Anda di halaman 1dari 36

KELEMBAGAAN NEGARA RI

MAKALAH

Untuk memenuhi tugas mata kuliah Kewarganegaraan

Dosen Pengampu: Dra. Asmayani Salimi, M.Si

OLEH: KELOMPOK 10

ATIKA LEO SAFIRA (F1081221004)

NUHA NABILAH (F1081221059)

RACHMAD KURNIAWAN (F1081221002)

PROGRAM PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


JURUSAN PENDIDIKAN DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU
PENDIDIKAN UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2023
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kepada ke hadirat Allah SWT atas rahmat, nikmat dan
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas makalah ini sesuai dengan waktu
yang telah ditentukan. Serta tak lupa shalawat dan salam penulis limpahkan
kepada junjungan hidup Nabi Muhammad SAW beserta seluruh keluarga dan para
sahabatnya, serta tidak lupa penulis ucapkan terimakasih sebanyak-banyaknya
kepada Ibu Dra. Asmayani Salimi, M.Si, yang telah membimbing kami dalam
menyelesaikan makalah ini.

Makalah yang berjudul “Kelembagaan Negara RI” ini disusun dalam


rangka memenuhi tugas mata kuliah Kewarganegaraan.

Negara Indonesia sesuai yang tertuang dalam UUD 1945 Pasal 1 ayat 1
adalah negara berbentuk Republik. Seperti yang telah diketahui para pembaca
bahwa negara yang berbentuk Republik adalah negara yang memiliki sistem
pemerintahan yang kekuasaannya dipegang oleh rakyat pada tingkat tertingginya.
Karena posisi kedaulatan inilah rakyat menjadi penentu arah masa depan negara
penganut sistem ini, tetapi sebagaimana kita ketahui bahwa manusia dalam suatu
negara tentunya terdirinya dari beranekaragam individu, baik itu dalam sisi
budaya, agama, ekonomi, maupun pemikirannya. Sehingga itu pengambilan
keputusan dan aturan di negara sistem ini tidak dapat dilakukan secara massal.
Dibutuhkan suatu kelompok kolektif yang terdiri dari berbagai macam lapisan
masyarakat selaku warga negara untuk mewakilkan kekuasaan seluruh masyarakat
dalam menjalankan roda pemerintahan.

Namun perlu digaris bawahi bahwa negara selaku wujud pengorganisasian


masyarakat yang tidak hanya mengatur bidang politik, namun juga mengatur
berbagai bidang lain yang menjadi esensi vital bagi manusia untuk menjalani
kehidupannya, karena itu akan ada banyak lembaga-lembaga negara yang
diperlukan untuk menangani setiap bidang-bidang tersebut. Dimana lembaga
masing-masing memiliki tujuan yang sama untuk menggerakan negara dan

i
memiliki keterkaitannya masing-masing dalam membuat negara tersebut dapat
berdiri kokoh.

Penulis sangat menyadari bahwa dalam penulisan dan pembuatan makalah


ini terdapat banyak kekurangan dan kesalahan, baik dari segi format tata cara
penulisan maupun uraian materi yang ditulis, karena penulis sadar sebagai
manusia tidak dapat luput dari kesalahan dan ketidaksempurnaan, sehingga
penulis sangat mengharapkan kepada para pembaca untuk dapat memberikan
kritik dan saran kepada penulis, agar penulis dapat menyusun makalah yang jauh
lebih baik kedepannya.

Semoga makalah ini dapat memperluas pengetahuan dan wawasan


pembaca mengenai apa itu lembaga negara, apa saja lembaga negara Indonesia,
dan bagaimana fungsi, peranan, tugas, dan hubungan dari lembaga itu masing-
masing.

Pontianak, 13 Februari 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN.....................................................................................1
A. Latar Belakang...........................................................................................1
B. Rumusan Masalah......................................................................................3
C. Tujuan Masalah.........................................................................................3
BAB 2 PEMBAHASAN........................................................................................4
A. Pengertian Kelembagaan Negara...............................................................4
B. Tugas Lembaga Negara.............................................................................4
C. Klasifikasi Lembaga Negara......................................................................5
1. Lembaga Legislatif..............................................................................5
2. Lembaga Eksekutif..............................................................................8
3. Lembaga Yudikatif..............................................................................13
D. Lembaga-Lembaga Negara Indonesia.......................................................17
1. MPR.....................................................................................................17
2. DPR......................................................................................................18
3. DPD.....................................................................................................19
4. Presiden dan Wakil Presiden...............................................................20
5. Mahkamah Agung................................................................................22
6. Mahkamah Konstitusi..........................................................................24
7. Komisi Yudisial...................................................................................25
8. BPK......................................................................................................27
BAB 3 PENUTUP.................................................................................................30
A. Kesimpulan................................................................................................30
B. Saran..........................................................................................................30
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................31

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sejak reformasi terjadi tahun 1998 yang berakibat berakhirnya masa


pemerintahan ordebaru, mulailah terjadi perubahan (Amandemen) konstitusi
Undang-undang Dasar NegaraRepublik Indonesia tahun 1945 sebanyak empat
kali. Perubahan tersebut berimplikasiterhadap perubahan ketatanegaraan
sekaligus susunan kelembagaan Negara Indonesia. salahsatu dampak
langsung perubahannya adalah perubahan supremasi MPR menjadi supermasi
Konstitusi. Susunan kelembagaan Negara Indonesia tidak lagi mengenal
istilah “lembaga tertinggi Negara” untuk kedudukan MPR sehingga terjadi
kesejajaran kedudukan dengan lembaga sejenis demi menciptakan system
check and balances.Telah dikenal adanya 3 fungsi kekuasaan klasik yaitu
fungsi legislatif, eksekutif, danyudikatif oleh Baron de Montesquieu (1689-
1785). Teori tersebut disebut juga teori Trias Politica yang menghendaki
adanya pemisahan kekuasaan antara satu lembaga denganlembaga Negara
yang lain. Satu lembaga Negara tidak boleh mencampuri kekuasaan lembaga
Negara yang lain.
Konsepsi Trias Politiac tersebut dewasa ini sudah tidak relevan lagi
karena tidak mungkinketiga lembaga tersebut hanya melaksanakan satu fungsi
tanpa boleh mencampuri fungsilembaga lain. System check and balances
dalam konsep tersebut tidak ditemukan. Padahal idealnya lembaga-lembaga
Negara memiliki kedudukan yang sejajar satu dan lain danberhubungan saling
mengawasi sesuai dengan prinsip check and balances.Seiring perkembangan
masyarakat modern yang sedang berkembang dari segi sosial,ekonomi,
politik, dan budaya dengan berbagai pengaruh globalisme menuntut adanya
system kenegaraan yang efisien dan efektif dalam memenuhi pelayanan
publik. Atas faktor tersebutmuncullah berbagai lembaga-lembaga Negara
sebagai

