Anda di halaman 1dari 15

Sosiologi dan Politik

MODUL 2

INTERAKSI SOSIAL

Pokok Bahasan :

Interaksi Sosial

Capaian Pembelajaran :

Setelah menempuh matakuliah ini mahasiswa semester ganjil akan mampu menjelaskan
dengan baik mengenai :

a. Interaksi sosial dan kehidupan sosial,

b. Faktor dan syarat interaksi sosial

c. Bentuk interaksi sosial

Kemampuan Akhir :

Setelah menyelesaikan bahan kajian ini mahasiswa akan mampu menjelaskan interaksi sosial
dan kehidupan sosial, faktor dan syarat interaksi sosial, bentuk interaksi sosial.

Dosen : Yussi Retna Wulan Sari, S.sos., M.Pd.


Sosiologi dan Politik

1. INTERAKSI SOSIAL DAN KEHIDUPAN SOSIAL


Menurut Soekanto (2009:53), para sosiolog memandang betapa pentingya
pengetahuan tentang proses sosial, mengingat bahwa pengetahuan perihal struktur
masyarakat saja belum cukup untuk memperoleh gambaran yang nyata mengenai kehidupan
bersama manusia. Bahkan, Tamotsu Shibutani, dalam bukunya Social Processes: An
Introduction to Sociology, menyatakan bawa sosiologi mempelajari transaksi-transaksi sosial
yang mencakup usaha-usaha bekerja sama antara para pihak karena semua kegiatan manusia
didasarkan pada gotong-royong.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa proses sosial adalah cara-cara berhubungan
yang dilihat apabila orang-perorangan dan kelompok-kelompok sosial saling bertemu dan
menentukan sistem serta bentuk-bentuk hubungan tersebut atau apa yang akan terjadi apabila
ada perubahan-perubahan yang menyebabkan goyahnya pola-pola kehidupan yang telah ada.
Dengan perkataan lain, proses sosial diartikan sebagai pengaruh timbal-balik antara pelbagai
segi kehidupan bersama, misalnya pengaruh-mempengaruhi antara sosial dengan politik,
politik dengan ekonomi, ekonomi dan hukum, dan seterusnya.
Pengertian tentang interaksi sosial sangat berguna di dalam memperhatikan dan
mempelajari berbagai masalah masyarakat. Umpamanya di Indonesia dapat dibahas
mengenai bentuk-bentuk interaksi sosial yang berlangsung antara pelbagai suku bangsa atau
antara golongan terpelajar dengan golongan agama. Dengan mengetahui dan memahami
perihal kondisi-kondisi apa yang dapat menimbulkan serta memengaruhi bentuk-bentuk
interaksi sosial tertentu, pengetahuan kita dapat pula disumbangkan pada usaha bersama yang
dinamakan pembinaan bangsa dan masyarakat.
Interaksi sosial menurut Soekanto (2009:54) merupakan kunci dari semua kehidupan
sosial karena tanpa interaksi sosial, tak akan mungkin ada kehidupan bersama. Bertemunya
orang-perorangan secara badaniah belaka tidak akan menghasilkan pergaulan hidup dalam
suatu kelompok sosial. Pergaulan hidup semacam itu baru akan terjadi apabila orang-orang
perorangan atau kelompok-kelompok manusia bekerja sama, saling berbicara, dan seterusnya
untuk mencapai suatu tujuan bersama, mengadakan persaingan, pertikaian, dan lain
sebagainya. Maka, dapat dikatakan bahwa interaksi sosial merupakan dasar proses sosial,
yang menunjuk pada hubungan-hubungan sosial yang dinamis.

2. FAKTOR DAN SYARAT INTERAKSI SOSIAL


Berlangsungnya suatu proses interaksi didasarkan pada pelbagai faktor, antara lain,
faktor imitasi, sugesti, identifikasi dan simpati (Soekanto, 2009:57). Faktor-faktor tersebut

Dosen : Yussi Retna Wulan Sari, S.sos., M.Pd.


