Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

LEMBAGA YUDIKATIF
Di susun untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Sistem Administrasi Negara
Dosen Pengampu:

Sugeng Karyadi, S.Sos, M.AP


Disusun Oleh:
Kelompok 5
1. Alya Nur Fasha (2310411320048)
2. Angelina Da Costa Alves (2310411220055)
3. Diah Maulida Saidilah Putri (2310411320045)
4. Lailatul Magfirah (2310411320005)
5. Maulydia Rahmah (2310411220054)
6. Naila Husna (2310411220058)
7. Rianita Asiani (2310411120027)
8. Riska Rahmawati (2310411320044)
9. Risti Yanti (2310411320042)
10. Zaiva Mutia (2310411220059)

PROGRAM STUDI S1 ADMINISTRASI PUBLIK


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
TAHUN 2024
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan kesehatan jasmani dan rohani sehingga dapat menyelesaikan tugas
makalah Sistem Administrasi Negara yang berjudul “ lembaga yudikatif “

Dalam kesempatan ini secara pribadi kami menyampaikan banyak terima


kasih kepada dosen mata kuliah Sistem Administrasi Negara Bpk. Sugeng
Karyadi yang telah membimbing kami dalam memberi ilmu pengetahuan dan
informasi sehingga dapat terselesaikannya makalah ini. Atas segala informasi
yang diberikan, kami hanya dapat mendoakan semoga amal baik beliau menjadi
amal ibadahnya dan semoga mendapat limpahan rahmat yang setimpal dari Tuhan
Yang Maha Esa. Makalah ini merupakan salah satu wujud peran aktif kita sebagai
mahasiswa dalam rangka pengembangan mata kuliah Sistem Administrasi Negara.

Dalam pembuatan makalah ini, kami mengucapkan terima kasih kepada


anggota atas keseriusan dan ketekunannya. Tak lupa kami ucapkan terima kasih
juga kepada pihak-pihak yang telah membantu menyelesaikan makalah ini. Kami
menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini tidak terlepas dari berbagai
kekurangan, kesalahan, dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, dengan
segala kerendahan hati kami mengharap kritik dan saran dari semua pihak.
Akhirnya kami berharap semoga apa yang telah kami sajikan dalam makalah ini
dapat diambil manfaatnya.

Banjarmasin, 15 Maret 2024


Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i


DAFTAR ISI ......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1 Latar Belakang ..................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah .............................................................................................1
1.3 Tujuan ................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................3
2.1 Lembaga Yudikatif ............................................................................................3
2.2 Mahkamah Agung..............................................................................................5
2.3 Mahkamah Konstitusi .....................................................................................11
2.4 Komisi Yudisial................................................................................................15
BAB III PENUTUP .............................................................................................20
Kesimpulan…………............................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................21

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Lembaga yudikatif merupakan salah satu cabang kekuasaan negara yang
memiliki peran penting dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Lembaga ini
terdiri dari Mahkamah Agung (MA) dan Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai
puncak kekuasaan kehakiman, serta Komisi Yudisial (KY) yang bertugas
mengawasi perilaku hakim. Lembaga yudikatif tugasnya mengawasi penerapan
Undang-Undang Dasar 1945 dan hukum-hukum lainnya yang berlaku di
Indonesia
Mahkamah Agung adalah lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan
Indonesia yang merupakan pemegang kekuasaan kehakiman bersama-sama
dengan Mahkamah Konstitusi. MA bertugas untuk mengawasi pelaksanaan
peradilan di semua lingkungan peradilan, serta memiliki wewenang untuk
menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap
undang-undang.
Mahkamah Konstitusi adalah lembaga negara yang berfungsi menangani
perkara tertentu di bidang ketatanegaraan, dalam rangka menjaga konstitusi agar
dilaksanakan secara bertanggung jawab sesuai dengan kehendak rakyat dan cita-
cita demokrasi. MK memiliki wewenang untuk menguji undang-undang terhadap
Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara, dan
memutus pembubaran partai politik.
Komisi Yudisial adalah lembaga negara yang bersifat mandiri dan dalam
pelaksanaan wewenangnya bebas dari campur tangan atau pengaruh kekuasaan
lainnya. KY bertugas untuk menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran
martabat, serta perilaku hakim. KY juga memiliki wewenang untuk mengusulkan
pengangkatan hakim agung dan menegakkan kode etik hakim.

1.2 Rumusan Masalah


Ada beberapa hal dan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini,antara lain
sebagai berikut :
1. Apa pengertian, tujuan, dan manfaat umum Lembaga Yudikatif?
2. Apa pengertian, tujuan, tugas, dan wewenang Mahkamah Agung?
3. Apa pengertian, tujuan, tugas, dan wewenang Mahkamah Konstitusi?
4. Apa pengertian, tujuan, tugas, dan wewenang Komisi Yudisial?

1
1.3 Tujuan
Tujuan pokok dalam makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui dan memahami pengertian, tujuan, dan manfaat umum
dari Lembaga Yudikatif
2. Untuk mengetahui dan memahami pengertian, tujuan, tugas, dan
wewenang Mahkamah Agung
3. Untuk mengetahui dan memahami pengertian, tujuan, tugas, dan
wewenang Mahkamah Konstitusi
4. Untuk mengetahui dan memahami pengertian, tujuan, tugas, dan
wewenang Komisi Yudisial

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Lembaga Yudikatif


Lembaga yudikatif merupakan lembaga yang memiliki sifat teknis yuridis yang
bertugas untuk menilai pelanggaran atau mengadili penyelewengan pelaksanaan
konstitusi dan peraturan perundang- undangan oleh seluruh aparatur negara serta
bersifat independent dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya. Kekuasaan yudikatif
disebut juga kekuasaan kehakiman yaitu kekuasaan untuk menegakan hukum
guna melindungi hukum dan keadilan.
Lembaga Yudikatif pada umumnya ada pada tiap negara hukum yang
berpegang pada prinsip bebas dari campur tangan badan eksekutif. Tujuannya
adalah untuk memastikan bahwa peradilan dapat berfungsi dengan baik untuk
melindungi hukum dan keadilan serta menjamin hak asasi manusia. Sesuai dengan
Pasal 10 Declaration of Human Rights bahwa kebebasan dan tidak memihaknya
badan-badan pengadilan dalam tiap-tiap negara sebagai sesuatu yang esensial. Di
beberapa negara jabatan hakim diangkat untuk seumur hidup. Contoh, Amerika
Serikat dan Indonesia,
Di negara-negara demokratis lembaga yudikatif terkenal dengan dua sistem yaitu:
1) Sistem Common Law (Negara Anglo Saxon) Sistem common law adalah
sistem hukum yang tumbuh dan berkembang di negara Inggris, yang berpedoman
pada prinsip bahwa selain pada undang-undang yang dibuat oleh parlemen (statute
law) sistem hukumnya juga didasarkan pada peraturan lain yang mewakili hukum
umum (keputusan hakim sebelumnya). Aturan tersebut biasa disebut dengan case
law atau judge made law (hukum buatan para hakim). Prinsip ini menurut C.F.
Strong, didasarkan atas precedent yaitu keputusan hakim sebelumnya mengikat
para hakim berikutnya dalam perkara yang serupa. Dengan penggunaan prinsip ini
maka bukan hanya parlemen yang menjadi acuan dari sistem hukum tersebut,
tetapi aturan yang telah dibuat oleh hakim terdahulu juga turut andil sebagai
pedoman yang perlu dipertimbangkan. Jadi dengan prinsip ini sebuah undang-
undang yang akan dibuat tidak akan tumpang tindih dengan aturan lain yang
sudah terlebih dahulu diputuskan pemberlakuannya.
2) Sistem Civil Law (Hukum Perdata Umum) Sistem civil law adalah sistem
hukum yang berpedoman pada hukum yang sudah ditetapkan 104. Sistem ini
menganut faham positivism dalam perundang-undangan juga faham legalisme
yang berbunyi bahwa "undang-undang menjadi sumber hukum satu-satunya."
Pada praktiknya sistem ini membuat para hakim tidak boleh melakukan
kodifikasi/perubahan hukum, namun mereka harus tetap berpedoman pada hukum
yang telah ada (dalam undang-undang) untuk menyelesaikan masalah tersebut.
Sistem ini telah dianut oleh negara Indonesia.

