Alhamdulillah, puji syukur kami ucapkan kehadirat ALLAH SWT yang telah
memberikan rahmat, taufik, serta hidayahNya sehingga kami dapat menyusun makalah ini
dengan sebaik-baiknya. Shalawat serta salam tak lupa tetap tercurahkan kepada junjungan
kita Nabi besar Muhammad SAW yang telah membawa kita dari alam kegelapan menuju
alam yang terang benderang seperti saat ini. Dalam kesempatan ini kami membuat makalah
yang berjudul “Badan Yudikatif” disusun dalam rangka memenuhi salah satu tugas mata
kuliah Pengantar Ilmu Politik yang dibimbing oleh Ibu Nurlela,S.Pd.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu,
kepada para pembaca kami mohon saran dan kritiknya yang bersifat membangun demi
kesempurnaan makalah selanjutnya.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
3.1 Kesimpulan................................................................................................. 11
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Salah satu masalah yang berhubungan erat dengan fungsi yudikatif adalah masalah hak
menguji (judicial review). Judicial review adalah wewenang untuk menilai apakah suatu
Undang-Undang sesuai atau tidak dengan Undang-Undang Dasar. Apabila tidak sesuai, dalam
arti bertentangan dengan pasal-pasal dalam Undang-Undang Dasar, maka Undang-Undang
tersebut dapat dinyatakan batal. Di beberapa negara, misalnya Amerika Serikat, Jerman Barat,
Jepang dan India, wewenang ini diserahkan kepada Mahkamah Agung yang memiliki hak
judicial review. Di Indonesia sejak tahun 2003, wewenang ini dimiliki oleh Mahkamah
Konstitusi. Oleh beberapa negara, penyerahan hak ini dinilai tidak demokratis, dengan alasan
bahwa keputusan dari wakil-wakil rakyat dapat dengan mudah diputuskan oleh keputusan
beberapa orang hakim Mahkamah Agung atau Mahkamah Konstitusi.
Suatu masalah dasar yang melekat pada kekuasaan kehakiman adalah masalah kekuasaan
kehakiman yang bebas, dalam arti tidak dapat dicampuri oleh kekuasaan lain. Karena hanya
dengan terjaminya kebebasan kekuasaan kehakiman dapat diharapkan terjaminya hak-hak asasi
manusia dan terselenggaranya negara hukum. Di Indonesia kebebasan kekuasaan kehakiman
diatur dalam pasal 24 dan 25 Undang-Undang Dasar 1945 yang telah diamandemen. Dalam
amandemen ketiga pasal 24 Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan :”Kekuasaan kehakiman
merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan
hukum dan keadilan”. Dengan demikian, jaminan konstitusional ini dapat memberikan gambaran
4
bahwa kekuasaan kehakiman di Indonesia adalah bebas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan
kekuasaan lainnya.
Adapun permasalahan yang akan kami bahas pada makalah ini ialah, sebagai berikut :
5
BAB II
PEMBAHASAN
Sesuai dengan doktrin pembagian kekuasaan, badan yudikatif harus dipegang pejabat yang
tidak merangkap dengan jabatan dalam bidan-badan kekuasaan lainnya. Pelaksanaan konsep ini
dimungkinkan pada masa peranan negara masih sangat terbatas yaitu masa penjaga malam
(Nachtwakter Staat) di mana peranan negara hanya dibatasi mengurus hak keamanan warganya.
Negara hanya campur tangan bila hak warga negara yang satu terampas atau dingnggu oleh
warga negara lain.
Pemikiran pokok yang menjadi landasan, baik dalam perlindungan konstitusional maupun
dalam hukum administrasi, maka perlindungan yang utama terhadap individu tergantung pada
badan kehakiman yang tegas, bebas dan terpandang pasal 10 Deklarasi Sedunia Hak-hak Asasi
Manusia memandang bahwa kebebasan dan tidak memihaknya badan-badan pengadilan
(independent and impartial tribunals) di dalam setiap negra merupakan hal yang esensial. Badan
yudikatif yang independen adalah syarat mutlak dalam suatu masyarakat yang bernaung di
bawah Rule Of Law. Kebebasan badab yudikatif meliputi kebebasan dari campur tangan badan
eksekutuf, legislative ataupun masyarakat umum, di dalam menjalankan tugas yudikatifnya.
Asas kebebasan badan yudikatif (independent judiciary) juga dienal di Indonesia. Hal itu
terdapat didalam penjelasan (pasal 24 dan 25) UUD 1945 mengenai kekuasaan kehakiman yang
menyatakan : “Kekuasaan kehakiman ialah kekuasaan yang merdeka, artinya terlepas dari
6
penharuh kekuasaan pemerintah. Berhubung dengan itu harus diadakan jaminan dalam UU
tentang kedudukan kehakiman”.
Akan tetapi dalam masa demokrasi terpimpin telah terjadi penyelewengan terhadap asas
kebebasan badan yudikatif seperti yang ditetapkan UUD 1945, yaitu dengan dikeluarkannya UU
no 9 tahun 1964 tentang ketentuan pokok kekuasaan kehakiman, yang dalam pasal 19 dari UU
dinyatakan : “Demi kepentingan revolusi, kehormatan negara dan bangsa atau kepentingan
masyarakat yang mendesak, presiden dapat turut atau campur tangan dalam soal pengadilan”.
