Anda di halaman 1dari 13

Sakurasou no Pet na Kanojo (Indonesia):Jilid 3

Bab 3
Bagian 1
“Ini tidak baik.”
Sorata mendengar suara yang penuh kekecewaan yang datang dari sampingnya ketika ia
membuka kotak makannya.
Ini adalah hari yang hangat, tanpa angin musim dingin dan segarnya musim gugur yang terasa.
Ketika sudah sampai pada minggu terakhir bulan September, jejak-jejak lembab musim panas
menghilang dan orang-orang menikmati cuaca yang bagus selama beberapa hari terakhir.
Terasa sedikit dingin di pagi dan sore hari, sehingga beberapa siswa mengenakan pakaian
musim dingin, bukan yang biasanya. Dari semua anggota Sakurasou yang berkumpul di atap,
Mashiro dan Nanami mengenakan pakaian dengan lengan rajutan.
“Apa yang salah, apa tomat memiliki rasa yang buruk?”
Ryuunosuke memakan sebuah tomat sambil terus men-scroll ke bawah layar laptopnya.
“Tomat selalu baik. Aku tak pernah menganggapnya buruk. Jangan menghina tomat keberadaan
mereka adalah apa yang paling kupercayai.”
Ketika ia mengatakan dengan ekspresi yang serius, Sorata mengambil alih.
“Aku menemukan sebuah hinaan dalam tomat yang hina.”
“Di samping itu, memangnya apa yang tidak baik?”
Mereka tampak seperti sedang berpiknik, Jin mendapatkan kotak makan siang dari Misaki ketika
mereka duduk di atas selembar karpet. Misaki memasakkan makan siang untuk Jin setiap hari.
Hanya dengan melihat tindakan alami mereka, mungkin orang-orang akan berpikir mereka
berdua akan benar-benar pergi. Sorata mengerti mengapa Nanami nampak keheranan melihat
mereka berdua.
Hari ini adalah Hari Senin, awal dari minggu baru. Mereka telah membuat keputusan bahwa
setiap minggu yaitu pada makan siang hari Senin adalah waktu untuk membahas kemajuan
masing-masing proyek mereka di [Galatic Cat Nyaboron].
Satu-satunya alasan mengapa mereka mengadakan pertemuan di sekolah adalah karena
Ryuunosuke akan mengurung diri di kamarnya secepat mungkin setelah dia pulang dari sekolah.
Enam anggota yang terdiri dari Sorata, Mashiro, Nanami, Misaki, Jin dan Ryuunosuke duduk
membentuk lingkaran.
“Betapa tidak baiknya ini.”
Ryuunosuke memutar laptopnya ke tengah lingkaran dan beberapa lainnya memandangi dengan
serius.
Apa yang ada di layar adalah jadwal produksi.
Hal tersebut dibagi dengan baik oleh Ryuunosuke, sang programmer, menjadi enam bagian:
perencanaan, skenario, grfis, program, skrip dan suara.
Mereka memulainya pada tanggal 9 September dan mereka memiliki dua bulan untuk
menyelesaikannya. Dengan dua bulan yang mereka miliki, mereka membagi waktu yang mereka
punya menjadi 3 tahap yang berbeda.
Tahap pertama dimulai pada tanggal 8 September dan berakhir dua minggu setelahnya untuk
[Tahap Pengujian] dimana mereka mengetes perangkat keras untuk game. Penulisan alur cerita
dan desain karakter juga ada di tahap ini.
Tahap kedua adalah [Tahap Pengembangan] dimana mereka memiliki sebulan penuh untuk
mengerjakannya. Selama itu, mereka harus menyelesaikan grafis dan suara sehingga game
dapat dijalankan untuk diuji pada tahap terakhir. Tahap [Tahap Penyelesaian] dijadwalkan
dimulai pada 20 Oktober.
Saat ini, mereka telah menyelesaikan tahap pertama dan sudah seminggu mengerjakan tahap
kedua.
“Bukannya kita terjadwal dengan ini?”
Nanami bertanya dengan ekspresi penasaran.
“Agar lebih cepat, kita dua hari mendahului jadwal untuk menyelesaikan gambar di bagian yang
dramatis.”
“Aku akan mencoba untuk bergegas.”
Ujar Mashiro ketika ia memasukkan beberapa telur goreng ke mulutnya.
“Sekarang, kita sudah memproduksi kualitas yang tinggi dengan cepat. Tidak mungkin untuk
mempercepatnya lagi. Beberapa kali pemotongan juga tidak bisa dikerjakan seorang diri pada
satu tempat. Kita perlu bantuan tambahan atau mengurangi sejumlah adegan. Merupakan hal
yang berbahaya apabila melakukan sesuatu tanpa rencana yang utuh. Dan pekerjaan ini
menjadi tidak berarti ketika festifal budaya berakhir.”
“Aku tidak akan memotong percakapan lagi.”
Mashiro berdiri di dekat Ryuunosuke.
“Tapi…”
Mashiro memotongnya.
“Aku ingin Nyaboron menjadi sesuatu yang sempurna.”
“…”
Pada saat itu, semua orang di dalam ruangan tersebut juga berpikir hal yang sama seperti yang
Mashiro katakan- karena waktu itu adalah tujuan terakhir yang mereka milik bersama.
Berbalik tanpa banyak berpikir, mata Sorata dan Nanami bertemu. Bibirnya terkatup rapat.