3
Lembaga Yudikatif merupakan salah satu Lembaga negara yang mempunyai
tugas utama sebagai pengawal, pengawas, dan pemantau proses berjalannya
undang-undang dasar dan juga pengawasan hukum di dalam sebuah negara.
Tujuan umum dari lembaga yudikatif atau kekuasaan kehakiman adalah sebagai
berikut:
a. Menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan
berdasarkan Pancasila, demi terselenggaranya negara hukum Republik Indonesia.
b. Menerapkan dan menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila.
c. Melakukan pengawasan terhadap putusan-putusan pengadilan untuk
memastikan kepastian hukum dan rasa keadilan.
d. Memastikan bahwa segala campur tangan dalam urusan peradilan oleh pihak
lain di luar kekuasaan kehakiman dilarang, kecuali dalam hal-hal yang diatur
dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
e. Memastikan proses peradilan dilakukan dengan sederhana, cepat, dan biaya
ringan, untuk memenuhi harapan para pencari keadilan.
f. Menegakkan prinsip bahwa setiap orang yang dengan sengaja melanggar
ketentuan mengenai campur tangan dalam urusan peradilan dapat dipidana, sesuai
dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang.
Dengan demikian, lembaga yudikatif bertujuan untuk menjaga kebebasan,
keadilan, dan kepastian hukum dalam sistem peradilan di Indonesia.

Berdasarkan prinsip pemindahan kekuasaan, fungsi-fungsi legislatif, eksekutif,


dan yudikatif dikembangkan sebagai cabang-cabang kekuasaan yang terpisah satu
sama lain. Jika kekuasaan legislatif berpuncak pada MPR yang terdiri dari dua
focus yaitu DPR dan DPD, maka kekuasaan yudikatif berada pada kekuasaan
kehakiman yang juga diartikan mempunyai dua tujuan yaitu Mahkamah Agung
dan Mahkamah Konstitusi.
Beberapa fungsi atau peran dari lembaga yudikatif secara umum diantaranya
adalah:
a. Mengawasi lembaga lain
Komponen lembaga yudikatif berfungsi mengawasi kinerja legeislatif dan
eksekutif.
b. Menjamin keadilan
Lembaga yudikatif bertanggung jawab untuk menegakkan keadilan dengan
menerapkan hukum dan peraturan untuk menyelesaikan sengketa dan konflik serta
melindungi hak-hak individu.

4
c. Menjaga prinsip negara hukum:
Lembaga yudikatif memastikan bahwa hukum diinterpretasikan dan diterapkan
secara konsisten, tidak memihak, dan tanpa diskriminasi, sehingga menjaga
prinsip negara hukum yang demokratis.
d. Melindungi martabat kemanusiaan:
Lembaga yudikatif bertujuan untuk melindungi martabat dan hak-hak individu,
memastikan bahwa semua orang diperlakukan dengan hormat dan adil, tanpa
memandang status sosial, latar belakang, atau keyakinan mereka.
e. Menegakkan Konstitusi:
Lembaga yudikatif memiliki kewenangan untuk menguji konstitusionalitas
hukum dan peraturan, memastikan bahwa semua perundang-undangan sesuai
dengan ketentuan konstitusi, dan dapat membatalkan hukum yang dianggap tidak
konstitusional.
f. Merekrut dan mengawasi hakim:
Lembaga yudikatif, melalui Komisi Yudisial, bertanggung jawab dalam
merekrut dan menunjuk hakim, serta mengawasi perilaku etis hakim dan
memastikan bahwa mereka mematuhi kode etik yang berlaku.
Secara keseluruhan, lembaga yudikatif memiliki peran penting dalam menjaga
prinsip negara hukum, melindungi hak-hak individu, dan menjamin keadilan
dalam masyarakat.

2.2 Mahkamah Agung


Dibandingkan dengan lembaga peradilan lainnya di Indonesia, Mahkamah
Agung adalah lembaga kehakiman tertinggi. Seperti yang dijelaskan dalam
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970, yang dibuat untuk menindaklanjuti
ketentuan pasal 24 Undang-Undang Dasar NRI 1945, pasal 10 menetapkan bahwa
Mahkamah Agung adalah Pengadilan Tinggi Negara dengan wewenang untuk
mengadili kasus pada tingkat terakhir (kasasi) di semua lingkungan peradilan.
Mahkamah Agung adalah peradilan Negara Tertinggi dalam sistem kehakiman. Itu
terdiri dari dua bagian: Peradilan Umum, yang terdiri dari pengadilan negeri
tingkat I, yang berfungsi sebagai tingkat banding dan pengadilan tingkat kasasi
oleh Mahkamah Agung; Peradilan Khusus, yang terdiri dari peradilan agama,
peradilan militer, dan peradilan tata Negara.

