Anda di halaman 1dari 22

PERTEMUAN 3

BAHASA SEBAGAI OBJEK KAJIAN LINGUISTIK

A. TUJUAN PEMBELAJARAN

Setelah mempelajari bab ini, mahasiswa akan mampu:

1. Menjelaskan tentang hakikat bahasa


2. Menjelaskan tentang fungsi bahasa
3. Menjelaskan tentang isi bahasa
4. Menjelaskan tentang sifat bahasa
5. Menjelaskan tentang proses bahasa
6. Menjelaskan tentang bentuk bahasa

B. URAIAN MATERI

1. Hakikat Bahasa
Dari awal kajian kita sudah membahas bahwa objek kajian dalam linguistik adalah
bahasa. Maka muncul pertanyaan dalam benak kita, apa sebenarnya hakikat bahasa itu??
Apakah bahasa hanya bersifat sebagai alat komunikasi atau bekerjasama atau
mengekspresikan diri??

Mari kita lihat pada pemaparan tentang hakikat bahasa dari beberapa ahli bahasa
berikut ini:

Chaer (2012-32-33) mengungkapkan bahwa seperti Sapir (1221:8), Badudu


(1989:3), dan Keraf (1984:16) mengatakan bahwa bahasa itu adalah seperti yang
dikemukakan Kridalaksana (1983, dan juga dalam Djoko Kentjono 1982): “Bahasa
adalah sistem lambang bunyi yang arbiter yang digunakan oleh para anggota kelompok
sosial untuk bekerjasama, berkomunikasi, dan mengidentifikasikan diri”. Dari
pemaparan ini, sekiranya dapat saya simpulkan bahwa bahasa adalah suatu sistem
lambang bunyi yang digunakan oleh masyarakat tertentu untuk bekerjasama,
berkomunikasi, dan mengidentifikasikan diri.

Dari sini dapat saya jelaskan bahwa bahasa dapat digunakan untuk bekerja sama
dalam artian dengan bahasa kita dapat bekerja sama dengan orang lain.

Perhatikan ilustrasi berikut ini!


Pada saat perkuliahan, saya menyuruh seorang mahasiswa untuk menghapus papan
tulis. Maka saya akan mengatakan, tolong hapus papan tulis tersebut. Pada saat
mahasiswa mendengar apa yang saya minta, kemudian mahasiswa melakukan aksi
dengan menghapus papan tulis, maka dapat dilihat bahwa bahasa berfungsi sebagai
alat untuk bekerjasama antara penutur dan lawan tutur.

Bahasa sebagai sarana komunikasi dapat dilihat pada saat kita berkomunikasi
dengan orang lain, baik dengan bahasa lisan maupun tulisan, maka untuk dapat
berkomunikasi atau menyampaikan ide/gagasan kepada orang lain kita akan
menggunakan media bahasa sebagai sarana untuk menyampaikan hal tersebut. Sebagai
ilustrasi, saya memberikan contoh sebagai berikut:

Ali adalah mahasiswa program studi Sastra Indonesia semester 1, ia juga termasuk
anggota HIMA Sasindo. Pada saat rapat HIMA, Ali memberikan pendapatnya
dengan menggunakan bahasa. Dari sini bisa saya gambarkan bahwa bahasa bisa
berfungsi sebagai alat komunikasi.

Bahasa sebagai sarana untuk mengidentifikasikan diri dapat saya jelaskan bahwa
dengan adanya bahasa, manusia dapat memahami dirinya sendiri. Misalnya, jika dia
seseorang yang pembawaannya kalem, biasanya dia akan menggunakan bahasa yang
sopan dan pelan dalam berbicara.

Sekilas kita sudah bisa memahami apa hakikat dari bahasa itu sendiri. Lalu muncul
pertanyaan baru, apa lagi yang terkait dengan pengertian bahasa yang lain??

Masalah lain yang berkenaan dengan pengertian bahasa adalah, bilamana sebuah
tuturan disebut bahasa yang berbeda dengan bahasa lainnya dan bilamana hanya
dianggap sebagai varian (ragam)dari suatu bahasa. Dua buah tuturan bisa disebut sebagai
dua bahasa yang berbeda berdasarkan dua buah patokan, yaitu patokan linguistik dan
patokan politis.

Secara linguistik dua buah tuturan dianggap sebagai dua buah bahasa yang berbeda,
kalau anggota-anggota dari dua masyarakat tuturan itu tidak saling mengerti.
Sebagai contoh, dalam buku Abdul Chaer disebutkan bahwa seorang penduduk asli
dari lereng Gunung Slamet Jawa Tengah tidak akan mengerti tuturan penduduk asli yang
datang dari lereng Gunung Galunggung Jawa Barat, karena bahasa yang digunakan di
lereng Gunung Slamet dan di lereng Gunung Galunggung sangat berbeda, baik kosa
katanya maupun sistem fonologinya. Sebaliknya kalau penduduk dari lereng Gunung
Slamet tadi berjumpa dengan seorang penduduk dari tepi Bengawan Solo, baik di Jawa
Tengah maupun Jawa Timur, dia akan dengan mudah dapat berkomunikasi.

Mengapa hal ini bisa terjadi?? Mengapa orang yang tinggal di lereng Gunung
Slamet, Jawa Tengah lebih bisa memahami ujaran dari masyarakat tutur yang tinggal di
tepi Bengawan Solo?? Mengapa demikian?. Kita dapat membayangkan bahwa orang
yang tinggal di lereng Gunung Slamet tinggal di wilayah yang sama yang menggunakan
bahasa Jawa, perbedannya hanya dialek saja yang berbeda. Sedangkan jika kita lihat
bahasa orang yang berasal dari lereng Gunung Galunggung Jawa Barat berbeda dengan
orang di lereng Gunung Slamet karena perbedaan wilayah. Kita lihat bahwa orang dari
lereng Gunung Galunggung dari Jawa Barat yang tentunya menggunakan bahasa
Indonesia.

