LEMBAGA YUDIKATIF
Di susun untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Sistem Administrasi Negara
Dosen Pengampu:
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan kesehatan jasmani dan rohani sehingga dapat menyelesaikan tugas
makalah Sistem Administrasi Negara yang berjudul “ lembaga yudikatif “
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.3 Tujuan
Tujuan pokok dalam makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui dan memahami pengertian, tujuan, dan manfaat umum
dari Lembaga Yudikatif
2. Untuk mengetahui dan memahami pengertian, tujuan, tugas, dan
wewenang Mahkamah Agung
3. Untuk mengetahui dan memahami pengertian, tujuan, tugas, dan
wewenang Mahkamah Konstitusi
4. Untuk mengetahui dan memahami pengertian, tujuan, tugas, dan
wewenang Komisi Yudisial
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
Lembaga Yudikatif merupakan salah satu Lembaga negara yang mempunyai
tugas utama sebagai pengawal, pengawas, dan pemantau proses berjalannya
undang-undang dasar dan juga pengawasan hukum di dalam sebuah negara.
Tujuan umum dari lembaga yudikatif atau kekuasaan kehakiman adalah sebagai
berikut:
a. Menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan
berdasarkan Pancasila, demi terselenggaranya negara hukum Republik Indonesia.
b. Menerapkan dan menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila.
c. Melakukan pengawasan terhadap putusan-putusan pengadilan untuk
memastikan kepastian hukum dan rasa keadilan.
d. Memastikan bahwa segala campur tangan dalam urusan peradilan oleh pihak
lain di luar kekuasaan kehakiman dilarang, kecuali dalam hal-hal yang diatur
dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
e. Memastikan proses peradilan dilakukan dengan sederhana, cepat, dan biaya
ringan, untuk memenuhi harapan para pencari keadilan.
f. Menegakkan prinsip bahwa setiap orang yang dengan sengaja melanggar
ketentuan mengenai campur tangan dalam urusan peradilan dapat dipidana, sesuai
dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang.
Dengan demikian, lembaga yudikatif bertujuan untuk menjaga kebebasan,
keadilan, dan kepastian hukum dalam sistem peradilan di Indonesia.
4
c. Menjaga prinsip negara hukum:
Lembaga yudikatif memastikan bahwa hukum diinterpretasikan dan diterapkan
secara konsisten, tidak memihak, dan tanpa diskriminasi, sehingga menjaga
prinsip negara hukum yang demokratis.
d. Melindungi martabat kemanusiaan:
Lembaga yudikatif bertujuan untuk melindungi martabat dan hak-hak individu,
memastikan bahwa semua orang diperlakukan dengan hormat dan adil, tanpa
memandang status sosial, latar belakang, atau keyakinan mereka.
e. Menegakkan Konstitusi:
Lembaga yudikatif memiliki kewenangan untuk menguji konstitusionalitas
hukum dan peraturan, memastikan bahwa semua perundang-undangan sesuai
dengan ketentuan konstitusi, dan dapat membatalkan hukum yang dianggap tidak
konstitusional.
f. Merekrut dan mengawasi hakim:
Lembaga yudikatif, melalui Komisi Yudisial, bertanggung jawab dalam
merekrut dan menunjuk hakim, serta mengawasi perilaku etis hakim dan
memastikan bahwa mereka mematuhi kode etik yang berlaku.
Secara keseluruhan, lembaga yudikatif memiliki peran penting dalam menjaga
prinsip negara hukum, melindungi hak-hak individu, dan menjamin keadilan
dalam masyarakat.
5
Dalam struktur ketatanegaraan Indonesia, lembaga negara paling tinggi adalah
Mahkamah Agung. Dia memiliki otoritas kehakiman selain Mahkamah Konstitusi.
Mahkamah Agung dipimpin oleh seorang ketua, yang mengawasi Presiden
memilih dan memilih ketua, yang kemudian dipilih oleh hakim agung.
Sebaliknya, hakim agung dipilih dari juri yang terdiri dari ahli akademik,
profesional, dan profesional.