“Ini terlihat seperti sekarang adalah waktuku untuk maju! Aku akan membantu Mashiron~!”
Menyelesaikan makan siangnya tanpa ada yang memperhatikan, Misaki mengatakan bahwa
Sorata terlihat seperti lauk dengan matanya.
“Jika Kamiigusa-senpai menangani pekerjaan permodelan, kau tidak akan punya cukup waktu.
Juga, kita bisa menyelesaikannya minggu ini, jadi kau perlu kerja yang berpengaruh.”
“Kita perlu bala bantuan! Kita perlu merekrut beberapa anggota!”
Misaki mengulurkan tangannya ke kotak makan siang Sorata, dengan sumpitnya ia mencuri
sepotong ayam goreng dan memakannya dengan gembira. Sorata tidak memiliki kesempatan
untuk berkata apapun.
“Tetapi tidak mudah untuk merekrut seseorang.”
“Kupikir tidak akan ada orang di sekolah yang mau terlibat dalam Sakurasou untuk pertama
kalinya.”
Nanami tersenyum tidak nyaman.
“Dan orang berbakat pasti sudah mencari orang lain.”
Anggota Sakurasou bukanlah satu-satunya yang memiliki tujuan untuk berpartisipasi dalam
festival budaya. Juga, kelas lain mempersiapkan festival budaya, semua orang kekurangan
pekerja.
Festival masih sebulan penuh, namun seisi sekolah sudah disibukkan dengan kehebohan.
Dan berkat persiapan festival, sudah banyak pasangan yang mulai terbentuk. SMU Suimei
mempunai tradisi untuk menukarkan lencana sekolah dengan warna yang berbeda di antara
pasangan, sehingga terlihat jelas apakah orang tersebut memiliki pasangan atau tidak.
Bahkan di kelas Sorata, ada banyak siswa yang keluar berdua dengan pasangannya untuk
menyiapkan festival budaya. Dia hanya berharap untuk melihat mereka putus dan meringkuk di
sudut kelas sebelum semuanya benar-benar dimulai.
“Itulah masalah utamanya.”
Pada ide Sorata itu, Jin menganggukan kepalanya. Bahkan si Jenius Misaki berpikir keras dalam
beberapa saat. Dia harus tahu lebih banyak dibandingkan Sorata mengapa Mashiro mengatakan
hal itu tidak mungkin.
“Itu.”
“Itu apa?”
“Apa itu orang yang cocok?”
Nanami mengulangi pertanyaannya.
“Ya.”
Itu benar-benar mengejutkan. Apakah dia seseorang dari kelas seninya?
“Siapa dia?”
Dengan semua perhatian yang mengacu padanya, Mashiro mengatakan nama seseorang.
“Rita.”
“Ah. Itu benar…”
Jadi ada sebuah pendapat! Jika itu adalah Rita, dia tidak harus sibuk dan dia pasti memiliki
kemampuan. Sorata pernah melihat karya yang Rita gambar sebelum storyboard. Hal itu adalah
sesuatu yang diharapkan- melihat bahwa ia belajar bersama Mashiro sejak ia muda. Caranya
menggambar garis dan tekniknya benar-benar berbeda daripada orang pada umumnya.
Namun, ada saja masalah.
“Tapi dia menyebutkan jika dia berhenti menggambar dalam jangka waktu yang panjang.”
Pasti ada alasan serius baginya untuk berhenti menggambar bahkan ketika ia sudah sangat baik
dalam menggambar. Dan itu tidak sulit untuk mengetahui apakah Mashiro terlibat dalam
keputusan besar itu.
“Rita tidak boleh menyerah dari seni semudah itu.”
“Tapi dia berkata bahwa dia mundur dengan mulutnya sendiri…”

“Dia tidak akan menyerah untuk dunianya.”


“Mengapa kau berpikir begitu?”
“Karena Rita suka menggambar.”
Mendengar jawaban sederhana itu, Sorata tidak tahu apa yang akan dia katakan selanjutnya.
“Tedengar seperti ketrampilan adalah kedudukan tertinggi.”
Ryuunosuke mengalihkan pandangannya dari layar laptop dan membiarkan orang lain untuk
melihatnya.
Apa yang ditampilkan di layar adalaj halaman Wikipedia. Di atasnya, tertulis ‘Rita Ainsworth’
Meskipun sulit untuk menerjemahkan Bahasa Inggris menjadi Bahasa jepang dengan
menggunakan perangkat lunak komputer, itu sudah cukup untuk dipahami intinya.
Di sana terdapat foto Rita di sebelah lukisannya yang memenangkan kompetisi seni.
Melihat itu, Sorata menanyakan pertanyaan kejelasan.
“Itu artinya dia seorang profesional?”
“Sorata, apa kau serius?”
Mashiro memandang Sorata dengan pandangan yang menyedihkan.
“Kau tidak melihatnya?”
“Melihat apa?”
“Apa yang kaukatakan?”
Mashiro melihat Sorata dan Nanami dengan tatapan kosong. Tidak tahu apa yang terjadi, Sorata
dan Nanami memandang satu sama lain kebingungan.
“Gambar Rita adalah karya seni.”

“Apa?”
“Tidak mungkin!”
Sorata dan Nanami terkejut.
“Apa yang kalian berdua lihat?”
