Anda di halaman 1dari 12

Pengertian Bahasa, Ragam bahasa dan Laras Bahasa,

Pengertian Bahasa
Bahasa terdiri dari kaidah aturan serta pola yang harus ditaati (tidak boleh dilanggar) agar
tidak menyebabkan gangguan pada saat berkomunikasi. Kaidah, aturan dan pola-pola itu
sendiri mencakup tata bunyi, tata bentuk dan tata kalimat. Bahasa lisan merupakan bahasa
primer, sedangkan bahasa tulisan adalah bahasa sekunder.
Fungsi Bahasa Dalam Masyarakat :
1. Alat untuk berkomunikasi dengan sesama manusia.
2. Alat untuk mengidentifikasi diri.
3. Alat untuk bekerja sama dengan sesama manusia.
Ragam dan Laras Bahasa
Ragam Bahasa adalah variasi bahasa menurut pemakaian, yang berbeda-beda menurut topik
yang dibicarakan, menurut hubungan pembicara, kawan bicara, orang yang dibicarakan, serta
menurut medium pembicara (Bachman, 1990). Ragam bahasa yang oleh penuturnya dianggap
sebagai ragam yang baik (mempunyai prestise tinggi), yang biasa digunakan di kalangan
terdidik, di dalam karya ilmiah (karangan teknis, perundang-undangan), di dalam suasana
resmi, atau di dalam surat menyurat resmi (seperti surat dinas) disebut ragam bahasa baku
atau ragam bahasa resmi. Berikut ini jenis dan ragam bahasa selengkapnya.
Jenis Ragam Bahasa
Berdasarkan pokok pembicaraan, ragam bahasa dibedakan antara lain atas:
- Ragam bahasa undang-undang
- Ragam bahasa jurnalistik
- Ragam bahasa ilmiah
- Ragam bahasa sastra
Berdasarkan media pembicaraan, ragam bahasa dibedakan atas:
1. Ragam lisan yang antara lain meliputi:
- Ragam bahasa cakapan
- Ragam bahasa pidato
- Ragam bahasa kuliah
- Ragam bahasa panggung
2. Ragam tulis yang antara lain meliputi:
- Ragam bahasa teknis
- Ragam bahasa undang-undang
- Ragam bahasa catatan
- Ragam bahasa surat
Ragam bahasa menurut hubungan antarpembiacra dibedakan menurut akrab tidaknya
pembicara
- Ragam bahasa resmi
- Ragam bahasa akrab
- Ragam bahasa agak resmi
- Ragam bahasa santai
- dan sebagainya
Menurut Dendy Sugono (1999 : 9), bahwa sehubungan dengan pemakaian bahasa Indonesia,
timbul dua masalah pokok, yaitu masalah penggunaan bahasa baku dan tak baku. Dalam
situasi resmi, seperti di kantor, di sekolah, atau di dalam pertemuan resmi digunakan bahasa
baku. Berbeda dengan saat kita berada di rumah, di taman, di pasar, kita tidak harus

menggunakan bahasa baku.


