang Dasar Negara
Republik Indonesia tahun 1945, bilkhusus Pasal 24C.
10. Mekanisme permintaan pemecatan kepala eksekutif ini diatur dalam Undang-
undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, bilkhusus Pasal 7B.
11. Undang-undang Nomor 24 tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi. Pasal 4.
12. Undang-undang Nomor 24 tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi. Pasal 18.
13. www.mahkamahkonstitusi.go.id/registrasi_perkara.php
14. Undang-undang No.22 tahun 2004 tentang Komisi Yudisi

Anda mungkin juga menyukai