ABSTRAK
ii
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur dipanjatkan ke hadirat Allah swt. berkat nikmat,
anugerah dan ridha-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul
“PERAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN (BPK) DALAM SISTEM
AUDIT KEUANGAN NEGARA INDONESIA PERSPEKTIF SIYASAH
MALIYAH”.
Shalawat serta salam penulis limpahkan kepada Nabi Muhammad saw.
yang telah memimpin umat Islam menuju jalan yang diridhai Allah Swt. Dalam
penyelesaian skripsi ini, tak luput peran pihak-pihak yang senantiasa sabar dan
setia membantu, membimbing serta mendoakan. Sehingga dengan rasa hormat,
penulis ingin mengucapakan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, S.H., M.A., M.H., Dekan Fakultas Syariah
dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Ibu Sri Hidayati, M.Ag., Ketua Program Studi Hukum Tata Negara dan kepada
Ibu Masyrofah S.Ag., M.Si., Sekretaris Program Studi Hukum Tata Negara.
3. Bapak Atep Abduroifq, M.Si., Dosen Pembimbing yang senantiasa
menyediakan waktu untuk memberikan pendapat dan saran sehingga skripsi ini
dapat selesai.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak khususnya bagi
peneliti dan umumnya bagi pembaca.
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .......................................................................... 1
iii
B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah ................................. 6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................................... 7
D. Tinjauan Studi Terdahulu ........................................................................ 8
E. Metode Penelitian....................................................................................
10
F. Sistematika Pembahasan .........................................................................
12
iv
BAB I PENDAHULUAN
1 Hal ini diatur dalam ketentuan pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Republik
Indonesia 1945 yang menyatakan bahwa: negara Indonesia adalah negara hukum. Konsep negara
hukum mempunyai prinsip yang bersifat universal sehingga dalam mengukur suatu negara hukum
daat dilihat pada prinsip negara hukum umumnya. Sistem ketatanegaraan Indonesia telah
mengatur dan menempatkan posisi Undang-Undnag Dasar Republik Indonesia 1945 sebagai
hukum dasar tertulis yang tertinggi dan menjadi pedoman bagi semua Peraturan Perundang-
Undangan yang ada dibawahnya, sehingga dalam konsep negara hukum Indonesia makna dari
supremasi hukum tertuju pada penyelenggaraan bernegara dan pemerintahan dengan berdasarkan
supremasi konstitusi, lihat Ad. Basniwati, ”Hubungan DPR dan BPK dalam Melaksanakan
Fungsi Pengawasan”, Jurnal Hukum JATSWARA, Vol. 1, h.132.
2 Retno Saraswati, Desain Sistem Pemerintahan Presidensial yang Efektif, Jurnal MMH,
Vol. 41, No. 1 (Januari: 2012), h.138.
1
2
5 I Gede Pantja Astawa, Memahami Ilmu Negara dan Teori Negara, (Bandung: Refika
Aditima, 2009), h.103
6 Titik Triwulan Tutik, Kontruksi Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Amandemen
UUD
1945, (Jakarta: Kencana, 2010), h.79
7 Titik Trriwulan Tutik, kontruksi Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Aamandemen
UUD 1945, (Jakarta: Kencana, 2010), h.105
3
11 Sutedi Adrian, Hukum Keuangan Negara, Cet Ke 3 (Jakarta: Sinar Grafika, 2012),
h.10.
12 Sutedi Adrian, Hukum Keuangan Negara, Cet Ke 3 (Jakarta: Sinar Grafika, 2012),
h.14
14 Putera Astomo, Hukum Tata Negara: Teori dan Praktek, (Yogyakarta: Thafa Media,
2014), h.170.
5
15 Mieke Rayu Raba, Peran Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam melakukan
pemeriksaan terhadap pengelolahan keuangan Pemerintah yang baik menurut UU No. 15 tahun
2006, Jurnal Lex Crimen Volume VI, no 3 (Mei,2017), h.157.
siyāsah māliyah. siyāsah māliyah yaitu menyangkut secara umum tentang harta,
rakyat dan penguasa.17
Melihat fenomena di atas, sudah sepatutnya pengawas keuangan di
negara menjalankan tugas nya dengan sebaik baiknya dan bermartabat untuk
memeriksa orang yang telah menyalahgunakan kekayaan milik Allah dan Negara.