Menurut Felicia (2001 : 8), ragam bahasa dibagi berdasarkan Media pengantarnya atau
sarananya, yang terdiri atas :
a. Ragam lisan.
b. Ragam tulis.
Ragam tulis adalah bahasa yang ditulis atau yang tercetak. Ragam tulis pun dapat berupa
ragam tulis yang standar maupun nonstandar. Ragam tulis yang standar kita temukan dalam
buku-buku pelajaran, teks, majalah, surat kabar, poster, iklan. Kita juga dapat menemukan
ragam tulis nonstandar dalam majalah remaja, iklan, atau poster. Sedangkan Ragam lisan
adalah bahasa yang diujarkan oleh pemakai bahasa. Kita dapat menemukan ragam lisan yang
standar, misalnya pada saat orang berpidato atau memberi sambutan, dalam situasi
perkuliahan, ceramah; dan ragam lisan yang nonstandar, misalnya dalam percakapan
antarteman, di pasar, atau dalam kesempatan nonformal lainnya.
Pada saat digunakan sebagai alat komunikasi, bahasa masuk dalam berbagai laras sesuai
dengan fungsi pemakaiannya. Jadi, laras bahasa adalah kesesuaian antara bahasa dan
pemakaiannya. Dalam hal ini kita mengenal iklan, laras ilmiah, laras ilmiah populer,
larasfeature, laras komik, laras sastra, yang masih dapat dibagi atas laras cerpen, laras puisi,
laras novel, dan sebagainya.
PERBEDAAN RAGAM BAHASA LISAN DAN RAGAM BAHASA TULIS
Ragam Bahasa Lisan adalah ragam bahasa yang diungkapkan melalui media lisan,
terkait oleh ruang dan waktu sehingga situasi pengungkapan dapat membantu pemahaman.
Ciri-ciri ragam bahasa lisan diantaranya Memerlukan kehadiran orang lain, Unsur
gramatikal tidak dinyatakan secara lengkap, Terikat ruang dan waktu dan Dipengaruhi oleh
tinggi rendahnya suara. Ragam bahasa lisan memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan.
Adapun kelebihan ragam bahasa lisan diantaranya sebagai berikut:
1. Dapat disesuaikan dengan situasi.
2. Faktor efisiensi.
3. Faktor kejelasan karena pembicara menambahkan unsur lain berupa tekan dan gerak
anggota badan agar pendengar mengerti apa yang dikatakan seperti situasi, mimik dan
gerak-gerak pembicara.
4. Faktor kecepatan, pembicara segera melihat reaksi pendengar terhadap apa yang
dibicarakannya.
5. Lebih bebas bentuknya karena faktor situasi yang memperjelas pengertian bahasa
yang dituturkan oleh penutur.
6. Penggunaan bahasa lisan bisa berdasarkan pengetahuan dan penafsiran dari informasi
audit, visual dan kognitif.
Sedangkan kelemahan ragam bahasa lisan diantaranya sebagai berikut:

1. Bahasa lisan berisi beberapa kalimat yang tidak lengkap, bahkan terdapat frase-frase
sederhana.
2. Penutur sering mengulangi beberapa kalimat.
3. Tidak semua orang bisa melakukan bahasa lisan secara baik.
4. Aturan-aturan bahasa yang dilakukan seringkali menggunakan ragam tidak formal.

Ragam bahasa tulis adalah ragam bahasa yang digunakan melalui media tulis, tidak
terkait ruang dan waktu sehingga diperlukan kelengkapan struktur sampai pada sasaran
secara visual atau bahasa yang dihasilkan dengan memanfaatkan tulisan dengan huruf sebagai
unsur dasarnya. Dalam ragam tulis, kita berurusan dengan tata cara penulisan dan kosakata.
Ciri-ciri ragam bahasa tulis adalah sebagai berikut:
a. Tidak memerlukan kehadiran orang lain.
b. Unsur gramatikal dinyatakan secara lengkap.
c. Tidak terikat ruang dan waktu
d. Dipengaruhi oleh tanda baca atau ejaan.
Sama halnya dengan ragam bahasa lisan, ragam bahasa tulis juga memiliki kelemmahan dan
kelebihan. Adapun kelebihan dari ragam bahasa tulis diantaranya:
Informasi yang disajikan bisa dipilih untuk dikemas sebagai media atau materi yang
menarik dan menyenangkan.
Umumnya memiliki kedekatan budaya dengan kehidupan masyarakat.
Sebagai sarana memperkaya kosakata.
Dapat digunakan untuk menyampaikan maksud, membeberkan informasi atau
mengungkap unsur-unsur emosi sehingga mampu mencanggihkan wawasan pembaca.
Sedangkan kelemahan dari ragam bahasa tulis siantaranya sebagai berikut:
Alat atau sarana yang memperjelas pengertian seperti bahasa lisan itu tidak ada akibatnya
bahasa tulisan harus disusun lebih sempurna.
Tidak mampu menyajikan berita secara lugas, jernih dan jujur, jika harus mengikuti
kaidah-kaidah bahasa yang dianggap cenderung miskin daya pikat dan nilai jual.
Yang tidak ada dalam bahasa tulisan tidak dapat diperjelas/ditolong, oleh karena itu dalam
bahasa tulisan diperlukan keseksamaan yang lebih besar.