Mahkamah Agung menjalankan tugasnya secara mandiri dan tidak terpengaruh
atau terlibat dengan lembaga tinggi negara lainnya. Selain itu, meskipun tidak ada
campur tangan dari pihak lain, Mahkamah Agung bekerja sama dengan lembaga
negara lainnya yang masih relevan atau bekerja dalam bidang yang sama.
Sebagai pelaksana dari Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970, dirumuskan
tugas pokok, fungsi dan wewenang Mahkamah Agung adalah:
1. Fungsi Peradilan
Mahkamah Agung adalah lembaga negara tertinggi, yang mengatur pengadilan
di tingkat kasasi dan memastikan penerapan hukum yang konsisten berdasarkan
putusan kasasi dan peninjauan kembali. malah memastikan bahwa undang-undang
dan produknya diterapkan secara adil dan tepat sasaran. Kasus di tingkat pertama
dan terakhir dapat diputuskan oleh Mahkamah Agung. Mahkamah Agung
memiliki otoritas untuk menguji atau menilai peraturan di bawah Undang-Undang
secara materil jika suatu peraturan bertentangan dengan peraturan dari tingkat
yang lebih tinggi.
2. Fungsi Pengawasan
Mahkamah Agung memiliki wewenang untuk mengawasi tahapan atau proses
peradilan di semua tingkatan peradilan untuk memastikan bahwa peradilan
berjalan dengan baik dan wajar serta sesuai dengan prinsip peradilan yang cepat,
mudah, dan murah.
Supervision is an act of government responsibility in the limitation and control.
Mahkamah Agung mengawasi tata kelola pengadilan, tindak tanduk, dan perilaku
hakim. Fungsi utama penasihat hukum dan kekuasaan kehakiman juga mengawasi
tindakan pejabat pengadilan.
3. Fungsi Mengatur
Mahkamah Agung memiliki wewenang untuk melakukan tugas ini untuk
menyelenggarakan peradilan. Selain itu, jika ada hal lain atau kejadian yang tidak
diketahui dan tidak diatur secara eksplisit dalam undang-undang, Mahkamah
Agung dapat melakukannya dan mengawasinya. Jika dianggap mendesak dan
perlu, Mahkamah Agung memiliki kewenangan untuk menetapkan peraturan acara
sendiri.
6
4. Fungsi Nasihat
Undang-Undang No. 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung, pasal 37
menyebutkan, dalam bidang hukum, Mahkamah Agung dapat memberikan
pertimbangan dan nasihat kepada lembaga tinggi negara lainnya sesuai dengan
tugas, pokok, dan fungsinya. Dalam hal pasal 35 UU yang sama, Mahkamah
Agung memiliki wewenang untuk memberikan rekomendasi dan pertimbangan
kepada Presiden mengenai pemberian atau penolakan grasi. Setelah Amandemen
Pertama UUD NRI 1945, Mahkamah Agung juga mempertimbangkan rehabilitasi
sebagai tambahan untuk memberikan pertimbangan kepada presiden mengenai
grasi. Selain itu, pasal 25 UU No 14 Tahun 1970 memberikan otoritas kepada
Mahkamah Agung untuk meminta petunjuk dan keterangan terhadap peradilan di
semua lingkungan peradilan di Indonesia.
5. Fungsi Administratif
Meski menurut pasal 11 ayat (1) UU No. 3 Tahun 1999 menyatakan bahwa
secara administratif semua lingkungan peradilan sudah dialihkan di bawah
kekuasaan mahkamah Agung, namun nyatanya semua peradilan baik peradilan
umum, peradilan agama, peradilan tata usaha negara, dan peradilan militer yang
ketentuannya sesuai dengan pasal 10 ayat (1) UU No. 14 Tahun 1970 dikatakan
secara administratif, organisasi, dan finansial hingga sekarang masih berada
dibawah naungan departemen yang bersangkutan. Secara administratif dikatakan
dalam UU No. 35 Tahun 1999 tentang perubahan atas UU No. 14 Tahun 1970
tentang ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman, Mahkamah Agung secara tegas
dan bertanggungjawab berwenang untuk mengatur susunan keorganisasian dan
tata kelola serta kinerja kepaniteraan pengadilan.
