Anda di halaman 1dari 24

TUGAS BAHASA INDONESIA

RAGAM BAHASA
INDONESIA

NAMA

I Wayan Juni Artha


I Putu Papita Udayana
Thamara Krishna Adiputran
Nengah Subagia

(140030082)
(140030141)
(140030442)
(140030409)

MATA KULIAH
DOSEN PENGEMPU
PRODI

:
:
:

BAHASA INDONESIA
NI NYOMAN AYU SUCIARTINI.,M.Pd.
SISTEM INFORMASI

SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN


TEKNIK KOMPUTER
STIKOM BALI
2016
1

Daftar Isi

BAB I ..3
PENDAHULUAN .............................................................................................................................. 3
1.1

Pendahuluan ............................................................................................................................ 3

1.2

Rumusan Masalah ................................................................................................................... 3

1.3

Tujuan ..................................................................................................................................... 3

1.4

Manfat ..................................................................................................................................... 4

BAB II ................................................................................................................................................ 5
PEMBAHASAN ................................................................................................................................. 5
2.1

Pengertian Ragam Bahasa ................................................................................................... 5

2.1.1

Macam-macam Ragam Bahasa ....................................................................................... 5

2.1.1.1

Ragam Bahasa Indonesia berdasarkan media ............................................................. 5

2.1.1.1.1

Ragam bahasa Media (Lisan)................................................................................ 6

2.1.1.1.2

Ragam Tulis .......................................................................................................... 7

2.2

Ragam bahasa Indonesia dari cara pandang penutur. ................................................. 9

2.2.1

Ragam Bahasa Dialek ............................................................................................. 9

2.2.2

Ragam Formal (Resmi) ........................................................................................... 9

2.2.3

Ragam Nonformal (Tidak Resmi)......................................................................... 10

2.2.4

Ragam bahasa Indonesia menurut topik pembicaraan. ......................................... 11

2.2.4.1

Ragam Bahasa Hukum .......................................................................... 12

2.2.4.2

Ragam Bahasa Jurnalistik ..................................................................... 13

2.2.4.3

Ragam Bahasa Ilmiah ........................................................................... 19

2.2.4.4

Ragam Bahasa Sastra ............................................................................ 21

BAB III............................................................................................................................................. 23
PENUTUP..................................................................................................................................... 23
3.1

Kesimpulan ....................................................................................................................... 23

Daftar Pustaka ................................................................................................................................... 24

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Pendahuluan
Bahasa Indonesia merupakan bahasa dari bangsa kita yang sudah dipakai oleh bangsa
Indonesia sejak dahulu kala sebelum Belanda menjajah Indonesia, namun tidak semua orang
menggunakan tata cara atau aturan-aturan yang benar, salah satunya pada penggunaan bahasa
Indonesia itu sendiri yang tidak sesuai dengan ejaan dan Kamus Besar Bahasa Indonesia oleh
karena itu, pengetahuan tentang ragam bahasa cukup penting untuk mempelajari bahasa
Indonesia dan bisa diterapkan dengan baik sehingga identitas kita sebagai warga negara
Indonesia tidak akan hilang.
Bahasa Indonesia wajib dipelajari, tidak hanya oleh kalangan pelajar dan mahasiswa
saja, tetapi semua warga Indonesia wajib mempelajarinya. Dalam bahasa Indonesia ada yang
disebut ragam bahasa, dimana ragam bahasa yaitu variasi bahasa Indonesia yang digunakannya
berbeda-beda. Ada ragam bahasa lisan ada juga ragam bahasa tulisan, namun disini yang lebih
ditekankan yaitu ragam bahasa lisan, dikarenakan banyak digunakan oleh kehidupan seharihari.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun perumusan masalah yang akan dibahas adalah sebagai berikut:
1. Pengertian ragam bahasa.
2. Macam-macam ragam bahasa.
3. Ragam Bahasa Indonesia berdasarkan media.
4. Ragam Bahasa Indonesia berdasarkan cara pandang penutur.
5. Ragam Bahasa Indonesia berdasarkan topik pembicaraan
1.3 Tujuan
Pembuatan makalah ini bertujuan untuk mengetahui tentang ragam bahasa
Indonesia dan macam-macam ragam bahasa Indonesia ditinjau dari media atau
sarana yang akan menghasilkan bahasa. Dan memenuhi tugas bahasa Indonesia.

1.4 Manfat
Manfaat dibuat makalah ini adalah:
1. Mahasiswa dapat mengerti apa yang dimaksud ragam bahasa.
2. Mengetahui macam-macam ragam bahasa yang sering digunakan.
3. Penggunaan ragam bahasa.
4. Contoh-contoh ragam bahasa.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Ragam Bahasa
Ragam bahasa adalah variasi bahasa menurut pemakaian, yang berbeda-beda menurut
topik yang dibicarakan, menurut hubungan pembicara, kawan bicara, orang yang dibicarakan,
serta menurut medium pembicara. Ragam bahasa ditinjau dari media atau sarana yang
digunakan untuk menghasilkan bahasa, yang terdiri dari :
a. Ragam bahasa lisan dan,
b. Ragam bahasa tulisan.
Bahasa yang dihasilkan menggunakan alat ucap (organ of speech) dengan fonem
sebagai unsur dasar dinamakan ragam bahasa lisan sedangkan, bahasa yang dihasilkan
dengan memanfaatkan tulisan dengan huruf sebagai dasarnya, dinamakan ragam bahasa
tulisan. Jadi dalam ragam bahasa lisan kita berurusan dengan lafal, dalam ragam bahasa
tulisan kita berurusan dengan tata cara penulisan (ejaan). Selain itu, aspek tata bahasa dan
kosa kata dalam kedua ragam tersebut memiliki hubungan yang erat. Ragam bahasa tulis yang
unsur dasarnya ragam bahasa lisan. Oleh karena itu sering timbul kesan antara ragam bahasa
lisan dan tulisan itu sama. Padahal, kedua jenis ragam bahasa itu berkembang menjadi sistem
bahasa yang memiliki sistem seperangkat kaidah yang berbeda satu dengan yang lainnya.
2.1.1 Macam-macam Ragam Bahasa
Ragam Bahasa Indonesia dibagi menjadi 3 jenis yaitu:
1.

berdasarkan media,

2.

berdasarkan cara pandang penutur,

3.

berdasarkan topik pembicaraan.