Berdasarkan beberapa cirri serta kelebihan dan kelemahan yang dimiliki oleh ragam bahasa
lisan maupun tulis, berikut ini dapat kita tarik beberapa perbedaan diantara kedua ragam
bahasa tersebut.

Bahasa lisan didukung isyarat paralinguistik.

Bahasa tulis dapat menyimpan informasi tanpa bergantung pada ruang dan waktu.

Bahasa tulis dapat memindahkan bahasa dari bentuk oral ke bentuk visual,
memungkinkan kata-kata lepas dari konteks aslinya.

Sintaksis bahasa lisan kurang terstruktur dibandingkan dengan sintaksis bahasa tulis.

Bahasa tulis banyak mengandung penanda metalingual yang menghubungkan antara


frasa-klausa.

Struktur bahasa tulis umumnya subjek-predikat, bahasa lisan memiliki struktur topiksebutan (topic-comment) (Givon).

Bahasa lisan jarang menggunakan konstruksi pasif.

Bahasa lisan sering mengulangi bentuk sintaksis.

Bahasa lisan dapat diperhalus sambil terus berbicara.

Contoh Kalimat dalam Ragam Lisan dan Ragam Tulisan


Inilah contoh-contoh kalimat dari ragam lisan maupun tulisan :
* Ragam Lisan
1. Enggak sengaja Ardi nginjak pecahan gelas,hingga kakinya luka.
2. Semalam ada berita tentang kecelakaan mobil nabrak motor.
3. Adik lagi ngegambar pemandangan alam di desa.
4. Pak Guru pagi ini menyuruh kami mengumpulkan tugas yang kemarin.
5. Dalam sepekan ini, terjadi banyak kecelakaan di ruas jalan ini disebabkan oleh rusaknya
jalan.
6. Wanita itu melepaskan cincinnya dan membuangnya ke dalam sungai.
* Ragam Tulisan
1. Ardi tidak sengaja menginjak pecahan gelas sehingga kakinya terluka.
2. Kemarin malam, ada berita tentang kecelakaan mobil yang menabrak motor.
3. Adik sedang menggambar pemandangan alam di desa.
4. Pagi ini pak guru menyuruh kami untuk mengumpulkan tugas yang diberikan kemarin.
5. Sepekan ini, terjadi banyak kecelakaan diruas jalan ini disebabkan rusaknya jalan.
6. Wanita itu melepaskan cincinnya dan membuangnya ke sungai.

Karya tulis ilmiah bukan karya ekspresi diri, karya tulis ilmiah merupakan hasil rangkaian
fakta yang berupa hasil pemikiran, gagasan, peristiwa, gejala dan pendapat. Karya tulis
ilmiah memiliki beberapa persyaratan, yaitu:
1.

Menyajikan fakta objektif secara sistematis atau menyajikan aplikasi hukum alam pada

situasi spesifik.
2. Ditulis secara cermat, tepat, benar, jujur dan tidak bersifat terkaan.
3. Harus disusun secara sistematis.
4. Menyajikan rangkaian sebab-akibat yang mendorong pembaca untuk menarik kesimpulan.
5. Mengandung pandangan yang disertai dukungan dan pembuktian berdasarkan suatu hipotesis.
6. Ditulis secara tulus.
7. Pada dasarnya bersifat ekspositoris.
Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan bahwa dari segi bahasa karya tulis ilmiah
memiliki tiga ciri, yaitu:
1. Harus tepat dan tunggal makna, tidak remang nalar atau mendua makna.
2. Harus secara tepat mendefenisikan setiap istilah, sifat, dan pengertian yang
digunakan, agar tidak menimbulkan kerancuan dan keraguan.
3.

Harus singkat, berlandaskan ekonomi bahasa.

Ragam bahasa adalah variasi bahasa yang terjadi karena pemakaian bahasa. Ragam
bahasa terbagi 2 kelompok, yaitu dilihat dari:
1.
2.