6. Fungsi Lain-Lain
Mahkamah Agung berdasarkan pasal 2 ayat (2) UU No. 14 Tahun 1970 dapat
menerima, memeriksa, serta mengadili dan menyelesaikan segala bentuk perkara
atau gugatan yang diajukan pemohon kepadanya. Selai itu dikatakan dalam pasal
38 UU No. 14 Tahun 1985, Mahkamah Agung juga dapat diberikan kewenangan
dan tugas lain sesuai dengan ketentuan undang-undang.
7
2. Pengawasan Peradilan:
Melakukan pengawasan tertinggi terhadap proses peradilan di semua
lingkungan peradilan untuk memastikan bahwa peradilan diselenggarakan dengan
hati-hati dan adil, berpedoman pada prinsip peradilan yang mudah, cepat, dan
murah.
3. Mengatur Penyelenggaraan Peradilan:
Membuat peraturan acara sendiri jika diperlukan, serta mengatur hal-hal yang
diperlukan untuk kelancaran penyelenggaraan peradilan yang belum cukup diatur
dalam undang-undang.
8
B. Wewenang untuk memberi nasehat.
Wewenang Mahkamah Agung untuk memberi nasehat adalah salah satu
bentuk tanggung jawabnya dalam mengadvokasi keberadaan hukum yang adil dan
berkeadilan di Indonesia. Melalui berbagai ketentuan dalam peraturan perundang-
undangan, Mahkamah Agung memiliki kewenangan yang ditetapkan secara jelas
untuk memberikan pertimbangan dan nasehat kepada lembaga-lembaga tinggi
negara serta kepada Presiden/Kepala Negara terkait berbagai aspek hukum yang
menjadi pertimbangan dalam pengambilan keputusan.
1. Dalam TAP MPR No. VI/MPR/1973, pasal 11 ayat 2 memberikan
kewenangan kepada Mahkamah Agung untuk memberikan pertimbangan
dalam bidang hukum kepada lembaga-lembaga tinggi negara, baik diminta
maupun tidak. Hal ini menunjukkan peran Mahkamah Agung sebagai
lembaga yang memiliki otoritas dalam memberikan pandangan hukum
yang komprehensif dan terpercaya kepada lembaga-lembaga pemerintahan
yang memiliki pengaruh signifikan dalam pembentukan dan pelaksanaan
kebijakan negara. Selanjutnya, pasal 11 ayat 3 TAP MPR No.
VI/MPR/1973 menegaskan bahwa Mahkamah Agung memiliki wewenang
khusus untuk memberikan nasehat hukum kepada Presiden/Kepala Negara
dalam konteks pemberian atau penolakan grasi. Dengan demikian,
Mahkamah Agung tidak hanya berfungsi sebagai lembaga peradilan, tetapi
juga sebagai penasihat hukum yang dapat memberikan pandangan dan
pertimbangan yang berharga bagi pembuat kebijakan tertinggi negara.
2. Undang-undang No. 13/1965, pasal 53, juga menetapkan wewenang
Mahkamah Agung untuk memberi nasehat. Meskipun tidak secara rinci
menjelaskan konteks atau situasi tertentu, namun ketentuan ini
menegaskan bahwa Mahkamah Agung memiliki kewenangan untuk
memberikan nasehat hukum dalam berbagai aspek yang berkaitan dengan
keberadaan dan pelaksanaan hukum di Indonesia.
9
2. Pengawasan terhadap Badan-Badan/Lembaga-Lembaga bukan Pengadilan,
ialah :
melakukan pengawasan tertinggi terhadap para Notaris sebagai termuat
dalam Undang-undang No. 13 tahun 1965 pasal 54.
melakukan pengawasan tertinggi terhadap para Advokat sebagai termuat
dalam Undang-undang No. 13 tahun 1965 pasal 54.
mengadakan pemerikssaan terhadap Lembaga-lembaga Pemasyarakatan
sebagai termuat dalam Undang-undang No. 1 tahun 1950 pasal 134,
dimana Mahkamah Agung dapat menyuruh salah seorang anggota nya
supaya mengadakan pemeriksaan dalam Lembaga Pemasyarakatan
diseluruh Indonesia dan mengajukan laporan tentang hal itu dengan
memajukan pertimbangan seperlunya kepada Pemerintah.
