Anda di halaman 1dari 29

Chapter 7

"Siapapun mereka berdua kurasa bukan urasanmu Koyuki-chan." Kata Sumaru acuh meninggalkan
Koyuki untuk bergabung dengan Sasuke dan Naruto yang terlihat bercanda dengan ibunya. Sumaru
mempunyai spekulasi sendiri tentang dua sahabatnya itu, mungkin terdengar gila tapi dia mempunyai
sebuah asumsi yang cukup kuat untuk ditanyakan pada Hinata dan Sakura secara langsung. Berkat
kejadian tadi entah mengapa pikiran liarnya kembali lagi menghampiri dirinya.

"Aku harus tanyakan langsung pada Hinata-san dan Sakura-san." Ucapnya pada diri sendiri kemudian
berjalan menghampiri mereka.

"Dobe ayo sini, Akamaru gak gigit kok." Ajak Sasuke pada Naruto yang tidak mau mendekat pada anjing
besar putih milik Kiba. Saat ini Sasuke tengah asik bermain-main sedangkan Naruto meringkuk di
belakang Hinata dengan wajah ketakutan yang anehnya jadi hiburan tersendiri untuk kawan-kawannya
disana.

"Hei Naruto sampai kapan kau mau takut Akamaru hmmm! Ck dasar payah!" Cela Kiba dengan nada
mengejek dari belakang Naruto. Pemilik Akamaru itu nampaknya sangat senang menggoda Naruto yang
anehnya sekarang sangat takut pada Akamaru.

"Neee, Kaa-chan Naru gak terima dihina terus. Ayo main sendiri saja Kaa-chan." Rajuk Naruto yang sudah
ngambek gara-gara terus saja digoda untuk mendekati Akamaru. Dengan tenaga yang tidak seberapa dia
berusaha menarik tangan Hinata untuk menjauh dari kumpulan orang-orang yang terus membuatnya
kesal. Hinata sedikit terhuyung namun masih belum beranjak dari tempatnya. Dia pandangi Naruto
dengan geli.
"Naruto-kun jangan begitu, apa asiknya bermain sendiri disini lebih banyak orang pasti lebih
menyenangkan." Tutur Hinata lembut sambil mengusap kepala kecil si pirang yang menatapnya dengan
pandangan berkaca-kaca.

"Jangan manja dong jelek, Akamaru baik." Kata Sai dengan nada dan ekspresi datar.

"Tidak usah ikut campur paman muka datar! Neeeee! Kaa-chan, Naru tidak tahan ayo main sendiri!"
Bentak Naruto pada Sai kemudian merajuk pada Hinata untuk diajak main sendiri. Mereka yang melihat
tingkah Naruto hanya bisa bergeleng-geleng kepala sambil menahan tawa.

"Ck, mendokusai!" Komentar Shikamaru pendek, dia terduduk di bawah pohon sambil tiduran.

"Krauk..krauk..krauk…mereke jadi lucu ya shika." Kata Chouji disela-sela makan keripik kentangnya yang
entah sudah habis berapa bungkus hari ini.

"Tambah berisik!" Ujar Shikamaru pendek masih menutup mata. Sebenarnya Shikamaru ngeri bila
memandangi tingkah Naruto dan Sasuke. Bukan ngeri dalam artian takut tapi apa iya jika suatu saat
memiliki anak tingkah putranya akan seperti ini. Shikamaru membayangkan pasti sangat merepotkan
sekali bila mempunyai anak-anak yang sifatnya seperti mereka. Hidupnya yang sudah merepotkan pasti
tambah merepotkan lagi.

"Kaa-chan ayo!" Naruto masih saja merajuk untuk pergi dari sana.

"Naruto jangan manja pada Hinata, apa salahnya disini hah?" Akhirnya gadis bermahkota merah jambu
turun tangan juga. Dia bisa dikatakan gadis yang bisa menjinakkan Naruto selain Hinata. Cukup dengan
tampang cantiknya namun horor bisa membuat Naruto menurut dengan tegurannya.

"Permisi." Sapa suara anak kecil lain dengan nada tenang.


Bocah delapan tahun bermata merah dengan wajah tampan sudah berdiri diantara mereka. Sumaru
memberanikan dirinya untuk berada di tempat ini demi memenuhi rasa ingin tahu yang sudah tidak bisa
dibendung lagi. Harapannya dia bisa berbicara serius dengan mereka, namun harapan tinggal harapan
ketika sebuah teriakan ala fans girls tertuju padanya.

"Kyaaaa itu Sumaru-kun! Ehmmm, manisnya!" Reflek dia pandangi seorang gadis berambut pirang
dengan wajah cantik meneriakinya sambil memandang gemas. Tanpa bisa berbuat apa-apa Sumaru
menjadi bahan mainan untuk dicubiti sang gadis.

"Eh!" Kata Sumaru takut-takut.

"Waaa, kau tahu aku sejak tadi sudah menahan diri untuk tidak mencubitmu. Ternyata kalau dilihat dari
dekat lebih menggemaskan. Coba kamu seumuran denganku pasti sudah kujadikan pacar." Tutur Ino
yang sudah menerocos hebat ketika berhasil bertemu anak kecil tampan itu. Para Rokie 12 langsung
sweatdrop lihat kelakuan Ino dan Sumaru jadi semakin takut dengan Ino.

"Hei Ino pig sadar! Dia masih anak-anak." Tegur Sakura sebelum kelakuan Ino semakin menjadi.

"Ha ha ha ha ha, aku hanya bercanda kok. Habisnya anak ini tampan kaya Sasuke-kun." Kata Ino yang
menjauh dari Sumaru. Mimpi apa dia semalam bertemu wanita dewasa aneh ini.

"Abaikan dia Sumaru-kun, mau cari Sasuke dan Naruto?"Tanya Sakura seramah mungkin.

"Kebetulan sekali Sumaru! Ayo main saja denganku!" Dari belakang Naruto sudah tersenyum lebar ketika
Sumaru datang. Apalagi yang membuat bocah satu ini bahagia kalau tidak teman yang bisa diajak
bermain. Sumaru berpaling untuk melihat Naruto yang menatapnya penuh harap untuk bermain.

"Mainnya nanti saja Naruto, sekarang aku sedang ada perlu dengan Hinata-san dan Sakura-san."
Jawabnya pada Naruto yang langsung lesu. Sumaru menatap baik-baik Naruto sebelum senyum geli
menghiasi wajah tampannya. "Dengan kami?" Tanya Hinata sambil melirik Sakura yang sama terkejutnya.
Sasuke yang tengah asik bersama Kiba dan Akamaru mendadak perhatiannya teralih ketika Sumaru
mengatakan ada urusan dengan Sakura dan Hinata.
"Iya, sebenarnya ada hal penting yang kutanyakan. Ini tentang Sasuke dan Naruto." Kata Sumaru jelas
dan serius. Dia abaikan pandangan para Rokie yang langsung tertuju padanya.

Gadis bersurai pink itu terpaku melihat sorot keingintahuan yang tinggi pada diri Sumaru. Sakura sangat
jelas menemukan ada sesuatu yang sangat ingin diketahui sang bocah dan dia juga memahami akan sulit
menghindar dari bocah cerdas seperti ini. Iris viridian Sakura diedarkan pada teman-temannya yang
sama-sama menunjukkan aura serius hingga membuat suasana menjadi tidak nyaman.

Mendengar nama mereka disebut Sasuke dan Naruto reflek berpandangan satu sama lain. Sasuke
menatap sahabatnya dengan sorot kebingungan khas anak kecil seolah bertanya apa yang terjadi. Naruto
menggidikkan bahu kemudian tersenyum kecil pada sahabatnya, Naruto lalu mengenggam erat tangan
Hinata untuk menenangkan emosi sang gadis.

"Ck…cukup pintar juga dia rupanya." Pikir Shikamaru menanggapi sang bocah. Sumaru tergolong berani
karena mampu berdiri diantara para Rokie yang serius menatapnya.

"Hei bocah sebaiknya kau cari tempat dan waktu yang lain jika ingin berbincang dengan mereka berdua.
Kurasa waktu istirahatmu sudah habis." Tutur Shikamaru mewakili pada Hinata dan Sakura.