2.1.1.1 Ragam Bahasa Indonesia berdasarkan media

Ditinjau dari media atau sarana yang digunakan untuk menghasilkan bahasa, ragam
bahasa terdiri

Ragam bahasa lisan

Ragam bahasa tulis

2.1.1.1.1 Ragam bahasa Media (Lisan)


Ragam bahasa baku lisan, didukung oleh situasi pemakaian sehingga kemungkinan
besar terjadi pelesapan kalimat. Namun, hal itu tidak mengurangi ciri kebakuannya.
Walaupun demikian ketepatan dalam pilihan kata dan bentuk kata serta kelengkapan kalimat
dan unsur-unsur didalam struktur kalimat tidak menjadi ciri kebakuan dalam ragam baku lisan
karena situasi dan kondisi pembicara menjadi pendukung didalam memahami makna gagasan
yang disampaikan secara lisan.
Pembicara lisan dalam situasi formal, berbeda tuntutan kaidah kebakuannya dengan
pembicara lisan dalam situasi tidak formal atau santai. Jika ragam bahasa dituliskan, ragam
bahasa itu tidak bisa disebut ragam bahasa tulis, tetapi tetap disebut sebagai ragam lisan. Oleh
karena itu, bahasa yang dilihat dari ciri-cirinya tidak menunjukan cir-ciri ragam tulis,
walaupun direalisasikan dengan tulisan, ragam bahasa serupa itu tidak dapat dikatakan
sebagai ragam tulis. Kedua ragam itu masing-masing adapun ciri dari keduanya:
Ciri-ciri ragam bahasa lisan adalah :
a. Memerlukan kehadiran orang lain sebagai lawan bicara,
b. Unsur gramatikal tidak terlihat atau dinyatakan secara lengkap,
c. Terikat ruang dan waktu,
d. Dipengaruhi oleh tinggi rendahnya suara (intonasi).
Contohnya; Sudah saya baca buku itu

Kelebihan ragam bahasa lisan :


a. Penggunaannya dapat disesuaikan dengan situasi,
b. Lebih efisien,
c. Faktor kejelasan karena pembicara menambahkan unsur lain berupa tekanan suara dan
gerak anggota badan untuk lebih memperjelas maksud pembicaraannya kepada pendengar.
d. Pembicara dapat segera mengetahui reaksi pendengar terhadap apa yang dibicarakannya.

Kelemahan ragam bahasa lisan :


a. Berisi beberapa kalimat yang tidak lengkap, bahkan terdapat frase-frase sederhana,
b. Pembicara seringkali mengulang beberapa kalimat,
c. Tidak semua orang bisa melakukan bahasa lisan dengan baik, terlebih orang yang telah
terbisa menggunakan bahasa daerah setempat dalam berbahasa lisan,
d. Aturan bahasa yang dilakukan tidak formal.

2.1.1.1.2 Ragam Tulis


Dalam penggunaan ragam bahasa baku tulisan, kalimat yang diungkapkan nya ditunjang
oleh situasi pemakaian sehingga kemungkinan besar terjadi pelesapan unsur kalimat. Oleh
karena itu, penggunaan ragam baku tulis diperlukan kecermatan dan ketepatan dalam
pemilihan kata, penerapan kaidah ejaan, struktur bentuk katadan struktur kalimat, serta
kelengkapaan unsur-unsur bahasa di dalam struktur kalimat.
Ciri-ciri ragam tulis:
1.

Tidak memerlukan orang kedua/teman bicara,

2.

Tidak tergantung kondisi, situasi & ruang serta waktu,

3.

Harus memperhatikan unsur gramatikal,

4.

Berlangsung lambat,

5.

Selalu memakai alat bantu,

6.

Kesalahan tidak dapat langsung dikoreksi,

7.

Tidak dapat dibantu dengan gerak tubuh dan mimik muka, hanya terbantu dengan tanda
baca.
Contohnya: Saya sudah membaca buku itu.
Perbedaan antara ragam lisan dan tulisan (berdasarkan tata bahasa dan kosa kata ) :

Kelebihan ragam bahasa tulis :


1. Informasi yang disajikan, bisa dipilih untuk dikemas sebagai media atau materi yang
menarik dan menyenangkan,
2. Biasanya memiliki kedekatan budaya dengan kehidupan masyarakat,
3. Sebagai sarana memperkaya kosakata,
4. Dapat digunakan untuk menyampaikan maksud dan memberikan informasi yang dapat
menambah pengetahuan pembaca.

Kelemahan ragam bahasa tulis :


1. Tidak ada alat atau sarana untuk memperjelas pengertian bahasa lisan, sehingga tulisan
harus disusun dengan sebaik-baiknya,
2. Tidak mampu menyajikan berita secara lugas, jernih dan jujur, jika harus mengikuti
kaidah-kaidah bahasa yang dianggap cenderung miskin daya pikat dan nilai jual.