Mashiro berkata jika lukisan Rita lebih bagus daripada lukisan lain di pameran itu. Tetapi Sorata
tidak bisa mengingat apapun yang penting. Dia hanya memikirkan lukisan Mashiro.
Rita tidak pernah menyebutkan apapun tentang lukisanya. Tapi mungkin dia hanya tidak ingin
menyebutkannya.
Sorata benar-benar ingat lukisan Miashiro, tapi dia bahkan tidak tahu jika dia melihat pekerjaan
Rita. Tidak ada apapun yang benar yang muncul di kepala Sorata. Cukup jelas bahwa
perbedaan antara Mashiro dan Rita amat besar.
“Yah, memang benar kita tidak memiliki orang untuk ditawari. Pertama-tama, kita hanya perlu
menanyai Rita. Jika dia tidak setuju untuk membantu, kita akan memotong lagi adegannya.
Setuju?”
Pada kalimat Jin, semua orang terdiam.
“Untuk sekarang, aku akan mencoba memikirkan beberapa bagian untuk dihilangkan. Aku jelas
bebas untuk pelajaranku juga.”
Itu terlihat seperti Nanami sedang menginterupsi Jin.
Tapi sebelum dia bisa berbicara, Jin mangganti topik.
“Jadi, apa yang akan kita diskusikan hari ini?”
“Ah, ada sesuatu yang ingin kukatakan tentang izin.”
Nanami dengan cepat mengangkat tangannya
“Ohh, seperti yang kita duga dari Nanami! Jadi kau mendapat izin dari mereka?”
“Tidak, tapi mereka menanyakan proposal dan rencana kita. Jika tidak ada masalah dengan itu,
maka mereka akan memungkinkan kita untuk berpartisipasi.”
“Jadi mereka bertanya tentang presentasi di depan komite festival budaya?”
Nanami melihat ke arah Sorata beberapa saat. Sorata memiliki pemikiran yang buruk.
“Tidak, hal ini harus ada di depan komite festival budaya, OSIS dari SMU Suimei dan
universitas.”
“Ehh!”
Berpikir bahwa itu akan melibatkan OSIS dari semua SMU dan universitas.
“Apa ini bagus, Sorata? Ada sesuatu yang bisa kau kerjakan sebagai direktur kami.”
Mata Jin tertawa dari balik kacamatanya. Itu adalah tawa yang sangat lebar.
“Waktunya adalah besok sepulang sekolah dan bertempat di ruag rapat OSIS SMU Suimei.”
“Ehh, besok? Bagaimana dengan waktu untuk bersiap-siap?”
“Itu bukan masalah besar. Jika presentasi gagal, kita semua kehilanagan rencana kita dan
dilarang pergi ke ruang teater. Jadi kita perlu kerja ekstra keras untuk mengamankan tempat
yang baik untuk melihat, tapi janagn khawatir. Itu sama sekali bukan masalah besar.”
“Jangan menekanku!”
Dia sekarang harus menyisihkan waktunya di kelas sore untuk mempersiapkan presentasi untuk
lusa. Nanami dapat membantunya untuk pergi… itu.
Tugas baru adalah untuk muncul di semua tempat, tidak ada cukup waktu untuk memikirkannya
satu persatu. Untuk sekarang, hal paling penting adalah bersiap untuk esok dan meminta
persetujuan Rita.
Ketika dia menutup kotak kosong makan siangnya, pengumuman sekolah berbunyi.
[Mohon perhatian]
Itu adalah suara dari seorang siswi dari kelas penyiaran.
[Murid kelas 3 Jin Mitaka, diharap untuk melapor ke ruang guru segera. Takatsu-sensei
mencarimu. Kuulangi…]
Pengumuman yang sama berbunyi dua kali.
Ketika sudah kembali tenang, Jin bangkit.
Sorata menatap Jin, tapu dia mengirim isyarat pada Sorata agar tetap tenang. Takatsu-sensei
bertanggung jawab atas jalur karir. Dia pasti ingin mengatakan tentang ujian masuk eksternal
lebih dalam.
“Ini tidak adil, dua di antara kalian! Ikut aku menjadi bagian dari hal ini jika kau kabur berkata
dengan matamu~!”
Misaki menemukan mereka dengan cepat.
“Mengapa dia memanggilmu?”
Misaki menanyakan pertanyaan memperjelas.
“Siapa yang tahu. Yah, aku tidak bisa mengabaikannya. Aku akan pergi sekarang.”
Jin meninggalkan atap dengan kata-katanya itu.
“Kohai-kun, tetap tenang itu tidak baik untukmu.”
Misaki mendorong kepalanya ke arah Sorata.
Dia mencengkeram kerah Sorata dan menggoyangkannya. Seolah dia akan memuntahkan
makan siangnya.
“A-aku tidak tahu apapun!”
“Jin tampak mencurigakan akhir-akhir ini~!”
“Itu hanya pikiranmu, Misaki-senpai!”
Dia menggelelng lebih cepat.
“Kupikir kau menyembunyikan sesuatu~!”
Indra keenam alien benar-benar sesuatu yang berbeda.
“H-Hentikan…. Aku… pikir aku akan muntah.”
“Dan ketika dia menghadap Ginza beberapa saat yang lalu.”
“…Apa? Ginza?”
Misaki akhirnya enghentiakn tangannya.
“Jadi kau benar-benar membuntutinya?”
“Tentu saja!”