Sekarang mata merah Sumaru beradu tajam dengan Shikamaru yang mencampuri urusannya. Para Rokie
cukup takjub, baru kali ini bisa melihat ada bocah berani beradu tajam dengan seniornya. Hanya dalam
beberapa menit suasana sudah panas ketika keheningan makin lama terjadi sampai tangan kecil Sumaru
telah ditarik oleh pemuda raven yang tidak tahan melihat wajah ibunya terdetensi lagi.

"Sumaru ayo kita kesana, lihat sensei Iruka sudah dilapangan. Urusannya dilanjutin nanti saja, aku juga
mau tahu apa yang ingin dibicarakan Sumaru jadi ditunda dulu. Ayo!" Ajak Sasuke sambil menarik tangan
Sumaru yang masih terpaku. Karena Sumaru diam saja Sasuke kemudian mendorong bahu kecilnya untuk
bergerak.

"Sudah Ayo! Kok malah bengong." Sasuke dengan susah payah mendorong Sumaru untuk kumpul
bersama Iruka yang sekarang sudah mulai memerintahkan berbaris.
"Saya menunggu kesempatan itu Hinata-san, Sakura-san." Ujar Sumaru mengikuti ajakan Sasuke dengan
terpaksa. Nafas lega sementara langsung dikeluarkan oleh seluruh Rokie 12. Hinata kemudian berpaling
ke bawah dan baru menyadari Naruto masih bersama mereka dengan sorot mata yang kosong ke depan.

"Loh Naruto-kun masih disini?" Tanya Hinata heran melihat pemuda berambut pirang itu justru masih
terpaku kemudian tersentak kecil menatap Hinata reflek.

"Argh, maaf." Jawab Naruto kemudian melepas tangan kecilnya dari Hinata dengan nada datar. Gadis
berambut indigo terkejut ketika merasakan perubahan sikap Naruto.

"Naruto-kun tidak apa-apa?" Tanya Hinata dengan nada khawatir. Naruto menggeleng pelan.

"Tidak Kaa-chan, hanya sedikit pusing." Naruto memegangi kepalanya yang mendadak seperti
memunculkan gambar-gambar bergerak lagi di kepalanya. Meski berusaha ditahan namun sakit itu
mendera kembali.

"Naruto jangan dipaksakan. Lebih baik kau istirahat saja, aku akan bilang sensei Iruka ." Sakura yang
merupakan medic nin langsung turun tangan dengan mengecek Naruto.

"Kenapa Naruto?" Tanya Ino mewakili teman-temannya yang turut cemas.

"Naruto-kun memaksakan ingatannya." Ujar Hinata panik sambil memegangi tubuh Naruto yang terlihat
mulai hilang keseimbangan.

"Lebih baik kau istirahat dulu Naruto. Jangan memaksakan diri." Pinta Sakura pada Naruto yang masih
memegangi kepalanya.

"Aku tidak apa-apa bibi Sakura." Sangkal Naruto sambil memegangi kepalanya namun dia menggerakkan
tubuhnya untuk kelapangan dimana Sumaru dan Sasuke berkumpul.
"Eh tunggu!" Kata Sakura panik ketika Naruto seenaknya berlari meninggalkan mereka tanpa
meninggalkan penjelasan apapun.

"Huwaaaa! Kaa-chan capek! Cepat buka pintunya." keluh Naruto begitu di depan pintu apartemen
mereka. Tampang bocah berambut pirang itu sudah kusut gara-gara waktu pulang berkejar-kejaran
dengan Sasuke. Maunya sampai apartemen dia langsung bermanja-manja dengan Hinata namun dia
harus tahan dulu sikap kekanakannya karena apartemen mereka kedatangan tiga tamu sekaligus yaitu
Sasuke, Sakura dan Sumaru.

"Sabar dulu Naruto-kun." Kata Hinata sambil membuka pintu apartemen mereka.

Apartemen Hinata dan Naruto memiliki ruangan tidak terlalu besar namun sangat tertata rapi dan
terlihat nyaman ditinggali. Hinata mempersilakan masuk tamunya untuk duduk di ruang tamu.

"Naruto-kun, langsung ganti baju kemudian cuci tangan dan kaki. Setelah itu bantu Kaa-chan-."

"Iyaaaaaa Kaa-chan nanti Naru bantu!" Belum juga Hinata menyelesaikan perkataannya Naruto sudah
menyela Hinata. Naruto yang sudah terlalu capai langsung menuju kamar untuk berganti dan sejenak
berbaring.

"Eng tunggu dulu, aku ambilkan minum." Ujar Hinata untuk pamit mengambilkan minum dan makanan
kecil untuk para tamunya.

Sakura berusaha bersikap biasa dengan mencoba membuat obrolan ringan bersama Sasuke yang
rupanya sudah sekongkol dengan Sumaru.

"Maaf menunggu lama." Tidak berapa lama kemudian Hinata datang dengan membawa orange juice
beserta kue kering dalam toples.
Kini mereka berempat terdiam bingung untuk memulai dari mana pembicaraan, sampai pada akhirnya
Sumaru yang mulai angkat bicara.

"Maaf sebelumnya Hinata-san dan Sakura-san aku hanya ingin bertanya suatu hal." Jika Sumaru yang
bicara maka sudah tidak bisa diganggu gugat untuk tidak serius. Sasuke yang biasanya usil bahkan duduk
diam disamping Sumaru untuk mendukung rekannya.

"Ceritakan saja asumsimu Sumaru-kun?" Pinta Hinata dengan lembut. Hinata sudah mendengar jika
Sumaru itu siswa yang cerdas dari Naruto. Kemungkinan besar Sumaru memiliki pendapat ada yang tidak
beres dengan Naruto dan Sasuke teman setimnya.

Sumaru terkejut ternyata Hinata langsung memintanya to the point. Dia tenangkan dirinya sampai dia
mengucapkan maaf sebagai permulaan.

"Sasuke, maaf bukannya aku meragukanmu sebagai anak kandung Sakura-san tapi aku merasakan ada
singkronisasi yang tidak tepat antara umur Sakura-san dengan Sasuke." Kata Sumaru tenang mengawali
dugaannya sekaligus membuat bocah disampingnya shock.

"Neee, Kaa-chan mana cookiesnya?" Interupsi Naruto yang tiba-tiba keluar dari kamar dengan t-shirt
orange celana pendek hijau tangan kanan memegang gameboot dan kedua telingannya ditutupi
headseat berwarna orange.

"Di dapur Naruto-kun." Jawab Hinata disela-sela keperangahannya melihat sikap Naruto yang lain dari
biasanya.

"Hah! Gak denger Kaa-chan!" Wajar saja Naruto cuma melihat bibir Hinata bergerak-gerak soalnya dia
tengah mendengarkan musik dengan volume cukup keras. Hinata dengan kesabarannya kemudian
mencopot headseat Naruto dan mengatakan letak cookiesnya.

Sumaru menatap tajam Naruto dia kira sengaja menginterupsi pembicaraan mereka. Pemuda berambut
pirang itu hanya nyengir ditatap tajam kawannya yang tampak kesal.
"Sumaru lanjutkan maksudmu!" Kata Sasuke yang tampangnya sudah tertekan. Akibat sepenggal kalimat
dari Sumaru tadi pemuda berambut dark blue itu akhirnya berani membuka pikirannya yang selama ini
jarang digali. Akibatnya sekarang dia menemukan kejanggalan umur antara Sakura dan dirinya. Sesak
tiba-tiba Sasuke rasakan ketika dari perhitungannya dia menemukan fakta yang sulit dicerna pikiran
siapapun.

"Rata-rata umur anggota Rokie 12 menginjak awal dua puluhan sedangkan-." Sumaru menghentikan
ucapannya ketika melihat teman disampingnya ingin angkat bicara.

"Sedangkan umur Sasu tujuh tahun Oka-chan. Tidak mungkin Oka-chan melahirkan Sasu diusia empat
belas tahun. Hal itu memang masih mungkin tapi tidak mungkin Oka-chan menikah di usia sekitar tiga
belas tahun. Apa itu artinya Sasu bukan anak Oka-chan?" Tanya Sasuke dengan lirih dan sedih. Sang
raven tidak bisa lagi menyembunyikan raut wajah sedih itu.