Secara politis, kita bisa lihat bahwa bahasa Indonesia dan bahasa Malaysia yang
keduanya berasal dari bahasa yang sama, yaitu bahasa Melayu; dan juga jelas penutur
bahasa Indonesia akan dengan mudah memahami bahasa Indonesia. Apakah bahasa
Indonesia dan bahasa Malaysia merupakan dua buah bahasa yang berbeda, atau hanya
dua buah dialek dan sebuah bahasa yang sama?? Secara linguistik, bahasa Indonesia dan
bahasa Malaysia sebenarnya hanya dua buah dialek dari bahasa yang sama yaitu bahasa
Melayu. Tetapi secara politis, bahasa Indonesia dan bahasa Malaysia adalah dua buah
bahasa yang berbeda. Bahasa Indonesia adalah bahasa nasionaI bangsa Indonesia dan
bahasa Malaysia adalah bahasa nasional bangsa Malaysia.

Pateda (2011:6) mengatakan bahwa tanpa adanya bahasa orang tidak akan dapat
menjalankan amanah kehidupannya dengan sempurna. Bahasa adalah alat yang ampuh
untuk menghubungkan dunia seseorang dengan dunia di luar dari kita, dunia seseorang
dengan lingkungannya, dunia seseorang dengan alamnya bahkan dunia seseorang dengan
Tuhannya. Dari pemaparan Pateda ini dapat saya simpulkan bahwa hakikat bahasa
adalah alat yang digunakan oleh manusia sebagai penghubung, baik antara manusia
dengan lingkungannya, manusia dengan alam, dan dunia kita dengan Tuhannya. Saya
bisa memberikan contoh hakikat bahasa yang digunakan sebagai penghubung manusia
dengan lingkungannya, misalnya pada saat kita berbicara dengan orang yang ada di
sekitar kita. Pada saat bertemu, kita saling bertegur sapa dengan menggunakan bahasa.

Hakikat bahasa sebagai penghubung manusia dengan alamnya, dapat kita lihat
interaksi kita dengan alam. Meskipun alam tidak bisa berbicara dengan menggunakan
bahasa seperti manusia, namun tingkah laku kita dengan memahami apa yang ada di
alam bisa diartikan sebagai suatu aktivitas berbahasa sebagai alat penghubung. Misalnya,
pada saat kita melihat tanaman yang layu di taman, lalu kita mengatakan bahwa
“tanaman ini butuh air”, tanpa tanaman itu berkata bahwa ia membutuhkan air, manusia
bisa memahami dan memberikan air pada tanaman tersebut.

Hakikat bahasa sebagai alat penghubung dengan Tuhannya kiranya bisa kita lihat
pada saat manusia berdoa kepada Tuhannya. Meskipun secara kasat mata kita tidak
melihat Tuhan kita, tetapi kita yakin dan percaya bahwa melalui bahasa yang kita
ucapkan dalam doa-doa yang kita panjatkan kepada Tuhan kita, maka Tuhan bisa
mendengar dan mengabulkan doa tersebut.

Berdasarkan pemaparan di atas, dapat saya simpulkan bahwa hakikat bahasa adalah
sebagai alat komunikasi yang bisa dipakai oleh masyarakat tertentu untuk bekerja sama
atau mengekspresikan dirinya.

2. Fungsi Bahasa
Setelah kita membahas tentang apa itu bahasa dan juga hakikat bahasa itu sendiri,
lalu muncul pertanyaan berikutnya. Apa sebenarnya fungsi dari bahasa itu sendiri??

Menurut Pateda (2011:11),dengan bahasa kita mengetahui apa yang terjadi di tempat
lain, dan kita mengetahui apa yang terjadi pada masa lampau. Begitu juga dengan
bahasa, orang dapat menyampaikan apa yang dirasanya kepada orang lain

Pada umumnya perbuatan bahasa dapat dibagi atas dua kegiatan:

berbicara mendengar
menulis membaca
Tetapi setiap hari seseorang lebih banyak menghabiskan waktunya untuk berbicara.
Perhatikan orang-orang di pelabuhan atau petani di sawah. Tiap hari mereka hanya
berbicara dalam arti menghubungkan dunia mereka dengan dunia lingkungannya. Bagi
mereka bahasa semata-mata berfungsi sebagai alat komunikasi. Artinya, dengan bahasa
mereka dapat berhubungan dengan orang lain. Kalau dilihat, fungsi komunikasi itulah
yang terpenting dari bahasa mengingat banyak sekali rakyat di seluruh dunia yang masih
buta huruf.Hubungan dengan orang lain dapat berupa menanyakan, menyatakan,
mengharapkan, menyuruh, meminta dan sebagainya.

Bahasa dapat digunakan untuk berhubungan dengan orang lain bisa digunakan untuk
menanyakan. Sebagai contoh, pada saat pertama kali bertemu, kemudian ada seorang
penutur yang mengatakan, “Hai, apa kabar?”. Ini adalah fungsi bahasa yang berfungsi
untuk menanyakan sesuatu. Untuk menanyakan sesuatu, maka kalimat tanya digunakan
untuk menanyakan sesuatu. Dengan adanya bahasa, maka orang tersebut ingin
menanyakan bagaimana kabar orang yang diajak berbicara.

Bahasa dapat digunakan untuk menyatakan sesuatu. Dalam hubungannya dengan


orang lain, kalimat pernyataan bisa digunakan untuk menyatakan sesuatu. Sebagai
contoh, “Saya hari ini pergi ke Bandung”. Kalimat tersebut merupakan kalimat yang
digunakan untuk mengungkapkan bahwa si pembicara sedang pergi ke Bandung pada
hari tersebut.

Dalam hubungannya dengan orang lain, bahasa bisa berfungsi untuk mengharapkan.
Kalimat pengharapan biasa digunakan untuk menunjukkan bahwa ada sesuatu yang
diharapkan oleh pembicara kepada orang lain. Contoh, “Saya berharap kamu bisa datang
ke acara pernikahan kami.” Dari kalimat yang diungkapkan seperti itu, dapat dilihat
bahwa pembicara berharap agar lawan bicara mau datang ke acara pernikahan mereka.