2.2

Ragam bahasa Indonesia dari cara pandang penutur.


2.2.1

Ragam Bahasa Dialek


Luasnya pemakaian bahasa dapat menimbulkan perbedaan pemakaian bahasa.

Bahasa indonesia yang digunakan oleh orang yang tinggal di Jakarta berbeda dengan
bahasa indonesia yang digunakan di Jawa Tengah, Bali, Jayapura, dan Tapanuli.
Masing-masing memiliki ciri khas yang berbeda-beda. Misalnya logat bahasa indonesia
orang Jawa Tengah tampak pada pelafalan b pada posisi awal saat melafalkan namanama kota seperti Bogor, Bandung, Banyuwangi, dll. Logat bahasa indonesia orang
Bali tampak pada pelafalan t seperti pada kata ithu, kitha, canthik, dll.

2.2.2

Ragam Formal (Resmi)


Ragam bahasa formal ialah bahasa yang digunakan dalam situasi resmi, seperti

urusan surat-menyurat, semasa mengajar atau bertutur dengan orang yang kita tidak
kenal dekat atau lebih tinggi status dan pangkatnya.
Ciri-ciri :

1)

Menggunakan unsur gramatikal secara eksplisit dan konsisten;

2)

Menggunakan imbuhan secara lengkap;

3)

Menggunakan kata ganti resmi;

4)

Menggunakan kata baku;

5)

Menggunakan EYD; dan

6)

Menghindari unsur kedaerahan.

Pembakuan bahasa indonesia digunakan dalam ragam keilmuan sebagai penyusunan


tata usaha pada ragam tinggi bahasa tulis. Bahasa baku sebagai ragam bahasa orang
yang berpendidikan, yakni bahasa dunia pendidikan tidak hanya dikaji atau diteliti saja
tetapi juga diajarkan di sekolah-sekolah.

2.2.3

Ragam Nonformal (Tidak Resmi)


Berbeda dengan ragam bahasa formal, ragam bahasa nonformal merupakan

kebalikannya. Ragam bahasa nonformal dilaksanakan pada situasi santai dan kepada
orang yang sudah dikenal akrab. Situasi tidak resmi akan memunculkan suasana
penggunaan bahasa tidak resmi juga. Kuantitas pemakaian bahasa tidak resmi banyak
tergantung pada tingkat keakraban pelaku yang terlibat dalam komunikasi. Dalam
situasi tidak resmi, penutur bahasa tidak resmi mengesampingkan pemakaian bahasa
baku atau formal. Kaidah dan aturan dalam bahasa baku tidak lagi menjadi perhatian.
Prinsip yang dipakai dalam bahasa tidak resmi adalah asal orang yang diajakbicara bisa
mengerti. Situasi semacam ini dapat terjadi pada situasi komunikasi remaja di sebuah
Mal, interaksi penjualan dan pembeli, dan lain-lain.
Ragam bahasa dipengaruhi pula oleh sikap penutur terhadap kawan bicara (jika
lisan) atau sikap penulis terhadap pembaca (jika dituliskan). Sikap itu antara lain resmi,
akrab, dingin, dan santai. Demikian juga sebaliknya, kedudukan kawan bicara atau
pembaca terhadap penutur atau penulis mempengaruhi sikap tersebut. Misalnya, kita
dapat mengamati bahasa seorang bawahan atau petugas ketika melapor kepada
atasannya atau pimpinannya, atau bahasa perintah atasan kepada bawahan.

Bahasa nonformal mempunyai sifat yang khas, yaitu:


1.

Bentuk kalimatnya sederhana, singkat, kurang lengkap, tidak banyak


menggunakan kata penghubung, dan

2.

Menggunakan kata-kata yang biasa dan lazim dipakai sehari-hari.

Contoh ragam dialek adalah Gue udah baca itu buku.


Contoh ragam terpelajar adalah Saya sudah membaca buku itu.
Contoh ragam resmi adalah Saya sudah membaca buku itu.
Contoh ragam tak resmi adalah Saya sudah baca buku itu.

10

2.2.4

Ragam bahasa Indonesia menurut topik pembicaraan.

Berdasarkan topik pembicaraan, ragam bahasa terdiri dari ragam bahasa ilmiah, ragam
hukum, ragam bisnis, ragam agama, ragam sosial, ragam kedokteran dan ragam sastra.
1.

Ragam bahasa hukum


Ragam bahasa undang-undang biasanya diulis dengan bahasa yang baku,
jelas,dan diusahakan tidak multitafsir. Multisafsir disini adalah pemahaman
yang berbeda-beda dari kalimat yang ada di undang-undang.

2.

Ragam bahasa jurnalistik


Ragam bahasa jurnalistik ditulis dengan bahasa yang menarik, mudah dan
mudah dipahami. Bahasa jurnalistik ditulis dengan bahasa yang menarik orang
untuk membacanya.

3.

Ragam bahasa ilmiah


Ragam bahasa ilmiah haruslah menggunakan bahasa ilmiah juga dan sesuai
dengan kaidah bahasa Inonesia. Contoh penggunaan ragam bahasa ilmiah
adalah makalah hasil penelitian.

4.

Ragam bahasa sastra


Berbeda dengan ragam bahasa lainnya, ragama bahasa menkankan pada nilai
estetikanya.

Ragam hukum

: Dia dihukum karena melakukan tindak pidana.

Ragam bisnis

: Setiap pembelian diatas nilai tertentu akan diberikan diskon.

Ragam sastra

: Cerita itu menggunakan Flashback.

Ragam kedokteran: Anak itu menderita penyakit kuorsior.