Didalam penjelasan UU itu dinyatakan bahwa “trias politika tidak, mempunyai tempat
sama sekali dalam hukum Nasional Indonesia” karena kita berada dalam revolusi, dan dikatakan
selanjutnya bahwa “Pengadilan adalah tidak bebas dari pengaruh kekuasaan eksekutif dan
kekuasaan membuat UU”.
Common law merupakan sistem hukum di mana aturan-aturan hukum tidak dikodifikasi
dan hakim menjadi pembuat peraturan hukum dan berlaku prinsip judge made law. Dalam sistem
civil law aturan hukum telah dikondifisasi dan tertulis, sehingga tidak berlaku asas precedent. Di
negara-negara eks komunis bdan yudikatif memiliki fungsi yang disesuaikan dengan tahapan
sosialisme yang sedang ditimpah negara, tetapi tetap dlam kerangka kepentingan sistem politik
komunis.
7
2.5 Hak menguji (Judicial Review)
Suatu hal yang berkaitan dengan kekuasaan yudikatif, dalam hal ini Mahkamah
Agung/Mahkamah Konstitusi, adalah masalah hak menguji (judicial review) atau dalam bahasa
Belanda dinamakan materieel toersingsrecht. Hak ini adalah wewenang untuk menilai apakah
suatu Undang-undang sesuai atau tidak dengan Undang-Undang Dasar, selain itu Mahkamah
Konstitusi juga memiliki kewajiban untuk memberikan putusan atas pendapat dewan Pewakilan
rakyat mengenai dugaaan pelanggaran oleh presiden dan wakil presiden menurut undang-undang
dasar.
Hak atas uji materi maupun uji formal ini diberikan bagi pihak yang menganggap hak
dan /atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya suatu undang-undang,yaitu
(lihat pasal 51 ayat [1] UU No.24 tahun 2003 tentang mahkamah konstitusi);
Jadi,judicial review adalah mencakup pengujian terhadap suatu norma hukum yang
terdiri dari pengujian secara materiil (uji materi) maupun secara formil (uji formil).dan hak uji
materiil adalah hak untuk mengajukan ujian materiil terhadap norma hukum yang berlaku yang
dianggap melanggar hak-hak konstitusional warga Negara.
Dasar hukum:
Undang-undang dasar 1945 tentang pembagian kekuaasaan negara. Salah satu yang diatur
dalam undang-undang dasar 1945 adalah mengenai kekuasaan badan yudikatif sebagai dijelaskan
dalam pasal 24 dan 25 tentang kekuasaan kehakiman.
9
Dalam perkembangannya badan yudikatif di Indonesia mengalami pasang surut. Di masa
demokrasi terpimpin misalnya terjadi beberapa penyimpangan atas undang-undang dasar 1945
berupa diberikannya kewenangan campur tangan presiden atas lembaga peradilan demi
kepentingan revolusi. Penyimpangan lain adalah diangkatnya ketua MA sebagai menteri dalam
eksekutif. Di masa orde baru semua penyimpangan ini berusaha diluruskan tetapi belum
memberikan kekuasaan yang besar bagi badan yudikatif. Peranaan yang besar dan merdeka bagi
kekuasaan badan yudikatif terjadi di masa reformasi dengan dilakukannya amandemen undang-
undang dasar 1945. Lembaga kehakiman baru yang memiliki wewenang sangat penting dalam
hak uji materil dan mekanisme checks and balances adalah mahkamah konstitusi. Berdasarkan
pasal 24 C perubahan ketiga undang-undang dasar 1945, wewenang lembaga ini diantaranya:
1. Mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk
menguji undang-undang terhadap undang-undang dasar (judicial review)
2. Memutus sengketa kewenangan lemaga negara yang kewenangannya diberikan oleh
undang-undang dasar.
3. Memutus pembubaran partai politik.
4. Memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.
5. Wajib memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaranoleh
presiden dan wakil presiden menurut undang-undang dasar.
Kehadiran mahkamah konstitusi dalam sistem ketatanegaraan memberikan wewenang
judicial review kepadanya untuk menjadi pengaman Undang-undang dasar. Demikian juga
lembaga-lembaga yudikatif lainnya hadir seperti Komisi Yudisial yang berfungsi untuk menjaga
kehormatan, martabat, dan keseluruhan perilaku para hakim.
10
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Lembaga yudikatif menjadi lembaga yang mengalami perubahan cukup signifikan dari
segi kelembagaan, terutama karena dibentuknya lembaga – lembaga baru yang memiliki
kewenangan tersendiri. Hal inilah yang kemudian melatar belakangi penulis untuk membuat
suatu perbandingan antara kedudukan dan kewenangan lembaga tinggi yudikatif baik sebelum
dan sesudah dilakukannya amandemen UUD 1945
11
Daftar Pustaka
Universitas Terbuka.
Budiarjo, Miriam. (1997). Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
12