5
Dalam struktur ketatanegaraan Indonesia, lembaga negara paling tinggi adalah
Mahkamah Agung. Dia memiliki otoritas kehakiman selain Mahkamah Konstitusi.
Mahkamah Agung dipimpin oleh seorang ketua, yang mengawasi Presiden
memilih dan memilih ketua, yang kemudian dipilih oleh hakim agung.
Sebaliknya, hakim agung dipilih dari juri yang terdiri dari ahli akademik,
profesional, dan profesional.
Mahkamah Agung menjalankan tugasnya secara mandiri dan tidak terpengaruh
atau terlibat dengan lembaga tinggi negara lainnya. Selain itu, meskipun tidak ada
campur tangan dari pihak lain, Mahkamah Agung bekerja sama dengan lembaga
negara lainnya yang masih relevan atau bekerja dalam bidang yang sama.
Sebagai pelaksana dari Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970, dirumuskan
tugas pokok, fungsi dan wewenang Mahkamah Agung adalah:
1. Fungsi Peradilan
Mahkamah Agung adalah lembaga negara tertinggi, yang mengatur pengadilan
di tingkat kasasi dan memastikan penerapan hukum yang konsisten berdasarkan
putusan kasasi dan peninjauan kembali. malah memastikan bahwa undang-undang
dan produknya diterapkan secara adil dan tepat sasaran. Kasus di tingkat pertama
dan terakhir dapat diputuskan oleh Mahkamah Agung. Mahkamah Agung
memiliki otoritas untuk menguji atau menilai peraturan di bawah Undang-Undang
secara materil jika suatu peraturan bertentangan dengan peraturan dari tingkat
yang lebih tinggi.
2. Fungsi Pengawasan
Mahkamah Agung memiliki wewenang untuk mengawasi tahapan atau proses
peradilan di semua tingkatan peradilan untuk memastikan bahwa peradilan
berjalan dengan baik dan wajar serta sesuai dengan prinsip peradilan yang cepat,
mudah, dan murah.
Supervision is an act of government responsibility in the limitation and control.
Mahkamah Agung mengawasi tata kelola pengadilan, tindak tanduk, dan perilaku
hakim. Fungsi utama penasihat hukum dan kekuasaan kehakiman juga mengawasi
tindakan pejabat pengadilan.
3. Fungsi Mengatur
Mahkamah Agung memiliki wewenang untuk melakukan tugas ini untuk
menyelenggarakan peradilan. Selain itu, jika ada hal lain atau kejadian yang tidak
diketahui dan tidak diatur secara eksplisit dalam undang-undang, Mahkamah
Agung dapat melakukannya dan mengawasinya. Jika dianggap mendesak dan
perlu, Mahkamah Agung memiliki kewenangan untuk menetapkan peraturan acara
sendiri.

6
4. Fungsi Nasihat
Undang-Undang No. 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung, pasal 37
menyebutkan, dalam bidang hukum, Mahkamah Agung dapat memberikan
pertimbangan dan nasihat kepada lembaga tinggi negara lainnya sesuai dengan
tugas, pokok, dan fungsinya. Dalam hal pasal 35 UU yang sama, Mahkamah
Agung memiliki wewenang untuk memberikan rekomendasi dan pertimbangan
kepada Presiden mengenai pemberian atau penolakan grasi. Setelah Amandemen
Pertama UUD NRI 1945, Mahkamah Agung juga mempertimbangkan rehabilitasi
sebagai tambahan untuk memberikan pertimbangan kepada presiden mengenai
grasi. Selain itu, pasal 25 UU No 14 Tahun 1970 memberikan otoritas kepada
Mahkamah Agung untuk meminta petunjuk dan keterangan terhadap peradilan di
semua lingkungan peradilan di Indonesia.
5. Fungsi Administratif
Meski menurut pasal 11 ayat (1) UU No. 3 Tahun 1999 menyatakan bahwa
secara administratif semua lingkungan peradilan sudah dialihkan di bawah
kekuasaan mahkamah Agung, namun nyatanya semua peradilan baik peradilan
umum, peradilan agama, peradilan tata usaha negara, dan peradilan militer yang
ketentuannya sesuai dengan pasal 10 ayat (1) UU No. 14 Tahun 1970 dikatakan
secara administratif, organisasi, dan finansial hingga sekarang masih berada
dibawah naungan departemen yang bersangkutan. Secara administratif dikatakan
dalam UU No. 35 Tahun 1999 tentang perubahan atas UU No. 14 Tahun 1970
tentang ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman, Mahkamah Agung secara tegas
dan bertanggungjawab berwenang untuk mengatur susunan keorganisasian dan
tata kelola serta kinerja kepaniteraan pengadilan.
6. Fungsi Lain-Lain
Mahkamah Agung berdasarkan pasal 2 ayat (2) UU No. 14 Tahun 1970 dapat
menerima, memeriksa, serta mengadili dan menyelesaikan segala bentuk perkara
atau gugatan yang diajukan pemohon kepadanya. Selai itu dikatakan dalam pasal
38 UU No. 14 Tahun 1985, Mahkamah Agung juga dapat diberikan kewenangan
dan tugas lain sesuai dengan ketentuan undang-undang.

Tujuan utama Mahkamah Agung di Indonesia adalah untuk:


1. Menjaga Keseragaman Hukum:
Melalui putusan kasasi dan peninjauan kembali, memastikan bahwa hukum dan
undang-undang di seluruh wilayah negara Republik Indonesia diterapkan secara
adil, tepat, dan benar.

7
2. Pengawasan Peradilan:
Melakukan pengawasan tertinggi terhadap proses peradilan di semua
lingkungan peradilan untuk memastikan bahwa peradilan diselenggarakan dengan
hati-hati dan adil, berpedoman pada prinsip peradilan yang mudah, cepat, dan
murah.
3. Mengatur Penyelenggaraan Peradilan:
Membuat peraturan acara sendiri jika diperlukan, serta mengatur hal-hal yang
diperlukan untuk kelancaran penyelenggaraan peradilan yang belum cukup diatur
dalam undang-undang.

Menurut Undang-undang No. 14 tahun 1970, Undang-undang No. 13 tahun


1965 dan Undang-undang No. 1 tahun 1950wewenang-wewenang yang ada pada
Mahkamah Agung adalah sebagai berikut :
A. Wewenang untuk mengadili
Wewenang untuk mengadili yang dimiliki oleh Mahkamah Agung
Indonesia adalah salah satu aspek fundamental dalam menjalankan fungsi
peradilan negara. Hal ini tercermin dalam sejumlah ketentuan Undang-undang, di
antaranya Undang-undang No. 13 tahun 1965, Undang-undang No. 14 tahun
1970, dan Undang-undang No. 1 tahun 1950.
1. Mahkamah Agung memiliki wewenang untuk mengadili permohonan kasasi
sesuai dengan yang diatur dalam Pasal 48 Undang-undang No. 13 tahun 1965.
Proses ini menegaskan peran Mahkamah Agung sebagai pengadilan tingkat
tertinggi yang menerima dan memeriksa permohonan kasasi untuk memastikan
kebenaran penerapan hukum dalam putusan pengadilan di bawahnya.
Menariknya, Undang-undang No. 14 tahun 1970 menguatkan posisi Mahkamah
Agung sebagai fungsionale top dari semua lingkungan peradilan, menegaskan
otoritasnya dalam proses kasasi.
2. Mahkamah Agung juga memiliki kewenangan untuk mengadili sengketa-
sengketa yurisdiksi, sebagaimana diatur dalam Pasal 48 Undang-undang No. 13
tahun 1965. Dalam hal ini, Mahkamah Agung bertugas untuk menyelesaikan
sengketa mengenai batasan-batasan kewenangan antara pengadilan-pengadilan
yang ada.
3. Mahkamah Agung juga berperan dalam mengadili dalam tingkat banding
terhadap putusan-putusan wasit sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam
Pasal 108 Undang-undang No. 1 tahun 1950. Hal ini menunjukkan bahwa
Mahkamah Agung bukan hanya bertugas sebagai pengadilan kasasi, tetapi juga
memiliki peran dalam meninjau putusan yang dikeluarkan oleh wasit dalam
kasus-kasus tertentu.