Sakura menatap uchiha terakhir dengan pandangan pilu. Hinata yang duduk disamping Sakura berusaha
menguatkan dengan memegang bahu Sakura yang sudah bergetar. Sakura tahu masih banyak ketidak
pastian jika Sasuke dan Sumaru bila mengetahui hal ini. Mungkinkah Sasuke bisa menerima dirinya
kembali seperti Naruto.

"Itai! Aku ketinggalan banyak?" Lagi pemuda berambut kuning itu menginterupsi suasana yang sedang
tegang dengan tingkah konyolnya. Dengan setoples cookies di tangan kanan, gameboot di tangan kiri
kemudian dia duduk seenaknya disamping Hinata dan Sakura yang tengah bingung. Naruto sekilas
memandangi Hinata dan menemukan mata lavender sang gadis yang menyipit marah.

"Ne, ampun Kaa-chan. Baiklah silahkan lanjutkan!" Kata Naruto tanpa dosa kemudian fokus pada
gamenya sambil memasukkan sebuah cookies dimulut. Si pirang mengabaikan tatapan tajam dari
Sumaru dan Sasuke yang bersamaan. Naruto sudah bisa menebak apa yang ingin Sumaru tanyakan
namun dia tidak ingin ikut campur. Sumaru tipe orang yang serius dan dia kurang suka, lebih baik dia
menyibukkan diri daripada terlibat lagi dalam suasana tegang yang jujur turut memicu emosinya.

"Bukan." Jawab Sakura lirih yang membuat air mata sang Uchiha turun.
"Lantas siapa Sasuke sebenarnya? Apa dia benar keturunan Uchiha?" Tanya Sumaru mewakili Sasuke
yang sudah terisak sendu. Sumaru pegangi sang teman untuk menenangkan.

"Dia memang keturunan Uchiha dan kondisinya saat ini bukan sosok aslinya." Ujar Sakura lagi namun
diiringi air mata yang turun. Sakura tidak tahan lagi untuk menunjukkan raut kesedihannya. Di ruang itu
mungkin hanya Sumaru yang terlihat tegar dan Naruto terlalu cuek dengan lingkungannya sehingga
sampai tidak sadar Sasuke dan Sakura menangis. Lain lagi dengan sang Hyuuga, dia justru ingin marah
besar pada si pirang yang malah asik makan cookies sambil main game disertai mendengarkan musik.

Suasana saat ini benar-benar bagai ruang sidang untuk Uchiha Sasuke dan Haruno Sakura. Mereka begitu
larut dalam emosi masing-masing demi menemukan yang dicari.

"Bila boleh kulanjutkan Sasuke adalah Uchiha Sasuke anggota Rokie 12 pahlawan perang dunia Shinobi
yang menghilang secara misterius hingga saat ini. Dia tidak menghilang tapi menjadi Sasuke ini,
terdengar gila memang tapi dunia shinobi penuh dengan jutsu yang bisa saja menghasilkan efek seperti
mengecilkan tubuh dan kehilangan ingatan. Hal yang sama juga berlaku pada Naruto." Terka Sumaru
dengan nada lebih hati-hati. Dia tidak ingin tampak sebagai polisi yang menginterogasi penjahat. Sumaru
ingin tahu kebenarannya itu saja. Dia juga tidak berminat membocorkannya jika tahu.

"Hikz…hikz..hikz..hikz..Oka-chan apa itu benar?" Tanya Sasuke disela-sela tangisanya.

Sakura sama terisaknya dengan Sasuke, air matanya terus saja mengalir membasahi pipi cantiknya.
Melihat Sakura menangis sebenarnya membuat Sasuke ikut pedih. Namun, disini dia tidak bisa menahan
rasa sedihnya ketika tahu bukan putra kandung dari orang yang sangat dia sayang. Sasuke tidak peduli
siapa dirinya tapi dia sangat sedih ternyata Sakura bukan ibu kandungnya. Bersama Sakura dan
keluarganya ia merasakan kehangatan dan kebahagiaan yang sempurna, dia takut kehilangan hal itu.
Anak itu takut kebahagiaannya terenggut, di dalam dirinya ada sayang yang sangat besar untuk Sakura,
Kakek dan Neneknya. Bersama mereka bagai nyawa Sasuke saat ini.

"Sasuke-kun kami harap kau bisa menerima ini dengan baik. Tolong jangan membenci Sakura-chan
karena dia sangat menyayangimu Sasuke-kun." Kata Hinata mewakili Sakura yang masih menangis.
Hinata berusaha memberi pengertian sehalus mungkin pada Sasuke yang tampak begitu terguncang.
Sumaru turut memandang sedih mereka berdua. Bukan ini maksudnya membuat mereka bersedih.
Mendadak rasa bersalah itupun muncul, dia tidak tega bukan ini maunya.

"Maaf aku tidak bermaksud Sakura-san , Hinata-san." Sumaru ikut larut dalam sedih ketika Sasuke makin
menangis. Bahunya bergetar karena guncangan emosi yang dalam.

"Astaga kenapa ada acara menangis disini?" Tanya Naruto dengan nada tanpa dosa disituasi yang sudah
amat telat disadari. Naruto bisa menebak jika Sumaru yang mengajak bicara suasana akan menjadi serius
namun tidak menyangka akan melihat adegan menangis di depan matanya.

Sasuke yang terpukul dan shock tidak tahan lagi menyembunyikan kesedihannya kemudian berlari keluar
dari apatemen milik Hinata. Uchiha kecil itu belum bisa terima kenyataan bahwa Sakura bukan ibunya.

"Sasuke!" Teriak Sakura ketika bocah kecil itu pergi. Namun gerakannya ditahan oleh Hinata untuk
mengikuti Sasuke.

"Biarkan dia menenangkan diri dulu Sakura-chan, aku yakin Teme akan baik-baik saja." Kata Naruto untuk
menenangkan Sakura yang masih menangis. Bocah pirang itu sama prihatinnya dengan Sakura namun
sekali lagi dia memiliki keyakinan Sasuke akan baik-baik saja.

"Naruto-kun lebih baik kau dan Sumaru yang mengejar Sasuke sebelum dia pergi jauh." Pinta Hinata
pada Naruto dan Sumaru. Naruto mengangguk mengerti kemudian keluar bersama Sumaru yang masih
menyesal dengan tindakannya.

.
Waktu menunjukkan pukul delapan malam namun mereka belum menemukan dimana Sasuke berada.
Hinata menyerahkan sepenuhnya pencarian pada Naruto dan Sumaru, jika sampai larut malam belum
ditemukan dia baru akan turun tangan turut mencari sang anak. Namun karena Sakura masih terus saja
menangis Hinata akhirnya mengajak Sakura untuk pulang.

"Haaah kemana si Teme itu !" Umpat Naruto, bocah itu sudah kuyu akibat kakinya pegal memutari desa
mencari makhluk bernama Sasuke. Si pirang bahkan hampir sepuluh kali menyusuri sudut taman untuk
menemukan sahabatnya yang menghilang.

"Maaf aku tidak tahu bila akan jadi seperti ini Naruto-sama." Akhirnya mulut Sumaru yang dari tadi
bungkam menuturkan rasa bersalah. Dia tidak menyangka Sasuke akan kabur.

"Jangan dipikirkan! Dan jangan memanggilku Naruto-sama." Kata Naruto dengan nada polos yang jujur
membuat Sumaru bingung. Bukankah Naruto sudah tahu siapa dirinya terbukti dengan sikapnya yang
cuek tadi.

"Tapi bukankah anda adalah Uzumaki Naruto-sama. Anggota Rokie 12 yang menjadi pahlawan desa."
Ujar Sumaru dengan sopan. Sumaru jadi canggung bila mengingat status Naruto, bagaimanapun juga
temannya ini lebih tua darinya.

"Neeeee, jangan begitu walaupun aku sudah tahu aku juga belum ingat apa-apa. Lagi pula Sumaru itu
sahabatku sama seperti Sasuke." Kata Naruto riang. Sumaru tersenyum tipis karena masih dianggap oleh
Naruto.