Bahasa dapat digunakan untuk menyuruh orang lain. Biasanya bahasa seperti ini bisa
kita jumpai pada saat kita meminta orang lain untuk melakukan sesuatu. Untuk
menyuruh orang lain, biasanya menggunakan kalimat perintah. Contoh, “Bukakan pintu
itu!”. Kalimat tersebut diujarkan dengan menggunakan kalimat perintah. Fungsi dari
kalimat perintah tersebut adalah pembicara menyuruh orang lain untuk membukakan
pintu untuk si pembicara. Untuk menyuruh orang lain, kita bisa juga menggunakan
bahasa yang lebih halus dalam bentuk permintaan. Seperti pada kalimat berikut,
“Bersediakah jika Engkau membukakan pintu untuk saya?”. Kalimat perintah dengan
menggunakan kalimat tanya ini terkesan lebih halus dan bisa berfungsi untuk meminta
orang lain untuk melakukan sesuatu.

Selain itu, dengan bahasa kita dapat mencatat apa yang telah terjadi dan kita dapat
pula menyatakan apa yang akan terjadi. Pendek kata dengan bahasa, kita dapat
mewariskan kebudayaan kita kepada orang setelah kita. Dengan demikian, kita dapat
berkata bahwa bahasa berfungsi sebagai alat kebudayaan. Misalnya, kebudayaan pada
masa lampau hanya dapat kita pelajari jika ada bukti tertulis atau bukti lisan dari orang-
orang yang menjadi saksi atau pelaku sejarah. Bukti-bukti tersebut diujarkan atau
dituliskan dalam bentuk bahasa sehingga bahasa bisa dikatakan sebagai alat kebudayaan.

Dewasa ini dengan majunya teknologi, kita dapat menyimpan suara-suara yang telah
kita ucapkan dalam pita-pita kaset yang sewaktu-waktu dapat kita dengarkan kembali.
Kita telah melihat orang dapat menggunakan bahasa meskipun mereka tidak berhadapan
(telepon, interlokal, radio, dan sebagainya).

Menurut Soeparno (2002: 5) fungsi umum bahasa sebagai alat komunikasi sosial.
Komunikasi diperlukan antaranggota masyarakat, untuk keperluan hal tersebut
dipergunakan wahana yang dinamakan bahasa. Dengan demikian, setiap masyarakat
masyarakat dipastikan memiliki dan menggunakan alat komunikasi sosial tersebut.
Mengacu pada pandangan di atas dapat disimpulkan fungsi umum dari bahasa adalah
diperlukan wahana yang namanya bahasa. Sedangkan pelakunya adalah antaranggota
masyarakat.

Sedangkan fungsi khusus bahasa menurut Jakobson (dalam Soeparno, 2002:7),


bahasa dibagi atas enam macam yaitu fungsi emotif, konatif, referensial, puitik, fatik,
dan metalingual.

(1) Bahasa memiliki fungsi emotif manakala bahasa digunakan dalam


mengungkapkan perasaan/emosi, seperti: rasa gembira, senang, kesal, sedih, dan
sebagainya. Bahasa merupakan tempat pelarian bila hati bertempur melawan
kehidupan ini. Fungsi emotif bertumpu pada aspek penutur (addresser). Fungsi
emotif disamakan pengertiannya dengan fungsi personal dan fungsi internal.
(2) Bahasa memiliki fungsi konatif manakala bahasa digunakan dengan maksud agar
lawan bicara mau melakukan sesuatu. Fungsi konatif disamakan artinya dengan
fungsi direktif.
(3) Bahasa memiliki fungsi refensial manakala bahasa digunakan untuk
membicarakan sesuatu dengan topik tertentu. Fungsi referensial bertumpu pada
aspek konteks (context).
(4) Bahasa memiliki fungsi puitik manakala bahasa digunakan untuk menyampaikan
sesuatu amanat atau pesan tertentu. Fungsi puitik bertumpu pada aspek amanat
(message). Fungsi putik disamakan artinya dengan fungsi imajinatif.
(5) Bahasa memiliki fungsi fatik manakala bahasa digunakan untuk sekadar ingin
tahu mengadakan kontak dengan orang lain. Fungsi fatik bertumpu pada kontak
(contact). Fungsi fatik dapat disamakan artinya dengan fungsi interpersonal.
(6) Bahasa memiliki fungsi metalingual manakala bahasa digunakan untuk
membahas bahasa itu sendiri. Fungsi metalingual bertumpu pada kode (code)
bahasa.

Ada ahli bahasa lain yang menyebutkan tentang fungsi bahasa sebagai berikut.
Dilihat dari sudut penuturnya, maka bahasa berfungsi personal atau pribadi. Maksudnya,
si penutur menyatakan sikap terhadap apa yang dituturkannya. Si penutur bukan hanya
mengungkapkan emosi lewat bahasa, tetapi juga memperlihatkan emosi itu sewaktu
menyampaikan tuturannya. Dalam hal ini pihak pendengar juga mendapat menduga
apakah si penutur sedih, marah, atau gembira.

Dilihat dari segi pendengarnya atau lawan bicara, maka bahasa itu berfungsi direktif,
yaitu mengatur tingkah laku pendengar. Di sini bahasa itu tidak hanya membuat si
pendengar melakukan sesuatu, tetapi melakukan kegiatan yang sesuai yang dimau
pembicara. Hal ini dapat dilakukan si penutur dengan menggunakan kalimat-kalimat
yang menyatakan perintah, himbauan, permintaan, maupun rayuan.

Dilihat dari segi kontak antara penutur dan pendengar maka bahasa di sini berfungsi
fatik, yaitu fungsi menjalin hubungan, memelihara, memperlihatkan persaan bersahabat,
atau solidaritas sosial. Ungkapan-ungkapan yang digunakan biasanya sudah berpola
tetap, seperti pada saat berjumpa, pamit, membicarakan cuaca, atau menanyakan keadaan
keluarga. Ungkapan-ungkapan fatik ini biasanya disertai dengan unsur paralinguistik,
seperti senyuman, gelengan kepala, gerak-gerik tangan, air muka, dan kedipan mata.
Ungkapan-ungkapan tersebut yang disertai unsur paralinguistik tidak mempunyai arti,
dalam arti memberikan informasi, tatapi membangun kontak sosial antara partisipan di
dalam petuturan itu.