1
eksperimentasi kelembagaan yangdapat berupa dewan (council), komite
(committee), komisi (commission), badan (board), atauotorita (authority).
Lahirnya lembaga-lembaga baru tersebut di sebut dengan lembaga
penunjang (auxiliaryinstitution). Lembaga-lembaga ini memiliki fungsi
layaknya lembaga Negara yang utama, adalembaga yang memiliki fungsi
regulasi, fungsi administratif, dan fungsi penghukuman.Eksperimentasi
terhadap lembaga-lembaga baru juga sedang dilakukan oleh Negara Indonesia.
Dimulai pasca jatuhnya pemerintahan Soeharto (1998) yang dikenal dengan
erareformasi dilakukanlah perubahan konstitusi UUD 1945 selama 4 tahun
(1999-2002). dalamperubahan tersebutlah terjadi pembentukan dan
pembaharuan lembaga Negara. Dari 34lembaga Negara, terdapat 28 lembaga
Negara yang kewenangannya dijelaskan secara umummaupun secara rinci
dalam UUD 1945. ke-28 lembaga Negara inilah yang disebut
memilikikewenangan konstitusional yang disebutkan secara eksplisit dalam
UUD 1945.Dari 34 lembaga Negara ini dapat dibedakan menjadi dua segi,
segi hierarki dan segifungsinya. Kriteria segi hierarkinya dapat di tentukan
dengan 2 kriteria; (1) kriteria bentuksumber normatif yang menentukan
kewenangannya, (2) kualitas fungsinya yang bersifatutama atau penunjang
dalam system kekuasaan Negara. Kriteria dari segi fungsinya ada yangbersifat
utama (primer), dan penunjang (auxiliary).
Dalam segi Hierarkisnya ke-34 lembagaNegara tersebut dibagi dalam
tiga lapis. Organ lapis pertama biasa dikenal dengan lembagatinggi Negara,
organ lapis kedua dikenal dengan lembaga Negara saja, sedangkan organ
lapisketiga dikenal dengan lembaga daerah. diantara lembaga-lembaga
tersebut ada yangdikategorikan sebagai lembaga primer dan lembaga
penunjang.Keseluruhan dari lembaga Negara tersebut merupakan bagian dari
Negara sebagai suatuorganisasi. Konsekuensinya, masing-masing memiliki
fungsi tertentu dan saling berhubungansehingga memerlukan pemahaman
dan pengaturan yang dapat mengatur agar berjalan dalamsatu system yang
tepat

2
B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian lembaga Negara?
2. Apa saja tugas-tugas lembaga Negara?
3. Bagaimana seluk beluk tentang lembaga ekskutif?
4. Bagaimana seluk beluk tentang lembaga legislatif?
5. Bagaimana seluk beluk tentang lembaga yudikatif?
C. Tujuan
1. Mengetahui arti dari lembaga Negara.
2. Mengetahui tugas-tugas lembaga Negara.
3. Mengetahui seluk beluk tentang lembaga ekskutif.
4. Mengetahui seluk beluk tentang lembaga legislatif.
5. Mengetahui seluk beluk tentang lembaga yudikatif.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Kelembagaan Negara


Lembaga Negara adalah lembaga pemerintahan atau "Civilizated
Organization" dimanalembaga tersebut dibuat oleh negara, dari negara, dan
untuk negara di8jmana bertujuan untuk membangun negara itu sendiri.
Adapun artinya adalah lembaga yang anggotanya terdiri dari beberapa negara
dan mempunyai fungsi menjaga kestabilan anggota-anggotanya
danmenciptakan suatu kerja sama regional antar negara anggota baik bilateral
dan multiteral sehingga tercipta hubungan simbiosis mutualisme antar negara
anggota. Adapun jugaPengertian dan Jenis-jenis Lembaga Negara, misalkan
Negara Indonesia, Negara Indonesia adalah negara hukum (rechstaat)
dengan sistem pemerintahan demokrasi. Negara Indonesiabukan negara
kekuasaan (machstaat) di bawah satu tangan seorang penguasa. Karena
itudalam sistem pemerintahan, segala macam kekuasaan negara diatur dalam
ketentuan- ketentuan hukum (undang-undang). Kekuasaan negara juga
dijalankan oleh lembaga-lembaga dengan tata aturan tertentu.

B. Tugas Lembaga Negara


Tugas umum lembaga negara antara lain:
1. Menjaga kestabilan atau stabilitas keamanan, politik, hukum, HAM,
dan budaya.
2. Menciptakan suatu lingkungan yang kondusif, aman, dan harmonis.
3. Menjadi badan penghubung antara negara dan rakyatnya.
4. Menjadi sumber insipirator dan aspirator rakyat.
5. Memberantas tindak pidana korupsi, kolusi, maupun nepotisme.
6. Membantu menjalankan roda pemerintahan negara.

4
C. Klasifikasi Lembaga Negara
Dalam melaksanakan peran dan tugasnya sebagai lembaga negara.
Lembaga negara sendiri seperti yang dijelaskan menangani berbagai macam
permasalahan vital yang ada didalam suatu negara, sehingga akan ada banyak
lembaga negara sesuai bidang yang ditangani masing-masing. Namun dalam
kekuasaan negara yang dianut oleh Negara Indonesia. Dimana terdapat 3
pembagian kekuasaan yang menjadi acuan dasar klasifikasi lembaga negara.
Dimana pembagian ini didasari oleh pemikiran dari tokoh penting bernama
Montesquieu yang memperkenalkan Trias Politica yang membagikan
kekuasaan negara menjadi kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif.
Dan berikut ini adalah 3 pembagian lembaga negara berdasarkan Trias
Politica, serta lembaga-lembaga yang masuk kedalamnya, sebagai berikut:
1. Lembaga Legislatif
a. Pengertian
Legislatif adalah sebuah lembaga pemerintah yang mempunyai
fungsi umum untukmembuat undang-undang. Badan legislatif atau
legislature mencerminkan salah satu fungsibadan itu, yaitu legislate
atau membuat undang-undang. Nama lain lagi adalah parliament,
suatu istilah yang menekankan unsur “biacara” (parler) dan
merundingkan. Sebutan lain mengutamakan representasi atau
keterwakilan anggota-anggotanya dan dinamakan People’s
Representative Body atau Dewan Perwakilan Rakyat. Akan tetapi apa
pun perbedaan dalam namanya dapat dipastikan bahwa badan ini
merupakan symbol dari rakyat yang berdaulat.

b. Fungsi Badan Legislatif


Diantara badan legislatif yang paling penting ialah:
1) Menentukan kebijakan dan membuat undang-undang. Untuk itu
badan legislatif diberihak inisiatif, hak untuk mengadakn
amandemen terhadap rancangan undang-undangyang disusun
oleh pemerintah, dan terutama di bidang budget atau anggaran

5
2) Mengontrol badan ekskutif dalam arti menjaga agar semua
tindakan badan ekskutifsesuai dengan kebijakan-kebijakan yang
telah ditetapkan. Untuk menyelenggarakantugas ini, badan
perwakilan rakyat diberi hak-hak kontrol khusus.

Adapun fungsi yang lain yaitu:


1) Fungsi Legislasi
Menurut teori yang berlaku tugas utama legislatif terletak
dibidang perundang-undangan, sekalipun ia tidak mempunyai
monopoli di bidang itu. Untuk membahasrancangan undang-
undang sering dibentuk panitia-panitia yang berwenang
untukmengambil menteri atau pejabat lainnya untuk dimintai
keterangan seperlunya. Akan tetapi dewasa ini telah menjadi gejala
umum bahwa titik berat di bidanglegislatif telah banyak bergeser
ke badan ekskutif. Mayoritas undang-undang dirumuskan dan
dipersiapkan oleh badan ekskutif, sedangkan badan legislatif
tinggalmembahas dan mengamandemennya.Pada umumnya di
budang keuangan, pengaruh badan legislatif lebih besar daripadadi
bidang legislasi umum. Rancangan anggaran belanja diajukan ke
badan legislatif olehbadan ekskutif, akan tetapi badan legislatif
mempunyai hak untuk mengadakanamandemen, dan dalam hal ini
menetukan seberapa anggaran pemerintah dapatdisetujui. Jadi,
badan legislatiflah yang pada akhirnya menentukan berapa dan
dengancara bagaimana uang rakyat dipergunakan.
2) Fungsi Kontrol
Dengan semakin berkurangnya pengaruh badan legislatif di
bidang legislatif, makaperanannya di bidang pengawasan dan
kontrol bertambah menonjol. Badan legislatifberkewajiban untuk
mengawasi aktivitas badan ekskutif, agar sesuai dengan kebijakan
yang telah ditetapkannya.