Ketika Misaki menerimanya tanpa menyangkal, Sorata kehilangan kata-katanya. Apa yang di
ingin katakan pada sesorang yang tidak merasa bersalah membongkar privasi orang lain…
Sementara Sorata mengerutkan wajahnya untuk memikirkan hal yang baik untuk dikatakan,
Ryuunosuke menutup laptopnya dan berdiri.
“Jika itu Takatsuki, maka itu tentang pemilihan karir.”
Dia bahkan mengatakan sesuatu yang benar-benar tidak penting.
Mendengar ucapan Ryuunosuke, Misaki berlari. Dia pasti berencana mengikuti Jin.
“Ah, tunggu senpai!”
Upaya Sorata gagal. Apakah akan baik-baik saja? Meskipun ia tidak tahu apa yang Jin dan
Takatsu katakan, tapi dengan mendengar kedunya, Misaki dapan memperoleh info tentang ujian
masuk eksternal.
— Misaki-senpai datang padamu.
— Aku tahu.
Sebagaimana teman masa kecil lainnya. Jin sudah tahu semua tentang perilaku Misaki.
Memutuskan bila pertemuan telah selesai, Ryuunosuke pergi tanpa berkata-kata. Lalu, bel
peringatan berbunyi.
“Shiina, kau ada ulangan praktek nanti sore, ‘kan? Kau harus bergegas.”
“Mengerti.”
Menyelesaikan makan siangnya, Mashiro meninggalkan atap sambil menyeruput teh merahnya
dari gelas kertas.
Hanya Sorata dan Nanami yang tersisa di sana.
Untuk menikmati istirahat makan siang, Sorata duduk di bangku. Nanami duduk di sisi lain
bangkunya.
“Jadi Kanda tahu itu juga. Tentang Mitaka-senpai yang melakoni ujian masuk eksternal,”
“Ehh? Bagaimana kau tahu?”
“Aku menemukannya ketika awal liburan musim panas. Aku memanggilnya untuk mendiskusikan
biayaku yang jatuh tempo di asrama… dan aku yakin Mitaka-senpai dan Takatsu-sensei
membahas hal itu di ruang guru.”
“… Ah, maksudmu hari itu.”
Itu adalah hari dimana Sorata menanyainya untuk datang dan tinggal di Sakurasou ketika dia
mengantar Mashiro ke sekolah untuk kelas merias.
“Jadi Kamiigusa-senpai… tidak tahu tentang hal itu.”
“Dia berkata bahwa dia akan mengatakannya sendiri.”
“Aku tidak menyukai hal ini.”
“Tapi kita bisa benar-benar memberitahu Misaki-senpai tentang hal itu.”
“Itu benar, tapi… aku tetap tidak menyukainya.”
Tak banyak yang bisa Sorata katakan.
Setelah menatap kakinya sebentar, Nanami melihat ke atas ke arah langit. Murid lain di sekitar
mereka memandang ke arah mereka. Itu sudah dekat dengan mulainya kelas sore.
Nanami mengecek waktu dengan telepon genggamnya.
“Huh? Jadi kau menggunakan teleponmu lagi?”
“Aku tidak benar-benar membutuhkannya, tapi Kamiigusa-senpai yang membayar tagihannya…
jadi aku memakainya seperti ini.”
Sorata tidak mengerti mengapa Nanami tersenyum pahit.
“Dia benar-benar suka melakukan hal yang ada di jalannya.
Percakapan mereka terhenti sebentar. Tapi baik Sorata maupun Nanami mencoba untuk pergi
ke kelas. Itu karena masih ada masalh penting yang harus ditangani.
“Menurutmu apakah Rita setuju dengan hal itu?”
“Aku tidak tahu.”
Terlihat seperti Nanami memiliki pertanyaan yang sama di otaknya. Dia tidak memutar otak
dengan pertanyaan itu, dan Sorata mengharapkan hal itu.
— Aku tidak menggambar lagi… Aku berhenti menggambar sekarang…
Apa itu berarti ketika dia berkata pada malam pertama Rita datang ke Sakurasou?
Sorata tahu jika Rita tidak berhenti karena dia mundur. Juga dia tahu bahwa dia berhenti karena
keinginannya… Juga, sudah jelas bahwa Mashiro meminta Rita untuk berhenti menggambar.
“Aku percaya bahwa kebahagiaan datang jika kau mengerjakan apa yang ingin kau lakukan.”
“Aoyama, apa yang kau lakukan bila kau punya bakat yang besar dalam dunia akting? Sebagai
contoh, seperti Shiina?”
Nanami memandang ke arah Sorata.
“Apa kau akan bertanya mengenai persetujuan Rita?”
“Shiina bisa terkejut dengan apa yang kukatakan.”
“Aku tidak bertanya tentang hal itu.”
“Aku tahu. Tapi ini adalah saat dimana kau tidak ingin mengatakan apapun.”
Mengataknnya, Sorata takut bila dia hanya mengakui perasaannya. Bahkan ketika ada
kesempatan untuk kembali, terasa seperti dia hanya menolak satu kemungkinan.
“Tapi… Menurutku Rita ingin kau menanyakannya.”
“Yaa, kau mungkin benar.”
Hanya satu alasan mengapa Sorata setuju dengan Nanami adalah untuk membohongi dirinya
sendiri. Tapi dia tidak bisa mengatakan dia memikirkan sebaliknya.