Sosiologi dan Politik

dapat bergerak sendiri-sendiri secara terpisah maupun dalam keadaan tergabung. Apabila
masing-masing ditinjau secara lebih mendalam, faktor imitasi misalnya, mempunyai peranan
yang sangat penting dalam proses interaksi sosial. Salah satu segi positifnya adalah bahwa
imitasi dapat mendorong seseorang untuk mematuhi kaidah-kaidah dan nilai-nilai yang
berlaku. Namun demikian, imitasi mungkin pula mengakibatkan terjadinya hal-hal yang
negatif di mana misalnya, yang ditiru adalah tindakan-tindakan yang menyimpang. Selain itu,
imitasi juga dapat melemahkan atau bahkan mematikan pengembangan daya kreasi
seseorang.
Faktor sugesti berlangsung apabila seseorang memberi suatu pandangan atau sesuatu
sikap yang berasal dari dirinya yang kemudian diterima oleh pihak lain. Jadi, proses ini
sebenarnya hampir sama dengan imitasi, tetapi titik-tolaknya berbeda. Berlangsungnya
sugesti dapat terjadi karena pihak yang menerima dilanda oleh emosi, yang menghambat
daya berpikirnya secara rasional.Mungkin proses sugesti terjadi apabila orang yang
memberikan pandangan adalah orang yang berwibawa atau mungkin karena sifatnya yang
otoriter. Kiranya mungkin pula bahwa sugesti terjadi oleh sebab yang memberikan
pandangan atau sikap merupakan bagian terbesar dari kelompok yang bersangkutan atau
masyarakat.
Identifikasi sebenarnya merupakan kecenderungan-kecenderungan atau keinginan-
keinginan dalam diri seseorang untuk menjadi sama dengan pihak lain. Identifikasi sifatnya
lebih mendalam daripada imitasi, karena kepribadian seseorang dapat terbentuk atas dasar
proses ini. Proses identifikasi dapat berlangsung dengan sendirinya (secara tidak sadar),
maupun dengan disengaja karena sering kali seseorang memerlukan tipe-tipe ideal tertentu di
dalam proses kehidupannya. Walaupun dapat berlangsung dengan sendirinya, proses
identifikasi berlangsung dalam suatu keadaan di mana seseorang yang beridentifikasi benar-
benar mengenal pihak lain (yang menjadi idealnya) sehingga pandangan, sikap, maupun
kaidah-kaidah yang berlaku pada pihak lain tadi dapat melembaga dan bahkan menjiwainya.
Proses simpati sebenarnya merupakan suatu proses di mana seseorang merasa tertarik
pada pihak lain. Di dalam proses ini perasaan memegang peranan yang sangat penting,
walaupun dorongan utama pada simpati adalah keinginan untuk memahami pihak lain dan
untuk bekerja sama dengannya.
Suatu interaksi sosial tidak akan mungkin terjadi apabila tidak memenuhi dua syarat,
yaitu adanya kontak sosial (social-contact), dan adanya komunikasi. Kata kontak berasal dari
bahasa Latin con atau cum (yang artinya bersama-sama) dan tango (yang artinya menyentuh).
Jadi, artinya secara harfiah adalah bersama-sama menyentuh. Secara fisik, kontak baru terjadi

Dosen : Yussi Retna Wulan Sari, S.sos., M.Pd.


Sosiologi dan Politik

apabila terjadi hubungan badaniah. Sebagai gejala sosial itu tidak perlu berarti suatu
hubungan badaniah, karena orang dapat mengadakan hubungan dengan pihak lain tanpa
menyentuhnya, seperti misalnya, dengan cara berbicara dengan pihak lain tersebut. Apabila
dengan perkembangan teknologi, orang-orang dapat berhubungan satu dengan lainnya
melalui telepon, telegraf, radio, surat, dan seterusnya, yang tidak memerlukan suatu
hubungan badaniah. Apalagi perkembangan pada abad ke 21 saat ini yang antara lain ditandai
oleh pesatnya teknologi telekomunikasi dan informasi yang sangat masif.
Bahkan dapat dikatakan bahwa hubungan badaniah tidak perlu menjadi syarat utama
terjadinya kontak. Maka, kontak merupakan tahap pertama dari terjadinya “kontak” antara
pasukan kita dengan pasukan musuh. Berita tadi berarti bahwa masing-masing telah
mengetahui dan sadar akan kedudukan masing-masing, dan siap untuk bertempur (yang
biasanya disebut “kontak bersenjata”). Suatu patroli polisi yang sedang mengejar penjahat
mengatakan “kontak” dengan markas besar. Hal itu berarti bahwa masing-masing bersiap
untuk mengadakan interaksi sosial, di mana satu pihak memberikan instruksi-instruksi
tersebut.
Pentingya kontak dan komunikasi bagi terwujudnya interaksi sosial dapat diuji
terhadap suatu kehidupan yang terasing (isolation). Kehidupan terasing yang sempurna
ditandai dengan ketidakmampuan unutk mengadakan interaksi sosial dengan pihak-pihak
lain. Sudah tentu seseorang yang hidup terasing sama sekali dapat melakukan tindakan-
tindakan, misalnya terhadap alam sekitarnya, tetapi hal itu tak akan mendapatkan tanggapan
apa-apa.

Kehidupan yang terasing menurut Soekanto (2006 : 62) dapat terjadi oleh beberapa
sebab. Pertama, dapat disebabkan karena secara badaniah seseorang sama sekali diasingkan
dari hubungan dengan orang-orang lainnya. Padahal, seperti diketahui perkembangan jiwa
seseorang banyak ditentukan oleh pergaulannya dengan orang-orang lain. Banyak contoh, di
mana anak-anak yang sejak kecil diasingkan dari pergaulan dengan orang-orang lain
mempunyai kelakuan yang mirip dengan hewan. Mereka tak dapat berbicara dan tak dapat
berperilaku sebagai manusia biasa. Secara fisik saja mereka tampaknya sebagai manusia,
tetapi perkembangan jiwanya jauh terbelakang.
Kedua, terasingnya seseorang dapat pula disebabkan oleh karena cacat pada salah-
satu inderanya. Seseorang yang sejak kecil buta dan tuli, misalnya, mengasingkan dirinya
dari pengaruh-pengaruh kehidupan yang tersalur melalui kedua indra tesebut. Dari beberapa

Dosen : Yussi Retna Wulan Sari, S.sos., M.Pd.