Media pengantarnya: tulis dan lisan.


Situasi pemakaiannya: formal, semiformal, dan nonformal.
Pembedaan ragam formal, semiformal, dan nonformal dilakukan berdasarkan hal berikut ini:
Topik yang sedang dibahas;

Hubungan antar pembicara;

Medium yang digunakan;

Lingkungan; atau

Situasi saat pembicaraan terjadi.

Ada lima ciri yang dapat dengan mudah digunakan untuk membedakan ragam formal dari
ragam nonformal, yaitu:
a. Penggunaan kata sapaan dan kata ganti.
b. Penggunaan kata tertentu.
c. Penggunaan imbuhan.

d. Penggunaan kata sambung (konjungsi) dan kata depan (preposisi).


e. Penggunaan fungsi yang lengkap.
Setiap laras dapat disampaikan dalam ragam formal, semiformal dan nonformal. Tetapi
tidak demikian halnya dengan laras ilmiah. Laras ilmiah harus selalu menggunakan ragam
bahasa formal sekalipun disampaikan secara lisan.

LARAS IKLAN
Laras Bahasa Perniagaan/iklan
berbentuk pemberitahuan fakta
maklumat yang disampaikan denganringkas tetapi terperinci
ayat ringkas dan pendek- banyakmenggunakan kata adjektif
bahasa yang digunakan bersifatimaginatif dan kreatif
Menggunakan retorik pukukan danbahasa pengaruhan - bertujuan untukmemujuk dan
mempengaruhi pengguna
Slogan - Mutu, gaya dan Keunggulan
Kaedah penyataan - Lot Banglo Untuk Dijual
Kaedah penyataan - Lot Banglo untuk dijual
Perkaitan dengan konsep - Datuk Siti Nurhalizadan Pantene (syampu)
Perisytiharan - Memperkenalkan Proton Persona
Kaedah umpan - Wang Tunai RM500 Menunggu Anda
Mesra- TV9 Dekat di Hati
Bandingan - Fab Lebih Bersih dan Harum
Gesaan - Cepat, Dapatkan Naskah Anda HariIni!
Pertanyaan - Menghadapi Masalah Kelemumur?
LARAS BAHASA ILMIAH
Meskipun dunia peradilan dan perundang-undangan sudah lama ada, terbilang sedikit sekali
perhatian pada bahasa hukum. Dalam skala luas, Simposium Bahasa dan Hukum di Prapat,
Sumatera Utara, November 1974, layak disebut. Tetapi sedikit yang menulis tentang bahasa
hukum.
Itulah kegalauan Prof. Hilman Hadikusuma, Guru Besar Ilmu Hukum, Universitas
Lampung, yang melatarbelakangi penulisan buku Bahasa Hukum Indonesia (edisi perdana
1984).

