Anda di halaman 1dari 194

1.

Naruto Part 1 - Prolog


Next >

Time Traveler

Naruto Masashi Kishimoto

Ditulis tanpa mencari keuntungan materil sedikit pun, just for fun.

Naruto Part 1

"Prolog"

Hari pelantikan Hokage Ke-6.

Seharusnya hari ini adalah hari yang kutunggu-tunggu. Seharusnya hari ini aku senang karena impianku sebentar lagi
tercapai. Aku bilang 'seharusnya' karena memang yang terjadi sekarang adalah sebaliknya. Aku sama sekali tidak
menunggu-nunggu hari ini, bahkan aku tidak merasa senang sedikit pun. Entah kemana perginya semua euforia yang
sempat kurasakan beberapa hari yang lalu.

"... kami sudah mendapatkan laporan bagaimana kau berjuang dalam perang dunia ninja," ujar Daimyo, pemimpin tertinggi
Negara Api saat memberikan sambutan dalam acara pelantikan Hokage.

Sejak setengah jam yang lalu, aku tak fokus memperhatikan sambutannya karena pikiranku disibukkan oleh hal lain. Hal
lain itulah yang membuatku tidak bersemangat mengikuti acara ini.

"Uzumaki Naruto," lanjut Daimyo, akhirnya sampai di acara inti. "Atas jasa-jasa, pengabdian, dan kesetiaanmu selama ini
terhadap Konoha, serta atas rekomendasi dari para dewan dan tetua desa, aku sebagai pemimpin tertinggi Negara Api
mengangkatmu sebagai Hokage Ke-6. Majulah ke depan, Naruto."

Kakiku terpaku di tempatnya.

"Naruto?" tanya Daimyo bingung. Mata sayu karena efek penuaan itu menatapku bingung. Aku tak juga menanggapinya.
Kupandang deretan awan di atas sana, seiring dengan pikiranku yang kembali ke kejadian sehari yang lalu.

"Uhuk! Uhuk!"

Aku berusaha bangun dari posisiku yang terjatuh di tanah. Aliran darah masih mengalir dari sudut bibirku. Perutku rasanya
seperti terkoyak hingga membuatku muntah darah. Itu semua adalah efek dari penggunaan Hiraishin no Jutsu. Di waktu
luang, aku berusaha memperbaiki kekurangan jurus itu dengan mencoba berpindah tempat tanpa menggunakan kunai atau
segel kertas khusus. Itu sangat berguna saat melarikan diri dari kejaran fansgirls-ku yang setahun terakhir ini semakin
bertambah.

Aku tidak suka kepada mereka. Entahlah. Kupikir, kemana mereka sebelum ini? Kenapa mereka hanya mengagumiku
setelah aku jadi pahlawan? Sikap itu sudah jelas memperlihatkan kalau mereka tidak benar-benar mengagumiku sebagai
'Naruto', mereka hanya mengagumiku setelah apa yang kulakukan untuk desa ini.

Sekarang, setahun setelah perang berakhir, akhirnya aku berhasil mempraktekkan Hiraishin no Jutsu tanpa
menggunakan kunai atau media apapun. Hanya saja aku bingung kenapa efeknya bisa sefatal ini? Rasanya semua chakra-
ku terkuras habis. Kedua tanganku saja tak henti-hentinya bergetar sampai sekarang.

Saat itulah aku mendengar bentakan seseorang. Bukan ditujukan kepadaku, tapi kepada orang lain entah siapa itu.

Aku berjalan pelan keluar dari semak untuk mencari tahu apa yang terjadi.

Nampaklah seorang pedagang buah yang kesal tengah membentak-bentak seorang gadis kecil. Bahkan ia tak segan
melempari gadis itu dengan buah busuk. Aku terkejut melihatnya, tega sekali seorang anak kecil diperlakukan seperti itu.
"Jika tak akan membeli, lebih baik kau pergi jauh-jauh dari tokoku! Kehadiranmu hanya membuat pembeli takut!" bentak
pedagang buah itu.

Aku tak mengerti apa yang sebenarnya terjadi di sini. Kenapa gadis kecil itu harus ditakuti padahal dia tidak terlihat
menakut-

Pemikiranku terhenti saat sekilas wajah mungilnya terlihat, tampaklah tiga pasang tanda lahir yang mirip kumis kucing.
Rambut pirangnya panjangnya terurai hingga ke pundak.

Aku terpaku melihatnya. Aku tak terlampau bodoh untuk tidak menyadari apa yang baru saja kulihat. Aku hapal betul tanda
lahir seperti itu. Kuusap pipiku sendiri, tanda lahir gadis itu sama seperti tanda lahir di pipiku ini. Ada yang salah di sini. Aku
segera mengedarkan pandangan ke sekeliling desa. Aku hanya membutuhkan waktu 3 detik untuk menyadari kejanggalan
di tempat ini.

Patung Hokage.

Patung yang menjadi ciri khas desa Konoha itu kini Hokage-nya hanya berjumlah 4.

Ini bukan Hiraishin no Jutsu! Ini jurus lain yang telah mengirimku ke masa lalu, lebih tepatnya masa lalu orang lain!

Sial!

Aku tak bisa menyembunyikan degupan jantungku yang kini makin kencang karena efek kepanikan. Banyak pertanyaan
yang bermunculan di kepalaku saat ini. Tapi kukesampingkan dulu semuanya. Aku berusaha mengatur napasku yang tak
karuan dan kembali berpaling ke gadis kecil tadi. Aku belum berani menebak siapa dia, tapi satu yang pasti, aku tak bisa
membiarkannya terus-menerus dicaci dan dilempari buah busuk. Ayolah, sepengecut apakah orang yang dengan teganya
menganiaya seorang gadis kecil?

Aku menahan rasa sakit yang masih terasa di sekujur tubuhku. Kupaksakan diri berlari ke arah mereka sekuat yang kubisa.

CRAAAT!

Kurasakan sebuah mangga busuk mengenai punggungku karena sekarang aku melindungi gadis kecil itu dengan badanku
sendiri. Mangga yang tak layak makan itu hancur dan isinya tercecer di jaket orange milikku.

Perlahan gadis kecil di hadapanku mengangkat wajahnya, memandang wajahku.

"Kau tidak apa-apa?" tanyaku sambil tersenyum, berusaha agar tidak membuatnya takut.

Gadis kecil itu tidak menjawab, ia masih terlihat kaget melihatku. Mungkin perasaannya sekarang tak beda jauh dengan
apa yang kurasakan saat pertama kali melihatnya beberapa saat lalu.

Aku kembali berdiri, menatap tajam pedagang buah itu. Aku mengerutkan keningku, merasa pernah melihat orang itu.

Ah! Aku ingat dia! Paman gendut dengan tahi lalat di dekat alisnya. Aku pernah mengalami hal yang sama, dibentak, dicaci-
maki, dilempari buah busuk, saat itu aku berusia 10 tahun. Uang saku bulanan yang diberikan Sandaime-jiisan sudah habis
dan aku kelaparan. Aku berusaha meminta kepada orang-orang di desa. Saat melewati toko buah, siapa yang tak tahan
melihat buah-buah segar di sana saat kau kelaparan.

Aku tahu mungkin dia bukan paman yang sama dengan paman di duniaku, tapi rasa kesal ini tetap saja muncul. Kubuka
jaket dan kubersihkan noda mangga busuk di sana. Ukh, aromanya benar-benar tak nyaman di indera penciuman. Apa
yang dipikirkan paman itu? Apa dia tidak punya perasaan?

Dalam satu gerakan cepat, kudorong badan paman itu ke dinding toko, kutarik kerah bajunya, dan berkata dengan nada
dingin, "Berikan apapun yang diminta gadis itu."

Pedagang itu terkejut. "Ti-tidak! Kau pikir dia punya uang untuk-" Sebelum ia menyelesaikan kata-katanya, kulempar
beberapa uang kertas ke mukanya. Yang pasti, jumlah uang itu cukup untuk membeli setengah dari isi tokonya.

"Simpan kembaliannya," jawabku dingin.

Gadis kecil itu tak bisa menyembunyikan rasa laparnya, ia segera saja menunjuk beberapa buah yang ia inginkan. Aku
tersenyum melihatnya, seleranya pada makanan tak beda jauh denganku waktu seumur dengannya.

Setelah selesai belanja di toko buah, kami berjalan pulang. Diam-diam kuperhatikan sosok gadis kecil di sampingku. Iris
biru shapire, rambut pirang lurus sebahu, dan sepasang tanda lahir halus di pipinya. Dari sudut manapun kau melihatnya,
ia sangat mirip denganku. Aku tak tahu siapa dia. Mungkinkah dia semacam 'Naruto lain' di dunia ini? Entahlah, yang jelas
aku akan cari tahu secepatnya.
Sebelum pulang, aku mengajaknya ke Ichiraku Ramen. Dia senang bukan main. Melihat reaksinya, aku semakin merasa
kami terlalu mirip. Bukan hanya fisik kami, tapi juga sifat kami. Sudah saatnya memastikan siapa dia sebenarnya.

"Siapa namamu nak?" tanyaku.

"Uzumaki Naruko. Aku akan jadi Hokage perempuan pertama di Konoha!" serunya bersemangat. Kuah ramen masih
berbekas di samping bibirnya karena tadi ia menyeruput habis ramen miliknya.

Aku kembali terkejut, meski sebenarnya aku sudah menduga dia akan berkata seperti itu. Ia seakan melupakan kejadian
tadi, menutupinya dengan sifat cerianya. Saat wajahnya berusaha memperlihatkan keceriaan ke dunia luar, aku yakin
hatinya masih merasakan rasa sakit. Kenapa aku bisa tahu? Karena aku pernah mengalaminya. Makanya sekarang hatiku
ikut sakit melihat pemandangan di hadapanku. 'Rasa sakit apa saja yang sudah kau lalui selama 10 tahun ini Naruko?'
tanyaku dalam hati.

Kuambil selembar tissue dan kebersihkan bibirnya. Aku memasang keceriaan yang sama di wajahku, lalu berkata, "Aku
percaya padamu, Naruko. Kau akan jadi Hokageyang hebat suatu hari nanti, Hokage terhebat yang pernah dimiliki Konoha."

Naruko membalas senyumanku, nyengir memperlihatkan deretan giginya yang putih. "Kau orang pertama yang percaya
aku akan berhasil jadi Hokage!"

Kuusap pelan kepala Naruko tanpa melepas senyumanku.

"Oh ya, panggil saja aku Naru," tambahnya, "Itu lebih mudah diucapkan."

Kini aku pun terkekeh melihat tingkah sosok di hadapanku. Aku merasa Tuhan sedang mempermainkanku dengan
mempertemukanku dengan versi perempuan dari diriku.

"Kalau kau siapa?" tanya Naru, baru sadar kalau aku belum memperkenalkan diriku. Aku agak bingung juga harus
menjawab apa.

Kening Naru berkerut. Ia mulai tak sabar menunggu. Maka kujawab dengan jawaban pertama yang terpikirkan olehku.

"Aku kakakmu, Uzumaki Naruto."

Naru terbelalak tak percaya. Tanpa pikir panjang, ia langsung memelukku sambil menangis. Ia meracau mengatakan
betapa senangnya dirinya saat tahu ia punya keluarga. Aku berjongkok, dengan ragu kubalas pelukannya. Senang sekali
saat melihat reaksi senang sosok di hadapanku. Namun di saat yang bersamaan aku baru sadar jika jawabanku telah
terlanjur memberikan harapan yang terlalu besar kepadanya. Aku tak tega untuk mengoreksi jawabanku, karena Naru
sudah terlanjur senang. Apalagi saat ia memintaku untuk tinggal bersamanya. Aku merasa berat untuk mengatakan 'tidak'.

"Naruto, kau mendengarku?"

Aku tersadar dari pemikiranku saat Daimyo kembali memanggil namaku. Ia sudah bersiap menyerahkan jubah bertuliskan
Hokage Ke-6 serta topi Hokage.

"Maka dengan ini kuresmikan kau menjadi-"

"Maaf," ujarku, memotong perkataan Daimyo. "Aku tidak bisa menjadi Hokage."

Sontak semua yang hadir di sana kaget. "Jangan bercanda di saat penting seperti ini, Naruto! Bukankah impianmu sejak
dulu adalah menjadi Hokage?!" bentak Tsunade yang saat itu berada di meja depan, bersama para dewan.

"Aku tidak bercanda," ujarku mantap tanpa keraguan sedikit pun. "Aku tak bisa menjadi Hokage sementara diriku yang lain
sedang menderita di luar sana."

"Apa maksudmu?" tanyanya lagi.

Aku mengigit bibir bawahku. Wajah sedih Naru terlintas di kepalaku. Tsunade-baachan tak akan mengerti perasaan Naru,
perasaanku, perasaan kami. Semua orang yang hadir di sini tak akan mengerti bagaimana rasanya hidup sendiri sejak
kecil, tanpa kasih sayang orang tua, dibenci oleh penduduk desa, dan juga diasingkan. Mereka tak akan mengerti rasa
kesepian dan rasa sedih yang kami rasakan. Aku sudah merasakan kesepian dan kesedihan itu selama 17 tahun. Aku tak
ingin perasaan itu juga dirasakan oleh Naru. Dia tidak boleh sepertiku. Sekarang Naru berusia 10 tahun, aku tak ingin dia
merasakan kesedihan lagi, aku tak ingin ia menderita lagi. Aku ingin berada di sampingnya dan menemaninya setiap saat.

Kudengar nada-nada keheranan dari para penduduk yang menghadiri acara pelantikan. Bahkan beberapa ada yang terlihat
kecewa mendengar keputusanku. Kuperhatikan wajah-wajah mereka. Ironis sekali. Dulu mereka menghinaku habis-
habisan, sekarang mereka malah mengharapkanku menjadi pemimpin mereka.

Memikirkan hal itu semakin membuatku ingin cepat pergi dari tempat ini. Kutatap patung Hokage Ke-4 untuk terakhir
kalinya. Tou-san, aku sudah berhasil menjadi pahlawan yang kau dan Kaa-san harapkan. Sekarang sudah saatnya aku
memilih jalanku sendiri. Aku tahu mungkin bukan ini yang kalian inginkan, tapi ini jalan yang kupilih.

Lalu kutatap para penduduk Konoha. "Sudah saatnya kalian menjaga diri kalian sendiri. 'Monster' yang dulu kalian benci
akan benar-benar pergi." Lalu yang terakhir, kutatap teman-temanku dan orang-orang yang kusayangi di Konoha. Kuakui
banyak kenangan indah yang kuhabiskan bersama mereka, tapi aku harus pergi.

Baiklah! Cukup basa-basinya, saatnya pergi! Kuaktifkan segel Hiraishin no Jutsu, umm.. maksudku segel-entah-apa-itu
yang belum sempat kuberi nama, yang akan mengirimku ke dunia Naru.

Meski segel tersebut agak berbeda dengan Hiraishin, namun beberapa dari Rokie 11 kelihatannya sudah punya firasat
buruk. Mereka berusaha mencegahku, tapi keputusanku saat ini sudah bulat. "Selamat tinggal," ucapku sambil tersenyum,
lalu lenyap dari hadapan mereka untuk menuju dunia lain menemui sosok yang mulai sekarang akan menjadi adikku,
Uzumaki Naruko.

To Be Continue

rifuki

1. Naruto Part 1 - Prolog


Next >
2. Naruto Part 2 - Imouto
< Prev Next >

Naruto Part 2

"Imouto"

Konoha 2, 5jam setelah perpindahan dimensi

Udara dingin menyambutku sekembalinya ke Konoha 2 pagi ini. Konoha 2 adalah sebutan yang kuberikan pada Konoha
milik Naru, tempatku berada sekarang.

Secara garis besar Konoha-ku dan Konoha 2 tidak berbeda. Mulai dari orang-orangnya, posisi bangunan, cuaca, dan lain-
lain. Bahkan dari sumber sejarah yang kubaca di perpustakaan, Konoha 2 memiliki sejarah yang sama dengan Konoha
tempat tinggalku dulu. Hokage Ke-4 meninggal karena mengorbankan nyawanya ketika menyegel Kyuubi pada tubuh Naru
untuk melindungi desa. Meski tak ada sumber yang membahas apa hubungan mereka (karena merupakan rahasia desa),
aku sudah bisa menebak kalau Naru adalah putri Hokage Ke-4.

Satu-satunya yang membedakan Konoha kami hanyalah keberadaanku yang digantikan oleh Naru. Kenyataan kalau dia
adalah seorang perempuan merupakan salah satu faktor yang membuatku memutuskan untuk menemaninya di dunia ini.
Aku takut dia tak mampu menahan beban mental yang makin hari akan makin berat. Apalagi seorang perempuan lebih
rentan terkena tekanan mental dibanding laki-laki. Tentu aku tak mau Naru mendapatkan tekanan mental yang berlebih,
karena saat aku melihat Naru, aku seperti melihat diriku sendiri.

Di pertemukan pertama kami semalam, aku sudah mengarang cerita mengenai alasanku tidak tinggal di Konoha selama ini.
Aku bilang itu untuk alasan keselamatan. Aku mengaku baru mengetahui punya adik saat usiaku tepat menginjak 17 tahun
beberapa bulan lalu. Naru yang masih polos tentu langsung percaya. Semalam dia sempat memukul-mukul badanku sambil
menceritakan keluh kesahnya menjalani hidup sendiri yang tentu saja sangat berat untuk anak seusianya. Naru kecewa
kenapa aku tak ada di sisinya selama ini.

Aku tak menjawab karena tak mau terlalu banyak berbohong. Saat itu aku hanya bisa menenangkan dengan memeluknya,
membiarkan Naru menumpahkan semua kekesalan dan rasa sedihnya. Hingga akhirnya ia terlelap.

Setelah Naru tidur, barulah aku kembali ke Konoha, menolak posisi Hokage, lalu kembali ke Konoha 2 di pagi harinya.
Dengan kembalinya aku ke sini, maka sudah tidak ada alasan untuk mundur. Mulai sekarang aku akan tinggal bersama
Naru dan selalu ada di sampingnya apapun yang terjadi.
Cahaya matahari pagi yang masuk melalui celah-celah gorden orange di kamar Naru telah sukses mengusik tidur gadis itu.
Ia berusaha menutup sorotan cahaya matahari dengan tangan kanannya, lengkap dengan wajah yang merenggut kesal.
Tapi lama-kelamaan akhirnya ia bangun juga.

"Selamat pagi, Naru," ucapku saat kulihat gadis kecil di hadapanku perlahan membuka matanya.

Orang yang kumaksud tersenyum lebar. Nampaknya ocehannya kepada matahari karena sudah mengusik tidur nyenyaknya
ia urungkan. Sebaliknya, Naru kelihatannya berterima kasih kepada matahari karena sudah mengantarnya ke pagi terindah
dalam hidupnya. Pagi dimana ia mendapati seseorang di sampingnya, pagi dimana ia tak merasa kesepian lagi.

"Selamat pagiii," balas Naru sambil berusaha duduk di tempat tidur. "Aku senang Nii-san ada di sini. Aku masih
menganggap kalau semua ini hanya mimpi."

"Ini bukan mimpi. Kau tidak sendirian lagi sekarang," ujarku tulus.

Senyum Naru makin lebar.

"Arigatou, Nii-san," ujar Naru sambil memasang wajah imutnya. Wajah putih, sepasang mata shapire indah, dengan pipi
yang dihiasi 3 pasang tanda lahir yang anehnya malah menambah kesan imut di wajah Naru. Siapa yang tak gemas
melihatnya? Hal itu pulalah yang membuatku tak bosan menunggunya bangun sejak 15 menit yang lalu.

"Douitashimashite, Imouto," balasku. "Saatnya sarapan."

Kuulurkan tangan kananku untuk membantu Naru bangun. Sementara tangan kiriku kugunakan untuk merapikan rambut
Naru yang agak berantakan.

"Ramen?" tanya Naru memastikan.

Aku terkekeh. "Bukan. Maaf membuatmu kecewa, tapi tidak baik sarapan dengan ramen. Kau harus memulai harimu
dengan makanan yang bergizi."

Kutarik tangan Naru yang tiba-tiba saja jadi lemas mengetahui sarapan yang kubuatkan untuknya bukan ramen. Yup,
tekadku dalam merawat Naru akan kumulai dari hal-hal kecil, seperti sarapan yang sehat misalnya.

Saat makan, aku menyuruh Naru untuk menceritakan lebih detail apa yang ia ketahui tentang insiden 10 tahun lalu serta
efek yang diakibatkannya dari sudut pandangnya sendiri. Sudut pandang Naru menjadi hal penting karena dari situ aku bisa
menilai sifat dan karakteristik adik baruku ini. Apakah sama denganku saat seumur dengannya atau tidak? Dari situ pula
aku bisa menentukan langkah apa saja yang akan kuperbuat setelah ini di Konoha 2. Kesamaan 2 dunia kami tentunya tak
akan membuatku kesulitan untuk segera beradaptasi dengan kehidupan sosial di sini.

Naru mulai menceritakan apa yang ia ketahui tentang insiden 10 tahun lalu dan apa efek yang dirasakannya akibat insiden
itu. Dari ceritanya, aku bisa mengambil kesimpulan kalau Naru bernasib sama sepertiku. Penduduk Konoha dan Konoha 2
sama saja, mereka menganggap kami monster yang telah menghancurkan desa dan membunuh banyak penduduk desa.
Aku benar-benar tak habis pikir dengan pemikiran para penduduk desa. Seharusnya mereka berterima kasih kepada Naru
karena telah menjadi seorang Jinchuuriki Kyuubi demi menyelamatkan desa.

Namun ada yang kugaris bawahi dari cerita Naru. Rupanya respon Naru terhadap cacian dan hinaan penduduk agak
berbeda denganku. Jika dulu aku bersikap cuek dan blak-blakan dalam menanggapinya, maka Naru lebih terkesan
'memasukannya' ke dalam hati, ia lebih sensitif. Ia lebih sabar dan menyimpan kekesalannya dalam hati. Ia hanya akan
melawan jika memang sudah tak tahan memendam rasa kesalnya. Dugaanku, itu terjadi karena Naru adalah seorang
perempuan yang dikenal lebih perasa dalam menyikapi suatu masalah.

Rasa cintaku pada Konoha dan penduduknya kembali berkurang mendengar cerita Naru. Saat itulah aku memutuskan satu
hal yang penting.

Mulai sekarang, aku putuskan tidak akan jadi shinobi, baik di Konoha atau di Konoha 2.

Mulai sekarang aku akan fokus untuk berperan jadi kakak yang baik untuk Naru. Sifat Naru dan sifatku berbeda, karena
itulah Naru membutuhkan perhatian ekstra. Aku akan berada di rumah saat ia pulang, melatihnya, dan membantunya
mencapai cita-cita terbesarnya, menjadi Hokage perempuan pertama. Aku tak akan terlalu ikut campur urusan desa kecuali
jika hal itu ada hubungannya dengan Naru.

Setelah selesai sarapan, Naru bersiap-siap untuk ke akademi sementara aku membereskan peralatan makan. Aku
menawarkan untuk mengantar Naru ke akademi. Aku sempat menduga Naru akan menolaknya karena mungkin Naru
merasa sudah besar dan tak perlu diantar. Di luar dugaan ternyata Naru menyetujuinya. Aku tahu ini hal yang terdengar
sederhana, tapi menjadi tidak sederhana bagi kami, ini sangat berharga bagi kami. Saat aku seumur dengannya, aku selalu
iri saat beberapa teman akademiku diantar atau dijemput oleh orang tua atau saudara mereka. Yang bisa kulakukan saat
itu hanya duduk diam di ayunan, memandang iri anak-anak lain yang bermanja-manja dengan keluarga mereka dari
kejauhan.
Setibanya di apartemen pun aku hanya akan disambut dengan hawa dingin dan rasa kesepian. Tidak ada yang
menyambutku dengan ucapan 'Okaeri' atau 'Selamat datang'. Tak ada yang menanyakan hariku menyenangkan atau tidak,
belajar apa hari ini, ada pelajaran yang tak dimengerti atau tidak, dan hal-hal lain yang senada. Benar-benar masa kecil
yang menyakitkan.

"Nii-san?" tanya Naru saat kami tiba di depan akademi.

"Maaf aku melamun," jawabku, terlalu terhanyut dalam masa laluku yang kelam. Pandanganku beralih pada ayunan di
bawah pohon maple besar di kejauhan. 'Aku tak akan membiarkan Naru kesepian sepertiku,' batinku.

Aku kembali menatap Naru. "Sampai jumpa nanti siang," kataku sambil mengacak pelan rambut Naru. "Belajarlah dengan
baik dan jangan nakal."

"Tentu saja. Sampai jumpa," jawabnya ceria. Ah, senang sekali rasanya saat kulihat raut wajah penuh keceriaan di wajah
adikku itu. Apalagi aku tahu kalau keceriaan itu bukan sekedar topeng, tapi memang keceriaan yang datang dari hati.

Aku membalas lambaian tangan Naru sebelum ia masuk ke akademi. Setelah itu kutinggalkan bangunan akademi,
senyumanku perlahan hilang seiring dengan langkah demi langkah yang kupijak. Urusan dengan adikku memang sudah
beres, sekarang saatnya mengurus 'mereka'.

"Sampai kapan kalian mau membuntutiku seperti itu?" tanyaku tanpa menghentikan langkahku. Sepuluh orang ANBU yang
sejak dini hari tadi terus membuntutiku pasti tak menyangka aku berhasil menyadari kehadiran mereka. Mereka tersebar di
sekitarku, ada yang di pohon, di atap bangunan, di balik tembok, bahkan ada yang di tanah menggunakan jurus doton. Lalu
ketua dari mereka memberikan isyarat untuk mengepungku.

"Apa mau kalian?" tanyaku datar.

"Kau memiliki head protector Konoha, tapi kami tak pernah melihatmu sebelumnya. Kami juga merasakan chakra yang"
Ketua ANBU itu terlihat mencari kata yang tepat. "Chakra yang sangat besar dari dalam tubuhmu. Ikut kami ke
gedung Hokage sekarang juga."

Aku tersenyum, membuat mereka heran. "Tidak usah repot-repot menjemputku begini. Aku memang punya rencana untuk
ke sana. Ada yang ingin kubicarakan denganHokage."

Di sinilah aku sekarang, di hadapan Hokage Ke-3 Konoha 2. Meski orang di hadapanku sama persis seperti Hokage Ke-3 di
duniaku, tapi aku merasa tidak familiar dengannya. Aku merasa tidak 'mengenalnya'. Kurasa itu wajar karena mereka 2
orang yang berbeda.

Aku jelaskan apa yang terjadi dari awal sampai akhir kepadanya. Ia sempat tak percaya tapi saat kutunjukkan
segel Kyuubi di perutku serta Hiraishin no Jutsu barulah ia percaya. Butuh waktu beberapa menit bagi sang Hokage untuk
berpikir dalam menyikapi kasus yang tidak biasa ini. Sebagai Hokage, aku tahu ia tidak boleh sembarangan memutuskan
suatu masalah.

"Kau bukan dari desa ini, menurut prosedur yang berlaku, kau harus jadi tahanan desa selama 1 tahun," kata Hokage Ke-3
dengan nada berwibawa khas seorang pemimpin.

Keningku berkerut. Yang benar saja jika aku harus ditahan!

"Kenapa harus ditahan?" tanyaku datar, berusaha tetap tenang.

"Karena aku tahu kau kuat. Jauh lebih kuat dariku, bahkan dari semua penduduk Konoha. Jika mau, kau bisa dengan
mudah melenyapkan desa ini tanpa tersisa. Karena itulah, aku tak bisa membiarkanmu berkeliaran di desa sebelum
kupastikan kau tidak berbahaya. Sebagai seorang Hokage, aku harus memastikan kalau desaku aman. Maksud ditahan di
sini bukan berarti dikurung. Kau diizinkan berkeliaran bebas di desa tapi kami akan memasang segel pembatas chakra di
tubuhmu sehingga kau tak bisa mempraktekkan jurus apapun," jelas Hokage panjang lebar.

Aku tertegun. Jika chakra-ku dibatasi, bagaimana dengan rencanaku melatih Naru dan mewujudkan impiannya
jadi Hokage?

Kulepas head protector-ku dan meletakkannya di meja Hokage, kesabaranku mulai berkurang. "Aku ke sini bukan untuk
jadi ninja, apalagi menghancurkan desa! Aku ke sini untuk merawat dan melatih adikku. Jadi aku tak mau ditahan!" seruku
dengan nada yang meninggi.

Hokage menggeleng, tanda keputusannya tak bisa diubah.


Aku mengepalkan tanganku. "Kau tahu Jii-san? Saat Hokage Ke-5 menawariku posisi Hokage Ke-6 aku sangat senang.
Apalagi saat tahu semua penduduk di sana menyetujuinya. Aku sudah melupakan rasa sakit atas perlakuan mereka di masa
lalu. Tapi rasa sakit hati itu kembali datang saat melihat semua penduduk di sini memperlakukan Naru semena-mena.
Melihat kehidupan Naru di sini seperti melihat masa laluku sendiri terulang. Perlahan luka lama itu muncul lagi, rasa
hormatku terhadap penduduk Konoha kembali hilang. Bahkan aku telah menolak mentah-mentah tawaran menjadi Hokage
Ke-6 dan memilih menemani Naru di sini. Lalu apa sambutanmu? Menyuruhku jadi tahanan? Aku ingin melindungi Naru! Dia
pahlawan desa ini! Kenapa justru malah dia yang menderita? Ini sangat keterlaluan!"

Hokage Ke-3 menghela napas pelan. "Dengar, ini permintaan Hokage Ke-4, ayah kandung Naru. Dia menyuruhku untuk
menyembunyikan identitas Naru agar ia aman dan-"

"Apa membiarkan Naru dijauhi semua penduduk termasuk permintaan Hokage Ke-4?" tanyaku memotong kata-katanya.

Hokage Ke-3 terdiam.

"Apa membiarkan Naru kelaparan juga permintaan Hokage Ke-4?" tanyaku bertubi-tubi tanpa memberikan kesempatan
Hokage Ke-3 untuk menjelaskan.

Lagi-lagi Hokage Ke-3 tak menjawab. Sebagai seseorang yang dititipi Naru oleh Hokage Ke 4, kulihat ia memang merasa
tidak maksimal dalam merawat Naru. Entah karena ia terlalu sibuk jadi Hokage, atau karena Naru terlalu nakal dan susah
diatur. Tapi apapun itu, seharusnya ia tetap bertanggung jawab atas Naru, tidak membiarkannya tidak terawat seperti
sekarang.

"Aku tak peduli apapun keputusanmu. Aku tak mau ditahan. Aku akan merawat Naru dengan baik, tidak sepertimu," ujarku
sambil berlalu.

Melihatku bermaksud meninggalkan ruangan, para ANBU menahan badanku.

Ck! Aku sudah bilang berkali-kali, aku ke sini untuk jadi seorang kakak dari sesosok Uzumaki lain. Kenapa rasanya sulit
sekali untuk sekedar mewujudkan keinginan sederhanaku itu?!

Baiklah, kesabaranku sudah habis! Aku tidak mau sok-sokan jadi ninja hebat, tapi kalau keadaan memaksaku, apa boleh
buat

WHOOOSSHHH!

Semua ANBU yang mengepung dan memegang badanku langsung terlempar ke segala arah saat hembusan chakra
Kyuubi keluar dari badanku. Aku yakin mereka belum pernah melihat seorang Jinchuuriki Kyuubi dalam mode Kyuubi yang
sempurna.

"Sejak awal, sebenarnya kalian memang tak punya pilihan lain selain menuruti keinginanku," ujarku dingin, tanpa menoleh
sedikitpun.

"Simpan baik-baik semua yang kuceritakan, terutama dari Naru. Jadikan ini rahasia class S. Jika sampai informasi ini bocor,
kau orang pertama yang akan kumintai pertanggungjawaban," lanjutku, tentu saja yang kumaksud adalah Hokage Ke-3.

Hokage Ke-3 tak menanggapi apa-apa. Ia sudah tahu jika sosok di hadapannya memiliki kekuatan yang jauh di atasnya,
jadi ia memilih untuk diam.

Kunonaktifkan mode Kyuubi. "Aku tidak akan macam-macam pada Konoha-mu ini. Aku janji," ujarku, sebelum lenyap dari
hadapan mereka.

"Terima kasih banyak Naruto-san," ucap seorang paman sambil membungkuk beberapa kali di hadapanku. Bagaimana
tidak? Aku baru saja membeli semua ladang miliknya yang memang ingin ia jual. Apalagi luas ladang itu tidak main-main.
Jika mau, uang hasil penjualannya bisa dibelikan 3 rumah mewah di pusat Konoha.

"Sama-sama," balasku sambil tersenyum.

Kutatap hamparan ladang yang luas di hadapanku. Sangat luas memang. Tak heran jika sebagian besar uangku habis untuk
membelinya. Tapi tidak apa-apa. Ladang ini akan kuolah agar menghasilkan uang karena aku sudah memutuskan untuk
tidak menjadi ninja. Tak lupa seperempat tanahnya akan kuubah menjadi tempat berlatih. Di sanalah nantinya aku akan
melatih Naru. Letaknya yang tak jauh dari apartemen Naru semakin membuatku puas telah membeli ladang ini.

Berkebun di ladang merupakan salah satu cita-citaku yang tak sempat kuwujudkan di Konoha. Aku terlalu sibuk
menjalankan misi di sana. Aku bersyukur bisa mewujudkannya di Konoha 2. Meski sebenarnya aku tak bisa dikatakan mahir
bercocok-tanam, tapi paling tidak jika aku punya ladang, aku bisa mencoba-coba semauku.
Dari kejauhan, kudengar bel istirahat akademi. Rupanya baru jam 10 siang. Baiklah, masih ada banyak waktu sebelum
Naru pulang.

Kubuat 1.000 bunshin, 800 kusuruh untuk membersihkan ladang dan menanam berbagai sayuran dan buah yang bibitnya
sudah kusiapkan, sedangkan 200 sisanya (termasuk aku) akan mengubah seperempat ladang menjadi tempat berlatih
ninja. Kupastikan perkerjaan bisa selesai sebelum Naru pulang dari akademi.

Aku bersandar di pohon maple di dekat ayunan, yang lokasinya tak jauh dari gerbang akademi. Kulihat anak-anak akademi
satu per satu keluar hingga akhirnya semua keluar. Tapi kemana Naru? Aku belum melihatnya keluar dari sana.

Kuputuskan untuk bertanya pada seorang anak perempuan yang baru saja keluar dari bangunan akademi.

"Permisi, apa kau melihat Naru?" tanyaku berusaha seramah mungkin.

Anak perempuan yang kuperkirakan sebaya dengan Naru itu mengerutkan keningnya. "Untuk apa kau mencari monster
itu?"

Dadaku terasa sakit mendengarnya. Ingin rasanya kupukul sosok yang menyebut adikku monster itu. Tapi masa iya aku
memukul anak kecil?

"Aku kakaknya, aku ingin menjemputnya," jawabku, berusaha sekuat tenaga untuk tidak menunjukkan nada kesal dalam
kata-kataku.

Gadis di hadapanku terdiam sejenak, mungkin ia baru tahu kalau Naru punya kakak. "Um.. Kulihat dia sudah keluar dari
tadi."

'Lalu kemana dia?' tanyaku dalam hati.

Rasa khawatirku pada Naru membuatku tak tenang. Tanpa menunggu waktu lagi kuaktifkan mode Kyuubi untuk melacak
keberadaan Naru, tentunya dengan bersembunyi terlebih dahulu agar tak ada yang melihatku.