Sosiologi dan Politik

hasil penyelidikan ternyata bahwa kepribadian orang-orang demikian mengalami banyak


penderitaan sebagai akibat kehidupan terasing karena cacat indra itu.
Ketiga, terasingnya seseorang mungkin juga disebabkan karena pengaruh perbedaan
ras atau kebudayaan yang kemudian menimbulkan prasangka-prasangka. Misalnya, seorang
Amerika yang untuk pertama kalinya pergi ke Jakarta, dan dengan segera dapat dikenal
sebagai orang asing. Sering kali terjadi bahwa hal itu disebabkan karena prasangka-prasangka
terhadap suatu ras tertentu, misalnya, sebagaimana halnya orang-orang Negro di beberapa
negara bagian Amerika Serikat.

3. BENTUK INTERAKSI SOSIAL


Proses-proses interaksi sosial yang pokok menurut Soekanto (2009:65) adalah
sebagai berikut.
1) Proses-proses yang asosiatif, yang terdiri dari :
a. Kerja Sama (Cooperation)
Dalam teori-teori sosiologi akan dapat dijumpai beberapa bentuk kerja sama yang biasa
diberi nama kerja sama (cooperation). Kerja sama tersebut lebih lanjut diberdakan lagi
dengan: kerja sama spontan (spontaneous cooperation), kerja sama langsung (directed
cooperation), kerja sama kontrak (contractual cooperation) dan kerja sama tradisional
(traditional cooperation). Kerja sama spontan adalah kerja sama yang serta-merta. Kerja
sama langsung merupakan hasil dari perintah atasan atau penguasa, sedangkan kerja sama
kontrak merupakan kerja sama atas dasar tertentu, dan kerja sama tradisional merupakan
bentuk kerja sama sebagai bagian atau unsur dari sistem sosial.
Ada lima bentuk kerja sama menurut James D. Thompson dan William J. McEwen,
sebagaimana dikutip oleh Soekanto, yaitu:
1. Kerukunan yang mencakup gotong-royong dan tolong-menolong.
2. Bargaining, yaitu pelaksanaan perjanjian mengenai pertukaran barang-barang dan
jasa-jasa antara dua organisasi atau lebih.
3. Kooptasi (cooptation), yakni suatu proses penerimaan unsur-unsur baru dalam
kepemimpinan atau pelaksanaan politik dalam suatu organisasi sebagai salah satu cara
untuk menghindari terjadinya kegoncangan dalam stabilitas organisasi yang
bersangkutan.

Dosen : Yussi Retna Wulan Sari, S.sos., M.Pd.


Sosiologi dan Politik

4. Koalisi (coalition), yakni kombinasi antara dua organisasi atau lebih yang mempunyai
tujuan-tujuan yang sama. Koalisi dapat menghasilkan keadaan yang tidak stabil untuk
sementara waktu karena dua organisasi atau lebih tersebut kemungkinan mempunyai
struktur yang tidak sama antara satu dengan lainnya. Akan tetapi, karena maksud
utama adalah untuk mencapai satu atau beberapa tujuan bersama, maka sifatnya
adalah kooperatif
5. Join venture, yaitu kerja sama dalam pengusahaan proyek-proyek tertentu, misalnya
pengeboran minyak, pertambangan batu bara, perfilman, dan perhotelan.

b. Akomodasi (Accomodation)
Istilah akomodasi dipergunakan dalam dua arti, yaitu untuk menunjuk pada suatu keadaan
dan untuk menunjuk pada suatu proses. Akomodasi yang menunjuk pada suatu keadaan
berarti adanya suatu keseimbangan (equilibrium) dalam interaksi antara orang-perorangan
atau kelompok-kelompok manusia dalam kaitannya dengan norma-norma sosial dan nilai-
nilai sosial yang berlaku di dalam masyarakat. Sebagai suatu proses akomodasi menunjuk
pada usaha-usaha manusia untuk meredakan sesuatu pertentangan yaitu usaha-usaha
untuk mencapai kestabilan.
Tujuan akomodasi dapat berbeda-beda sesuai dengan situasi yang dihadapinya, yaitu:
1. Untuk mengurangi pertentangan antara orang-perorangan atau kelompok-kelompok
manusia sebagai akibat perbedaan paham. Akomodasi disini bertujuan untuk
menghasilkan sesuatu sintesa antara kedua pendapat tesebut, agar menghasilkan suatu
pola yang baru.
2. Mencegah meledaknya suatu pertentangan untuk sementara waktu atau secara
temporer.
3. Untuk memungkinkan terjadinya kerjasama antara kelompok-kelompok sosial yang
hidupnya terpisah karena faktor-faktor sosial psikologis dan kebudayaan, seperti yang
dijumpai pada masyarakat yang mengenal sistem berkasta.
4. Mengusahakan peleburan antara kelompok-kelompok sosial yang terpisah, misalnya
lewat perkawinan campuran atau asimilasi dalam arti luas.
Akomodasi menurut Kimball Young dan R. W. Mack dalam buku Sociology and Social
Life sebagaimana dikutip oleh Soekanto, sebagai suatu proses mempunyai beberapa
bentuk yaitu sebagai berikut:
a) Coercion adalah suatu bentuk akomodasi yang prosesnya dilaksanakan oleh karena
adanya paksaan. Coercion merupakan bentuk akomodasi dimana salah satu pihak