6
Pengawasan dilakukan melalui sidang panitia-panitia
legislatif dan melalui hak kontrol yang khusus, yaitu:
a) Hak Bertanya (Pertanyaan Parlemen)
Anggota badan legislatif berhak untuk bertanya untuk
mengajukan pertanyaankepada pemerintah mengenai suatu
masalah. Pertanyaan yang diajukan melaluisidang umum secara
lisan dan menteri atau perdana menteri yang bersangkutan
yangmenjawabnya. Di Indonesia, biasanya pertanyaan yang
diajukan secara tertulis dandijawab secara tertulis juga.
b) Hak Interpelasi
Hak interpelasi adalah hak unutk meminta keterangan
kepada pemerintahmengenai kebijakan di suatu bidang.
Contohnya adalah apabila anggota badanekskutif member
penjelasan pada sidang pleno, lalu diakhiri dengan
pemungutansuara apakah keterangan yang disampaikan jelas
atau tidak. Jika pemungutan suarabersifat negatif, maka ini
adalah suatu tanda bahwa kebijakannya diragukan.
c) Hak Angket
Hak angket adalah hak anggota badan legislatif untuk
mengadakan penyelidikansendiri. Untuk keperluan ini, dibentuk
suatu panitia angket yang melaporkan hasilpenyelidikannya
kepada anggota legislatif yang lain dan selanjutnya
dirumuskanpendapatnya mengenai soal ini agar diperhatikan
pemerintah.
d) Hak Mosi
Hak mosi ada dua yaitu hak kepercayaan (mosi percaya)
dan hakketidakpercayaan (mosi tidak percaya).

3) Fungsi Lainnya
Disamping fungsi legislasi dan fungsi kontrol, badan
legislatif mempunyaibeberapa fungsi lain. Dengan meningkatnya

7
peranan badan ekskutif dan berkurangnyabadan legislatif di bidang
perundang-undangan, dewasa ini lebih ditonjokan
perananedukatifnya. Badan legislatif nya dianggap sebagai forum
kerja sama antar berbagai golongan serta partai dengan pemerintah,
di mana beraneka ragam pendapat dibicarakandi muka umum.Bagi
anggota legislatif terbuka kesempatan untuk bertindak sebagai
pembawa suratrakyat dan untuk mengajukan beraneka ragam
pandangan yang berkembang secaradinamis dalam masyarakat.
Dengan demikian jarak anatara yang memerintah dengan yang
diperintah dapat diperkecil. Melalui media massa masyarakat ramai
diajak mengikuti persoalan yangmenyangkut kepentingan umum
dan menilainya menurut kemampuannya masing-masing. Dengan
demikian rakyat dididik ke arah kewarganegaraan yang sadar
danbertanggung jawab, dan partisipasi politiknya dapat dibina.
Suatu fungsi lain yang tidak kalah pentingnya ialah sebagai sarana
rekrutmenpolitik. Ia merupakan training ground bagi generasi
muda untuk mendapat pengalaman dibidang politik sampai ke
tingkat nasional.

2. Lembaga Eksekutif
a. Pengertian
Badan eksekutif adalah lembaga pemerintah yang berfungsi
untuk melaksanakanundang-undang yang telah di tetapkan oleh badan
legislatif. Di negara-negara demokratisbadan eksekutif biasanya terdiri
atas kepala negara seperti raja atau presiden, beserta menteri-
menterinya. Dalam sistem presidensial mentri-mentri merupakan
pembantu presiden danlangsungdipimpin olehnya, sedangkan dalam
sistem parlementer para mentri dipimpin olehseorang perdana mentri.
Dalam sistem parlementer pula perdana mentri beserta mentri-
mentrinya dinamakan bagin dari badan ekssekutif yang bertanggung
jawab, sedangkan rajadalam monarki konstitusional dinamakan “

8
bagian dari badan eksekutif yang tidak dapatdiganggu gugat (the king
can do no wrong)”.
Tugas badan eksekutif, menurut tafsiran traadisional asas trias
politika, hanya melaksanakan kebijaksanaan-kebijaksanaan yang telah
ditetapkan oleh badan legislatifserta menyelenggarakan undang-
undang yang dibuat oleh badan legistalif. Akan tetapi dalam
pelaksanaannya leluasa sekali ruang geraknya. Dalam menjalankan
tugasnya, badan eksekutif ditunjang oleh tenaga kerja yang terampil
dan ahli serta tersedianya bermacam-macam fasilitas serta alat-alat
dimasing-masing kementerian.
b. Fungsi Badan Eksekutif
Kekuasaan badan eksekutif mencakup beberapa bidang:
1) Administratif, yakni kekuasaan untuk melaksanakan undang-
undang dan peraturanperundang-undangan lainnya dan
menyelenggaarakan administrasi negara.
2) Legislatif, yaitu membuat rancangan undang-undang dan
membimbingnya dalam badanperwakilan rakyat sampai
menjadi undang-undang.
3) Keamanan, artinya kekuasaan untuk mengatur polisi dan
angkatan bersenjata,menyelenggarakan perang, pertahanan
negara, serta keamanan dalam negeri.
4) Yudikatif, memberi grasi, amnesti dan sebagainya.
5) Diplomatic, yaitu kekuasaan untuk menyelenggarakan
hubungan diplomatic dengannegara-negara lain.

c. Macam-Macam Badan Eksekutif


1) Sistem parlementer dengan Parliamentary Excutive.
Dalam sistem ini badan eksekutif dan badan legislative
bergantung satu sama lain.kabinet sebagai bagian dari badan
eksekutif yang “bertanggung jawab” diharap mencerminkan
kekuatan-kekuatan politik dalam badan legislatif yang

9
mendukungnya, dan mati hidupnya kabinet bergantung pada
dukungan dalam badan legislative (asas tanggung jawab menteri).
Kabinet semacam ini dinamakan kabinet parlementer .Dalam hal
terjadinya suatu krisis kabinet karena kabinet tidak lagi
memperolehdukungan dari mayoritas badan legislatif, kadang-
kadang dialami kesukaran untukmembentuk suatu kabinet baru
oleh karena pandangan masing-masing partai tidak
dapatdipertemukan. Dalam keadaan semacam ini terpaksa
dibentuk suatu kabinet extraparlementer, yaitu suatu kabinet yang
yang dibentuk oleh formatur kabinet tanpa terikatkonstelasi
kekuatan politik dalam badan legislatif. Menurut sejarah
ketatanegaaraan Belanda, terdapat beberapa macam kabinet
extraparlementer:
a) Zaken kabinet, yaitu suatu kabinet yang mengikat dirinya
untuk menyelenggarakansuatu program yang terbatas.
b) Kabinet Nasional, yaitu suatu kabinet yang menteri-menterinya
diambil dari berbagai golongan masyarakat. Kabinet semacam
ini biasanya dibentukoleh keadaan krisis dimana komposisi
kabinet diharap mencerminkan persatuannasional.