11

2.2.4.1

Ragam Bahasa Hukum

Ragam bahasa hukum adalah bahasa Indonesia yang corak penggunaan bahasanya khas dalam
dunia hukum, mengingat fungsinya mempunyai karakteristik tersendiri, oleh karena itu bahasa
hukum Indonesia haruslah memenuhi syarat-syarat dan kaidah-kaidah bahasa Indonesia.
Ciri-ciri ragam bahasa hukum :
a.
b.
c.
d.

Mempunyai gaya bahasa yang khusus.


Lugas dan eksak karena menghindari kesamaran dan ketaksaan.
Objektif dan menekan prasangka pribadi.
Memberikan definisi yang cermat tentang nama, sifat dan kategori yang diselidiki untuk
menghindari kesimpangsiuran.
e. Tidak beremosi dan menjauhi tafsiran bersensasi.

Contoh :
Sanksi Pelanggaran Pasal 44:
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1987 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta

1.

2.

Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan atau memperbanyak suatu
ciptaan atau memberi izin untuk itu, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7
(tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus jutarupiah).
Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual
pada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran hasil hak cipta sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun
dan atau denda paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).

12

2.2.4.2

Ragam Bahasa Jurnalistik

Pengertian Bahasa Jurnalistik


Bahasa Jurnalistik adalah gaya bahasa yang digunakan wartawan dalam menulis
berita. Disebut juga Bahasa Komunikasi Massa (Language of Mass Communication, disebut
pula Newspaper Language), yakni bahasa yang digunakan dalam komunikasi melalui media
massa, baik komunikasi lisan (tutur) di media elektronik (radio dan TV) maupun komunikasi
tertulis (media cetak), dengan ciri khas singkat, padat, dan mudah dipahami.

Ciri Utama Bahasa Jurnalistik


Secara lebih seksama bahasa jurnalistik dapat dibedakan pula berdasarkan
bentuknya menurut media menjadi bahasa jurnalistik media cetak, bahasa jurnalistik radio,
bahasa jurnalistik televisi dan bahasa jurnalistik media online internet. Bahasa jurnalistik
media cetak, misalnya, kecuali harus mematuhi kaidah umum bahasa jurnalistik, juga
memiliki ciri-ciri yang sangat khusus yang membedakannya dari bahasa jurnalistik radio,
bahasa jurnalistik TV, dan bahasa jurnalistik media online internet. Ada beberapa ciri-ciri
utama bahasa jurnalistik yang berlaku untuk semua bentuk media berkala tersebut.
1.

Sederhana
Sederhana berarti selalu mengutamakan dan memilih kata atau kalimat yang paling
banyak diketahui maknanya oleh khalayak pembaca yang sangat heterogen, baik dilihat dari
tingkat intelektualitasnya maupun karakteristik demografis dan psikografisnya. Kata-kata dan
kalimat yang rumit, yang hanya dipahami maknanya oleh segelintir orang, tabu digunakan
dalam bahasa jurnalistik.

2.

Singkat
Singkat berarti langsung kepada pokok masalah, tidak bertele-tele, tidak berputar-putar,
tidak memboroskan waktu pembaca yang sangat berharga. Ruangan atau kapling yang
tersedia pada kolom-kolom halaman surat kabar, tabloid, atau majalah sangat terbatas,
sementara isinya banyak dan beraneka ragam. Konsekwensinya apa pun pesan yang akan
disampaikan tidak boleh bertentangan dengan filosofi, fungsi, dan karakteristik pers.

13

3.

Padat
Menurut. Patmono S.K., redaktur senior Sinar Harapan dalam buku Teknik Jurnalislik
(1996: 45), padat dalam bahasa jurnalistik berarti sarat informasi. Setiap kalimat dan
paragrap yang ditulis memuat banyak informasi penting dan menarik untuk khalayak
pembaca. Ini berarti terdapat perbedaan yang tegas antara kalimat singkat dan kalimat padat.
Kalimat yang singkat tidak berarti memuat banyak informasi. Sedangkan kaliamat yang padat
mengandung lebih banyak informasi.

4.

Lugas
Lugas berarti tegas, tidak ambigu, sekaligus menghindari eufemisme atau penghalusan
kata dan kalimat yang bisa membingungkan khalayak pembaca sehingga terjadi perbedaan
persepsi. Kata yang lugas selalu menekankan pada satu arti serta menghindari kemungkinan
adanya penafsiran lain terhadap arti dan makna kata tersebut.

5.

Jelas
Jelas berarti mudah ditangkap maksudnya, tidak baur dan kabur. Sebagai contoh, hitam
adalah wara yang jelas. Putih adalah warna yang jelas. Ketika kedua warna itu disandingkan,
maka terdapat perbedaan yang tegas mana disebut hitam, mana pula yang disebut putih. Pada.
Kedua warna itu sama sekali tidak ditemukan nuansa warna abu-abu. Perbedaan warna hitam
dan putih melahirkan kesan kontras. Jelas di sini mengandung tiga arti: jelas artinya, jelas
susunan kata atau kalimatnya sesuai dengan kaidah subjek-objek-predikat- keterangan
(SPOK), jelas sasaran atau maksudnya.

6.