Bel mulainya kelas sore pun berbunyi. Nanami berdiri dari bangku dan Sorata melakukan hal
yang sama. Dia melirik ke arah langis- seolah sedang mencari sesuatu. Tapi semua yang dia
lihat adalah adalah awan hujan yang yang muncul untuk menurunkan hujannya segera. Begitu
mencerminkan perasaan Sorata jauh di lubuk hatinya.
Sorata mengalihkan pandangannya dari langit dan berlari ke dalam gedung- seolah dia
melarikan diri dari hatinya sendiri.
Bagian 2
Meskipun cukup langka, namun sepulang sekolah, Sorata, Mashiro, Nanami dan Ryuunosuke
pulang ke rumah bersama-sama.
“Lihalah, sepertinya hujan akan turun.”
Nanami berkata sambil melihat ke arah langit.
Langit belum mendung ketika jam makan siang, tapi sekarang, langit biru tertutup oleh awan
gelap. Berkat adanya awan, suasana menjadi gelap dan dingin.
Dan suasana hati mereka terpengaruh dengan kesuraman itu.
Mereka berjalan di jalan yang menanjak yang merupakan bagian menuju Sakurasou dan melihat
Rita di depan mereka. Terlihat sepertinya ia akan kembali ke rumah setelah berbelanja bahan
makanan. Dia mengenakan celemek dan membawa tas plastik di tangannya.
“Rita!”
Ketika Sorata memanggil namanya, dia berbalik dan melihat ke arah belakang.
Dia segera pergi ke samping Rita dan mengambil tas plastik darinya. Tas plastik itu penuh
dengan sayur dan buah, jadi itu lumayang berat.
“Apa yang kaumasak untuk makan malam?”
“Aku akn mencoba hidangan yang diajarkan Jin padaku.”
Rita mebalas dengan senyumnya.
Lima dari mereka, termasuk Rita berjalan menuju asrama. Berjalan di depan yang lainnya, Rita
dengan bangga bercerita tentang resep yang diajarkan Jin ke Mashiro. Dan Sorata melihat ke
belakang Rita tanpa alasan.
Rita meminta pertolongan Sorata dan Nanami hari itu, tetapi dia tidak meminta apapun lagi sejak
itu.
Dia terus bertindak sebagaimana biasanya: tersenyum pada semua orang, bermain game
bersama Misaki, membersihkan ruangan Mashiro dan mengerjakan pekerjaan lainnya di sekitar
asrama.
Tidak mengerti apa yang Rita lakukan, membuat Sorata dan Nanami frustasi. Bahkan sekarang,
Sorata meluhat ke belakang Rita dan melihat ke arah Nanami, mereka berdua memiringkan
kepala karena kebingungan.
Akhirnya, mereka sampai di Sakurasou.
Lalu Mashiro menghentikan Rita untuk memohon hal penting pada peristiwa hari itu.
“Rita, bisakah kau membantuku?”
Mengambil gagang pintu, Rita perlahan berbalik.
“Apakah kau memiliki keputusan untuk kembali ke Inggris bersamaku?”
“Tidak.”
“Itu memalukan. Jadi, apa itu?”
“Aku ingin kau membantuku pada Nyaboron.”
Rita terlihat bingung.
“Kau tahu jika kita sedang memproduksi sesuatu untuk malam festival budaya?”
Sorata membantu menjelaskan.
“Kita kekurangan pekerja di situ.”
“Jadi kau meminta tolong padaku?”
“Kami tidak bisa menemukan orang lain sekarang. Dan tidak seorangpun dari mereka yang
memiliki kualitas di atas Shiina…. Tapi Shiina menjamin ketrampilanmu, Rita.”
“…”
Rita mulai berpikir beberapa saat. Menunggunya berpikir, Sorata merasa Rita akan setuju
dengan hal itu.
“Tolonglah, Rita.”
Nanami memintanya juga. Ryuunosuke tetap diam dan menunggu jawabannya.
“Jika itu yang kauminta, maka aku harus menolak. Aku tidak cukup untuk menandingi Mashiro.”
Tanpa perubahan di wajahnya, Rita meolak dengan ketus. Dia berbalik dan mencoba membuka
pintu.
“Tidak, itu tidak benar.”
“…”
“Rita benar-benar baik dalam menggambar.”
“Tolong hentikan. Aku berhenti menggambar. Aku memiliki keputusan untuk tidak menggambar
selamanya lagi.”
“Kenapa?”
“…!”
Terdengar suara berderak yang tajam. Rita menggertakkan giginya diam-diam. Suara nyaring
dari gigi yang bergemeletuk satu sama lain membawa suasana tegang.
Rita perlahan berbalik. Senyum lagi. Ekspresi dingin seakan membekukan sekitarnya.
“Tapi Rita baik dalam hal menggambar.”
“… Mengucapkannya.”
“Rita?”
Hati Sorata tenggelam. Suara ceria Rita… suaranya hampir tak dapat dikenal.
“Tolong jangan mengolokku.”
Gadis di depan mereka tidak lagi bisa disebut Rita. Yang basanya lembut dan bersinar hilang
tanpa jejak.
“Aku tidak ingin mendengarnya dari Mashiro.”
Suaranya sangat dingin dan tebal.
“Aku tidak ingin kau mengatakannya padaku.”
Kata-katanya sama sekali tak berekspresi. Tapi hal itu mengaduk hati Sorata. Dia tidak pernah
tahu. Apa yang ada di dalam hati Rita.