Dilihat dari segi topik ujaran, maka bahasa itu berfungsi referensial,di sini bahasa itu
berfungsi sebagai alat untuk untuk membicarakan objek atau peristiwa yang berada di
sekeliling penutur yang ada dalam budaya pada umumnya. Fungsi referensial inilah yang
melahirkan paham tradisional bahwa bahasa itu adalah alat untuk menyatakan pikiran,
untuk menyatakan bagaimana pendapat si penutur tentang dunia di sekelilingnya.
Ungkapan-ungkapan seperti “Ibu dosen itu cantik sekali”, atau “Gedung perpustakaan itu
baru di bangun” adalah contoh fungsi bahasa yang berfungsi referensial.

Dilihat segi kode yang digunakan, maka bahasa itu berfungsi metalingual atau
metalingualistik, yakni bahasa itu digunakan untuk membicarakan bahasa itu sendiri.
Memang tampaknya agak aneh; biasanya bahasa itu digunakan untuk membicarakan
masalah lain, seperti masalah politik, ekonomi, atau pertanian. Tetapi dalam fungsinya di
sini bahasa itu digunakan untuk membicarakan atau menjelaskan bahasa. Hal ini dapat
dilihat dalam proses pembelajaran bahasa di mana kaidah-kaidah atau aturan-aturan
bahasa dijelaskan dengan bahasa. juga dalam kamus monolingual, bahasa itu digunakan
menjelaskan arti bahasa (dalam hal ini kata) itu sendiri.

Dilihat dari segi amanat (message) yang akan disampaikan maka bahasa itu
berfungsi imaginatife, sesungguhnya, bahasa itu dapat digunakan untuk menyampaikan
pikiran, gagasan, dan perasaan; baik yang sebenarnya, maupun yang cuma imaginasi
(khayalan, rekaan) saja. Fungsi imaginatif ini biasanya ini biasanya berupa karya seni
(pusi, cerita, dongeng, lelucon) yang digunakan untuk kesenagan penutur, maupun para
pendengarnya.

Sementara itu Nababan (1984) dalam bukunya “Sosiolinguistik” menyebutkan


fungsi bahasa berbeda pula dengan pandangan linguis di atas. Menurut Nababan, bahasa
memiliki fungsi umum sebagai alat komunikasi, memiliki empat golongan fungsi, yakni
(1) fungsi kebudayaan, (2) fungsi kemasyarakatan, (3) fungsi perorangan, dan (4) fungsi
pendidikan.

(1) Fungsi kebudayaan berfungsi membicarakan hubungan bahasa dengan


kebudayaan sebagai (1) sarana perkembangan kebudayaan, (2) jalur penerus
kebudayan, (3) inventaris ciri-ciri kebudayaan.
(2) Fungsi kemasyarakatan bahasa menunjukkan peranan khusus sesuatu bahasa
dibagi dua, yakni (1) yang berdasarkan ruang lingkup dan (2) yang berdasarkan
bidang pemakaian. Ruang lingkup bahasa nasional berfungsi sebagai (a)
lambang kebanggaan bangsa, (b) lambang identitas bangsa, (c) alat penyatuan
suku bangsa, (d) alat perhubungan antardaerah dan antarbudaya.
(3) Fungsi perorangan yaitu (a) instrumental, (b) menyuruh, (c) interaksi, (d)
kepribadian, (e) pemecahan masalah, (f) khayal. Kepada klasifikasi ini perlu
ditambahkan lagi satu fungsi yang terdapat pada orang yang berusia lebih dari
tiga tahun, (g) informasi.
(4) Fungsi pendidikan didasarkan pada tujuan penggunaan bahasa dalam pendidikan
dan pengajaran. Fungsi pendidikan bahasa dapat dibagi atas empat subfungsi: (1)
integratif, (2) fungsi instrumental, (3) fungsi kultural, dan (4) fungsi penalaran.

(5) Fungsi integratif memberikan penekanan pada penggunaan bahasa sebagai alat
yang membuat anak didik ingin dan sanggup menjadi anggota dari suatu
masyarakat.
(6) Fungsi instrumental ialah penggunaan bahasa untuk tujuan mendapat keuntungan
material, memperoleh pekerjaan, meraih ilmu, dan sebagainya.
(7) Fungsi kultural ialah penggunaan bahasa sebagai jalur mengenal dan menghargai
suatu sistem nilai dan cara hidup, atau kebudayaan, sesuatu masyarakat.
(8) Fungsi penalaran memberi banyak tekanan pada penggunaan bahasa sebagai alat
berpikir dan mengerti serta menciptakan konsep-konsep, dengan pendek untuk
bernalar.
Sedangkan menurut Halliday 1973 (dalam Tarigan, 2009 : 6-8) mengemukakan
tujuh fungsi bahasa dalam bukunya yang berjudul Expplorations in the Functions
Language yaitu : (1) Fungsi instrumental, (2) fungsi regulasi, (3) fungsi pemerian, (4)
fungsi interaksi, (5) fungsi perorangan, (6) fungsi heuristik, dan (7) fungsi imajinatif.

(1) Fungsi instrumental berfungsi yaitu menyebabkan peristiwa-peristiwa tertentu


terjadi.
(2) Fungsi regulasi bertindak untuk mengendalikan serta mengatur orang lain.
(3) Fungsi pemerian dalah penggunaan bahasa untuk membuat pernyataan-
pernyataan, menyampaikan fakta-fakta, dan pengetahuan, menjelaskan atau
melaporkan, dengan kata lain menggambarkan (to represent) realitas yang
sebenarnya, seperti yang dilihat seseorang.
(4) Fungsi interaksi yaitu komunikasi yang disampaikan melalui interaksi sosial
yang mengenai logat (slang), logat khusus (jargon), lelucon, cerita rakyat
(folklore), adat istiadat dan budaya setempat, tata krama pergaulan, dan
sebagainya.
(5) Fungsi perorangan yaitu seorang pembicara mengekspresikan perasaan, emosi,
pribadi serta reaksi-reaksinya yang mendalam. Fungsi heuristik ini sering kali
disampaikan dalam bentuk pertanyaan yang menuntut jawaban. Fungsi imajinatif
yaitu menciptakan sistem-sistem atau gagasan yang bersifat imajinatif.
Sementara itu, menurut Kinnevy (dalam Chaer dan Agustina, 2004: 33) fungsi dasar
bahasa ada lima yaitu: fungsi ekspresi, fungsi informasi, fungsi eksplorasi, fungsi
persuasi, dan fungsi entertaimen.