Jernih
Jernih berarti bening, tembus pandang, transparan, jujur, tulus, tidak menyembunyikan
sesuatu yang lain yang bersifat negatif seperti prasangka atau fitnah. Sebagai bahan
bandingan, kita hanya dapat menikmati keindahan ikan hias arwana atau oscar hanya pada
akuarium dengan air yang jernih bening. Oscar dan arwana tidak akan melahirkan pesona
yang luar biasa apabila dimasukkan ke dalam kolam besar di persawahan yang berair keruh.
Dalam pendekatan analisis wacana, kata dan kalimat yang jernih berarti kata dan kalimat
yang tidak memiliki agenda tersembunyi di balik pemuatan suatu berita atau laporan kecuali
fakta, kebenaran, kepentingan public. Dalam bahasa kiai, jermh berarti bersikap berprasangka
baik dan sejauh mungkin menghindari prasangka buruk. Menurut orang komunikasi, jernih
berarti senantiasa mengembangkan pola piker positif (positive thinking) dan menolak pola
14

pikir negative (negative thinking). Hanya dengan pola pikir positif kita akan dapat melihat
semua fenomena dan persoalan yang terdapat dalam masyarakat dan pemerintah dengan
kepala dingin, hati jernih dan dada lapang.
Pers, atau lebih luas lagi media massa, di mana pun tidak diarahkan untuk membenci
siapa pun. Pers ditakdirkan untuk menunjukkan sekaligus mengingatkan tentang kejujuran,
keadilan, kebenaran, kepentingan rakyat. Tidak pernah ada dan memang tidak boleh ada,
misalnya hasutan pers untuk meraih kedudukan atau kekuasaan politik sebagaimana para
anggota dan pimpinan partai politik.
7.

Menarik
Bahasa jurnalistik harus menarik. Menarik artinya mampu membangkitkan minat dan
perhatian khalayak pembaca, memicu selera baca, serta membuat orang yang sedang tertidur,
terjaga seketika. Bahasa jurnalistik berpijak pada prinsip: menarik, benar, dan baku.
Wartawan sering juga disebut seniman. Bahasa jurnalistik menyapa khalayak pembaca
dengan senyuman atau bahkan cubitan sayang, bukan dengan mimik muka tegang atau
kepalan tangan dengan pedang. Karena itulah, sekeras apa pun bahasa jurnalistik, ia tidak
akan dan tidak boleh membangkitkan kebencian serta permusuhan dari pembaca dan pihak
mana pun. Bahasa jurnalistik memang harus provokatif tetapi tetap merujuk kepada
pendekatan dan kaidah normatif. Tidak semena-mena, tidak pula bersikap durjana. Perlu
ditegaskan salah satu fungsi pers adalah edukatif. Nilai dan nuansa edukatif itu, juga harus
tampak pada bahasa jurnalistik pers.

8.

Demokratis
Salah satu ciri yang paling menonjol dari bahasa jurnalistik adalah demokratis.
Demokratis berarti bahasa jurnalistik tidak mengenal tingkatan, pangkat, kasta, atau
perbedaan dari pihak yang menyapa dan pihak yang disapa sebagaimana di jumpai dalam
gramatika bahasa Sunda dan bahasa Jawa. Bahasa jurnalistik menekankan aspek fungsional.
Bahasa jurnalistik memperlakukan siapa pun apakah presiden atau tukang becak, bahkan
pengemis dan pemulung secara sama. Kalau dalam berita disebutkan presiden mengatakan,
maka kata mengatakan tidak bisa atau harus diganti dengan kata bersabda. Presiden dan
pengemis keduanya tetap harus ditulis mengatakan. Bahasa jurnalistik menolak pendekatan
diskriminatif dalam penulisan berita, laporan, gambar, karikatur, atau teks foto. Secara
ideologis, bahasa jurnalistik melihat setiap individu memiliki kedudukan yang sama di depan
hukum schingga orang itu tidak boleh diberi pandangan serta perlakuan yang berbeda.

15

Semuanya sejajar dan sederajat. Hanya menurut perspektif nilai berita (news value) yang
membedakan diantara keduanya. Salah satu penyebab utama mengapa bahasa Indonesia
dipilih dan ditetapkan sebagai bahasa negara, bahasa pengikat persatuan dan kesatuan
bangsa, karena bahasa Melayu sebagai cikal bakal bahasa Indonesia memang sangat
demokratis. Sebagai contoh, prisiden makan, saya makan, pengemis makan, kambing makan.
9.

Populis
Populis berarti setiap kata, istilah, atau kalimat apa pun yang terdapat dalam karya-karya
jurnalistik harus akrab di telinga, di mata, dan di benak pikiran khalayak pembaca,
pendengar, atau. pemirsa. Bahasa jurnalistik harus merakyat, artinya diterima dan diakrabi
oleh semua lapisan masyarakat. Mulai dari pengamen sampai seorang presiden, para
pembantu rumah tangga sampai ibu-ibu pejabat. Kebalikan dari populis adalah elitis. Bahasa
yang elitis adalah bahasa yang hanya dimengerti dan dipahami segelintir kecil orang saja,
terutama mereka yang berpendidikan dan berkedudukan tinggi.

10.

Logis
Logis berarti apa pun yang terdapat dalam kata, istilah, kalimat, atau paragraph
jurnalistik harus dapat diterima dan tidak bertentangan dengan akal sehat. Bahasa jurnalistik
harus dapat diterima dan sekaligus mencerminkan nalar. Di sini berlaku hokum logis. Sebagai
contoh, apakah logis kalau dalam berita dikatakan: jumlah korban tewas dalam musibah
longsor dan banjir bandang itu 225 orang, namun sampai berita ini diturunkan belum juga
melapor. Jawabannya tentu saja sangat tidak logis, karena mana mungkin korban yang sudah
tewas, bisa melapor?

11.