Dosen : Yussi Retna Wulan Sari, S.sos., M.Pd.


Sosiologi dan Politik

berada dalam keadaan yang lemah, bila dibandingkan dengan pihak lawan.
Pelaksanaannya dapat dilakukan secara fisik (yaitu secara langsung) maupun secara
psikologis (yaitu secara tidak langsung), misalnya perbudakan adalah suatu coercion
dimana interaksi sosialnya didasarkan pada pengusahaan majikan terhadap budak-
budaknya. Budak dianggap sama sekali tidak mempunyai hak-hak apapun juga. Pada
negara-negara totaliter coercion juga dijalankan ketika suatu kelompok minoritas
memegang kekuasaan. Hal ini sama sekali tidak berarti bahwa dengan coercion tak
akan dapat dicapai hasil-hasil yang baik bagi masyarakat.
b) Compromise adalah suatu bentuk akomodasi dimana pihak-pihak yang terlibat
mengurangi tuntutannya agar tercapai suatu penyelesaian terhadap perselisihan yang
ada. Sikap dasar untuk dapat melaksanakan compromise adalah bahwa suatu pihak
bersedia untuk merasakan dan memahami keadaan suatu pihak lainnya, dan begitu
pula sebaiknya. Misalnya, traktat antara beberapa negara, serta akomodasi antara
beberapa partai politik, karena sadar bahwa masing-masing memiliki kekuatan yang
sama dalam pemilihan umum.
c) Arbitration merupakan suatu cara untuk mencapai compromise apabila pihak-pihak
yang berhadapan tidak sanggup mencapainya sendiri. Pertentangan diselesaikan oleh
pihak ketiga yang dipilih oleh kedua belah pihak atau suatu badan yang berkedudukan
lebih tinggi dari pihak-pihak yang bertentangan. Misalnya seperti terlihat dalam
penyelesaian masalahan perselisihan perburuhan..
d) Mediation hampir menyerupai arbitration. Pada mediation diundanglah pihak ketiga
yang netral dalam perselisihan yang ada. Pihak ketiga tersebut tugas utamanya adalah
untuk mengusahakan suatu penyelesaian secara damai. Kedudukan pihak ketiga
adalah sebagai penasehat belaka, dia tidak memiliki wewenang untuk memberikan
keputusan-keputusan penyelesaian perselisihan tersebut.
e) Conciliation adalah suatu usaha untuk mempertemukan keinginan-keinginan dari
pihak-pihak yang berselisih demi tercapainya suatu persetujuan bersama. Conciliation
bersifat lebih lunak dari pada coertion dan membuka kesempatan berbagai pihak-
pihak yang bersangkutan untuk mengadakan asilimiasi. Suatu contoh dari conciilation
adalah adanya panitia-panitia tetap di Indonesia yang khusus bertugas untuk
menyelesaikan persoalan-persoalan perburuhan dimana duduk wakil-wakil
perusahaan, wakil-wakil buruh, wakil-wakil departemen tenaga kerja dan seterusnya,
khusus bertugas menyelesaikan persoalan-persoalan jam kerja, upah, hari libur, dan
lain sebagainya.

Dosen : Yussi Retna Wulan Sari, S.sos., M.Pd.


Sosiologi dan Politik

f) Tolerantion juga sering dinamakan tolerant-participation. Ini merupakan suatu


bentuk akomodasi tanpa persetujuan yang formal bentuknya. Kadang-kadang
tolerantion timbul secara tidak sadar dan tanpa direncanakan karena adanya watak
orang-perorangan atau kelompok-kelompok untuk sedapat mungkin menghindarkan
diri dari suatu perselisihan. Dari sejarah dikenal bahwa bangsa Indonesia adalah
bangsa yang toleran yang sedapat mungkin menyelesaikan diri dari perselisihan-
perselisihan.
g) Stalemate merupakan suatu akomodasi, di mana pihak-pihak yang bertentangan
karena mempunyai kekuatan yang seimbang berhenti pada suatu titik tertentu dalam
melakukan pertentangan. Hal ini disebabkan karena bagi kedua belah pihak sudah
tidak ada kemungkinan lagi baik untuk maju maupun untuk mundur. Stalemate
tersebut, misalnya pernah terjadi antara Amerika Serikat dengan Rusia dalam
perlombaan senjata bidang nuklir di masa perang dingin.
h) Adjudication, yaitu penyelesaian perkara atau sengketa di pengadilan.