(1) Fungsi ekspresi termasuk pernyataan senang, benci, kagum, marah, jengkel,
sedih, dan kecewa dapat diungkapkan dalam bahasa. Tingkah laku, gerak-gerik,
dan mimik juga berperan dalam pengungkapan ekspresi;
(2) fungsi informasi adalah fungsi untuk menyampaikan pesan atau amanat kepada
orang lain;
(3) fungsi eksplorasi adalah penggunaan bahasa untuk menjelaskan suatu hal,
perkara, dan keadaan;
(4) fungsi persuasi adalah penggunaan bahasa yang bersifat mempengaruhi atau
mengajak orang lain untuk melakukan sesuatu secara baik-baik;
(5) fungsi entertaimen adalah pengggunaan bahasa dengan maksud untuk
menghibur, menyenangkan atau memuaskan perasaan batin.
Dari pemaparan di atas, saya dapat menyimpulkan bahwa fungsi bahasa sangat
bervariasi tergantung bagaimana pengguna bahasa berkomunikasi dengan bahasa tertentu
untuk tujuan tertentu juga.

3. Isi Bahasa
Bahasa yang berwujud bunyi itu, apa saja isinya? Menurut G.A. Miller (1974: 8)
dalam Pateda (2011:6) bahasa yang berwujud bunyi berisi:
a. Phonological information, informasi yang bersifat fonologis, bunyi yang taat
makna.

b. Syntactic information, informasi yang dikemukakan dalam wujud kalimat.


Memang demikian keadaannya. Dalam kehidupan sehari-hari kita
mengeluarkan kalimat-kalimat.

c. Lexical information, informasi yang terdapat dalam setiap Ieksem.

d. Conceptual knowledge, konsep-konsep yang berupa pengetahuan.

e. Have some system of beliefs in order to evaluate what he hears, memiliki


sistem keyakinan untuk mengevaluasi apa yang kita dengar.

4. Sifat Bahasa
Chaer (2012:33-59) mengatakan bahwa hakikat bahasa pada umumnya tidak dapat
dipisahkan dari sifat dan ciri bahasa itu sendiri, yaitu :

a. Bahasa Sebagai Sistem


Sebagai sebuah sistem, bahasa bersifat sistematis dan sistemis. Dengan
sistematis artinya bahasa tersusun menurut suatu pola, tidak tersusun secara acak,
secara sembarangan. Sedangkan sistemis, artinya, bahasa bukan merupakan sistem
tunggal, tetapi terdiri juga dan sub-subsistem; atau sistem bawahan. Jenjang
subsistem dalam linguistik dikenal dengan nama tataran lnguistik atau tataran
bahasa.

Secara hirarki subsistem bahasa itu dibagankan sebagai berikut:


wacana

sintaksis

frase

kata
morfologi
morfem

fonem
fonologi
fon
Gambar 2.1. Hirarki subsistem bahasa

Berdasarkan gambar di atas, dapat dijelaskan bahwa jika diurutkan dari tataran
yang terendah sampai tataran yang tertinggi, dalam hal ini yang menyangkut ketiga
subsistem struktural di atas adalah tataran fonem, morfem, frase, klausa, kalimat,
dan wacana. Tataran fonem masuk dalam bidang kajian fonologi; tataran morfem
dan kata masuk dalam bidang kajian morfologi; tataran frase, klausa, kalimat, dan
wacana masuk dalam bidang kajian sintaksis.

b. Bahasa Sebagai Lambang


Bahasa adalah suatu sistem lambang dalam wujud-wujud bahasa, bukan wujud
bahasa yang lain. Contoh pemakaian bahasa sebagai lambang, bunyi peluit panjang
yang ditiup wasit merupakan lambang bahwa permainan telah usai (mengapa harus
peluit panjang dan bukan bunyi peluit pendek-pendek tiga kaIi adalah masalah
konvensi), dan bagi penonton peluit panjang itu menjadi tanda bahwa permainan
sudah selesai, sedangkan bagi pemain peluit panjang itu menjadi isyarat atau sinyal
bahwa mereka harus segera menghentikan permainan itu.

c. Bahasa Adalah Bunyi


Sistem bahasa itu berupa lambang yang wujudnya berupa bunyi. Kata bunyi,
yang sering sukar dibedakan dengan kata suara, sudah biasa kita dengar dalam
kehidupan sehari-hari. Secara teknis, menurut Kridalaksana (1983:27) bunyi adalah
kesan pada pusat saraf sebagai akibat dan getaran gendang telinga yang bereaksi
karena perubahan-perubahan dalam tekanan udara. Bunyi bisa bersumber pada
gesekan atau benturan benda-benda, alat suara pada binatang dan manusia.
Yang dimaksud dengan bunyi pada bahasa atau yang termasuk lambang bahasa
adalah bunyi-bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Jadi, bunyi yang bukan
dihasilkan oleh alat ucap manusia tidak termasuk bunyi bahasa.

Tetapi juga tidak semua bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia terrnasuk
bunyi bahasa. Bunyi teriak, bersin, batuk-batuk, dan bunyi orokan bukan termasuk
bunyi bahasa, meskipun dihasilkan oleh alat ucap manusia, karena semuanya itu
tidak termasuk ke dalam sistem bunyi bahasa.

d. Bahasa Bersifat Arbitrer


Kata arbitrer bisa diartikan ‘sewenang-wenang, berubah-ubah, tidak tetap, mana
suka’. Yang dimaksud dengan istilah arbitrer itu adalah tidak adanya hubungan
wajib antara lambang bahasa (yang berwujud bunyi itu) dengan konsep atau
pengertian yang dimaksud oleh lambang tersebut. Umpamanya, antara [kuda]
dengan yang dilambangkannya, yaitu “sejenis binatang berkaki empat yang biasa
dikendarai’. Kita tidak dapat menjelaskan mengapa binatang tersebut dilambangkan
dengan bunyi (kuda). Mengapa, misalnya, bukan (aduk) atau (akudi) atau lambang
lainnya.

e. Bahasa Itu Bermakna


Bahasa adalah sistem lambang yang berwujud bunyi, atau bunyi ujar. Sebagai
lambang tentu ada yang dilambangkan. Maka, yang dilambangkan itu adalah suatu
pengertian, suatu konsep, suatu ide, atau suatu pikiran yang ingin disampaikan
dalam wujud bunyi itu.