Nun jauh di sana, di negeri Kincir Angin, seorang Indonesianis, Ab Massier, juga menaruh
perhatian senada. Jadilah kemudian Massier menghasilkan sebuah karya disertasi tentang
bahasa hukum di Universitas Leiden. Judulnya van Recht naar hukum: Indonesische juristen
en hun taal 1915-2000 (2003), yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris The Voice
of Law in Transition: Indonesian Jurist and Their Language, 1915-2000 (KITLV Press,
2008).
Bertahun-tahun setelah karya Prof. Hilman dan Ab Massier, barulah terbit satu dua karya
yang mencoba merumuskan bahasa hukum. Sekadar contoh, layaklah disebut buku Bahasa
Hukum
&
Perundang-Undangan
karya
Nico
Ngani
(2012).
Pada tataran praktis, pelatihan-pelatihan legislasi yang dilakukan Pusat Studi Hukum dan
Kebijakan Indonesia (PSHK), atau suncang yang dilakukan Direktorat Jenderal Peraturan
Perundang-Undangan Kementerian Hukum dan HAM, menyajikan topik bahasa hukum
dalam sesi khusus. Tetapi dalam bentuk karya cetak, telaah bahasa hukum mungkin terbilang
dengan
jari.
Buku terbaru dan isinya lebih praktis adalah karya Junaiyah H. Matanggui. Bahasa
Indonesia untuk Bidang Hukum dan Peraturan Perundang-Undangan, begitu judul buku
yang diterbitkan Grasindo ini. Dibanding buku-buku terdahulu, karya Junaiyah mungkin
lebih praktis. Mudah dipahami bukan saja orang hukum, tetapi juga orang luar yang ingin
memahami
bahasa
hukum.
Sifat pragmatikal buku Junaiyah dapat dipahami karena sang penulis punya latar belakang
bekerja di Pusat Bahasa, dan selama 18 tahun (1986-2004), membantu pemerintah di bidang
litigasi. Pengalamannya merapikan bahasa peraturan perundang-undangan membuat Junaiyah
punya kekayaan contoh-contoh kesalahan penggunaan kata dalam kalimat perundangundangan.
Bahasa hukum bukanlah bahasa baru. Kaidah kalimat, bentuk kata, kosa kata, dan tata
tulisnya tak berbeda sama sekali dari bahasa Indonesia pada umumnya. Bedanya, bahasa
yang dipakai dalam bidang hukum menggunakan istilah, kosakata tertentu, dan gaya
penyampaian sesuai kebutuhan dan kelaziman yang berlaku di bidang hukum (hal. 1).
Judul

Bahasa Indonesia untuk Bidang Hukum dan Peraturan PerundangUndangan

Penulis

Junaiyah H. Matanggui

Penerbit

Grasindo, Jakarta

Cet-1

2013

Hal.

161 + vi

Mungkin dalam perspektif ini, kita bisa memahami mengapa kalimat-kalimat dalam putusan
selalu diawali dengan kata bahwa, atau rumusan pidana yang banya diawali kata
barangsiapa.
Model bahasa demikian, yang lazim dipakai dalam bidang tertentu seperti hukum, disebut
laras bahasa. Penulis yakin kaidah tata bahasa yang digunakan untuk bidang hukum dan
peraturan perundang-undangan sana sekali tidak berbeda dari kaidah yang digunakan pada
ragam resmi pada umumnya. Misalnya: (i) kata terpilih harus kata yang baku; (ii) harus
melambangkan konsep dengan tepat, lazim, dan saksama; (iii) struktur kalimat harus benar,
lugas, jelas, dan masuk akal; (iv) kata dan kalimat harus bermakna tunggal atau
monosemantis, tidak boleh ambigu, tidak boleh memiliki tafsiran ganda; dan (v)
komposisinya
harus
lazim
di
bidang
hukum
(hal.
4).
Bahasa Indonesia bidang hukum dan peraturan perundang-undangan merupakan salah satu
bentuk penggunaan bahasa Indonesia ragam resmi karena dipakai untuk menuliskan hukum.
Kalimat di bidang hukum dan peraturan perundang-undangan, kata penulis, pada umumnya
mirip formula (hal. 27). Bagaimana formula kalimat itu, antara lain, sudah disinggung dalam
Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
Maria Farida Indrati, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia yang kini hakim
konstitusi, memuat satu bab khusus mengenai bahasa peraturan perundang-undangan dalam
bukunya Ilmu Perundang-Undangan: Proses dan Teknik Pembentuknnya. Bab ini
sebenarnya berasal dari makalah Prof. A. Hamid Attamimi gurunya Prof. Mariapada
Kongres
Bahasa
Indonesia
VI,
Oktober-November
1993.
Buku karya Junaiyah menyajikan beberapa topik yang sangat berguna dalam praktik. Ada
bahasan mengenai makna, bentuk, dan pilihan kata; ada pula kalimat dan paragraf. Ejaan dan
tanda baca pun ada! Disertai contoh-contoh pemakaian juga. Praktis bukan?
Buku ini sebenarnya berangkat dari pengalaman penulis mendampingi para legislator
menyusun peraturan. Sayangnya, penulis tak menguraikan dalam konteks dan peraturan apa
suatu kata salah dipahami atau disusun. Sehingga kita tak mendapatkan gambaran kesalahankesalahan apa yang sering dibuat perancang dalam menyusun suatu norma.
Jika Anda seorang drafter, perancang peraturan perundang-undangan, bekerja di biro hukum,
atau bertugas di bidang legislasi, Anda layak membaca buku ini. Tentu tak menafikan pekerja
di
tempat
lain
yang
berminat
pada
isu-isu
bahasa
hukum.