8
B. Wewenang untuk memberi nasehat.
Wewenang Mahkamah Agung untuk memberi nasehat adalah salah satu
bentuk tanggung jawabnya dalam mengadvokasi keberadaan hukum yang adil dan
berkeadilan di Indonesia. Melalui berbagai ketentuan dalam peraturan perundang-
undangan, Mahkamah Agung memiliki kewenangan yang ditetapkan secara jelas
untuk memberikan pertimbangan dan nasehat kepada lembaga-lembaga tinggi
negara serta kepada Presiden/Kepala Negara terkait berbagai aspek hukum yang
menjadi pertimbangan dalam pengambilan keputusan.
1. Dalam TAP MPR No. VI/MPR/1973, pasal 11 ayat 2 memberikan
kewenangan kepada Mahkamah Agung untuk memberikan pertimbangan
dalam bidang hukum kepada lembaga-lembaga tinggi negara, baik diminta
maupun tidak. Hal ini menunjukkan peran Mahkamah Agung sebagai
lembaga yang memiliki otoritas dalam memberikan pandangan hukum
yang komprehensif dan terpercaya kepada lembaga-lembaga pemerintahan
yang memiliki pengaruh signifikan dalam pembentukan dan pelaksanaan
kebijakan negara. Selanjutnya, pasal 11 ayat 3 TAP MPR No.
VI/MPR/1973 menegaskan bahwa Mahkamah Agung memiliki wewenang
khusus untuk memberikan nasehat hukum kepada Presiden/Kepala Negara
dalam konteks pemberian atau penolakan grasi. Dengan demikian,
Mahkamah Agung tidak hanya berfungsi sebagai lembaga peradilan, tetapi
juga sebagai penasihat hukum yang dapat memberikan pandangan dan
pertimbangan yang berharga bagi pembuat kebijakan tertinggi negara.
2. Undang-undang No. 13/1965, pasal 53, juga menetapkan wewenang
Mahkamah Agung untuk memberi nasehat. Meskipun tidak secara rinci
menjelaskan konteks atau situasi tertentu, namun ketentuan ini
menegaskan bahwa Mahkamah Agung memiliki kewenangan untuk
memberikan nasehat hukum dalam berbagai aspek yang berkaitan dengan
keberadaan dan pelaksanaan hukum di Indonesia.

C. Wewenang untuk melakukan pengawasan.


1. Pengawasan terhadap Badan-Badan Pengadilan yaitu dengan jalan :
 melakukan pengawasan tertinggi terhadap jalannya peradilan dalam semua
lingkungan diseluruh Indonesia dan menjaga supaya peradilan
diselenggarakan dengan seksama dan sewajarnya sebagai termuat dalam
Undang-undang No. 13/1965 pasal 47 ayat 2
 meminta keterangan-keterangan dan mengadakan examinasi berkas-berkas
perkara sebagai term uat dalam Undang-undang No. 13 tahun 1965 pasal
47 ayat 5.
 memberi peringatan-peringatan, tegoran-tegoran dan petunjuk-petunjuk
sebagai term uat dalam Undang-Undang no. 13 tahun 1965 pasal 47 ayat
4.
 melakukan pengawasan terhadap perbuatan para hakim sebagai termuat
dalam Undang-undang No. 13 tahun 1965 pasal 47 ayat 3.

9
2. Pengawasan terhadap Badan-Badan/Lembaga-Lembaga bukan Pengadilan,
ialah :
 melakukan pengawasan tertinggi terhadap para Notaris sebagai termuat
dalam Undang-undang No. 13 tahun 1965 pasal 54.
 melakukan pengawasan tertinggi terhadap para Advokat sebagai termuat
dalam Undang-undang No. 13 tahun 1965 pasal 54.
 mengadakan pemerikssaan terhadap Lembaga-lembaga Pemasyarakatan
sebagai termuat dalam Undang-undang No. 1 tahun 1950 pasal 134,
dimana Mahkamah Agung dapat menyuruh salah seorang anggota nya
supaya mengadakan pemeriksaan dalam Lembaga Pemasyarakatan
diseluruh Indonesia dan mengajukan laporan tentang hal itu dengan
memajukan pertimbangan seperlunya kepada Pemerintah.

D. Wewenang untuk mengatur (rule-making function)


Sebagaimana yang diatur dalam Undang-undang No. 1 tahun 1950 pasal
131, wewenang Mahkamah Agung yang bersifat internal, antara lain dilakukan
melalui penerbitan Surat Edaran Mahkamah Agung. Surat Edaran tersebut
merupakan sarana bagi Mahkamah Agung sebagai Pengadilan Negara Tertinggi
untuk mengawasi agar jalannya peradilan berjalan tertib dan cermat, serta untuk
memastikan penerapan hukum dilakukan secara tepat. Selain itu, Surat Edaran ini
juga berfungsi sebagai panduan dan arahan bagi pengadilan-pengadilan di
bawahnya.
Meskipun Mahkamah Agung bukan pembuat undang-undang, Surat Edaran
ini membantu mengisi kekosongan hukum yang mungkin timbul dalam praktik
pengadilan.
Dengan demikian, Mahkamah Agung berperan dalam menjalankan fungsi
"rule-making" untuk memastikan ketertiban dan kepastian hukum dalam sistem
peradilan Indonesia, sesuai dengan prinsip-prinsip Hukum dan Keadilan
berdasarkan Pancasila.

E. Wewenang dalam masalah-masalah kepegawaian para hakim


Undang-undang No. 14 tahun 1970 dijelaskan sebagai keija sama dan
konsultasi antara Mahkamah Agung dan Pemerintah dalam masalah-masalah
termaksud khususnya mengenai pengangkatan, pemberhentian, pemindahan,
kenaikan pangkat ataupun Tindakan hukuman administratief terhadap hakim-
hakim. Mengingat pentingnya masalah ini bagi pelaksanaan peradilan yang baik
sebagai yang dicita-citakan oleh Undang-undang Pokok Kekuasaan Kehakiman,
maka perlulah kiranya wewenang Mahkamah Agung ini dicantumkan pula dalam
undang-undang, sedangkan cara ataupun acara keija sama dan konsultasi antara
Pemerintah dan Mahkamah Agung dapat diatur dalam Peraturan Perundang-
undangan.