2) Sistem Presidensial dengan Fixed Executive atau Non


Parliamentary Executive
Dalam sistem ini kelangsungan hidup eksekutif tidak
tergantung pada badanlegislatif, dan badan eksekutif mempunyai
masa jabatan tertentu. Kebebasan badaneksekutif terhadap badan
legislatif mengakibatkaan kedudukan badaan eksekutif lebihkuat
dalam menghadapi badan legislatif.

d. Eksekutif di Indonesia
Dalam ketentuan undang-undang , badan eksekutif terdiri atas
presiden, wakil presidenbeserta mentri-mentri. Mentri-mentri dibantu
presiden dan diangkat serta diberhentikanolehnya. Presiden dan wakil

1
presiden dipilih oleh MPR dan presiden merupakan“Mandataris”
MPR.
Presiden adalah lembaga negara yang memegang kekuasaan
eksekutif yaitu presidenmempunyai kekuasaan untuk menjalankan
pemerintahan. Presiden mempunyai kedudukan sebagai kepala
pemerintahan dan sekaligus sebagai kepala negara. Sebelum
adanyaamandemen UUD 1945, presiden dan wakil presiden dipilih
oleh MPR, tetapi setelahamandemen UUD 1945 presiden dan wakil
presiden dipilih secara langsung oleh rakyatmelalui pemilihan umum.
Presiden dan wakil presiden memegang jabatan selama limatahun dan
sesudahnya dapat dipilih kembali hanya untuk satu kali masa jabatan.
Presiden dan wakil presiden sebelum menjalankan tugasnya
bersumpah atau mengucapkan janji dandilantik oleh ketua MPR dalam
sidang MPR. Setelah dilantik, presiden dan wakil
presidenmenjalankan pemerintahan sesuai dengan program yang telah
ditetapkan sendiri.
Dalam menjalankan pemerintahan, presiden dan wakil presiden tidak
boleh bertentangan denganUUD 1945. Presiden dan wakil presiden
menjalankan pemerintahan sesuai dengan tujuannegara yang
tercantum dalam Pembukaan UUD 1945. Sebagai seorang kepala
negara, menurut Undang-Undang Dasar Negara RepublikIndonesia
Tahun 1945. Presiden mempunyai wewenang sebagai berikut:
1) Membuat perjanjian dengan negara lain dengan persetujuan
Dewan Perwakilan Rakyat.
2) Mengangkat duta dan konsul. Duta adalah perwakilan negara
Indonesia dinegara sahabat. Duta bertugas di kedutaan besar yang
ditempatkan di ibu kotanegara sahabat itu. Sedangkan konsul
adalah lembaga yang mewakili negaraIndonesia di kota tertentu
di bawah kedutaan besar kita.
3) Menerima duta dari negara lain

1
4) Memberi gelar, tanda jasa dan tanda kehormatan lainnya kepada
warga negara Indonesiaatau warga negara asing yang telah
berjasa mengharumkan nama baik Indonesia.

Sebagai seorang kepala pemerintahan, presiden mempunyai


kekuasaan tertinggi untukmenyelenggarakan pemerintahan negara
Indonesia. Wewenang, hak dankewajiban Presiden sebagai kepala
pemerintahan, diantaranya:
1) Memegang kekuasaan pemerintah menurut Undang-Undang Dasar
2) Berhak mengajukan Rancangan Undang-Undang (RUU) kepada
DPR
3) Menetapkan peraturan pemerintah
4) Memegang teguh Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala
Undang- Undang danperaturannya dengan selurus-lurusnya serta
berbakti kepada Nusa dan Bangsa
5) Memberi grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan
pertimbangan Mahkamah Agung. Grasi adalah pengampunan yang
diberikan oleh kepala negarakepada orang yang dijatuhi hukuman.
Sedangkan rehabilitasi adalah pemulihannama baik atau
kehormatan seseorang yang telah dituduh secara tidak sah
ataudilanggar kehormatannya.
6) Memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan
pertimbangan DPR.Amnesti adalah pengampunan atau
pengurangan hukuman yang diberikan olehnegara kepada tahanan-
tahanan, terutama tahanan politik. Sedangkan abolisiadalah
pembatalan tuntutan pidana.Selain sebagai kepala negara dan
kepala pemerintahan, seorang presiden juga merupakan panglima
tertinggi angkatan perang.

Dalam kedudukannya sepertiini, presiden mempunyai


wewenang sebagai berikut:

1
1) Menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian
dengan negara lain denganpersetujuan DPR.
2) Membuat perjanjian internasional lainnya dengan
persetujuan DPR.
3) Menyatakan keadaan bahaya.

3. Lembaga Yudikatif
a. Pengertian
Yudikatif adalah sebuah lembaga pemerintahan yang
berwenang untuk menafsirkanisi undang-undang maupun memberi
anksi atas setiap pelamnggaran asasnya.Suatu studi mengenai
kekuasan yudikatif sebenarnya lebih bersifat teknis yuridis
dantermasuk bidang ilmu hukum daripada bidang ilmu politik, kecuali
dibeberapa Negaradimana mahkam agung memainkan peranan politik
berdasarkan konsep “judicial review”.
Akan tetapi, akan tidak lengkaplah bila dalam rangka dasar-
dasar ilmu politik kita tidaknmembicarakan tentang kekuaaan
yudikatif, karena kekuaaan yudikatif erat hubungannya dengan kedua
kekuasaan lainnya (legislatif dan eksekutif) serta dengan hak dan
kewajibanindividu.Dari pembicaraan tentang trias politika Negara-
negara demokratis telah kita ketahuibahwa dalam artinya yang asli dan
murni, doktrin itu diartikan sebagai pemisahkekuasaan(separation of
powers) yang mutlak diantara tiga cabang kekuasaan
(legislatif,eksekutif dan yudikatif) baik mengenai fungsi serta tuasnya
maupun mengenai organ yangmenjalankan fungsi tersebut. Akan
tetapi dari perkembangannya telah kita ketahui bahwadoktrin
pemisahan kekuasaan yang mutlak dan murni tersebut tidak mungkin
dpraktikandijaman moderen karena tugas Negara dalam abad ini sudah
demikian kompleksnya,sehingga doktrin itu diartikan hanya sebagai
pembagian kekuasaan (distribution ower );artinya, hanya fungsi

1
pokoknya yang dipisahkan, sedangkan selebihnya ketiga
cabangkekuasaan itu terjalin satu sama lain.

b. Kebebasan Badan Yudikatif


Dalam doktrin trias politika, baik yang diartikan sebagai
pemisahan kekuasaanmaupun sebagai kekuasaan, khusus utuk cabang
kekuasaan yudikatif, prinsif yang tetapdipegang iyalah bahwa dalam
setiap Negara hukum badan yudikatif haruslah bebas daricampus
tangan badan eksekutu. Ini dimaksudkan agar badan yudikatif dapa
berfungsisecara sewajarnya demi penegakan hukun dan keadilan serta
menjamin hak-hak asasimanusia.sebab hanya dengan asa kebebasan
bandan yudikatif itulah dapat diharapkanbahwa keputusan yang
diambil oleh badan yudikatif dalam suatu perkara tidak akanmemihak,
berat sebelah, dan semata-mata berpedoman pada norma-norma
hukum dankeadilan serta hati nrani hakim itu sendiri dengan tidak
usah takut bahwa kedudukanterancam.Pokoknya, baik dalam
perlindungan konstutional maupun dalam hukum
administrasi,perlindungan yang utama terhadap individu tergantung
pada badan kehakiman yang tegasbebas, berani, dihormati. Pasal 10
universal declaration of human right memandangkebebasan dan tidak
memihanya pada badan pengadilan (independent and impartial
tribunals) di tiap-tiap Negara sebagai suatu hal yang esensial. Badan
yudikatif yang bebasadalah syarat mutlak dalam suatu masyarakat
yang bebas dibawah rule of law. Kebebasan tersebut meliputi
kebebasan dari campur tangan badan eksekutif, legislatif,
ataupunmasyarakat umum, didalam menjalankan tugas yudikatifnya.
Tetapi jelas bahwa hal itutidaklah berarti hakim boleh bertindak secara
serampangan saja. Kewajibannya adalahuntuk menfsirkan hukum serta
prinsio-prinsip fundamental dan asumsi- asumsi yangberhubungan
dengan hal itu berdasarkan perasaan keadilan serta hati nuraninya.