Tidak berapa lama, mereka sudah berada di depan pintu rumah Sakura. Hinata mengetuk pintu
kediaman keluarga Haruno karena Sakura masih murung dengan kejadian tadi. Pintu dibukakan oleh
Mebuki Haruno yang menampakkan wajah marah begitu melihat Sakura datang.

"Sakura apa yang kau lakukan pada cucu kecilku hingga dia pulang menangis? Dan kemana saja kau
hingga baru pulang anak nakal!" Omel Mebuki Haruno. Bukannya Sakura takut tapi malah terperangah
tidak percaya. Hinata, Sumaru dan Naruto hanya sweatdrop ketika tahu larinya Sasuke tidak lain dan
tidak bukan adalah pulang kerumah.

"Sasuke sudah pulang?" Tanya Sakura memastikan dengan nada takut-takut.

"Iya, dia pulang menangis dan kemana tanggung jawabmu sebagai ibunya hmmm!" Tanpa bisa dilawan
telinga Sakura sudah dijewer Mebuki untuk membawanya masuk.

"Oh maaf anak-anak sampai lupa mempersilakan masuk. Bibi sampai lupa ada kalian gara-gara Sakura, ha
ha ha. Ayo masuk, jangan malu-malu." Kata Mebuki layaknya orang yang memiliki dua sikap manis dan
kejam di saat bersamaan. Dengan manisnya dia berkata pada Naruto, Hinata dan Sumaru namun dengan
sadisnya menjewer telinga Sakura. Ketiga tamu asing itu hanya manggut-manggut takut akan kekuasaan
nyonya rumah.

"Sakit!" Keluh Sakura yang hanya bisa dikasihani oleh yang melihat. Di sepanjang rumah Mebuki terus
saja menjewer Sakura tanpa ampun.

Rumah keluarga Haruno adalah rumah dengan gaya khas jepang. Mereka diajak masuk dan duduk di
ruang tengah, sekali lagi mereka harus terperangah tidak percaya ketika melihat Sasuke dengan
manjanya duduk di pangkuan Kizashi dan tengah bercengkrama memandangi buku cerita bergambar.
Tentu disini yang paling kesal adalah Naruto sebab dialah yang paling lelah berkeliling Konoha untuk
mencari si anak ayam yang ternyata bertengger manis di kediaman Haruno.

"Tou-san." Panggil Sakura pada ayahnya yang tengah memangku Sasuke. Mebuki kemudian tersenyum
lembut dan melepaskan jewerannya. Dia akan membiarkan keadaan sesuai air mengalir.

"Mencari makhluk kecil ini?" Tanya Kizashi dengan nada sumpringah sambil menunjuk Sasuke yang
sudah manyun dikatai makhluk kecil.

"Udah Sasu bilang Sasu udah besar kakek!" Rajuk Sasuke dengan suara khasnya sambil menarik jenggot
Kizashi dengan sengaja. Kalau Sakura, Naruto dan Hinata tidak heran kepala keluarga Haruno sangat
akrab dengan Sasuke tapi bagi Sumaru melihat hal ini menjadi bagian yang tidak biasa.
"Sejak kapan dia pulang?" Tanya Sakura pada ayahnya.

"Sebelum bertanya, tou-san tanya dulu. Kamu apakan Sasuke hingga bicaranya jadi ngaco gini? Tou-san
pusing untuk mendiamkannya!" Curhat Kizashi yang rupanya sudah kelimpungan mendiamkan Sasuke
saat menangis terus ketika pulang.

"Sudah dibilang Sasu nggak ngaco kek!" Sasuke menarik lagi jenggot Kizashi karena tidak terima dibilang
ngaco. Sasuke sudah biasa bila marah menarik jenggot Kizashi sebagai pelampiasan.

"Jangan tarik lagi jenggot Kakek makhluk kecil!" Teriak Kizashi marah-marah pada bocah yang sudah
dianggapnya cucu. Sasuke menjulurkan lidah kemudian melemparkan buku ceritanya ke muka kakeknya.
Sungguh lucu jika dua orang ini bergabung.

"Jadi apa yang kau katakan pada makhluk kecil ini Sakura? Kau beri tahu dia kebenarannya?" Tanya
Kizashi dengan nada seserius mungkin namun gagal total karena masih tetap saja terlihat seperti
bercanda.

"Tou-san Sasuke-kun memang sudah tahu." Jawab Sakura sedih. Dia berusaha menahan air matanya jika
membicarakan hal itu lagi. Iris viridian Sakura sejenak memandangi iris hitam sang bocah untuk melihat
reaksinya.

"Wow, neee…cucu kakek yang manis ini sudah tahu. Wah kakek inginnya kamu tetap jadi cucu kecilku.
Kalau begitu jadi mantuku saja deh! Boleh kan sayang?" Jawab Kizashi sembari memeluk Sasuke sambil
melihat ke Mebuki yang mengangguk. Hinata, Naruto dan Sumaru tidak usah ditanya karena mereka
terlalu terpesona pada kekuatan Kizashi sehingga membeku bagai es.

"Aku tidak keberatan punya menantu semanis Sasuke!" Ujar ibunya untuk menyetujui ayah Sakura.

Disini air mata Sakura sudah tidak jadi turun gara-gara kelakuan sinting ayahnya, demi apa dia bisa
memiliki keluarga semacam ini.

"Nee,Sasu masih boleh sama Oka-chan? Lalu mantu itu apa ?" Tanya Sasuke yang moodnya jika bersama
Kizashi sungguh baik. Oniknya menatap Sakura sambil nyengir lebar pada sang gadis berambut merah
jambu.
"Besok kalau sudah besar jadi suaminya Sakura. Bikin cucu-cucu yang manis sepertimu bisa?" Sungguh
sinting ayah Sakura ini, bisa-bisanya ia bicara begitu pada Sasuke. Wajah Sakura sekarang sudah semakin
merah seperti kepiting rebus gara-gara ayahnya.

"Siap!" Jawab Sasuke sambil memeluk leher Kizashi dengan bangga dan membuat Sakura lemas tak
berdaya. Tidak habis pikir bisa-bisanya Sasuke bisa jinak sekali dengan ayahnya. Yang jelas ini adalah
takdir Sakura untuk mengurusi pemuda yang dikasihinya lebih lama lagi.

"Heeeee tou-san apa-apaan?" Pekik Sakura yang sudah sangat malu diperhatikan teman-temannya
dibelakang, terlebih ada Sumaru yang murni masih anak di bawah umur.

"Oka-chan! Masih mau sama Sasu kan?" Tanya Sasuke yang sudah melompat dari pangkuan Kizashi
menghampiri Sakura. Gadis yang menjadi ibu Sasuke itu kemudian menyetarakan tingginya dengan
Sasuke. Dia tatap mata polos si bocah.

"Oka-chan!" Panggil Sasuke pada Sakura yang bingung dengan senyum mencurigakan sang bocah. Sakura
merasakan feeling tidak enak, benar saja dengan gerakan lambat Sasuke mendekatkan tubuhnya pada
Sakura.

Puk!

Sakura dengan mudah menonyol jidat Sasuke.

"Mau apa kau bocah, kecil-kecil mau mesum hmmmm! Besarin dulu tuh badan." Omel Sakura yang
langsung berdiri meneriaki Sasuke, si anak manyun lagi diomeli Sakura. Semua tertawa melihat tingkah
Sasuke dan Sakura termasuk Sumaru yang sudah sangat menyesal mengetahui fakta sebenarnya.

"Sepertinya hidupku akan makin repot saja." Batin Sumaru yang ternyata juga bisa nista.

Chapter 8
Valley of The End menjadi saksi bisu pertarungan yang terjadi antara Naruto dan Sasuke. Naruto dengan
rasengan miliknya dan Sasuke dengan chidorinya menabrakkan jurus andalan mereka masing-masing.
Bocah berusia tiga belas tahun itu saling memandang dengan tatapan tajam. Tatapan yang terlalu tajam
dan dewasa untuk ukuran remaja seusianya. Kilat mata mereka adalah kilat mata untuk orang yang
sangat mempunyai ambisi besar dan menunjukkan tekat kuat seolah gunungpun akan dihancurkan bila
menghalangi jalan mereka.