Tak butuh waktu lama untuk mencari lokasi Naru lewat chakra-nya. Rupanya ia sedang berada di belakang bangunan
akademi. Yang membuatku kaget adalah keadaan wajahnya, ada banyak luka goresan dan hidungnya mengeluarkan darah.

Setelah kuperhatikan lebih dekat, seorang anak laki-laki sedang memukulinya.

Aku sudah akan melompat, menghajar anak laki-laki itu sebelum Naru menahan pukulan bocah itu dengan tangannya.

"Aku bukan monster!" desis Naru sambil mendorong tubuh bocah itu hingga terjungkal, lalu berbalik memukulinya.

"Nii-san bantu aku!" teriak bocah itu. Aku tak menyadari ada seorang genin yang berdiri di belakang mereka, rupanya ia
adalah kakak dari bocah tadi. Ia menarik rambut pirang Naru dengan kasar agar Naru menghentikan pukulannya.

Cukup! Ini sudah keterlaluan!

BUKH! BRAK!

Genin yang menjambak rambut Naru terlempar menubruk pagar kayu setelah kuhadiahi dengan pukulan di wajahnya.
Entah berapa buah giginya yang rontok.

"Pengecut! Beraninya hanya memukul perempuan," decihku kesal. "Sekali lagi kulihat kalian menyakiti Naru. Aku tak akan
memaafkan kalian."

"S-siapa kau?" tanya anak laki-laki yang tadi memukuli Naru.

Kugenggam tangan Naru, menenangkannya. Lalu kutatap tajam anak laki-laki tadi. "Aku kakak Naru, Uzumaki Naruto.
Ingat itu!"

Bocah itu mengangguk cepat kemudian membantu sang kakak yang sudah tak berdaya untuk berdiri.

"Tempat ini menyenangkan. Bagaimana kalau kita buat rumah di sini?" tanya Naru.
Aku tersenyum menanggapi pertanyaan Naru. "Uangku tinggal sedikit setelah membeli ladang ini. Aku harus tetap punya
simpanan untuk kebutuhan makan kita."

Seandainya aku menguasai jurus elemen kayu, pasti dengan mudah bisa membangun rumah di sini.

Saat ini aku sedang duduk bersandar di pohon besar di ladangku. Sementara Naru memainkan kakinya di aliran sungai tak
jauh dari tempatku berada. Ia terlihat tersenyum ceria seolah-olah melupakan apa yang terjadi beberapa saat lalu.

Beberapa luka goresan di wajahnya sudah kusembuhkan dengan bantuan chakra Kyuubi. Tapi biar bagaimanapun aku
bukan ninja medis, jadi tidak bisa menyembuhkan luka di wajahnya dengan sepenuhnya.

"Naru?"

"Ya?" sahutnya.

"Apa kau sering dipukuli seperti tadi?" tanyaku dengan nada serius.

Naru yang awalnya menatapku, malah mengalihkan tatapannya ke aliran air jernih di hadapannya. "Sudahlah. Aku tidak
apa-apa."

Dia menghindari pertanyaanku. Aku berjalan mendekati Naru, lalu duduk di sampingnya. Kedua kakiku yang saat ini tidak
memakai sandal kumasukkan ke dalam aliran air sungai yang dingin, persis seperti apa yang dilakukan Naru. "Kau tak
menjawab pertanyaanku. Aku bertanya apa kau sering dipukuli seperti tadi?" tanyaku kepada Naru, mengulang
pertanyaanku sebelumnya.

Naru mengangguk lemah. "Tapi lupakan saja Nii-san, aku tidak apa-apa, sungguh."

Aku terkejut, polos sekali jawabannya. Ia tak sadar jika sebenarnya aku sangat marah mengetahui dirinya sering dipukuli.
Hari ini ia beruntung karena aku menyelamatkannya. Lalu bagaimana dengan sebelum-sebelumnya? Tentunya dia hanya
sendiri 'kan? Membayangkannya saja membuat hatiku sakit. Aku benar-benar merasa masa laluku kembali terulang oleh
Naru.

Kedua tanganku mengepal kuat, "Kau tak bisa tinggal diam, jika dibiarkan mereka akan terus menindasmu sampai
kapanpun."

Naru diam tak menanggapi apa-apa.

Aku menghela napas panjang, tidak ada pilihan lain. "Aku akan melatihmu agar kau bisa jadi Hokage secepatnya."

Sontak saja Naru langsung terkejut mendengar kata-kataku. "K-kau serius!?"

Aku mengangguk. "Kau berbeda denganku sewaktu kecil. Kau lebih perasa. Mulai sekarang jangan perlihatkan sisi
lemahmu. Kau harus buktikan jika kau kuat. Berhentilah bersikap konyol di hadapan para penduduk. Tunjukkan pada
mereka jika kau harusnya disegani. Dengan Kyuubi yang tersegel dalam tubuhmu, seharusnya mereka berterima kasih dan
memperlakukanmu sebagai pahlawan desa. Bukan malah memperlakukanmu sebagai monster yang dijauhi."

Aku berdiri dan menatap Naru serius. "Jika aku melatihmu dari sekarang, aku yakin kau akan jadi ninja terkuat di Konoha.
Semua penduduk akan sangat bergantung pada kekuatanmu. Jika kau bersungguh-sungguh, kau bisa jadi Hokage dalam 4-
5 tahun. Sekarang aku bertanya padamu, apa kau siap jadi Hokage perempuan pertama Konoha?"

Tanpa ragu Naru segera berdiri. "Aku siap!" serunya.

Aku tersenyum puas. "Bagus, kau memang adikku," pujiku, dengan dibalas oleh cengiran Naru. "Untuk mengejar cita-
citamu itu, tidak ada waktu untuk bersantai. Perhatikan baik-baik."

Aku berjalan ke tengah sungai. "Alirkan chakramu ke telapak kaki," ujarku sambil mempraktekkannya. "Lalu cobalah berdiri
di permukaan air," lanjutku sambil berdiri di permukaan air.

Naru menatapku kagum. Dengan bersemangat ia mempraktekkan apa yang kucontohkan dan-

BYUUURRR!

-dia tercebur ke sungai.

"Ahahaha," aku langsung tertawa melihat Naru tercebur ke sungai hingga sekujur tubuhnya basah kuyup. Rambut pirang
panjangnya menutupi sebagian wajahnya.
"Jangan tertawa!" renggutnya kesal.

Aku akhirnya menahan tawaku dengan susah payah.

"Aku akan menguasainya sebelum matahari terbenam!" seru Naru saat menyadari aku masih saja belum bisa sepenuhnya
menahan tawaku.

Di balik tawaku sore itu, aku sadar perjalanan kami masih panjang. Tapi melihat Naru yang berusaha keras membuatku
sedikit tenang. 'Aku yakin kau akan tumbuh jadishinobi yang kuat dan akan jadi Hokage. Berusahalah, Naru,' ucapku dalam
hati.

Aku juga akan berusaha di sisimu. Berusaha jadi kakak yang baik untukmu. Meski aku tahu aku belum pernah jadi seorang
kakak sebelumnya, tapi aku akan berusaha semampuku. Aku sudah rela meninggalkan duniaku sendiri demi menemanimu,
jadi tak ada alasan untuk menyia-nyiakan kesempatan ini.

To Be Continue

rifuki

2. Naruto Part 2 - Imouto


< Prev Next >
3. Naru Part 1 - Sister Complex
< Prev Next >

Naru Part 1

"Sister Complex"

Konoha 2, 1 tahun setelah perpindahan dimensi

Dilihat sekilas aku dan Naru memang mirip, baik dari fisik maupun mental. Namun hari demi hari aku hidup bersamanya,
kemiripan itu semakin semu. Hari demi hari semakin banyak kutemukan perbedaan di antara kami.

Fisik Naru mulai menunjukkan jati dirinya sebagai perempuan. Wajahnya tidak lagi bulat, tapi melancip seiring tiga pasang
tanda lahir di pipi yang semakin memudar. Rambut pirangnya kini sudah mencapai punggung. Rambutnya yang dibiarkan
tumbuh itu terlihat cocok dengannya karena tinggi badannya pun semakin bertambah. Hal yang tak luput dari perhatianku
adalah kemampuan Naru dalam hal kontrol chakra dan stamina yang dimilikinya. Kontrol chakra Naru nyaris sempurna,
meski tak sesempurna klan Hyuuga, tapi yang jelas berada jauh di atasku saat seusia dengannya. Berbanding terbalik
dengan stamina Naru yang ternyata berada di bawahku. Tapi sekecil-kecilnya stamina seorang Uzumaki, tetap saja masih di
atas rata-rata orang biasa.

Ingat saat Naru berlatih berdiri di atas air?

Dulu aku membutuhkan waktu sehari untuk menguasainya, tapi Naru hanya membutuhkan waktu 1 jam!

Dia tak berbohong saat bilang akan mengusai teknik itu sebelum matahari tenggelam. Aku hanya bisa tercengang kala itu.
Apalagi saat mengingat betapa sulitnya aku menguasainya dulu.

Begitu juga saat kuajarkan Kage Bunshin no Jutsu, Naru langsung bisa mempraktekkannya dalam 1 kali percobaan. Aku
salut pada kemampuannya membagikan chakrake seluruh bunshin-nya secara merata. Satu saja kekurangannya, yaitu
Naru hanya bisa membuat dua per tiga dari total jumlah bunshin yang bisa kubuat saat seusianya.

Setiap sore kami berlari mengelilingi desa dan sparing untuk melatih stamina Naru. Persis seperti yang sering dilakukan Lee
dan Guy-sensei. Itu merupakan cara yang efektif untuk meningkatkan stamina dan taijutsu Naru sedikit demi sedikit.
Karena itulah, setahun terakhir ini aku fokuskan latihan Naru pada peningkatan stamina.

Di sisi mental, Naru lebih dewasa dari pada aku dulu. Nampaknya ia menurutiku untuk mengurangi sifat konyolnya.
Terbukti ketika aku menjemputnya ke kelas untuk mengikuti ujian genin lebih awal. Aku ingat bagaimana cibiran dan
tatapan menganggap remeh yang diberikan teman-teman sekelas Naru. Saat itu Naru tak terpancing emosi dan
mengacuhkan mereka sambil terus berjalan ke luar ruangan.

Naru yang saat itu sudah menguasai Kage Bunshin no Jutsu tentu tak mendapatkan kesulitan saat ujian. Karena biar
bagaimanapun Kage Bunshin no Jutsu level-nya berada di atas Henge no Jutsu yang seharusnya diujikan.
Aku tertawa puas saat melihat tatapan tak percaya teman-teman Naru 1 jam setelahnya saat melihat Naru sudah
mengenakan protector Konoha yang ia pasang di leher. Hebatnya, lagi-lagi aku tak melihat sedikit pun aura kesombongan
di wajah Naru. Itu merupakan pertanda yang bagus. Ia tak tinggi hati meski memiliki kekuatan di atas teman-temannya.

Naru lulus akademi di umur tepat 11 tahun, termuda di angkatannya. Ia bilang itu adalah hadiah ulang tahun terindah
dalam hidupnya.

Tapi Naru tetaplah Naru. Saat kami hanya berdua, ia akan memperlihatkan sifat manjanya padaku. Terkadang ia masih
ingin ditemani tidur dengan alasan tak bisa tidur, seperti sekarang ini.

Aku tak keberatan. Sungguh. Malah kalau boleh jujur, aku menikmati ini. Secara tidak sadar bukan hanya aku yang
mengobati kesepian Naru, tapi juga sebaliknya. Kini hari-hariku selalu diisi dengan keceriaan Naru yang tak hentinya
membuatku terhibur.

Kutarik selimut hingga menutupi setengah badan Naru. Lalu kuperhatikan wajah adikku yang sedang tertidur itu. Wajahnya
begitu polos, membuatku semakin ingin melindunginya.

"Selamat tidur," bisikku, diakhiri dengan mengecup puncak kepala Naru, lalu berbaring di sampingnya.

Besok adalah hari yang cukup menantang, dimana Naru mendapatkan misi pertama bersama tim barunya.

Naru terlihat gagah sekali pagi itu. Ia memakai jaket orange mirip denganku, dengan alasan ingin sepertiku. Berbeda
denganku dulu yang sebenarnya memakai jaket berwarna orange mencolok karena ingin menarik perhatian orang.
Kantung kunai ia simpan di paha, sedangkan kantung shuriken dan peralatan ninja lain disimpan di pinggang bagian
belakang. Protektor konoha ia letakan di leher, persis seperti yang (akan) dilakukan Hinata. Rambut pirangnya tetap ia ikat
dengan gaya twintailsseperti biasanya.

Belakangan aku baru tahu jika jounin yang ditugaskan manjadi guru Naru adalah Yamato. Aku tak terlalu kaget
mendengarnya, ini pasti perintah Hokage Ke-3. Ia menugaskan mantan ANBU itu agar tetap mendapatkan kabar terbaru
dari Naru serta apa saja hal yang kulakukan padanya. Dengan pengalaman sebagai anggota ANBU, tentu tugas itu cocok
bagi Yamato. Hal kedua yang kuduga menjadi pertimbangan Hokage Ke-3 adalah karena kemampuan Yamato dalam
mengontrol chakraKyuubi. Setidaknya jika Naru kehilangan kontrol terhadap chakra Kyuubi, ada Yamato yang siap
menanganinya.

Cih, sepertinya pak tua itu masih belum mempercayaiku sepenuhnya. Aku tak akan membiarkan Naru kehilangan kontrol
atas dirinya. Dikuasai chakra Kyuubi adalah mimpi buruk. Tubuhmu rasanya terbakar dan kau tak bisa berbuat apa-apa.
Tentu aku tak akan membiarkan Naru tersiksa seperti itu.

Dalam misi pertama Naru hari ini, ia sudah langsung memperlihatkan kemampuannya. Naru dengan berani melawan 2
perampok bersenjata. Ada kesalahan prediksi dalam misi ini, awalnya misi kelas C, tapi berubah jadi B saat tiba-tiba
muncul perampok bersenjata. Rasanya seperti de javu.

Naru tetap tenang saat itu. Ia terlihat lebih superior dari 2 teman satu timnya yang lebih tua 2 tahun. Namun Naru tetap
mempertahankan sifat ramah dan cerianya sehingga 2 temannya tidak merasa iri. Justru mereka bersyukur karena satu tim
dengan Naru.

Dari kejauhan, aku tersenyum puas. Rasa cemasku yang kurasakan sejak pagi ini perlahan menghilang. Kesamaan area
hutan antara Konoha dan Konoha 2 membuatku tahu jika sekarang Naru dan timnya sudah dekat ke perbatasan desa.
Daerah ini sudah termasuk daerah aman sehingga aku tak perlu khawatir lagi.

"Mengikuti kami dari mulai berangkat misi sampai pulang, kau perhatian sekali kepada adikmu," clone Yamato muncul
dengan elemen kayunya di pohon sebelah kananku.

Aku tak merespon, karena kupikir tak perlu merespon kalimatnya yang hanya berupa pernyataan.

"Kau melatihnya dengan baik," lanjut Yamato. Kini ia sudah dalam wujud manusia sempurna dan berdiri di hadapanku.
"Responnya cepat dan tidak panik menghadapi keadaan darurat."

"Tentu saja," ujarku singkat pada pewaris gen Hashirama tersebut. "Aku titip Naru," ujarku mengakhiri percakapan. Kupikir,
tak ada yang harus dibicarakan lagi.

Lalu aku ingat sesuatu. "Sampaikan pada Hokage Ke-3 untuk tak terlalu curiga padaku. Sudah kubilang aku tak akan
berbuat hal aneh pada adikku sendiri."

Bersamaan dengan itu aku membuat segel Hiraishin no Jutsu untuk kembali ke desa. Sebelum aku lenyap, aku masih bisa
melihat Yamato yang mengangguk pelan mendengar ucapanku.
Alur kehidupan Naru yang telah berubah total berefek pada satu lagi sisi positif yang dimiliki Naru, yaitu kepintaran.
Kuperhatikan insting bertarungnya mulai tumbuh. Tapi dia tetap tak bersikap sok pamer pada 2 teman satu timnya. Naru
sadar dirinya lemah di sisi stamina. Dalam setiap misi dia tidak terlalu eksplosif mengeluarkan tenaganya, tapi lebih
dikombinasikan dengan strategi yang matang. Misalnya membagi tugas dengan kedua temannya yang lebih hebat
dalam genjutsu dan taijutsu.

Itulah yang membuatku tak ragu untuk mengajarkan jurus lain yang lebih hebat, yaitu Rasengan.

Apalagi kudengar ada Internal Chuunin Exam yang akan diadakan Konoha tahun depan. Internal Chuunin Exam adalah
ujian chuunin yang hanya diadakan di desa dan tidak mengundang peserta dari desa lain. Biasanya ujian itu hanya
ditujukan untuk genin yang lulus cepat, atau untuk genin yang sudah pernah mengikuti ujianchuunin tapi tidak lulus. Materi
yang diujikannya sama saja. Ujian tertulis, survival di Hutan Kematian dan duel satu lawan satu antar sesama genin.

Jika Naru bisa menguasai Rasengan, termasuk jurus-jurus perkembangannya seperti Odama Rasengan dan Rasen Shuriken,
aku akan menawarkannya untuk mengikuti ujian chuunin.

Sekarang akan kuajarkan Rasengan biasa dulu kepada Naru.

"Hebaaaaatt," seru Naru saat melihat pancaran energi di telapak tanganku yang tak lain adalah Rasengan.

"Ini adalah jurus yang dibuat oleh Hokage Ke-4. Aku membutuhkan waktu seminggu untuk menguasainya dan
membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk mengembangkannya ke dalam berbagai bentuk."

"Wah, lama juga ya," gumam Naru. Wajar saja, selama ini ia hanya menguasai jurus-jurus dalam hitungan hari.

Aku tersenyum sesaat sambil mengusap pelan kepala Naru. "Tenang saja. Aku tahu cara untuk mempersingkat latihanmu.
Aku sudah melihat kemampuan kontrolchakra-mu serta kemampuanmu membuat bunshin. Untuk mempersingkat
latihanmu, kau akan berlatih dengan menggunakan bunshin."

Kening Naru berkerut, tanda kebingungan.

Aku terkekeh, lalu mundur beberapa langkah. "Kurasa lebih baik jika langsung dipraktekan saja agar kau mengerti."

Kubuat satu bunshin dan menyuruh Naru melakukan hal yang sama. Setelah itu bunshin-ku mengajak bunshin Naru pergi
ke pojok terjauh lapangan berlatih tempat kami berada sekarang. Jarak sejauh ini membuat kami tak tahu apa yang sedang
dilakukan bunshin-bunshin kami di pojok sana.

Tak lama kemudian bunshin kami lenyap, diikuti dengan suara gelak tawa Naru.

"Hahahahahhaaaa!"

"Kau tahu apa yang terjadi di sana?" tanyaku.

Naru mengangguk sambil berusaha mengusap air mata yang keluar dari matanya, saking puasnya tertawa. "Bunshin-mu
bercerita, kemarin saat kau menjual sayuran hasil panen ke Ichiraku, kau ditawari bekerja disana. Tapi mereka
membatalkannya karena kau tak meminta gaji, melainkan voucher 'gratis ramen sepuasnya' setiap hari."

"Ya, Ayame dan Teuchi-san serentak membatalkan tawaran mereka. Dengan selera makanku yang besar, aku yakin mereka
akan bangkrut," kataku ikut tertawa. "Baiklah, apa kesimpulan yang bisa kau ambil dari kejadian tadi, Naru?"

"Umm.." Naru berpikir sejenak. "Kita akan tahu apa pun yang dilakukan bunshin?"

"Tepat sekali! Ingatan bunshin akan kembali ke pemiliknya saat ia lenyap. Jika diterapkan pada latihan, ini akan sangat
berguna. Kau akan berlatih menggunakan beberapa bunshin untuk mempersingkat latihanmu yang awalnya membutuhkan
waktu lama. Saat kau melenyapkan semua bunshin-mu, maka semua ilmu serta hasil latihan yang telah dipelajari bunshin-
mu akan masuk ke dalam tubuhmu, tak terkecuali rasa lelah, tekanan, dan stres yang dirasakan masing-masing bunshin-
mu. Karena itulah, dengan kemampuanmu yang sekarang, aku hanya mengizinkanmu membuat 10 bunshin untuk berlatih
menggunakan metode ini. Maksimal kecepatan berlatih yang didapat akan menjadi 11 kali lipat. Jika kau berlatih 2 jam,
ditotalkan dengan bunshin-mu jadi 22 jam. Itu hampir setara dengan seharian berlatih secara non stop," jelasku panjang
lebar.

"Wah hebat sekali," serunya dengan mata yang berbinar. Naru makin semangat sekarang.

"Jangan senang dulu," ujarku. "Seperti kubilang tadi, rasa lelah dan stres yang kau dapatkan juga akan 11 kali lipat. Kau
harus ingat itu."
Naru mengangguk pertanda mengerti. Ia memang cepat dalam memahami setiap penjelasan yang kuberikan.

Naru lalu membuat 10 bunshin sesuai dengan yang kuperintahkan. Metode yang kugunakan dalam latihan ini adalah
metode yang pernah diajarkan Ero-Sennin dulu padaku.

Pertama adalah memecahkan balon berisi air dengan memutar air ke berbagai arah. Kedua adalah memecahkan bola
karet solid memakai kekuatan/power. Ketiga adalah menggabungkan kedua teknik sebelumnya, yaitu menggabungkan
kekuatan putaran dan tekanan sehingga bisa memecahkan balon tanpa sedikit pun menggerakkan balon tersebut.

"Perhatikan, kumpulkan energi dalam telapak tanganmu lalu putar air di dalamnya ke berbagai arah sampai"

SPLASH!

Balon berisi air itu pecah.

"Coba kau lakukan sendiri," perintahku.

Naru kembali mengangguk bersemangat. Ia mengambil balon berisi air yang sudah kusediakan dan berusaha
memecahkannya.

Sepuluh menit pertama Naru dan kesepuluh bunshin-nya terlihat semangat. Namun menit-menit selanjutnya ia baru sadar
kalau memecahkan balon itu tak semudah yang ia kira. Aku tersenyum melihat wajah serius Naru. Ini memang jurus yang
cukup sulit, butuh waktu banyak untuk menguasainya.

Aku menoleh ke arah ladangku. Kulihat ladangku sudah bersih dari tanaman liar, sudah disiram, dan hasil panennya sudah
kujual ke Ichiraku dan ke pasar tadi pagi. Tak ada hal lain yang bisa kulakukan sekarang. Rasanya aku bisa tidur siang dulu
sambil menunggu Naru latihan.

Aku duduk bersandar di pohon besar, di sisi utara ladangku. Angin sejuk yang berhembus siang itu berhasil memanjakanku
hingga terlelap di sana.

" jangan putar air ke satu arah, tapi ke berbagai arah"

" ya, seperti itu. Semakin banyak arah putaran semakin bagus"

Sayup-sayup kudengar suara seseorang yang sangat familiar dalam tidur siangku yang nyaman. Kemudian aku sadar suara
itu bukan mimpi, tapi suara dari arah lapangan berlatih. Kubuka kedua mataku dan kulihat-

"Ero-sennin!" teriakku saat melihat sang petapa genit sedang berada di dekat Naru, memegang kedua tangannya. Rasa
kantukku langsung hilang, segera saja aku berlari mendekati mereka.

"Apa yang kau lakukan di sini?!" tanyaku ketus sambil menarik tangan Naru dari genggaman Ero-Sennin.

"Hanya sedang melihat-lihat," kilahnya.

Mataku menyipit, mendeteksi kebohongan dari orang termesum yang kukenal itu.

"Baiklah, memang bukan itu tujuan awalku. Sebenarnya aku ingin bicara denganmu," kata Jiraiya akhirnya.

Mengajakku bicara? Tidak biasanya. Sepertinya ada hal penting, maka tak ada salahnya aku memberinya waktu untuk
bicara. Apalagi tak bisa dipungkiri aku merindukan Ero-Sennin di duniaku. Melihatnya di hadapanku sekarang membuat rasa
rinduku sedikit terobati, meskipun sudah jelas mereka 2 orang yang berbeda.

"Kau mau istirahat, Naru?" tanyaku kepada Naru.

Naru menggeleng. "Pak tua yang kau sebut Ero-Sennin itu sudah mentraktirku ramen."

"Siapa yang kau panggil pak tua Ero-Sennin?!" tanya Jiraiya kesal. Naru hanya terkekeh menanggapinya. "Aku sudah
mentraktirmu 3 mangkuk ramen, jadi panggil aku dengan sebutan yang kuminta."

"Baik Jiraiya-sama," kata Naru, mengoreksi panggilannya kepada Jiraiya.

Kupandang Naru dan Ero-Sennin bergantian. "Sepertinya aku tertidur cukup lama sampai kalian bisa seakrab ini. Naru,
kembalilah berlatih, ada yang ingin kubicarakan dulu dengan Ero-Sennin."
"Ugh, gara-gara kau aku yakin Naru akan memanggilku dengan nama itu mulai sekarang."

Aku tak pedulikan ocehan Jiraiya dan mengisyaratkan padanya untuk mengikutiku ke dekat pohon tempatku tidur tadi.
"Jadi, apa yang akan kau bicarakan?" tanyaku to the point.

"Hmm, enaknya mulai dari mana ya?" Jiraiya bersila di hadapanku, satu telunjuknya disimpan di dagu, berpikir. "Yang jelas
Hokage Ke-3 sudah memberitahuku semuanya," lanjutnya.

Aku menghela napas pelan. Kusimpan kedua tangan di belakang kepala lalu bersandar di pohon. Biarpun aku
memberitahukan Hokage Ke-3 untuk menjaga rahasiaku, tapi ia pasti menceritakannya kepada Ero-Sennin karena perannya
cukup penting dalam kasus ini. Ero-Sennin menjadi salah satu saksi hidup yang tahu siapa sebenarnya Naru, serta apa
yang dilakukan Hokage Ke-4 padanya.

"Rasengan, huh?" gumam Ero-sennin, pandangannya lurus ke arah Naru.

"Ya. Familiar dengan metode pelatihan itu?" tanyaku penasaran.

"Tentu, itu metode yang kurancang sendiri untuk menguasai Rasengan."

"Hn. Ero-Sennin di duniaku juga mengajarkan Rasengan padaku dengan metode itu. Bahkan sampai sekarang pun selalu
kuingat."

Untuk beberapa saat hening tercipta, tak ada yang bicara, sebelum akhirnya Jiraiya yang memulai percakapan.

"Kau tahu Naruto? Sebenarnya tujuanku ke sini karena ingin mengangkat Naru jadi muridku, lalu mengajarkan teknik itu
padanya. Kemarin memang Hokage Ke-3 yang meminta. Tapi sejak dulu, aku memang sempat berpikir untuk menjadi guru
dari anak Minato."

"Maaf. Aku tak akan membiarkanmu jadi gurunya," jawabku tanpa basa-basi.

"Kenapa?"

"Kau mesum. Aku tak mau kau berbuat sesuatu yang aneh pada adikku."

"Ahahaha. Aku tahu bukan itu penyebabnya. Pasti karena kau lebih hebat dariku. Jiraiya di duniamu sudah mati 'kan?"

Deg! Aku yang dari tapi tak terlalu serius menanggapi pembicaraan ini langsung tertegun begitu mendengar kata-kata
terakhir Jiraiya. "Dari mana kau tahu?"

"Buku itu." Jiraiya menunjuk sebuah buku yang tergeletak di rumput, di sampingku. "Kisah Ninja Pemberani. Itu buku karya
terbesarku dan belum ku-publish kemana pun. Jika buku itu ada padamu, ada dua kondisi yang bisa membuatku
memberikan buku itu padamu. Aku, maksudku Jiraiya di duniamu telah menyelesaikannya atau kemungkinan kedua dia
sudah mati. Karena buku ini sangat berharga, aku yakin dia tak akan menyerahkannya secara sembarangan padamu. Maka
sudah pasti dia mati dan ia ingin kau mengetahui isinya."

Aku tak tahu harus merespon bagaimana. Jiraiya di sini maupun di duniaku sama-sama pintar hingga bisa menganalisis
sedetail itu. Hal kedua yang membuatku diam adalah aku tak enak kepada Jiraiya di hadapanku. Bagaimana perasaannya
ketika ia tahu ia akan mati?

Kuperhatikan ekspresi wajah Jiraiya. Ternyata ia masih terlihat cuek seolah tanpa beban. Ia malah melanjutkan
perkataannya.

"Naruto, aku tak tahu seburuk apa kehidupanmu dulu. Aku hanya ingin memastikan satu hal, jika sifatku dan 'Jiraiya' di
duniamu sama, aku yakin dia tak akan mengajarkanmu Rasengan di umur 11 tahun. Lalu kenapa sekarang kau
mengajarkan Naru Rasengan secepat ini? Dia masih muda dan Rasengan itu jurus tingkat A yang terlalu berbahaya untuk
anak seusianya. Belum lagi dengan penggunaan banyak bunshin untuk berlatih. Bagaimana jika ia tak kuat
dan Kyuubi menguasai dirinya?"

"Dengar, bukan bermaksud meremehkan. Aku menghormati Ero-Sennin di duniaku sampai sekarang. Tapi dulu dia terlalu
berhati-hati dalam melatihku, aku berguru padanya dan selama 2,5 tahun aku tak mempelajari jurus baru. Yang kudapat
hanya peningkatan di sisi kecepatan. Sisanya aku disuruh membaca novel mesum. Padahal jika dipikir baik-baik, waktu 2,5
tahun itu sudah lebih dari cukup untuk mempelajari berbagai jurus baru. Belakangan aku baru tahu kalau latihan selama
2,5 tahun itu hanya untuk menjauhkanku dari Akatsuki. Aku tak ingin mengulangi kesalahan Ero-Sennin. Potensi Naru
sangat besar. Dia berbeda denganku saat seusianya. Dia lebih kuat, pintar, dan lebih sadar akan kemampuannya sendiri.
Lagipula jika Naru berada di luar kendali, aku dan Kurama akan turun tangan. Aku ingin ia segera mencapai cita-citanya
jadi Hokage agar semua penduduk menghargainya."
Raut wajah Jiraiya berubah serius dan menatapku tepat di mata. "Jangan terlalu mencap penduduk dan Hokage salah hanya
karena Naru tidak dihargai di desa ini. Banyak orang yang peduli padanya, aku, para tetua desa, dan terutama Hokage Ke-
3. Dia sayang pada anak itu lebih besar dari yang kau kira. Kau hanya terlalu overprotektif padanya."

Aku kembali tertegun. Apa iya aku terlalu over protektif terhadap Naru?

Jiraiya berdiri, bersiap untuk pergi. "Aku tak akan bersikeras melatih Naru jika kau tak mengizinkan. Lagipula kau juga
seorang Jinchuuriki, jadi lebih cocok jadi guru Naru. Hanya satu yang ingin kutekankan padamu. Setiap perubahan dalam
kehidupan seseorang akan berpengaruh pada masa depannya, sekecil apapun perubahan itu. Kau telah merubah alur
kehidupan Naru selama setahun terakhir ini. Sekarang kehidupannya baik-baik saja tapi siapa yang tahu mungkin akan
memunculkan masalah yang besar suatu hari nanti. Kuharap kau sadar akan hal itu."

Sebelum pergi, Jiraiya melempar sebuah gulungan besar.

"Itu gulungan kontrak. Suruh Naru mengikat kontrak dengan salah satu kodok. Suatu saat dia pasti akan
membutuhkannya. Dan kurasa kau juga perlu, kau tak bisa memanggil kodok dari duniamu ke sini 'kan?"

Setelah itu Jiraiya menghilang dalam kepulan asap. Kata-katanya tadi benar-benar membuatku berpikir.

DHUAR!

Kudengar bunyi ledakan dari arah lapangan berlatih. "Naru?!"

Nampaklah Naru sedang terduduk di tanah dengan tanah di sekitarnya yang hancur berbentuk seperti kawah kecil. "Aku
berhasil," ujarnya ceria, tapi rasa lelah masih bisa kulihat dalam ekspresinya. "Sayangnya belum bisa kukontrol dengan
baik. Aku yakin bisa menguasainya sebentar la-"

"Cukup!" seruku sambil memegang kedua pundak Naru.

"Eh?" Naru terlihat bingung.

Lalu tiba-tiba kupeluk badan Naru. "Cukup," bisikku. "Hari ini kau sudah cukup berusaha keras. Istirahatlah, masih ada hari
esok."

"Nii-san? Kau kenapa?" tanya Naru dalam pelukanku, ia bingung dengan tingkahku yang tak biasa ini.

Aku menggeleng pelan, sambil mempererat pelukanku di badan mungil Naru. "Tidak apa-apa. Aku hanya sudah lama tidak
memelukmu seperti ini."

Tanpa melihat pun aku tahu Naru sedang tersenyum senang sekarang. Terbukti dari kedua tangannya yang ia lingkarkan di
badanku, membalas pelukans.

Aku tak peduli jika Ero-Sennin menyebutku over protektif, sister-complex atau apa pun itu. Ia tak akan mengerti rasa takut
yang kurasakan. Rasa takut kehilangan keluarga yang sejak dulu aku inginkan. Sejak aku lahir aku selalu sendiri, sekarang
sudah ada Naru di sisiku. Aku tak ingin sendiri lagi, aku yakin Naru juga merasakan hal yang sama. Waktu setahun telah
cukup membuat kami tahu arti pentingnya keluarga. Rasa sayang kami sudah semakin kuat terbentuk sampai pada titik
yang membuat kami tak ingin kehilangan satu sama lain.

Aku tak peduli jika aku sudah merubah alur kehidupan Naru. Yang penting kami bisa bersama. Jika ada hal buruk menanti
kami pun aku tak peduli selama kami bersama. Akan kulindungi dia dengan segenap kekuatanku.

To Be Continue

rifuki

3. Naru Part 1 - Sister Complex


< Prev Next >

4. Naru Part 2 - The Jounin Instructor


< Prev Next >

Naru Part 2

"The Jounin Instructor"

Konoha 2, 2 tahun setelah perpindahan dimensi


"ODAMA RASENGAAAAAN!"

Naru menghantam tubuh seorang genin dengan rasengan yang sudah dikuasainya dengan sempurna. Mungkin bagi orang
awam, ukuran rasengan milik Naru terlihat tak seimbang dengan fisiknya yang masih kecil. Tapi nyatanya Naru bisa
mengendalikan pancaran bola energi yang berukuran tiga kali dari tubuhnya itu dengan baik.

Ini adalah babak final Internal Chuunin Exam, nampaknya Naru tak mau 'bermain-main' dan lebih memilih untuk langsung
memperlihatkan kemampuan terbaiknya. Ujian diadakan di Konoha, tepatnya di lapangan berlatih akademi dan tertutup
untuk umum. Seperti yang sudah kujelaskan sebelumnya, ujian ini hanya diadakan di desa dan tidak mengundang peserta
dari desa lain. Biasanya ujian ini hanya ditujukan untuk genin yang lulus cepat (seperti Naru), atau untuk genin yang sudah
pernah mengikuti ujian chuunin tapi tidak lulus dan ingin mengikuti ujian ulang.

Naru dan dua teman satu timnya mendapatkan formulir pendaftaran ujian karena memang tim mereka termasuk tim yang
paling banyak melaksanakan misi sehingga memenuhi kualifikasi. Kita ambil contoh Naru. Selama setahun terakhir, Naru
sudah menyelesaikan 11 misi rank D, 6 rank C, 3 rank B, dan 9 rank A. Baik itu misi bersama timnya, misi solo, maupun
misi bersama genin lain.