“Mengapa…”
Mashiro mengulurkan tangannya ke arah Rita. Ia juga kaget dengan perubahan Rita yang tiba-
tiba.
Rita memandang temannya dengan dingin.
“Menurutmu, ini salah siapa?”
Rita tersenyum dingin. Dia hanya tersenyum untuk menginjak bung yang indah.
“Menurutmu mengapa aku berhenti menggambar?”
Setiap kali, suara Rita membuat gendang telinga Sorata pecah, dia telah diintimidasi.
“Ini semua kesalahan Mashiro.”
Pandangan Rita menembus Mashiro dan Mashiro hanya membeku di tempat.
“… Mengapa?”
Mashiro mengaulangi kata itu, seperti seorang anak yang ditinggalkan ibunya. Seperti dia lupa
cara mengatakan hal lainnya…
“Aku berhenti dalam dunia seni bukan hanay karenamu, Mashiro.”
“… Mengapa?”
“Jadi kau benar-benar tidak tahu. Itulah yang kita semua kagumi, bahkan ketika ada perbedaan
yang tidak mungkin diselesaikan, dan kita mebenci alasan yang sama- Mashiro Shiina.”
Mashiro berkedip beberapa saat. Suasana mulai membeku, dengan Rita sebagai pusatnya.
“Apa kau ingat waktu itu ketika kita ada di rumah kakek?”
“Aku ingat.”
“Apa kau tidak melihat jika anak-anak pergi satu per satu tiap bulan?”
“…”
“Apa kau tahu siapa yang pergi dan kapan?”
“… Aku.”
“Jika itu kau, Mashiro, kau harus ingat semua wajah dan nama.”
“…”
Mashiro diam-diam setuju dengan apa yang Rita katakan.
“Kau benar-benar tidak tahu apapun. Apa kau lihat gambaranmu sendiri?”
“Mengapa?”
Berapa kali sudah ia mengulangi kata itu?
“Aku berkata itu karena kau. Karena kau, aku mulai benci menggambar bahkan ketika aku
sangat menyukainya . dan lebih dari itu, aku mulai memandanganya rendah. Aku bahkan malu
melihat kanvas, sandarannya, bahkan kuas sekalipun.
Bayangan Mashiro ada di mata Rita yang terbuka lebar. Pupil mata Mashiro bergetar.
Akan lebih baik bila ia berhenti mendengarkannya sekarang. Ita akan menjadi kebaikan
tersendiri bagi Mashiro. Namun, Sorata tidak bisa menghentika Rita. Terasa seperti kakinya
terjebak di tanah. Dia kehilangan keseimbangan untuk mengatakannya juga.
“Anak-anak yang mengunjungi rumah kakek berbeda dengan siswa seni yang normal. Mereka
semua murid dari seluruh dunia yang bertekad untuk menjadi pelukis terkenal. Mereka semua
dianggap memiliki keajaiban dan kecerdasan di negara mereka sendiri.
Mashiro dan Rita pasti pada awalanya sama seperti mereka.
“Jadi semua orang memiliki bakat. Mereka muda, tapi mereka sudah menjadi seniman. Tapi
ketika mereka sudah sampai, mereka tidak ada apa-apanya dengan seorang jenius…. Untuk
pertama kalinya di hidup mereka, mereka bertemu seseorang yang melampaui kemampuan
mereka…. Itu adalah tempatnya, meskipumn mereka tahu jika itu adalah kompetisi. Namun
mereka tidak bisa mengendalikan paksaan, mereka berhenti menggambar setiap tahu. Mereka
percaya bahwa mereka spesial, tapi ketika mereka berhadapan dengan kenyataan, mereka
menyerah. Namun sudah biasa jika kau menyerah dalam keputusasaan. Ya, itu bukan seseuatu
yang tak terduga, tapi kau ada di sana….”
“Aku…”
“Itu benar. Tidak peduli berapa keras kami mencoba, kita tidak bisa menjadi seperti Mashiro.
Kami bahkan tidak bisa mencapai kakimu. Matamu tidak melihat semua orang… hanya dengan
bernapas dan melukis. Kau merusak bagian dari mimpi dan harapan semua orang. Kau merobek
harapan dan mimpi semua orang dengan caramu- tanpa perasaan dan emosi. Kapanpun aku
melihat lukisanmu, hal ini datang pada otakku ‘Ah, dia benar-benar hidup di dunia yang berbeda
denganku.’ Aku menyadari apa bakat alami itu. Dan kapanpun aku berjuang untuk
meningkatkannya, kau sudah berada lebih jauh…. Seperti kau punya sayap di punggungmu.”
Sorata dan Nanami diam-diam menelan ludah dan melihat Rita. Mashiro mendengar Rita
dengan serius. Ryuunosuke hanya peduli pada cuaca. Ia mulai meludah.
“Satu-satunya orang yang tersisa di rumah hanyalah aku, ketika kita memulai dengan lebih dari
tigapuluh murid…. Semuanya keluar karena kau, Mashiro. Tanpa peduli dengan hal itu, bahkan
kau tidak peduli bila seseorang pergi…”
“…Aku.”
“Aku tak bisa memaafkanmu. Kau, Mashiro…. Jadi aku hanya membantumu untuk berpikir
seperti mangaka bahwa kau adalah segalanya. Aku mengajarimu untuk menggunakan
komputer. Aku membantumu untuk menyiapkan liburanmu ke Jepang. Aku hanya
mempermalukanmu di depan orang lain dengan manga membosankan dan lebih berhubungan
dengan kita yang tak berbakat. Tapi kenapa kau harus debut!”