10
F. Wewenang-wewenang lain berdasarkan peraturan perundang-undangan.
1. Berdasarkan Undang-undang Pokok Kekuasaan Kehakiman pasal 2 para hakim
selain tugas pokok untuk menerima, memeriksa dan mengadili serta
menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya mempunyai pula tugas-
tugas lain yang diberikan kepadanya berdasar kan peraturan perundang-undangan.
Bagi Mahkamah Agung hal ini terdapat antara lain.
2. Pengambilan sumpah para Hakim Agung, Kepala Pengadilan Tinggi, Panitera
dan Panitera Pengganti Mahkamah Agung sebagai termuat dalam Undang-undang
No. 13 tahun 1965 pasal 4 ayat 3 dan pengambilan sumpah pejabat-pejabat negara
di lingkungan D.P.A. (Undang-undang No. 3 tahun 1967 pasal 9), D.P.R.
(Undnag-undang No. 16 tahun 1969 jo PP No. 2 tahun 1970 pasal 15 ayat 1),
D.P.R.D. (Pengambilan sumpah oleh Ketua Pengadilan Tinggi atas nama Ketua
Mahkamah Agung (Undang-undang No. 16 tahun 1969 jo P.P. No. 2 tahun 1970
pasal 15 ayat 2) dan B.P.K. (Undang-undang No. 5 tahun 1973 pasal 12 ayat 1).
3. Pembentukan dan klasifikasi Pengadilan-pengadilan sesuai dengan ketentuan
dalam Undang-undang No. 13 tahun 1965 pasal 25

2.3 Mahkamah Konstitusi


Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia merupakan lembaga negara baru
dalam sistem ketatanegaraan Indonesia hasil dari amandemen Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sebagai bagian dari organ
konstitusi, lembaga ini dibentuk bertujuan untuk menjadi pengawas dan penafsir
hukum dasar melalui keputusan-keputusan terhadap Undang-Undang Dasar.
Dalam menjalankan tugas konstitusionalnya, Mahkamah Konstitusi memegang
teguh untuk mewujudkan visi kelembagaannya, yaitu: ”Tegaknya konstitusi dalam
rangka mewujudkan cinta negara hukum dan demokrasi demi kehidupan
kebangsaan dan kenegaraan yang bermartabat''. Visi tersebut menjadi pedoman
bagi Mahkamah Konstitusi untuk menjalankan kekuasaan kehakiman secara
merdeka dan bertanggung jawab, sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Mahkamah Konstitusi adalah badan negara yang muncul setelah amandemen
konstitusi tahun 1945. Pada konteks ketatanegaraan, Mahkamah Konstitusi
terdiri dari susunan berikut: Pertama, Mahkamah Konstitusi merupakan pengawal
konstitusi dan bertugas membela hak-hak fundamental pada kehidupan warga
negara. Kedua, peran Mahkamah Konstitusi adalah mendorong dan memastikan
seluruh unsur negara tunduk pada Undang Undang Dasar dan melaksanakannya
secara konsisten dan bertanggung jawab. Ketiga, Mahkamah Konstitusi berperan
sebagai penafsir kelemahan tatanan ketatanegaraan yang ada saat ini untuk
menjamin semangat konstitusi tetap hidup dan membentuk stabilitas negara dan
masyarakat. Dengan itu, keberadaan Mahkamah Konstitusi masa ini memiliki arti
yang penting dan berperan secara strategis dalam Pembangunan ketatanegaraan,
karena segala perintah atau arahan dari penyelenggara administrasi negara dapat
diukur oleh Mahkamah Konstitusi secara konvensional ataupun tidak.
11
Kemunculan MK-RI dapat dipahami dari dua aspek yaitu politik dan hukum.
Dari sisi politik kebijakan ketatanegaraan, keberadaan mahkamah konstitusi
diperlukan untuk menyeimbangkan bentuk hukum DPR dan presiden. Hal ini
perlu dilakukan agar undang-undang tersebut tidak membenarkan tirani presiden
dan anggota parlemen DPR yang dipilih melalui pemilihan langsung dari
mayoritas rakyat. Dari segi hukum, keberadaan Mahkamah Konstitusi merupakan
konsekuensi dari perubahan supremasi MPR menjadi supremasi konstitusi, prinsip
negara kesatuan, demokrasi dan negara hukum.
Mahkamah Konstitusi mempunyai 4 kekuasaan dan 1 tugas berdasarkan Pasal
24C(1) dan (2). Secara khusus, yurisdiksi Mahkamah Konstitusi berasal dari Pasal
10 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi
Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun
2011 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang
Mahkamah Konstitusi, dimana sebagai berikut:
1. Menyelidiki undang-undang yang bertentangan dengan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
2. Menyelesaikan sengketa kewenangan lembaga pemerintahan yang
kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945
3. Keputusan pembubaran partai politik; yaitu penyelesaian perselisihan hasil
pemilihan umum
4. Memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum
5. Mahkamah Konstitusi harus memutuskan pendapat DPR yang menuduh
Presiden dan/atau Wakil Presiden melakukan pelanggaran hukum, korupsi,
penyuapan, kejahatan berat lainnya atau perbuatan memalukan. , dan/atau
tidak lagi memenuhi syarat Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam UUD
1945. Menurut Jimly Asshiddiqi, kewenangan menguji konstitusionalitas
undang-undang merupakan yang terpenting, tanpa mengurangi pentingnya
lima kewenangan lainnya.

Wewenang – wewenang mahkamah konstitusi :


1. Menguji UU Terhadap UUD 1945.
Kewenangan yang paling penting dari keempat kewenangan yang harus
dilaksanakan oleh MK (Mahkamah Konstitusi) menurut UUD Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 adalah kewenangan untuk melakukan pengujian konstitusi
undang-undang. maka dari keempat kewenangan tersebut, yang dapat dikatakan
paling banyak mendapat sorotan di dunia ilmu pengetahuan adalah pengujian atas
konstitusi Undang-undang. MK (Mahkamah Konstitusi) harus bisa membangun
karakter bangsa diera globalisasi sekarang ini, yang mana hukum peradilan harus
tegak setegak-tegaknya dengan begitu nilai-nilai pendidikan karakter bangsa
dalam segi hukum akan terbentuk.