10
F. Wewenang-wewenang lain berdasarkan peraturan perundang-undangan.
1. Berdasarkan Undang-undang Pokok Kekuasaan Kehakiman pasal 2 para hakim
selain tugas pokok untuk menerima, memeriksa dan mengadili serta
menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya mempunyai pula tugas-
tugas lain yang diberikan kepadanya berdasar kan peraturan perundang-undangan.
Bagi Mahkamah Agung hal ini terdapat antara lain.
2. Pengambilan sumpah para Hakim Agung, Kepala Pengadilan Tinggi, Panitera
dan Panitera Pengganti Mahkamah Agung sebagai termuat dalam Undang-undang
No. 13 tahun 1965 pasal 4 ayat 3 dan pengambilan sumpah pejabat-pejabat negara
di lingkungan D.P.A. (Undang-undang No. 3 tahun 1967 pasal 9), D.P.R.
(Undnag-undang No. 16 tahun 1969 jo PP No. 2 tahun 1970 pasal 15 ayat 1),
D.P.R.D. (Pengambilan sumpah oleh Ketua Pengadilan Tinggi atas nama Ketua
Mahkamah Agung (Undang-undang No. 16 tahun 1969 jo P.P. No. 2 tahun 1970
pasal 15 ayat 2) dan B.P.K. (Undang-undang No. 5 tahun 1973 pasal 12 ayat 1).
3. Pembentukan dan klasifikasi Pengadilan-pengadilan sesuai dengan ketentuan
dalam Undang-undang No. 13 tahun 1965 pasal 25
12
Pengujian terhadap UU dilaksanakan melalui landasan UUD 1945.
Pengujian dilakukan dengan 2 cara yaitu materil atau formil. Pengujian materil
berkenaan dengan pengujian atas UU, sehingga jelas bagian mana dari UU yang
bertentangan dengan ketentuan-ketentuan dalam UUD 1945. Yang diuji dapat
terdiri dari 1 bab, 1 pasal, 1 kalimat ataupun 1 kata dalam UU yang bersangkutan.
kemudian pengujian formil adalah pengujian berkenaan dengan proses
pembentukan UU tersebut menjadi UU apakah telah mengikuti prosedur yang
berlaku dan tidak bertentangan dengan UUD 1945 yang dimana semua hal itu
sudah dilakukan berdasarkan struktur lembaga negara sebelum dan sesudah
amandemen.
2. Memutuskan Sengketa Pendapat
Mengenai hal sengketa dalam segala hal kewenangan lembaga konstitusi
negara adalah adanya perbedaan pendapat atau pemikiran yang disertai
persengketaan lainnya terhadap kewenangan setiap lembaga negara itu. Hal ini
bisa terjadi mengingat sistem hubungan antara satu lembaga dengan lembaga
lainnya menganut prinsip check and balances, yang berarti sederajat tetapi saling
mengendalikan satu dengan yang lainnya. Sebagai akibat dari hubungan tersebut,
dalam melaksanakan kewenangan masing-masing lembaga timbul kemungkinan
terjadinya perselisihan. Mahkamah Konstitusi dalam perkara ini, akan menjadi
hakim yang akan mengadili dengan seadil-adilnya. Dan kewenangan ini juga telah
diatur dalam Pasal 61 -67 UU No. 24 Tahun 2003.
3. Memutuskan Pembubaran Partai Politik
Kebebasan Partai politik dalam berpartai adalah cerminan kebebasan
manfaat organisasi dalam masyarakat dan bernegara untuk berserikat yang
dijamin dalam Pasal 28 ayat (3) UUD 1945. Oleh sebab itu, setiap orang sesuai
dengan ketentuan UU bebas mendirikan dan ikut serta dalam kegiatan parpol.
Karena itu, pembubaran parpol bukan oleh anggota partai politik yang
bersangkutan merupakan tindakan yang bertentangan dengan konstitusi atau
inkonstitusional.