c. Asimilasi (assimilation)
Asimilasi merupakan proses sosial dalam taraf lanjut. Ia ditandai dengan adanya usaha-
usaha mengurangi perbedaan-perbedaan yang terdapat antara orang-perorangan atau
kelompok-kelompok manusia dan juga meliputi usaha-usaha untuk mempertinggi
kesatuan tidak, sikap dan proses-proses mental dengan memerhatikan kepentingan-
kepentingan dan tujuan-tujuan bersama. Apabila orang-orang melakukan asimilasi ke
dalam suatu kelompok manusia atau masyarakat, dia tidak lagi membedakan dirinya
dengan kelompok tersebut yang mengakibatkan bahwa mereka dianggap sebagai orang
asing. Dalam proses asimilasi, mereka mengidentifikasikan dirinya dengan kepentingan-
kepentingan serta tujuan-tujuan kelompok. Apabila dua kelompok manusia mengadakan
asimilasi, batas-batas antara kelompok-kelompok tadi akan hilang dan keduanya lebur
menjadi suatu kelompok. Secara singkat, proses asimilasi ditandai dengan pengembangan
sikap-sikap yang sama, walau kadangkala bersifat emosional dengan tujuan untuk
mencapai kesatuan, atau paling sedikit mencapai integrasi dalam organisasi, pikiran dan
tindakan.
Proses asimilasi menurut Koentjaraningrat, dalam buku Pengantar Antropologi,
sebagaimana dikutip Soekanto (2009:74), timbul apabila ada:
1. Kelompok-kelompok manusia yang berbeda kebudayaannya.

Dosen : Yussi Retna Wulan Sari, S.sos., M.Pd.


Sosiologi dan Politik

2. Orang-perorangan sebagai warga kelompok tadi saling bergaul secara langsung dan
intensif untuk waktu yang lama ;
3. Kebudayaan-kebudayaan dari kelompok-kelompok manusia tersebut masing-masing
berubah dan saling menyesuaikan diri.
Faktor-faktor yang dapat mempermudah terjadinya suatu asimilasi menurut Soekanto,
antara lain adalah:
1. Toleransi;
2. Kesempatan-kesempatan yang seimbang di bidang ekonomi;
3. Sikap menghargai orang asing dan kebudayaannya;
4. Sikap terbuka dari golongan yang berkuasa dalam masyarakat;
5. Persamaan dalam unsur-unsur kebudayaan;
6. Perkawinan campuran (amalgamation);
7. Adanya musuh bersama dari luar.
Faktor-faktor umum yang dapat menjadi penghalang terjadinya asimilasi adalah sebagai
berikut:
1. Terisolasinya kehidupan suatu golongan tertentu dalam masyarakat (biasanya
golongan minoritas).
2. Kurangnya pengetahuan mengenai kebudayaan yang dihadapi dan sehubungan
dengan itu sering kali menimbulkan faktor ketiga.
3. Perasaan takut terdapat kekuatan suatu kebudayaan yang dihadapi.
4. Perasaan bahwa suatu kebudayaan golongan atau kelompok tertentu lebih tinggi
daripada kebudayaan golongan atau kelompok lainnya.
5. Dalam batas-batas tertentu, perbedaan warna kulit atau perbedaan ciri-ciri badaniah
dapat pula menjadi salah satu penghalang terjadinya asimilasi.
6. In-group feeling
In-group feeling yang kuat dapat pula menjadi pengahalang berlangsungnya asimilasi.
7. Gangguan dari golongan yang berkuasa terhadap golongan minoritas lain yang dapat
mengganggu kelancaran proses asimilasi adalah apabila golongan minoritas
mengalami gangguan-gangguan dari golongan yang berkuasa.
8. Kadangkala faktor perbedaan kepentingan yang kemudian ditambah dengan
pertentangan-pertentangan pribadi juga dapat menyebabkan terhalangnya proses
asimilasi.

Dosen : Yussi Retna Wulan Sari, S.sos., M.Pd.