Rita memelototi Mashiro dengan mata yang memerah.
“… Rita, aku.”
Rita mencoba untuk berbicara lagi, namun kata-katanya tidak bisa keluar dari mulutnya.
Sorata mengganggu mereka.
“Jika kau benar-benar berpikir seperti itu selama ini, mengapa kau kembali sekarang.
Dia menanyakan pertanyaan kejujuran.
“Apakah kau tidak mengerti, bahkan setelah mendengar semua yang kukatakan, Sorata?”
Tatapan Rita menembus Sorata. Dia bisa merasakan rasa sakit yang Rita pancarkan dari
tubuhnya bahkan ketika ia mencoba menahan perasaannya. Sorata ingin berpaling, tapi ia tak
bisa. Rita memiliki tipe membuat apa yang di sekitarnya menjadi sebuah fenomena. Dia juga tahi
bahwa dia tidak ingin mendapat kesempatan lain untu mendengar sebuah alasan jika itu adalah
sekarang.
“Jika itu kau Sorata, bisakah kau memaafkannya? Ketika kau berusaha keras untuk mewujudkan
sesuatu, kau sedang berkembang, bisakah kau memaafkan seseorang yang hanya datang dan
mewujudkan tujuan yang sama dengan kau dengan mudahnya?”
“… Apa itu alasanmu?”
Sorata mengepalkan tangannya tanpa ia sadari.
“Aku ingin Mashiro sukses untuk menjadi seniman paling terkenal di sana, karena dia punya
apapun yang tidak kita miliki. Dengan begitu, aku bisa mengatakan dengan bangga jika aku
belajar pada Mashiro di masa lalu. Jika tidak, apa yang harus kucapai dalam hidupku selama ini?
Aku ingin untuk mempercayai bahwa Mashiro bertanggungjawab. Aku ingin mempercayai bahwa
aku bermain peran dalam kehidupan Mashiro. Bukan berarti Sorata bisa mengerti…”
Tidak ada yang bisa ia menerti. Ia tak pernah memiliki mimpi yang hancur. Dia tidah pernah
bertemu langsung dengan pesaing yang nyata atau orang yang benar-benar berbakat. Jadi ia
tidak bisa menyamainya sama sekali. Sorata tidak berkata apapun pada Rita.
Selama ini, mata Rita tak pernah berpaling dari Mashiro. Dia selalu waspada pada bakat Mashiro
ketika ia melihat Mashiro menggambar. Itulah mengapa dia melihat bakat Mashiro. Dia ingin
melampaui tingkatannya. Tapi ia tak bisa. Oleh karena itu, dia mulai memebenci Mashiro. Tapi ia
tidak bisa membencinya. Dia tidak menyerah begitu saja pada bakat Mashiro.
Ini kemungkinan besar karena ia mengakui dan mengagumi Mashiro lebih dari orang lain.
Tidak ada yang bisa Sorata lakukan, selain melihatnya dengan kesedihan-Rita.
Setelah semuanya terdim beberapa saat, Ryuunosuke merusak keheningan.
“Tukang makan, apa itu semua yang ingin kauucapkan?
Ketika hujan mulai turun dengan derasnya, Ryuunosuke dengan serampangan mengeluarkan
payung dari dalam tasnya.
“Jika kau sudah selesai, maka berubahlah. Kau ada dalam kemajuan.”
Tetap tak berpindah dari pintu, Rita melihat ke arah Ryuunosuke dengan dingin. Padahal
tatapannya cukup untuk membuat orang membeku, Ryuunosuke telah terpengaruh dengan
tatapannya. Tidak hanya dia tak peduli dengan hal itu, hal itu menampar nyamuk di tangannya.
“Jika kau mengerti apa yang kukatakan, maka berubahlah. Kau sudah mencuri 15 menit yang
berharga dari waktu kerjaku.”
“Bukankah aku tak berbicara padamu, iya ‘kan?”
“Maka biarkanlah aku pergi. Ini mengganggu.”
“Lihat, Akasaka.”
Sorata mencoba memotong.
Tapi baik Rita maupun Ryuunosuke akan mundur dalam waktu dekat.
“Kau tinggal pergi dari pintu jika kau benar-benar ingin.”
“Aku benci perempuan. Aku tidak ingin menndekatinya bahkan satu saja.”
“Aku harusnya sudah tahu jika penyendiri yang berasal dari orang luar hanya berteman dengn
teman mekanik yang sangat berbeda.”
Rita mengatakan sesuatu untuk menusuk syaraf Ryuunosuke.
“Aku mengatakan hal itu hanay untuk memastikan, tapi apakah kau mencoba untuk mengerti
pada syarafku?”
“Kau benar. Apakah kau tak menyadarinya? Mengapa kau tidak membayar psikiater untuk itu?”
“Terlihat seperti otakmu melampaui semua perbaikan.”
“Apa maksudmu tentang itu?”
“Aku hanya ingin kau berpikir sebelum berbicara, tapi hal itu hanya akan membuang waktu.