Oleh karena itu, berdasarkan pernyataan-pernyataan diatas, maka penulis
menuangkan dalam bentuk penelitian skripsi yang berjudul “Peran Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK) Dalam Pelaksanaan Sistem Audit Keuangan Negara
Indoensia Perspektif Siyasah Maliyah”
3. Kajian jurnal yang ditulis oleh Mieke Rayu Raba (2017) yang berjudul
Peran Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam melakukan pemeriksaan
terhadap pengelolahan keuangan Pemerintah yang baik menurut UU No. 15
18 Salfi Mardayanti (2019), Analisis Fiqih Siyasah Terhadap Relasi Badan Pemeriksa
Keuangan Dengan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Dalam Sistem Audit Keuangan
Negara
tahun 2006, Jurnal Lex Crimen Volume VI, No 3. Dalam jurnal ini dibahas
mengenai peran BPK dalam melakukan pemeriksaan terhadap pengelolaan
keuangan negara menurut UU No. 15 Tahun 2006 dan untuk mewujudkan
pemerintahan yang baik (good governance) menurut UU No 15 Tahun 2006
tentang BPK.20
4. Kajian Jurnal yang ditulis oleh Gilang Prama Jasa dan Ratna Herawati
yang berjudul Dinamika Relasi Antara Badan Pemeriksa Keuangan Dan
Dewan Perwakilan Rakyat Dalam Sistem Audit Keuangan Negara, Jurnal
Law Reform; Program Studi Magister Ilmu Hukum Volume 13, Nomor 2,
Tahun 2017 Fakultas Hukum Universitas Diponegoro. Dalam Jurnal ini
dibahas menganalisis sistem audit keuangan negara berdasarkan peraturan
perundangundangan, relasi antara Badan Pemeriksa Keuangan dan Dewan
Perwakilan Rakyat dalam sistem audit keuangan negara dan menganalisis
hambatan yang dihadapi oleh Badan Pemeriksa Keuangan dalam pelaksanaan
sistem audit keuangan negara dengan Dewan Perwakilan Rakyat.21
5. Kajian jurnal yang ditulis oleh Dedi Soemardi yang berjudul Hubungan
Dewan Perwakilan Rakyat dengan Badan Pemeriksa Keuangan, Jurnal
Hukum dan Pembangunan vol 20, No 6 Tahun 1990. Dalam Jurnal ini
dibahas mengenai peran dan hubungan DPR RI dengan BPK dalam
pengelolaan keuangan negara.22
21 Gilang Prama Jasa dan Ratna Herawati Dinamika Relasi Antara Badan Pemeriksa
Keuangan Dan Dewan Perwakilan Rakyat Dalam Sistem Audit Keuangan Negara, Jurnal Law
Reform; Program Studi Magister Ilmu Hukum Volume 13, Nomor 2, Tahun 2017
Data sekunder dari penelitian ini adalah semua bahan yang memberikan
penjelasan mengenai data primer berupa tulisan tulisan baik dalam bentuk buku,
jurnal, artikel maupun dari infomasi internet.
4. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data adalah prosedur yang sistematik dan standar untuk
memperoleh data yang diperlukan dengan pertimbangan masalah yang hendak
diteliti. Teknis pengumpulan data penelitian disesuaikan dengan permasalahan
yang diteliti sehingga memiliki persinggungan yang logis antara permasalahan
dan upaya pengejaran terhadap kebenarannya. Adapun teknik pengumpulan data
yang digunakan dalam penelitian ini adalah Studi Dokumentasi atau Pustaka
Library Research, yaitu dengan membaca dan mencatat dari Buku- buku dan
Undangundang yang relevan dengan permasalahan penelitian yang hendak
diteliti.