Oleh karena itu, lambang itu mengacu pada sesuatu konsep, ide, atau pikiran,
maka dapat dikatakan bahwa bahasa itu mempunyai makna. Misalnya, lambang
bahasa yang berwujud bunyi (kuda): lambang ini mengacu pada konsep “sejenis
binatang berkaki empat yang biasa dikendarai”.

f. Bahasa Itu Bersifat Konvensional


Meskipun hubungan antara lambang bunyi dengan yang dilambangkan bersifat
arbitrer, tetapi penggunaan lambang tersebut untuk suatu konsep tertentu bersifat
konvensional. Artinya, semua anggota masyarakat bahasa itu mematuhi konvensi
bahwa lambang tertentu itu digunakan untuk mewakili konsep yang diwakilinya.
Kalau, misalnya, binatang berkaki empat yang biasa dikendarai, yang secara arbitrer
dilambangkan dengan bunyi (kuda) maka anggota masyarakat bahasa Indonesia,
semuanya, harus mematuhinya. Kalau tidak dipatuhi dan mengganti dengan lambang
lain makan komunikasi akan terhambat.

g. Bahasa Itu Bersifat Unik


Unik artinya mempunyai ciri khas yang spesifik yang tidak dimiliki oleh yang
lain. Lalu, kalau bahasa dikatakan bersifat unik, maka artinya setiap bahasa
mempunyai ciri khas sendiri yang tidak dimiliki oleh bahasa Iainnya. Ciri khas ini
bisa menyangkut sistem bunyi, sistem pembentukan kata, sistem pembentukan
kalimat, atau sistem-sistem lainnya. Salah satu keunikan bahasa Indonesia adalah
bahwa tekanan kata tidak bersifat morfemis, melainkan sintaksis.

h. Bahasa Itu Bersifat Universal


Selain bersifat unik, yakni mempunyai sifat atau ciri masing-masing, bahasa
juga bersifat universal. Artinya, ada ciri-ciri yang sama yang dimiliki oleh setiap
bahasa yang ada di dunia ini. Ciri yang universal ini tentunya merupakan unsur
bahasa yang paling umum, yang bisa dikaitkan dengan ciri-ciri atau sifat-sifat bahasa
lain.

i. Bahasa Itu Bersifat Produktif


Kata produktif adalah bentuk ajektif dari kata kata benda produksi. Arti
produktif adalah “banyak hasilnya” atau lebih tepat “terus-menerus menghasilkan”.
Bahasa itu dikatakan produktif, maksudnya adalah meskipun unsur-unsur bahasa itu
terbatas, tetapi dengan unsur-unsur yang jumlahnya terbatas itu dapat dibuat satuan-
satuan bahasa yang jumlahnya tidak terbatas. Meski secara relatif, sesuai dengan
sistem yang berlaku dalam bahasa itu. Umpamanya, kalau kita ambil fonem-fonem
bahasa Indonesia /a,/ /i/, /k/, dan /t/; maka dari keempat fonem itu dapat kita hasilkan
satuan-satuan bahasa baru.

j. Bahasa Itu Bervariasi


Mengenai variasi bahasa, ada tiga istilah yang perlu diketahui, yaitu idiolek,
dialek, dan ragam. Idiolek adalah variasi atau ragam bahasa yang bersifat
perseorangan. Setiap orang tentu mempunyai ciri khas bahasanya masing-masing.
Dialek adalah variasi bahasa yang digunakan oleh sekelompok anggota masyarakat
pada suatu tempat atau suatu watu, Misalnya, kita di Indonesia mengenal adanya
bahasa Jawa dialek Banyumas, bahasa Jawa dialek Tegal, bahasa Jawa dialek
Surabaya, dan sebagainya. Ragam atau ragam bahasa adalah variasi bahasa yang
digunakan dalam situasi, keadaan, atau untuk keperluan tertentu. Untuk situasi
formal digunakan ragam bahasa yang disebut ragam baku atau ragam standar untuk
situasi yang tidak formal digunakan ragam yang tidak baku atau ragam nonstandar.

k. Bahasa Bersifat Dinamis


Bahasa adalah satu-satunya milik manusia yang tidak pemah lepas dan segala
kegiatan dan gerak manusia sepanjang keberadaan manusia, sebagai makhluk yang
berbudaya dan bermasyarakat. Tak ada kegiatan manusia yang tidak disertai oleh
bahasa. Karena keterikatan bahasa itu dengan manusia, sedangkan dalam
kehidupannya di dalam masyarakat kegiatan manusia tidak tetap dan selalu berubah,
maka bahasa itu juga menjadi ikut berubah, menjadi tidak tetap, menjadi tidak statis.
Karena itulah, bahasa itu disebut dinamis.

l. Bahasa itu Manusiawi


Alat komunikasi manusia yang namanya bahasa adalah bersifat manusiawi.
Dalam arti hanya milik manusia dan hanya dapat digunakan oleh manusia.

Archibal A. Hill (1958: 3-9) menyebutkan lima sifat pada bahasa yang berwujud
bunyi. Kelima sifat itu, ialah:

a. Bahasa merupakan seperangkat bunyi. Bunyi itu bersistem dan dikeluarkan oleh
alat bicara manusia,

b. Hubungan antara bunyi bahasa dan objek (reference-nya) bersifat arbitrary.