Dua jurus bertabrakan sama kuat diiringi nafsu mengalahkan satu sama lain. Tidak ada yang mau
mengalah, emosi kuat untuk menjadi pemenang duel ini yang akan menentukan nasib mereka. Apakah
sang raven akan berhasil diseret pulang oleh sang sahabat atau si pirang yang akan ditinggal oleh sang
raven.

"Bukan tidak ada artinya bagiku . . ."

"Kau sudah jadi teman terdekatku . . ."

Bocah bersurai kuning itu dengan sekuat tenaga berusaha menghentikan Sasuke untuk mendatangi
Orochimaru. Dia tidak mempedulikan kesakitan yang mulai menjalari tubuhnya akibat tekanan jurus
yang sama-sama kuat. Dia masih berharap dan terus berharap rekan setimnya itu akan sadar bahwa
keputusannya salah.

"Sasuke sudah bilang begitu padaku"

"Karena itu, aku ingin memastikan . . ."

"Dengan rasengan ini . . ."

ZUMM
Chidori vs Rasengan dua jurus yang sama-sama mematikan masih diadu untuk menunjukkan kekuatan
masing-masing.

Seketika tubuh masing-masing pengguna jurus terpental kesamping kanan dan kesamping kiri. Belum
ada pemenang diantara mereka, keduanya seri dan sama kuat.

Brugh!

Dengan reflek yang lebih baik meskipun terpental cukup keras Sasuke bisa mendaratkan tubuhnya tanpa
tenggelam meski terseret sedikit oleh aliran air sungai. Nafasnya masih memburu akibat duel dengan
rekan satu timnya tadi. Berbeda dari Sasuke yang berhasil menyeimbangkan diri, tubuh Naruto justru
seluruhnya tenggelam dalam air.

Blub Blub

Perlahan tapi pasti tubuh bocah ini mengambang dengan sendirinya. Mata blue safire yang biasanya
menunjukkan semangat, mulai menatap langit dengan tatapan kosong. Dia abaikan Sasuke yang sudah
berusaha bangkit dengan nafsu membunuh.

"Sialan."

"Sialan."

Umpat Naruto dengan perasaan sedih yang terus berkecamuk dalam dirinya. Sasuke benar-benar
dikuasai oleh kegelapan. Dia tatap awan lagi sebelum berpaling pada Sasuke yang sudah lebih siaga
menatap dirinya dengan pandangan membunuh.
"Sudah . . . tidak salah lagi . . .apa kau benar-benar . . ." Batin Naruto sembari menatap wajah tampan
Sasuke yang bengis. Mata blue safirenya berubah menjadi tatapan geram ketika melihat evil smirk sang
bungsu Uchiha. Tidak mau kalah begitu saja dia kemudian bangkit dari posisi berbaringnya dengan wajah
geram namun sendu.

" Benar . . benar. . . akan membunuhku begitu saja. . . Sasuke?" Tidak bisa ditahan lagi air mata untuk
turun dari pelupuk matanya. Emosi kesedihan mendalam terhadap sang sahabat tidak bisa dibendung
lagi.

"Dalam kepalanya saat ini, dia benar-benar memikirkan langkah untuk membunuhku. Benar-benar
serius." Batin Naruto sedih. Bisa Naruto lihat segel kutukan dari Orochimaru mulai menjalar ke tubuh
Sasuke. Seringaian khas iblis terpampang jelas di paras tampannya yang sudah berubah menakutkan
dengan bercak-bercak hitam menjalari wajahnya.

"Kau tahu, Naruto? Sesama shinobi sealiran bisa saling membaca isi hati hanya dengan sekali adu pukul
walau tanpa bicara." Ujar Sasuke dengan nada dingin dan arogan. Naruto terdiam mendengar ucapan
Sasuke yang sudah sarat akan keangkuhan seolah bisa menghabis Naruto kapan saja.

"Kau naif, Naruto. Bagaimana?" Ucap Sasuke lagi yang kini sukses membekukan tubuh Uzumaki Naruto
yang makin terpaku sedih dengan ucapan menyakitkan sang Uchiha.

Evil smirk Uchiha Sasuke kembali mengembang, tanpa basa-basi dia mulai membuat segel jurus dengan
cepat untuk menyerang Naruto yang masih saja terdiam memandangi sang raven.

"Bagaimana kau bisa baca isi hatiku yang sebenarnya? Elemen Api! Housenka no jutsu!" Teriak Sasuke
dengan keras lalu mengeluarkan jurus bola api untuk menyerang Naruto.

Syat.

Reflek remaja berambut pirang itu melompat untuk menghindari serangan Sasuke namun, tanpa disadari
dari belakang telah muncul Sasuke yang telah ikut melompat ke atas.
Dash!

Naruto yang tidak siap dengan duel udara telak terkena tendangan mematikan kaki kanan Sasuke yang
tepat mengenai wajahnya.

Duagh!

Tubuh remaja pirang itu tak ayal jatuh bebas ke air. Belum juga sepenuhnya berdiri Sasuke yang telah
terlebih dahulu mendarat sempurna, dengan kecepatan tinggi dia menyerang kembali. Nampaknya sang
raven ini tidak akan setengah-setengah menjalankan niatannya, terbukti tidak sedikitpun memberi celah
bagi sang teman satu tim yang jadi musuhnya untuk membela diri.

Buak!

Pukulan mantap dari Sasuke mengenai telak lagi pada wajah Naruto yang sudah kepayahan.

Syut!

Sebelum Naruto terjatuh kembali tangan kanan Sasuke memegang kerah jaket milik Naruto. Mata
sharingannya memancarkan kebengisan dan siap menghabisinya kapan saja. Naruto menatap lagi sosok
sahabatnya yang sudah berubah bengis, dia tidak takut akan mati tapi sedih melihat sahabatnya akan
jatuh pada jurang kebencian.

"Sasuke aku tahu kau selalu sendirian. Awalnya aku jadi tenang karena tahu ada orang yang sama
denganku. Sebenarnya aku ingin cepat-cepat ngobrol denganmu. Selain itu, aku senang. Tapi, kau tidak
menyapaku, kau mampu melakukan apa saja. Selain itu kau selalu popular diantara semuanya karena kau
dan aku terlalu berbeda. Karena kesal, aku seenaknya menjadikanmu rivalku! Aku tidak mau kalah
karena dibilang orang gagal. Aku jadi berpikiran merepotkan begitu. Walau masuk kelompok tujuh
ternyata sama saja. Dengan keras kepala aku tidak mengatakan apa-apa tapi sebenarnya aku juga ingin
jadi sepertimu. Dulu, kau orang yang kukagumi . Saat kau mengatakan bahwa kau juga ingin bertarung
denganku aku benar-benar senang. Karena perkataanmu itu yang mengakuiku untuk pertama kalinya."

Bayang-bayang masa lalunya jelas terekam dalam memori menyedihkan seorang Uzumaki Naruto.
Kepedihan karena sama-sama hidup sebatang kara begitu menyakitkan untuk dikenang. Teman yang
dianggapnya sebagai teman dan memiliki nasib yang sama justru ada untuk tidak saling menguatkan,
namun harus bersaing untuk mencapai ambisi masing-masing.

Nafas Naruto mulai sesak ketika tubuhnya tergantung di atas tanah oleh cengkraman tangan kanan
Sasuke. Geraman rendah dia keluarkan ketika melihat tangan kiri Sasuke mengeluarkan jurus yang
mirisnya diajarkan langsung oleh sang sensei pembimbing sendiri. Memprihatinkan, seharusnya dengan
jurus itu Sasuke bisa melindungi kawannya. Patut disayangkan justru dengan jurus itu dia mempunyai
niatan untuk menghabisi sang kawan.

"Grrrt!" Geram Naruto untuk berusaha melepaskan diri dari cengkraman kuat bungsu Uchiha. Dia
beranikan dirinya untuk menatap intens mata sharingan sang Uchiha yang memancarkan hasrat
kegelapan.

