Disusun Oleh:
MANAJEMEN SEMESTER II
STIE ISM
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt karena berkat rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Pancasila Dalam Konteks Ketatanegaraan Republik
Indonesia tepat pada waktunya. Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
Bapak Toto Ku S.Pd.I.,M.Pd mata kuliah Pendidikan Pancasila.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga
dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada
semua pihak yang telah berkontribusi dalam perbuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan
kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan senang hati kami menerima segala saran dan
kritik daari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah tentang pancasila dalam konteks ketetatanegaraan NKRI ini
dapat memberikan manfaat serta memberi informasi terhadap pembaca.
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………………………………………….
DAFTAR ISI………………………………………………………………………………………...
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………………………….
PENDAHULUAN
Negara Indonesia adalah negara demokrasi yang berdasarkan atas hukum, oleh karena itu segala
aspek dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara diatur dalam suatu sistem peraturan
perundang-undangan. Pembagian kekuasaan, lembaga-lembaga tinggi negara, hak dan
kewajibanwarga negara, keadilan sosial dan lainnya diatur dalam suatu Undang-Undang Dasar
Indonesia Namun jika dalam suatu pemerintahan terdapat banyak penyimpangan dan kesalahan yang
merugikan bangsa Indonesia, itu akan membuat sistem ketatanegaraan Indonesia berantakan dan
begitupun dengan bangsanya sendiri.
Untuk itulah dalam makalah ini, kami membahas hubungan pancasila dan Undang-Undang dengan
judul “Pancasila dalam Konteks Ketatanegaraan Republik Indonesia”
1.3 Tujuan
a. Untuk mengetahui faktor-faktor yang melatar belakangi Pancasila digunakan dalam konteks
ketatanegaraan.
b. Untuk mengetahui system ketatanegaraan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila.
c. Untuk mengetahui kondisi objektif implementasi Pancasila dalam konteks ketatanegaraan di
Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
Pancasila sebagai dasar negara yang merupakan suatu asas kerohanian dalam ilmu
kenegaraan. Pancasila merupakan sumber nilai dan norma dalam setiap aspek penyelenggaraan
negara maka dari itu semua peraturan perundang-undangan serta penjabarannya berdasarkan
nilai-nilai pancasila.
Negara Indonesia merupakan negara demokrasi, yang berdasarkan atas hukum, oleh karena
itu segala aspek dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara diatur dalam suatu sistem
peraturan perundang-undangan. Pancasila dalam kontek ketatanegaraan Republik Indonesia
adalah pembagian kekuasaan lembaga lembaga tinggi negara, hak dan kewajiban, keadilan
sosial, dan lainnya diatur dalam undang undang dasar negara. Pembukaan undang- undang dasar
1945 dalam kontek ketatanegaraan, memiliki kedudukan yang sangat penting merupakan asas
fundamental dan berada pada hierarkhi tertib hukum tertinggi di Negara Indonesia.
Dalam beberapa tahun ini Imdonesia mengalami perubahan yang sangat mendasar mengenai
sistem ketatanegaraan. Dalam hal perubahan tersebut secara umum dapat kita katakana bahwa
perubahan mendasar setelah empat kali amandemen UUN 1945 ialah komposisi dari UUD
tersebut, yang semula terdiri atas Pembukaan, Batang Tubuh dan Penjelasannya, berubah
menjadi hanya terdiri atas Pembukaan dan pasal-pasal.
Penjelasan UUD 1945, yang semula ada dan kedudukannya mengandung kontroversi karena
tidak turut disahkan oleh PPKI tanggal 18 Agustus 1945, dihapuskan. Materi yang
dikandungnya, sebagian dimasukkan, diubah dan ada pula yang dirumuskan kembali ke dalam
pasal-pasal amandemen. Perubahan mendasar UUD 1945 setelah empat kali amandemen, juga
berkaitan dengan pelaksanaan kedaulatan rakyat, dan penjelmaannya ke dalam lembaga-lembaga
Negara. Sebelum amandemen, kedaulatan yang berada di tangan rakyat, dilaksanakan
sepenuhnya oleh anggota anggota DPR ditambah dengan utusan dari daerah-daerah dan
golongan-golongan itu, demikian besar dan luas kewenangannya. Antara lain mengangkat dan
memberhentikan Presiden, serta mengubah Undang-Undang Dasar.
2.2 Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila
Prinsip kedaulatan yang berasal dari rakyat tersebut di atas selama ini hanya
diwujudkan dalam Majelis Permusyawaratan Rakyat yang merupakan penjelmaan seluruh
rakyat, pelaku sepenuhnya kedaulatan rakyat, dan yang diakui sebagai lembaga tertinggi
negara dengan kekuasaan yang tidak terbatas. Dari Majelis inilah, kekuasaan rakyat itu
dibagi-bagikan secara vertikal ke dalam lembaga-lembaga tinggi Negara yang berada
dibawahnya. Karena itu, prinsip yang dianut disebut sebagai prinsip pembagian
kekuasaan (distribution of power). Akan tetapi, dalam Undan-Undang dasar hasil
perubahan, prinsip kedaulatan rakyat tersebut ditentukan dibagikan secara horizontal
dengan cara memisahkannya (separation of power) menjadi kekuasaan-kekuasaan yang
dinisbatkan sebagai fungsi lembaga-lembaga negara yang sederajat dan saling
mengendalikan satu sama lain berdasarkan prinsip ‘checks and balaces’.