Biarkanlah aku mengajarimu sesuatu yang berharga. Aku mempercayai mesin, jadi kau bisa
memanggil mereka sahabatku. Juga, aku sudah menganggap diriku orang luar. Apa yang kau
katakan seperti berkata ‘Anjing kau!’ pada seekor anjing. Hal itu hanya bekerja pada Kanda.”
“Jangan mengolokku.”
Mata Rita penuh dengan kebencian dan emosi yang gelap. Seseorang bisa merasakan aura
permusuhan darinya. “Mengartilah situasi ini dengan bemar. Aku tidak sedang mengolokmu. Aku
hanya berpikir kau menjadi menyebalkan.”
“Uhh, kupikir kau mengoloknya, Akasaka.”
Sorata memotong di antara mereka, tetapi keduanya baik Ryuunosuke ataupun Rita mencoba
melihat Sorata.
Rita memberi Ryuunosuke tusukan ketika Ryuunosuke menatap punggungnya dengan dingin.
“Aku akan menggunakan kesempatan ini untuk mengatakan sesuatu. Aku tak pernah
menyukaimu sejak pertemuan pertama.aku menolak jika kau tetap tinggal di Sakurasou.”
“Hei, Akasaka. Hentikan.”
“Tetaplah tenang Kanda. Pikirkan apa aku harus berurusan dengan melihat senyum yang
dipaksakan dari gadis itu.”
“Menurutmy mengapa aku selalu terse…”
“Aku tidak benar-benar peduli.”
Aku telah melukis semua hidupku. Bahkan semenjak aku muda…”
Rita memelototi Ryuunosuke dalam hujan. Dia tidak menangis, tapi Sorata, tetesan hujan yang
jatuh ke wajahnya membuatnya seperti sedang menangis.
“Orang tua dan kakekku mendukung apapun yang kugambar. Selama hal itu membuatku
bahagia. Aku selalu mencoba dengan keras agar gambarku lebih baik dari sebelumnya.”
Hal itu cukup untuk kakeknya mengundang siswa ke rumahnya. Bahkan dari latar belakang
keluarga, Rita benar-benar mirip Mashiro.
“Aku sudah cukup dewasa untuk mendengar aku bisa menjadi senimam besar suatu hari nanti.”
Rita mulai mencurahkan kisah hidupnya pada Ryuunosuke.
“Jadi? Apa maksudmu?”
“Tapi sejak Mashiro muncul, semuanya berubah. Awalnya, aku hanya berpikir bahwa ia akan
menjadi pelukis yang baik….”
“Rita…”
“Aku pikir kita bersaing satu sama lain meskipun tinggal di bawah atap yang sama. Tapi itu
hanya delusiku, dan Mashiro tak pernah berpikir seperti itu. Bahkan orang tua dan kakekku
mengakuinya. Aku kehilangan semua yang ingin kulakukan setelah hatiku tercuri oleh bakat
Mashiro...”
Dengan cara yang membosankan, Ryuunosuke memindahkan payung ke tangan \nya yang lain.
“Menggambar adalah segalanya bagiku. Itu adalah semua yang kumiliki. Tapi ketika aku
diberitahu untuk berhenti ... oleh kakekku sendiri yang memintaku menyerah .... Yang memintaku
untuk menyerah karena aku tak dapat menyeimbangi Mashiro, untuk menyerah karena apa yang
aku gambar tidak membuat perbedaan! Tapi aku masih berada di samping Mashiro bahkan
ketika aku mendengarnya. Aku tahu bahwa aku menjadi lemah... aku mengetahuinya, tapi....”
“Hentikan itu Rita.”
“Mengatakan bahwa aku ingin memainkan peran dalam kehidupan Mashiro, aku tahu seberapa
bodoh hal itu terdengar! Tolong jangan membuatku mengatakan hal seperti itu!”
Dia mulai menangis sambil menatap Ryuunosuke dengan wajah yang menakutkan. Namun ia
tak meneteskan air mata. Dia pasti telah menangis lama sebelumnya dan tak memiliki lebih
banyak air mata untuk ditumpahkan, dan ia sama sekali tak merasa sedih. Sorata sadar bahwa
Rita merasa- ia telah putus asa. Dia berada di ujung jalan dimana ia tak dapat diselamatkan.
“Bagaimana kau tahu apa yang kurasakan? Dia membantu impianku dan mengatakan bahwa
aku bisa menjadi pelukis yang hesar, dan mencuri hal itu sendiri! Ini semua salahmu, Mashiro!
Karena Mashiro ada...”
Melihat tindakan Rita yang berapi-api membuat Sorata melangkah mundur. Dia tidak tahu apa
yang haris dipikirkan mengenai situasi ini. Nanami diam-diam telah basah oleh air hujan juga.
Mashiro berdiri di sana dengan ekspresi yang pahit.
Satu-satunya yang tidak terlihat peduli hanyalah Ryuunosuke. Dia megeluarkan teleponnya dan
memainkannya. Dia tidak ada hubungan dengannya, dia tidak menjadi penuh kasih ataupun
simpatik. Dia hanya berlaku normal seperti biasanya.
Dia benar-benar pada kiprahnya sendiri. Dia tidak terpengaruh oleh emosi siapapun, tidak juga
dipengaruhi oleh hal itu.
“Tolong katakan sesuatu.”
“Benarkah? Aku boleh berkata?”
“Aku jelas memintamu karena kau bisa.”

NOTE: Baca novel nya di www.baka-tsuki.org


Salam, Animeqi

Anda mungkin juga menyukai