"Tapi Sasuke, tanpa adu pukulanpun kau dan aku sudah tahu, walau tanpa kata-kata sejak saat itu kita
Teman! Bukan tidak ada artinya bagiku kau sudah jadi teman terdekatku. Tapi kau mau benar-benar
membunuhku. Saat ini, aku sudah tak mengerti apa-apa selain serius atau tidaknya kata-katamu barusan.
Mungkin cuma aku yang seenaknya menganggapmu sebagai teman."

"Sekarang sudah terlambat Naruto!" Teriak Sasuke kegirangan sambil menghantamkan chidorinya ke
bahu kiri Naruto.

JRASH!

.
.

"Aaaaaaaarrrrrrrrrgggghhhhhhh!" Teriak Naruto keras untuk membuatnya terbangun dari mimpi buruk.
Nafasnya memburu hebat seolah baru saja melakukan pertarungan yang ada di dalam mimpi.
Keringatnya bahkan mengucur deras dari pelipis layaknya orang baru saja melakukan olahraga.

Dia pegangi kepalanya, gambar-gambar itu muncul kembali dan mulai masuk membentuk kepingan
puzzle. Naruto ingat jelas kejadian dalam mimpi itu.

"Mimpi itu?" Tanyanya lirih lalu meremas rambut pirangnya untuk berpikir. Mata safirenya tiba-tiba
membulat ketika bisa mengingat jelas gambaran-gambaran samar yang dulu datang dan membuat
kepalanya sakit. Gambar-gambar itu adalah memori dirinya saat bertarung dengan Sasuke.

"Bukan, itu aku dan Sasuke dulu. Tapi lalu setelah itu apa lagi, aaaaaarrrrrrggggh samar-samar!"
Umpatnya kesal. Memori setelah peristiwa itu belum bisa diingat sepenuhnya karena memori setelah itu
terlihat bagai tv yang rusak karena hanya berupa adegan-adegan tidak jelas. Pertarungan dengan Pein,
saat melawan Madara hanya ingat sepotong-sepotong.

Cklek

Tiba-tiba pintu kamar tidurnya terbuka dan muncul seseorang yang menyalakan lampu kamar si bocah.
Naruto baru sadar kamarnya yang dicat serba orange-merah itu begitu meriah dengan mainan yang
sangat banyak tergelatak disisi kanan dan kiri. Namun, pusat perhatiannya itu kemudian beralih pada
sesosok gadis yang amat dikenal. Rambut hitamnya membingkai sempurna wajah cantik sang bidadari
yang memiliki wajah dan kulit putih bersih. Meskipun terkesan baru bangun tidur sama sekali tidak
mengurangi kecantikan alaminya. Mata blue safire itu begitu terpesona hingga tertegun untuk beberapa
saat.

"Hi-Hinata! Maksudku Kaa-chan." Sungguh Naruto tidak tahu apa yang terjadi dengannya, hal pertama
ketika melihat Hinata datang adalah wajah cantik Hyuuga Hinata dengan bayangan masa lalu. Namun,
detik berikutnya dia melihat Hinata sebagai sosok ibu untuk dirinya selama ini.
Dahi Hinata berkerut dengan sikap Naruto yang canggung.

"Naruto-kun tidak apa-apa? Kenapa berteriak-teriak?" Tanya Hinata bertubi-tubi dengan nada penuh
kekhawatiran. Perlahan dia mendekati si pirang yang masih terduduk di ranjangnya. Hinata mengernyit
ketika Naruto langsung menggeser tubuhnya saat Hinata ingin duduk didekatnya. Tanpa sadar Naruto
bahkan langsung memeluk boneka lumba-lumba yang menemani tidurnya selama ini.

"Sial kenapa otakku serasa punya dua memori ." Umpat Naruto dalam hati. Sangat tidak menyangka
ingatan masa lalu dan memori saat ini menyatu dan sulit dipisahkan. Yang membuatnya shock lagi adalah
pose tubuhnya sekarang. Sejak kapan dia memeluk boneka dengan pose ketakutan begini?

"Kaa-chan!" Panggil Naruto reflek. Hinata menatap bingung pada Naruto. Sang gadis menangkap ada
kejanggalan dari sikap Naruto, kecanggungan yang tidak bisa dijelaskan.

"Kuso! Kenapa sulit sekali memanggil Kaa-chan dengan namanya." Rutuk Naruto dalam hati lagi karena
sulit meninggalkan kebiasaan lamanya. Dia sadar Hinata adalah gadis penting untuk dirinya namun
Naruto juga sadar gadis di depannya itu adalah sosok ibu baginya. Kalau dulu dia mengikuti naluri maka
sekarang otaknya 100 persen sudah sadar dan tahu betul siapa Hinata. Hinata itu rekan seangkatan
dengannya. Akan lucu jika dipanggil Kaa-chan tapi dia merasa tidak nyaman jika hanya memanggil nama
pada gadis Hyuuga itu, Hinata itu sosok ibu yang sangat disayangi.

"Hm ada apa Naruto? Ini masih jam 4 loh." Cuma perasaan Naruto saja atau dia yang selama ini tidak
memperhatikan jika suara Hinata benar-benar lembut menyapa indera pendengarannya. Senyum
keibuan Hinata kemudian berkembang yang sialnya membuat Naruto terpesona.

"Ahhh Kaa-chan tahu, pasti Naruto-kun tidak sabar untuk memulai akademi lagi setelah liburan?" Tanya
Hinata dengan lembut sambil mengusap kepala pirang Naruto perlahan. Gadis ini sepertinya tidak sadar
jika kulit Naruto langsung merinding mendapat sentuhan lembutnya. Hasrat dan akal sehat Naruto
seperti sedang duel untuk mengontrol sikap si pirang.
Jantung Naruto berdebar tak karuan ketika melihat senyum tulus keibuan yang sudah sering dilihat
namun kali ini sukses ingin membuatnya meloncat.

"Kaa-chan, eng maaf maksudku Hinata. Arrrrrrgggggghhhhhh kenapa susah sekali memanggil namamu
Kaa-chan!" Ujar Naruto kesal sambil mengacak-ngacak rambutnya. Mendapatkan ingatannya kembali
tidak serta merta bisa mengubah kebiasaannya yang telah terpatri menjadi memori sendiri dimasa hilang
ingatan. Melihat reaksi sang pangeran kecil yang tak biasa Hinata kemudian menangkap tangan Naruto
untuk tidak meremas rambut pirangnya.

"Apa Naruto-kun ingat sesuatu?" Apalagi yang bisa membuat Naruto berubah jika tidak mengenai
memorinya yang belakangan selalu membuatnya kesakitan.

Naruto menggaruk-garuk pipinya yang tidak gatal sambil mencengkram bonekanya. Anak itu tersenyum
getir pada Hinata.

"Ya, Kaa-chan tapi belum semua." Kata Naruto canggung pada Hinata. Entah mengapa bibirnya sangat
sulit untuk memanggil nama Hinata dan justru kata Kaa-chan yang keluar.

"Sial, mau tidak harus menyesuaikan diri kembali. Aku harus mendapatkan ingatanku sepenuhnya dan
menemukan cara untuk kembali ketubuh asliku. Madara sialan!" Umpat Naruo dalam hati.

Senyum kikuk dan malu-malu jelas terlihat dari Naruto yang sudah salah tingkah pada Hinata. Iris
lavender Hinata mengamati baik-baik mata Naruto yang sekarang sudah merunduk karena malu.

"Jangan memandangiku seolah aku ini tontonan Kaa-chan!" Rutuk Naruto kesal dengan nada khas yang
sangat Hinata kenal. Mata indah Hinata kemudian mengerjab-ngerjab tidak percaya.

Presh!
Wajah Hinata reflek memerah ketika mendapat kepastian sosok bocah dihadapannya itu bukan Naruto
yang lupa ingatan. Berhadapan dengan Naruto normal tentu sangat berbeda, dalam keadaan normal saja
dia selalu malu-malu apalagi sekarang hanya berdua dengan seorang lelaki yang amat dicintainya di
dalam satu kamar, duduk di satu ranjang dan jarak mereka begitu dekat. Tidak pingsan itu sudah bagus.