"Pemenangnya, Uzumaki Naruko!" teriak wasit setelah memastikan lawan Naru tak lagi bisa berdiri dalam hitungan 10
detik. Aku tersenyum dalam hati. Chuunin exambagaikan permainan saja untuk Naru, begitu mudah dilewati. Padahal dulu
aku harus mati-matian untuk memenangkan satu pertandingan saja.

"Kau membuntuti kami lagi, eh?" Pikiranku terusik oleh suara yang familiar, Yamato. "Ini Internal Chuunin Exam. Hanya
peserta dan jounin pendamping yang diizinkan masuk menyaksikan pertandingan. Dasar kau siscon," cibir Yamato. Aku
tertawa karena memang aku sendiri merasa sifat sister complex-ku makin parah akhir-akhir ini.

Saking seringnya membuntuti Naru, aku sampai hapal semua misinya. Aku juga hapal siapa teman-teman dekatnya, aku
hapal ke mana saja biasanya dia main, bahkan aku hapal toko baju langganannya, lengkap dengan nomor baju yang
dipakainya.

"Sampai kapan kau akan seperti ini?" tanya Yamato yang seperti biasa muncul di sampingku dengan tiba-tiba dalam
bentuk elemen kayu.

Aku terdiam sejenak. Jujur saja aku sudah terlalu bosan menjawab pertanyaan seperti itu. Aku belum pernah menjadi
kakak dan selalu hidup sendiri. Selama bersama Naru aku hanya mengandalkan instingku untuk berperan sebagai kakak.
Aku hanya melakukan hal-hal yang menurutku benar. Terlepas dari itu 'benar' atau 'tidak' dilakukan menurut orang lain.
Yang jelas, menurutku selalu mengawasi Naru adalah hal yang 'benar' untuk dilakukan.

"Entahlah sampai kapan aku seperti ini," ujarku pelan, lebih terdengar sebagai gumaman. "Aku seperti paranoid. Di mataku
Naru adalah adik kecil yang harus selalu kulindungi. Aku tak ingin jauh darinya. Aku ingin pastikan dulu Naru cukup kuat
untuk bisa menjaga dirinya sendiri."

"Cukup kuat katamu? Lihat dia." Yamato menunjuk Naru yang tengah bersorak di tengah lapangan merayakan
kemenangannya. "Ayolah, dengan kemampuan Naru sekarang, bahkan aku saja merasa tak pantas jadi gurunya. Dia sudah
hampir melampaui kekuatanku." Aku tak merespon, lalu Yamato yang kini sudah dalam wujud manusia duduk di kursi di
sampingku. "Kau tak bisa terus-menerus seperti ini. Kau harus bisa melepas Naru."

"Ya, ya, aku akan berusaha," jawabku sekenanya. "Sekarang mana bayarannya? Bukankah kita pernah bertaruh kalau Naru
bisa menguasai Odama Rasengan dalam waktu 1 tahun, kau akan membayarku?"

"Sial!" Yamato menepuk jidatnya sendiri. "Kupikir kau sudah lupa." Ia lalu merogoh kantongnya dan menyerahkan beberapa
ratus ryo padaku.

"Ngomong-ngomong, tanpa menonton pun seharusnya kau sudah tahu jika Naru akan lulus ujian chuunin."

Aku tersenyum tipis. "Aku hanya ingin menjadi saksi di setiap momen berharga adikku," ujarku sambil membuat
segel Hiraishin no Jutsu.

Kurang dari sedetik kemudian aku sudah ada di ladang yang telah menopang hidupku dan Naru selama 2 tahun ini. Tempat
yang sejuk, penuh degan tanaman hijau, dan merupakan tempat yang cocok untuk menghabiskan hari, bahkan jika
dibanding dengan apartemen kami sekali pun.

Namun sore itu ada yang berbeda, ada dua orang yang menarik perhatianku.

"Sedang apa kalian di sini?" Kulihat Hokage Ke-3 dan Jiraiya sudah menungguku di depan gubuk peristirahatan. Sebenarnya
kalau Hokage Ke-3 tak terlalu mengherankan ada di sana karena memang dia sudah sering datang untuk menengok Naru.
Yang cukup mengherankan adalah kenapa ada Jiraiya di sini? Kabar terakhir yang kudengar ia sedang 'mencari inspirasi' ke
luar desa.
"Bisa kita bicara sebentar, Naruto?" tanya Hokage Ke-3 dengan suaranya yang serak.

Hanya satu kemungkinan hal yang akan dibahas jika dengan nada serius seperti ini, yaitu Naru. Maka aku pun mengerti dan
tak banyak basa-basi. "Kelihatannya serius. Apa tidak sebaiknya kita bicarakan di apartemen?"

"Tidak apa-apa. Aku hanya ingin memberikan ini." Hokage Ke-3 memberikan secarik kertas padaku.

"I-ini" Aku tak mampu melanjutkan kalimatku saking kagetnya membaca tulisan di kertas yang diberikan Hokage Ke-3.

"Kita memang tak punya pilihan, Naruto." Kali ini Jiraiya yang angkat bicara. "Untuk tahap awal, kau bisa melatihnya Sage
Mode. Itu cocok untuk melatih kesabaran dan ketenangan. Gunakan gulungan kontrak yang tempo hari kuberikan padamu
untuk mengikat kontrak dengan kodok di Myoubokuzan."

"Kami tak punya pilihan lain selain mengikuti rencanamu. Kau sudah membawa kehidupan Naru jauh ke arah yang tak kami
bayangkan sebelumnya. Kami tak mau terjadi sesuatu yang buruk pada Naru. Kami juga tak ingin ketinggalan merawat
orang yang sudah kami anggap seperti keluarga. Suruh Naru menghadapku jika dia sudah siap," kata Hokage Ke-3 dengan
nada serius.

Apa aku tak salah dengar? Meski tak dikatakan secara jelas, tapi dari kata-katanya aku bisa mengartikan kalau Hokage Ke-
3 menyetujui rencanaku untuk menjadikan Naru sebagai Hokage!

Mendengar kata-kata Hokage Ke-3 yang panjang lebar itu membuatku sadar kalau aku bukan satu-satunya orang yang
menyayangi Naru. Bahkan bisa dibilang kalau aku ini hanya seorang 'pendatang baru dari dunia lain' yang datang di
kehidupan Naru, merubah kehidupannya, tanpa tahu apakah yang kulakukan ini benar atau salah.

Sejak awal orang yang peduli pada Naru (di Konoha 2) adalah Hokage Ke-3 dan Jiraiya. Hanya saja mereka tak terlalu
memperlihatkannya, mereka menunjukkannya dengan cara mereka masing-masing.

Aku tak tahu harus bicara apa. Mereka mau mengikuti rencanaku saja aku sudah senang. Kini aku punya hadiah untuk
ulang tahun ke-12 Naru esok hari.

"Terima kasih." Hanya itulah kalimat yang terlontar dari mulutku saat itu.

"Selamat ulang tahun Naruto-Niisan!" seru Naru ceria saat pagi-pagi aku membuka pintu dapur. Kulihat Naru sedang berdiri
dengan sebuah kue ulang tahun di tangannya. Noda krim di pipinya serta noda tepung di beberapa bagian pakaiannya
membuatku sadar kalau-

"Kau membuat kue ini sendiri?" tanyaku memastikan. Setahuku Naru paling malas kalau disuruh memasak makanan.

Naru mengangguk dengan cengiran khas yang tak lepas dari wajahnya. Ukuran kuenya memang tak bisa dikatakan besar,
mungkin diameternya hanya 20 cm, tapi tetap saja membutuhkan waktu banyak untuk membuatnya.

Sekarang baru jam 8 pagi. Itu artinya Naru membuat kue dari dini hari.

"Bukankah kau disuruh istirahat pasca Chuunin Exam?" tanyaku heran.

"Aku malas, lebih baik membuat kue ini," jawabnya tanpa dosa.

Ck, tidak istirahat setelah exam adalah tindakan bodoh. Tapi mau bagaimana lagi? Tak ada gunanya marah. Lagipula aku
memang paling tak bisa kalau harus memarahi Naru.

"Baka Imouto! Naik level jadi chuunin tidak berarti kau tak butuh istirahat. Bukannya istirahat, kau malah membuat kue,"
ujarku agak kesal. Kuambil kue di tangan Naru dengan sedikit paksaan.

"Hei-"

"Ada yang salah dengan kuenya," ujarku tanpa mempedulikan protes Naru. Di kue itu tertulis 'Happy birthday Naruto-
Nii'. Lalu kutambahkan tulisan '& Naru-chan' di kue dengan krim berwarna orange. Saat itu barulah Naru tersenyum
mengerti dan menghentikan aksi protesnya.

Sekarang aku yang memegang kue, dengan posisi Naru yang berada tepat di hadapanku.

"Selamat ulang tahun juga Naru-chan," ucapku, lalu kukecup pipi kiri Naru. Tinggi Naru yang baru mencapai sepundakku
membuatku agak membungkuk saat melakukannya. "Jangan lupakan ulang tahunmu sendiri."
Naru terkekeh geli dengan pipi yang merona.

"Ayo kita tiup lilinnya bersama-sama," ajakku.

Naru mengangguk semangat. Kurendahkan posisi kue untuk menyesuaikan tinggi Naru.

"Siap?"

"Siap!"

"1 2 3"

"Fuuhhhh"

Lilin-lilin kecil yang berjumlah 10 itu akhirnya padam setelah kami tiup bersama-sama. Kami memejamkan mata sejenak,
mengucapkan harapan kami masing-masing. Harapanku tidak muluk-muluk, aku berharap semoga aku bisa jadi kakak yang
baik bagi Naru dan bisa selalu berada di sampingnya ketika ia membutuhkanku.

Untuk harapan Naru? Aku tentu tak tahu. Ia memejamkan matanya cukup lama saat itu. Hingga memberiku cukup waktu
untuk memotong kue menjadi 6 potongan kecil. Lalu kumakan potongan pertama dengan lahap.

"Bagaimana rasanya? Enak?" tanya Naru.

"Rasanya lumayan untuk seorang pemula," pujiku.

Naru tersenyum lalu bergabung duduk bersamaku di meja makan dan memakan potongan kue ke-2.

"Jadi, bagaimana menurutmu Chuunin Exam kemarin?" tanyaku basa-basi, padahal aku sudah tahu bagaimana ceritanya
dari awal sampai akhir.

"Sukses, seperti biasanya," jawab Naru tanpa menaruh curiga sedikit pun padaku. Setelah itu Naru menceritakan
bagaimana kehebatannya mengalahkan lawan dengan bumbu-bumbu hiperbola di sana-sini. Sesekali aku tertawa
menanggapi gaya ceritanya yang menurutku lucu. Dia memang persis sepertiku ketika kecil, selalu bersemangat ketika
bercerita, khususnya ketika menceritakan suatu pengalaman baru.

Di akhir cerita Naru, aku memberikan hadiah ulang tahun untuknya berupa kertas yang kemarin Hokage Ke-3 berikan
padaku. Kurasa ini akan jadi hadiah ulang tahun yang hebat.

"Surat rekomendasi ujian jounin?! Ini serius?!" tanya Naru tak percaya saat membaca tulisan di header kertas tersebut.
Naru menatapku dan kertas di tangannya bergantian. Berkali-kali ia membaca ulang tulisan di kertas, tapi isinya memang
sebuah surat rekomendasi ujian jounin.

"Ya. Kemarin Hokage Ke-3 yang memberikannya padaku. Ia bilang kemampuanmu sudah terlalu tinggi jika
dikategorikan chuunin. Kau hanya akan mengacaukan standar kemampuan chuunin lain di Konoha. Kau terlalu kuat
sementara chuunin lain kekuatannya berada di bawahmu. Karena itulah kau sebaiknya segera naik tingkat jadi jounin."

Senyum di wajah Naru makin mengembang. Jika ia berhasil lulus ujian jounin, maka ia akan selangkah lebih dekat menuju
cita-citanya menjadi Hokage. Namun sebelum Naru terlanjur menggantung harapannya terlalu tinggi, kujelaskan padanya
apa saja yang diperlukan untuk menjadi seorang jounin. Ujian jounin tidak difokuskan pada fisik atau kekuatan, melainkan
pada mental para shinobi. Seorang jounin akan diarahkan untuk menjadi seorang pemimpin karena kelak mereka akan
membimbingshinobi lain di tingkat bawah (genin dan chuunin).

Karena itulah, rencana latihan Sage Mode yang disarankan Jiraiya merupakan awal yang baik untuk melatih kesabaran
Naru. Barulah setelah itu aku akan mengajarkan hal lain.

Lama-kelamaan obrolan kami semakin serius dan kurasa hari ulang tahun tidak cocok diisi dengan hal-hal yang terlalu
serius. Maka aku berusaha mengalihkan pembicaraan.

"Naru, bagaimana pesta yang kemarin sempat kau rencanakan?" tanyaku.

Naru langsung ingat pada permintaannya kemarin padaku. Ia meminta izin untuk mengadakan pesta ulang tahun kecil-
kecilan di apartemen bersama timnya. Hanya sekedar makan malam sekaligus merayakan kelulusan mereka
sebagai chuunin.

"Oh iya aku baru ingat. Jadi bagaimana? Apa kau mengizinkan?" tanya Naru dengan muka memelas.
Aku kemudian tersenyum, tidak ada alasan untuk menolak. "Tentu saja, sayang. Kalian bertiga pasti akan jarang bertemu
mulai sekarang. Bagaimana kalau kita mulai menyiapkan makanan?"

"Okay!"

Setelah itu kami sibuk menyiapkan makanan untuk pesta Naru.

Aku sudah akrab dengan dua teman se-tim Naru karena ia sudah sering mengajak mereka ke apartemen. Yang pertama
adalah Ken. Bocah laki-laki Half-Chinese itu berumur 14 tahun dengan rambut hitam lurus agak panjang menutupi
telinganya, kulitnya sawo matang dengan postur yang tinggi. Ia cenderung pendiam, serius, dan dewasa. Di awal, ia
ditunjuk sebagai ketua tim. Namun seiring waktu berjalan, mulai terlihat kemampuan Naru dan akhirnya Naru yang jadi
ketua. Ken menerima hal itu dan ia memilih jadi second-in-comand Naru, ialah yang memberikan saran-saran berguna bagi
Naru di saat ada kondisi sulit. Karena tak bisa dipungkiri, Naru terkadang masih menunjukkan sisi childish-nya, ceroboh,
dan belum terlalu matang dalam berpikir.

Orang kedua adalah Hotaru. Ia berumur 14 tahun dengan postur yang juga tinggi. Rambutnya cokelat shaggy, senada
dengan penampilannya yang juga berantakan. Ia bersifat cuek dan terkadang tak mau mendengarkan saran orang lain.
Hotaro bisa dibilang anggota yang 'menghidupkan' tim karena ia yang paling banyak omong dan tak bisa diam. Jika Ken
lebih mahir di taijutsu, maka Hotaro melengkapi tim dengan kemampuan genjutsu-nya yang hebat.

Tim yang dibimbing Yamato ini terkenal tim yang paling solid di antara semua tim seangkatan. Meski Naru berusia 2 tahun
lebih muda dari temannya yang lain, itu tidak membuatnya diremehkan. Justru sebaliknya, Naru yang juga merupakan
satu-satunya perempuan dalam tim - sudah dianggap adik oleh Ken dan Hotaro yang harus mereka lindungi.

Aku lega melihat kekompakan tim ini. Paling tidak, tim ini tak terlalu banyak masalah jika dibanding dengan timku dulu.
Aku sudah tak ragu untuk mempercayakan Naru pada Ken dan Hotaro. Mereka sudah kuanggap teman yang baik bagi Naru.

Kelulusan ujian chuunin menjadi kesenangan sekaligus kesedihan tersendiri bagi Naru. Setelah menjadi chuunin,
para shinobi tak lagi dikelompokkan dalam 3 orang. Tapi mereka menjalankan misi sendiri-sendiri atau
dengan chuunin/genin lain. Otomatis mulai sekarang Naru akan jarang bertemu dengan teman satu timnya. Ken akan mulai
fokus menjalankan misi-misi kelas A untuk mengejar cita-citanya menjadi ANBU. Dengan kemampuan yang dimilikinya,
tentu tak akan sulit. Sementara Hotaro memilih untuk menjadi special jounin karena kemampuan genjutsu-nya.

Menjelang malam, Ken dan Hotaro sampai di apartemen. Tak kusangka ternyata Yamato juga ikut. Tidak salah sebenarnya,
karena memang dia juga anggota tim Naru.

Kami makan dengan menu makanan yang sederhana, yang kebanyakan merupakan hasil panen dari ladangku. Tapi itu saja
sudah cukup. Yang penting adalah kebersamaan Naru dengan timnya.

Setelah makan, aku membiarkan Naru menghabiskan waktu bercanda bersama kedua temannya. Ini momen yang berharga
yang akan mereka ingat sepanjang hidup mereka. Sementara aku dan Yamato pergi ke balkon untuk sekedar mencari
angin.

"Aku sudah dengar keputusan Hokage Ke-3 yang akan mengikuti rencanamu, menjadikan Naru seorang Hokage." Yamato
berusaha mecairkan suasana dengan memulai topik pembicaraan.

"Ya. Ia memberi surat rekomendasi ujian jounin kepada Naru," responku datar. Yamato nampaknya sadar kalau ada yang
mengganjal dalam pikiranku.

"Lalu kenapa kau terlihat tidak senang?"

"Bukannya tidak senang. Tapi aku sudah sampai pada titik terberat dalam menjadikan Naru sebagai Hokage, yaitu melatih
mentalnya."

Yamato mengangguk setuju. "Sebagai seorang jinchuuriki kyuubi, ia memang mudah dalam mengusai jurus yang kau
ajarkan. Tapi melatih mentalnya, itu hal yang sangat berbeda. Umurnya masih 12 tahun. Butuh usaha ekstra untuk
mengajarinya berbagai teori tentang kepemimpinan. Tidak akan cukup seminggu atau sebulan, tapi bertahun-tahun."

"Hn."

"Jika ada yang kau butuhkan, jangan sungkan untuk bilang padaku." Yamato kemudian menatap Naru, Ken, dan Hotaro
secara bergantian. "Biar pun mereka sudah jadi chuunin, mereka tetap murid-muridku. Aku selalu ingin mengajarkan hal
yang berguna pada mereka."

"Mungkin aku akan perlu bantuanmu dalam waktu dekat. Jiraiya menyarankanku untuk mengajari Sage Mode kepada
Naru."

"Kau bisa mengandalkanku."


Sebulan kemudian aku dan Naru mengikat kontrak dengan Gamabunta dan Gamakichi lalu kami melakukan reverse
kuchiyose ke Myoubokuzan. Tak lupa Yamato juga ikut serta saat itu.

Latihan berjalan cepat karena aku menyuruh Naru melakukan teknik latihan dengan bunshin. Aku dan Yamato mengawasi
dan menenangkan Naru saat ada bunshin-nya yang mulai bertransformasi menjadi Kyuubi karena gagal mengendalikan
chakra. Jiraiya tak salah menyarankan jurus ini. Kesabaran Naru benar-benar diuji di sini. Ia yang biasanya bisa menguasai
jurus dalam hitungan hari, bahkan jam, kini harus uring-uringan karena tak juga bisa mengusai Sage Mode dalam 4 bulan.
Ini terlalu lama dari yang kuprediksikan. Rupanya ketidaksabaran adalah kelemahan lain yang kutemukan dalam diri
Naru. Sage Mode bukan teknik yang bisa cepat dikuasai, butuh kesabaran dan konsentrasi penuh untuk menguasainya.
Kurasa umur Naru yang masih muda juga cukup berpengaruh dalam lambatnya ia mempelajari Sage Mode.

Setelah menginjak bulan ke-5, barulah Naru berhasil menguasainya.

Sepulangnya kami ke Konoha, aku menyuruhnya untuk beristirahat. Naru terlalu sering memporsir tubuhnya ketika
di Myoubokuzan. Hampir setiap hari staminanya terkuras untuk membuat banyak bunshin.

Dari sinilah masalah dimulai.

Tanpa sepengetahuanku Naru pergi menemui Hokage Ke-3 untuk mengikuti ujian jounin. Padahal aku sudah bilang
padanya, menjadi jounin bukan masalah kekuatan atau kesabaran saja, banyak aspek lain yang juga dinilai. Masih banyak
ilmu-ilmu lain yang harus kuajarkan pada Naru. Entah Naru sudah tak sabar menjadi jouninatau apa sampai membuatnya
nekat mengikuti ujian itu.

Maka hasilnya sudah bisa ditebak.

Naru gagal.

Ini bisa dibilang kegagalan pertama bagi Naru. Dari mulai belajar di akademi, berlatih jurus, melaksanakan misi, hingga
ujian chuunin, Naru selalu berhasil.

Ini juga jadi kekecewaan pertamaku pada adik kesayanganku itu. Ini pertama kalinya ia mengacuhkan perintahku dan
menuruti kemauan dirinya sendiri yang menurutku keras kepala.

"Aku sudah bilang, kau hanya boleh menemui Hokage untuk ujian jounin saat kuanggap kau layak," kataku pada Naru yang
sedang duduk di tempat tidurnya.

"Ironis, Sage Mode kuajarkan untuk mengajarimu bersabar. Tapi setelah mengusainya kau malah tak sabar dan bergegas
menemui Hokage. Asal kau tahu, kalaupun kau menguasai rasa sabar sekalipun, itu tak cukup untuk membuatmu lulus
ujian jounin. Ujian jounin bukan tentang kekuatan dan kesabaran saja, tapi tentang semua aspek yang dibutuhkan
seorang shinobi. Itulah sebabnya Hokage turun tangan dalam menguji para peserta secara personal. Sekarang bisa jadi kau
adalah shinobimuda terkuat di Konoha, tapi itu tak berarti apa-apa."

Naru lagi-lagi hanya diam. Wajahnya masih ditekuk, kesal, sedih, kecewa, dan juga bercampur rasa bersalah karena ia
sadar apa yang dilakukannya salah.

Melihat raut wajah adikku itu rasa ibaku muncul. Ini bukan sepenuhnya kesalahan Naru. Naru masih berusia 12 tahun dan
tentu saja masih labil. Kurasa ini juga kesalahanku karena tak mampu mendidiknya dengan baik.

Aku ikut duduk di atas tempat tidur, di samping Naru. Aku sudah akan merangkulnya untuk menenangkan. Tapi kemudian
aku sadar kalau selama ini aku terlalu lembek pada Naru. Aku terlalu memanjakannya. Naru tak akan dewasa jika aku terus
memperlakukannya seperti ini.

Kuurungkan niat untuk merangkul Naru, saatnya bersikap tegas untuk membuat Naru makin kuat. Kukeluarkan 3 lembar
kertas berisi 3 foto murid akademi, lengkap dengan identitas mereka.

"Kau masih ingin jadi Hokage?" tanyaku datar.

Naru mengangguk lemah. Lalu kuberikan kertas di tanganku kepada Naru. Ia menatapku heran, tak mengerti untuk apa
sebenarnya kertas yang ada di tangannya.

"Berbulan-bulan lalu, aku sudah diskusikan dengan Hokage dan Yamato mengenai hal ini dan menjadikan ini rencana
cadangan. Tapi sekarang, apa boleh buat, hanya cara ini yang bisa mengajarimu untuk berpikir dewasa."

Kulihat kening Naru berkerut, makin tak mengerti kemana arah pembicaraanku ini. Maka segera kulanjutkan penjelasanku.
"Kau akan jadi instructor bagi para genin. Perhatikan tiga murid akademi di kertas itu. Jika mereka lulus dari akademi 6
bulan lagi, mereka akan jadi muridmu."
Ekspresi Naru biasa saja. Tapi langsung berubah panik saat melihat siapa tiga orang yang akan jadi muridnya.

"Mereka?! Nii-san, kau bercanda 'kan?!"

"Apa aku terlihat bercanda?" tanyaku masih dengan nada yang datar.

"Tapi kenapa harus mereka? Masih banyak murid lain yang bisa jadi muridku!"

"Justru kami sengaja memilih mereka bertiga. Mereka seusia denganmu. Kau akan berlatih cara mengendalikan emosi,
kepemimpinan, karisma, kebijaksanaan, dan mengembangkan pola berpikirmu dalam menghadapi masalah. Ini kesempatan
yang sayang untuk dilewatkan. Jika kau masih berminat jadi Hokage, sebaiknya kau ambil kesempatan ini. Jika tidak"

"Arrrggggghhh!" Naru melempar 3 lembar kertas di tangannya padaku, lalu membenamkan kepalanya di bantal saking
frustasinya. Di masing-masing kertas itu tertulis: Uchiha Sasuke, Haruno Sakura, Inuzuka Kiba.

Tiga orang murid akademi dengan sifat yang jauh berbeda satu sama lain digabungkan dalam satu tim. Naru tak punya
pilihan selain menerima tawaran ini jika ia masih ingin jadi Hokage. Nampaknya mulai sekarang perjuangan Naru akan
semakin menantang.

To Be Continue

rifuki

4. Naru Part 2 - The Jounin Instructor


< Prev Next >
5. Naru Part 3 - Unexpected Invasion
< Prev Next >

Naru Part 3

"Unexpected Invasion"

Konoha 2, 3 tahun setelah perpindahan dimensi

Kelulusan akademi akhirnya tiba. Seperti dugaanku, Naru tak punya pilihan lain selain menyetujui tawaranku untuk menjadi
guru Tim 7. Ia sadar ini merupakan cara terbaik untuk melatih jiwa kepemimpinannya. Apalagi dengan kombinasi 3 murid
yang punya sifat jauh berbeda satu sama lain, akan semakin menuntut Naru untuk mengatur mereka dengan benar.

Uchiha Sasuke.

Seorang Uchiha muda stoic yang memiliki masa lalu kelam. Seluruh klan-nya dihabisi oleh kakaknya sendiri. Balas dendam
kepada sang kakak adalah cita-cita terbesarnya. Sejak di akademi Sasuke dan Naru tak pernah akur karena sifat mereka
yang terlalu bertolak belakang. Naru juga tak berusaha untuk mengakrabkan diri dengannya karena Sasuke terkesan
penyendiri.

Inuzuka Kiba.

Bocah periang dan tak bisa diam. Seperti kebanyakan anggota klan Inuzuka, ia tak bisa dipisahkan dari anjing
kesayangannya, Akamaru. Ia, Shikamaru, Chouji, dan Naru adalah teman dekat di akademi, sebelum Naru lulus duluan. Ya,
dulu Naru memang lebih banyak bermain dengan anak laki-laki.

Haruno Sakura.

Gadis berambut pink itu merupakan salah satu kunoichi pintar saat di akademi. Ia juga merupakan satu dari sekian
banyak fansgirl Sasuke. Meski sama-sama kunoichidan sekelas, ia dan Naru kurang begitu dekat. Pertama, Naru muak
dengan aksi fansgirling Sakura kepada Sasuke. Kedua, Sakura dan sahabatnya Ino adalah ratu gosip, dan Naru tak suka
menggosip.

Perkenalan antara Naru dan ketiga muridnya tidak berlangsung lama karena mereka sudah saling mengenal. Naru
memutuskan langsung menjalankan misi untuk melihat kekompakan tim yang dibimbingnya, tidak seperti cara Kakashi di
duniaku yang terlebih dahulu menguji muridnya dengan menyuruh merebut bel. Lagi pula pengujian kekompakan murid
dengan metode bel yang dilakukan Kakashi sebenarnya hanya formalitas. Itu hanya akal-akalan Kakashi untuk menakuti
muridnya agar mereka bisa bekerja sama. Jika sudah lulus dari akademi dan jadi genin, sebenarnya tidak ada lagi tes
tambahan dan mereka tak perlu takut status genin mereka dicabut.
"Kiba, Akamaru lacaklah keberadaan target. Sasuke, Sakura, jangan maju sebelum kuperintahkan. Tunggu saat kuberi aba-
aba. Kalian siap?"

Naru memasang kuda-kudanya bersiap menangkap target yang menjadi misi pertama Tim 7. Target mereka adalah seekor
kucing nakal bernama Tora milik Madam Shimiji, istri Daimyo. Kucing itu kabur dari rumah, persis seperti kejadian di
Konoha 1. Naru tahu tugas seperti ini tak seharusnya dimasukkan ke dalam misi. Tapi berhubung istri Daimyo yang
meminta, maka permintaannya dimasukkan dalam ketegori misi tingkat D. Lagipula tugas ini cukup lumayan untuk melatih
kekompakan Tim 7.

Tidak ada respon dari 3 sosok di belakang Naru.

Naru menoleh ke belakang dan mendapati 3 orang muridnya masih saja santai-santai. Kiba sedang bermain-main dengan
Akamaru, Sakura sedang tebar pesona di hadapan Sasuke, sedangkan Sasuke sedang bersandar cuek di pohon dengan
kedua tangannya yang dilipat di dada.

"Hei, kalian sudah siap atau belum?" tanya Naru kesal.

Mendengar 'guru' mereka bertanya, ketiga genin itu saling bertukar pandangan, seperti sedang memutuskan siapa yang
akan bicara duluan.

"Aku tak mau menuruti perintahmu, dobe." Sasuke bicara duluan dengan nada datar khasnya.

Naru kaget. Sejak di akademi, ia paling tak suka mendengar nada sok cool Sasuke. Sekarang melihat Sasuke yang
membantah perintahnya semakin membuat Naru kesal. Tapi untuk sementara Naru kesampingkan itu, ia berusaha bersikap
sabar.

"Sasuke," panggil Naru, padahal biasanya ia memanggil bocah raven itu dengan panggilan 'teme'. "Aku tahu dulu kita
kurang akur di akademi, tapi bisakah kau lupakan itu? Kita sekarang satu tim. Kita harus bekerja sama."

Sasuke tidak merespon. Ia malah membuang mukanya, membuat Naru semakin kesal.

"Haaaaa, aku iri pada tim lain." Kali ini Sakura yang angkat bicara. "Mereka didampingi oleh jounin hebat. Tapi kita hanya
mendapatkan seorang chuunin yang baru lulus."

Urat di kepalan tangan Naru semakin bermunculan. Sakura termasuk murid yang kurang disukai Naru. Kerjanya hanya
membuntuti Sasuke dan selalu menganggap dirinya paling benar.

Naru menoleh ke arah Kiba, berharap teman mainnya dulu di akademi itu memihaknya.

"Maaf Naru. Tapi menjadikanmu sebagai guru terasa 'salah' bagiku. Rumahku sudah didominasi perempuan. Ibuku dan
kakakku sudah sering memerintahku semau mereka. Kuturuti mereka karena mereka lebih tua dariku. Tapi jika harus
menuruti perintahmu yang lebih muda dariku rasanya" Kiba menggantung kalimatnya, tapi itu cukup untuk mematahkan
harapan terakhir Naru untuk mendapatkan dukungan.

Kepalan kedua tangan Naru makin kuat, ia sudah kehilangan kesabarannya.

"Jadi kalian pikir, kalian hebat?" tanya Naru, dipandangnya ketiga muridnya satu per satu. Namun lagi-lagi ia diacuhkan.
Mereka berlagak tak mendengar ucapan Naru.

"Baiklah kalau begitu." Naru melempar gulungan misi kepada Sasuke. "Kalau kalian sudah merasa hebat, lakukan sendiri
misi ini tanpaku!" serunya kemudian pergi meninggalkan mereka.

Hmm Aku hanya bisa menghela napas pelan.

Melihat pemandangan di hadapanku, aku kembali kecewa. Aku kembali disadarkan pada kenyataan kalau adikku bukanlah
sosok yang sempurna. Di balik kekuatan ninjanya yang berkembang amat pesat, mentalnya masih kekanak-kanakan. Ia
masih butuh bimbingan di sana-sini.

Hari itu kusuruh Kakashi yang mengawasi Tim 7 untuk sementara (karena awalnya itu memang tugasnya) sampai aku
berhasil membujuk Naru menjadi guru Tim 7 lagi.

"Kau gagal di hari pertamamu jadi guru mereka," ujarku saat Naru sampai di apartemen. Dengan Hiraishin no Jutsu, aku
bisa sampai di apartemen lebih cepat dari Naru. Naru menatapku tajam. Aku agak kaget melihatnya. Setelah hampir 3
tahun kami hidup bersama, ini pertama kalinya Naru menatapku seperti itu.
"Tertawalah sepuasmu!" bentak Naru. Ia yang awalnya akan menuju dapur mengurungkan niatnya dan berbelok ke kamar.
Tak lupa ia menutup pintu kamar dengan kasar.

"Ingatlah Naru, ini baru awal. Jika mengurus 3 orang saja kau tidak bisa, bagaimana bisa nanti kau mengurus seluruh
penduduk saat kau jadi Hokage?"

""

"Hei, Naru? Kau dengar?"

Hening.

Melihat keadaan Naru yang sekarang membuatku merasa bersalah. Apa aku terlalu keras padanya?

Kuingat-ingat bagaimana histori misi-misi Naru beberapa tahun ke belakang saat bersama Ken dan Hotaru. Hampir
semuanya sukses. Dengan banyaknya pengalaman dalam misi bersama timnya itu, sebenarnya hanya tinggal
menyesuaikan diri. Jika dulu ia berperan sebagai murid, maka sekarang dia berperan sebagai guru yang akan membagi
ilmu serta pengalamannya kepada muridnya.

Naru tahun ini berusia 13 tahun, apa mungkin terlalu berat jika harus memimpin sebuah tim di usia semuda itu? Tapi tak
ada jalan lain. Ini merupakan cara yang bisa membuat Naru berpikir dewasa dengan cepat. Seseorang akan semakin
berpikir dewasa jika ia dihadapkan pada masalah. Lagipula aku sudah bertekad untuk tidak terlalu memanjakannya. Ini
semua demi kebaikannya, ini semua agar ia bisa mencapai cita-citanya menjadi seorang Hokage.

"Naru? Kau bisa bertanya padaku jika kau merasa kesulitan."

Lagi-lagi tidak ada jawaban dari dalam kamar.

Sebenarnya aku bisa saja masuk ke kamar dengan Hiraishin. Tapi aku juga punya etika. Aku hargai privasi Naru. Saat ini
mungkin ia butuh waktu untuk menyendiri dan berpikir. Biarlah pikirannya tenang dulu.

Sementara itu, aku akan ke Gedung Hokage memenuhi panggilan Sandaime yang kelihatannya penting karena ia
menyampaikannya melalui seorang anggota ANBU.

Tak kusangka, yang dipanggil ke Gedung Hokage ternyata bukan aku saja. Hampir semua jounin Konoha diundang hingga
dipakailah ruangan pertemuan di lantai dasar yang berukuran paling besar untuk menampung kami semua. Selain
para jounin, kulihat Jiraiya dan Tsunade juga ada di sana, tak lupa para tetua desa juga turut hadir. Kalau orang-orang
penting itu hadir, pasti hal yang akan disampaikan pun merupakan sesuatu yang penting.

"Mohon perhatiannya," seru Hokage Ke-3 dengan suara seraknya. Ia berada di deretan bangku di depan ruangan tersebut.
Di samping kanan dan kirinya duduk para tetua desa. Pemandangan seperti ini mengingatkanku pada
pelantikan Hokage Ke-6 di Konoha 1. Tapi aku yakin kali ini bukan untuk melantik Hokage, melainkan hal yang lebih
penting dan kelihatannya urgent.

"Aku mengumpulkan kalian semua di sini karena ada hal penting yang ingin kusampaikan." Ya, ya, sudah kuduga itu Kek,
cepat lanjutkan.

Hening sesaat. Hokage Ke-3 lalu menunjukku dan menyuruhku maju. Aku yang saat itu berada di paling belakang tak
menyangka jika akan dipanggil. Di tengah forum seperti ini tentu aku tak mau banyak protes dan memilih untuk menuruti
perintah Hokage.