5. Metode Analisis Data
Dalam menyusun dan menganalisis data, penulis menggunakan
penalaran deduktif23. Penalaran deduktif merupakan langkah berpikir dengan
mengumpulkan pernyataan yang bersifat umum untuk selanjutnya ditarik suatu
kesimpulan yang bersifat khusus, dengan metode deskriptif-analitis24. Metode
deskriptif-analitis adalah metode yang digunakan untuk mempelajari
permasalahan yang ada dalam masyarakat, serta tata cara yang berlaku dalam
masyarakat sehari-hari serta situasi tertentu. Tujuan dari metode deskriptif ini
adalah untuk membuat gambaran secara sistematis, faktual dan akurat mengenai
fakta-fakta, sifat-sifat, serta hubungan yang antar fenomena yang diteliti untuk
mendapatkan suatu pemecahan. Setelah proses analisis, dilakukan proses sintesis
dengan menarik dan menghubungkan rumusan masalah, tujuan penulisan serta
pembahasan yang dilakukan. Berikutnya ditarik simpulan yang bersifat umum
F. Sistematika Pembahasan
Dalam pembahasan proposal ini peneliti membuat
sistematika pembahasan sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN yang merupakan gambaran umum isi penelitian yang
terdiri dari: latar belakang, identifikasi, pembatasan, dan rumusan masalah, tujuan
dan manfaat penelitian, tinjauan (review) kajian terdahulu, dan metodologi
penelitian, sistematika pembahasan.
BAB II KAJIAN TEORI; TEORI PENGAWASAN berisi tentang teori
pengawasan.
BAB II TEORI PENGAWASAN KEUANGAN
13
14
B. Jenis-Jenis Pengawasan
Pada dasarnya, pengawasan terhadap keuangan negara
dapat diklarifikasikan menjadi pengawasan internal dan pengawasan
eksternal.
1. Pengawasan Internal
Yang dimaksud dengan pengawasan internal ini sendiri adalah
pengawasan yang dilakukan oleh lembaga pengawas internal, seperti apa sih
lembaga pengawas internal itu, lembaga pengawas internal itu seperti lembaga
yang berada dalam srtuktur pemerintahan/eksekutif. Pengawasan ini terdiri dari: a.
Pengawasan Atasan Langsung atau Pengawasan Melekat
Pengawasan atasan langsung atau pengawasan melekat sendiri adalah
sebagai serangkaian kegiatan yang bersifat sebagai pengendalian yang terus
menerus, dilakukan oleh atasan langsung terhadap pengendalian bawahannya
secara preventif atau represif agar pelaksanaan tugas bawahan tersebut berjalan
dengan secara efektif dan efisien seusai dengan rencana kegiatan dan peraturan
perundang undangan yang berlaku.34 b. Pengawasan Fungsional
Pengawasan fungsional adalah pengawasan yang dilakukan oleh aparat
pengawasan secara fungsional, baik internal pemerintah maupun eksternal
pemerintah, terhadap pelaksanaan tugas umum pemerintahan dan pembangunan
agar sesuai dengan rencana dan peraturan perundang undangan yang berlaku.35
37 Ikhwan Fahrojih, Mengerti dan Melawan Korupsi, (Jakarta: YAPPIKA, 2005), h. 65.
39 Ikhwan Fahrojih, Mengerti Dan Melawan Korupsi, (Jakarta: YAPPIKA, 2005), h.73.
C. Keuangan Negara
Dian Puji Simatupang mengklasifikasikan penafsiran tentang pengertian
keuangan negara menjadi 3 macam:
a. Keuangan negara diartikan secara sempit, seperti dikemukakan Harun
AlRasyid. Dia berpendapat bahwa yang dimaksudkan dengan keuangan
negara dalam pasal 23 ayat (5) UUD 1945 pra-perubahan adalah keuangan
negara dalam arti sempit. Sebagai alasan dari pendapatnya tersebut dia
menerapkan penafsiran sistematisnya yang menghubungkan ayat (5) dengan
ayat (1) pasal 23 UUD 1945 yang mengatur soal APBN.