Artinya, hubungan antara bunyi dan wujudnya yang berwujud benda, atau
konsep bersifat manasuka. Buktinya bunyi kadera dalam bahasa Gorontalo,
kursi dalam bahasa Indonesia dan chair dalam bahasa Inggris.

c. Bahasa itu bersistem. Tiap bahasa di dunia ini mempunyai sistem sendiri.
Sistem bahasa Indonesia berbeda dengan sistem bahasa Inggris dan bahasa lain
di dunia ini,

d. Bahasa adalah seperangkat lambang. Memang bunyi yang dihasilkan oleh alat
bicara manusia itu berwujud lambang. Misalnya, bunyi kuda lambangnya adalah
/k, u, d, a / kalau kita suarakan dan berwujud kuda kalau kita tuliskan dalam
bahasa Indonesia (sebab dalam bahasa Inggris akan ditulis horse). Lambang-
lambang itu kita mengerti maknanya apabila lambang tersebut berada dalam
kawasan bahasa yang kita pahami.

e. Bahasa bersifat sempurna maksudnya, bahwa bahasa membawakan amanahnya


sebagai wahana komunikasi. Agar bahasa itu dapat bersifat sempurna, maka
orang sering menambahkan unsur lain dalam bahasanya apakah berwujud
gerakan tangan, perubahan roman muka, atau penambahan unsur
suprasegmental pada setiap satuan ujaran.

5. Proses Bahasa
Telah berulang-ulang dikatakan bahwa bahasa yang berwujud bunyi itu dihasilkan
oleh alat bicara manusia. Untuk sampai dimengerti orang lain, bahasa tersebut melalui
suatu proses. Menurut William G. Moulton, ada sebelas tahap yang berbeda dalam
seluruh proses bahasa. Seperti yang terdapat di bawah ini:

a. Membuat kode semantis


b. Membuat kode gramatikal
c. Membuat kode fonologi
d. Perintah otak
e. Gerakan alat ucap
f. Bunyi berupa getaran
g. Perubahan getaran melalui telinga pendengar
h. Getaran diteruskan ke otak
i. Pemecahan kode fonologis
j. Pemecahan kode gramatikal
k. Pemecaha kode semantis

Proses ini berlangsung dengan cepat sehingga dalam waktu singkat manusia dapat
berkomunikasi dengan cepat. Begitu bunyi dikeluarkan dari alat bicara seseorang, bunyi
segera merambat ke telinga pendengar, maka bunyi tadi diproses dengan cepat sehingga
pendengar segera mereaksi terhadap segala sesuatu yang dikemukakan oleh pembicara.
Jadi, apa yang dikemukakan oleh pembicara merupakan stimulus bagi pendengar.
Berdasarkan stimulus itu, pendengar membuat reaksi atau respon.

Proses ini oleh Bloomfield (1933 : 26) dalam Pateda (2011:8) digambarkan sebagai
berikut:

S R S R

s = stimulus

r = respons

Dari gambar di atas, dapat dijelaskan bahwa pada saat kita berkomunikasi dengan
menggunakan bahasa, maka pada saat pertama kali berbicara, ia memberikan stimulus
atau rangsangan bagi pendengarnya untuk bisa merespon apa yang ia sampaikan
sehingga terjalinlah proses komunikasi.

Sedangkan F. De Saussure dalam Pateda (2011:9) menggambarkan proses bahasa


sebagai berikut:

Audition Phonation

C S C S

C = Concept

S = Sound Image Audition

Gambar 2.2. Proses Bahasa Menurut De Saussure


Katakanlah ada dua orang yang sedang berbicara A dan B. Ketika A mulai berbicara
sebenarnya dalam dirinya mulai berproses apa yang disebut mental facts (concept) yang
berkorelasi dengan linguistic-sounds (sound-images). Kedua bentuk ini berproses
melalui otak. Konsep menunjuk pada ‘sesuatu’ yang akan dinyatakan, sedangkan sound-
images merupakan perwujudan konsep tersebut berupa bunyi-bunyi bahasa. Hal ini
merupakan gejala psikologis (psychological phenomenon) yang segera diikuti oleh
physiological process (proses fisik) di mana konsep dan bunyi tadi akan dihasilkan
melalui alat bicara. Bunyi bahasa yang berwujud gelombang bunyi berpindah dari mulut
A ke telinga si B.

Gelombang bunyi dari A ke B mengalami proses fisik (physical process). Bunyi


yang berwujud gelombang-gelombang tadi menyentuh alat dengar si B yang segera
diolah dalam otak si B. Pada otak si B berkorelasi pula sound-images tadi dengan
konsep-konsep yang ada pada B. Berdasarkan olahan itu B mereaksi terhadap apa yang
dikatakan A. Apa yang terjadi pada A demikian pula yang terjadi pada B. Hanya
syaratnya mesti ada faktor saling mengerti (mutual intelligibility, Gleason; 1961 : 441).

Apa yang terjadi pada A dan B berlangsung dengan cepat. Kaset konsep dengan
segala beban maknanya yang terdapat dalam simpul-simpul otak, baik yang terdapat
pada A maupun yang terdapat pada B siap untuk dikeluarkan dan siap untuk menafsirkan
lambang-lambang bunyi itu.

Dilihat dan segi neurophysiology apa yang berhubungan dengan bahasa diatur di
dalam hemisfir kiri di tempat daerah Broca, Wernicke dan konteks superior. Ketika
daerah penting yang ada pada otak manusia dipusatkan dalam suatu sistem yang disebut
sistem sentersefalik (Centercephalic system) yang Ietaknya diperkirakan di tengah-
tengah di antara daerah Broca, Werncke dan konteks superior. Semua rangsangan
termasuk yang lewat telinga dan mata yang masuk ke otak diperiksa dulu oleh sistem
sentersefalik yang kemudian dikirim ke bagian-bagian yang dipilih untuk
menanggapinya.

Daerah yang khusus mengontrol ujaran disebut daerah Broca. Broca (yang dikutip
oleh Soenjono Dardjowidjojo: 1982:5) dalam Pateda (2011:10) mengatakan bahwa dasar
ujaran bergantung pada empat faktor yakni:
a. sebuah ide
b. hubungan konvensional antara ide dan kata
c. cara penggandengan gerak artikulasi dengan kata
d. penggunaan alat-alat artikulasi.
Keempat unsur di atas ini harus ada sebab kalau tidak, akan terjadi keanehan-
keanehan tertentu. Misalnya, kalau tak terpenuhi faktor keempat, orang tak dapat
berbicara meskipun ia mengerti apa yang dibicarakan.

Seperti telah dikatakan di atas, apa yang diuraikan ini berlangsung dengan cepat.
Dalam praktiknya kita tidak menunggu terlalu lama sebuah lambang dikeluarkan dan
tidak terlalu lama pula memberi reaksi.