Setelah aku berada di depan, Hokage Ke-3 turun dari kursinya dan ikut berdiri di sampingku.

"Ini Uzumaki Naruto. Tentu kalian tak asing dengannya," lanjutnya sambil menepuk pundakku. "Sudah 3 tahun dia tinggal
di desa kita. Tapi aku yakin ada dari kalian yang belum tahu siapa dia sebenarnya."

Setetes keringat mengalir dari dahiku. Aku mulai tak nyaman dengan arah pembicaraan ini. Jangan-jangan dia mau
menyuruhku-

"Naruto, aku ingin kau ceritakan siapa kau sebenarnya kepada semua orang di sini."

Terlambat! Hal yang kutakutkan benar-benar terjadi. Aku menatap Hokage dengan tatapan 'apa-maksud-semua-ini'. Aku
belum siap. Aku tidak tahu kalau tujuanku kemari untuk menceritakan siapa aku sebenarnya kepada semua yang hadir.
Kutatap deretan orang-orang di hadapanku, orang-orang yang serupa tapi tak sama dengan orang-orang di Konoha 1.

"Aku pastikan kabar ini tak akan sampai di telinga Naru," tambah Hokage Ke-3, membuatku sedikit tenang.
Baiklah, meskipun aku merasa dijebak dengan seenaknya dipanggil ke depan dan menceritakan siapa aku sebenarnya, tapi
aku yakin dia punya alasan kenapa menyuruhku melakukan ini. Lagi pula aku tak punya pilihan lain. Aku sudah datang
mengacaukan alur kehidupan Naru di Konoha 2, jadi sebaiknya aku ikuti saja apa yang orang-orang di sini inginkan dariku.
Sepertinya 3 tahun tinggal di sini membuat hatiku melembek. Akhirnya kuceritakan siapa aku sebenarnya kepada semua
yang hadir. Kuceritakan mulai dari kehidupanku di Konoha 1, bagaimana aku bisa terlempar ke Konoha 2, dan apa yang
kulakukan selama 3 tahun terakhir ini. Reaksi mereka macam-macam. Ada yang biasa saja karena sudah tahu, ada yang
kaget, ada juga yang tak percaya.

Setelah pembahasan mengenaiku selesai, Hokage melanjutkan pembicaraannya. Kali ini nada bicaranya semakin serius.

"Hal kedua yang ingin kusampaikan masih berkaitan denganmu Naruto. Petugas perbatasan akhir-akhir ini sering
melihat shinobi asing yang berkeliaran di sekitar perbatasan desa. Ini cukup membahayakan karena seperti kalian ketahui
sebentar lagi kita akan mengadakan Chuunin Exam dan mengundang peserta dari desa lain. Aku ingin pastikan desa kita
aman selama acara itu berlangsung. Jadi Naruto, aku ingin kau jelaskan apa saja yang terjadi di duniamu. Apa kejadiannya
persis seperti ini? Apa kau bersedia?"

Nasi sudah menjadi bubur. Dari pada memberi mereka info yang setengah-setengah, lebih baik kuceritakan apa yang
kutahu.

"Chuunin Exam di duniaku dilaksanakan saat aku seusia Naru, yaitu 13 tahun. Dulu aku terlalu sibuk berlatih untuk Chuunin
Exam sehingga tidak terlalu mengamati keadaan desa. Selain itu aku tak terlalu pintar dalam mengingat suatu kejadian,
jadi tidak bisa menceritakan secara detail. Tapi yang paling kuingat, saat Chuunin Exam Orochimaru menyamar
sebagai Kazekage setelah sebelumnya membunuh Kazekage asli. Ia lalu berniat menghancurkan Konoha dan menjadikan
Uchiha Sasuke sebagai tubuh incaran selanjutnya."

Orang-orang dihadapanku mulai ribut mendengar cerita yang mengejutkan itu. Mereka tak menyangka missing-nin Konoha
akan melakukan hal sejauh itu.

"Masuk akal," seru Jiraiya, menguatkan pernyataanku. "Selama setahun terakhir aku sudah memata-matainya. Dia
memang pintar dalam menghilangkan jejak sehingga aku kesulitan melacaknya. Tapi dari petunjuk yang kudapatkan,
memang semuanya mengarah ke sana. Dia hanya tinggal menunggu waktu yang tepat untuk menyerang Konoha. Chuunin
Exam merupakan waktu yang tepat karena saat itu kita sedang sibuk."

"Jika memang seperti itu, kita harus tingkatkan kewaspadaan. Naruto, aku tak tahu apa kejadian di dunia ini akan sama
dengan di duniamu, tapi aku harap kau mau bergabung bersama kami. Bantuanmu akan sangat kami hargai." Hokage Ke-3
menyerahkan head protector yang dulu sempat kuberikan padanya.

Keamanan Konoha berarti keamanan untuk adikku juga. Kuhargai semua shinobi Konoha 2 karena sudah mempercayaiku
meskipun aku bukan berasal dari sini. Jadi aku tak punya alasan untuk menolak tawaran Hokage Ke-3 tersebut. "Baik, aku
akan membantu kalian." Kuambil head protector yang diberikan Hokage Ke-3, lalu kupasang kembali di kepalaku.

Pertemuan dan isi pertemuan ini akan dirahasiakan dari para penduduk agar mereka tidak panik.

Pertemuan semakin memakan waktu banyak karena setelah para jounin dibubarkan, Hokage Ke-3 ingin berdiskusi
denganku. Ia menyampaikan rencananya mengamankan desa. Beberapa kali ia meminta pendapatku dan aku berusaha
membantunya sebisaku. Terlihat sekali kalau dia ingin melindungi Konoha 2 sekuat yang ia bisa.

Ada hal menarik dalam diskusi kami, saat kuceritakan kematian Hokage Ke-3 di duniaku yang dibunuh oleh
Orochimaru, Hokage Ke-3 di hadapanku hanya tersenyum dan bilang, "Aku sudah tahu kalau cepat atau lambat ia akan
melakukannya."

Aku pulang ke apartemen 2 jam kemudian. Saat kupandang bulan purnama di langit, kuperkirakan kalau sekarang sudah
tengah malam. Semilir angin malam yang seakan menusuk tulang memperkuat pendapatku itu.

Sesampainya di apartemen aku segera ke dapur karena kelaparan, aku lupa tidak makan malam. Saat kulihat meja makan,
aku tersenyum saat melihat separuh masakanku habis. Dari dapur, kupandang pintu kamar Naru, tulisan katakana 'Na-ru'
tergantung di sana. Ya setidaknya Naru menyempatkan dirinya untuk keluar kamar dan makan.

Selesai makan, aku bersantai di sofa sambil menunggu makananku turun ke perut. Langsung tidur setelah makan itu tidak
baik 'kan?

Aku yang saat itu memejamkan mataku tak perlu menengok atau sekedar membuka mata untuk menyadari seseorang di
belakangku. Chakra dan auranya sudah sangat familiar bagiku. Siapa lagi kalau bukan adikku, Naru.

"Kau belum tidur rupanya," gumamku.


"Aku tidak bisa tidur," balasnya. Dari intonasinya aku sudah yakin kalau Naru sudah tenang dan tak marah lagi padaku.
Maka aku menyuruhnya untuk duduk di sampingku. Tanpa kusuruh dua kali, ia mengerti dan duduk di sampingku. Bahkan
sifat manjanya kumat. Ia menyenderkan kepalanya padaku, seolah melupakan ketegangan yang sempat terjadi antara
kami tadi siang.

"Nii-san, bolehkah aku bertanya?" kata Naru sambil memeluk erat bantal yang ia bawa dari kamarnya.

"Tentu."

"Bagaimana caraku membuat Sasuke, Kiba, dan Sakura mau menurutiku?"

Hatiku lega mendengarnya. Sepertinya Naru belum mau menyerah untuk mendampingi Tim 7. Kupeluk Naru dari samping
dan kuusap pelan rambut pirang panjangnya.

"Dengarkan baik-baik Naru. Jangan pernah kau samakan mereka dengan Ken dan Hotaru. Mereka masih pemula, belum
mengerti bagaimana mempraktekan ilmu-ilmu mereka di dalam sebuah misi. Jadi kau harus sabar dan telaten membimbing
mereka, jangan tinggalkan mereka seperti tadi siang. Itu baru misi awal yang tidak berbahaya, tapi bagaimana jika misinya
susah? Kau bertanggung jawab atas keselamatan mereka."

Dari raut wajahnya aku tahu Naru merasa bersalah.

"Kalian seumur, jadi agak sulit membuat mereka menurutimu. Saranku, berusahalah jadi teman satu tim mereka, bukan
jadi guru mereka. Bimbinglah mereka sebagai seorang teman, tanpa membuatmu terlihat menggurui."

Naru terlihat berpikir sejenak, kemudian ia tersenyum lebar. Senyum pertamanya yang kulihat hari ini. "Terima kasih
banyak Nii-san."

Kujawab dengan sebuah anggukan. "Sekarang cepat kau tidur."

"Oyasumi." Naru mencium pipiku lalu berlari kecil ke kamarnya.

"Oyasumi, imouto."

Saran untuk Naru sudah kuberikan, tinggal melihat hasilnya besok. Aku sudah merasa agak tenang sekarang. Kurasa
malam ini aku akan tidur nyenyak.

Misi kedua Tim 7 adalah misi mengantarkan Tazuna, seorang pembuat jembatan, ke Nami no Kuni. Misi ini misi kelas C,
meski nantinya tak akan mudah karena ada serangan dari chuunin-chuunin musuh. Misi ini sebenarnya bisa dikategorikan
kelas B. Aku tidak memberi tahu siapa pun mengenai ini. Aku ingin melihat apakah Naru bisa tetap tenang melindungi
anggota timnya meski dalam keadaan darurat.

Aku harus pintar-pintar membagi waktu antara 'memata-matai' Naru dan mempersiapkan Chuunin Exam. Aku belum berani
sepenuhnya melepas Naru sendirian dalam sebuah misi meskipun kemampuan ninjanya sudah hebat. Yang aku khawatirkan
darinya adalah kemampuan me-manage anggota timnya. Ini bukan misi solo, dia bertanggung jawab atas nasib 3
muridnya.

Penyerangan dimulai dengan datangnya 2 chuunin musuh.

Naru menangani 1 chuunin, Sasuke dan Kiba menghabisi 1 chuunin lagi, sedangkan Sakura melindungi Tazuna. Sasuke,
Kiba, dan Sakura terlihat agak canggung (Sasuke berhasil menyembunyikannya dengan sempurna). Ini baru permulaan dan
lama-lama mereka akan terbiasa.

Sasuke dan Kiba sebenarnya hanya refleks bereaksi seperti tadi tanpa dikomando Naru. Mereka sepertinya masih belum
mau menuruti perintah Naru dan memilih untuk melakukan inisiatif sendiri. Komunikasi antara mereka berempat sama
sekali belum terlihat. Tapi sejauh ini tidak ada masalah.

Masalah baru terlihat saat Zabuza muncul. Sasuke, Kiba, dan Sakura kelabakan karena terlambat mendengar perintah
Naru. Sekarang Naru sedang melawan Zabuza, Sakura sudah pingsan sementara Sasuke dan Kiba dalam bahaya karena
berada dalam jarak tembak naga air yang dibuat Zabuza.

Naru tak punya waktu untuk masuk ke mode Sage, ia hanya bisa menyerang Zabuza dengan dua buah rasengan biasa.
Untuk sekarang, itu saja sudah cukup. Pertahanan Zabuza terganggu sehingga kontrol chakra-nya atas naga air miliknya
hilang. Naga air itu hancur tapi sayangnya sebelum ia hancur, 2 buah potongan es runcing melesat ke arah Sasuke dan
Kiba.
Tak ada waktu untuk menangkisnya. Naru melompat dan mendorong Sasuke dan Kiba menjauh. Sayangnya 1 potongan es
itu mengenai tangan kiri Naru, potongan yang tadinya mengarah ke dada Sasuke.

"Ugh." Naru meringis kesakitan karena es itu menusuk cukup dalam ke otot bisepnya, membuatnya mengeluarkan tenaga
ekstra untuk mencabutnya.

"Kenapa kau lakukan ini?" tanya Sasuke dengan mata onyx-nya yang membulat.

Naru tersenyum. "Aku bagian dari Tim 7. Kita tim. Anggota tim tak boleh membiarkan anggota lainnya dalam bahaya."

Sasuke mematung mendengar ucapan Naru.

Zabuza yang tak berdaya tiba-tiba dibawa oleh seorang shinobi yang mengaku dirinya hunter-nin yang bertugas membunuh
Zabuza. Aku tahu Zabuza tidak benar-benar mati, ia hanya 'diselamatkan' oleh hunter-nin itu yang sebenarnya partner-nya
sendiri yang bernama Haku.

Naru sudah sadar akan hal itu karena ia melihat hunter-nin itu tidak membunuh Zabuza di tempat (hal yang biasanya
dilakukan hunter-nin lain dalam menghabisi targetnya). Naru tak pedulikan itu. Yang terpenting sekarang, ia harus
membawa ketiga muridnya ke tempat yang aman sambil memulihkan tenaga mereka.

Malam mulai menjelang. Tim 7 beristirahat sambil menunggu makan malam di kediaman Tazuna. Naru memanfaatkan
waktu itu untuk membalut sendiri lukanya. Karena ia melakukannya dengan 1 tangan ia kesulitan memotong kain perban.

Tiba-tiba Kiba datang dan memotongkan perban itu untuk Naru dengan kunai-nya.

"Terima kasih."

Kiba mengangguk.

Setelah itu hening tercipta. Hanya ada suara Naru yang sedang merapikan balutan lukanya.

"Aku minta maaf, err. sensei," kata Kiba.

Naru sadar kalau kalimat Kiba terdengar aneh. Saat Naru memandang Kiba, tak disangka ternyata Sasuke dan Sakura juga
ada di belakang Kiba.

"Ehehe." Naru tak bisa menahan tawanya. "Sudahlah jangan dibahas lagi, Kiba. Aku tidak apa-apa. Masa penyembuhanku
cepat kok. Oh ya, kalau memang dirasa aneh, kau tak usah memanggilku sensei. Sebenarnya aku tak berharap kalian
memanggilku itu, aku lebih suka jadi teman kalian seperti dulu. Yang membedakan kita sekarang hanya karena kalian
adalah tanggung jawabku. Tapi terserah kalian mau menganggapku apa. Aku memang hanya seorang chuunin, tapi aku
akan berusaha semampuku untuk mendampingi kalian."

Sasuke, Kiba, dan Sakura terdiam mendengar ucapan Naru. Meskipun Naru bicara sambil diselingi tawa, tapi mereka tahu
kalau Naru serius.

Menyadari kedua temannya tak mau merespon, Kiba bicara duluan.

"Aku akan memanggilmu Naru, seperti saat kita di akademi," kata Kiba.

"Aku juga. Baiklah Naru, mohon bimbingannya," seru Sakura ramah.

"Naru." Kali ini giliran Sasuke.

"Panggilan itu lebih baik. Istirahatlah, besok aku akan mengajari kalian teknik baru."

Senyum tak lepas dari wajah Naru setelah itu. Bahkan dalam tidurnya bibir mungil itu masih saja menyunggingkan
senyuman. Aku bisa bayangkan bagaimana senangnya Naru saat itu. Akhirnya ketiga muridnya mau menerimanya.
Meskipun mereka tidak memanggilnya 'sensei', tapi kurasa panggilan 'Naru' lebih cocok untuknya.

"Bagaimana caranya? Bagaimana?" "Guk guk!"

Kiba dan Akamaru rupanya sudah tak sabar ingin diajari cara berdiri di atas air saat sesi latihan Tim 7 di pagi hari. Udara
pagi Nami no Kuni yang dingin tak menyurutkan semangat mereka untuk berlatih.
"Sebelum berdiri di atas air kalian harus bisa mengontrol chakra di kaki dengan stabil. Cobalah dengan latihan yang mudah
dulu." Naru melompat dari air dan kembali berpijak di tanah. Lalu ia menunjuk 3 pohon yang cukup tinggi di antara pohon
yang lain. "Panjat pohon itu sampai ke puncaknya tanpa menggunakan tangan."

Naru kemudian mulai memberikan contoh. Dialirkannya chakra ke telapak kakinya secara merata, perlahan ia berjalan
vertikal di pohon. "Ingat, panjat tanpa menggunakan tangan."

Ketiga murid Naru mengangguk dan mulai mencoba sendiri.

Sakura menjadi orang pertama yang berhasil mencapai puncak pohon tanpa menggunakan tangan. Kontrol chakra-nya
memang hebat. Kiba berhenti di pohon karena ia kelelahan. Sedangkan Sasuke masih terus mencoba sampai malam.

Naru yang heran karena tidak melihat Sasuke di rumah hingga malam akhirnya memutuskan untuk mengecek sekaligus
mengajak Sasuke pulang.

Dilihatnya Sasuke masih saja berusaha mencapai puncak pohon.

"Sudah malam Sasuke, ayo kita makan malam," seru Naru agak keras agar terdengar oleh Sasuke.

Sasuke terus saja berusaha memanjat pohon setinggi yang ia bisa. "Aku harus bisa menguasainya hari ini. Aku ingin lebih
kuat agar bisa mengalahkan kakakku."

Naru sudah dengar cerita mengenai Uchiha Itachi, tapi ia tak mau membahasnya karena ia pikir sekarang bukan saat yang
tepat. Naru lalu duduk di sebuah batang kayu yang tergeletak di tanah.

"Jika ada yang bisa kubantu, tinggal bilang saja," kata Naru.

"Hn. Tapi pertama-tama aku harus kuasai ini dulu. Kau pulang duluan saja."

Naru menggeleng. "Aku akan menunggumu."

Sasuke mengerutkan keningnya heran.

"Yang lain pasti sudah selesai makan malam. Percuma jika aku pulang sekarang, aku akan makan sendirian. Tapi jika aku
menunggumu, paling tidak aku ada teman makan. Aku yakin sebentar lagi kau akan bisa sampai di puncak pohon."

Aku tak tahu bagaimana reaksi wajah Sasuke menanggapi pernyataan Naru karena keadaan yang gelap. Yang jelas ia
kembali berlatih tanpa henti, sementara Naru mengamati dari bawah sambil tersenyum melihat betapa keras kepalanya
muridnya itu.

Keesokan harinya misi dilanjutkan. Kali ini misi berjalan lancar karena ketiga murid Naru sudah mau diajak bekerja sama.
Mereka menyerang sesuai arahan Naru dan tidak banyak protes. Mereka sadar jika ini misi yang berbahaya. Jika lengah
sedikit saja nyawa mereka bisa melayang.

Akhirnya misi mereka sukses. Aku terharu melihatnya. Aku masih ingat pertama kali kami bertemu. Naru menangis
tersedu-sedu karena kesal kenapa aku tidak datang sejak dulu. Saat itu Naru begitu polos dan kenakak-kanakan. Sangat
manja apalagi jika kami hanya berdua. Tapi lihatlah sekarang. Gadis kecil itu telah menjelma jadi seorang pemimpin yang
hebat, paling tidak pemimpin untuk tim genin pertamanya.

Berjuanglah Naru, jalanmu masih panjang.

Dua bulan kemudian, Chuunin Exam Konoha.

Semua jounin sudah disebar di penjuru desa untuk mengamankan event besar ini. Hokage Ke-3 memutuskan untuk
menangkap Orochimaru saat mereka bertemu di panggung karena saat itulah satu-satunya kesempatan Orochimaru berada
di dekatnya. Jiraiya tak lupa bersiaga di sekitar panggung yang nantinya ditempati Hokage.

Aku tetap meminta Hokage Ke-3 untuk merahasiakan ini dari Naru. Aku tak mau Naru terlibat dan tahu siapa aku
sebenarnya. Hokage Ke-3 setuju dan menugaskanku untuk melindungi Sasuke agar Orochimaru tak berhasil menggigitnya.

Tak kusangka aku bertemu Naru saat di kedai Ichiraku. Ini minggu yang sibuk, bertemu dengannya saat jam makan siang
adalah suatu hal yang jarang terjadi.

"Aku yang traktir," seruku.


"Arigato, Nii-san! Sudah lama kau tak mentraktirku."

"Yup. Bagaimana murid-muridmu?"

"Sejauh ini lancar. Mereka menjawab soal di tes tertulis dengan baik. Sekarang mereka sedang diberi arahan oleh Anko-
senpai sebelum memasuki Hutan Kematian."

"Kalau begitu tinggal menunggu waktu sampai mereka jadi chuunin dan kau jadi jounin."

Perjanjian awal Naru denganku dan dengan Hokage Ke-3 adalah saat ada salah satu atau semua anggota Tim 7 yang naik
tingkat menjadi chuunin, maka Naru berhak naik tingkat jadi jounin karena Naru dinilai sudah mampu menjadi seorang
pemimpin.

"Hehe. Ini berkat kau juga. Terima kasih untuk semuanya, Nii-san."

"Hn."

Setelah itu kami mengobrol kesana kemari menikmati waktu makan siang kami sebelum akhirnya aku pamit untuk
mengamankan exam. Aku tak bilang secara spesifik kepada Naru kalau aku akan ke Hutan Kematian melindungi Sasuke.

Di Hutan kematian aku tak melepas perhatianku dari gerak-gerik Sasuke. Sayangnya, aku tak bisa mendeteksi keberadaan
Orochimaru karena ia selalu menggunakan tubuh orang lain. Peristiwa digigitnya Sasuke adalah peristiwa yang akan
memicu masalah-masalah lain di masa depan. Yang paling fatal adalah perginya Sasuke dari desa. Jika itu terjadi, Naru
sebagai gurunya pasti akan merasa bersalah. Jadi aku harus memastikan Sasuke tidak digigit Orochimaru.

Berhari-hari Tim 7 mengikuti survival di Hutan Kematian. Hingga akhirnya mereka berhasil mengumpulkan gulungan Bumi
dan Langit. Anehnya, Orochimaru tak juga muncul. Padahal kulihat anak buahnya seperti Karin dan Kabuto sudah
berkeliaran.

Apa Orochimaru mengubah rencananya?

Aku punya firasat buruk.

Tiba-tiba seorang ANBU datang dengan tergesa-gesa.

"Naruto-san, Orochimaru sudah muncul dan dia telah menggigit Naru."

Aku kaget bukan main. Kenapa sekarang Naru yang jadi incaran?

"Brengsek!" teriakku, tak bisa menyembunyikan rasa kesal dan takut yang bercampur menjadi satu. Bukan takut kepada
Orochimaru, tapi takut jika terjadi apa-apa pada adikku.

Tanpa buang waktu lagi aku melakukan Hiraishin ke tempat Naru berada sekarang. Aku sudah menyimpan segel di
tubuhnya sehingga aku bisa melakukan Hiraishin ke mana pun dia berada.

Jurus warisan ayahku itu akhirnya membawaku ke salah satu ruang di rumah sakit. Naru terbaring di tempat tidur sambil
mengerang kesakitan. Di lehernya ada bekas gigitan dengan segel yang mulai menyebar ke wajah dan pundaknya.

"Naru!"

Naru mendengar panggilanku dan mengangkat tangan kanannya, berusaha meraihku. "Argghhhhhh, Nii-san tolong aku
ughhh!"

Kugenggam tangan kanan Naru berusaha menenangkan. Tapi nyatanya rasa sakit yang dirasakan Naru tak juga mereda.
Aku bingung harus melakukan apa.

"Nek! Lakukan sesuatu!" seruku kepada Tsunade panik.

"Sudah! Tapi segel itu seperti virus yang terus saja masuk ke setiap sel Naru!"

"Nii-san" gumam Naru pilu.

Aku ikut menangis. Aku tidak tega melihat satu-satunya keluarga yang kumiliki menderita. Saat itulah kurasakan
sekilas chakra Orochimaru. Itu berarti ia sudah dalam wujud aslinya.
Kuaktifkan mode Kyuubi dan kucatat koordinat keberadaan Orochimaru dalam otakku.

"Tetaplah bersama Naru," kataku kepada Tsunade.

"Kau mau kemana, Naruto?"

"Membunuh Orochimaru!"

Di waktu delay sebelum aku sampai di tempat Orochimaru, aku sudah menyiapkan Bijuu Rasengan di tanganku. Ukurannya
semakin membesar seiring emosiku yang semakin memuncak.

"Oi Naruto, tahan amarahmu!" bentak Kurama "Jika rasio chakra kita tidak 2 banding 8, bijuu rasengan itu akan meledak
dan menghancurkan tubuhmu berikut Konoha."

"Aku tetap menjaga rasionya. Aku hanya menambah kekuatannya."

"Separuh dari ini saja sudah bisa membunuh pria ular itu!"

"Cerewet!"

Kurama tak protes lagi setelah itu. Sepertinya ia sudah malas untuk berdebat denganku.

Hiraishin berakhir dan aku muncul tepat di hadapan Orochimaru. Bijuu Rasengan langsung kuarahkan ke perut Orochimaru.

"Ini hadiah karena telah menyakiti adikku!"

"Siapa ka-"

BOOMMM!

Orochimaru tak kuberikan kesempatan untuk menyelesaikan kalimatnya. Pancaran energi bertekanan tinggi yang berwarna
ungu pekat itu telah mengenai perutnya dengan telak. Sayangnya Manda masih sempat melindungi Orochimaru
dengan chakra-nya sehingga ia belum tewas.

Kembali kubuat Bijuu Rasengan di tangan kananku. Ukurannya kali ini hanya sekepal tanganku. Itu cukup untuk mengakhiri
hidup Orochimaru yang sedang sekarat.

Baru saja akan kuserang Orochimaru, Hokage Ke-3 menahan tanganku. "Cukup Naruto! Jangan biarkan dia menjadikanmu
seorang pembunuh berdarah dingin!"

"Kita butuh dia hidup-hidup Naruto," tambah Jiraiya.

"Tapi adikku"

Kyuubi lalu bicara lagi dalam pikiranku. "Aku akan coba menyuruh 'Kurama' di tubuh Naru untuk menolak dan melenyapkan
virus ular yang diberikan Orochimaru."

"Apa itu akan berhasil?" tanyaku.

"Aku tak tahu. Tapi setidaknya kita punya harapan."

"Baiklah," ujarku. Hokage Ke-3 dan Jiraiya tak mendengar percakapanku dengan Kurama. Jadi mereka tidak tahu kalau aku
bersedia membiarkan Orochimaru hidup adalah karena kata-kata Kurama.

Jiraiya menatap teman satu timnya yang sedang digotong para ANBU dengan tatapan yang tak kumengerti. Mungkin
perasaannya sekarang sama dengan perasaanku saat tahu Sasuke akan menyerang Konoha 1.

"Kau benar Ero-Sennin," kataku mencoba mengalihkan ke topik baru. "Alur kehidupan Naru yang telah kuubah telah
memunculkan masalah baru. Di duniaku, Orochimaru tak menggigitku, tapi dia menggigit Sasuke."

"Dia memilih anak-anak yang terkuat. Narulah remaja yang terkuat saat ini di Konoha, bahkan mungkin di Negara Api."

Aku setuju dengan pendapat Jiraiya itu. Kunonaktifkan mode Kyuubi karena pertarungan sudah berakhir, namun Jiraiya
mencegahku. Aku sama sekali tak mengerti.
"Kau tahu Naruto. Aku dan Tsunade ke sini bukan karena Orochimaru. Orochimaru bukan masalah terbesar yang akan kita
hadapi. Yang selama ini berkeliaran di perbatasan Konoha juga bukan Orochimaru atau anak buahnya. Tapi lihatlah."

Jiraiya menatap lurus ke reruntuhan bangunan di hadapan kami.

Aku mengikuti arah pandangan Jiraiya. Dari balik kepulan asap, terlihat sosok belasan orang berjubah hitam.

Aku langsung mengenali mereka bahkan dari siluetnya saja. Mereka Akatsuki! Dan semuanya datang dalam waktu
bersamaan!

Aku memandang para shinobi Konoha di sekitarku. Para chuunin dan jounin sedang menyelamatkan para penduduk yang
terluka. Mereka terlihat kelelahan. Yang bisa kuandalkan hanya beberapa elite jounin yaitu Kakashi, Guy, Asuma, Kurenai,
dan Anko. Mereka semua sudah sadar akan bahaya yang datang sehingga mulai mendekat, bergabung denganku
dan Hokage Ke-3.

Sial! Coba tadi aku bisa mendeteksi chakra para anggota Akatsuki dari awal. Pasti aku akan punya persiapan. Sepertinya
mereka semua bersembuyi dalam dimensimilik Tobi.

"Apa menurutmu mereka datang dengan alasan yang sama dengan Orochimaru?" tanyaku kepada Jiraiya.

"Kurasa iya. Mereka mengincar jinchuuriki ekor 9, Uzumaki Naruko."

To Be Continue

rifuki

5. Naru Part 3 - Unexpected Invasion


< Prev Next >

6. Naru Part 4 - Fight!


< Prev Next >

Naru Part 4

"Fight!"

Konoha 2, 4 tahun setelah perpindahan dimensi

Aku berharap ini hanya mimpi dan ingin segera terbangun dari tidurku. Tapi terpaan panas sinar matahari dan embusan
angin bercampur butiran-butiran debu yang mengenai wajahku kembali menyadarkanku kalau ini bukan mimpi.
Sekumpulan sosok berjubah hitam itu masih berdiri di sana dengan gagah. Sosok mereka semakin terlihat jelas saat
kepulan asap yang menyelimuti mereka perlahan tertiup angin. Motif awan merah yang berkibar di masing-masing jubah itu
semakin mempertegas kalau mereka adalah kelompok kriminal yang paling ditakuti di dunia shinobi. Mereka adalah
kelompok Akatsuki yang datang dengan kombinasi lengkap. Lima belas anggotanya telah datang, secara bersamaan.

Di paling depan ada sang ketua, Tobi atau boleh kupanggil Uchiha Obito. Di samping kirinya berturut-turut ada Deidara,
Sasori, Kisame, Itachi, Hidan, Kakuzu, dan Zetsu. Lalu di samping kanannya ada Pain Tendo, Pain Shurado, Pain Ningendo,
Pain Chikushodo, Pain Gakido, Pain Jigokudo, dan Konan.

Ini seperti mimpi buruk yang jadi kenyataan hingga membuat tanganku bergetar dengan sendirinya karena ketakutan.
Bukan karena takut mati, tapi aku khawatir pada keselamatan orang-orang di sekitarku. Aku merasa mereka adalah
tanggung jawabku. Akulah yang menyebabkan Akatsuki datang. Ini pasti ada hubungannya dengan alur kehidupan Naru
yang telah kuubah. Di Konoha 1, Akatsuki tidak pernah menyerang secara bersama-sama. Mereka biasanya hanya
menyerang berdua.

Biarpun aku pernah mengalahkan beberapa anggota Akatsuki, tapi sekarang keadaannya berbeda. Sekarang mereka
menyerang dalam waktu yang bersamaan. Selain itu yang ada di pihakku sekarang tak sebanyak dulu. Sekarang hanya ada
Jiraiya, Hokage Ke-3, Kakashi, Guy, Asuma, Kurenai, dan Anko. Kami benar-benar kalah jumlah. Selain itu kekuatan kami
sudah terkuras untuk melawan Orochimaru dan anak buahnya.

Kutatap wajah lelah para shinobi Konoha 2. Aku tak ingin terjadi sesuatu yang buruk pada mereka, serta pada para
penduduk lainnya, terutama pada adikku, Naru, yang saat ini masih berjuang melawan virus ular dalam tubuhnya.

"Aku heran kenapa mereka datang sekarang," gumamku, lebih terdengar seperti berbicara sendiri.
Tak kusangka Jiraiya menanggapiku. "Sepertinya karena Naru sudah semakin kuat. Mereka takut jika terlalu lama
menunggu, mereka tak akan bisa menangkap Naru. Mereka juga tahu ada kau di sini. Kau tak bisa mereka anggap enteng
sehingga mereka mengerahkan semua anggota untuk menyerang secara bersamaan." Jiraiya diam sejenak, memberikanku
kesempatan untuk mencerna apa yang dikatakannya. Ya, asumsi yang dikatakannya memang masuk
akal. Akatsuki bukanlah kelompok kacangan yang bertindak tanpa perhitungan. Mereka pasti punya alasan di balik
kedatangan mereka yang tak terduga ini.

"Atau mungkin saja mereka justru tertarik pada Kyuubi milikmu, atau malah pada Ichibi milik bocah Suna itu," kata Jiraiya,
menambahkan.

Aku terkejut. Aku telah melupakan Gaara! Dia ikut Chuunin Exam dan sekarang sedang di Hutan Kematian. Dia akan jadi
sasaran empuk Akatsuki setelah Naru.

"Sial!" rutukku, entah kutujukan kepada siapa kekesalanku itu.

Kedua tanganku mengepal kuat. Tatapanku kemudian beralih ke anggota Akatsuki. Meskipun aku melawan mereka
sekaligus dengan membuat 15 bunshin, rasanya aku sulit untuk menang. Aku perlu strategi yang lebih baik. Apa yang
harus kulakukan sekarang? Pikirkan baik-baik, Naruto! Pikir! Analisa keadaan dan buat strategi yang tepat. Hilangkan rasa
takutmu. Buktikan kalau kau adalah pahlawan Perang Dunia Ninja Ke-4! Tunjukkan kalau kau adalah seseorang yang
pernah dinominasikan sebagai Hokage-6 di Konoha 1!

Yosh! Pertama-tama, aku harus himpun kekuatan yang ada dulu.

"Ero-Sennin!"

"Ya?"

"Kita kalah jumlah. Kita perlu tambahan kekuatan, sekecil apapun itu. Aku akan bawa Tsunade Baachan ke sini," usulku.

Jiraiya dan aku sama-sama tahu jika shinobi medis tak selayaknya diajak ke garis depan. Tapi melihat keadaan yang
sekarang, kami tak punya pilihan lain. Kami butuh kekuatan pukulan yang dimiliki Tsunade.

"Pergilah. Aku akan mencoba mengulur waktu," kata Jiraiya.

Aku mengangguk lalu melakukan Hiraishin ke ruangan tempat perawatan Naru. Kulihat Tsunade masih ada di sana. Ia
sedang melihat kekacauan Konoha dari jendela besar di ruangan tersebut. Raut wajah tegang bercampur kesal terlihat jelas
di wajahnya.

"Bawa aku ke medan perang," pinta Tsunade saat ia menyadari kehadiranku. Nampaknya pemandangan di luar sana sudah
cukup memberikan Sannin berdada besar itu gambaran betapa kacaunya Konoha saat ini. Sekarang bukan saatnya ia
berdiam diri, Konoha sedang membutuhkannya.

"Beri aku waktu 3 menit." Tsunade mengangguk mengerti. Begitu juga dengan Shizune yang sejak awal terus duduk di
samping kanan Naru untuk memantau keadaannya. Ia berdiri dan mempersilahkanku duduk di kursi agar aku bisa lebih
dekat dengan Naru.

Melihat raut wajah kelelahan Naru yang sedang terlelap membuatku semakin merasa bersalah. Seandainya aku tak terlalu
fokus kepada Sasuke, ini tidak akan terjadi. Kuseka keringat dingin di pelipis Naru. Ia sudah berjuang menahan rasa sakit
di lehernya cukup lama. Kukesampingkan dulu perasaan sedihku kali ini. Aku harus bergerak cepat. Kugenggam tangan
Naru, lalu kumasuki alam bawah sadarnya.

"Naruto?" panggil Kurama.