b. Penafsiran kedua mengartikan bahwa keuangan negara secara luas, seperti
dikemukakan oleh mantan anggota BPK (Badan Pemeriksa Keuangan), Hasan
Akman. Bahwa dalam kaitan dengan pertanggung jawaban keuangan negara
sebagaimana yang dimaksudkan oleh pasal 23 ayat (5) UUD 1945 ini
merupakan artian luas dari keuangan negara sendrii. Jadi pertanggung jawaban
keuangan negara yang harus dilakukan ole pemerintah tidak saja mengenai
APBN, tapi meliputi APBD, Keuangan unit-unit usaha negara, dan pada
hakikatnya seluruh kekayaan negara.
c. Penafsiran ketiga, dilakukan melalui “pendekatan sistematis dan teleologis
atau sosiologis terhadap keuangan negara yang dapat memberikan penafsiran
yang relatif lebih akurat sesuai dengan tujuannya.
Pendekatan ini sendiri mengandunng makna bahwa keuangan negara
didasarkan atas “tujuan atau fungsi ketentuan peraturan yang bersangkutan dalam
konteks masyrakat dewasa ini.”
Dan adapun menurut beberapa peraturan perundang-undangan yang
memberikan pengertian keuangan negara, antara lain UU Nomor 17 tahun 1965
yang menyatakan bahwa:41
“Keuangan negara adalah seluruh kekayaan negara, termasuk di
dalamnya segala bagian-bagian harta milik kekayaan itu dan segala hak dan
kewajiban yang timbul karenanya, baik kekayaan yang berada dalam pengurusan
D. Siyasah Maliyah
Kata siyasah berasal dari kata sasa berarti mengatur, mengurus dan
memerintah atau suatu pemerintahan, politik dan pembuatan kebijaksanaan
keputusan. Pengertian secara kebahasaan ini bahwa tujuan siyasah adalah
mengatur dan membuat suatu kebijaksanaan atas sesuatu yang bersifat politik
untuk mencapai tujuan sesuatu.44
Kata siyasah juga dapat di lihat dari sisi triminologinya dan disini dapat
perbedaan pendapat banyak tokoh ahli hukum islam ada yang menyatakan siyasah
berati mengatur sesuatu dengan cara membawa kemaslahatan. Dan sini juga ada
yang mengartikan sebagai undang-undang yang dibuat untuk memelihara
ketertiban dan kemaslahatan serta mengatur beberapa hal.45
45 Imam Amrusi Jailani Dkk, Hukum Tata Negara Islam, (Surabaya: IAIN Sunan Ampel
Press, 2013), h.3.
22
Dalam hal ini, bisa ditarik kesimpulan perngertian fiqh siyasah adalah
suatu tatanan yang berguna unutk mengatur ketatanegaraan dalam bangsa dan
bernegara untuk mecapai tujuan kemaslahatan masyrakat. Ada beberapa macam
macam fiqh siyasah ini dan banyak yang berbeda pendapat dalam macam-macam
fiqh siyasah ini. Antara lain fiqh siyasah, fiqh siyasah dusturiyah, fiqh siyasah
maliyah, dan fiqh siyasah dauliyah.