12
Pengujian terhadap UU dilaksanakan melalui landasan UUD 1945.
Pengujian dilakukan dengan 2 cara yaitu materil atau formil. Pengujian materil
berkenaan dengan pengujian atas UU, sehingga jelas bagian mana dari UU yang
bertentangan dengan ketentuan-ketentuan dalam UUD 1945. Yang diuji dapat
terdiri dari 1 bab, 1 pasal, 1 kalimat ataupun 1 kata dalam UU yang bersangkutan.
kemudian pengujian formil adalah pengujian berkenaan dengan proses
pembentukan UU tersebut menjadi UU apakah telah mengikuti prosedur yang
berlaku dan tidak bertentangan dengan UUD 1945 yang dimana semua hal itu
sudah dilakukan berdasarkan struktur lembaga negara sebelum dan sesudah
amandemen.
2. Memutuskan Sengketa Pendapat
Mengenai hal sengketa dalam segala hal kewenangan lembaga konstitusi
negara adalah adanya perbedaan pendapat atau pemikiran yang disertai
persengketaan lainnya terhadap kewenangan setiap lembaga negara itu. Hal ini
bisa terjadi mengingat sistem hubungan antara satu lembaga dengan lembaga
lainnya menganut prinsip check and balances, yang berarti sederajat tetapi saling
mengendalikan satu dengan yang lainnya. Sebagai akibat dari hubungan tersebut,
dalam melaksanakan kewenangan masing-masing lembaga timbul kemungkinan
terjadinya perselisihan. Mahkamah Konstitusi dalam perkara ini, akan menjadi
hakim yang akan mengadili dengan seadil-adilnya. Dan kewenangan ini juga telah
diatur dalam Pasal 61 -67 UU No. 24 Tahun 2003.
3. Memutuskan Pembubaran Partai Politik
Kebebasan Partai politik dalam berpartai adalah cerminan kebebasan
manfaat organisasi dalam masyarakat dan bernegara untuk berserikat yang
dijamin dalam Pasal 28 ayat (3) UUD 1945. Oleh sebab itu, setiap orang sesuai
dengan ketentuan UU bebas mendirikan dan ikut serta dalam kegiatan parpol.
Karena itu, pembubaran parpol bukan oleh anggota partai politik yang
bersangkutan merupakan tindakan yang bertentangan dengan konstitusi atau
inkonstitusional.
Untuk adanya jaminan perlindungan terhadap prinsip kebebasan berserikat
itulah maka disediakan cara pembubaran suatu partai politik yang diwajibkan
untuk ditempuh melalui prosedur dari konstitusi yang berlaku. Yang diberi hak
“berdiri” untuk menjadi pemohon dalam suatu perkara pembubaran partai politik
adalah Pemerintah, bukan orang perorang atau sekelompok orang. Yang
berwenang memutuskan benar tidaknya hal-hal yang dijadikan alasan tuntutan
pembubaran partai politik adalah Mahkamah Konstitusi.
Dengan demikian, sebuah prinsip dari kemerdekaan untuk berserikat yang
telah dikokohkan dalam UUD 1945 tidak dilanggar oleh para penguasa politik
yang pada pokoknya juga adalah orang dari partai politik lain yang
memenangkan pemilihan umum.

13
Dengan cara ini, MK (Mahkamah Konstitusi) harus adil untuk mengatasi
bahaya akibat jika tidak ada keadilan dalam masyarakat yang dimana partai politik
biasanya mengusung aspirasi dari masyarakat, MK juga harus dapat pula
menghindari timbulnya gejala dimana penguasa politik yang memenangkan
pemilihan umum menghanguskan partai politik yang kalah pemilihan umum
dalam rangka persaingan yang tidak sehat dan tidak fairplay menjelang pemilihan
umum tahap berikutnya.
4. Memutuskan Perselisihan Tentang Hasil Pemilu
Berdasarkan Pasal 22 ayat (2) UUD 1945, pemilihan umum memiliki
tujuan untuk memilih presiden dan wakil presiden, anggota Dewan Perwakilan
Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Peserta Pemilihan Umum itu ada tiga,
yaitu pertama, pasangan calon presiden/wakil presiden, kedua, partai politik
peserta pemilihan umum anggota DPR dan DPRD, dan ketiga, (perorangan calon
anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD).
Sedangkan penyelenggara pemilihan umum adalah Komisi Pemilihan
Umum yang diawasi oleh Panitia Pengawas Pemilihan Umum (PANWASLU)
sebagaimana yang telah berlaku dalam sistem pemilu di indonesia saat ini.
Apabila timbul perselisihan pendapat antara peserta pemilihan umum dengan
penyelenggara pemilihan umum, dan perselisihan itu tidak dapat diselesaikan
sendiri oleh para pihak, maka hal itu dapat diselesaikan melalui proses peradilan
di Mahkamah Konstitusi.
Yang menjadi permasalahan yang memang harus segera diselesaikan di
Mahkamah Konstitusi adalah soal perselisihan perhitungan pendapatan suara
pemilihan umum yang telah ditetapkan dan diumumkan secara nasional oleh KPU
melalui struktur organisasi pemerintahan dikota,kabupaten maupun struktur
organisasi pemerintahan desa yang menjadi panitia pemilu, dan selisih perolehan
suara dimaksud berpengaruh terhadap kursi yang akan diperebutkan. Jika terbukti
bahwa selisih peroleh suara itu tidak mempengaruhi peroleh kursi yang
diperebutkan, maka perkara yang dimohonkan akan dinyatakan tidak dapat
diterima.
Jika selisih yang dimaksud memang berpengaruh, dan bukti-bukti yang
telah diajukan sangat kuat dan beralasan, maka permohonan dikabulkan dan
perolehan suara yang benar ditetapkan oleh Mahkamah Konstitusi sehingga
perolehan kursi yang diperebutkan akan jatuh ke tangan pemohon yang
permohonannya dikabulkan. Sebaliknya, jika permohonan tidak beralasan atau
bukti-bukti yang diajukan tidak terbukti benar, maka permohonan pemohon akan
ditolak. Ketentuan-ketentuan ini berlaku baik untuk pemilihan anggota DPR,
DPD, DPRD, maupun untuk pasangan capres/cawapres.

14
5. Memutuskan Pendapat DPR Mengenai Dugaan Pelanggaran Oleh Presiden
dan Wakil Presiden
Memutuskan segala pemasalahan sengketa penuntutan pertanggung
jawaban presiden atau wapres dalam istilah resmi UUD 1945 diberikan sebagai
kewajiban Mahkamah Konstitusi untuk memutuskan pendapat DPR bahwa
Presiden maupun Wapres telah melakukan pelanggaran hukum negara yaitu
pengkhianatan terhadap negara, melakukan tindakan korupsi yang memiliki
dampak korupsi bagi negara dan masyarakat, dan lain sebagainya. Atau perbuatan
tercela yang menyebabkan presiden atau Wapres tidak lagi memenuhi syarat
menjadi Presiden dan Wakil presiden menurut UUD dan juga meninggalkan
tugas,fungsi, dan wewenang presiden dan wakil presiden. Maka Mahkamah
Konstitusi memiliki kewajiban untuk memberikan putusan atas opini atau
pendapat DPR bahwa presiden dan/atau Wakil Presiden diduga melakukan
perkara pelanggaran hukum seperti, penghianatan terhadap negara sendiri,
korupsi, penyuapan, tindakan pidana lainnya dan juga perbuatan tercela yang
menyebabkan presiden dan wakil presiden tidak lagi memenuhi persyaratan
seperti dalam UUD 1945.