Gramatikal
Gramatikal berarti kata, istilah, atau kalimat apa pun yang dipakai dan dipilih dalam
bahasa jurnalistik harus mengikuti kaidah tata bahasa baku. Bahasa baku artinya bahasa resmi
sesuai dengan ketentuan tata bahasa serta pedoman ejaan yang disempurnakan berikut
pedoman pembentukan istilah yang menyertainya. Bahasa baku adalah bahasa yang paling
besar pengaruhnya dan paling tinggi wibawanya pada suatu bangsa atau kelompok
masyarakat. Contoh berikut adalah bahasa jurnalistik nonbaku atau tidak gramatikal: Ia
bilang, presiden menyetujui anggaran pendidikan dinaikkan menjadi 15 persen dari total
APBN dalam tiga tahun ke depan. Contoh bahasa jumalistik baku atau gramatikal: Ia
mengatakan, presiden menyetujui anggaran pendidikan dinaikkan menjadi 25 persen dari
total APBN dalam lima tahun ke depan.

16

12.

Menghindari kata tutur


Kata tutur ialah kata yang biasa digunakan dalam percakapan sehari-hari secara informal.
Kata tutur ialah kata-kata yang digunakan dalam percakapan di warung kopi, terminal, bus
kota, atau di pasar. Setiap orang bebas untuk menggunakan kata atau istilah apa saja sejauh
pihak yang diajak bicara memahami maksud dan maknanya. Kata tutur ialah kata yang hanya
menekankan pada pengertian, sama sekali tidak memperhatikan masalah struktur dan tata
bahasa. Contoh kata-kata tutur: bilang, dilangin, bikin, diksih tahu, mangkanya, sopir, jontor,
kelar, semangkin.

13.

Menghindari Kata dan Istilah Asing


Berita ditulis untuk dibaca atau didengar. Pembaca atau pendengar harus tahu arti dan
makna setiap kata yang dibaca dan didengarnya. Berita atau laporan yang banyak diselipi
kata-kata asing, selain tidak informatif dan komunikatif juga membingungkan. Menurut teori
komunikasi, khalayak media massa terdiri atas berbagai suku bangsa, latar belakang sosialekonomi, pendidikan, pekerjaan, profesi dan tempat tinggal. Dalam perspektif teori
jurnalistik, memasukkan kata atau istilah asing pada berita yang kita tulis, kita udarakan atau
kita tayangkan, sama saja dengan sengaja menyebar banyak duri di tengah jalan. Kecuali
menyiksa diri sendiri, juga mencelakakan orang lain.

14.

Pilihan Kata (diksi) yang Tepat


Bahasa jurnalistik sangat menekankan efektivitas. Setiap kalimat yang disusun tidak
hanya harus produktif tetapi juga tidak boleh keluar dari asas efektifitas. Artinya setiap kata
yang dipilih, memang tepat dan akurat sesuai dengan tujuan pesan pokok yang ingin
disampaikan kepada khlayak. Pilihan kata atau diksi, dalam bahasa jurnalistik, tidak sekadar
hadir sebagai varian dalam gaya, tetapi juga sebagai suatu keputusan yang didasarkan kepada
pertimbangan matang untuk mencapai efek optimal terhadap khalayak. Pilihan kata atau diksi
yang tidak tepat dalam setiap kata jurnalistik, bisa menimbulkan akibat fatal.

15.

Mengutamakan Kalimat Aktif


Kalimat akif lebih mudah dipahami dan lebih disukai oleh khalayak pembaca daripada
kalimat pasif. Sebagai contoh, Presiden mengatakan, bukan dikatakan oleh presiden. Contoh
lain, pencuri mengambil perhiasan dari dalam almari pakaian, dan bukan diambilnya
perhiasan itu dari dalam almari pakaian oleh pencuri. Bahasa jurnalistik harus.jelas susunan
katanya, dan kuat maknanya. Kalimat aktif lebih memudahkan pengertian dan memperjelas
pemahaman. Kalimat pasif sering menyesatkan pengertian dan mengaburkan pemahaman.

17

16.

Menghindari Kata atau Istilah Teknis


Karena ditujukan untuk umum, maka bahasa jurnalistik harus sederhana, mudah
dipahami, ringan dibaca, tidak membuat kening berkerut apalagi sampai membuat kepala
berdenyut. Salah satu cara untuk itu ialah dengan menghindari penggunaan kata atau istilahistilah teknis. Bagaimanapun kata atau istilah teknis hanya berlaku untuk kelompok atau
komunitas tertentu yang relatif homogen. Realitas yang homogen, menurut perspektif filsafat
bahasa tidak boleh dibawa ke dalam realitas yang heterogen. Kecuali tidak efelitf, juga
mengandung unsur pemerkosaan. Sebagai contoh, berbagai istilah teknis dalam dunia
kedokteran, atau berbagai istilah teknis dalam dunia mikrobiologi, tidak akan bisa dipahami
maksudnya oleh khalayak pembaca apabila dipaksakan untuk dimuat dalam berita, laporan,
atau tulisan pers. Supaya mudah dicerna dan mudah dipahami maksudnya, maka istilahistilah teknis itu harus diganti dengan istilah yang bisa dipahami oleh masyarakat umum.
Kalaupun tak terhindarkan, maka istilah teknis itu harus disertai penjelasan dan ditempatkan
dalam tanda kerung.
Surat kabar, tabloid, atau majalah yang lebih banyak memuat kata atau istilah teknis,
mencerminkan media itu : (1) kurang melakukaii pembinaan dan pelatihan terhadap
wartawannya yang malas, (2) tidak memiliki editor bahasa, (3) tidak memiliki buku panduan
peliputan dan penulisan berita serta laporan, atau (4) tidak memiliki sikap profesional. dalam
mengelola penerbitan pers yang berkualitas.

17.