Sosiologi dan Politik

2) Proses-proses disosiatif
Proses-proses disosiatif sering disebut sebagai oppositional processes, yang seperti
halnya dengan kerja sama, dapat ditemukan pada setiap masyarakat, walaupun bentuk dan
arahnya ditentukan oleh kebudayaan dan sistem sosial masyarakat bersangkutan, yang
terdiri dari :
a. Persaingan (Competition)
Persaingan atau competition menurut John Lewis Gillin, dan John Philip Gillin, dalam
buku Cultural Sosiology, sebagaimana dikutip Soekanto (2009:83), dapat diartikan
sebagai suatu proses sosial, di mana individu atau kelompok-kelompok manusia yang
bersaing mencari keuntungan melalui bidang-bidang kehidupan yang pada suatu masa
tertentu menjadi pusat perhatian umum (baik perseorangan maupun kelompok manusia)
dengan cara menarik perhatian publik atau dengan mempertajam prasangka yang telah
ada tanpa mempergunakan ancaman atau kekerasan. Persaingan mempunyai dua tipe
umum, yakni yang bersifat pribadi dan tidak pribadi. Persaingan yang bersifat pribadi,
orang-perorangan, atau individu secara langsung bersaing untuk, misalnya, memperoleh
kedudukan tertentu di dalam suatu organisasi. Tipe ini juga dinamakan rivalry.
Tipe-tipe tersebut di atas menghasilkan beberapa bentuk persaingan, yaitu:
1. Perasingan ekonomi
Persaingan di bidang ekonomi timbul karena terbatasnya persediaan apabila
dibandingkan dengan jumlah konsumen. Dalam teori ekonomi klasik, persaingan
bertujuan untuk mengatur produksi dan distribusi. Persaingan merupakan salah satu
cara untuk memilih produsen-produsen yang baik.
2. Persaingan kebudayaan
Persaingan dalam bidang kebudayaan misalnya terjadi ketika para pedagang Barat
berdagang di pelabuhan-pelabuhan Jepang atau sewaktu pendeta-pendeta agama
Kristen meluaskan agamanya di Jepang. Hal yang sama juga terjadi sewaktu
kebudayaan Barat, yang dibawa oleh orang-orang Belanda pada akhir abad ke-15 jadi
berhadapan dengan kebudayaan Indonesia.
3. Persaingan kedudukan dan peranan
Di dalam diri seseorang maupun di dalam kelompok terdapat keinginan-keinginan
untuk diakui sebagai orang atau kelompok yang mempunyai kedudukan serta peranan
yang terpandang. Keinginan tersebut dapat terarah pada suatu persamaan derajat
dengan kedudukan serta peranan pihak lain, untuk bahkan lebih tinggi dari itu.
4. Persaingan ras

Dosen : Yussi Retna Wulan Sari, S.sos., M.Pd.


Sosiologi dan Politik

Persaingan ras sebenarnya juga merupakan persaingan di bidang kebudayaan.


Perbedaan ras, baik karena perbedaan warna kulit, bentuk tubuh maupun corak
rambut dan sebagainya, hanya merupakan suatu perlambang kesadaran dan sikap atas
perbedaan-perbedaan dalam kebudayaan. Hal ini disebabkan karena ciri-ciri badaniah
lebih mudah terlihat dibanding unsur-unsur kebudayaan lainnya.
Persaingan menurut John Lewis Gillin dan John Philip Gillin (dalam Soekanto, 2009:85)
dalam batas-batas tertentu dapat mempunyai beberapa fungsi, yaitu sebagai berikut.
1. Menyalurkan keinginan-keinginan individu atau kelompok yang bersifdat kompetitif.
Sifat manusia pada umumnya selalu hendak memperoleh yang terbaik, yang dihargai
atau yang “trendy”, sehingga makin banyak sesuatu yang dihargai, semakin
meningkat pula keinginan untuk memperolehnya. Dalam persaingan, sesuatu yang
dihargai mempunyai nilai lebih tinggi, terutama sesuatu yang adanya terbatas.
2. Sebagai jalan dimana keinginan, kepentingan serta nilai-nilai yang ada suatu masa
menjadi pusat perhatian, tersalurkan dengan baik oleh mereka yang bersaing.
Penemuan baru, misalnya, merupakan saluran untuk memenuhi segala keinginan
masyarakat. Di sini persaingan berfungsi untuk menyuguhkan alternatif-alternatif
sehingga keinginan tadi terpuaskan sebanyak mungkin.
3. Sebagai alat untuk mengadakan seleksi atas dasar seks dan sosial.
Persaingan berfungsi untuk mendudukkan individu pada kedudukan serta peranan
yang sesuai dengan kemampuannya
4. Sebagai alat menyaring para warga golongan karya (“fungsional”).
Persaingan dapat juga berfungsi sebagai alat untuk menyaring para warga golongan
karya (“fungsional”) yang akhirnya akan menghasilkan pembagian kerja yang efektif.

b. Kontravensi (Contravention)
Kontravensi pada hakikatnya merupakan suatu bentuk proses sosial yang berada antara
persaingan dan pertentangan atau pertikaian. Kontravensi terutama ditandai oleh gejala-
gejala adanya ketidakpastian mengenai diri seseorang atau suatu rencana dan perasaan
tidak suka yang disembunyikan, kebencian atau keragu-raguan terhadap kepribadian
seseorang. Atau, perasaan tersebut dapat pula berkembang terhadap buah pikiran,
kepercayaan, doktrin, atau rencana yang dikemukakan orang-perorangan atau kelompok
manusia lain.
Bentuk kontravensi menurut Leopold von Wiese dan Howard Becker, dalam buku
Systematic Sociology, yang dikutip Soekanto (2009:88), yaitu:

Dosen : Yussi Retna Wulan Sari, S.sos., M.Pd.