Untuk adanya jaminan perlindungan terhadap prinsip kebebasan berserikat
itulah maka disediakan cara pembubaran suatu partai politik yang diwajibkan
untuk ditempuh melalui prosedur dari konstitusi yang berlaku. Yang diberi hak
“berdiri” untuk menjadi pemohon dalam suatu perkara pembubaran partai politik
adalah Pemerintah, bukan orang perorang atau sekelompok orang. Yang
berwenang memutuskan benar tidaknya hal-hal yang dijadikan alasan tuntutan
pembubaran partai politik adalah Mahkamah Konstitusi.
Dengan demikian, sebuah prinsip dari kemerdekaan untuk berserikat yang
telah dikokohkan dalam UUD 1945 tidak dilanggar oleh para penguasa politik
yang pada pokoknya juga adalah orang dari partai politik lain yang
memenangkan pemilihan umum.
13
Dengan cara ini, MK (Mahkamah Konstitusi) harus adil untuk mengatasi
bahaya akibat jika tidak ada keadilan dalam masyarakat yang dimana partai politik
biasanya mengusung aspirasi dari masyarakat, MK juga harus dapat pula
menghindari timbulnya gejala dimana penguasa politik yang memenangkan
pemilihan umum menghanguskan partai politik yang kalah pemilihan umum
dalam rangka persaingan yang tidak sehat dan tidak fairplay menjelang pemilihan
umum tahap berikutnya.
4. Memutuskan Perselisihan Tentang Hasil Pemilu
Berdasarkan Pasal 22 ayat (2) UUD 1945, pemilihan umum memiliki
tujuan untuk memilih presiden dan wakil presiden, anggota Dewan Perwakilan
Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Peserta Pemilihan Umum itu ada tiga,
yaitu pertama, pasangan calon presiden/wakil presiden, kedua, partai politik
peserta pemilihan umum anggota DPR dan DPRD, dan ketiga, (perorangan calon
anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD).
Sedangkan penyelenggara pemilihan umum adalah Komisi Pemilihan
Umum yang diawasi oleh Panitia Pengawas Pemilihan Umum (PANWASLU)
sebagaimana yang telah berlaku dalam sistem pemilu di indonesia saat ini.
Apabila timbul perselisihan pendapat antara peserta pemilihan umum dengan
penyelenggara pemilihan umum, dan perselisihan itu tidak dapat diselesaikan
sendiri oleh para pihak, maka hal itu dapat diselesaikan melalui proses peradilan
di Mahkamah Konstitusi.
Yang menjadi permasalahan yang memang harus segera diselesaikan di
Mahkamah Konstitusi adalah soal perselisihan perhitungan pendapatan suara
pemilihan umum yang telah ditetapkan dan diumumkan secara nasional oleh KPU
melalui struktur organisasi pemerintahan dikota,kabupaten maupun struktur
organisasi pemerintahan desa yang menjadi panitia pemilu, dan selisih perolehan
suara dimaksud berpengaruh terhadap kursi yang akan diperebutkan. Jika terbukti
bahwa selisih peroleh suara itu tidak mempengaruhi peroleh kursi yang
diperebutkan, maka perkara yang dimohonkan akan dinyatakan tidak dapat
diterima.
Jika selisih yang dimaksud memang berpengaruh, dan bukti-bukti yang
telah diajukan sangat kuat dan beralasan, maka permohonan dikabulkan dan
perolehan suara yang benar ditetapkan oleh Mahkamah Konstitusi sehingga
perolehan kursi yang diperebutkan akan jatuh ke tangan pemohon yang
permohonannya dikabulkan. Sebaliknya, jika permohonan tidak beralasan atau
bukti-bukti yang diajukan tidak terbukti benar, maka permohonan pemohon akan
ditolak. Ketentuan-ketentuan ini berlaku baik untuk pemilihan anggota DPR,
DPD, DPRD, maupun untuk pasangan capres/cawapres.