Fiqh siyasah maliyah dalam prespektif islam tidak lepas dari Al-Quran,
sunnah Nabi, dan praktik yang dikembangkan oleh al-khulafah serta pemerintahan
Islam sepanjang sejarah. Siyasah maliyah ini merupakan kajian yang sangat tidak
asing dalam islam, terutama setelah nabi Muhammad saw. Fiqh siyasah maliyah
adalah salah satu bagian terpenting dalam sistem pemerintahan islam karena
menyangkut tentang anggaran pendapatan dan belanja negara.46
Dalam fiqh siyasah maliyah orang kaya di sentuh hatinya untuk mampu
bersikap dermawan, dan orang orang miskin di harapkan bersikap selalu bersabar
dan berkerja keras untuk berusaha dan berdoa kepada Allah. 47 Kebijakan yang
diatur dalam bentuk zakat, infak, sadaqah yang diwajibakn peda setiap umat orang
kaya yang telah mengeluarkan sebagian kecil hartanya untuk barokah dari Allah
swt. Pengelolaan keuangan dikenal sejak zaman nabi Muhammad saw sejak masa
masa pemerintahan di Madinah. Dengan itu kaum muslim mendapatkan ghanimah
atau harta rampasan perang.48
Negara sebagai institusi tertinggi di dalam masyrakat memiliki
sumbersumber pendapatan yang diambil dari rakyat, sekaligus didistrubusikan
kembali kepada rakyatnya,49 dan Siyasah Maliyah merupakan aspek sangat
penting dalam mengatur pemasukan dalam pengeluaran keuangan untuk
kemaslahatan
47 Jeje Abdul Rojak, Hukum Tata Negara Islam, (Surabaya: UIN Sunan Ampel
Pres,2014), h. 91.
48 Jeje Abdul Rojak, Hukum Tata Negara Islam, (Surabaya: UIN Sunan Ampel
Pres,2014), h.95.
49 Mujar Ibnu Syarif dan Khamami Zada, Fiqih Siyasah, (Jakarta: Erlangga, 2008), h.
32.
23
50 Tasbih, “Kedudukan dan Fungsi Hadis Sebagai Sumber Hukum Islam”, Jurnal AL-
FIKR Vol. 3, (2010), h. 337.
51 Juhaya s. Praja, Politik Ekonomi Islam Siyasah Maliyah, (Bandung: Pustaka Setia,
2010), h.1.
24
1. Hak Milik
Islam telah menetapkan adanya hak milik perseorangan terhadap harta
kekayaan yang telah dihasilakan tidak melanggar hukum syara’. Dalam islam juga
menetapkan cara melindungi harta milik ini dari pencurian, perampokan,
perampasan yang di lengkapi dengan saksi. seorang pemilik harta juga memiliki
hak menasarufkan hartanya dengan cara menjualnya, menyewakanya,
mewasiatkanya, menggadaikan memberikan sebagian dari hak ahli waris.52
2. Zakat
Zakat adalah sejumlah harta yang tertentu yang diwajibakan Allah untuk
memberikan kepada orang yang berhak menerima. Zakat merupakan rukun islam
yang ke empat. zakat adalah kadar harta yang tertentu, yang diberikan kepada
yang berhak menerimanya, dengan beberapa syarat. Zakat merupakan salah satu
rukun
Islam dan hukumnya fardu ‘ain atas tiap tiap orang cukup syarat-syaratnya.
Sesungguhnya zakat dapat membersihkan manusia dari kekikiran dan cinta yang
berlebih-lebihan kepada harta benda dan mampu menyuburkan sifat-sifat
kebaikan dalam hati manusia dan memperkembangkan harta bendanya. Zakat
mulai diberlakukan dan diwajibkan kepada umat Islam pada tahun kedua Hijriyah.
Zakat meliputi zakat maal (binatang ternak, emas dan perak, biji makanan yang
mengenyangkan, buah-buahan, harta perniagaan), zakat rikaz, dan zakat fitrah.53
Dalam terminologi fiqih, secara umum, zakat didenifisikan sebagai
bagian tertentu dari harta kekayaan yang diwajibkan Allah untuk sejumlah orang
yang berhak menerimanya. Mahmud syaltut, seorang ulama kontemporer di mesir
berpendapat bahwa zakat sebagai ibadah kebendaan yang diwajibkan oleh Allah
agar orang kaya menolong orang yang miskin berupa sesuatu yang dapat
menutupi kebutuhan pokoknya.54
53 Ali Ridlo, “Kebijakan Ekonomi Umar Ibn Khattab”, Jurnal Al-‘Adl, Vol.2, (Juli,
2013) h.5-6.