1
c. Kekuasaan Badan Yudikatif di Indonesia
Dalam system hukum yang berlaku dindonesia, khususnya
istem hukum perdata,hingga kini masih terdapat dualismr, yakni:
1) System hukum adat, suatu tata hukum yang bercorak
asli diindonesia dan umunya tidaktertulis.
2) System hukum eropa barat (Belanda) yang bercorak kode-
kode Prancis zaman napoleonyang dipengaruhi oleh hukum
romawi.
Asas kebebasan badan yudikatif ((independent judiciary) juga
dikenal di Indonesia.Hal itu terdapat di penjelasan (pasal 24 dan 25)
UU 1945 mengenai kekuasaan kehakiman yang menyatakan : “
kekuaaan kehakiman ialah kekuasaana yang merdeka, artinya terlepas
dari pengaruh kekuasaan pemerintah. Berhubung dengan itu harus
diadakan jaminan dalam undang-undang tentang kedudukan para
hakim”.
Akan tetapi dalam masa demokratis terpimpin telah terjadi
penyelewngan-penyelewengan terhadap asas kebebasan badan
yudikatif seperti yang ditetapkan olehUUD 1945, yaitu dengan
dikeluarkannya UU No.19 tahun 1964 tentang ketentuan pokok
kekuasaan kehakiman, yang dalam pasal 19 UU itu dinyatakan :” demi
kepentingan revolusi, kehormatan Negara dan bangsa atau
kepentingan masyarakat yang mendesak, presiden dapat turut atau
campur tangan dalam soal pengadilan.” Di dalam penjelasan umum
undang-undang itu dinyatakan bahwa trias politika tidak mempunyai
tempat samasekali dalam hukum nasional Indonesia karena kita berada
dalam revolusi, dan dikatakanselanjutnya bahwa pengadilan adalah
tidak bebas dari pengaruh kekuasaan eksekutif dankekuasaan dalam
membuat undang-undang.
d. Fungsi Badan Yudikatif
Fungsi yudikatif dapat didefinisikan kedalam daftar masalah
hukum sebagai berikut:
1) Criminal Law (Hukum criminal)

1
Masalah yang dijumpai pada hukum criminal ini seperti,
pelanggaran kecil,perbuatan kurang baik dan tindak pidana yang
berat. Penyelesaiannya biasanyadipegang oleh pengadilan pidana
yang di Indonesia sifatnya berjenjang, dari pengadilanNegari
(tingkat kabupaten), pengadilan tinggi (tingkat provinsi) dan
mahkama agung(tingkat nasional).
2) Constutional law (hukum konstitusi)
Masalah yang dijumpai pada hukum konstitusi seperti
masalah penafsirankonstitusi. Kini penempatannya ditempati oleh
mahkamah konstitusi. Jika kelompok,individu lembaga-lembaga
mempersoalkan suatu undang-undang atau keputusan,
upayapenyelesaian sengketa dilakukan mahkamah konstitusi.
3) Administrative law (hukum administrasi)
Hukum administrasi adalah hukum yang mengatur
administrasi Negara.Penyelesaiannya dilakukan pengadilan tata
usaha Negara, biasanya meliputi kasus-kasus sengketa tanah,
sertifikasi dan ejenisnya.
4) Internasional law (hukum internasional)
Hukum internasioanl adalah hukum yang mengatur tentang
perjanjianinternasioanl, dimana khususnya tidak diselesaikan oleh
badan yudikatif dibawahkendali suatu Negara melainkan atas nama
perserikatan bangsa-bangsa(PBB).
5) Civil law (hukum sipil)
Hukum sipil merupakan kumpulan undang-undang dan
pengaturan (kondifikasi)yang menjadi pedoman bagi hakim dalam
menyelesaikan persoalan-persoalannya.Seringkali untuk
menguatkan keputusannya, hakim juga akan menyebutkan
keputusanhakim yang telah memberi keputusan dalam perkara
yang serupa. Hukum ini mengatur tentang perkawinan, perceraian,
warisan dan perawatan anak.

1
D. Lembaga-Lembaga Negara Indonesia
1. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
Sebelum amandemen MPR adalah pemegang kekuasaan negara
tertinggi atau pemegang kedaulatan rakyat. Sebagai pemegang kekuasaan
negara tertinggi, MPR membawahi lembaga- lembaga negara yang lain.
Tetapi setelah amandemen pemegang kedaulatan berada ditangan rakyat
dan dilakukan menurut UndangUndang Dasar. Perubahan itu
mengisyaratkan bahwa kedudukan MPR tidak lagi sebagai lembaga
tertinggi negara, dan tidak lagi memegang kedaulatan rakyat. Perubahan
tersebut juga berimplikasi pada pengurangan kewenangan MPR, yaitu
MPR tidak lagi berwenang memilih Presiden dan Wakil Presiden.
Susunan MPR terdiri atas anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota
Dewan Perwakilan Daerah yang dipilih melalui pemilihan umum. Sebagai
Lembaga Negara, MPR mempunyai tugas dan wewenang sebagai
berikut:
a. Mengubah dan menetapkan UUD Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.
b. Melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden hasil pemilihan umum;
c. Memutuskan usul DPR untuk memberhentikan Presiden dan/ atau
Wakil Presiden dalam masa jabatannya, setelah Mahkamah Konstitusi
memutuskan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden terbukti
melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap
Negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau
perbuatan tercela dan/atau terbukti bahwa Presiden dan/atau Wakil
Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil
Presiden;
d. Melantik Wakil Presiden menjadi Presiden apabila Presiden mangkat,
berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya
dalam masa jabatannya;

1
e. Memilih Wakil Presiden dari 2 (dua) calon yang diusulkan oleh
Presiden apabila terjadi kekosongan jabatan Wakil Presiden dan masa
jabatannya; dan
f. Memilih Presiden dan Wakil Presiden apabila keduanya mangkat,
berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya
dalam masa jabatannya secara bersamaan, dari 2 (dua) pasangan calon
Presiden dan Wakil Presiden yang diusulkan oleh partai politik atau
gabungan partai politik yang pasangan calon Presiden dan Wakil
Presidennya meraih suara terbanyak pertama dan kedua dalam
pemilihan umum sebelumnya, sampai berakhir masa jabatannya.
Keanggotaan Majlis Permusyawaratan Rakyat (MPR) diresmikan
dengan keputusan Presiden. Sedangkan masa jabatan anggota MPR
adalah 5 (lima) tahun dan berakhir pada saat anggota MPR yang baru
mengucapkan sumpah/janji.

2. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)


Setelah amandemen UUD 1945, terjadi pergeseran kekuasaan
Presiden dalam membentuk undang-undang, yang diatur dalam pasal 5,
berubah menjadi Presiden berhak mengajukan rancangan undang-undang,
dan Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk undang-
undang (pasal 20).
Pergeseran kewenangan membentuk undang-undang dari
sebelumnya di tangan Presiden dan dialihkan kepada DPR merupakan
langkah konstitusional untuk meletakkan secara tepat fungsi-fungsi
lembaga negara sesuai bidang tugasnya masing-masing, yakni DPR
sebagai lembaga pembentuk undang-undang (kekuasaan legislatif) dan
Presiden sebagai lembaga pelaksana undang-undang (kekuasaan
eksekutif).
Perubahan UUD 1945 yang tercakup dalam materi tentang Dewan
perwakilan Rakyat dimaksudkan untuk memberdayakan DPR dalam

1
menjalankan fungsinya sebagai lembaga perwakilan yang dipilih oleh
rakyat untuk memperjuangkan aspirasi dan kepentingannya.
DPR terdiri atas anggota partai politik peserta pemilihan umum
yang dipilih melalui pemilihan umum, yang berkedudukan sebagai
lembaga negara. DPR mempunyai fungsi:
a. Legislasi, dilaksanakan sebagai perwujudan DPR selaku
pemegang kekuasaan membentuk undang-undang.
b. Anggaran, dilaksanakan untuk membahas dan memberikan persetujuan
atau tidak memberikan persetujuan terhadap rancangan undang-undang
tentang APBN yang diajukan oleh Presiden.
c. Pengawasan, dilaksanakan melalui pengawasan atas
pelaksanaan undang-undang dan APBN.
d. Anggota DPR berjumlah 560 (lima ratus enam puluh) orang,
berdomisili di ibu kota Negara Republik Indonesia, hal tersebut
dilakukan untuk menjamin kelancaran pelaksanaan tugas dengan
penuh waktu. Masa jabatan anggota DPR adalah 5 (lima) tahun
dan berakhir pada saat anggota DPR yang baru mengucapkan
sumpah/ janji. Keanggotaannya diresmikan dengan keputusan
Presiden.