14
5. Memutuskan Pendapat DPR Mengenai Dugaan Pelanggaran Oleh Presiden
dan Wakil Presiden
Memutuskan segala pemasalahan sengketa penuntutan pertanggung
jawaban presiden atau wapres dalam istilah resmi UUD 1945 diberikan sebagai
kewajiban Mahkamah Konstitusi untuk memutuskan pendapat DPR bahwa
Presiden maupun Wapres telah melakukan pelanggaran hukum negara yaitu
pengkhianatan terhadap negara, melakukan tindakan korupsi yang memiliki
dampak korupsi bagi negara dan masyarakat, dan lain sebagainya. Atau perbuatan
tercela yang menyebabkan presiden atau Wapres tidak lagi memenuhi syarat
menjadi Presiden dan Wakil presiden menurut UUD dan juga meninggalkan
tugas,fungsi, dan wewenang presiden dan wakil presiden. Maka Mahkamah
Konstitusi memiliki kewajiban untuk memberikan putusan atas opini atau
pendapat DPR bahwa presiden dan/atau Wakil Presiden diduga melakukan
perkara pelanggaran hukum seperti, penghianatan terhadap negara sendiri,
korupsi, penyuapan, tindakan pidana lainnya dan juga perbuatan tercela yang
menyebabkan presiden dan wakil presiden tidak lagi memenuhi persyaratan
seperti dalam UUD 1945.
Komisi Yudisial (KY) adalah lembaga negara yang independen yang bertugas
untuk menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku
hakim. KY didirikan berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 tentang
Komisi Yudisial. Berikut merupakan wewenang – wewenang Komisi Yudisial :
1. Mengusulkan pengangkatan hakim agung dan hakim ad hoc di Mahkamah
Agung kepada DPR untuk mendapatkan persetujuan.
16
KY melakukan pendaftaran, seleksi, dan penilaian calon hakim agung dan
hakim ad hoc.
KY menyerahkan hasil penilaian dan nama-nama calon hakim agung dan
hakim ad hoc kepada DPR.
DPR melakukan fit and proper test terhadap calon hakim agung dan hakim
ad hoc yang diajukan oleh KY.
Calon hakim agung dan hakim ad hoc yang lolos fit and proper test oleh
DPR akan dilantik oleh Presiden.
2. Menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku
hakim
KY menerima laporan dan pengaduan masyarakat tentang dugaan
pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) oleh
hakim.
KY melakukan pemeriksaan terhadap hakim yang diduga melanggar
KEPPH.
KY dapat menjatuhkan sanksi kepada hakim yang terbukti melanggar
KEPPH, seperti teguran lisan, teguran tertulis, pemberhentian sementara
dari jabatan hakim, dan pemberhentian tetap dari jabatan hakim.
3. Menetapkan Kode Etik dan/atau Pedoman Perilaku Hakim bersama-sama
dengan Mahkamah Agung.
KEPPH merupakan pedoman bagi hakim dalam berperilaku dan
menjalankan tugasnya.
KEPPH harus mencerminkan nilai-nilai luhur peradilan dan menjunjung
tinggi integritas, profesionalisme, dan akuntabilitas hakim.
4. Menjaga dan menegakkan pelaksanaan Kode Etik dan/atau Pedoman Perilaku
Hakim.
KY melakukan sosialisasi dan edukasi tentang KEPPH kepada hakim dan
masyarakat.
KY melakukan pemantauan terhadap pelaksanaan KEPPH oleh hakim.
KY dapat menjatuhkan sanksi kepada hakim yang terbukti melanggar
KEPPH.
5. Melakukan penelitian, pendidikan, dan pelatihan di bidang peradilan.
KY melakukan penelitian untuk meningkatkan kualitas peradilan.
KY menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan untuk meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan hakim.
KY bekerja sama dengan lembaga lain dalam bidang penelitian,
pendidikan, dan pelatihan di bidang peradilan.
6. Menerima dan menindaklanjuti laporan dan pengaduan masyarakat tentang
dugaan pelanggaran KEPPH oleh hakim.
Masyarakat dapat melaporkan dugaan pelanggaran KEPPH oleh hakim
kepada KY melalui website, email, atau surat.
17
KY akan melakukan verifikasi dan pemeriksaan terhadap laporan dan
pengaduan masyarakat.
KY dapat menjatuhkan sanksi kepada hakim yang terbukti melanggar
KEPPH.