54 Mujar Ibnu Syarif dan Khamami Zada, Fiqih Siyasah, (Jakarta: Erlangga, 2008), h. 32.
25
Ada delapan golongan orang yang berhak menerima zakat. Suatu ketika
Umar bin Khatab pernah menyalahkan Abu Musa al-Asy’ari yang telah
mengangkat pegawai pajak dari non-muslim, dan beliau berkata: katakanlah
kepada sekretarismu untuk membaca Alquran, Abu Musa al-Asy’ari menjawab:
“dia” adalah seorang Nasrani, tidak pernah masuk masjid Kemudian Umar
berkata:
“jangan pernah kalian menghormati mereka, karena Allah sudah
menghinannya, dan janganlah kalian memberi amanat kepada mereka karena
Allah sudah menganggapnya sebagai orang yang berikhianat”.
Zakat itu diberikan kepada mereka untuk melindung mereka dari
kejelekan dan yang membahayakan imannya, serta untuk melemah lembutkan hati
mereka. Jika Islam sudah berjaya dan jumlah orang Islam sudah banyak dan
mereka enjadi kuat dan dahsyat, maka mereka tidak boleh diberi bagian zakat,
baik orang yang diberi orang yang harus mendapatkan perlindungan atau orang
yang hatinya harus dilemah lembutkan.55
Sedangkan selain menurut Ibnu Taimiyyah ada juga beberapa sumber
keuangan negara yang dapat diperoleh diantaranya:
1. Ghanimah
Ghanimah adalah harta yang berhasil di rampas dari orang-orang kafir
melalui peperangan. Allah menyebutkannya dalam surah Al-Anfal yang
diturunkan ketika perang badar. Allah menamakan dengan ghanimah dengan anfal
karena harta itu merupakan tambahan (ziyadah) pada harta kekayaan kaum
muslimin.56 Allah berfiman dalam surah Al-Anfal:
“Mereka menanyakan kepadamu tentang (pembagian) harta rampasan
perang. Katakanlah: harta rampasan perang itu kepunyakan Allah dan Rasul,
sebab itu bertawakwalah kepada Allah dan perbaikilah hubungan di antara
sesamu, dan ta’atlah kepada allah dan Rasul-Nya jika kamu adalah orang-orang
yang beriman.”
55 Ali Ridlo, “Kebijakan Ekonomi Umar Ibn Khattab”, Jurnal Al-‘Adl, Vol.2, (Juli,
2013), h.6-8.
56 Mujar Ibnu Syarif dan Khamami Zada, Fiqih Siyasah, (Jakarta: Erlangga, 2008), h.326.
26
Dalam ini kewajiban dalam harta Ghanimah untuk di bagi lima dan
menyalurkan seperlimanya kepada kelompok yang telah di sebutkan Allah dalam
Al-Qur’an. Dan sisanya dibagikan kepada anggota pasukan yang ikut tempur.57
Siapa saja yang mengharamkan umat muslim untuk mengumpulkan
ghanimah, pada saat memperkenakan sang imam berbuat kehendakhatinya hal ini
amat kontradiktif. Bentuk dari keadilan dalam pembagian rampasan perang adalah
bagi pasukan yang berjalan kaki yang mendapatkan satu anak panah, sementara
pasukan penunggang kuda yang mengendarai kuda arab miliknya mendapatkan
tiga anak panah, satu anak anak panah di berikan kepada pemilik kuda dan yang
dua di berikan yang menunggangi kuda. Apabila ghanimah itu berupa harta yang
tidak bergerak maupun bergerak yang aslnya merukan milik kamu muslim, dan
sebelum di bagikan pemiliknya mengetahui maka dari itu kaum muslim sepakat
untuk mengembalikanya.58
2. Jizyah
Jizyah adalah iuran Negara yang diwajibkan atas orang ahli kitab sebagai
imbangan bagi usaha membela mereka dan melindungi mereka atau segai
imbangan bahwa mereka memperoleh apa yang di peroleh orang-orang islam
tersendiri baik dalam kemerdekaan diri, pemeliharaan harta, kehormatan, dan
agama. Hasbi AshShiddieqy mengistilahkan jizyah dengan pajak yang diwajibkan
keada semua orang non muslim laki-laki, meredeka dan sudah dewasa, sehat dan
kuat serta masih mampu bekerja. Jizyah yang diambil dari warga negara yang
bukan islam adalah imbangan zakat yang di ambil dari warga negara yang
muslim. Karena itu tiap warga negara yang mampu wajib memberikan sebagian
hartanya untuk maslahatan bersama sebagai imbangan atau ha-ak yang mereka
terima.59
Para ahli fiqh berbeda pendapat tentang besarnya jisyah. Abuhanifah
melegelompokan besarnya jizyah yang harus dibaya kepada tiga kelompok.