Saat kubuka mataku, aku dihadapkan pada sel besar yang pintunya tersegel. Segel tersebut buatan Hokage Ke-4 dan
memaksa sosok di dalam sel itu tak bisa kabur kemana-mana. Kuperhatikan sekelilingku. Keadaannya agak gelap,
udaranya dingin, dan dindingnya lembab dengan dasar lantai yang digenangi air. Satu-satunya suara yang kudengar di
sana adalah tetesan-tetesan air yang menggema di sepanjang lorong. Pemandangan yang tak asing bagiku karena aku
sudah sering melihatnya di dalam alam bawah sadarku sendiri.

"Rasanya familiar?" tanya Kurama, seperti membaca pikiranku. Saat itu Kurama sedang duduk di sampingku.

"Alam bawah sadar ini tidak berbeda dengan milikku," gumamku.

"Itu bagimu. Bagiku, ada perbedaan yang sangat mencolok di sini." Jeda sejenak, Kurama lalu berjalan mendekati sel dan
memegang jeruji besinya. "Jika dulu aku yang dikurung, maka sekarang aku melihat rubah lain yang dikurung."
BRAK!

Tiba-tiba ada 'Kurama lain' yang menggebrak jeruji besi tersebut. "Apa yang kalian inginkan, hah?!"

Aku berusaha tenang, tapi tetap saja aku refleks mundur selangkah saat melihat betapa buasnya Kurama milik Naru. Jika
kuperhatikan, Kurama yang ada di tubuh Naru itu adalah versi 'yang' (sama seperti milikku saat seumuran dengannya).
Terlihat dari bulunya yang terang dan chakra yang dikeluarkannya. Itu berarti versi'yin'-nya masih bersama Hokage Ke-4,
ayah Naru. Keadaannya berbeda denganku sekarang, Kurama milikku sudah sempurna, yin dan yang sudah bergabung.
Saat perang dunia ninja ke-4, ayahku di Konoha 1 memberikan chakra yin di tubuhnya padaku.

Aku berusaha menenangkan diriku. Kutarik napas dalam-dalam lalu berjalan mendekati Kurama milik Naru.

"GROAAAAARRRHHHHH!" Ia meraung tepat di hadapanku. Sekarang aku tidak terlalu kaget lagi karena sudah mulai
terbiasa. Lagipula jika dipikir lagi, Kurama milikku sering melakukan gertakan-gertakan seperti itu di masa lalu.

Mendengar raungan itu, Kurama milikku sama cueknya denganku. Ia hanya diam beberapa meter dari jeruji besi tak
mempedulikan amukan kembarannya.

"Hei kau, Kurama yang di sana," tunjukku pada Kurama Naru. "Tolong hancurkan virus ular dalam tubuh Naru,"
perintahku to the point.

"Cih! Siapa kau? Kenapa aku harus menurutimu?!" ledek Kurama Naru.

"Bodoh," cibir Kurama milikku. "Jika virus itu semakin menyebar, tubuh Naru akan dikuasai ular dan tak akan ada tempat
untukmu."

Kurama Naru terdiam. Terkurung sendiri saja sudah membuatnya tersiksa. Apalagi jika harus berbagi tempat dengan
makhluk lain. Ia tak ingin tempat tinggalnya dikuasai ular.

"Kalau begitu lepaskan segelnya! Bagaimana bisa aku menghancurkan virus di seluruh tubuh Naru jika aku terkurung?"
tanyanya.

Aku akan menjawab tapi Kurama-ku memberikan isyarat padaku untuk diam, membiarkannya bicara dengan Kurama lain
yang identik dengannya. "Omong kosong! Apa kau pikir aku bodoh? Kita sama-sama Kurama, jadi jangan membodohiku.
Aku tahu kau bisa menghancurkan virus ular dari dalam sana tanpa perlu keluar dari sel. Kau hanya tinggal
mengalirkan chakra-mu ke seluruh tubuh Naru, lalu menghancurkan setiap virus ular yang menginfeksi sel Naru."

BRAKKKK!

"Brengsek!" bentak Kurama Naru sambil kembali menggebrak jeruji besi. Ia kesal karena upayanya untuk membohongiku
digagalkan oleh Kurama-ku. "Akan kuturuti kemauan kalian sekarang. Tapi suatu saat aku akan keluar dan menghajar
kalian! Terutama kau, rubah sialan!" Tangan Kurama Naru keluar untuk mencakar Kurama-ku tapi tidak berhasil.

"Kau memang bodoh! Lihat dirimu sendiri! Kau juga rubah! Lebih tepatnya rubah yang terkurung!"

"GROAAARRRRHHHHHHH!"

"Cukup Kurama, ayo pergi," ajakku. Kupikir perdebatan ini tak akan ada habisnya, malah jika dibiarkan akan makin
memanas.

Aku tersadar dari alam bawah sadarku. Saat kubuka mataku, aku kembali melihat Shizune dan Tsunade di ruang perawatan
Naru. Shizune tampak khawatir karena kini badan Naru diselimuti chakra orange Kyuubi.

Kurapikan poni pirang Naru yang saat itu masih belum siuman. "Jangan khawatir. Chakra Kyuubi akan mencoba untuk
menghancurkan virus ular yang tersebar di tubuh Naru. Semoga saja berhasil dan Naru bisa sembuh."

Shizune agak tenang setelah mendengar penjelasanku. Ia kembali duduk di samping Naru, sementara aku memegang
tangan Tsunade, bersiap untuk melakukanHiraishin. "Aku titip Naru, Shizune."

"Kami pergi," pamit Tsunade.

"Hn. Kalian berdua hati-hati!"


Setibanya aku di pusat desa, aku tak membuang waktu dan langsung mengaktifkan mode Kyuubi. Kemudian kuminta 9
orang di pihak Konoha 2 untuk mendekatiku. Mereka adalah Jiraiya, Tsunade, Hokage Ke-3, Kakashi, Guy, Asuma, Kurenai,
Anko, dan Yamato (yang baru saja datang). Setelah mereka berkumpul, kusentuh badan mereka satu per satu
hingga chakra Kyuubi ikut menyelimuti badan mereka.

"Aku membagi chakra-ku kepada kalian semua. Chakra ini bukan hanya menambah kekuatan kalian, tapi juga bisa
melindungi kalian dari serangan lawan. Aku sudah mengatur strategi, tapi aku butuh 1 orang pengendali air selain Kakashi."

Kami saling bertukar pandangan. Nyatanya tidak ada pengendari air di pihak kami selain Kakashi. Mungkin ada saja yang
bisa mengendalikan air. Tapi aku butuh pengendali air yang murni dan mahir, bukan sekedar bisa saja.

"Aku bisa mengendalikan air."

Kami menoleh ke arah datangnya suara.

"Danzou?"

Beberapa orang terlihat kaget melihat kehadiran sosok itu. Tidak mengherankan memang. Aksi kontroversial Danzou di
'belakang layar' sudah menanamkan kecurigaan berbagai pihak terhadapnya. Danzou semakin dicap berbahaya saat ia
membentuk ANBU 'root', kelompok yang diklaimnya sebagai pelindung Konoha.

Aku tak akan membahas Danzou terlalu detail di sini. Yang kutahu sekarang, aku dan Danzou memiliki tujuan yang sama,
yaitu melindungi Konoha. Jadi tak ada alasan untuk menolak bantuannya.

"Baiklah, kita butuh banyak tambahan kekuatan di pihak kita. Apalagi akan sangat berguna jika kau bisa mengendalikan
air," jelasku, mencoba memecah ketegangan yang mulai terasa. Yang lain tak ada yang membantah perintahku karena
mereka tahu ini yang terbaik. Kusentuh badan Danzou untuk mengalirkan sebagian chakra-ku.

"Selanjutnya, kita akan-"

BOOM!

Percakapan kami terganggu saat ada kelabang raksasa yang muncul dari bawah tanah tempat kami berpijak.

"Tidak ada waktu untuk berdiskusi!" kata Obito yang saat itu berdiri di atas kelabang raksasa. Rupanya Pain Chikushodo
sudah memulai aksinya dengan memanggil beberapa hewan besar untuk memecah konsentrasi kami. Ini cukup merepotkan
karena membuat kami terpaksa berpencar padahal aku belum menyampaikan rencanaku.

Apa boleh buat. Kuciptakan 9 bunshin dengan mode Kyuubi yang aktif.

"Tolong, lindungi para shinobi Konoha sekuat yang kalian bisa," pintaku pada semua bunshin-ku. Aku tahu ini terdengar
aneh karena memohon pada bunshin sama saja dengan memohon pada diriku sendiri. Entahlah, suasana perang yang
menegangkan ini memaksaku untuk mensugesti diriku sendiri.

Kesembilan bunshin-ku mengangguk mengerti, lalu berpencar ke segala arah untuk melindungi para shinobi Konoha.
Sementara aku sendiri tetap berdiri di tempatku, mendongak, menatap tajam ke arah Tobi yang berdiri di atas kepala
kelabang raksasa.

"Aku yang akan jadi lawanmu, Uchiha Obito."

1stBunshin & Jiraiya VS Pain

"Kuchiyose no Jutsu!" seru Jiraiya. Ia bereaksi cepat mengantisipasi serangan Pain Chikushodo dengan memanggil
Gamabunta, Gamaken, dan Gamahiro. Tiga kodok raksasa itu segera menahan amukan berbagai hewan besar yang
dipanggil Chikushodo. Pertarungan hewan-hewan besar itu membuat kekacauan di medan perang yang semakin membuat
semua shinobi terpisah-pisah, termasuk di pihak Akatsuki.

Kumanfaatkan kesempatan ini untuk menyampaikan rencanaku kepada Jiraiya.

"Ero-Sennin!"

"Ya?!"

"Dengarkan baik-baik rencanaku. Sekarang kau buatlah bunshin dan suruh dia bertapa mengumpulkan energi alam. Kau
harus masuk ke mode sage agar penyeranganmu maksimal."
Jiraiya tidak terlalu kaget saat aku tahu ia bisa masuk ke sage mode serta metode mengumpulkan energi alam
dengan bunshin. Ia bisa membahasnya nanti. Lebih baik sekarang ia segera membuat bunshin lalu menyuruhnya bertapa.
Sementara bunshin-nya bertapa, Jiraiya mendengarkan lanjutan rencanaku.

"Aku sudah membagi setiap shinobi di pihak kita dan siapa Akatsuki yang akan mereka lawan. Aku membaginya sesuai
dengan keahlian kita masing-masing dan berdasarkan kelemahan para anggota Akatsuki. Yang pertama adalah kau, Ero
Sennin. Lawanmu adalah 6 orang Akatsuki berambut orange."

Kening Jiraiya berkerut karena ia disuruh melawan 6 orang sekaligus. Bukannya ia takut, hanya saja ini tidak ia duga sama
sekali. Ia perlu penjelasan lebih lanjut.

"Mereka adalah Pain. Aku tahu ini terdengar tidak adil, tapi hanya kau yang bisa menangani mereka, kau yang terkuat
diantara shinobi Konoha yang ada."

"Apa Jiraiya di Konoha 1 terbunuh oleh mereka?" tanya Jiraiya dengan nada serius.

"Ya," jawabku jujur. Tapi aku buru-buru menambahkan. "Dulu dia belum tahu kelemahan Pain. Namun sebelum mati ia
berhasil menemukan kelemahan Pain dan menyampaikannya padaku hingga akhirnya aku bisa mengalahkan mereka.
Sekarang giliranku yang akan memberi tahu semua kelemahan mereka padamu."

"Aku mengerti, lanjutkan penjelasanmu."

"Mereka sebenarnya hanya jasad yang dikendalikan oleh 1 orang melalui besi chakra. Yang perlu kau perhatikan adalah
penglihatan mereka berenam terhubung satu sama lain. Kekuatan mereka pun macam-macam. Yang potongan rambutnya
mirip sepertiku adalah Tendo. Ia memiliki kemampuan untuk mendorong dan menarik orang atau benda. Tapi punya
minimal delay 5 detik tiap serangan. Yang botak dipanggil Shurado. Dia bisa mengeluarkan senjata mekanik seperti misil
dari dalam tubuhnya. Yang punya tindikan diagonal di hidung bernama Ningendo. Ia punya kemampuan membaca pikiran
seperti Klan Yamanaka. Kemampuannya yang lain adalah membunuh dengan cara mengambil jiwa musuhnya. Yang berponi
panjang bernama Chikushodo. Kemampuannya adalah melakukan jurus Kuchiyose berbagai hewan besar. Yang badannya
besar dan punya rambut ponytail pendek adalah Gakido. Kemampuannya adalah menyerap chakra. Berapa kuatpun jurus
yang kau tujukan padanya, ia pasti akan mampu menyerapnya. Jadi kau hanya bisa melawannya dengan taijutsu. Yang
berambut rancung dan punya 3 tindikan panjang di telinganya adalah Jigokudo. Kemampuannya adalah menginterogasi
orang menggunakan Raja Neraka, sebuah sosok berbentuk kepala besar. Selain digunakan untuk menginterogasi orang,
Jigokudo juga bisa menggunakan Raja Neraka untuk menghidupkan atau memperbaiki tubuh Pain lain yang hancur."

Jiraiya terdiam, berusaha merekam seluruh informasi yang kusampaikan padanya.

"Aku tahu akan sangat merepotkan melawan keenamnya sekaligus, tapi itu satu-satunya cara sebelum kau bisa menemui
pengendali mereka di bukit." Aku tak menyebutkan siapa sosok yang akan ditemui Jiraiya di bukit. Biarlah dia yang
mengetahui sendiri kalau Pain sesungguhnya adalah Nagato, mantan muridnya.

"Begini rencanaku. Pertama, kita harus mengalahkan Jigokudo dulu agar ia tak bisa menghidupkan Pain lain yang mati.
Kedua, kita harus kalahkan Gakido karena ia menyerap ninjutsu-mu, nanti kita akan gunakan taijutsu untuk melawannya
sehingga kau tidak perlu mengeluarkan chakra yang banyak. Ini akan menghemat penggunaan chakra-mu. Ketiga, suruh
Gamabunta, Gamahiro, dan Gamaken untuk menangani berbagai hewan besar sementara kita menghabisi Chikushodo.
Keempat, gunakan ninjutsu jarak jauh untuk menyerang Shurado dan Ningendo. Lalu yang terakhir, Tendo, kita akan
membagi tugas. Aku akan memancingnya menggunakan Shinra Tensei. Selanjutnya kau punya waktu selama 5 detik untuk
mengalahkannya."

Bunshin Jiraiya yang telah mengumpulkan energi alam melenyapkan dirinya dan seketika itu pula chakra mengalir ke tubuh
Jiraiya yang asli sehingga ia masuk ke mode sage. Fukusaku dan Shima pun kini muncul di kedua pundak Jiraiya.

"Aku tahu mode sage tak akan bertahan lama, bahkan dengan Fukusaku dan Shima yang bergabung dengan tubuhmu, kau
masih belum punya cukup waktu. Jadi aku ingin kita mengalahkan Pain kurang dari 10 menit," jelasku.

Jiraiya mengangguk setuju. "Yeah, ayo kita lakukan."

Di detik selanjutnya, aku langsung melakukan Hiraishin untuk menyerang Jigokudo sementara Jiraiya melesat ke arah
Gakido. Aku berhasil muncul di belakang Jigokudo. Kuarahkan pukulan ke arah tengkuknya tapi ia berhasil mengelak.
Rupanya ada salah satu dari 6 Pain entah yang mana - yang melihat gerakanku. Mencari titik buta 6 Pain yang
pandangannya terhubung satu sama lain memang tak mudah.

Kulihat Jiraiya juga kesulitan menyerang Gakido karena kemanapun ia mengarahkan serangan, Gakido selalu berhasil
mengelak. Kuedarkan pandangan ke segala arah, mencari lokasi keenam Pain. Ternyata mereka berada di berbagai titik di
sekeliling kami. Pantas saja, itu akan membuat mereka hampir tak punya titik buta. Aku harus melakukan sesuatu.

"Gamanbunta!"

"Apa?"
"Semburkan asap cerutumu ke arah kami." Gamabunta menurut meski sebenarnya ia tak tahu apa tujuanku menyuruhnya
begitu. Kenyataannya adalah, asap akan menutupi pandangan keenam Pain sehingga aku dan Jiraiya bisa menyerang
Jigokudo dan Gakido dengan baik. Aku dan Jiraiya bisa lebih cepat menemukan lokasi mereka berdua dalam asap dengan
bantuan chakra Kyuubi yang menyelimuti tubuh kami.

Jiraiya mengerti strategiku dan melancarkan kembali serangannya kepada Gakido begitu asap menyelimuti kami. Aku juga
tak mau kalah, kembali kulakukan Hiraishinke arah Jigokudo. Kini aku muncul tepat di depanya dan langsung kupukul
perutnya. Lagi-lagi chakra Kyuubi membantuku dalam melipatgandakan kekuatan pukulan. Hanya membutuhkan satu
pukulan saja untuk mengalahkan Jigokudo. Aku tersenyum senang saat melihat Jiraiya juga berhasil melumpuhkan
musuhnya.

Dua Pain mati. Sekarang tidak akan ada yang menghidupkan jasad Pain lain jika ada yang mati, juga tak akan ada yang
menyerap chakra. Kami akan leluasa memakaininjutsu.

"Gamabunta, atasi monster-monster itu!" teriak Jiraiya. Kelihatannya Jiraiya akan melangkah ke tahap ke-3. Aku mengerti
dan menyiapkan rasengan di tangan kananku. Yang kami tuju sekarang adalah Chikushodo. Ia menyadari dirinya terancam
sehingga memanggil monster lain berbentuk badak dan kadal besar.

"Gamaken, Gamahiro!" teriak Jiraiya. Kedua kodok itu menghalau kedua monster yang dipanggil Chikushodo sehingga kami
bisa menyerang Chikushodo dengan leluasa.

Tanpa kuduga Jiraiya juga menyiapkan rasengan di tangan kirinya. Kami akhirnya menghantam perut Chikushodo dengan
2 Rasengan kami dari arah yang berlawanan, aku dari arah belakang, dan Jiraiya dari arah depan.

"Rasengan!" "Rasengan!"

Tubuh Pain Chikushodo tak berdaya menahan kuatnya 2 rasengan di kedua sisi tubuhnya. Ia tersungkur ke tanah dengan
luka di bagian perut dan punggung. Ia sudah tak mampu berdiri lagi karena luka serius itu.

"Tiga lagi," gumam Jiraiya.

"Berapa lama lagi sage mode-mu bertahan?"

"Sekitar 6 menit."

"Itu waktu yang cukup," ujarku sebelum menerjang lawan kami selanjutnya, Shurado dan Ningendo.

2ndBunshin & Sandaime VS Kakuzu

"Double Rasen Shuriken!"

BLESH!

"Guh!"

Kutarik kedua tanganku dari dada Kakuzu. Dua Rasen Shuriken milikku yang berukuran kecil berhasil menghancurkan 2
jantung yang dimiliki Kakuzu. Hokage Ke-3 menghela napas lega karena orang yang menjadi lawannya sudah kalah. Namun
ia hanya bisa mematung di tempatnya saat melihat Kakuzu masih hidup padahal dadanya sudah hancur.

"Jangan senang dulu, Jii-san," ujarku sambil berjalan mendekati Hokage Ke-3. "Dia tidak akan mati secepat itu. Namanya
Kakuzu, dia punya 5 jantung dalam tubuhnya."

"Lima?!" tanya Hokage Ke-3 tak percaya.

"Ya. Dia punya 5 jantung yang berfungsi normal. Dia bisa mengganti jantungnya dengan yang baru setiap salah satu
jantungnya mati. Itulah caranya untuk terus bertahan hidup. Aku tak tahu sudah setua apa dia, tapi yang jelas dia
kenal Hokage Ke-1. Jadi kau bisa bayangkan setua apa dia dan sebanyak apa pengalamannya dalam bertarung. Aku
sengaja menjadikannya lawanmu karena aku tahu kau juga memiliki banyak pengalaman bertarung. Untuk
mengalahkannya sederhana saja, kita harus menghancurkan kelima jantungnya. Dua jantung sudah hancur. Sekarang kita
incar 3 lagi. Jangan sampai kau tertangkap atau dia akan mengambil jantungmu."

"Tenang saja, aku aman. Ada satu lagi alasan yang membuatku cocok jadi lawan Kakuzu."

Aku menatap wajah pria 70 tahun itu penasaran.


"Dia tak akan mengambil jantungku karena aku sudah tua, untuk apa mengambil jantung orang yang sudah bau tanah?
Tentunya dia hanya tertarik pada jantung anak muda sepertimu," candanya sambil tersenyum.

Aku pun ikut tersenyum, sempat-sempatnya Hokage Ke-3 bercanda di saat seperti ini.

"Kalau begitu kita sama-sama aman. Aku hanya bunshin, tubuhku akan menghilang saat ia berusaha mengambil
jantungku."

"Baguslah." Hokage Ke-3 kemudian memanggil partner-nya, Enma. "Aku dan Enma akan mengalihkan perhatiannya. Kau
incar jantungnya yang tersisa."

Aku mengangguk mengerti.

"Ayo Enma!"

"Yosh!"

3rd - 4thBunshin, Tsunade & Yamato VS Sasori & Zetsu

BUKH!

Zetsu tersungkur saat menerima pukulan dari Tsunade. Tak memberi kesempatan Zetsu untuk bangun, Tsunade kembali
menghantam tubuhnya dengan pukulan hebat hingga terbentuk kawah besar di medan perang.

Zetsu meringis kesakitan tapi tak lama kemudian ia tersenyum, akar-akar di sekitar kawah meruncing dan mengincar
Tsunade.

"Baachan!" teriakku. Tsunade menoleh dan kaget melihat akar-akar akan menusuknya. Aku menarik badan Tsunade
menjauh sekaligus menteleportasinya ke tempat lain.

Sementara aku dan Tsunade melakukan Hiraishin, Yamato dan bunshin-ku yang lain menahan akar-akar runcing yang
dikontrol oleh Zetsu.

"Zetsu bukan lawan yang sesuai untukmu," ujarku pada Tsunade saat sampai di sisi lain Konoha. "Lawanmu adalah Sasori,
seorang puppet master."

Tsunade memperhatikan sosok yang bungkuk dan memakai masker di hadapan kami.

"Sosok yang di hadapan kita sekarang adalah boneka yang berfungsi sebagai senjata sekaligus alat pertahanan,
panggilannya adalah Hiruko. Sasori yang asli berada di dalamnya. Bahkan dia mengubah tubuhnya sendiri jadi boneka.
Hanya sebagian kecil saja dari Sasori yang merupakan sel hidup yang dia sebut core (namami no kaku). Aku pikir hanya
kau yang cukup kuat untuk menghancurkan tubuh Hiruko. Aku tahu kita berdua bukan puppet master, tapi berbekal
informasi dan strategi yang kudapatkan, aku rasa kita punya kesempatan untuk menang."

"Kau bisa mengandalkanku," kata Tsunade penuh percaya diri.

"Pegang pundakku, bersiaplah untuk menunjukkan pukulan terbaikmu."

Begitu Tsunade memegang pundak kiriku, langsung kulakukan teleportasi ke atas tubuh Hiruko. Aku dan Tsunade
berpindah secepat kilat ke atas tubuh Hiruko. Saking cepatnya bahkan Tsunade tak sempat menanggapi ucapanku.

"Pukul sekarang!"

BRAKKK!

Tsunade mengeluarkan kemampuan terbaiknya dengan menghantam tubuh Hiruko tanpa ampun. Sasori tak sempat
menghindar. Armor yang diklaim sangat kuat itu kini hancur berantakan. Aku tak salah memilih Tsunade sebagai lawannya.

Dari balik potongan-potongan tubuh Hiruko yang hancur berserakan, perlahan Sasori menunjukkan dirinya. "Kekuatanmu
memang tak bisa diremehkan, Tsunade Hime. Kau menghancurkan Hiruko dalam sekali pukul. Tak heran kau dijuluki
Sannin Konoha. Aku hanya penasaran siapa orang yang bersamamu? Kenapa dia tahu banyak tentangku?"

"Kau tak perlu tahu siapa aku," potongku, sebelum Tsunade sempat menjawab.
"Kalau begitu aku akan memaksamu bicara." Sasori berjalan selangkah ke depan, menunjukkan 10 pedang tajam dari
belakang pinggangnya.

5th-7thBunshin, Kakashi, Guy & Asuma VS Deidara, Kisame & Hidan

"Kurasa di sini yang paling ramai," ujarku saat sampai di bagian terparah dari medan perang. Bangunan di sekitarku nyaris
tak ada yang utuh. Tempatku dan keduabunshin lain berdiri sekarang adalah bagian terdekat ke bangunan rumah sakit,
satu-satunya bangunan yang masih kokoh berdiri, yang juga menjadi bangunan yang akan kulindungi karena ada Naru di
sana.

Ternyata benar dugaanku, Narulah yang mereka incar sejak awal.

Kisame dan Hidan menebas siapa saja shinobi yang menghalangi mereka. Sedangkan Deidara melemparkan bom dari udara
secara bertubi-tubi. Bahkan di sisi kananku Itachi dan Konan masih berlari untuk mendekat ke bangunan rumah sakit. Aku
kembali fokus pada tiga lawan di hadapanku, biarlah dua bunshin-ku yang lain yang akan menangani Itachi dan Konan.

KABOOM!

"Ugh!" Atap rumah sakit terkena ledakan dan pecahan-pecahannya berhamburan mengenaiku. Aku harus segera
menghentikan aksi bombardir yang dilakukan Deidara secepatnya. Aku takut Naru terkena efek ledakan.

Chakra Kyuubi dalam jumlah yang besar menyelimuti tubuhku. Semakin lama bentuknya makin solid dan membentuk tubuh
Kurama yang sempurna. Jika diperhatikan sekilas, bentuk tubuh Kurama itu mirip seperti tubuh asli Kurama yang
menyerang Konoha 2 14 tahun lalu. Tak heran beberapa penduduk ketakutan melihat sosoknya, termasuk Kakashi, Asuma
dan Guy. Hanya saja mereka bertiga memilih untuk percaya padaku. Sosok 'Kurama' yang kali ini muncul bukan bertujuan
menghancurkan desa, tapi justru akan melindungi desa.

Kupusatkan energi di mulut Kurama dan-

BOOM!

Kutembakkan bola energi berwarna hitam itu ke arah burung yang dikendarai Deidara. Deidara menghindarinya dengan
mudah. Jarak kami terlalu jauh sehingga aku tak bisa membidiknya dengan tepat.

"Biarkan aku mengambil kendali!" seru Kurama.

Aku menurut dan membiarkan Kurama mengontrol tubuhnya kembali, sedangkan aku tetap berdiri di pusat
kepala/chakra Kurama. Kurama berlari melewati reruntuhan bangunan dan melompat ke sebuah bangunan berlantai 3.
Dengan instingnya sebagai hewan, tentu Kurama bisa melakukan gerakan-gerakan itu dengan lebih lincah dari pada aku.
Bangunan berlantai 3 itu Kurama jadikan tumpuan untuk melakukan lompatan yang lebih jauh lagi, hingga tangan
kanannya bisa mencakar burung yang dinaiki Deidara.

"Giliranmu!" seru Kurama lagi sambil memberikan kembali kontrol atas tubuhnya padaku.

Aku mengerti dan kembali mengumpulkan energi dalam mulut Kurama. Kali ini Deidara dan burung tanah liatnya berada
dalam genggamanku, sudah siap menerimabijuudama milikku.

"Terima ini!"

BOOOMMMMM!

Ledakan kembali terjadi, membuat langit Konoha berubah menjadi warna putih untuk beberapa detik.

Chakra Kyuubi langsung lenyap setelah aku menembakkan bijuudama itu. Sebagai seorang bunshin, aku tak bisa
menggunakan mode Kyuubi selama Naruto yang asli. Bahkan aku sudah mulai kelelahan sekarang. Aku memang sengaja
tak membagi rata kekuatanku ke semua bunshin. Tubuhku yang asli mendapatkan porsi chakrayang lebih banyak karena
pertarungan dengan Obito membutuhkan porsi chakra yang banyak pula.

"Naruto, apa rencananya?" tanya Kakashi. Dirinya masih sibuk melawan Hidan bersama Asuma.

"Pertama, kau menemaniku melawan Deidara. Kau bisa menggunakan jutsu halilintar, itu adalah kelamahan Deidara."

"Dia belum mati?"


"Satu bijuudama belum cukup untuk membunuhnya," ujarku. "Kedua, Guy, kau lanjutkan melawan Kisame karena memang
dia lawan yang cocok denganmu. Dia punya pedang yang menyerap chakra, jadi kunai yang mahir di taijutsu sepertimu
adalah orang yang tepat untuk melawannya."

Guy yang dari tadi memang sedang melawan Kisame melanjutkan pertarungannya.

"Ketiga, Asuma, kau lawan Hidan, satu hal yang pasti, jangan sampai ia mendapatkan darahmu. Dia punya ritual yang bisa
membunuhmu sekali dia mendapatkan darahmu. Berjuanglah, aku dan dua bunshin-ku yang lain akan ikut bertarung
menemani kalian."

8th - 9thBunshin, Danzou, Kurenai, Anko VS Konan & Itachi

"Aku pastikan kalian tak melangkah lebih jauh lagi," ujarku pada Itachi dan Konan yang berdiri beberapa meter saja dari
gerbang rumah sakit. Danzou, Kurenai, dan Anko berdiri di sampingku.

Aku sudah memberitahukan kekuatan Konan dalam memanipulasi kertas serta kelemahannya terhadap elemen air kepada
Danzou.

Aku juga sudah memberitahu alasan kenapa Kurenai dan Anko kusuruh melawan Uchiha Itachi berdua sekaligus. Malah
akan jadi 3 vs 1 jika ditambahkan denganbunshin-ku. Selain karena Kurenai adalah satu-satunya pengguna genjutsu yang
hebat di Konoha, alasan lainnya adalah karena Itachi paling susah untuk diprediksi. Ia selalu saja punya jurus atau
pergerakan yang merepotkan.

Itachi mulai mengaktifkan sharingan-nya, sementara Konan sudah mengubah sebagian tubuhnya jadi kertas.
Bukan Akatsuki namanya jika mereka mau menuruti perintahku begitu saja.

Naruto VS Obito

"Aku salut pada kemampuanmu dalam membagi-bagi tugas ke semua shinobi Konoha. Kau bisa mengefektifkan serangan
meski dengan jumlah shinobi yang sedikit. Kau bahkan sampai tahu semua kelemahan kami dengan detail. Siapa kau
sebenarnya?" tanya Obito serius.

Sosok bertopeng orange di hadapanku kontras sekali dengan Tobi/Obito yang sempat kutemui di Konoha 1. Aku ingat saat
aku dan Kiba terpancing emosi karena tingkah bodohnya dalam menghindari serangan kami. Gerakannya konyol dan
perkataannya sangat polos, yang malah membuat orang yang mendengarnya makin kesal. 'Tobi anak baik,' itulah kalimat
yang sering kudengar darinya.

Sekarang keadaannya berbeda. Sosok Tobi di hadapanku telah membuang jauh-jauh sifat konyolnya. Yang tersisa sekarang
adalah sorot mata penuh intimidasi yang terlihat dari lubang topengnya. Sikap serius Obito yang kuhadapi sekarang sangat
mirip dengan Obito yang telah menjadi Sage of The Six Path di Perang Dunia Ke-4 diKonoha 1.

"Apa kau dari masa depan? Hingga kau tahu semua hal tentang kami?" tanya Obito lagi karena melihatku tak menjawab
pertanyaannya.

Aku merasa tak perlu menjawab pertanyaannya jadi memilih untuk tetap diam.

"Baiklah kalau kau tak mau menjawab. Tapi aku beritahu padamu satu hal. Kekuatan kami terlalu besar untuk kau hadapi
sendiri. Aku katakan 'sendiri' karena pada dasarnya shinobi lain di pihakmu sudah terlebih dahulu kelelahan karena
melawan Orochimaru dan anak buahnya. Hanya kau yang punya stamina 100%. Aku sengaja menunggu momen selesainya
invasi Orochimaru sebelum memutuskan menyerang. Hari ini kau akan lihat satu per satu temanmu mati. Perlahan rencana
yang telah kau susun akan berantakan."

Kedua tanganku mengepal kuat. Selama 4 tahun ini aku tak pernah merasa kesal kepada seseorang. Dan kini Obito jadi
orang pertama yang membuatku kesal setelah sekian lama.

"Sadarlah, sejak awal kalian sudah kalah jumlah."

"Diam!" teriakku. Berbicara dengan Obito hanya akan membuatku makin tertekan. Harus kuakui pemuda Uchiha itu
memang pintar bicara, bahkan dulu aku nyaris menjadi sekutunya jika Hinata tak menyadarkanku.

Kubuat rasengan di tangan kananku dan kuarahkan ke wajah Obito. Saat aku yakin rasengan itu akan mengenai kepala
Obito, tanganku malah menembus wajahnya. Jurus kamui Obito benar-benar membuatku kesulitan. Seandainya ada
Kakashi yang bisa membantuku seperti saat di Konoha 1. Sekarang mau tak mau aku harus beradu kecepatan dengan
Obito, persis seperti yang pernah dilakukan ayahku. Dulu pasca perang dunia ke-4, ayahku sempat bercerita padaku
tentang pertarungannya dengan Obito di masa lalu. Sekaranglah saatnya aku mempraktekannya sendiri.

Kuambil kunai dari kantong senjata belakangku. Lalu aku berlari ke arah Obito sambil kulemparkan kunai tadi. Seperti
biasa, Obito membiarkan bagian kepala yang terkena kunai berpindah ke dimensi lain sehingga terlihat seolah-
olah kunai itu menembus kepalanya. Sementara itu kusiapkan sebuah rasengan lagi di tangan kananku. Kulihat Obito juga
sudah menyiapkan rantai di tangannya untuk menangkapku.

Tepat saat kunai melewati kepala Obito, aku melakukan Hiraishin ke posisi kunai tersebut. Otomastis sekarang posisiku ada
di atas punggung Obito, telah siap denganrasengan di tangan. Kuarahkan rasengan ke punggung Obito.

"Rasengaaaan!"

Obito yang tak sempat menghindar terkena hantaman rasengan di punggungnya. Tekanan di punggungnya juga membuat
ia terbentur ke tanah dengan keras. Dua efek serangan itu akan cukup untuk melumpuhkan seorang shinobi, tapi tidak bagi
Obito. Tak lama kemudian Obito sudah bangkit lagi. Serangan seperti itu memang bukan ancaman serius bagi Obito. Aku
memperhatikan bahu Obito. Paling tidak, seranganku telah menunjukkan hasil, kulihat jubah bagian kirinya hancur dan
pundak kirinya juga mengeluarkan darah yang tak sedikit.

"Gerakan itu. Aku ingat sekarang, aku pernah menerima serangan seperti itu sebelumnya." Obito terdiam sejenak, seperti
sedang mengingat-ngingat. "Hokage Ke-4, ya Hokage Ke-4 pernah menyerangku seperti itu."

"Jangan banyak bicara. Ayo cepat kita akhiri-ugkh!"

Tiba-tiba tubuhku terasa lelah dan bayangan-bayangan tentang Tsunade berdatangan ke otakku. Ini adalah ingatan-ingatan
yang kembali dari bunshin ke-3. Itu berarti bunshin 3-ku sudah mati. Dari ingatan-ingatan yang dikirimkan bunshin ke-3,
kulihat Tsunade berhasil mengalahkan Sasori tapi ia terkena racun Sasori. Sekarang dia sedang sekarat. Meski ada
beberapa petugas medis yang melakukan pertolongan, racun Sasori tak akan bisa disembuhkan jika tidak dengan
penangkalnya.