Tunduk kepada Kaidah Etika


Salah satu fungsi utama pers adalah edukasi, mendidik (to educated), Fungsi ini bukan
saja harus, tercermin pada materi isi berita, laporan, gambar, dan artikel-aritikelnya,
melainkan juga harus tampak pada bahasanya. Pada bahasa tersimpul etika. Bahasa tidak saja
mencerminkan pikiran tapi sekaligus juga menunjukkan etika orang itu. Dalam menjalankan
fungsinya mendidik khalayak, pers wajib menggunakan serta tunduk kepada kaidah dan etika
bahasa baku. Bahasa pers harus baku, benar, dan baik. Dalam etika berbahasa, pers tidak
boleh menuliskan kata-kata yang tidak sopan, vulgar, sumpah serapah, hujatan dan makian
yang sangat jauh dari norma sosial budaya agama. Pers juga tidak boleh menggunakan katakata porno dan berselera rendah lainnya dengan maksud untuk membangkitkan asosiasi serta
fantasi seksual khalayak pembaca.

18

2.2.4.3

Ragam Bahasa Ilmiah

Ragam ilmiah ialah ragam bahasa keilmuan, yaitu corak dan ciri bahasa yang
digunakan dalam penulisan karya ilmiah. Ragam bahasa ilmiah harus dapat menjadi
wahana pemikiran ilmiah yang tertuang dalam teks karya ilmiah. Pengertian ragam bahasa
ilmiah dan karakteristik ragam ilmiah dalam bahasa Indonesia diuraikan berikut ini,
Pengertian Ragam Ilmiah
Ilmiah, merupakan kualitas dari tulisan yang membahas persoalan-persoalan
dalam bahasa Indonesia bidang ilmu tertentu. Kualitas keilmuan itu didukung juga
oleh pemakaian bahasa dalam ragam ilmiah. Jadi, ragam bahasa ilmiah itu
mempunyai sumbangan yang tidak kecil terhadap kualitas tulisan ilmiah. Ragam
ilmiah merupakan pemakaian bahasa yang mewadahi dan mencerminkan sifat
keilmuan dari karya ilmiah. Sebagai wadah, ragam ilmiah harus menjadi ungkapan
yang tepat bagi kerumitan (sofistifikasi) pemikiran dalam karya ilmiah. Dari
pemakaian ragam itu juga bukan saja tercermin sikap ilmiah, melainkan juga kehatihatian, kecendekiaan, kecermatan, kebijaksanaan (wisdom), dan kecerdasan dari
penulisnya.
Bahasa Indonesia ragam ilmiah merupakan salah satu ragam bahasa
Indonesia yang digunakan dalam penulisan karya ilmiah. Sebagai bahasa yang
digunakan untuk memaparkan fakta, konsep, prinsip, teori atau gabungan dari
keempatnya, bahasa Indonesia diharapkan dapat menjadi media yang efektif untuk
komunikasi ilmiah, baik secara tertulis maupun lisan.
Karakteristik ragam bahasa ilmiah ialah:
1. Mencerminkan sikap ilmiah,
2. Transparan,
3. Lugas,
4. Menggunakan paparan (eksposisi) sebagai bentuk karangan yang utama,
5. Membatasi pemakaian majas (figures of speech),
6. Penulis menyebut diri sendiri sebagai orang ketiga (penulis, peneliti),
7. Sering menggunakan definisi, klasifikasi, dan analisis,
8. Bahasanya ringkas tetapi padat,
9. Menggunakan tata cara penulisan, dan format karya ilmiah secara konsisten
(misalnya dalam merujuk sumber dan menyusun daftar pustaka),
10. menggunakan bahasa Indonesia baku,
19

Sikap ilmiah yang harus tercermin dalam ragam ilmiah ialah sikap objektif,
jujur, hati-hati, dan saksam. Ragam ilmiah bersifat cendekia (intelektual), artinya
bahasa Indonesia ragam ilmiah itu dapat digunakan secara tepat untuk
mengungkapkan hasil berpikir logis, yaitu mampu membentuk pernyataan yang tepat
dan saksama.
Ragam ilmiah bersifat transparan dalam arti kata-kata itu membawa pembaca
langsung ke maknanya; kata-kata yang digunakan hendaknya tidak bermakna ganda
(ambigu). Kata-kata yang dipilih hendaknya kata-kata yang denotatif bukan konotatif.
Bahasa ragam ilmiah bersifat lugas, dalam arti menggambarkan keadaan atau
fakta sebagaimana adanya. Ragam ilmiah tidak berbunga-bunga penuh ornamen
seperti ragam bahasa sastra. Ragam ilmiah tidak berputar-putar dalam menuju ke satu
tujuan, bahasa ragam ilmiah langsung menuju ke sasaran, langsung ke pokok masalah.
Bentuk karangan utama yang digunakan dalam tulisan ilmiah ialah paparan
atau eksposisi, dan dapat diselingi deskripsi, argumentasi, narasi. Dalam tulisan
ilmiah ada sesuatu yang perlu dideskripsikan, kadang diceritakan, atau beberapa
definisi diperbandingkan dan dibahas secara lebih tepat. Seperti yang sudah
disebutkan, dalam paparan banyak digunakan definisi, klasifikasi atau analisis.
Berbeda dengan tulisan ragam sastra, dalam ragam ilmiah pemakaian majas
dibatasi. Majas itu sebenarnya juga menjelaskan, tetapi lebih mengacu pada imajinasi
daripada realitas. Dalam ragam sastra, majas dapat menumbuhkan keremangremangan suatu hal yang kadang memang diupayakan dalam karya sastra yang
berbentuk puisi. Mengapa majas hanya dibatasi dan tidak disingkirkan? Karena dalam
ragam bahasa ilmiah terdapat kata atau istilah yang sebenarnya semula berupa majas,
misalnya mewatasi, melahirkan, membuahkan.
Dalam ragam ilmiah, penyebutan penulis bukan aku atau saya melainkan
penulis atau dalam hal laporan hasil penelitian, peneliti, atau kalimat-kalimatnya
menggunakan bentuk pasif, sehingga penyebutan penulis dapat dilesapkan.
Ragam bahasa ilmiah bersifat ringkas berpusat pada pokok permasalahan.
Kalimat-kalimatnya harus hemat, tidak terdapat kata-kata yang mubazir. Namun
kalimat-kalimatnya harus lengkap, bukan penggalan kalimat.
Ragam bahasa ilmiah harus mengikuti tata tulis karya ilmiah yang standar.
Misalnya penggunaan salah satu sistem penulisan rujukan atau catatan kaki
diterapkan secara konsisten, demikian pula dalam menyusun daftar pustaka.
20