6. Bentuk Bahasa
Kalau kita perhatikan dalam kehidupan sehari-hari setiap orang yang berhubungan
dengan bahasa hanya melaksanakan empat kegiatan, yaitu: .

a. Berbicara
b. Menyimak
c. Membaca
d. Menulis
Dari empat kegiatan tersebut, kita dapat membagi bentuk bahasa itu atas dua bagian
yang besar, yakni

a. Bahasa lisan
b. Bahasa tulis
Kalau kita mengatakan bahasa lisan, maka kita dapat membayangkan seseorang
sedang berbicara dan orang lain mendengar. Dan kalau kita mengatakan ada bahasa tulis,
maka dalam bayangan kita ada orang menulis dan tulisannya dibaca orang lain. Apabila
kedua bentuk bahasa ini kita hubungkan dengan linguistik, maka yang terpenting bagi
linguistik ialah bahasa lisan.

Bahasa tulis dianggap sebagai objek sekunder. Ini tidak mengherankan karena dari
sebuah kalimat yang tertulis, terlalu sulit diterka apa yang tersirat dalam tulisan itu.
Seandainya kita membaca kalimat; SekaIi berarti sudah itu mati, kita tidak tahu persis
apa yang dimaksud dengan kalimat ini. Namun, kalau kalimat ini dilisankan apalagi kita
berhadapan dengan orang yang mengucapkan kalimat itu, kita masih dapat meminta
penjelasan, apa yang dimaksudkannya dengan kalimat tersebut.

Jadi, bagi seorang linguis bahasa lisanlah yang terpenting. Ini bukan berarti bahwa
bahasa tulis tak dapat dipergunakan. Bahasa tulis dapat melengkapi apa yang kita peroleh
dari bahasa lisan. Bahkan kalau kita mengadakan penelitian tentang suatu bahasa yang
tidak mempunyai penuturnya lagi, maka bahasa tulislah yang diambil sebagai data.

Bahasa lisan dianggap sempurna karena orang yang sedang berbicara dapat
menambahkan unsur-unsur suprasegmental pada ucapannya sehingga apa yang
diucapkannya lebih jelas. Lain daripada itu, seorang pembicara dapat menambah
kejelasan isi pembicaraannya dengan bantuan gerakan anggota badannya. Perhatikan saja
orang yang sedang marah, orang yang berpidato. Kita melihat orang itu sering
mengacungkan tangan, berbicara keras tetapi tiba-tiba lambat, dan sebagainya. Hal
mengacungkan tangan seperti itu tentu tak dapat kita lukiskan dalam tulisan. Itulah
sebabnya bahasa lisan dianggap sebagai bentuk bahasa sempurna.

C. LATIHAN
Kerjakan soal-soal latihan berikut ini dengan teliti dan cermat!

1. Objek kajian linguistik adalah bahasa. Menurut Anda, Apa itu bahasa?
2. Setiap manusia memiliki tata cara yang berbeda-beda tergantung wilayahnya
masing-masing yang biasa kita kenal sebagai dialek. Menurut Anda, Apa itu dialek?
Beri contohnya!
3. Setiap individu memiliki cara yang berbeda-beda pada saat berbicara yang khusus
dimiliki oleh individu tersebut yang dikenal dengan istilah idiolek. Apa yang Anda
ketahui tentang idiolek? berikan contohnya!
4. Apa yang Anda ketahui tentang bahasa bersifat arbiter?berikan contohnya!
5. Dalam kelas kata, misalnya dari kelas kata yang satu berubah menjadi kelas kata
yang lain. Contoh, dari kata tulis sebagai kata kerja kemudian ditambahkan akhiran
–an menjadi tulisan sehingga kelas katanya berubah menjadi kata benda sehingga
bisa dikatakan bahwa bahasa bersifat produktif. Jelaskan pengertian bahwa bahasa
itu bersifat produktif!
6. Bahasa secara umum berfungsi sebagai alat komunikasi dan semua bahasa di dunia
memiliki sistem bahasa meskipun berbeda-beda di setiap negaranya. Menurut Anda,
mengapa bahasa itu bisa dikatakan bersifat universal. Jelaskan dan beri contoh!

D. DAFTAR PUSTAKA

1. Alwasilah, A. Chaedar. 2011. Linguistik Suatu Pengantar. Bandung: Angkasa.


2. Bell, T Roger. 1976. Sosiolinguistics: Goals, Approaches and Problems. Landon:
Batsford Ltd.
3. Bloomfield, Leonard. 1995. Language. Penerj. Sutikno. Jakarta: Gramedia.
4. Chaer, Abdul. 2007. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta. Chaer, Abdul., Leonie
Agustina. 2004. Sosiolinguistik: Perkenalan Awal. Jakarta: PT Rineka Cipta.
5. Chaer, Abdul. 2012. Linguistik Umum. Jakarta: PT Rineka Cipta.
6. Chaer, Abdul., Leonie Agustina. 2010. Sosiolinguistik: Perkenalan Awal (Edisi
Revisi. Jakarta: PT Rineka Cipta.
7. Lauder, Multamia RMT, Yuwono Untung, Kushartanti. 2005. Pesona
Bahasa:langkah Awal Memahami Linguistik. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka
Utama.
8. Nababan, P.W.J. 1991. Sosiolinguistik Suatu Pengantar. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama.
9. Ohoiwutun, Paul. 2007. Sosiolinguistik: memahami bahasa dalam konteksmasyarakat
dan kebudayaan. Jakarta: Kesain Blanc.
10. Pateda, Mansoer. 2011. Linguistik Sebuah Pengantar. Bandung:Angkasa.
11. Rahardi, Kunjana. 2010. Kajian Sosiolinguistik Ihwal Kode dan Alih Kode. Bogor:
Ghalia Indonesia.
12. Sumarsono. 2013. Sosiolinguistik. Yogyakarta: Sabda dan Pustaka Pelajar.
13. Todd, Loreto. An Introduction to Linguistics. New York: Longman York Press, 1987.
14. Verhaar, J.W.M.. 2008. Asas-Asas Linguistik Umum. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.

Anda mungkin juga menyukai