Kedudukan Majelis Pemusyawaratan Rakyat yang terdiri dari dua lembaga perwakilan
itu adalah sederajad dengan Presiden dan Mahkamah Agung dan Mahkamah
Konstitusi. Ketiga cabang kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif itu sama-sama
sederajat dan saling mengontrol satu sama lain sesuai dengan prinsip ‘Check and
balances’. Dengan adanya prinsip ‘Check and balances’ ini, maka kekuasaan negara
dapat diatur, dibatasi dan bahkan dikontrol dengan sesebaik-baiknya, sehingga
penyalahgunaan kekuasaan oleh aparat penyelenggara Negara ataupun pribadi-pribadi
yang kebetulan sedang menduduki jabatan dalam lembaga-lembaga negara yang
bersangkutan dapat dicegah dan ditanggulangi dengan sebaik-baiknya,
Pasal-pasal yang dapat dianggap mencerminkan perubahan tersebut antara lain adalah
perubahan ketentuan pasal 5, terutama ayat (1) juncto pasal 20 ayat (1) sampai dengan ayat
(5) yang secara jelas menentukan bahwa fungsi legislatif ada pada Dewan Perwakilan
Rakyat, sedangkan Presiden adalah kepala eksekutif. Disamping itu, ada pula ketentuan
mengenai kewenangan MPR yang tidak lagi dijadikan tempat kemana presiden harus
bertanggungjawab atau menyampaikan pertanggung-jawaban jabatannya. Selain itu,
ketentuan mengenai Mahkamah Konstitusi yang diberi kewenangan untuk melakukan
pengujian atas Undang-Undang terhadap Undang-Undang
Dasar seperti ditentukan dalam pasal 24 ayat (1) juga mencerminkan dianutnya asas
pemisahan kekuasaan dan prinsip ‘check and balances’ antara cabang kekuasaan
legislatif dan yudikatif. Ketiga ketentuan itu memastikan tafsir berkenaan dengan
terjadinya pergeseran MPR dari kedudukannya sebagai lembaga tertinggi menjadi
lembaga yang sederajat dengan Presiden berdasarkan pemisahan kekuasaan dan prinsip
‘check and balances’.
Berdasarkan perubahan ketiga UUD 1945 yang disahkan pada tahun 2001,
hal ini diatur dalam bab baru tersendiri, yaitu Bab VIIA Badan Pemeriksa Keuangan
yang terdiri atas pasal 23E, pasal 23F, dan pasal 23G. Isinyapun lebih lengkap yaitu
masing-masing berisi tiga ayat, dua ayat, dan dua ayat sehingga seluruhnya
berjumlah tujuh ayat atau 7 butir ketentuan. Pasal 23E menentukan bahwa “(1)
Untuk memeriksa pengelolaan dan tanggungjawab tentang keuangan negara
diadakan satu badan pemeriksa keuangan yang bebas dan mandiri; (2) Hasil
pemeriksaan keuangan Negara diserahkan kepada DPR, DPD, dan DPRD sesuai
kewenangannya; (3) Hasil pemeriksaan tersebut ditindak lanjuti oleh lembaga
perwakilan dan/atau badan sesuai dengan Undang-Undang”. Pasal 23F menetukan
bahwa “(1) anggota badan pemeriksa keuangan dipilih oleh DPR dengan
memperhatikan pertimbangan DPD, dan diresmikan oleh Presiden. (2) Pimpinan
badan pemeriksa keuangan dipilih dari dan oleh anggota”. Pasal 23G menentukan:
“(1) badan pemeriksa keuangan berkedudukan di ibukota negara dan memiliki
perwakilan di setiap propinsi (2) ketentuan lebih lanjut mengenai badan pemeriksa
keuangan diatur dengan Undang-Undang”.
Kedudukan Presiden
Salah satu hasil amandemen UUD 1945 yang dituangkan ke dalam BAB III Pasal 4
Ayat (1) ditetapkan bahwa : “ Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan
Pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar “
Wewenang Presiden
Sifat khas “kekuasaan” seperti ini diformulasikan dalam bentuk adagium oleh
seorang negarawan besar dari Inggris – Lord Acton yang menyatakan “ The Power
tends to corrupt, but the absolute power trends to corrupt absolutely”.
PENUTUP
3.1 Pancasila dalam konteks ketatanegaraan Republik Indonesia adalah pembagian kekuasaan
lembaga lembaga tinggi negara, hak dan kewajiban, keadilan sosial, dan lainnya diatur
dalam undang undang dasar negara. Pembukaan undang- undang dasar 1945 dalam kontek
ketatanegaraan, memiliki kedudukan yang sangat penting merupakan asas fundamental dan
berada pada hierarkhi tertib hukum tertinggi di Negara Indonesia.
3.2 Sistem ketatanegaraan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila diawali dengan teori
pembagian kekuasaan dan Prinsip “ Checks and Balances”. Yang akhirnya terbentuk
lembaga Negara menurut UUD 1945 yaitu MPR, DPR, BPK, Presiden dan Wakil Presiden,
serta Mahkamah Agung. Dalam uud 1935 yang telah diamandemen terdapat satu lembaga
baru, yang dinamakan Mahkamah Konstitusi. Lembaga ini statusnya berada di bawah
wewenang Mahkamah Agung seperti yang dinyatakan dalam pasal 24 ayat (2) . Selain
kedua badan kekuasaan kehakiman tersebut ada lagi satu lembaga baru yang
kewenangannya ditentukan dalam UUD, yaitu komisi Yudisial yang dinyatakan dalam
pasal 24B.
3.3 Implementasi Pancasila dalam konteks ketatanegaraan di Indonesia anatara lain berlakunya
UUD ….
DAFTAR PUSTAKA