Belum sempat aku mencari jalan keluar untuk menolong Tsunade, datang lagi bayangan lain, kali ini dari bunshin ke-2.
Ternyata Hokage Ke-3 sudah mati dikalahkan Kakuzu. Kekalahan terjadi karena bunshin-ku dan Hokage Ke-3 lengah dan
tertangkap oleh Kakuzu. Di saat-saat terakhir, bunshin ke-2 berhasil menusuk jantung terakhir Kakuzu. Namun di saat yang
bersamaan Kakuzu berhasil menusuk jantung Hokage Ke-3.

Aku berlutut di tanah, kedua kakiku mendadak lemas. "Tsunade Baachan, Jiisan. Ini tidak mungkin"

BUKH!

Aku tersungkur ke tanah. Darah segar keluar dari mulutku. Dari rasa perih yang kurasakan, sepertinya pipi bagian dalamku
sobek. Selain itu, kurasakan nyeri di bagian rahang kiri. Dengan pikiran yang kacau seperti itu bahkan aku tak bisa
mengantisipasi tendangan Obito barusan di wajahku.

"Itulah yang kumaksud. Itu adalah awal dari kehancuran rencanamu. Kalian akan kalah."

To Be Continue

A/N: Bikin adegan pertarungan itu ternyata ga gampang. Semoga ga membingungkan.

Summary

Lokasi: Konoha 2

Stage 1: Bunshin 1, Jiraiya vs 6 Pain, Nagato

Stage 2: Bunshin 2, Hokage Ke-3 vs Kakuzu

Stage 3: Bunshin 3, Tsunade vs Sasori

Stage 4: Bunshin 4, Yamato vs Zetsu

Stage 5: Bunshin 5, Kakashi vs Deidara

Stage 6: Bunshin 6, Guy vs Kisame


Stage 7: Bunshin 7, Asuma vs Hidan

Stage 8: Bunshin 8, Kurenai-Anko vs Itachi

Stage 9: Bunshin 9, Danzou vs Konan

Stage 10: Naruto vs Tobi

MATI: Bunshin 2, Bunshin 3, Hokage Ke-3, Sasori, Kakuzu, Jigokudo, Gakido, Chikushodo

KOMA: Tsunade

LUKA PARAH: Deidara, Zetsu

rifuki

6. Naru Part 4 - Fight!


< Prev Next >

7. Naru Part 5 - Hard Choices


< Prev Next >

Naru Part 5

"Hard Choices"

Konoha 2, 4 tahun setelah perpindahan dimensi

5th -7th Bunshin, Kakashi, Guy, Asuma VS Deidara, Kisame, Hidan

(Bunshin 6 Point of View)

Pertarungan Guy melawan Kisame adalah satu-satunya pertarungan yang berlangsung di air, tepatnya di sungai besar yang
membelah pusat desa Konoha. Kisame memilih lokasi ini karena daerah yang banyak air sangat menguntungkan bagi
pengendali elemen air seperti dirinya. Pertarungan berlangsung alot karena Kisame bisa mengimbangi kekuatanku dan Guy.
Tak heran dia dijuluki bijuu tak berekor.

CBUURRR!

Guy nyaris tenggelam karena kehilangan kontrol chakra di kakinya setelah dihantam Samehada di bagian pundak.
Permukaan Samehada yang kasar telah merobek jaket jounin yang dipakainya serta melukai pundaknya hingga
mengeluarkan darah. Aku sudah memperingati Guy berulang kali tentang besarnya kekuatan yang dimiliki Kisame, tapi ia
tetap saja menyerang Kisame dengan terburu-buru.

"Guy! Dasar kau-"

Bentakanku terhenti saat kulihat Guy bukan sekedar unjuk gigi memamerkan kekuatan gerbang ke-5 miliknya, melainkan
ia sengaja memancing Kisame mengayunkan Samehada untuk menangkap ujungnya. Ia sadar kalau Samehada harus
dipisahkan dari Kisame agar tidak menyerap chakra Kyuubi di tubuhku dan tubuh Guy. Kisame kesulitan menarik Samehada
dari pundak Guy karena Guy memegang kuat ujungnya dengan kedua tangan.

"Sekarang Naruto!" teriak Guy.

Aku mengerti rencana Guy dan mengarahkan tendanganku ke arah perut Kisame. Kisame tak mau mengambil resiko
terkena tendangan sehingga memilih menghindar dengan melepaskan Samehada miliknya. Rencana Guy berhasil!
Samehada yang telah Kisame lepaskan kubawa menjauh dari sang majikan, sementara itu Guy melanjutkan serangannya.

"Keimon! Gerbang ke-6 terbukalah!"

Dengan dibukanya gerbang ke-6 - yang lokasinya di perut - dalam tubuh Guy, maka kekuatan dan kecepatan Guy
meningkat dari sebelumnya.

"Asa Kujaku!"

Asa kujaku adalah jurus yang bisa dilakukan saat Guy membuka gerbang ke-6 dalam tubuhnya. Tubuh Guy mengeluarkan
puluhan bola api berbentuk menyerupai merak ke arah Kisame.
Menyadari dirinya terancam, Kisame mengeluarkan serangan pertahanan sekaligus serangan balasan.

"Suiton: Daikdan no Jutsu!"

Kisame mengarahkan kedua tangannya ke arah Guy. Munculah hiu raksasa yang besar dari tangannya.

Oh tidak, aku ingat serangan itu!

Daikodan adalah serangan yang menyerap chakra lawan dan membalikannya dalam bentuk serangan yang lebih kuat. Kalau
begini caranya chakra Kyuubi yang menyelimuti tubuhku dan Guy akan terserap habis, lalu akan berbalik menyerang kami.
Aku tahu semua jurus yang dilancarkan Guy bukan ninjutsujadi Asa Kujaku tidak akan terserap, tapi tetap saja
dengan level serangan Kisame yang sekarang kami akan kalah.

"Mundur Guy! Kau tak akan bisa menandinginya!"

Lagi-lagi Guy tak bergeming. Padahal puluhan merak api miliknya sudah lenyap dimakan oleh Daikodan milih Kisame.

"Kalau begitu" Kini giliran Guy yang mengarahkan kedua tangannya ke depan. "Kymon: Gerbang ke-7
terbukalah! Hirudoraaa!"

Kali ini muncul sosok berbentuk harimau dari telapak tangan Guy dan menyerang hiu milik Kisame. Hiu milik Kisame dan
harimau milik Guy saling menggigit. Namun Kisame tak bisa menyuruh hiu-nya menyerap chakra Guy karena pada
dasarnya Hirudora bukanlah gelombang chakra, melainkan pukulan super cepat yang menyerupai bentuk harimau. Akhirnya
Kisame kalah karena Hirudora sudah tak terbendung dan langsung menghantam badannya. Aku terpaku di tempatku
memandang pertarungan dua orang hebat di hadapanku. Keputusanku sudah tepat menyuruh Guy melawan Kisame.
Seandainya aku yang maju, justru chakra-ku akan terserap.

"Uhuk-uhuk"

"Kau tidak apa-apa?" tanyaku saat Guy sudah menutup kembali 7 gerbang di tubuhnya.

"Aku baik-baik saja," cengirnya. Tapi aku tak buta, batuknya mengeluarkan darah. Pasti itu terjadi karena ia terlalu
memaksakan membuka gerbang ke-7 padahal kondisi tubuhnya sudah lemah. Di sisi lain aku tak bisa memaksa Guy untuk
istirahat. Kalian tahu sendiri kalau Guy tak bisa diatur dan selalu memaksakan diri.

"Kalau begitu sekarang kita bantu Asuma. Ia terpojok-"

"KATSU!"

Itu suara Deidara!

Aku menoleh ke arah datangnya suara. Lokasi pertarunganku dan Deidara tak terlalu jauh sehingga aku bisa melihat sosok
monster tanah liat yang besar. Itu adalah bom C3 milik Deidara! Bunshin-ku (bunshin 5) berusaha menteleportasi C3 ke
tempat yang aman. Tapi ia terlambat, setengah dari C3 masih meledak di Konoha.

Asuma tewas karena berada paling dekat dengan ledakan. Begitu juga dengan bunshin 5 dan 7, mereka langsung lenyap
tersapu ledakan. Kakashi berhasil selamat karena di detik-detik terakhir bunshin 7 berhasil membawanya menjauh, namun
Kakashi tetap terluka parah di kepala karena terlempar ke reruntuhan bangunan. Guy berhasil kuselamatkan, tapi ia
pingsan karena tubuhnya sudah tak kuat lagi bertahan. Sedangkan Hidan terluka parah dengan beberapa anggota badan
yang terpisah. Ia mengoceh tanpa henti karena Deidara meledakan C3 padahal dirinya sedang dalam radius ledakan. Efek
ledakan juga merusak bangunan rumah sakit tempat Naru dirawat. Gedung bagian samping sudah hilang. Untung saja
bagian itu hanya gudang dan menara.

Aku menyuruh beberapa chuunin untuk membawa potongan tubuh Hidan yang terpisah ke divisi interogasi. Sementara aku
sendiri mendekati Kakashi.

"Saatnya menghabisi bomber itu, Kakashi," seruku.

"Ya, dia sudah terlalu merepotkan."

Kakashi membuka penutup matanya lalu mengaktifkan Mangekyou Sharingan.

"Kamui!"

Kakashi mengincar kepala Deidara untuk melenyapkannya tapi ia berhasil mengelak. Justru sayap burung yang
ditungganginyalah yang lenyap. Tapi itupun tak masalah, nampaknya itu adalah rencana B Kakashi yang tak kalah bagus.
Burung yang ditunggangi Deidara tak bisa lagi terbang sehingga Deidara terjatuh. Aku membuat sepasang tangan besar
dari chakra Kyuubi untuk menangkap tubuh Deidara, saat itulah Kakashi menerjang dengan satu-satunya kelemahan
Deidara, elemen petir.

"Raikiri!"

BLESH!

Dada Deidara hancur diserang Raikiri.

"Sudah cukup kau mengacaukan desa ini!" ujarku geram.

"Hahaha."

Aku dan Kakashi saling bertukar pandangan karena tak mengerti dengan respon Deidara yang tersenyum di tengah ajal
yang sedang menjemputnya.

"Kalian tidak mengerti seni," gumam pria berambut pirang itu. "Seni adalah LEDAKAN!"

Tubuh Deidara tiba-tiba diselubungi tanah liat yang semakin menggembung dengan cepat.

Sial! Ini ini bom C4!

Aku menendang paksa tubuh Kakashi agar ia terlepas dari dada Deidara. Maaf sedikit menyakitimu Kakashi, ini demi
keselamatanmu. Setelah tangan Kakashi terlepas dari tubuh Deidara, aku menteleportasi tubuhku, Deidara, serta bom C4
yang menyelimuti tubuhnya ke tempat yang aman.

Tak sampai hitungan detik, bom C4 meledak. Tidak ada bunyi ledakan yang memekak telinga. Bom C4 adalah bom
mikroskopik, tak kasat mata, yang bisa masuk ke aliran darah dan menghancurkan tubuh makhluk hidup dalam tingkat sel.

Efek ledakan mulai terasa. Perlahan tangan kananku hancur jadi molekul-molekul kecil. Saking kecilnya molekul itu,
tanganku seolah-olah seperti menghilang begitu saja.

"Akhirnya aku menang," seru Deidara bangga.

"Tidak juga. Kita seri. Lihat sekitarmu."

Deidara memandang sekitarnya lalu terkejut. Yang terlihat di sekelilingnya hanya awan dan langit. Ia kemudian membuat
burung lagi dari tanah liatnya yang tersisa untuk digunakan sebagai tempat berpijak.

"Percuma, Deidara. Kita berada di ketinggian 50.000 kaki, dengan kandungan oksigen di bawah 3%. Jika kau kembali ke
bumi sekarangpun tidak akan sempat. Kau akan kehabisan oksigen sebelum kau mencapai bumi."

"Brengsek!" Deidara semakin kesal dan memukul wajahku yang kini setengahnya telah hancur oleh C4 miliknya. Ia
kemudian melesat ke bumi secepat yang ia bisa. Namun kandungan oksigen yang sangat tipis menyebabkannya sesak
napas.

Di ketinggian ini bahkan Deidara tak bisa mati dengan cara yang menurutnya artistik, yaitu meledakan diri dengan C0.
Kandungan oksigen yang tipis tak akan membuat bom terkuat miliknya itu meledak dengan maksimal.

Sebelum kedua mataku hancur oleh C4, aku masih sempat melihat Deidara di kejauhan yang tewas kekurangan oksigen.

'Cara mati yang tragis untuk seorang seniman,' pikirku.

8th -9th Bunshin, Anko, Kurenai, Danzou VS Itachi, Konan

(Bunshin 9 Point of View)

"Suir no Jutsu!"

Danzou mengurung Konan dalam penjara air yang berbentuk bundar. Lembaran-lembaran kertas yang dibuat Konan tak
berdaya menahan volume air yang besar serta bertekanan tinggi. Kertas-kertas itu lepek dan kemudian hancur karena tak
kuat menahan tekanan tinggi di dalam penjara air. Perhitunganku tak meleset dalam memilih Danzou sebagai lawan Konan,
elemen yang cocok untuk mengalahkan kertas adalah air.
"Kau lawan yang terlalu mudah untukku. Meski harus kuakui, sangat disayangkan kunoichi cantik sepertimu harus mati,"
gumam Danzou dengan percaya diri. Setelah Konan terlihat kehabisan napas, Danzou mengeluarkan kunai dan berjalan ke
arah Konan. Ia tetap mempertahankan kontrol chakra atas penjara air yang dibuatnya. Danzou mengambil ancang-ancang
untuk menusuk Konan. "Mati kau!"

Sekilas kulihat Konan membentuk segel.

"Danzou! Itu perangkap!"

Terlambat. Danzou sudah menancapkan kunai ke dalam penjara air, hingga menusuk jantung Konan. Tak lama kemudian
tubuh Konan dan penjara air berukuran setinggi manusia itu mengeluarkan cahaya dan meledak.

BOOM!

Danzou yang melakukan kontak langsung dengan Konan tentu saja terkena ledakan dengan telak. Ternyata kertas-kertas
yang tadi dibuat Konan adalah kertas peledak. Kertas-kertas tersebut tidak hancur terkena air, melainkan hanya terpotong
jadi ukuran-ukuran yang lebih kecil dan tersebar di dalam air.

Tubuh Konan hancur, begitu juga Danzou.

Tak lama kemudian aku melihat sosok Danzou di sisi lain medan pertempuran. Balutan di tangan kanannya sudah hancur,
menampakan 10 mata sharingan. Satu diantaranya tertutup, sedangkan 9 yang lain masih terbuka. Ditambah lagi
dengan sharingan milik Shisui yang menjadi mata kanannya.

Aku mendekati Danzou.

"Izanagi?" tanyaku memastikan.

"Ya. Aku tak menyangka akan kehilangan 1 mata sharingan koleksiku secepat ini."

Izanagi adalah teknik genjutsu terkuat yang pernah ada. Inanagi tidak ditujukan kepada lawan, namun pada diri
sendiri/pemakai. Teknik ini bisa memanipulasi tubuh si pemakai. Saat terdesak atau bahkan mengalami kematian, si
pemakai bisa memanipulasi tubuhnya jadi sebuah ilusi. Tubuh terluka si pemakai akan lenyap, kemudian muncul kembali
tanpa sedikitpun luka. Saking kuatnya jurus ini, mata si pemakai akan buta. Tapi melihat 11 'koleksi' sharingan milik
Danzou, rasanya ia tak perlu khawatir.

Aku sebenarnya agak kesal karena orang di hadapanku ini menjadikan mata milik clan Uchiha sebagai koleksi. Tapi untuk
kali ini dia adalah partner-ku dan kami harus bekerja sama. Kemampuan Izanagi yang dimilikinya akan sangat berguna, ia
bagaikan memiliki 9 nyawa.

Aku dan Danzou bergegas ke medan pertempuran lain untuk memberikan back up, yaitu tempat Anko, Kurenai,
dan bunshin 8 melawan Itachi.

Anko dan Kurenai menuruti perintahku dengan tak menatap Itachi di mata. Karena sekali saja mereka beradu pandangan
dengan sharingan Itachi, maka mereka akan terperangkap dalam Tsukuyomi.

Kurenai lebih cekatan dalam menghindari genjutsu karena ia memang jounin di bidang itu. Misalnya dengan menggigit
bibirnya sendiri jika terperangkap dalamgenjutsu. Dengan begitu ia bisa lepas dari pengaruh genjutsu. Sedangkan Anko
beberapa kali hampir terperangkap genjutsu Itachi. Untunglah aku sengaja memasangkannya dengan Kurenai sehingga
mereka bisa saling menyadarkan jika terkena genjutsu.

Itachi menyadari serangannya tak membuahkan hasil sehingga memutuskan cara yang lebih kasar.

"Amaterasu!"

Mata kanan Itachi mengeluarkan darah. Lalu muncul api hitam yang mengarah ke tubuh Anko dan Kurenai. Anko dan
Kurenai sudah terlalu lelah untuk menghindar, jadibunshin 8 memutuskan untuk menghalangi mereka berdua. Membiarkan
tubuhnya terbakar api yang tak akan pernah padam itu.

Itachi memegang mata kanannya yang terasa sakit karena telah mengeluarkan Amaterasu. Ia tahu target yang diincarnya
belum mati.

"AMATERASU!"

Api hitam kembali diarahkan Itachi kepada Anko dan Kurenai. Untuk kedua kalinya kedua kunoichi itu diselamatkan. Kali ini
yang menghalangi mereka adalah Kakashi. Ia mengaktifkan Kamui dan bermaksud mengirim api ke dimensi lain. Tapi
percuma, itu tak akan membuat api itu mati, itu hanya membuatnya berpindah tempat. Selain itu api yang harus
dipindahkan terlalu banyak dan sebagian akan tetap membakar Kakashi, Anko dan Kurenai.
Aku tak bisa berbuat banyak karena jarakku dan Danzou terlalu jauh dari mereka.

"Naruto, kirim aku dengan Hiraishin! Aku akan menghalangi api itu!" ujar Danzou.

Aneh memang, mendengar perkataan itu dari seorang Danzou. Rela berkorban sebenarnya bukan hal yang biasa dilakukan
Danzou. Tapi sudahlah, bukan saatnya berpikir seperti itu. Kita sedang sama-sama berjuang melindungi Konoha.

Aku melakukan apa yang Danzou perintahkan. Aku membawanya ke hadapan Kakashi, membiarkannya
menghadang Amaterasu dengan badannya sendiri hingga terbakar.

Itachi kembali meringis, menahan rasa sakit di mata kanannya. Danzou yang telah hidup kembali memanfaatkan ini dengan
menusuk punggung Itachi dengan kunaiberlapiskan chakra. Baru saja kunai Danzou meninggalkan sedikit goresan kecil di
kulit Itachi, sesuatu yang besar menangkisnya.

TRANG!

Kunai milik Danzou patah seketika. Lalu tubuhnya terkena tusukan pedang besar berwarna orange.

Setelah debu di sekitar Itachi menghilang, nampaklah sosok tengkorak setengah badan yang tak lain adalah Susanoo.
Itachi yang sedang terengah-engah ada di pusatnya. Susanoo milik Itachi perlahan menyusun jaringan tubuhnya sendiri
mulai dari daging, kulit, sampai armor. Susanoo memegang Pedang Totsuka (Totsuka no Tsurugi) di tangan kanannya
sebagai senjata dan Cermin Yata (Yata no Kagami) di tangan kiri sebagai tameng.

"A-apa itu?" tanya Kakashi penasaran.

"Totsuka no Tsurugi," jawab Danzou yang sudah muncul kembali di sampingku.

"Ya, sekali saja terkena tebasannya, jiwamu akan terikat dan kau akan terjebak dalam genjutsu selamanya." Lalu aku
menoleh ke arah Danzou. "Bagaimana kau bisa lolos?"

"Aku membunuh diriku yang terjebak dalam genjutsu agar bisa kembali ke sini. Jadi aku menggunakan 2 kali Izanagi untuk
lolos dari serangan barusan. Satu Izanagiuntuk lolos dari serangan Pedang Totsuka, dan satu lagi untuk lolos
dari genjutsu," kata Danzou. Kini sharingan di tangan kanannya hanya tinggal 6.

Itachi kembali menebaskan pedangnya ke arah kami. Ia kelihatannya terburu-buru karena fisiknya sudah tak kuat
menggunakan Susanoo.

Aku menggunakan chakra-ku yang tersisa untuk berubah jadi mode Kyuubi. Lalu kutahan pedang Totsuka dengan
tangan Kyuubi. Anko datang membantu dengan merubah tangannya jadi puluhan ular lalu mengikat Susanoo dan berusaha
menariknya ke arah yang lain. Danzou, Kakashi, dan Kurenai tak tinggal diam. Mereka mengeluarkan kunai masing-masing,
mengalirinya dengan chakra, dan ikut menahan tebasan pedang Totsuka.

Lima melawan satu. Itu tak membuat Itachi gentar. Ia malah semakin memperkuat tebasan pedang Totsuka Susanoo-nya
hingga membuat kami kalah. Aku orang pertama yang terkena tebasannya hingga akhirnya aku lenyap dalam kepulan
asap.

Aku kecewa karena perjuanganku hanya sampai di sini. Semoga yang lain selamat, pikirku.

Naruto VS Tobi

(Naruto Point of View)

Aku berlutut di tanah, kedua kakiku mendadak lemas. "Tsunade Baachan, Jiisan. Ini tidak mungkin"

BUKH!

Aku tersungkur ke tanah. Darah segar keluar dari mulutku. Dari rasa perih yang kurasakan, sepertinya pipi bagian dalamku
sobek. Selain itu, kurasakan nyeri di bagian rahang kiri. Dengan pikiran yang kacau seperti itu bahkan aku tak bisa
mengantisipasi tendangan Obito barusan di wajahku.

"Itulah yang kumaksud. Itu adalah awal dari kehancuran rencanamu. Kalian akan kalah."

Aku berusaha meyakinkan diriku kalau perkataan Obito salah. Namun kenyataan bagaikan menamparku
Satu demi satu ingatan dari bunshin-ku telah kembali, menandakan kalau mereka sudah mati. Bunshin ke-2 dan ke-3 yang
menemani Hokage Ke-3 dan Tsunade lenyap pertama. Kini giliran bunshin lainnya yang lenyap, bunshin ke-5 dan ke-7
lenyap karena ledakan C3, bunshin ke-6 karena C4, bunshin ke-8 karena Amaterasu, danbunshin ke-9 karena Susanoo.

Dari ingatan semua bunshin-ku yang lenyap, aku bisa mengumpulkan beberapa informasi dari medan perang. Diantaranya
informasi tentang Asuma, Deidara, Konan, dan Kisame yang sudah tewas, Hidan yang terluka parah, Guy yang pingsan,
serta Anko, Kurenai, Kakashi, dan Danzou yang masih melawan Itachi.

Tiba-tiba muncul chakra spiral dari mata Obito. Tak lama kemudian tubuhnya perlahan terhisap ke dalam matanya sendiri.
Obito bermaksud melakukan teleportasi.

"Aku tak akan membunuhmu sekarang. Aku ingin kau melihat dulu satu per satu temanmu mati," ujar Obito sebelum
dirinya menghilang.

Sial! Aku tak boleh tinggal diam. Aku melakukan segel Hiraishin dan mengikuti kemana Obito berteleportasi dengan cara
mendeteksi chakra-nya .

Hiraishin membawaku ke tempat persembunyian Nagato. Di sana ada Jiraiya dan bunshin 1 sedang berdiri di hadapan
Nagato. Jika Jiraiya sudah berada di sini, berarti Shurado dan Ningendo sudah mati, begitu juga dengan Tendo yang
tubuhnya tergeletak tak jauh dari Jiraiya.

"Ero-Sennin-"

POOF!

Bunshin 1 tiba-tiba lenyap, memperlihatkan Obito di belakangnya sedang memegang kunai. Aku melotot tak percaya.
Apalagi saat kulihat tangan Obito yang lain menusuk punggung Jiraiya.

"Aku sudah bilang. Aku ingin kau melihat satu per satu temanmu mati."

"Obito! KAU!" Aku mengepalkan kedua tanganku kesal.

"Kemampuanmu lumayan dalam melacak keberadaanku, tapi tidak cukup cepat," kata Obito. Mataku terbelalak saat aku
melihat Obito menusuk punggung Jiraiya lebih dalam hingga akhirnya menembus ke rusuk bagian depan.

"TIDAAAAK!" Aku tak mampu menahan emosiku lagi, chakra Kyuubi muncul dengan sendirinya dari dalam tubuhku. Sosok
rubah berekor sembilan kini sudah nampak nyata menyelubungi tubuhku dengan 9 ekornya yang besar. Seakan itu tak
cukup, aku menggunakan mode sage agar bisa melipat gandakan kecepatanku. Lalu aku melesat ke arah Obito
dengan Hiraishin. Cakar Kyuubi sudah siap di tanganku. Kuarahkan ke kepala Obito sebelum ia sempat berteleportasi
kembali. Topeng orangeyang menjadi penutup jati diri Obito kini hancur. Bahkan pipinya ikut terkena cakaranku. Lukanya
memanjang dari dekat dagu, melintang di pipi kiri, tapi tepat sebelum cakaranku mengenai hidung dan mata sharingan-
nya, ia sudah lenyap.

Aku tak bisa diam saja meratapi kematian Jiraiya sehingga memutuskan untuk mengejar Obito lagi. Kali ini Obito berpindah
ke tempat pertempuran Anko dan Kurenai. Di sana, mereka berdua sudah tak berdaya di atas reruntuhan bangunan.
Sementara itu Kakashi dan Danzou masih melawan Itachi. Aku bersyukur pedang Totsukaternyata tak berhasil menghabisi
Anko, Kurenai, Kakashi, dan Danzou. Aku tak tahu detail pertempuran di sini bagaimana karena tadi bunshin 9 sudah
terlanjur dikalahkan. Tapi kulihat mata sharingan di tubuh Danzou hanya tinggal 1, itu berarti ia sudah tewas 5 kali. Ia pasti
sudah berjuang keras karena untuk pertama kalinya kulihat Danzou sangat kelelahan.

Kakashi kaget saat melihat Obito dan aku tiba. Kakashi boleh saja tak pernah melihat wajah Obito belasan tahun. Tapi
Kakashi tak akan melupakan orang yang telah memberinya mata sharingan. Kakashi langsung mengenali sosok Obito saat
itu juga.

"Obito kau ketua Akatsuki?" tanya Kakashi tak yakin.

Sebenarnya itu pertanyaan yang tak perlu ditanyakan karena dengan melihat rambut, serta jubah yang dipakai Obito,
Kakashi sudah tahu jawabannya.

Obito pun tak menjawab pertanyaan Kakashi. Tanpa alasan yang kumengerti, tiba-tiba Obito memutuskan untuk tak
berlama-lama di sana. Ia langsung menuju rumah sakit, hal yang paling kutakutkan sejak dimulainya invasi ini. Aku tentu
saja tak tinggal diam dan kembali mengikutinya.

"Kakashi pergilah, aku akan menangani Itachi," kata Danzou, Kakashi akhirnya mengikutiku.
Tekanan mental karena kehilangan teman serta rasa lelah yang telah terakumulasi dari 8 bunshin-ku telah membuat
pergerakanku melambat. Kini aku tak bisa lagi menandingi kecepatan teleportasi Obito. Bahkan di saat-saat terakhir aku
tak bisa lagi menggunakannya sama sekali. Chakra Kyuubi di tubuhku perlahan memudar. Bahkan untuk mencapai kamar
Naru saja aku harus berlari karena tak mampu lagi berteleportasi. Membagi chakra ke 9 bunshin-ku dan membiarkan
mereka berubah jadi mode Kyuubi sempurna telah membuat chakra-ku boros.

Saat aku sampai di kamar perawatan Naru, kulihat Shizune sudah tergeletak di lantai sementara Naru dibekap Obito.

Aku kaget sekaligus marah melihat hal yang kutakutkan telah terjadi.

"Lepaskan dia!" bentakku penuh amarah. Ingin rasanya kupukul wajah Obito jika saja aku punya tenaga. Aku tak tega
melihat Naru yang masih pingsan itu menderita. Ia sedang sakit dan tidak tahu-menahu mengenai masalah ini. Aku tak
ingin ia terlibat.

"Kalau kau ingin Kyuubi, aku aku bisa memberimu Kyuubi milikku. Tapi aku mohon biarkan dia hidup," ucapku lirih. Aku
tak pedulikan Kurama yang protes dalam tubuhku karena tahu aku akan menyerahkannya kepada Obito. Keadaan telah
memaksaku merubah gertakan demi gertakanku menjadi sebuah permohonan. Aku tak peduli apa yang terjadi padaku asal
Naru tidak mati. Jika Obito mengekstrak Kyuubi dari tubuh Naru, itu berarti dia akan mati dan aku tak mau itu terjadi.

Kakashi sudah tiba saat aku mengatakan itu. Ia sendiri terdiam, tak punya jalan keluar untuk keadaan ini.

Obito berpikir sejenak.

Obito tahu akulah shinobi terkuat di Konoha (atau bahkan di Negara Api) yang cukup merepotkannya. Membuatnya harus
mengerahkan semua anggota hanya untuk menangkap Kyuubi. Jika sekarang aku menawarkan diriku sebagai pengganti
Naru, wajar saja dia tertarik. Setelah aku mati, maka bebannya semakin berkurang dan misi Mata Bulannya akan lancar.

"Itu lebih baik," kata Obito. Lalu ia berjalan mendekatiku.

"Aku tak tahu kau siapa. Tapi kau memang harus mati karena sudah tahu terlalu banyak mengenai Akatsuki. Dari pertama
aku melihatmu, aku sudah merasakan adaKyuubi di badanmu. Kurasa kau bukan dari masa depan, tapi dari dimensi lain
karena tak mungkin ada 2 Kyuubi di sini."

Aku sudah tak peduli lagi apa yang dikatakan Obito. Aku menyambut Naru dengan kedua tanganku. Tapi Obito malah
melempar Naru ke arah Kakashi, lalu mengarahkan kunai ke leherku.

"Guh!" Ujung kunai perlahan melukai kulit leherku.

"Ini sesuai dengan yang kukatakan. Pada akhirnya seberapa kuatpun kau berusaha, kau tak akan mampu berada di setiap
medan perang untuk melawan semua anggota Akatsuki. Kau hanya bisa mengandalkan bunshin-mu yang secara teknis tak
bisa menggunakan kekuatannya secara maksimal seperti dirimu yang asli. Sungguh disayangkan jika shinobi sepertimu
harus mati. Tapi apa boleh buat. Saatnya pergi"

Chakra spiral kembali muncul di sekitar mata Obito, bersiap menghisapku ke dalam dimensi miliknya. Saat aku masuk ke
sana, maka semuanya berakhir.

Aku akan terkurung di sana hingga saat eksekusi tiba.

TRANG!

Sebuah kunai mengarah ke wajah Obito namun ia berhasil menangkisnya. Proses teleportasi pun terhenti.

"Tunggu!" teriak seseorang. Aku dan Obito menoleh ke arah suara. Di sana kulihat Naru sedang berusaha berdiri dari
pangkuan Kakashi. Naru terlihat kelelahan, keringat bercucuran di keningnya, dan napasnya tak beraturan.

"Aku tak akan membiarkanmu membawa Nii-san!" kata Naru dengan terputus-putus. Aku langsung terharu
mendengarnya. Aku ingin menangis. Ironis sekali. Di saat seperti ini seharusnya aku melindungi Naru. Seharusnya seorang
kakaklah yang melindungi adiknya. Tapi kenapa sekarang malah Naru yang menyelamatkanku? Aku merasa gagal sebagai
seorang kakak.

Setelah kuperhatikan, ada yang aneh dengan badan Naru. Leher bagian kirinya yang digigit Orochimaru berubah menggelap
dan bersisik. Sisik itu lama kelamaan menyebar ke seluruh tubuhnya.

"Ughhhh!" Naru memegang kepalanya. Sepertinya ia sedang menahan rasa sakit yang teramat sangat. Saat ia membuka
matanya kulihat matanya telah berubah jadi mata ular, diiringi dengan tumbuhnya 4 tanduk dari kepalanya.

"Naru!" panggilku, tak tega melihat Naru kesakitan.


"Naru, badanmuapa mungkin" Kakashi sepertinya tahu sesuatu.

"Kakashi, apa yang terjadi dengan Naru?!" tanyaku panik.

Obito juga sepertinya tahu sesuatu karena setelah melihat Naru seperti itu, dia menusuk perutku dengan memanfaatkan
kepanikanku. Lalu ia bersiap membawaku lagi ke dimensi miliknya.

"Nii-saaannn!" teriak Naru.

Tiba-tiba muncul naga berukuran sedang dari leher Naru. Naga tersebut memegang sebuah bola bercahaya. Cahayanya
sangat terang diiringi dengan suara yang memekikan telinga. Teleportasi Obito gagal untuk kedua kalinya. Ia tak mampu
bertahan menahan suara memekik itu meski ia sudah menutup telinga. Tak terkecuali aku dan Kakashi. Kami bertiga
terjatuh ke lantai rumah sakit karena tak mampu berdiri lagi. Tulang dan sendi kami rasanya sakit saking kuatnya pekikan
suara tersebut.

Di tengah kekacauan itu, samar-samar kulihat Naru berjalan mendekati Obito. Sepertinya ia satu-satunya yang tidak
terpengaruh oleh cahaya dan suara dari bola tersebut. Aku tak tahu pasti apa yang dilakukan Naru karena kedua mataku
belum bisa melihat dengan jelas karena efek serangan Naru. Tapi sekilas kulihat Naru mengangkat kunai dan
menghujamkannya berkali-kali ke tubuh Obito. Samar-samar aku juga mendengar suara Obito yang kesakitan.

Semenit kemudian aku merasa ada yang mengangkat badanku lalu menidurkanku di pangkuannya. Dari gesture serta
warna rambut pirang yang samar-samar kulihat, aku tahu itu Naru. Ia bicara padaku tapi aku tak bisa mendengarnya. Efek
jurus Naru tadi masih menulikan kedua telingaku. Naru sedang tersenyum, tapi di saat yang bersamaan ia mengeluarkan
air mata, ditandai dengan tetes-tetes air mata di wajahku.

Lama-kelamaan penglihatanku semakin jelas. Kini aku bisa melihat kelopak mata ungu milik Naru dan sepasang mata
ularnya. Ia sedang menangis terharu. Dari gerakan bibirnya, aku yakin dia mengatakan kalau semuanya sudah berakhir.

Kita telah memenangkan pertarungan melawan Akatsuki.

Tiga hari pasca invasi Akatsuki

Hari ini aku diizinkan pulang setelah 3 hari dirawat di rumah sakit. Luka tusukan di perutku sudah hampir sembuh. Kalau
bukan karena chakra Kyuubi, aku pasti tak akan sembuh secepat ini. Aku diizinkan pulang, tapi bukan berarti aku sudah
sepenuhnya sembuh. Aku disuruh untuk melanjutkan istirahatku di rumah. Aku dilarang berlatih selama seminggu karena
luka jahitan di perutku belum sepenuhnya menutup. Aku juga tak boleh makan makanan yang keras dan pedas
termasuk ramen.

Sejujurnya aku tak tahan jika tak makan ramen selama seminggu. Makanya aku sempat punya niat untuk melanggar
pantangan dokter itu. Sialnya Naru seperti membaca pikiranku, dia mengatakan kalau dia akan mengontrol pola makanku
selama seminggu. Hidup bersama selama 4 tahun telah membuat Naru tahu niat burukku hanya dengan menatap mataku
saja.