Pemakaian bahasa dalam tulisan ilmiah termasuk pemakaian bahasa dalam


situasi resmi. Pemilihan kata (diksi) harus memenuhi beberapa prinsip, yaitu
ketepatan, kebakuan, keindonesiaan, dan kelaziman. Dalam prinsip ketepatan, kata
yang dipilih secara tepat sesuai dengan yang dimaksudkan. Prinsip kebakuan
menekankan pemakaian kata baku. Prinsip keindonesiaan menyarankan penggunaan
kata-kata bahasa Indonesia. Prinsip kelaziman, menyarankan penggunaan kata-kata
yang sudah umum.

2.2.4.4

Ragam Bahasa Sastra

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008) arti kata sastra adalah karya tulis
yang jika dibandingkan dengan tulisan lain, memiliki berbagai ciri keunggulan, seperti
keaslian, keartistikan, keindahan dalam isi dan ungkapannya. Karya sastra berarti karangan
yang mengandung nilai-nilai kebaikan yang ditulis dengan bahasa yang indah. Sastra
memberikan wawasan yang umum tentang masalah manusiawi, sosial, maupun intelektual,
dengan caranya yang khas. Pembaca sastra dimungkinkan untuk menginterpretasikan teks
sastra sesuai dengan wawasannya sendiri.
Sastra bukanlah seni bahasa belaka, melainkan suatu kecakapan dalam
menggunakan bahasa yang berbentuk dan bernilai sastra. Jelasnya faktor yang menentukan
adalah kenyataan bahwa sastra menggunakan bahasa sebagai medianya. Berkaitan dengan
maksud tersebut, sastra selalu bersinggungan dengan pengalaman manusia yang lebih luas
daripada yang bersifat estetik saja. Sastra selalu melibatkan pikiran pada kehidupan sosial,
moral, psikologi, dan agama. Berbagai segi kehidupan dapat diungkapkan dalam karya sastra.
Sastra dapat memberikan kesenangan atau kenikmatan kepada pembacanya.
Seringkali dengan membaca sastra muncul ketegangan-ketegangan (suspense). Dalam
ketegangan itulah diperoleh kenikmatan estetis yang aktif. Adakalanya dengan membaca
sastra kita terlibat secara total dengan apa yang dikisahkan. Dalam keterlibatan itulah
kemungkinan besar muncul kenikmatan estetis. Menurut Luxemburg dkk (1989) sastra juga
bermanfaat secara rohaniah. Dengan membaca sastra, kita memperoleh wawasan yang dalam
tentang masalah manusiawi, sosial, maupun intelektual dengan cara yang khusus.
Berdasarkan uraian di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa sastra adalah hasil cipta
manusia dengan menggunakan media bahasa tertulis maupun lisan, bersifat imajinatif,
disampaikan secara khas, dan mengandung pesan yang bersifat relatif.

21

Ragam bahasa sastra adalah ragam bahasa yang banyak menggunakan kalimat tidak
efektif. Penggambaran yang sejelas-jelasnya melalui rangkaian kata bermakna konotasi
sering dipakai dalam ragam bahasa sastra.
Ciri-ciri ragam bahasa sastra antara lain:
1. Menggunakan kalimat yang tidak efektif.
2. Menggunakan kata-kata yang tidak baku.
3. Adanya rangkaian kata yang bermakna konotasi.

22

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Ragam bahasa adalah variasi bahasa menurut pemakaian, yang berbeda-beda menurut
topik yang dibicarakan, orang yang dibicarakan, serta menurut media pembicaraan. Dalam
konteks ini ragam bahasa meliputi bahasa lisan dan tulisan.
Pada ragam bahasa baku tulis diharapkan para penulis mampu menggunakan bahasa
Indonesia yang baik dan benar serta menggunakan ejaan bahasa yang telah disempurnakan
(EYD), sedangkan ragam bahasa lisan diharapkan para warga Indonesia mampu mengucapkan
dan memakai bahasa dengan baik serta bertutur kata sopan sebagai pedoman yang ada.

23

Daftar Pustaka
Meecham, Marjorie and Janie Rees-Miller. (2001) "Language in social contexts." In W. O'Grady, J.
Archibald, M. Aronoff and J. Rees-Miller (eds) Contemporary Linguistics. pp. 537-590. Boston:
Bedford/St. Martin's.
Pendahuluan KBBI edisi ketiga.
http://teorikux.blogspot.co.id/2013/10/variasi-dan-ragam-bahasa_1.html
http://seemewendy.blogspot.co.id/p/normal-0-false-false-false-en-us-x-none_15.html
http://tugassekolahkit.blogspot.co.id/2013/09/ragam-bahasa-beserta-contohnya.html

24

Anda mungkin juga menyukai