3. Dewan Perwakilan Daerah (DPD)


Lembaga baru yang muncul melalui perubahan ketiga UUD 1945
antara lain Dewan Perwakilan Daerah ( DPD ). Hadirnya DPD dalam
struktur ketatanegaraan Indonesia diatur dalam Pasal 22 C dan 22 D UUD
1945.
Dewan Perwakilan Daerah ( DPD ) terdiri atas wakil
daerah provinsi yang dipilih melalui pemilihan umum, yang
berkedudukan sebagai lembaga negara. DPD mempunyai fungsi:
a. Pengajuan usul kepada DPR mengenai rancangan undang-undang yang
berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah,
pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan

1
sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang
berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah;
b. Ikut dalam pembahasan rancangan undang-undang yang berkaitan
dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan,
pemekaran, dan penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya
alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan
pusat dan daerah;
c. Pemberian pertimbangan kepada DPR atas rancangan undang-undang
tentang anggaran pendapatan dan belanja negara dan rancangan
undangundang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama;
d. Pengawasan atas pelaksanaan undang-undang mengenai otonomi
daerah, pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah,
hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan
sumber daya ekonomi lainnya,pelaksanaan APBN, pajak,
pendidikan, dan agama.

Anggota Dewan Perwakilan Daerah dari setiap provinsi ditetapkan


sebanyak 4 (empat) orang,yang keanggotaannya diresmikan oleh
keputusan Presiden. Dan secara keseluruhan jumlah anggota DPD tidak
lebih dari 1/3 (satu pertiga) dari jumlah anggo-ta Dewan Perwakilan
Rakyat.
Dalam menjalankan tugasnya, anggota DPD berdomisili di dae rah
pemilihannya dan mempunyai kantor di ibu kota provinsi daerah
pemilihannya, dengan masa jabatannya 5 (lima) tahun dan berakhir pada
saat anggota DPD baru mengucapkan sumpah/janji.

4. Presiden dan Wakil Presiden


Pada pasal 6 UUD 1945 sebelum amandemen tertulis “Presiden
dan Wakil Presiden dipilih oleh MPR dengan suara terbanyak” Pasal
tersebut diubah menjadi “Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu
pasangan secara langsung oleh rakyat” (pasal 6A ayat (1). Perubahan ini

2
diharapkan rakyat dapat berpartisipasi secara langsung menentukan
pilihannya sehingga tidak mengulang kekecewaannya yang pernah terjadi
pada Pemilu 1999. Dan dengan perubahan ini pula diharapkan Presiden
dan Wakil Presiden akan memiliki otoritas dan legitimasi yang sangat
kuat karena dipilih langsung oleh rakyat.
Selanjutnya hasil perubahan UUD 1945 yang berkaitan langsung
dengan kekuasaan Presiden dan Wakil Presiden, adalah pembatasan
kekuasaan Presiden sebagaimana diatur dalam pasal 7 (lama), yang ber-
bunyi “Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima
tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali”. Kemudian pasal 7 tersebut
diubah, yang bunyinya menjadi “ Presiden dan Wakil Presiden memegang
jabatannya selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali
dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan”. Perubahan
pasal ini dipandang sebagai langkah yang tepat untuk mengakhiri
perdebatan tentang periodesasi jabatan Presiden dan Wakil Presiden.
Sebelum ada perubahan pasal 13, Presiden sebagai kepala Negara
mempunyai wewenang untuk menentukan sendiri duta dan konsul serta
menerima duta negara lain, tetapi setelah adanya perubahan ”dalam hal
mengangkat duta dan menerima penempatan duta negara lain, Presiden
memperhatikan pertimbangan DPR”. Perubahan ini penting dengan
alasan:
a. Dalam rangka menjaga objektivitas terhadap kemampuan dan
kecakapan seseorang pada jabatan tersebut, karena ia akan menjadi
duta dari seluruh rakyat Indonesia di negara lain; dan
b. Dalam rangka membangun akurasi informasi untuk kepentingan
hubungan baik antara kedua negara dan bangsa.

Pasal 14 hasil amandemen berbunyi sebagai berikut:


a. Presiden memberi grasi dan rehabilitasi dengan
memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung.

2
b. Presiden memberi amnesti dan abolisi dengan
memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat.

Alasan perlunya Presiden memperhatikan MA dalam hal memberi


grasi dan rehabilitasi, pertama: grasi dan rehabilitasi itu adalah proses
yustisial dan biasanya diberikan kepada orang yang sudah mengalami
proses; dan kedua: grasi dan rehabilitasi lebih banyak bersifat perorangan.
Sedangkan perlunya Presiden memperhatikan DPR dalam hal memberi
amnesti dan abolisi, pertama: amnesti dan abolisi lebih bersifat politik; dan
kedua: amnesti dan abolisi lebih bersifat massal.
Perubahan lain terjadi pada pasal 15, berbunyi sebagai berikut:
“Presiden memberi gelar, tanda jasa, dan lain-lain tanda kehormatan
yang diatur dengan undang-undang”. Perubahan dilakukan agar Presiden
dalam memberikan berbagai tanda kehormatan kepada siapapun (baik
warga negara, orang asing, badan atau lembaga) didasarkan pada undang-
undang yang merupakan hasil pembahasan DPR bersama pemerintah,
sehingga berdasarkan pertimbangan yang lebih objektif.

5. Mahkamah Agung
Perubahan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah
membawa perubahan dalam kehidupan ketatanegaraan, khususnya dalam
pelaksanaan kekuasaan kehakiman. UUD Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 menegaskan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Prinsip
ini semula dimuat dalam penjelasan, yang berbunyi:”Negara Indonesia
berdasar atas hukum (rechtsstaat) tidak berdasar atas kekuasaan belaka
(machtsstaat)”. Disamping itu,ada prinsip lain yang erat dengan prinsip
negara hukum yang juga di muat dalam penjelasan:”Pemerintahan
berdasarkan atas sistem konstitusi (hukum dasar), tidak bersifat
absolutisme (kekuasaan yang tidak terbatas)”. Prinsip ini mengandung
makna bahwa ada pembagian kekuasaan negara dan pembatasan
kekuasaan (tidak absolute dengan kekuasaan tidak terbatas). Dengan