Kami berjalan di antara reruntuhan bangunan dengan Naru yang mengapit lengan kananku. Desa telah porak poranda.
Kami juga kehilangan orang-orang terbaik kami, Hokage Ke-3, Jiraiya, Asuma, dan bahkan Danzou pun tewas. Itachi ikut
tewas bersama Danzou karena Danzou sempat mengaktifkan Ura Shish Finjutsu di badannya. Ura Shish
Finjutsu adalah segel yang jika diaktifkan akan menyerap benda apa saja (termasuk makhluk hidup) di sekitar si
pengguna.

Tapi kami pantas bersyukur karena telah memenangkan pertempuran melawan Akatsuki. Pertempuran yang sebenarnya
memiliki persentase kemenangan yang kecil. Untung saja ada Naru yang menyelamatkan kami di saat-saat terakhir.

Jurus yang dikeluarkan Naru kemarin adalah jurus Sennin Mode, yaitu Senp: Hakugeki no Jutsu. Jurus itu hanya bisa
dikeluarkan saat seseorang mencapai level Sage Naga. Jurus itu memancarkan cahaya menyilaukan dan mengeluarkan
suara yang memekikan telinga. Saking kuatnya, orang yang berada di sekitar bola itu akan kehilangan fungsi indera
penglihatan, pendengarannya, serta lumpuhnya sendi dan tulang dalam waktu beberapa menit. Hanya si pengguna yang
bisa bertahan dari efek serangan itu.

Jurus yang hebat, tapi menyebabkan efek samping yang cukup membuatku sedih setiap kali aku memandang adik
kesayanganku.

"Tolong jangan melihatku terus, Nii-san," kata Naru sambil menurunkan tudung kepalanya ke arah depan sampai hampir
menutupi setengah wajahnya.

Setelah perang, Naru selalu memakai jubah hitam yang menutupi sebagian besar badannya. Alasan Naru memakai jubah
hitam dan menutupi wajahnya dengan tudung adalah karena sebagian tubuhnya kini telah berubah menyerupai ular. Kulit
leher Naru di sekitar gigitan Orochimaru telah berubah menjadi sisik ular, menyebar hingga ke pundak kiri, dada, tangan
kiri, dan wajah bagian kiri. Kedua matanya nampak seperti mata ular, berwarna kuning dan terkesan tajam.

Itulah efek samping yang kumaksud. Padahal Naru sudah tidak dalam Sennin Mode lagi, tapi karakteristik sage Naga
memang begitu. Kulit akan terus menerus menerima energi alam dalam jumlah kecil sehingga fisik akan tetap terlihat
menyerupai ular/naga. Mata dan sisik tetap ada meskipun dalam jumlah kecil. Hanya 4 tanduk saja yang benar-benar
hilang.

Naru bersikeras kalau dia tak apa-apa dengan keadaan fisiknya yang sekarang. Tapi aku tahu itu bohong. Perempuan mana
yang rela wajah dan sebagian badannya bersisik? Aku saja yang tidak mengalaminya sangat menyayangkan kondisi Naru
saat ini.

Naru telah kehilangan wajah cantiknya.

"Apa itu permanen?" tanyaku.

"Aku sudah menanyakan hal itu kepada Orochimaru. Ia bilang, selama aku membiarkan virus ular menguasai tubuhku,
maka tubuhku akan tetap begini." Aku bisa menangkap nada kesedihan dalam kalimat Naru meskipun ia berkata dengan
senyuman tipis di wajahnya.

"Kenapa kau lakukan ini, Naru? Bukankah aku sudah menyuruh Kurama untuk memusnahkan virus ular di tubuhmu?"

"Aku memilih untuk tidak melenyapkannya. Aku masih memerlukan kekuatan ular ini. Sage Naga jauh lebih hebat
dari Sage Kodok. Rasanya kekuatan alam masuk ke dalam tubuhku tanpa henti melalui kulitku. Aku tak perlu bertapa untuk
mengumpulkannya."

"Tapi wajahmu-"

"Tidak apa-apa," potong Naru. Lagi-lagi ia memperlihatkan senyuman yang justru membuat hatiku sakit. "Ini satu-satunya
cara agar aku bisa lebih kuat. Meski sebenarnya kekuatan ini pun belum cukup. Tapi paling tidak ini adalah jurus terkuat
yang kumiliki saat ini. Pertempuran kemarin telah merenggut nyawa orang-orang yang kusayangi. Ojii-san, Ero-Sennin, dan
Asuma-sensei, serta Baachanyang sedang koma. Aku tak ingin kehilangan lebih banyak lagi jadi aku akan tetap
membiarkan virus ular menguasai 70% tubuhku."

Kami menghentikan langkah saat sudah berada di apartemen baru kami, yaitu bangunan yang dibuat oleh elemen kayu
Yamato.

"Kecuali" lanjut Naru, ia sengaja menggantungkan kalimatnya. Ia lalu menoleh padaku dan menatapku dengan sepasang
mata ularnya. "Kecuali kau mau mengajarkanku Mode Kyuubi."

Aku terpaku. Sesedih apapun aku saat melihat wajah Naru sekarang, aku tak bisa mewujudkan keinginan Naru yang satu
itu.

"Aku tak akan mengajarkanmu Mode Kyuubi," jawabku, perubahan intonasiku yang meninggi telah disadari Naru.

"K-kenapa?" tanya Naru hati-hati.

Sebenarnya saat aku terbaring di rumah sakit, aku sempat berpikir akan mengajarkan Naru Mode Kyuubi. Tapi kemudian
aku teringat kalau dalam tahap menguasaiMode Kyuubi, Naru akan bertemu dengan ibunya. Jika berkaca pada kejadian di
Konoha 1, ibunya pasti akan bercerita bagaimana insiden Kyuubi 14 tahun lalu, kelahiran Naru, dan semua detail lainnya
yang ujung-ujungnya akan mengarah pada kenyataan kalau aku bukan kakak kandung Naru.

Naru akan tahu kalau ia adalah anak tunggal yang lahir dari pasangan Minato dan Kushina. Dia tak pernah punya kakak
bernama Uzumaki Naruto yang berumur 7 tahun lebih tua darinya. Ia akan tahu kalau aku bukan kakaknya, aku hanya
sosok asing yang datang dan menyebabkan kekacauan di Konoha 2.

Aku tak ingin itu terjadi!

"Kenapa Nii-san? Aku sedih melihat korban di pertempuran kemarin. Aku ingin kekuatan yang lebih besar lagi agar aku bisa
melindungi mereka," tanya Naru lagi, menyadari kalau dari tadi aku hanya diam saja.

"Sage Naga-mu sudah cukup kuat, kembangkan saja itu," jawabku sambil masuk ke apartemen. Tak mempedulikan Naru
yang kecewa dengan jawabanku.

Aku menatap langit-langit kamar baruku. Membiarkan pertanyaan Naru berputar-putar di otakku.
Jika dipikir lagi, apa hakku melarang Naru mempelajari mode Kyuubi? Takdir Naru yang sebenarnya adalah
menguasai mode Kyuubi. Jika aku melarangnya, itu sama saja dengan mengubah kembali takdir Naru ke arah yang tak
jelas, ke arah yang bahkan aku sendiri tak bisa prediksikan.

Kekacauan yang terjadi selama ini tidak pernah terjadi di Konoha 1. Ini semua terjadi karena kehadiranku di sini. Persis
seperti kata-kata Jiraiya yang bilang padaku jika sekali saja kuubah kejadian di sini, maka efeknya akan terasa di masa
depan. Seandainya aku tak mengajarkan mode Kyuubi, pasti akan datang masalah baru lagi.

Aku beranjak dari tempat tidurku. Sepertinya aku berubah pikiran.

Naru tak ada di apartemen, jadi aku mendeteksi chakra-nya, lalu menggunakan Hiraishin untuk menemuinya.

"Rupanya kau di sini."

"Nii-san"

Naru sedang duduk di kepala patung Hokage Ke-4. Ia ragu-ragu menatapku, takut jika aku masih marah padanya.

Aku menghilangkan keraguan Naru dengan duduk di sampingnya serta menyunggingkan sebuah senyuman. "Maaf tadi aku
membentakmu."

"Tidak apa-apa."

"Sedang apa kau di sini?"

"Aku hanya sedang memikirkan impianku. Aku berharap wajahku akan diukir di bukit ini. Aku ingin jadi Hokage perempuan
pertama Konoha agar semua orang menghormatiku dan mengakui kehebatanku."

Kalimat Naru mengingatkanku pada janji yang kubuat pada Naru untuk membimbingnya jadi Hokage. Kalimat itu juga
mengingatkanku pada impian lamaku menjadiHokage Konoha 1. "Kau salah, Naru. Seseorang pernah bilang padaku,
kalimat yang benar itu bukan 'Seseorang yang jadi Hokage akan diakui oleh semua orang', kalimat yang benar adalah
'Seseorang yang diakui oleh semua orang yang akan jadi Hokage'."

Naru menatapku tak mengerti.

"Belakangan ini para penduduk membicarakan sosok manusia naga berambut pirang yang datang di saat-saat terakhir
invasi Akatsuki. Mereka penasaran pada sosok yang berperan penting dalam membalik kekalahan kita menjadi sebuah
kemenangan. Jadi lepas saja jubahmu. Biarkan para penduduk tahu jika sosok pahlawan itu ada di antara mereka. Biarkan
mereka mengenalimu dan mengakui kehebatanmu."

Naru menggigit bibir bawahnya lalu berpaling. "Tapi dengan wajahku sekarang "

Aku memegang kedua pundak Naru, membuatnya kembali menatapku. "Dengar baik-baik Naru. Aku tak peduli bagaimana
wajahmu sekarang. Naruko tetaplah Naruko, kau tetap adik yang sangat kusayangi. Aku yakin para penduduk juga
merasakan hal yang sama denganku."

Tak lama kemudian Naru membuka tudung penutup kepalanya dan tersenyum.

"Tenang saja, minggu depan saat badanku kembali sehat, aku akan mengajarkanmu menguasai Kyuubi."

"Arigatou, Nii-san!"

Naru memelukku dengan erat saking senangnya.

Ya, itu benar. Aku akan mengajarkan Naru menguasai chakra Kyuubi. Atau lebih tepatnya aku akan mengajak Naru
menemui orang yang bisa mengajarinya, yaituHachibee.

Lalu setelah itu

Aku akan pulang ke tempatku yang seharusnya... Konoha 1.

Seminggu kemudian - Pulau Kura-Kura, Kumogakure

"Jaga dirimu baik-baik, Naru."


"Kau tidak ikut masuk ke dalam kuil?" Aku menggeleng, lalu merengkuh tubuh Naru ke dalam pelukanku untuk terakhir
kalinya. Aku tak bisa membendung kesedihanku hingga air mataku menetes.

"Umm, apa latihannya sangat berat sampai kau memperlakukanku seperti ini?" tanya Naru bingung melihat reaksiku.

Aku melepas pelukanku, lalu mencium pipi kanan Naru. "Tidak, tenang saja. Kau pasti bisa menguasainya."

Setelah itu Naru masuk ke dalam kuil bersama Hachibee. Ia melambaikan tangannya sambil tersenyum ceria. Senyuman
yang pasti akan sangat kurindukan.

"Aku titip Naru," ujarku sambil menyalami Kakashi, orang yang telah ditunjuk sebagai Hokage Ke-5 Konoha 2 oleh dewan.
Yamato ada di sana dan aku juga menyalaminya. Mereka berdua mengangguk mengerti. Padahal awalnya mereka
bersikeras mencegahku karena mereka tahu aku dan Naru sudah hidup bersama cukup lama. Naru sudah menganggapku
kakak kandungnya dan pasti akan sangat sulit melepasku. Ia pasti akan sangat kehilanganku.

Namun aku tekankan kalau aku melakukan ini jutru karena aku sayang pada Naru. Aku tak ingin hal-hal berbahaya lainnya
terjadi hanya karena aku berada di sini. Aku ingin kehidupan Naru kembali ke jalur takdir yang seharusnya.

Selamat tinggal, Naru.

Sebentar lagi kau akan tahu siapa orang tuamu dan siapa aku sebenarnya. Maaf telah membohongimu selama ini dengan
mengaku sebagai kakakmu.

Semoga kau baik-baik saja dan tak akan ada lagi kekacauan yang muncul gara-gara kehadiranku di sini. Selamat berjuang,
maaf tak bisa menyaksikanmu menjadiHokage perempuan pertama Konoha. Tapi aku yakin dengan atau tanpaku di sisimu
kau akan mencapai mimpimu itu.

Sejujurnya aku malu pada diriku sendiri. Aku telah membuang impianku begitu saja. Berbeda sekali denganmu yang
memegang teguh impianmu sampai sekarang. Terima kasih karena kau telah menyadarkanku pada impian lamaku untuk
menjadi Hokage. Aku akan pulang ke Konoha 1 tempat kelahiranku, aku akan kembali mengejar mimpi itu.

Sekali lagi, selamat tinggal adikku, Uzumaki Naruko.

Konoha 1

"Uhuk uhukkk" Rasa sakit yang kurasakan untuk berpindah dimensi ini sama sakitnya seperti 4 tahun lalu. Rasanya
badanku remuk dan kepalaku pusing. Tapi paling tidak, aku telah berhasil pulang ke desa kelahiranku dengan selamat.

Perlahan aku berdiri dan-

BUKH!

Seseorang memukul wajahku. "Siapa kau?!" tanyanya.

Aku yang sedang dalam kondisi lemah langsung saja tersungkur ke tanah. Aku kemudian mendongak mencari tahu siapa
yang memukulku. "Aku yang seharusnya bertanya, siapa kau? Kenapa memukulku tiba-tiba?"

"Jangan balik bertanya! Kau sudah masuk ke sini tanpa izin!"

Aku memandang sekitarku. Ini halaman gedung Hokage. Sosok berambut rancung gelap itu menarik kerahku dan bersiap
memukulku lagi.

"Hentikan Menma-sama!"

Sosok yang dipanggil Menma itu menghentikan pukulannya. Lalu kami menoleh ke arah teriakan feminim tadi. Di sana ada
seorang Hyuuga berambut indigo yang berlari dengan terburu-buru. Rambutnya terurai mencapai paha. Poni depannya
ditata hime-style. Aku memperhatikan wajahnya. Meski kini sosoknya sudah menjelma jadi seorang wanita muda, tak butuh
waktu lama sampai aku sadar kalau itu Hinata.

"Siapa orang ini?" tanya Menma.

Hinata berusaha melepas tangan Menma yang masih saja memegang kerahku. "Dia Uzumaki Naruto, salah
satu shinobi Konoha. Dia anak dari Hokage Ke-4, Namikaze Minato."

Menma melepas pegangan kuatnya di kerahku setelah mendengar kata-kata Hinata.


Kini Hinata menatapku. "Naruto-kun, orang yang dihadapanmu sekarang adalah Namikaze Menma," kata Hinata, ia terlihat
ragu untuk melanjutkan kalimatnya.

"Saat ini ia adalah Hokage Ke-6 Konoha."

To Be Continue

A/N:

Summary

Lokasi: Konoha 2

Stage 1: Bunshin 1, Jiraiya vs 6 Pain, Nagato

Stage 2: Bunshin 2, Hokage Ke-3 vs Kakuzu

Stage 3: Bunshin 3, Tsunade vs Sasori

Stage 4: Bunshin 4, Yamato vs Zetsu

Stage 5: Bunshin 5, Kakashi vs Deidara

Stage 6: Bunshin 6, Guy vs Kisame

Stage 7: Bunshin 7, Asuma vs Hidan

Stage 8: Bunshin 8, Kurenai-Anko vs Itachi

Stage 9: Bunshin 9, Danzou vs Konan

Stage 10: Naruto vs Tobi

MATI: Bunshin 1, Bunshin 2, Bunshin 3, Bunshin 5, Bunshin 6, Bunshin7, Bunshin 8, Bunshin 9, Jiraiya, Hokage Ke-3,
Asuma, Danzou, Jigokudo, Gakido, Chikushodo, Shurado, Ningendo, Tendo, Kakuzu, Sasori, Deidara, Kisame, Itachi, Konan,
Tobi/Obito

KOMA: Tsunade

LUKA PARAH: Guy, Zetsu, Kurenai, Anko

DITAHAN: Hidan, Nagato

rifuki

7. Naru Part 5 - Hard Choices


< Prev Next >
8. Menma Part 1 - Rokudaime Hokage
< Prev Next >

Menma Part 1

"Rokudaime Hokage"

Konoha 1, 4 tahun setelah perpindahan dimensi

"Naruto-kun, orang yang dihadapanmu sekarang adalah Namikaze Menma. Saat ini ia adalah Hokage Ke-6 Konoha."

Kalimat itu terasa begitu menusuk di indera pendengaranku walaupun sebenarnya diucapkan dengan suara lemah lembut
khas Hinata. Entahlah, hanya saja... jadiHokage adalah salah satu alasanku untuk kembali ke Konoha. Jika sekarang
posisi Hokage sudah ditempati orang lain, lalu untuk apa aku ke sini?

Kulepas pegangan tangan Hinata di dadaku yang tadi bermaksud meleraiku dengan sosok bernama Menma. Kulangkahkan
kedua kakiku meninggalkan mereka berdua.
"Naruto-kun, kau baik-baik saja?"

""

"Oy, blondie!"

Aku tak menghiraukan pertanyaan-pertanyaan Menma dan Hinata yang terdengar mengkhawatirkan keadaanku. Sebesar
apapun rasa penasaran yang kurasakan, saat ini aku hanya ingin istirahat di kamarku. Efek perpindahan dimensi, rasa
kecewa, ditambah dengan puluhan pertanyaan yang menyerbu otakku membuat kepalaku ingin pecah. Aku tak bisa berpikir
jernih dengan keadaanku sekarang.

Sore itu aku pulang ke apartemen lamaku yang untungnya masih ada dan tampak terawat.

Aku tertidur hingga keesokan harinya.

Aku berharap apa yang terjadi dan apa yang kudengar kemarin adalah mimpi. Tapi pemandangan patung Hokage di luar
jendela kamarku seolah menamparku, menyadarkanku kalau ini adalah kenyataan. Kulihat cahaya matahari pagi yang baru
saja terbit menghiasi sosok patung ke-6 di deretan patung wajah tersebut.

Patung sosok yang masih asing bagiku.

Pagi itu aku mampir ke Ichiraku untuk sarapan. Entah perasaanku saja atau memang rasa ramen di sini lebih enak
dibanding dengan di Konoha 2? Mungkin ini hanya perasaanku saja yang begitu merindukan kampung halamanku ini. Satu
mangkuk miso ramen sudah cukup untuk mengganjal perutku. Aku ingin segera menemui sangHokage.

"Maaf soal kemarin. Kau tahu sendiri pertemuan kita kemarin kurang enak. Izinkan aku memperkenalkan diriku kembali,"
ujar Menma saat aku tiba di ruangannya. Menma mengulurkan tangannya padaku dan aku menyambutnya. "Namikaze
Menma, Hokage Ke-6 Konoha."

"Uzumaki Naruto, mantan shinobi Konoha."

Menma mengerutkan keningnya mendengarku melakukan penekanan pada kata 'mantan'.

"Suasana di sini terlalu resmi dan membuat kita tegang," ujar Menma.

Menma melepas jubah Hokage-nya, memperlihatkan dada dan otot perutnya yang terbentuk. Hmm, tidak buruk. Pantas
saja di 2 kali pertemuan kami dia selalu terlihat bertelanjang dada. Ia memakai celana panjang hitam, sepasang tangannya
memakai sarung tangan fingerless hitam panjang yang mencapai otot bisep, dibalut dengan tali kulit berwarna merah.
Untuk kakinya, ia memakai sandal ninja hitam yang juga dibalut oleh tali kulit merah.

Jika kulihat wajahnya, sebenarnya wajah kami cukup identik. Mulai dari warna kulit, hidung, sampai sepasang
mata shapire juga sama. Yang membedakan kami adalah tanda lahir di pipi Menma yang lebih kasar, rambutnya yang
hitam lebih panjang dan berantakan, serta pakaian yang dikenakannyalah yang membuatnya terkesan lebih bad ass.

Menma lalu menatap patung Hokage lewat jendela besar di ruangan itu. "Kurasa di sana lebih nyaman untuk mengobrol.
Bagaimana menurutmu?"

Aku tak banyak protes lalu mengangguk setuju.

Sedetik kemudian Menma menghilang. Kecepatan berpindah secepat ini tidak salah lagi. Ini Hiraishin no Jutsu! Ok, Menma
berhutang satu lagi penjelasan padaku!

Aku melakukan Hiraishin ke atas bukit Hokage dan mendapati Menma sudah ada di sana, duduk santai di tepi bukit.

"Jangan terlalu tegang, rileks saja," serunya. Aku menurut dan duduk di sampingnya, tentunya dengan menjaga jarak. Aku
masih belum kenal betul orang di sampingku ini.

Menma menghela napas pelan. "Aku hanya punya satu pertanyaan untukmu, pertanyaan yang mewakili semua orang di
Konoha. Pertanyaanku adalah, apa benar kau berpindah dimensi?"

Tidak ada yang harus kusembunyikan, lagi-lagi jawabanku hanya berupa anggukan.

"Sudah kuduga. Dengar Naruto, aku sudah tahu segala hal tentangmu dari Hinata. Mulai dari kehidupanmu di Konoha,
impianmu sebagai Hokage, sampai peranmu dalam perang dunia ninja ke-4. Jadi intinya aku tak perlu lagi bertanya
padamu. Tujuanku membawamu ke sini adalah untuk menjawab berbagai pertanyaan yang aku yakin saat ini bermunculan
di kepalamu. Aku ingin kau tahu siapa aku dan apa yang terjadi di Konoha setelah kepergianmu."

Aku bersyukur pemikiran Menma sejalan denganku. Aku tak perlu lagi memintanya untuk menjelaskan kalau memang sejak
awal dia berniat untuk menjelaskannya.

"Naruto," panggilnya. "Aku juga dari dimensi lain."

Pernyataan singkat namun sudah cukup untuk membuatku terpaku tak percaya.

"Jangan bercanda."

"Apa aku terlihat bercanda?"

Kulihat kedua bola mata Menma yang identik denganku. Tidak ada kebohongan di sana.

"Aku terlahir di desa yang juga bernama Konoha. Namun aku tidak sepertimu yang terlahir dari pasangan terpandang.
Namikaze Minato dan Uzumaki Kushina di dimensiku hanya sepasang shinobi biasa. Mereka hanya sesosok ayah dan ibu
yang setia mengabdi kepada desa demi menghidupi anak tunggalnya yang seorangjinchuuriki, yaitu aku. Ibuku sangat
sayang padaku. Ia selalu merasa bersalah karena Kyuubi disegel dalam tubuhku. Tapi mau bagaimana lagi, itu memang
takdir kami sebagai klan Uzumaki. Ayahku tahu beban berat yang kupikul sebagai jinchuuriki sehingga mengajariku
berbagai jurus hebat, Rasengan, Hiraishin, dan Mode Kyuubi.Berkat bimbingan keduanya aku tumbuh jadi anak yang hebat,
punya banyak teman, dan disukai para penduduk meskipun aku seorang jinchuuriki."

Pertanyaan-pertanyaanku mulai terjawab. Pantas saja Menma menguasai Hiraishin, punya 3 pasang tanda lahir yang sama
denganku, dan bahkan memiliki fisik yang hampir sama denganku. Namun sepertinya ia lebih beruntung dariku.

Aku tersenyum pahit. "Kau lebih beruntung, Menma. Jika harus memilih, aku lebih memilih menjadi dirimu yang terlahir di
keluarga biasa namun tak kekurangan apapun. Kau punya keluarga, teman, dan kasih sayang. Kehidupanmu jauh lebih baik
dariku dan adikku, Naru, di dimensi ke-2."

Menma terdiam, ia tahu topik mengenai keluarga adalah hal yang sensitif bagiku. Ia menurunkan nada bicaranya. "Yang
dulu kau maksud 'dirimu yang lain' di dimensi ke-2 itu bernama Naru?"

"Ya, itu nama panggilan yang kuberikan padanya. Nama aslinya Uzumaki Naruko."

"Naruko? Dia perempuan?"

"Hn. Dia seorang perempuan yang berumur 7 tahun lebih muda dariku. Dulu dia terlihat lemah di mataku, sehingga aku
memutuskan untuk menemaninya."

"Kalau begitu aku lebih memilih jadi dirimu."

Aku terkejut dan memandang Menma. Ia sedang tersenyum memandang langit, senyuman pahit yang sama seperti yang
kutunjukan beberapa saat lalu. "Mungkin kalianlah yang lebih beruntung. Kehidupan sempurnaku berubah drastis 4 tahun
lalu. Kini aku sudah kehilangan semuanya."

"Apa yang terjadi 4 tahun lalu?" tanyaku penasaran.

"Saat itu aku baru pulang dari misi di Suna. Sebenarnya bukan misi besar, hanya misi tingkat B selama 3 hari. Namun
sepulang misi, kulihat Konoha sudah rata dengan tanah. Yang sangat kusesalkan adalah aku tak sempat melihat orang tua
dan teman-temanku untuk terakhir kali. Aku bahkan tak bisa menemukan jasad mereka saking dahsyatnya serangan yang
terjadi. Yang kutemukan di desa hanyalah sosok yang menamakan dirinya Yami. Dialah yang menghancurkan desaku
beserta isinya tanpa sisa."

"Yami?"

"Ya, dia bernama Yami yang berarti 'kegelapan'." Keringat mengalir dari balik jambang panjang Menma. Pembahasan
mengenai sosok Yami ini membuatnya tegang.

"Dia berambut pirang sepertimu dan memiliki sepasang mata merah menyala. Dia mengaku dari dimensi lain."

"Tunggu-tunggu," potongku. "Jadi maksudmu ada dimensi lain selain milik kita dan Naru?"

Menma mengangkat bahu. "Kita belum bisa mempercayainya 100%. Tapi yang pasti, Yami sangat kuat hingga bisa
menghabisi semua shinobi di desaku sendirian. Setelah menyadari kehadiranku dia mengejarku dan mengatakan kalau
akulah yang ia cari. Aku dihajar habis-habisan olehnya. Aku tak mengerti kenapa dia bisa sangat kuat. Saat aku merasa
akan mati, entah apa yang terjadi, tiba-tiba aku berpindah dimensi ke sini."
"Tanpa segel?" tanyaku.

"Tanpa segel. Aku hanya berpindah begitu saja."

Cukup aneh memang jika bisa berpindah tanpa segel. Itu berarti Menma tak bisa mengatur kapan dia ingin berpindah.
Perlahan teka-teki ini menjadi semakin rumit. Banyak hal baru yang belum kuketahui, maka kubiarkan Menma melanjutkan
ceritanya.

"Aku hampir putus asa. Aku sudah kehilangan keluarga, teman, dan desaku. Lalu malah terdampar di tempat yang tak lebih
baik dari desaku yang lama. Empat tahun lalu banyak sekali konflik yang terjadi di sini karena Konoha tak punya Hokage.
Kau pergi di saat pelantikan sedangkan Tsunade terluka parah karena ada penyerangan dari pihak luar. Kebanyakan
penduduk yakin kalau kau akan kembali. Sayangnya, para dewan tak ingin mengambil resiko membiarkan Konoha
tanpa Hokage. Perpecahan mulai terjadi antara yang pro terhadapmu dan yang berbalik membencimu karena kau dicap tak
bertanggung jawab. Belum lagi tekanan dari desa lain yang memanfaatkan kekacauan di Konoha sebagai waktu yang tepat
untuk menginvasi. Aku yang kala itu diangkat jadi seorang jounin, jadi ingat desaku sendiri dan tak bisa tinggal diam. Aku
berjuang bersama shinobi Konoha lain mempertahankan desa. Selama 6 bulan Konoha benar-benar berada dalam
kekacauan. Empat desa besar dalam aliansi tak bisa berbuat banyak karena menilai ini konflik internal dan mereka tak bisa
ikut campur. Tak ada yang bisa maju sebagai Hokage Ke-6 untuk mengkomandoi perang saat itu. Maka aku mengusulkan
untuk menjadi Hokage Sementara di tengah kacaunya Konoha. Dewan langsung setuju karena melihat perjuanganku
membela Konoha. Aku mulai memimpin perang. Kusebar semua shinobi Konoha ke penjuru desa, kuubah pertahanan desa
ini jadi lebih kuat, kuperbanyak perekrutan shinobi, produksi senjata, dan kuperkuat pertahanan Konoha sampai akhirnya
keadaan mulai stabil. Pihak yang membencimu mulai menghentikan pemberontakan mereka karena sekarang sudah ada
Hokage pengganti. Invasi dari luar pun berangsur berkurang karena mereka melihat pertahanan kita yang semakin bagus."

Mendengar cerita Menma, sekarang aku tahu kalau dia adalah versi lain dari diriku dari dimensi lain. Berarti dia sama saja
dengan Naru. Bedanya Menma seumuran denganku. Perlahan rasa kesal itu hilang, digantikan dengan rasa iba. Aku pikir
kehidupanku dan Naru adalah yang terparah, tapi nyatanya kehidupan Menma lebih buruk lagi. Menma sebatang kara. Aku
tak bisa membayangkan kehilangan semua orang di desa di waktu yang bersamaan. Bahkan setelah terdampar di dimensi
ini pun Menma masih dihadapkan pada kekacauan yang kubuat.

"Maaf. Aku sadar kata itu tak berarti apa-apa sekarang karena semuanya telah terjadi. Tapi aku benar-benar tak tahu jika
kepergianku akan menyebabkan kekacauan besar." Hanya itulah yang bisa kukatakan, di tengah penyesalanku atas
perbuatanku 4 tahun lalu.

"Sudahlah. Para penduduk lebih banyak yang pro terhadapmu. Mereka tak bisa menyalahkanmu karena kau pergi ke
dimensi lain. Mereka ingat bagaimana sikap kasar mereka terhadapmu saat kau kecil. Mereka sadar dan tak bisa
memaksamu untuk tetap tinggal. Tapi satu yang pasti, kami tetap menganggapmu shinobi Konoha. Jangan pernah katakan
kalau kau mantan shinobi Konoha," kata Menma sambil menepuk pundak kiriku.

"Terima kasih," ucapku. Sosok di sampingku ini terdengar begitu bijaksana. Rupanya jabatan Hokage tak diberikan padanya
dengan sembarangan oleh para dewan.

"Ngomong-ngomong, apa yang membuatmu kembali?" tanya Menma, kembali mengganti topik.

Membahas hal itu membuatku kembali mengingat Naru, padahal ini belum sampai 24 jam aku meninggalkannya. Apa yang
sedang dilakukannya sekarang? Apa dia sudah menguasai mode Kyuubi? Kuharap dia baik-baik saja, pikirku. "Naru sudah
dewasa dan cukup bisa menjaga dirinya. Lagipula kehadiranku di sana hanya mendatangkan banyak masalah. Alur waktu di
sana jadi berubah dari yang seharusnya."

Menma menyimpan tangannya di dagu, berpikir. "Aku juga telah masuk ke alur kehidupanmu. Bukankah itu berarti aku
akan mendatangkan masalah?"

Aku tak bisa menjawab. Kerusakan alur ini belum bisa dinilai keakuratannya karena baru pendapat Jiraiya dan aku. Aku
belum tahu apakah invasi Orochimaru dan Akatsuki di Konoha 2 adalah mutlak kesalahanku karena berpindah dimensi?
Atau memang itulah takdir yang seharusnya terjadi? Masih banyak misteri yang belum terpecahkan.

Menyadari kalau aku tak bisa menjawab, Menma bicara lagi. "Sejak dulu aku tak pernah berambisi menjadi
seorang Hokage, apalagi Hokage di dimensi lain. Keadaanlah yang menuntunku jadi seorang Hokage di sini 3 tahun lalu.
Sekarang aku akan bertanya satu hal penting padamu."

Menma memberikan jeda untuk memastikan aku memperhatikan baik-baik kata-katanya. "Apa kau ingin jadi Hokage Ke-6
menggantikanku, Naruto?"

Aku melongo, sedangkan Menma tetap mempertahankan wajah seriusnya. Mengobrol lama-lama dengan Menma
membuatku tahu kalau dia tak seburuk yang kukira. Pantas saja penduduk terlihat senang dipimpin olehnya. Tapi ini terlalu
tiba-tiba, ada banyak hal yang tak kuketahui dari Konoha yang sekarang.

"Aku perlu waktu untuk berpikir."


"Ini seharusnya jabatan yang kau pegang. Bukankah ini mimpimu sejak lama?"

"Ya. Tapi saat ini terlalu banyak hal yang kupikirkan. Dari semua hal itu, yang lebih menyita pikiranku adalah Yami. Pasti
ada alasan tertentu kenapa Yami ingin membunuhmu, juga alasan kenapa dia bisa sangat kuat."

Wajah serius Menma hilang, digantikan oleh seulas senyum.

"Cukup, Naruto. Kau yang sekarang berbeda sekali dengan yang diceritakan orang-orang padaku. Kau lebih serius. Aku
sedang tidak mau membahas Yami. Jadi lebih baik pembahasan Yami kau tunda dulu. Malam nanti akan ada perayaan
kemenangan Konoha melawan invasi. Jadi sebagian besar shinobi tidak bertugas dan ada di desa. Kenapa tidak berkeliling
desa dan menemui teman-temanmu? Aku yakin banyak hal yang berubah setelah kau pergi."

Aku akan menanggapi, tapi tiba-tiba datang seorang ANBU di belakang kami. "Maaf Hokage-sama, ada beberapa berkas
penting yang belum Anda periksa," kata ANBUtersebut dengan hati-hati, tak mau terdengar mengganggu kami.

"Aku kembali dulu ke gedung Hokage." Tanpa menunggu responku, Menma sudah menghilang diikuti ANBU tadi.

Aku tak tahu bagaimana Menma bisa sangat tenang mengetahui ada sosok bernama Yami yang mengincarnya. Mungkin ia
sudah terlalu nyaman di sini selama 4 tahun sehingga melupakan masalah Yami.

Berbeda sekali denganku yang malah jadi khawatir. Itu berarti ada 4 dimensi yang sekarang kita ketahui yaitu Konoha 1
tempatku berada sekarang, Konoha 2 tempat Naru berada, Konoha 3 tempat asal Menma yang kini sudah hancur, dan
Konoha 4 yang merupakan asal Yami.

Bagaimana caranya Menma berpindah tanpa segel? Lalu kenapa segel yang kugunakan selalu membawaku ke Konoha 2
milik Naru? Kenapa tidak ke Konoha lain?

Memikirkan itu membuat kepalaku semakin ingin pecah.

Aku perlu menyegarkan pikiranku dulu.

Aku menuruti saran Menma dengan berkeliling desa. Kuperhatikan Konoha 1 sudah sangat berbeda. Banyak bangunan baru
telah berdiri. Dari kebanyakan bangunan baru itu ada beberapa menara pemantau yang terlihat mencolok dibanding
bangunan lainnya. Menara itu tingginya sekitar 20 m, dan ada 2 orang penjaga di masing-masing puncaknya. Hal lain yang
tak kalah mencoloknya adalah tembok Konoha yang nampak lebih tebal dan tinggi. Tembok itu pun tak luput dari
penjagaan parachuunin dan jounin. Mereka sepertinya shinobi-shinobi yang baru saja dipromosikan, bisa dilihat dari wajah
mereka yang belum familiar bagiku. Selain dari menara dan benteng, bukti-bukti peperangan juga bisa dilihat dari goresan-
goresan senjata di beberapa tembok desa. Kurasa itulah beberapa saksi bisu perjuangan shinobiKonoha melawan invasi dari
luar desa.