"I-ini Na-Naruto-kun?" Tanya Hinata dengan terbata kemudian mundur menjauhkan diri dari ranjang. Jari
tangannya tanpa sadar sudah dimainkan diiringi semburat merah yang menyaingi tomat. Naruto
tersenyum tipis bisa melihat reaksi Hinata yang lucu.

"Senang bisa melihatmu malu-malu seperti itu Kaa-chan." Kata Naruto menggoda Hinata.

Naruto mengaduk-ngaduk serealnya dalam diam. Sudah hampir setengah jam dia duduk di meja makan
tapi tidak lantas membuat selera makannya muncul. Pemuda bermarga Uzumaki masih mencoba
menggali-gali ingatannya untuk mengingat bagian yang hilang. Selepas kejadian pagi tadi Naruto
meminta Hinata menceritakan peristiwa apa yang tejadi dengannya untuk membantu mengingat
kepingan-kepingan memori yang belum sempurna. Hasilnya cukup bagus, dia sedikit mengerti beberapa
kronologis ingatannya meski samar-samar.

"Duduklah seperti biasa Kaa-chan, anggap saja aku ini masih Naruto-mu yang dulu." Pinta Naruto sambil
mengalihkan fokusnya pada Hinata yang sok sibuk di dapur. Jujur dia tidak nyaman bila Hinata canggung,
Naruto menginginkan Hinata duduk seperti biasa disampingnya sebelum berangkat ke akademi.

Mata blue safire itu sudah jauh berbeda dalam memancarkan aura. Tidak ada sorot kekanakan lagi, yang
ada hanya sorot mata orang sedang berpikir keras. Dalam diam sang gadis menurut untuk duduk di meja
makan bersama Naruto.

"Maaf lidahku masih sulit untuk tidak memanggilmu Kaa-chan. Aku akan berusaha memanggilmu-."
Naruto berusaha memberi jeda untuk membiasakan diri memanggil nama lagi.

"Tidak apa Naruto-kun." Potong Hinata lebih tenang.


Naruto menyengir lebar. "Tapi aku akan berusaha membiasakan diri lagi memanggilmu Hinata, aku janji!"
Kata Naruto cepat seolah mengatakan kata keramat. Dia langsung tertunduk lesu dan dahinya kemudian
terbentur meja.

"Ya ampun Kaa-chan aku seperti anak durhaka saja, memanggil nama Ibunya seenaknya sendiri!" Keluh
Naruto yang malah membuat Hinata tertawa untuk pertama kali sejak Naruto mendapatkan ingatan.
Wajah lucu Naruto langsung terangkat mendengar tawa kecil Hinata. Wajahnya berubah kesal ditertawai
Hinata.

"Apa yang lucu Kaa – Hinata?" Tanya Naruto dibarengi ralat sebagai langkah awal untuk mengubah
kebiasaan yang sudah terbangun lebih dari empat tahun. Nada yang digunakan serius namun tidak cocok
dengan wajah kekanakannya yang menggembung jika marah. Bukannya menakutkan namun malah
memberi kesan imut.

"Hmmm tidak ada, kalau Naruto-kun seperti itu jadi seperti sikap Naruto-kun belakangan ini. Dewasa
sekaligus kekanakan disaat bersamaan." Kata Hinata yang sudah berani berbicara lepas seperti biasa,
sang gadis bisa cepat menyesuaikan diri jika muncul sifat kekanakan Naruto.

"Menurut Kaa-chan itu lucu. Kalau begitu Kaa-chan harus membantuku untuk bisa seutuhnya kembali
atau Kaa-chan tidak pernah akan kulamar." Ancam Naruto dengan seserius mungkin namun tetap gagal.
Bukannya Hinata terdiam tawa Hinata justru makin menjadi. Sungguh tidak cocok jika Naruto marah
dengan tubuh yang sekarang. Di telinga Hinata ancaman Naruto itu hanya seperti suara Naruto yang
merajuk minta mainan. Meski ragu Hinata memberanikan diri untuk menyentuh rambut pirang Naruto
kemudian mengusapnya secara pelan dengan tangan kanannya.

Rengutan kesal Naruto langsung berhenti saat menatap mata indah si gadis Hyuuga. Senyum indah nan
manis terukir jelas dari bibir ranum sang gadis saat kedua mata mereka terpaku sama lain.

"Aku akan selalu ada untuk Naruto-kun, tapi-" Kata Hinata pelan kemudian diikuti bunyi terbelahnya
mangkuk menjadi dua dan menumpahkan sereal yang sedari tadi tidak disentuhnya. Tak dinyana tangan
kiri Hinata sudah memegang pisau roti yang kemudian ditancapkan dengan kuat untuk membelah
mangkuk.
"-tapi tidak ada sarapan untukmu Naruto-kun hari ini. Sudah berapa kali Kaa-chan bilang jangan pernah
menyia-nyiakan sarapanmu. Lihat ini sudah jam berapa, hah? Kau mau terlambat di hari pertamamu
masuk setelah liburan?" Tidak ada kata lembut lagi yang ada hanya omelan khas dari Hinata yang sedang
menjadi dewi maut ketika marah. Sialnya Naruto lupa bahwa sering dimarahi Hinata gara-gara
melakukan hal yang sama yaitu menyia-nyiakan makanan.

Si pemuda pirang itu meneguk ludahnya ketika melihat wajah Hinata bak iblis yang siap menyemprotnya
lebih jauh jika tidak menurut.

Jduagh!

Hinata menutup pintu kamar secara kasar meninggalkan Naruto yang pucat pasi dimarahi Hinata.

"Lima menit belum siap tidak ada pergi ke akademi selamanya!" Ujar Hinata dari dalam kamar dengan
nada mengomel. Meski terlihat kasar nyatanya gadis ini langsung tersenyum bahagia ketika sampai di
kamar. Sebenarnya itu tadi hanya trik Hinata agar tidak terlalu lama canggung lagi dengan Naruto. Lebih
mudah baginya untuk dekat dengan sang pujaan hati bila bersikap seperti hari-hari biasa.

Jika ditarik sebuah kesimpulan maka sekarang keduanya sama-sama harus mulai menyesuaikan diri dari
awal. Naruto harus bisa melepaskan bayang-bayang Hinata sebagai sosok ibu selama ini dan Hinata
harus mulai terbiasa dengan sikap normal Naruto. Dia berdendang kecil sambil membuka lemari
pakaiannya untuk memilih pakaian yang cocok mengantar Naruto.

Lama Naruto terdiam untuk berpikir tentang ancaman Hinata yang mengganjal dalam logikanya.

"Kaa-chan! Aku sudah tidak perlu masuk akademi." Bodohnya Naruto bisa diancam dengan mudahnya
dengan hal sepele. Tidak akan jadi masalah kalau dia keluar dari akademi karena secara teknik Naruto
sudah lebih unggul terlebih ingatannya hampir sudah kembali. Hinata tidak menanggapi penolakan
Naruto dia lebih memilih untuk tetap di kamar sembari menandatangi buku rapot milik Naruto yang
harus dikumpulkan.
Tidak butuh waktu lama gadis Hyuuga keluar dari kamar, dia melihat Naruto sudah bersiap dengan tas
sekolahnya. Raut kesal sang Uzumaki tercetak jelas pada paras kekanakannya.

"Arrrgh Kaa-maksudku Hinata. Ini serius aku masih harus melanjutkan akademi?" Tanya Naruto jengkel
sambil melompat dari tempat duduk untuk menghampiri Hinata.

"Akan lebih baik jika Naruto-kun masih memiliki kegiatan daripada tetap tinggal di rumah. Ak-aku akan
melaporkan hal ini ke Hokage." Ujar Hinata tanpa menatap wajah kecil Naruto yang cemberut karena
takut mengurangi wibawanya sebagai seorang ibu yang baru saja dia tunjukkan.