Sastra
A. Standar Kompetensi
Berbicara: Mengungkapkan secara lisan informasi dari hasil membaca.
B. Kompetensi Dasar
Memilih kata, bentuk kata, dan ungkapan yang tepat.
C. Indikator:
1.

Menggunakan kata dan ungkapan yang sesuai dengan situasi komunikasi secara tepat,
menarik, dan kreatif.

2.

Memanfaatkan sinonim atau parafrasa untuk menghindari pengulangan mubazir kata yang
sama dalam satu kalimat atau paragraf.

3.

Menggunakan kata dan ungkapan yang sesuai dengan situasi komunikasi dalam hal ragam
dan laras bahasa.

4.

Membedakan pemakaian kata bersinonim yang berbeda makna leksikal, kontekstual,


situasional, makna struktural, dan metaforis.
Kata
Majemuk

I.Pendahuluan
Pada kesempatan kali ini kita akan membahas pemajemukan atau kata majemuk.
Adapun segi yang akan di bahas yaitu pengertian, jenis, ciri-ciri, dan struktur kata majemuk.
Beberapa konsep jenis elemen yang memungkinkan terjadinya kata majemuk yaitu ; kata,
pokok kata, akar, dan morfem unik.

Untuk mendapat suatu gambaran yang jelas, kita harus meninjau sejarah terbentuknya
kata-kata majemuk tersebut. Menurut sejarah kata-kata majemuk itu pada mulanya
merupakan urutan kata yang bersifat sintaksis. Dalam urutannya yang bersifat sintaksis tadi,
tiap-tiap bentuk mengandung arti yang sepenuhnya sebagai sebuah kata. Tetapi lambat laun

karena sering dipakai, hubungan sintaksis itu menjadi beku; dan sejalan dengan gerak
pembekuan tersebut, bidang arti yang didukung tiap-tiap bentuk juga lenyap dan terciptalah
bidang arti baru yang didukung bersama. Dan dalam proses ini tidak semua urutan itu telah
sampai kepada taraf terakhir. Ada urutan kata yang masih dalam gerak ke arah pembekuan,
ada yang sudah sampai kepada pembekuan itu. Yang masih dalam gerak itu dapat disebabkan
karena gabungan itu memang sifatnya sangat longgar atau karena istilah tersebut baru saja
tercipta.

Membahas pemajemukan atau kata majemuk berarti kita dapat mengetahui


kemungkinan yang menjadi struktur elemen pembentuk kata majemuk tersebut beserta
fungsinya masing-masing. Menurut tipe konstruksinya kata majemuk dapat di bedakan
menjadi 2 macam yaitu : kata majemuk setara dan kata majemuk tidak setara. Sedangkan
menurut sifatnya, kata majemuk terbagi atas : kata majemuk eksosentris dan kata majemuk
endosentris.II. Teori
A.

Pengertian

1.

Pemajemukan adalah proses pembentukan kata melalui penggabungan dua

buah kata

yang menimbulkan suatu kata baru (M. Ramlan, 1985 ).


2.

Pemajemukan adalah proses pembentukan suatu konstruksi melalui penggabungan 2


morfem / kata atau lebih (Samsuri, 1978 ).

3.

Pemajemukan adalah proses pembentukan kata melalui penggabungan morfem dasar yang
hasil keseluruhannya berstatus sebagai kata yang mempunyai pola fonologis, gramatikal, dan
semantik yang khusus menurut kaidah bahasa yang bukan pemajemukan (Harimurti
Kridalaksana, 1982 )

4.

Pemajemukan adalah proses pembentukan kata melalui penggabungan morfem dengan


kata, atau kata dengan kata yang menimbulkan pengertian baru yang khusus (TBBI, 1988 :
168)
Hasil dari pemajemukan disebut dengan kata majemuk atau kompositum.
B. Jenis kata majemuk
1. Menurut Samsuri

a.