2.4 Komisi Yudisial


Komisi Yudisial (KY) adalah lembaga negara mandiri yang dibentuk
berdasarkan Pasal 24B ayat (1) UUD 1945 dan Undang-Undang Nomor 22 Tahun
2004 tentang Komisi Yudisial. KY memiliki dua fungsi utama:
1. Menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku
hakim:
 Komisi Yudisial menerima dan menindaklanjuti laporan pengaduan
masyarakat tentang perilaku hakim yang diduga tidak sesuai dengan Kode
Etik dan Pedoman Perilaku Hakim.
 Komisi Yudisial berwenang untuk menetapkan Kode Etik dan Pedoman
Perilaku Hakim sebagai pedoman bagi hakim dalam menjalankan
tugasnya.
 Pemeriksaan terhadap hakim yang diduga melanggar Kode Etik dan
Pedoman Perilaku Hakim dilakukan untuk memastikan apakah hakim
yang bersangkutan benar-benar terbukti melanggar atau tidak.
 Sanksi yang dapat dijatuhkan oleh Komisi Yudisial terhadap hakim yang
terbukti melanggar Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim antara lain
teguran lisan, teguran tertulis, pemberhentian sementara dari jabatan
hakim, dan pemberhentian tetap dari jabatan hakim.
2. Mengusulkan pengangkatan hakim agung kepada DPR:
 Komisi Yudisial berwenang untuk menilai dan menyeleksi calon hakim
agung sebelum diajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk
mendapatkan persetujuan.
15
 Nama-nama calon hakim agung yang diusulkan oleh Komisi Yudisial
kepada DPR merupakan hasil dari penilaian dan seleksi yang dilakukan
berdasarkan berbagai aspek, seperti integritas, profesionalisme,
kemampuan, dan pengalaman.

Struktur Organisasi Komisi Yudisial (KY) :


1. Pimpinan KY:
 Terdiri dari 1 orang Ketua dan 2 orang Wakil Ketua.
 Dipilih oleh dan dari anggota KY untuk masa jabatan 5 tahun.
 Bertanggung jawab atas kepemimpinan dan kebijakan KY.
 Melakukan koordinasi dan supervisi terhadap pelaksanaan tugas, fungsi,
dan wewenang KY.
 Mewakili KY di dalam dan di luar pengadilan.
2. Anggota KY :
 Terdiri dari 7 orang, termasuk Ketua dan Wakil Ketua.
 Dipilih oleh DPR RI berdasarkan hasil seleksi yang dilakukan oleh KY.
 Memiliki masa jabatan 5 tahun dan dapat dipilih kembali untuk 1 kali
masa jabatan berikutnya.
 Bertanggung jawab untuk melaksanakan tugas, fungsi, dan wewenang KY.
3. Sekretariat Jenderal KY:
 Sebagai unsur pembantu Pimpinan KY.
 Dipimpin oleh seorang Sekretaris Jenderal yang diangkat oleh Pimpinan
KY.
 Bertanggung jawab untuk memberikan dukungan administrasi dan teknis
operasional kepada Pimpinan KY dalam melaksanakan tugas, fungsi, dan
wewenang KY.
4. Dasar Hukum KY:
 UUD 1945
 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial
 Peraturan KY

Komisi Yudisial (KY) adalah lembaga negara yang independen yang bertugas
untuk menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku
hakim. KY didirikan berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 tentang
Komisi Yudisial. Berikut merupakan wewenang – wewenang Komisi Yudisial :
1. Mengusulkan pengangkatan hakim agung dan hakim ad hoc di Mahkamah
Agung kepada DPR untuk mendapatkan persetujuan.

16
 KY melakukan pendaftaran, seleksi, dan penilaian calon hakim agung dan
hakim ad hoc.
 KY menyerahkan hasil penilaian dan nama-nama calon hakim agung dan
hakim ad hoc kepada DPR.
 DPR melakukan fit and proper test terhadap calon hakim agung dan hakim
ad hoc yang diajukan oleh KY.
 Calon hakim agung dan hakim ad hoc yang lolos fit and proper test oleh
DPR akan dilantik oleh Presiden.
2. Menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku
hakim
 KY menerima laporan dan pengaduan masyarakat tentang dugaan
pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) oleh
hakim.
 KY melakukan pemeriksaan terhadap hakim yang diduga melanggar
KEPPH.
 KY dapat menjatuhkan sanksi kepada hakim yang terbukti melanggar
KEPPH, seperti teguran lisan, teguran tertulis, pemberhentian sementara
dari jabatan hakim, dan pemberhentian tetap dari jabatan hakim.
3. Menetapkan Kode Etik dan/atau Pedoman Perilaku Hakim bersama-sama
dengan Mahkamah Agung.
 KEPPH merupakan pedoman bagi hakim dalam berperilaku dan
menjalankan tugasnya.
 KEPPH harus mencerminkan nilai-nilai luhur peradilan dan menjunjung
tinggi integritas, profesionalisme, dan akuntabilitas hakim.
4. Menjaga dan menegakkan pelaksanaan Kode Etik dan/atau Pedoman Perilaku
Hakim.
 KY melakukan sosialisasi dan edukasi tentang KEPPH kepada hakim dan
masyarakat.
 KY melakukan pemantauan terhadap pelaksanaan KEPPH oleh hakim.
 KY dapat menjatuhkan sanksi kepada hakim yang terbukti melanggar
KEPPH.
5. Melakukan penelitian, pendidikan, dan pelatihan di bidang peradilan.
 KY melakukan penelitian untuk meningkatkan kualitas peradilan.
 KY menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan untuk meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan hakim.
 KY bekerja sama dengan lembaga lain dalam bidang penelitian,
pendidikan, dan pelatihan di bidang peradilan.
6. Menerima dan menindaklanjuti laporan dan pengaduan masyarakat tentang
dugaan pelanggaran KEPPH oleh hakim.
 Masyarakat dapat melaporkan dugaan pelanggaran KEPPH oleh hakim
kepada KY melalui website, email, atau surat.
17
 KY akan melakukan verifikasi dan pemeriksaan terhadap laporan dan
pengaduan masyarakat.
 KY dapat menjatuhkan sanksi kepada hakim yang terbukti melanggar
KEPPH.
7. Memberikan saran atau pertimbangan kepada Presiden dan DPR dalam hal
pengangkatan hakim agung dan hakim ad hoc di Mahkamah Agung.
 KY dapat memberikan masukan dan pertimbangan tentang calon hakim
agung dan hakim ad hoc kepada Presiden dan DPR.
 Masukan dan pertimbangan KY diharapkan dapat membantu Presiden dan
DPR dalam memilih hakim agung dan hakim ad hoc yang berkualitas dan
berintegritas.
8. Melakukan pengawasan terhadap hakim agung dan hakim ad hoc di Mahkamah
Agung.
 KY melakukan pengawasan terhadap kinerja dan perilaku hakim agung
dan hakim ad hoc.
 KY dapat menjatuhkan sanksi kepada hakim agung dan hakim ad hoc yang
terbukti melanggar KEPPH.
9. Membantu Mahkamah Agung dalam menjaga dan menegakkan kehormatan,
keluhuran martabat, serta perilaku hakim.
 KY bekerja sama dengan Mahkamah Agung dalam menjaga dan
menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim.
 KY dan Mahkamah Agung dapat saling bertukar informasi dan data
tentang hakim.
 KY dan Mahkamah Agung dapat melakukan kegiatan bersama untuk
meningkatkan kualitas peradilan.
10. Melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diberikan oleh undang-undang.
 KY dapat melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diberikan oleh
undang-undang, seperti memberikan rekomendasi kepada Mahkamah
Agung tentang pemberhentian hakim dengan hormat tidak atas permintaan
sendiri.