2
ketentuan baru ini, maka dasar sebagai negara berdasarkan atas hukum
mempunyai sifat normatif, bukan sekadar asas belaka.
Sejalan dengan ketentuan tersebut maka salah satu prinsip penting
negara hukum adalah jaminan penyelenggaraan kekuasaan kehakiman
yang merdeka, bebas dari pengaruh kekuasaan lainnya untuk
menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.
Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung
dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan
umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer,
lingkungan peradilan tata usaha Negara, dan oleh sebuah Mahkamah
Konstitusi. Kekuasaan kehakiman yang mandiri diangkat dari penjelasan
menjadi materi Batang Tubuh UUD 1945. Hal ini lebih menguatkan
konsep negara hukum Indonesia.
Sejalan dengan hal tersebut, untuk memperkuat prinsip kekuasaan
kehakiman yang merdeka, sesuai dengan tuntutan reformasi di bidang
hukum telah dilakukan perubahan terhadap UU No.14 Tahun 1970 tentang
Kekuasaan Kehakiman dengan UU No. 35 Tahun 1999 tentang perubahan
atas UU No. 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan ketentuan Pokok
Kekuasaan Kehakiman, dan telah dicabut dengan UU No. 4 Tahun 2004
tentang Kekuasaan Kehakiman. Melalui perubahan tersebut telah diletakan
kebijakan bahwa segala urusan mengenai peradilan baik yang menyangkut
teknis yudisial maupun urusan organisasi, administrasi, dan finansial
berada di bawah satu atap di bawah kekuasaan Mahkamah Agung. Hal ini
dianggap penting dalam rangka perwujudan kekuasaan kehakiman yang
menjamin tegaknya negara hukum yang di dukung oleh sistem kekuasaan
kehakiman yang independen dan impartial.
Selanjutnya mengenai pengangkatan, pemberhentian, tugas pokok
dan fungsi serta yang lainnya yang berkaitan dengan Hakim Agung atau
Mahkamah Agung diatur oleh UU Republik Indonesia No. 5 Tahun 2004
tentang Perubahan atas UU No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah
Agung.

2
6. Mahkamah Konstitusi
Perubahan UUD 1945 melahirkan lembaga baru di bidang
kekuasaan kehakiman yaitu Mahkamah Konstitusi, sebagaimana yang
diatur dalam Pasal 24 ayat (2), yang berbunyi sebagai berikut: “Kekuasaan
kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan
yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan
peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi”.
Berkenaan dengan tugas dan wewenang Mahkamah Konstitusi,
Pasal 24 C menegaskan bahwa “Mahkamah Konstitusi berwenang
mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat
final untuk menguji undang-undang terhadap UUD, memutus sengketa
kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD,
memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang
hasil pemilihan umum”.
Di samping itu, Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan
atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/ atau
Wakil Presiden menurut UUD. Perlu dicatat bahwa putusan ini sifatnya
tidak final karena tunduk pada (subject to) putusan MPR, lembaga politik
yang berwenang memberhentikan Presiden (Pasal 7A).
Pada mulanya memang tidak dikenal adanya Mahkamah
Konstitusi. Bahkan, keberadaan gagasan Mahkamah Konstitusi itu sendiri
di dunia memang dapat dikatakan relatif masih baru. Oleh karena itu,
ketika UUD 1945 dirumuskan, gagasan Mahkamah Konstitusi ini belum
muncul. Perdebatan yang muncul ketika merumuskan UUD 1954 adalah
perlu tidaknya UUD 1945 mengakomodir gagasan hak uji materiil ke
dalam kekuasaan kehakiman. Namun, di kalangan negara-negara yang
mengalami perubahan dari otoritarian menjadi demokrasi pada
perempatan terakhir abad ke-20, ide pembentukan Mahkamah Konstitusi
ini menjadi sangat popular. Oleh karena itu setelah Indonesia memasuki
era reformasi

2
dan demokratisasi dewasa ini, ide pembentukan Mahkamah Konstitusi itu
menjadi sangat luas diterima.
Dalam prakteknya tidak ada keseragaman di negara-negara di
dunia ini mengenai kewenangan Mahkamah Konstitusi, melainkan
disesuaikan dengan sejarah dan kebutuhan masing-masing negara. Ada
konstitusi negara yang menyatukan fungsi Mahkamah Konstitusi ke dalam
Mahkamah Agung, ada pula konstitusi negara yang memisahkannya
sehingga dibentuk dua badan kekuasaan kehakiman yaitu MA dan MK.

7. Komisi Yudisial (KY)


Sebenarnya ide tentang perlunya suatu komisi khusus untuk
menjalankan fungsi-fungsi tertentu yang berhubungan dengan kekuasaan
kehakiman bukanlah hal yang baru. Dalam pembahasan RUU tentang
ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman sekitar tahun 1968,
sempat diusulkan pembentukan lembaga yang diberi nama Majelis
Pertimbangan Penelitian Hakim (MPPH). Majelis ini berfungsi
memberikan pertimbangan dan mengambil keputusan terakhir mengenai
saran-saran atau usul-usul yang berkenaan dengan pengangkatan,
promosi, kepindahan, pemberhentian, dan tindakan atau hukuman jabatan
para hakim, yang diajukan, baik oleh MA maupun Menteri Kehakiman.
Ide tersebut muncul kembali dan menjadi wacana kuat sejak
adanya desakan penyatuan atap bagi hakim tahun 1998-an. Sebagaimana
diketahui, pada tahun 1998 MPR mengeluarkan Ketetapan MPR RI No.
X/MPR/1998 tentanul ke Pokok-pokok Reformasi Pembangunan Dalam
Rangka Penyelamatan dan Normalisasi Kehidupan Nasional sebagai
Haluan Negara. TAP MPR tersebut menyatakan perlunya segera
diwujudkannya pemisahan yang tegas antara fungsi-fungsi yudikatif dan
eksekutif.
Namun, ternyata masalahnya tidak sesederhana itu. Setelah adanya
komitmen politik untuk memberlakukan penyatuan atap pemindahan
kewenangan administrasi, personel, keuangan dan organisasi pengadilan

2
dari departemen ke MA – muncul kekhawatiran baru dikalangan pemerhati
hukum dan organisasi non pemerintah yaitu kekhawatiran akan lahirnya
monopoli kekuasaan kehakiman oleh MA.
Selain itu, ada kekhawatiran pula bahwa MA tidak akan mampu
menjalankan tugas barunya itu dan hanya mengulangi kelemahan yang
selama ini dilakukan oleh departemen. Untuk menghindari permasalahan-
permasalahan diatas, kalangan pemerhati hukum dan organisasi non
pemerintah menganggap perlu dibentuk Komisi Yudisial. Komisi ini
nantinya diharapkan dapat memainkan fungsi-fungsi tertentu dalam system
yang baru, khususnya rekrutmen hakim agung dan pengawasan terhadap
hakim.
Untuk itu, perubahan UUD 1945 merumuskan kewenangan Komisi
Yudisial sebagaimana tercantum dalam pasal 24 B dengan rumusan
sebagai berikut:
a. Komisi Yudisial bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan
pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam
rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran
martabat, serta prilaku hukum.
b. Anggota Komisi Yudisial harus memiliki pengetahuan dan
pengalaman di bidang hukum serta memiliki integritas dan kepribadian
yang tidak tercela
c. Anggota Komisi Yudisial diangkat dan diberhentikan oleh
Presiden dengan persetujuan DPR.
d. Susunan, kedudukan, dan keanggotaan Komisi Yudisial diatur dengan
undang-undang.

Berdasarkan ketentuan Pasal 24B ayat (4) UUD 1945 di atas,


dikeluarkanlah UU No. 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisal. Menurut
ketentuan Pasal I angka I ditegaskan bahwa Komisi Yudisial adalah
lembaga negara sebagaimana dimaksud dalam UUD Negara Republik
Indonesia Tahun 1945. Lebih lanjut, dalam Pasal 2 ditegaskan, bahwa

2
Komisi Yudisial merupakan lembaga negara yang bersifat mandiri dan
dalam pelaksanaan wewenangnya bebas dari campur tangan atau pengaruh
kekuasaan lainnya.
Dari penegasan diatas dapat diketahui bahwa kedudukan Komisi
Yudisial dalam struktur ketatanegaraan Indonesia adalah termasuk
kedalam lembaga setingkat dengan Presiden dan bukan lembaga
pemerintahan yang bersifat khusus atau lembaga khusus yang bersifat
indipenden yang dalam istilah lain disebut lembaga negara mandiri (state
auxiliary institution). Melalui lembaga ini diharapkan dapat diwujudkan
lembaga peradilan yang sesuai dengan harapan rakyat sekaligus dapat
diwujudkan penegakan hukum dan pencapaian keadilan melalui putusan
hakim yang terjaga kehormatan dan keluhuran martabat serta perilakunya.

8. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)


Cikal bakal ide pembentukan Badan Pemeriksa Keuangan berasal
dari Raad van Rekenkamer pada zaman Hindia Belanda. Beberapa negara
lain juga mengadakan lembaga yang semacam ini untuk menjalakan
fungsi-fungsi pemeriksaan atau sebagai external auditor terhadap kinerja
keuangan pemerintah. Misalnya, di RRC juga terdapat lembaga
konstitusional yang disebut Yuan Pengawas Keuangan sebagai salah satu
pilar kelembagaan yang penting. Fungsi pemeriksaan keuangan yang
dikaitkan dengan lembaga ini sebenarnya terkait erat dengan fungsi
pengawasan oleh parlemen. Oleh karena itu, kedudukan kelembagaan
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) ini sesungguhnya berada dalam ranah
kekuasaan legislatif, atau sekurangkurangnya berhimpitan dengan fungsi
pengawasan yang dijalankan oleh DPR. Oleh karena itu, laporan hasil
pemeriksaan yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan ini harus
dilaporkan atau disampaikan kepada DPR untuk ditindaklanjuti
sebagaimana mestinya.
Sebelum dilakukan perubahan UUD 1945, kelembagaan BPK
diatur dalam Pasal 23 ayat (5) berada dalam Bab VIII tentang Hal

2
Keuangan, yang berbunyi: “Untuk memeriksa tanggung jawab tentang
keuangan negara diadakan suatu Badan Pemeriksa Keuangan, yang
peraturannya ditetapkan dengan undang-undang. Hasil pemeriksaan itu
diberitahukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat”.
Setelah adanya perubahan UUD 1945 kelembagaan BPK diatur
tersendiri dalam Bab VIIIA tentang Badan Pemeriksa Keuangan. Pasal 23
E menentukan bahwa:
a. Untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang
keuangan negara diadakan suatu Badan Pemeriksa Keuangan yang
bebas dan mandiri;
b. Hasil pemeriksaan keuangan itu diserahkan kepada Dewan Perwakilan
Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah, sesuai dengan kewenangannya;
c. Hasil pemeriksaan tersebut ditindaklanjuti oleh lembaga
perwakilan dan/atau badan sesuai dengan undang-undang”.

Pasal 23F menentuakan bahwa:


a. Anggota Badan Pemeriksa Keuangan dipilih oleh Dewan
Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan
Perwakilan Daerah dan diresmikan oleh Presiden;
b. Pimpinan Badan Pemeriksa Keuangan dipilih dari dan oleh anggota.

Pasal 23G menentukan bahwa:


a. Badan Pemeriksa Keuangan berkedudukan di ibukota negara,
dan memiliki perwakilan di setiap provinsi;
b. Ketentuan lebih lanjut mengenai Badan Pemeriksa Keuangan diatur
dengan undang-undang.

Dipisahkannya Badan Pemeriksa Keuangan dalam bab tersendiri


(Bab VIIIA), yang sebelumnya merupakan bagian dari Bab VIII tentang
Hal Keuangan, dimaksudkan untuk memberi dasar hukum yang lebih kuat

2
serta pengaturan lebih rinci mengenai BPK yang bebas dan mandiri serta
sebagai lembaga dengan fungsi memeriksa pengelolaan dan tanggung
jawab keuangan negara. Dengan adanya ketentuan mengenai hal ini dalam
UUD 1945, diharapkan pemeriksaan terhadap pengelolaan dan tanggung
jawab keuangan negara dilakukan secara lebih optimal.
Dengan demikian, diharapkan meningkatkan transparansi dan
tanggungjawab (akuntabilitas) keuangan negara.

2
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Secara sederhana lembaga negara adalah badan-badan yang
membentuk sistem danmenjalankan pemerintahan negara. Kita tahu, dalam
suatu negara modern terdapat pembuatperaturan-peraturan (undang-undang).
Dalam negara modern juga ada kepala negara yangmenjalankan pemerintahan.
Tentu dalam negara modern ada pula yang mengadili ketikaterjadi berbagai
macam bentuk pelanggaran negara. Nah, yang membuat peraturan-
peraturanyang menjalankan pemerintahan, dan yang mengadili pelanggaran-
pelanggaran tersebutbiasanya dijalankan lembaga-lembaga Negara.Apa saja
jenis-jenis lembaga negara itu? Dalam negara yang bersistem demokrasi
palingtidak ada tiga macam lembaga kekuasaan. Masing-masing adalah
1. Kekuasaan legislatif (pembuat undang-undang)
2. Kekuasaan eksekutif (yang menjalankan undang- undang/pemerintahan)
3. Kekuasaan yudikatif (yang mengadili atas terjadinya pelanggaran-
pelanggaran undang-undang)
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan tersebut, makalah ini mempunyai banyak
kekurangan dan jauhnya dari kesempurnaan, oleh karena itu segala kritik dan
saran yang bersifat membangunsangatlah penulis harapkan terutama dari Ibu
Dosen pembimbing mata kuliah ini dan rekanpembaca sekalian demi
kesempurnaan makalah ini di masa mendatang, semoga makalah
inibermanfaat untuk kita semua dan menambah wawasan kita.

3
DAFTAR PUSTAKA

Bagir Manan. 2003. DPR, DPD dan MPR dalam UUD 1945 Baru. FH. UII Press,
Yogyakarta.

Bagir Manan. 2003. Lembaga Kepresidenan. FH.UII Press, Yogyakarta.

Budiardjo, Miriam. 2016. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Edisi revisi: Cetakan


ketigabelas. Jakarta:PT Gramedia Pustaka Utama.

Fatwa. 2009. Tugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara
Dalam SistemKetatnegaraan . Vol 1 No. 1, Agustus 2009.

Jimly Asshiddiqie. 2004. Format Kelembagaan Negara dan Pergeseran


Kekuasaan dalam UUD 1945. FH.UII Press, Yogyakarta.

Jimly Asshiddiqie. 2004. Kata Penagntar dalam buku A.Ahsin Thohari, Komisi
Yudisial dan reformasi Peradilan. ELSAM, Jakarta.

Jurnal Media Informasi Ilmiah 2011 No 55. Surabaya: Universitas


Muhammadiyah Surabaya.

M. Syafi’i Anwar. 1998. Menggapai kedaulatan untuk Rakyat 75 tahun Miriam


Bidiarjo. Mizan pustaka, Bandung.

Ni’matul Huda. 2009. Hukum Tata Negara Indonesia. PT.Raja Grafindo Persada,
Jakarta.

Prof. C.S.T. 2004. Kansil, Hukum tata Negara Republik Indonesia. Jakarta:
Rineka Cipta.

Rifqi Syarief Assegaf. 2002. Pengantar, dalam Wim Voermans. Komisi Yudisial
di Beberapa Negara Uni Eropa. Lembaga Kajian dan advokasi untuk
Independensi Peradilan, Jakarta.

Soewoto Mulyosudarmo. 2004. Perubahan Ketatanegaraan Melalui Perubahan


Konstitusi. Asosiasi Penagajar HTN dan HAN, Jatim.

3
Sofhian, Subhan. 2018. Tinjauan Tentang Peran dan Fungsi Lembaga-lembaga
Negara Di Indonesia. Bandung: Tatar Pasundan Jurnal Diklat Keagamaan
Vol. XII Np. 33.

Anda mungkin juga menyukai