57 Mujar Ibnu Syarif Dan Khamami Zada, Fiqih Siyasah, (Jakarta: Erlangga, 2008), h.326.
58 Mujar Ibnu Syarif Dan Khamami Zada, Fiqih Siyasah, (Jakarta: Erlangga, 2008),
h.336338.
60 Mujar Ibnu Syarif Dan Khamami Zada, Fiqih Siyasah, (Jakarta: Erlangga, 2008),
h.344345.
28
61 Mujar Ibnu Syarif Dan Khamami Zada, Fiqih Siyasah, (Jakarta: Erlangga, 2008), h.
340341.
62 Mujar Ibnu Syarif Dan Khamami Zada, Fiqih Siyasah, (Jakarta: Erlangga, 2008),
h.350351.
29
66 Marah Halim, “Eksisensi Wilayatul Hisbah dalam Sistem Pemerintahan Islam,” Jurnal
Ilmiah Islami Futura, Vol. 10, No. 2, (Februari 2011), h. 66-67.
31
pejabat ya. Jika beliau mendapati salah seorang di antara mereka melakukan lain
ketidakadilan maka beliau tidak segan-segan mengganti pejabat itu dengan yang
lain.67
petugas yang ditunjuknya. Dengan adanya perint ah al- Qur’an dan praktek yang
dijalankan oleh Rasulullah itu, maka jelaslah bahwa sebuah negara terikat
kewajiban untuk menjalankan dan mempraktekkan institusi hisbah ini, karena
efektifitas kerja lembaga hisbah ini hanya bisa dicapai bila ada dukungan
kekuatan politik. Hal ini bisa dilihat dari fakta sejarah, baik pada masa Rasulullah
saw maupun pada masa khalifah sesudah beliau. Penentuan dan pengangkatan
orang yang melakukan tugas hisbah dilakukan oleh negara.71
3. Konsep Pengawasan dalam Wilayah Mazhalim
Wilayah mazhalim terdiri dari dua suku kata yaitu wilayah dan mazhalim.
Kata wilayah berarti “tempat menghukum” yang merupakan bentuk ismun
makanun yaitu kata yang menunjukkan keterangan tempat, dari asal kata hakman
yang memiliki arti hukum/hukuman. Sedangkan kata Madzalim memiliki arti
yaitu orang-orang yang didzalimi yang merupakan ismun maf’ulun dalam bentuk
shigat muntahal jumuk, kata yang menunjukkan objek dalam bentuk jamak, dari
asal kata dzulman yang artinya kedzaliman.72
Berdasarkan pengertian dari kata per-kata dapat disimpulkan bahwa
wilayah mempunyai berarti pengadilan. Sedangkan kata Madzalim yang
merupakan bentuk jamak dari madzlimah yang berarti kejahatan, kesalahan,
ketidaksamaan, dan kekejaman yaitu tempat untuk mengadili orang-orang yang
melakukan kejahatan.
Wilayah Mazhalim adalah suatu komponen peradilan yang berdiri
sendiri dan merupakan lembaga peradilan untuk mengurusi penyelesaian perkara
perselisihan yang terjadi antara rakyat dan negara. Selain itu, juga menangani
kasus-kasus penganiayaan yang dilakukan oleh pejabat tinggi, bangsawan,
hartawan, atau keluarga sultan terhadap rakyat biasa. Secara operasional, hakim
lembaga ini bertugas menyelesaikan perkara yang tidak dapat diputuskan oleh