Kata majemuk endosentrik,yaitu kata majemuk yang mempunyai inti dari gabungan kedua
kata tersebut. Contoh: saputangan, orangtua, matahari, dan lain-lain, dimana sapu, orang,
dan mata merupakan unsur intinya.

b.

Kata majemuk eksosentrik, yaitu kata majemuk yang tidak mengandung satu unsur inti dari
gabungan itu. Dengan kata lain kedua-duanya merupakan inti. Contoh: tua muda, hancur
lebur, kaki tangan, dan lain-lain.
2. Menurut Harimurti

a.

Kata majemuk asintaksis, yaitu kompositum yang bagian-bagiannya mempunyai hubungan


yang lain seandainya dipakai kata yang bebas.

b.

Kata majemuk sintaksis, yaitu kompositum yang anggotanya mempunyai hubungan yang
sama dengan konstruksi yang berupa frase.

c.

Kata majemuk iteratif, yaitu kompositum yang terdiri atas unsur-unsur yang sama.

d.

Kata majemuk kopulatif, yaitu kompositum yang terdiri atas konstituen-konstituen yang
sederajat, seolah-olah digabungkan dengan kata dan.

e.

Kata majemuk pangkal, yaitu kompositum yang terdiri dari dua pangkal atau lebih.

f.

Kata majemuk sintesis, yaitu kompositum yang sama atau salah satu unsurnya berupa
bentuk terikat.

B.

Ciri-ciri kata majemuk

A. Salah satu atau semua unsurnya berupa pokok kata.


Yang dimaksud dengan istilah pokok kata ialah satuan gramatik yang tidak dapat
berdiri sendiri dalam tuturan biasa dan secara gramatik tidak memiliki sifat bebas, yang dapat
di jadikan bentuk dasar bagi sesuatu kata. Misalnya : juang, temu, lomba, tempur, tahan, dan
masih banyak lagi.
b.

Unsur-unsurnya tidak mungkin dipisahkan, atau tidak mungkin diubah strukturnya.


Misalnya :

ia menjadi kaki tangan musuh


ia menjadi kaki dan tangan musuh

kaki dan tangannya sudah tidak ada


c. Salah satu atau semua unsurnya berupa morfem unik.
Morfem unik yaitu morfem yang hanya mampu berkombinasi dengan satu satuan
tertentu. Misalnya simpang siur, gelap gulita, terang benderang.
1)

Kata majemuk setara


Kata majemuk setara adalah kata majemuk yang unsur-unsur pembentuknya memiliki

kedudukan yang sama, seperti kaki tangan, gegap gempita, serah terima, dan sebagainya.
Adapun penggunaanya dapat dilihat dalam kalimat di bawah ini.
a)

Sorak sorai penonton gegap gempita di lapangan sepak bola (Galamedia, 2010, 03)

b)

Apakah serah terima jabatan bupati sudah dilaksanakan?

2)

Kata majemuk tak setara


Kata majemuk tak setara adalah kata majemuk yang dibentuk dari unsur-unsur kata tak
setara. Salah satu unsur kata majemuk itu kedudukannya lebih tinggi daripada yang lain,
seperti kamar mandi, tangan kanan, makan hati, kambing hitam, meja hijau, dan sebagainya
seperti terlihat dalam kalimat di bawah ini.

a)

Tangan kanan pemerintah sudah tidak dapat diandalkan.

b)

Karena kejahatannya ia diseret ke meja hijau.


Daftar pustaka

Ramlan, M., 1985, Morfologi : suatu tinjauan deskriptif, Yogyakarta : C.V. Karyono.
Samsuri, 1978, Analisa Bahasa, Jakarta : Erlangga.
Swadaya, 2010, anak nakal kaya prestasi, Bandung : Daarut tauhid.
Wikipedia, 30-11-2010, Komposisi atau Pemajemukan.
Junaiyah H. Matanggui Grasindo, Jakarta2013161 + vi

Anda mungkin juga menyukai