Sosiologi dan Politik

a. Yang umum meliputi perbuatan-perbuatan seperti penolakan, keengganan,


perlawanan, perbuatan menghalang-halangi, proses ganggunan-gangguan, perbuatan
kekerasan, dan mengacaukan rencana pihak lain;
b. Yang sederhana seperti menyangkal pernyataan orang lain di muka umum, memaki-
maki melalui surat-surat selebaran, mencerca, memfitnah, melemparkan beban
pembuktian kepada pihak lain, dan seterusnya;
c. Yang intensif mencakup penghasutan, menyebarkan desas-desus, mengecewakan
pihak-pihak lain, dan seterusnya;
d. Yang rahasia, umpamanya mengumumkan rahasia pihak lain, perbuatan khianat, dan
seterusnya;
e. Yang taktis, misalnya mengejutkan lawan, menganggu atau membingungkan pihak
lain, umpama dalam kampanye partai-partai politik dalam pemilihan umum.
Menurut von Wiese dan Becker, terdapat tiga tipe umum kontravensi yaitu
kontravensi generasi masyarakat, kontravensi yang menyangkut seks, dan kontravensi
parlementer.
Kontravensi generasi-generasi yang terdapat dalam masyarakat lazim terjadi, terutama
dalam zaman ini, di mana perubahan-perubahan terjadi dengan cepat. Suatu contoh
adalah mengenai pola-pola hubungan antara orang tua dengan anak-anaknya yang pada
umumnya bersifat asosiatif. Kontravensi semacam ini umumnya dijumpai di kota-kota
besar di Indonesia di mana terjadi bentrokan antara generasi muda dengan generasi tua
karena latar belakang pendidikan dan pengalaman yang berbeda. Kebanyakan orang tua
mengalami pendidikan tradisoinal dan pendidikan Barat (khususnya Belanda) yang kaku
dan ketat.
Kontravensi seksual terutama menyangkut hubungan suami dengan istri dalam
keluarga. Nilai-nilai masyarakat dewasa ini pada umumnya juga di Indoneisa
berkecenderungan untuk menempatkan suami dan istri pada kedudukan dan peranan yang
sejajar. Akan tetapi, hal itu kadang-kadang masih mendatangkan keragu-raguan terhadap
para wanita, terutama yang menyangkut kemampuan, mengingat latar belakang sejarah
dan kebudayaan kedudukan wanita pada umumnya.
Kontravensi parlementer berkaitan dengan hubungan antara golongan mayoritas
dengan golongan minoritas dalam masyarakat, baik yang menyangkut hubungan mereka
di dalam lembaga-lembaga legislatif, keagamaan, pendidikan, dan seterusnya.
Kecuali tipe-tipe umum tersebut, ada pula beberapa tipe kontrevensi yang sebenarnya
terletak di antara kontravensi dan pertentangan atau pertikaian. Tipe-tipe tersebut

Dosen : Yussi Retna Wulan Sari, S.sos., M.Pd.


Sosiologi dan Politik

dimasukkan dalam kategori kontravensi karena umumnya tidak menggunakan ancaman


atau kekerasan. Tipe-tipe tersebut antara lain sebagai berikut.
1. Kontravensi antarmasyarakat setempat
Kontravensi antarmasyarakat setempat (community) mempunyai dua bentuk, yaitu
kontravensi antara masyarakat-masyarakat setempat yang berlainan (intracommunity
struggle) dan kontravensi antara golongan-golongan dalam satu masyarakat setempat
(intercommunity struggle).
2. Antagonisme keagamaan
3. Kontravensi Intelektual
Kontravensi intelektual, misalnya, sikap meninggikan diri dari mereka yang
mempunyai latar belakang pendidikan yang tinggi terhadap mereka yang kurang
beruntung dalam bidang pendidikan. Atau sebaliknya, sikap sinis dari mereka yang
tidak mengalami taraf pendidikan tertentu, terhadap mereka yang mengalaminya.
Keadaan terakhir ini juga terdapat di Indonesia, seperti menganggap rendah mutu para
lulusan perguruan tinggi yang dirampakkan terhadap semua sarjana tanpa
mempertimbangkan latar belakang pendidikan dan faktor-faktor lainnya.
4. Oposisi moral
Hal ini berhubungan erat dengan latar belakang kebudayaan, biasanya yang sudah
mapan, yang menimbulkan prasangka terhadap taraf kebudayaan tertentu lain,
termasuk di dalamnya sistem nilai yaitu menyangkut bidang moral.