7. Memberikan saran atau pertimbangan kepada Presiden dan DPR dalam hal
pengangkatan hakim agung dan hakim ad hoc di Mahkamah Agung.
KY dapat memberikan masukan dan pertimbangan tentang calon hakim
agung dan hakim ad hoc kepada Presiden dan DPR.
Masukan dan pertimbangan KY diharapkan dapat membantu Presiden dan
DPR dalam memilih hakim agung dan hakim ad hoc yang berkualitas dan
berintegritas.
8. Melakukan pengawasan terhadap hakim agung dan hakim ad hoc di Mahkamah
Agung.
KY melakukan pengawasan terhadap kinerja dan perilaku hakim agung
dan hakim ad hoc.
KY dapat menjatuhkan sanksi kepada hakim agung dan hakim ad hoc yang
terbukti melanggar KEPPH.
9. Membantu Mahkamah Agung dalam menjaga dan menegakkan kehormatan,
keluhuran martabat, serta perilaku hakim.
KY bekerja sama dengan Mahkamah Agung dalam menjaga dan
menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim.
KY dan Mahkamah Agung dapat saling bertukar informasi dan data
tentang hakim.
KY dan Mahkamah Agung dapat melakukan kegiatan bersama untuk
meningkatkan kualitas peradilan.
10. Melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diberikan oleh undang-undang.
KY dapat melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diberikan oleh
undang-undang, seperti memberikan rekomendasi kepada Mahkamah
Agung tentang pemberhentian hakim dengan hormat tidak atas permintaan
sendiri.
Komisi Yudisial (KY) adalah lembaga negara yang independen yang didirikan
dengan tujuan utama untuk menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran
martabat, serta perilaku hakim. KY dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor
18 Tahun 2011 tentang Komisi Yudisial. KY memiliki peran penting dalam
menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim.
KY juga berperan dalam meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap
peradilan, memperkuat kemandirian peradilan, dan mewujudkan peradilan yang
adil dan bermartabat. Di bawah ini merupakan tujuan dari Komisi Yudisial :
18
a. Mewujudkan hakim yang berintegritas, profesional, dan berakhlak mulia.
KY berusaha untuk memastikan bahwa hakim-hakim di Indonesia
memiliki integritas yang tinggi, profesional dalam menjalankan tugasnya, dan
berakhlak mulia. Hal ini dilakukan dengan berbagai cara, seperti:
Melakukan seleksi ketat terhadap calon hakim agung dan hakim ad hoc.
Menegakkan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH).
Memberikan pendidikan dan pelatihan kepada hakim.
Melakukan pengawasan terhadap hakim.
19
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Lembaga yudikatif adalah lembaga yuridis yang bertugas untuk menilai
pelanggaran atau mengadili penyelewengan pelaksanaan konstitusi dan peraturan
perundang-undangan oleh seluruh aparatur negara dan bersifat independent dalam
pelaksanaan tugas dan fungsinya. Kekuasaan yudikatif berutama kekuasaan
kehakiman yang berpengaruhi kekuasaan untuk menegakan hukum guna
melindungi hukum dan keadilan.
Lembaga yudikatif pada umum adalah pada tiap negara hukum yang berpegang
pada prinsip bebas dari campur tangan badan eksekutif. Tujuannya adalah untuk
memastikan bahwa peradilan dapat berfungsi dengan baik untuk melindungi
hukum dan keadilan serta menjamin hak asasi manusia. Di beberapa negara
jabatan hakim diangkat untuk seumur hidup.
Tujuan umum dari lembaga yudikatif atau kekuasaan kehakiman adalah sebagai
berikut:
a. Menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan
berdasarkan Pancasila, demi terselenggaranya negara hukum Republik Indonesia.
b. Menerapkan dan menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila.
c. Melakukan pengawasan terhadap putusan-putusan pengadilan untuk
memastikan kepastian hukum dan rasa keadilan.
d. Menegakkan prinsip bahwa segala campur tangan dalam urusan peradilan oleh
pihak lain di luar kekuasaan kehakiman dilarang.
20
DAFTAR PUSTAKA
21