Komisi Yudisial (KY) adalah lembaga negara yang independen yang didirikan
dengan tujuan utama untuk menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran
martabat, serta perilaku hakim. KY dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor
18 Tahun 2011 tentang Komisi Yudisial. KY memiliki peran penting dalam
menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim.
KY juga berperan dalam meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap
peradilan, memperkuat kemandirian peradilan, dan mewujudkan peradilan yang
adil dan bermartabat. Di bawah ini merupakan tujuan dari Komisi Yudisial :

18
a. Mewujudkan hakim yang berintegritas, profesional, dan berakhlak mulia.
KY berusaha untuk memastikan bahwa hakim-hakim di Indonesia
memiliki integritas yang tinggi, profesional dalam menjalankan tugasnya, dan
berakhlak mulia. Hal ini dilakukan dengan berbagai cara, seperti:
 Melakukan seleksi ketat terhadap calon hakim agung dan hakim ad hoc.
 Menegakkan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH).
 Memberikan pendidikan dan pelatihan kepada hakim.
 Melakukan pengawasan terhadap hakim.

b. Meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap peradilan.


Kepercayaan masyarakat terhadap peradilan sangat penting untuk
terciptanya sistem peradilan yang adil dan efektif. KY berusaha untuk
meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap peradilan dengan:
 Menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku
hakim.
 Meningkatkan transparansi dan akuntabilitas peradilan.
 Memberikan informasi dan edukasi kepada masyarakat tentang peradilan.

c. Memperkuat kemandirian peradilan.


Kemandirian peradilan merupakan salah satu pilar penting dalam negara
hukum. KY berusaha untuk memperkuat kemandirian peradilan dengan:
 Melakukan seleksi hakim agung dan hakim ad hoc secara independen.
 Menegakkan KEPPH secara independen.
 Melakukan pengawasan terhadap hakim secara independen.

d. Mewujudkan peradilan yang adil dan bermartabat.


KY berusaha untuk mewujudkan peradilan yang adil dan bermartabat
dengan:
 Menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku
hakim.
 Meningkatkan kualitas hakim.
 Meningkatkan transparansi dan akuntabilitas peradilan.

19
BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Lembaga yudikatif adalah lembaga yuridis yang bertugas untuk menilai
pelanggaran atau mengadili penyelewengan pelaksanaan konstitusi dan peraturan
perundang-undangan oleh seluruh aparatur negara dan bersifat independent dalam
pelaksanaan tugas dan fungsinya. Kekuasaan yudikatif berutama kekuasaan
kehakiman yang berpengaruhi kekuasaan untuk menegakan hukum guna
melindungi hukum dan keadilan.

Lembaga yudikatif pada umum adalah pada tiap negara hukum yang berpegang
pada prinsip bebas dari campur tangan badan eksekutif. Tujuannya adalah untuk
memastikan bahwa peradilan dapat berfungsi dengan baik untuk melindungi
hukum dan keadilan serta menjamin hak asasi manusia. Di beberapa negara
jabatan hakim diangkat untuk seumur hidup.

Di negara-negara demokratis lembaga yudikatif terkenal dengan sistem common


law (Negara Anglo Saxon) dan sistem civil law (Hukum Perdata Umum).
Lembaga yudikatif merupakan tugas utama sebagai pengawal, pengawas, dan
pemantau proses berjalannya undang-undang dasar dan pengawasan hukum di
dalam sebuah negara.

Tujuan umum dari lembaga yudikatif atau kekuasaan kehakiman adalah sebagai
berikut:
a. Menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan
berdasarkan Pancasila, demi terselenggaranya negara hukum Republik Indonesia.
b. Menerapkan dan menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila.
c. Melakukan pengawasan terhadap putusan-putusan pengadilan untuk
memastikan kepastian hukum dan rasa keadilan.
d. Menegakkan prinsip bahwa segala campur tangan dalam urusan peradilan oleh
pihak lain di luar kekuasaan kehakiman dilarang.

Berdasarkan prinsip pemindahan kekuasaan, fungsi-fungsi legislatif, eksekutif,


dan yudikatif dikembangkan sebagai cabang-cabang kekuasaan yang terpisah satu
sama lain. Lembaga yudikatif bertujuan untuk menjaga kebebasan, keadilan, dan
kepastian hukum dalam sistem peradilan di Indonesia.

20
DAFTAR PUSTAKA

Suryana, C. (2022). Selayang pandang yudikatif: Antara harapan dan


kenyataan.
Suryana, C. (2022). Membedah suprastruktur yudikatif di pusat.
Huda, Nurul. (2020). Hukum Lembaga Negara. Bandung:Refika
Angkasa, N. (2017). Analisis Kedudukan dan Fungsi Yudikatif
Sebagai Pemegang Kekuasaan Kehakiman dalam Sistem Negara
Hukum di Indonesia. Nizham: Jurnal Studi Keislaman, 1(1), 84-109.
Faqih, M. (2020). KEDUDUKAN, TUGAS POKOK, DAN FUNGSI
SERTA EKSISTENSI MAHKAMAH AGUNG DI INDONESIA.
MIMBAR
YUSTITIA: Jurnal Hukum dan HakAsasi Manusia, 4(1), 28-39.
https://perpustakaan.mahkamahagung.go.id/assets/resource/ebook/
37.pdf
Sutiyoso,
Bambang. ”Pembentukan Mahkamah KonstitusiSebagai Pelaku Kekua
saan Kehakiman di Indonesia”. JurnalKonstitusi 07, No.6 (2010): 26-
49
Safitri, Melani, dan Arif Wibowo. “Peranan MahkamahKonstitusi di
Negara Indonesia
(Mengenal MahkamahKonstitusi)”. Jurnal Penelitian Multidisiplin (JP
M) 02, No1 (2023): 71-76
https://guruppkn.com/wewenang-mahkamah-konstitusi
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 tentang Perubahan
Atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang
KomisiYudisial:http://repository.unika.ac.id/13294/5/12.60.0248%20
Christina%20Thiveny%20Putrianti%20BAB%20IV.pdf
https://www.komisiyudisial.go.id/frontend/news_detail/54/ky-terima-
hasil-analisis-putusan-dari-ppp
Farid, W. (2017). TUGAS, FUNGSI, DAN KEWENANGAN
KOMISI YUDISIAL REPUBLIK INDONESIA. PROSIDING:
SINERGITAS MAHKAMAH AGUNG DAN KOMISI YUDISIAL
DALAM MEWUJUDKAN EXCELLENT COURT.

21

Anda mungkin juga menyukai