"Sudah kubilang kamu itu minggir Koyuki-chan." Ujar Sasuke sambil menenteng tas Koyuki untuk
diserahkan pada si gadis kecil. Hampir sepagian ini dia terus saja beradu mulut dengan si nenek sihir
bernama Kazahana Koyuki yang dia cap sebagai gadis paling menyebalkan yang pernah dia temui. Sasuke
mengabaikan beberapa pasang mata anak laki-laki yang memandanginya jengkel. Uchiha itu bahkan
tidak peduli ketika beberapa anak sudah mengerumuni mereka.

Belakangan ini Koyuki memang cukup dekat dengan mereka bertiga, namun entah mengapa jika hanya
ada Sasuke dan Koyuki maka dua anak ini akan adu mulut tidak jelas. Seperti pagi ini, hari yang menandai
semester baru untuk akademi tingkat awal yang artinya mereka telah belajar selama enam bulan. Koyuki
dan Sasuke bertengkar soal tempat duduk. Tatanan bangku di awal semester ditata berbeda dengan
semester lalu. Sasuke bersikeras mengusir Koyuki dari tempat duduk yang sudah ditandai untuk Naruto.

"Tidak mau, aku ingin duduk disini. Aku bosan duduk di tengah!" Koyuki masih kekeh dengan
keinginannya. Gadis kecil itu tidak mau mengalah dan meletakkan kembali tas berwarna putih miliknya
ke bangku disamping Sasuke.

"Itu tempat Naruto, kamu sana minggir cari tempat lain!" Teriak Sasuke keras sambil menunjuk bangku di
sebelahnya. Set ruang kali ini berbeda dengan semesterlalu yang menggunakan satu meja panjang dan
kursi panjang untuk belajar, set kali ini menggunakan satu meja untuk dua kursi dengan empat meja
perderet.

"Sudah penuh baka! Lagipula siapa cepat dia yang dapat. Kalau tidak suka kau yang minggir anak manja."
Ujar artis kecil itu dengan umpatan menghina pada sang raven. Dahi sang korban mengernyit tidak suka,
dia sangat marah. Terlihat jelas dengan pipi chubbynya menggembung serta matanya yang melotot imut.
"Hei Sasuke anak manja mengalah sedikit pada anak perempuan! Apa salahnya mengalah!" Ujar anak
anak laki-laki berambut hijau yang bernama Jiro. Jelas para bocah laki-laki ini membela Koyuki, Sasuke
sedikit mundur ketika beberapa anak laki-laki lain mendekat padanya.

"Tapi itu tempat Naruto, aku ingin dia yang duduk disitu bukan si nenek sihir sok cantik itu." Balas Sasuke
dengan nada tinggi tidak lupa sebuah ejekan ditujukan pada si Koyuki. Wajah Koyuki langsung memerah
dikatai nenek sihir oleh Sasuke. Gadis kecil cantik itu mencoba menahan air matanya agar tidak keluar.

Jiro dan kawan-kawan memandang geram si anak manja yang masih kekeh tidak mau mengalah.

"Kuberitahu kau Sasuke anak manja, Naruto itu sampai sekarang belum datang jadi seharusnya dia
mendapat kursi sisa. Koyuki datang duluan jadi dia berhak duduk disini. Kalau kau tidak suka kau yang
minggir!" Ujar Jiro ketus sambil menggeser tas Sasuke hingga jatuh. Mata black onix Sasuke membelalak
tidak percaya ketika tasnya jatuh ke lantai dan turut menumpahkan bekal buatan Sakura.

Amarah seketika membuncah dalam dadanya, Sasuke sangat tidak terima tasnya dijatuhkan.

"Kenapa kau lakukan itu, hah?" Bentak Sasuke tidak terima kemudian mendorong tas putih milik Koyuki
hingga sama-sama jatuh. Koyuki dan yang lain terkejut, ternyata Sasuke juga bisa nekat juga dalam
mempertahankan keinginannya.

"Kenapa kau sejahat itu, Sasuke. Aku tidak mendorong tasmu hikz..hikz…hikz…" Tangis Koyuki langsung
pecah melihat pengusiran yang dilakukan Sasuke. Merasa putri mereka tersakiti, Jiro dan kawan-kawan
tak ayal lagi memberi tatapan tajam pada Sasuke.

"Kalian dulu yang memulai." Sasuke masih mempertahankan egonya yang tinggi bahkan tidak sama
sekali menyesal membuat Koyuki menangis.

"Argggggh! Dasar anak manja!" Umpat Jiro kesal sambil melayangkan pukulan kearah Sasuke. Tapi belum
sempat pukulan itu mengenai tubuh Sasuke tangan Jiro sudah terlebih dahulu ditangkap seseorang
dengan mata merah indah. Sumaru kemudian mementahkan pukulan Jiro agar tidak menyakiti Sasuke.
"Sumaru! Naruto!" Panggil Sasuke senang mendapati keduanya sudah datang.

Naruto menghela nafas dalam-dalam mendapati sosok Uchiha Sasuke yang tidak elit sedang rebutan
bangku dengan Koyuki. Dia baru saja datang sudah disuguhi pemandangan tidak mengenakkan.

"Maafkan dia Koyuki-chan dia memang keterlaluan dalam beberapa hal." Ucap Naruto sembari
mengambilkan tas putih milik Koyuki kemudian membersihkannya. Koyuki sedikit terpesona ketika
menyadari jika Naruto sedang serius bisa memiliki aura keren juga seperti Sumaru. Selepas itu dia
memandangi Sasuke yang dibantu Sumaru membereskan isi tas Sasuke yang berantakan isinya.

"Sasuke ayo kita pindah tempat saja." Ajak Naruto untuk mengalah. Jujur saja moodnya sedang malas
untuk berdebat.

"Ne, tidak mau! Aku sudah susah-susah bangun pagi untuk mendapat bangku depan. Ayolah Naruto
duduk sini saja." Rajuk Sasuke kesal untuk tetap ngotot duduk di bangku depan. Dia bahkan menaruh lagi
tas sekolahnya di bangku yang sama.

Di mata Naruto ternyata Sasuke itu tetap jadi sosok yang keras kepala. Dia tahu betul bila hanya dengan
omongan tidak akan bisa mengubah pikiran sang bocah raven. Tanpa pikir panjang, Naruto tarik kerah si
bocah yang masih ngotot tidak mau pindah.

"Eh dobe lepaskan!" Kata Sasuke sambil berusaha berjalan kearah berlawanan dari Naruto. Sekarang dua
bocah itu malah adu kuat untuk berjalan berlawanan arah. Mereka seperti tidak punya malu saat jadi
bahan tontonan, beberapa bocah lain malah sudah meneriaki keduanya dan membuat taruhan siapa
yang menang.

"Arrrgh!" Rupanya tenaga Sasuke cukup kuat juga untuk menahan laju Naruto. Bahkan si pirang harus
berbalik dan menggunakan dua tangan untuk menarik Sasuke.
"Huwaaa sakit lepaskan! Sumaru tolong Sasu!" Pintanya masih meronta dari cengkaraman Naruto. Si
pelaku penarikan mendengus kesal karena menaklukan Sasuke itu sulit sekali.

"Berhentilah merengek baka! Kau harus tetap ikut aku. Haruskah aku mematahkan tangan dan kakimu
agar kau berhenti berulah?" Semua terdiam mendengar kata-kata yang terlalu kasar untuk diucapkan
seorang Naruto Hyuuga berpredikat anak manja seperti Sasuke.

Setttttttttttttttttttttt.

Sasuke pasrah tubuh kecilnya diseret Naruto ke bangku belakang karena terlalu terpana dengan kata-
kata yang familiar dengan memorinya. Mata hitam besarnya membulat tak percaya ketika tubuhnya
dihentakkan cukup kasar oleh si pirang.

"Kita duduk disini saja, mengerti! Jangan protes!" Bentak Naruto untuk menyadarkan Sasuke dari
lamunannya. Sang raven kemudian menatap Naruto untuk sesaat sampai dia menemukan sebuah
perbedaan pada sorot mata Naruto yang jauh dari kesan anak-anak yang polos. Dia reflek mencengkram
bahu sahabatnya tepat saat akan duduk di bangku. Safire bertemu onix bertatapan dengan intens.

"Kita perlu bicara dobe." Ujar Sasuke datar dan dingin.

Anda mungkin juga menyukai