c. Pertentangan (Pertikaian atau Conflict)


Pribadi maupun kelompok menyadari adanya perbedaan-perbedaan misalnya dalam ciri-
ciri badaniah, emosi, unsur-unsur kebudayaan, pola-pola perilaku, dan seterusnya dengan
pihak lain. Ciri tersebut dapat mempertajam perbedaan yang ada hingga menjadi suatu
pertentangan atau pertikaian (conflict). Perasaan memegang peranan penting dalam
mempertajam perbedaan-perbedaan tersebut sedemikian rupa sehingga masing-masing
pihak berusaha untuk saling menghancurkan.
Sebab-musabab atau akar-akar dari pertentangan menurut Gillin dan Gillin antara lain
sebagai berikut.
a. Perbedaan antara individu-individu
Perbedaan pendirian dan perasaan mungkin akan melahirkan bentrokan antara mereka
b. Perbedaan kebudayaan

Dosen : Yussi Retna Wulan Sari, S.sos., M.Pd.


Sosiologi dan Politik

Perbedaan kepribadian dari orang perorangan tergantung pula dari pola-pola


kebudayaan yang menjadi latar belakang pembentukan serta perkembangan
kepribadian tersebut
c. Perbedaan kepentingan
Perbedaan kepetingan dari individu maupun kelompok merupakan sumber lain dari
pertentangan. Wujud kepentingan dapat bermacam-macam; ada kepentingan
ekonomi, politik, dan lain sebagainya.
d. Perubahan sosial
Perubahan sosial yang berlangsung dengan cepat untuk sementara waktu akan
mengubah nilai-nilai yang ada dalam masyarakat. Ini menyebabkan terjadinya
golongan-golongan yang berbeda pendiriannya, umpama mengenai reorganisasi
sistem nilai. Sebagaimana diketahui perubahan sosial mengakibatkan terjadinya
disorganisasi pada struktur.

Pertentangan mempunyai beberapa bentuk khusus, yaitu sebagai berikut:


a) Pertentangan pribadi
Tidak jarang terjadi bahwa dua orang sejak mulai berkenalan sudah saling tidak
menyukai. Apabila permulaan yang buruk tadi akan dikembangkan, maka timbul rasa
saling membenci.
b) Pertentangan sosial
Dalam hal ini pun para pihak akan menyadari betapa adanya perbedaan-perbedaan
antara mereka yang seringkali menimbulkan pertentangan. Misalnya, pertentangan
antara orang-orang negro dengan orang-orang kulit putih di Amerika Serikat.
c) Pertentangan antara kelas-kelas sosial
Pada umumnya ia disebabkan oleh perbedaan kepentingan. Misalnya, pertentangan
kepentingan antara majikan dan buruh.
d) Pertentangan politik
Biasanya pertentangan ini menyangkut baik antara golongan-golongan dalam satu
masyarakat, maupun antara negara-negara yang berdaulat. Hal yang terakhir
menyebabkan pertentangan berikutnya.
e) Pertentangan yang bersifat internasional
Ini disebabkan karena perbedaan-perebedaan kepentingan yang kemudian merembes
kedaualatan negara.

Dosen : Yussi Retna Wulan Sari, S.sos., M.Pd.


Sosiologi dan Politik

Akibat-akibat bentuk pertentangan adalah sebagai berikut:


a) Tambahnya solidaritas in-group
Apabila suatu kelompok bertentangan dengan kelompok lain, solidaritas antara
warga-warga kelompok biasanya kian bertambah erat, mereka akan bersedia
berkorban untuk keutuhan kelompoknya.
b) Apabila pertentangan antara golongan-golongan
Jika terjadi dalam satu kelompok tertentu, akibatnya adalah sebaliknya, yaitu goyah
dan retaknya persatuan kelompok tersebut.
c) Perubahan kepribadian para individu
Pertentangan yang berlangsung di dalam kelompok atau antar kelompok, selalu ada
orang yang menaruh simpatai kepada kedua belah pihak.
d) Hancurnya harta benda dan jatuhnya korban manusia
Kiranya cukup jelas betapa salah satu bentuk pertentangan yang terdahsyat, yaitu
peperangan telah menyebabkan penderitaan yang berat, bagi pemenang maupun bagi
pihak yang kalah, baik dalam bidang kebendaan maupun bagi jiwa raga manusia.
e) Akomodasi, dominasi, dan takluknya salah satu pihak
Apabila kekuatan pihak-pihak yang bertentangan yang seimbang maka mungkin
timbul akomodasi. Ketidakseimbangan antara kekuatan-kekuatan pihak-pihak yang
mengalami bentrokan akan menyebabkan dominasi oleh satu pihak terhadap
lawannya. Kedudukan pihak-pihak yang didominasi tadi adalah sebagai pihak yang
takluk terhadap kekuasaan lawannya secara terpaksa.

Dosen : Yussi Retna Wulan Sari, S.sos., M.Pd.

Anda mungkin juga menyukai