Seperti yang dikatakan Menma, malam ini akan diadakan perayaan kemenangan Konoha. Para penduduk sibuk menghiasi
rumah-rumah mereka dengan lampion dan hiasan lainnya. Menma juga benar tentang sikap penduduk yang masih
mengharapkanku, mereka menyapaku bahkan beberapa tak segan untuk menyalamiku dan mengucapkan selamat datang
di Konoha. Mereka bertanya kemana saja aku selama 4 tahun ini. Hanya beberapa saja yang kulihat tak senang, kurasa
kelompok itulah yang disebut anti-Naruto.

Terlepas dari berubahnya sistem pertahanan Konoha hingga desa ini terlihat seperti desa militer, kulihat kehidupan
penduduknya lebih baik. Jauh lebih baik dibanding 4 tahun lalu. Perekonomian desa ini maju dengan pesat. Rumah-rumah
penduduk sebagian besar semi permanen 2-3 lantai. Setelah kuperhatikan lebih dekat, ternyata bukan bangunan untuk
pertahanan desa saja yang dibangun. Ada banyak fasilitas umum yang juga dibangun seperti taman, arena hiburan, arena
bermain, dan arena berlatih ninja. Pakaian yang dipakai para penduduk bagus-bagus. Jarang sekali kutemui gelandangan
berkeliaran di jalanan desa.

Aku berbaring di salah satu sudut taman yang nampaknya baru dibangun.

Berjalan seharian di desa membuatku lelah. Baru saja mataku akan terlelap, seseorang memanggilku. "Ano, N-Naruto-
kun..."

Aku membuka mataku dan menengadah. "Oh, Hinata." Buru-buru aku beranjak dan duduk di rumput.

"Maaf, apa aku mengganggumu?" tanyanya.

"Sama sekali tidak," jawabku jujur, karena tadi aku belum benar-benar tertidur.

"Umm.. aku membawakan bento sebagai permohonan maaf soal kemarin," kata Hinata malu-malu. Kemarin malam aku tak
memperhatikan Hinata dengan jelas, namun kini penampilan Hinata terlihat jelas di hadapanku. Ia lebih feminim dibanding
4 tahun lalu. Rambutnya lebih panjang. Ia memakai kimono lavender yang memperlihatkan sisi kedewasaan dan
keanggunannya.

Hinata menunduk malu saat menyadari aku memperhatikannya dari ujung kaki hingga ujung kepala. Aku sadar telah
membuatnya tak nyaman. "Ah, tidak usah repot-repot. Tadi aku sudah mengobrol panjang lebar dengan Menma. Dia sudah
menjelaskan semuanya. Kemarin kami hanya salah paham."

Hinata menggeleng pelan. "Aku sengaja membuat ini khusus untukmu. Jadi sayang sekali jika kau tak menerimanya."

Mendengar penjelasan Hinata aku jadi tak kuasa menolak.

"Kalau begitu terima kasih." Kuterima bento yang diberikan Hinata. Setelah kubuka, aku kaget karena isinya banyak.

"Kalau begitu aku pamit," ujar Hinata.

Ada rasa kecewa yang muncul saat Hinata mengatakan itu. "Kenapa buru-buru? Kita bisa makan bento bersama, ini terlalu
banyak untukku," ujarku, refleks memegang tangan Hinata yang saat itu masih berdiri, sedangkan aku sedang duduk.

Hinata terkesiap dan segera menarik tangannya. "M-maaf aku tak bisa," katanya panik sambil berbalik lalu berjalan cepat
meninggalkanku.

Sesaat masih sempat kulihat rona merah di kedua pipinya. Rambut indigo yang kini mencapai sebatas paha itu berayun
mengikuti setiap langkah cepat Hinata. Mataku tak melepas sosok Hyuuga itu sampai ia menghilang di tikungan. Apa dulu
Hinata secantik ini?

Mau tak mau aku menghabiskan bento porsi jumbo itu sendirian. Setelah itu aku kembali bersantai di taman. Keputusanku
untuk tetap tinggal di sana adalah keputusan tepat karena tak lama setelah itu aku bertemu dengan Kiba, Shino, dan Chouji
yang baru pulang dari misi.

Kami saling bercengkrama satu sama lain, melepas kerinduan.

Kiba dan Chouji adalah yang paling banyak bercerita, itu karena aku yang meminta mereka. Aku ingin tahu apa saja yang
kulewatkan saat aku pergi. Suka dan duka mereka ceritakan padaku. Mulai dari tewasnya Kakashi dan Shikamaru saat
terjadi invasi, sampai kabar bahagia pernikahan Chouji dan Ino. Memang tak disangka kalau Ino menerima lamaran Chouji
6 bulan lalu. Yang kutahu Ino adalah orang yang perfeksionis kalau disuruh memilih laki-laki. Mungkin setelah kepergian
sang ayah dan Shikamaru, Ino sadar kalau ia butuh seorang pendamping yang mau menjaganya.

Dari Kiba dan Chouji aku juga tahu kalau Sasuke memutuskan untuk jadi ANBU. Ia ingin melindungi Konoha dengan
caranya sendiri. Kiba, Shino, dan Sai memilih bergabung dengan divisi pengintaian untuk menyumbangkan keahlian
mereka. Lee memilih menjadi guru akademi meneruskan jejak Guy. Tenten sudah menjadi ketua divisi persenjataan sejak 4
tahun lalu. Dan ada banyak cerita yang kami bagi yang tak bisa kuceritakan semuanya. Yang jelas bisa kusimpulkan kalau
banyak sekali hal-hal yang kulewatkan di Konoha.

Tak terasa hari sudah semakin sore. Jalanan Konoha sudah mulai ramai. Para pedagang mulai membuka stand mereka
menyambut festival yang beberapa jam lagi akan dimulai.

"Apa acara ini diadakan setiap tahun?" tanyaku pada Kiba.

"Ya. Acara selalu berlangsung meriah. Nanti acara akan dimulai dengan pembukaan oleh Hokage. Selanjutnya akan ada
berbagai hiburan. Pengunjung juga dimanjakan dengan adanya berbagai stand makanan dan cindera mata. Lalu acara akan
ditutup dengan pertunjukan kembang api."

"Kelihatannya menarik," lalu aku menatap Chouji dan Kiba bergantian. Mengajak Chouji untuk berangkat bersama tentu
suatu kesalahan karena dia pasti akan pergi bersama Ino. Maka aku menoleh ke arah Kiba. "Bagaimana kalau kita
berangkat bersama, Kiba?"

"Sepertinya aku tak bisa," jawabnya tanpa banyak berpikir.

"Dia akan bersama pacarnya," tambah Chouji. Kiba menyikut Chouji, tapi kemudian ia tertawa pasrah, menandakan kalau
apa yang dikatakan Chouji benar.

Aku sadar kalau kami sudah bukan lagi anak-anak remaja yang selalu berkumpul di saat festival seperti sekarang. Di
Hanabi Matsuri 4 tahun lalu dan tahun-tahun sebelum itu, aku masih ingat kalau kami berempat, aku, Shikamaru, Chouji,
dan Kiba selalu pergi bersama. Mereka bertiga adalah teman pertamaku di akademi. Teman yang menemaniku saat aku
bolos dan dihukum, juga teman yang menemaniku saat ada perayaan seperti ini untuk bersenang-senang.
Tapi aku pastikan semua itu tak akan terjadi malam ini. Shikamaru sudah tiada dan kedua sahabatku yang lain sudah
punya pasangan.

Aku tersenyum dan menepuk pundak Chouji dan Kiba lalu berjalan pulang.

Mungkin sudah saatnya aku juga mencari pasangan. Tanpa berpikir lama aku sudah tahu siapa yang akan kuajak pergi
nanti malam. Perempuan yang sudah menyatakan cintanya padaku tapi belum pernah kutanggapi sampai sekarang.

Hyuuga Hinata, tentu saja.

Acara perayaan dimulai jam 7 malam. Jadi sebelum itu aku sudah bersiap-siap. Kupakai kimono biru tua yang baru saja
kubeli karena semua kimono-ku di sini sudah tidak muat. Beberapa kali kusisir rambut pirangku yang sudah agak panjang.
Aku ingin tampil rapi malam ini. Aku ingin terlihat baik di hadapan Hinata dan ayahnya.

Setelah siap aku bergegas ke Hyuuga Mansion untuk menjemput Hinata. Ternyata menjemput seorang perempuan ke
sebuah festival bisa membuat jantungku berdebar-debar seperti ini. Padahal aku sudah cukup kenal baik dengan Hiashi.
Pasca perang dunia ninja ke-4 aku sering mengunjungi Hiashi untuk menepati janjiku kepada Neji dan Hinata, yaitu
menghapuskan sistem main-branch di klan Hyuuga. Dengan dihapuskannya sistem itu, tidak akan ada lagi diskriminasi
kepada anggota keluarga branch/cabang. Kedua kelompok akan dianggap setara.

Belum sempat aku masuk ke gerbang utama Mansion, keluarga Hiashi keluar dari sana. Hiashi berjalan paling depan,
Hanabi dibelakangnya, lalu paling belakang ada Hinata. Dia nampak cantik dengan yukata putih bermotif bunga lavender
yang dipakainya. Aku tersenyum ke arahnya. Namun tak lama. Senyumku langsung pudar karena aku baru sadar kalau
Hinata tidak sendiri. Ia berjalan beriringan dengan Menma. Lengan Hinata mengapit lengan Menma dengan erat. Lalu di
pangkuan Menma ada seorang balita yang sedang tertawa ceria.

Aku terpaku di tempatku.

Aku tak bodoh.

Aku tahu apa yang terjadi.

"Oh, kau di sini Naruto," kata Hiashi menyadarkanku yang saat itu masih terpaku di depan gerbang Mansion.

Hanabi dan Hinata kaget melihatku, sementara Menma nampak tersenyum ramah. "Kau sengaja menunggu kami atau..."
Menma menghentikan kalimatnya lalu menatapku penuh tanya.

Aku benar-benar bingung harus apa. Jika aku bilang aku sengaja menunggu mereka, itu akan terdengar aneh. Untuk apa
aku menunggu keluarga Hyuuga? Jika aku bilang akan menjemput Hinata, itu tidak mungkin. Pemandangan di hadapanku
sudah cukup untuk menjelaskan kenapa ada Menma dan seorang balita di sana.

Aku hanya diam, belum punya alasan yang cukup logis untuk keluar dari keadaan ini.

"Dia menjemputku," seru Hanabi. Tanpa basa-basi ia berjalan ke arahku, meraih tanganku, dan menarikku pergi. "Ayo
pergi, Naruto."

Aku berusaha mengimbangi langkah cepat Hanabi sambil sesekali menatap Hanabi penuh tanya.

"Sejak kapan adikmu dekat dengan Naruto?"

"Umm.. entahlah."

Dari kejauhan kudengar percakapan Menma dan Hinata. Aku tak peduli apa reaksi ketiga orang itu tapi yang jelas Hanabi
sudah menyelamatkanku dari keadaan yang canggung tadi.

"Terima kasih," gumamku pelan.

"Ya. Soalnya tidak lucu kalau kau datang untuk mengajak istri orang. Apalagi mengajak istri Hokage di depan suaminya
sendiri. Jangan salah paham mengenai bentoyang kau terima, itu sebenarnya permintaan Menma karena ia merasa
bersalah telah memukulmu. Sekarang pegang erat tanganku agar mereka tak curiga," ujar Hanabi dengan intonasi yang
juga pelan, memastikan percakapan kami tak didengar yang lain.

Kata-kata Hanabi barusan memperjelas semuanya. Hinata sudah menikah dengan Menma. Anak yang ada di pangkuan
Menma adalah anak mereka.
Kutautkan jariku di sela jari-jari kecil Hanabi. Selain meyakinkan 3 orang di belakang kami, ternyata itu cukup ampuh untuk
menenangkanku. Dadaku terasa sakit. Ini pertama kalinya aku merasakan perasaan seperti ini. Perasaan dimana kau
merasa kehilangan orang yang berarti bagimu.

Acara perayaan berpusat di halaman gedung Hokage yang lumayan luas. Acara sudah dibuka oleh Hokage dan kini berbagai
hiburan tengah berlangsung di sana.

Aku dan Rookie 11 lainnya berkumpul di satu stand makanan. Tapi aku dan Hanabi memilih meja paling jauh. Awalnya kami
bicara kesana kemari sampai akhirnya sampai pada topik yang serius.

"Kau pernah dengar kelompok anti-Naruto dan pro-Naruto yang terbentuk 4 tahun lalu?" tanya Hanabi.

"Ya, Menma sempat cerita padaku."

"Aku salah satu anggota kelompok anti-Naruto. Aku salah satu yang melakukan pemberontakan," Hanabi menatapku,
melihat kekagetan di wajahku. "Dulu aku membencimu sampai pada titik dimana aku ingin sekali mencarimu lalu
membunuhmu. Kau telah menyakiti kakakku satu-satunya."

Aku menelan ludahku. Gadis 16 tahun di hadapanku ini termasuk Hyuuga terhebat bahkan jika dibanding dengan Hiashi dan
Hinata. Sejak kecil dia dipuji karena ia berbakat. Dia bisa membunuhku kalau aku lengah.

Pandanggan sepasang mata beriris lavender itu melembut. "Nee-sama orang yang baik. Saat kau pergi 4 tahun lalu, dia
menjadi kelompok yang pro-Naruto karena yakin kau akan kembali. Dia pernah cerita padaku kalau dia sudah menyatakan
cintanya padamu tapi kau tak menanggapinya sampai saat ini. Tapi bukan itu yang membuatnya paling sakit hati. Yang
lebih menyakiti hatinya adalah kau melupakan mimpimu menjadi Hokage. Dia selalu percaya pada jalan ninjamu karena itu
juga merupakan jalan ninjanya. Tapi kau malah membuang jauh-jauh mimpimu di depannya dan di depan seluruh
penduduk Konoha. Berbulan-bulan dia menunggumu. Dia masih percaya padamu. Tapi biar bagaimanapun dia juga wanita
biasa yang punya perasaan. Jangan harap dia akan setia selamanya padamu. Setahun kemudian ada pemuda yang mengisi
hidupnya, yaitu Menma. Ia menghiburnya dan penuh perhatian padanya. Dia selalu ada di sampingnya di saat-saat
terberatnya. Perlahan Nee-sama melupakanmu serta jalan ninjamu. Nee-sama berhenti jadi shinobi danmulai membuka
hatinya untuk Menma. Tidak heran kalau akhirnya mereka menikah 2 tahun lalu dan dikaruniai seorang anak perempuan."

Aku menoleh ke arah Hanabi. "Kau masih membenciku sekarang?"

"Tidak. Dulu aku membencimu karena aku belum bisa mengontrol emosiku. Lagipula sekarang Nee-sama sudah bahagia
bersama orang yang mencintainya. Kini ia selalu ceria, apalagi setelah kelahiran anaknya, Misa."

"Kau benar, mereka kelihatan bahagia," ujarku setuju. Dari kejauhan, kuperhatikan Hinata, Menma dan putri mereka, Misa,
yang sedang tertawa bahagia.

Aku berusaha tersenyum meski dadaku kembali terasa sakit. Tapi aku merasa pantas mendapatkan rasa sakit ini.
Kepergianku telah menghancurkan mimpi Hinata hingga membuatnya berhenti jadi shinobi. Sudah cukup aku membuatnya
sedih. Hinata berhak mendapatkan kebahagiaan bersama orang yang disayanginya.

"Kurasa ini adalah akhir dari cinta pertamaku yang bahkan tak pernah dimulai."

To Be Continue

A/N:Chapter ini kesannya suram & bikin galau, terutama kalimat terakhir. Anggap aja ini sebagai salah satu konsekuensi
karena Naruto sudah melakukan perpindahan dimensi. Lagian kalo terus-terusan perang nanti malah ga seru, jadi cool
down dulu.

rifuki

8. Menma Part 1 - Rokudaime Hokage


< Prev Next >

9. Menma Part 2 - Trust


< Prev Next >

Menma Part 2

"Trust"
Konoha 1, 4 tahun setelah perpindahan dimensi

Cahaya berwarna-warni menghiasi langit Konoha malam itu. Seribu kembang api yang diluncurkan ke langit malam Konoha
menandakan akhir dari festival. Kuakui festival ini memang sangat meriah. Mulai dari acara hiburan, penggalangan dana,
hingga detail-detail terkecil seperti dekorasi panggung. Pasti setimpal dengan dana yang dikeluarkan untuk
menyelenggarakannya. Tapi melihat Konoha yang sekarang, kurasa itu bukan masalah karena perekonomian desa ini sudah
stabil.

"Festival yang sangat meriah," ujarku, sekedar memulai topik pembicaraan saat mengantar Hanabi pulang ke rumahnya.
Setelah semalaman bersamanya, aku tahu kalau Hanabi sama seperti Hyuuga lainnya. Ia tak akan memulai suatu
pembicaraan jika tidak kumulai. Mungkin itu memang sifat dasar semua Hyuuga.

"Itu dilakukan agar para penduduk tidak mengingat pertumpahan darah 4 tahun lalu," jawab Hanabi datar.

Aku mengangguk mengerti menanggapi jawaban Hanabi. Cukup masuk akal. Kemeriahan festival adalah cara yang tepat
untuk secara perlahan menghapus beban psikologis pasca perang. Terutama untuk anak-anak. Terbukti semalam, semua
orang terlihat senang termasuk rookie 9. Saking senangnya mereka, sampai mereka tak sadar kalau aku ada di sana.

Baiklah, mungkin berlebihan jika kusebut 'tak sadar'. Mereka sadar, tentu saja sadar karena aku berada di hadapan
mereka. Tapi mereka bertingkah seperti mengacuhkanku.

"Hanabi, kau bilang kalau kau sudah memaafkanku 'kan?" tanyaku memastikan.

"Ya. Aku memang sudah memaafkanmu. Kenapa?" tanya Hanabi balik bertanya. Mungkin ia bingung kenapa aku
menanyakan hal yang sebenarnya sudah tak perlu dipertanyakan lagi.

"Apa menurutmu yang lain juga sudah memaafkanku? Maksudku rookie 9."

Hanabi tak langsung menjawab, ia terlihat seperti berpikir keras.

Biar kuperjelas di sini. Yang kumaksud rookie 9 adalah Sasuke, Sakura, Kiba, Shino, Chouji, Ino, Tenten, Lee, dan Sai.
Shikamaru dan Neji tidak masuk hitungan karena sudah meninggal, Hinata sudah tidak jadi shinobi, sedangkan Sai masuk
hitungan karena ia sudah sangat dekat dengan kami meski ia berasal dari root.

"Aku tidak tahu apa mereka sudah memaafkanmu atau belum," jawab Hanabi akhirnya.

Aku menghela napas pelan. "Aku merasa asing di sini. Teman-temanku memang menyapaku, tapi ada yang berbeda. Aku
tidak sedang merasa di 'rumah'."

Hanabi menghentikan langkahnya lalu menoleh ke arahku. Mau tak mau aku juga ikut menghentikan langkahku.

"Kenapa berhenti?"

Hanabi terdiam, ia hanya menatap kedua mataku tanpa berkedip. Aku merasa tak nyaman ditatap seperti itu, jadi aku lebih
memilih untuk memperhatikan penampilan Hanabi malam ini. Tadi di festival aku kurang memperhatikannya karena lebih
fokus pada acara dan berusaha mengajak ngobrol teman-temanku, sedangkan di sini perhatianku terpusat pada Hanabi.
Untunglah cahaya lampu jalan membantuku untuk melihat penampilan Hanabi lebih jelas.

Setelah 4 tahun tidak melihat putri bungsu keluarga utama Hyuuga ini, aku menyadari banyak perubahan pada Hanabi,
terutama fisiknya. Di balik yukata ungunya, ia tumbuh tinggi mendekatiku. Itu postur yang termasuk tinggi untuk seorang
perempuan berumur 16 tahun. Jika sekarang ia hanya berbeda sejengkal denganku yang memiliki tinggi 185 cm, berarti
tinggi Hanabi sekitar 165-170 cm. Aku pastikan dia lebih tinggi dari Hinata. Rambut panjangnya tidak berwarna indigo,
melainkan warna cokelat. Kulitnya juga tidak seputih Hinata. Hanya matanya saja yang kulihat mirip dengan Hinata.
Singkatnya, jika Hinata lebih mewarisi gen ibunya, maka Hanabi lebih banyak mewarisi gen Hiashi.

"Naruto, apa kau percaya padaku?" tanya Hanabi, setelah sekian lama diam.

Aku tak menyangka jika itu yang akan ditanyakannya. Aku tersenyum lalu menjawab, "Tentu saja, kau adik Hinata jadi-"

"Bukan karena aku adik Hinata-Neesan. Tapi karena aku seorang Hanabi," kata Hanabi memotong perkataanku.

Perkataan Hanabi menyadarkanku kalau dari tadi aku selalu membandingkannya dengan Hinata. Aku hilangkan perasaan itu
dan berusaha melihat Hanabi sebagai dirinya. Dari 3 orang Hyuuga lain yang kukenal dekat, tidak ada satupun yang
bersikap aneh. Mereka selalu punya pendirian dan bisa dipercaya. Sikap Hanabi yang mau mengeluarkanku dari masalah
juga merupakan bukti kalau dia orang baik. Maka aku tak punya alasan untuk tak mempercayainya.

"Aku percaya padamu," jawabku tulus.


"Baiklah." Hanabi mengaktifkan byakugan-nya lalu mengedarkan pandangan ke sekeliling kami. Dari gerak-geriknya aku
tahu dia sedang mencari tahu apa ada yang mengikuti kami. Nyatanya tidak ada siapa-siapa sehingga ia menonaktifkan
kembali byakugan-nya. Hanabi lalu memberiku secarik kertas.

Di kertas itu tertulis:

Uchiha Mansion, besok tengah malam.

-Sasuke-

"Apa ini?" tanyaku tidak mengerti.

"Sasuke menyuruhku untuk menyampaikan itu padamu. Besok tengah malam, semua ketua klan, beberapa orang penting
Konoha, termasuk rookie 9 akan berkumpul di sana. Dia ingin kau juga hadir."

Senyumku mengembang. Ini pertanda bagus. Sasuke tidak membenciku.

"Semacam pesta lanjutan? Kalau aku diundang, itu berarti mereka masih menganggapku teman. Bagus, aku akan datang!"
seruku bersemangat.

"Jangan salah sangka! Ini bukan seperti yang kau bayangkan."

"Lalu?"

Lagi-lagi Hanabi tak langsung menjawab. Ia seperti berat mengatakannya.

"Sasuke akan merencanakan kudeta," jawab Hanabi pelan.

"Tidak mungkin! Sasuke tidak seburuk itu!" belaku tanpa banyak berpikir. Ini terdengar seperti sebuah omong kosong.
Otakku tidak bisa menerima perkataan Hanabi.

Tanpa diduga Hanabi malah membalasku dengan nada yang tak kalah keras.

"Apa yang kau tahu dari Konoha saat ini?! Kau menghilang selama 4 tahun. Dulu kau dan Sasuke adalah kandidat Hokage
Ke-6 terkuat Konoha sampai akhirnya Sasuke mengalah demi kau. Lalu apa balasanmu? Setelah dia menurunkan harga
dirinya sebagai Uchiha kau malah pergi meninggalkan Konoha. Dia sangat kesal padamu hingga ia membuat kelompok anti-
Naruto."

Aku terkesiap. Jadi Sasuke adalah orang yang membuat kelompok anti-Naruto?!

"Aku orang pertama yang bergabung bersamanya. Kami tak ingin kau kembali ke sini, Naruto. Ia membencimu, bahkan
rasa bencinya padamu lebih besar dari pada rasa benciku padamu."

Kakiku terasa lemas mendengar perkataan Hanabi sehingga aku memutuskan untuk duduk bersandar di samping Hanabi
diterangi lampu jalan. Pantas saja Sasuke sama sekali tak menyapaku di festival tadi.

Pasca perang dunia ke-4 Hokage Ke-1, Hashirama Senju, sempat bercerita padaku kalau klan Uchiha dan Senju adalah 2
klan yang ditakdirkan untuk terus bertarung. Klan Uchiha begitu mengagungkan kekuatan sedangkan Senju lebih memilih
kasih sayang. Aku juga diberitahu oleh Hashirama jika bisa saja seorang Uchiha memiliki kasih sayang, tapi sekali saja ia
dikhianati, maka ia akan memiliki kebencian dan dendam yang sulit untuk dipadamkan.

Kurasa rasa benci Sasuke padaku dimulai 4 tahun lalu. Empat tahun lalu memang sempat ada perdebatan mengenai siapa
yang akan menjadi Hokage Ke-6 menggantikan Tsunade. Kakashi merasa kurang cocok menjadi seorang Hokage jadi ia tak
tertarik menjadi Hokage jika tidak terpaksa (seperti saat kasus Danzou). Shikamaru memiliki otak jenius ber-IQ 200 tapi
kemauannya tak setinggi IQ-nya, ia cenderung malas. Apalagi jika harus mengurus masalah desa dan berbagai dokumen
yang menumpuk. Kami juga lebih setuju kalau Shikamaru menjadi seorang penasihat Hokage.

Akhirnya tersisa 2 kandidat terkuat Hokage Ke-6 yaitu aku dan Sasuke. Keadaan itu mirip seperti saat penentuan Hokage
Ke-1. Klan Senju (aku) kembali terpilih menjadi Hokage berdasarkan keputusan dewan dan voting penduduk. Sasuke
terlihat menerima dengan baik keputusan itu. Ia sadar apa yang sudah diperbuatnya pada desa beberapa tahun ke
belakang. Namun saat pelantikan Hokage Ke-6, aku mengundurkan diri...

Kalian bisa bayangkan bagaimana perasaan Sasuke? Persis seperti apa yang dikatakan Hanabi, sudah jelas Sasuke kecewa.

Melihat reaksi bersalahku, Hanabi ikut duduk di sampingku.


"Setelah itu apa yang terjadi?" tanyaku, menyuruh Hanabi untuk melanjutkan ceritanya. Ini lebih detail dari cerita yang
disampaikannya di festival. Cerita kali ini disampaikan dari sudut pandang Sasuke yang sebenarnya tak harus disampaikan
tanpa izin orang yang bersangkutan. Tak heran jika Hanabi menanyakan apa aku mempercayainya atau tidak.

Hanabi melanjutkan ceritanya, kali ini dengan lebih tenang.

"Sasuke lalu kembali mencalonkan jadi Hokage. Kelompok pro-Naruto menahan keinginan Sasuke itu. Mereka percaya kalau
kau akan kembali dalam waktu dekat. Akhirnya perpecahan terjadi antara kedua kelompok itu cukup lama. Di tengah
kekacauan, invasi besar-besaran datang karena pihak luar tahu jika posisi Hokage sedang kosong. Sasuke terluka parah, ia
koma berminggu-minggu. Kakashi dan Shikamaru tewas sehingga Menma yang saat itu sudah datang ke Konoha -
mengambil alih komando. Tak lama kemudian Menma dilantik jadi Hokage Ke-6. Saat Sasuke siuman ia semakin kesal
karena posisi Hokage sudah kembali ditempati, terlebih ditempati oleh orang asing. Parahnya lagi orang asing itu juga
merupakan klan Senju yang fisiknya mengingatkannya padamu. Sasuke sakit hati dan mengundurkan diri
sebagai elite jounin dan memilih menjadi ANBU. Belakangan aku baru tahu kalau diam-diam ia mengumpulkan semua
mantan anti-Naruto, termasuk aku, untuk melakukan kudeta."

Cerita Hanabi semakin membuatku yakin kalau rasa kesal Sasuke sudah terakumulasi hingga ia merencanakan kudeta. Aku
takut apa yang diceritakan Hashirama terjadi pada Sasuke. Aku tak ingin muncul Madara Ke-2 di Konoha.

"Lalu kenapa kau kembali bergabung bersama kelompok anti-Naruto buatan Sasuke? Kenapa kau tidak melaporkan
masalah ini kepada Menma?" tanyaku kepada Hanabi.

Hanabi menggeleng. "Konoha saat ini sedang buruk di mata desa lain. Menma selalu ingin terlihat baik di hadapan
penduduk dan dewan. Dia kurang peduli pada masukan kami para petinggi klan. Salah satu kebijakan yang memunculkan
banyak pertentangan adalah produksi senjata dan perekrutan shinobi yang berlebihan. Kalau dalam perang 4 tahun lalu
tidak masalah, tapi sekarang kita dalam keadaan damai. Kita tak butuh banyak shinobi dan senjata. Dengan
jumlah shinobi yang sekarang, Menma bisa saja menantang semua desa berperang. Akibatnya 4 desa besar lain
memberikan peringatan. Mereka khawatir Menma akan menjajah desa mereka. Keadaan ini membuat semua petinggi klan
bergabung bersama Sasuke. Kami percaya menggulingkan pemerintahan Menma adalah satu-satunya cara untuk
mengembalikan citra baik Konoha di mata desa lain."

Aku memegang keningku saking pusingnya mendengar masalah yang begitu kompleks di sini. Aku bahkan tak tahu mana
yang benar dan mana yang salah.

"Informasi menyebar dengan cepat. Sasuke tahu kau ditawari posisi Hokage oleh Menma. Sasuke memang membencimu,
tapi ia ingin kau menerima posisi itu dan membunuh Menma. Membiarkannya hidup dinilai akan tetap memberikan
pengaruh negatif terhadap dewan," lanjut Hanabi.

"Lalu apa tujuanmu mengatakan ini padaku sebelum pertemuan dimulai?" tanyaku.

"Aku tak ingin kau membunuh Menma."

Keningku berkerut karena heran. "Dengar Hanabi, aku baru 24 jam berada di sini dan belum terlalu hapal seluk-beluk
Konoha saat ini. Sekarang aku tanya padamu, jika kau anggota anti-Naruto-"

"Kelompok anti-Naruto sudah berubah nama menjadi 'Resistance' karena perubahan misi kami. Lagipula kelompok anti-
Naruto sudah dihapuskan sejak Menma menjabat Hokage," kata Hanabi mengoreksi kata-kataku.

"Baiklah, baiklah. Jika sekarang kau bergabung bersama Resistance yang dipimpin Sasuke, kenapa kau memberitahuku
masalah ini? Bukankah kelompok ini beranggotakan mantan anggota anti-Naruto yang membenciku? Lalu kenapa juga kau
tak ingin aku membunuh Menma? Bukankah itu misi Resistance? Aku bingung sebenarnya kau berada di pihak mana?"
tanyaku bertubi-tubi.

Hanabi memeluk lututnya. Kini wajahnya tertutup bayangan lampu. "Aku tak peduli berada di pihak mana. Aku tak ingin
terikat aturan manapun. Aku ingin percaya pada apa yang kuyakini. Aku hanya melakukan apa yang menurutku benar,"
gumamnya.

Kata-kata Hanabi terdengar begitu idealis. Aku tak tahu harus bicara apa lagi, speechless.

Setelah kami saling diam, Hanabi bicara lagi. "Dulu aku tak pernah menganggap Menma istimewa. Di mataku ia hanya
pemuda yang selalu ribut dan tak pernah diam. Perlahan pandanganku tentang Menma berubah saat ia menikah
dengan Neesan dan jadi kakak iparku. Di balik sikapnya yang cuek, dia selalu punya alasan di setiap apa yang
dilakukannya. Dia mengingatkanku padamu. Sifat kalian sama. Sekarang aku memberitahumu karena aku yakin membunuh
Menma tidak akan menyelesaikan masalah. Justru itu akan membuat Neesan sedih. Aku tidak ingin melihatnya sedih lagi."

Betapa besarnya kasih sayang gadis di sampingku ini kepada sang kakak. Aku tak tahu ini sebuah belas kasihan atau
memang suatu bentuk kasih sayang adik kepada kakaknya. Aku jadi ingat pada adikku, Naru.
"Sudah malam, saatnya pulang," ujarku. Kuulurkan tanganku kepada Hanabi. Ia meraihnya, lalu kami kembali melanjutkan
perjalanan ke Hyuuga Mansion. Dari mukanya yang ditekuk itu aku bisa tahu kalau Hanabi kecewa karena aku malah
mengalihkan pembicaraan.

Kami sudah sampai. Sebelum Hanabi masuk ke dalam gerbang, untuk terakhir kalinya ia bilang padaku, "Tolong jangan
ikuti keinginan Sasuke, jangan biarkan kudeta terjadi, dan jangan bunuh Menma."

Aku tak menjawab. Kuusap puncak kepala Hanabi dan menyuruhnya cepat masuk. "Selamat malam," ucapku, tanpa
menunggu responnya aku langsung berjalan pulang.

Masih terlalu dini jika aku memutuskan untuk menuruti kemauan Hanabi. Maka di sinilah aku sekarang, di antara orang-
orang berpupil putih khas klan Hyuuga. Di hadapan berbagai menu makanan yang dimasak Hinata di siang hari yang cerah.

Aku memutuskan untuk makan siang di kediaman Hyuuga dengan alasan ingin menemui Hanabi. Tentu saja itu bukan
tujuan utamaku berkunjung ke sana. Tujuan utamaku adalah ingin melihat Menma saat ia di rumah. Aku ingin buktikan apa
Menma sebaik yang dikatakan Hanabi. Meski secara tak langsung aku dipaksa untuk melihat kedekatan Hinata dan Menma.
Itu tak masalah, aku hanya perlu menahan rasa cemburuku.

Hiashi tak menaruh curiga saat aku mengatakan alasanku datang. Ia yang saat itu sedang mengasuh cucunya
mempersilakanku menunggu di ruang makan, meninggalkanku bersama Hinata yang sama-sama canggung. Hinata
menyibukkan dirinya dengan memasak, sementara aku diam tak tahu harus apa. Berduaan dengan istri orang bukanlah hal
yang baik.

Beruntung tak lama setelah itu datang Hanabi dan Ko. Mereka berdua sepertinya baru selesai berlatih.

Mata besar Hanabi membulat melihatku. "Kenapa kau di sini?" tanyanya sambil duduk di sebelahku.

"Aku ingin lihat sebaik apa Menma sampai kau bersikeras membelanya," bisikku, memastikan agar Ko yang duduk di dekat
kami tak mendengarnya.

Hanabi ber oh ria. "Tapi itu bukan alasan yang kau sampaikan pada ayahku 'kan?"

"Kau pikir aku sebodoh itu? Aku bilang pada ayahmu kalau aku masih merindukanmu dan ingin bertemu."

"Apa?!"

"Baiklah, kosa katanya tak persis sama tapi kira-kira maknanya seperti itu."

"Baka," ejek Hanabi. Tapi masih bisa kulihat semburat merah di kedua pipinya.

Hiashi masuk ke ruang makan diikuti Menma yang sedang menggendong Misa. Ini memang jam istirahat Hokage. Menma
memanfaatkan waktu 1 jam ini untuk makan bersama keluarganya. Tentunya dengan Hiraishin no Jutsu, bolak-balik dari
Gedung Hokage ke rumah bukan perkara sulit.

"Senang kau bergabung bersama kami, Naruto," sambut Menma.

Aku membalasnya sambil tersenyum. "Ya. Terima kasih sudah mengizinkanku makan bersama kalian."

Tanpa menunggu waktu lama lagi, Hiashi memimpin doa dan setelah itu kami mulai makan. Klan Hyuuga adalah klan
terhormat yang menerapkan sopan santun di setiap apa yang dilakukannya, termasuk makan. Tak ada yang bicara seorang
pun ketika kami makan.

Barulah setelah selesai makan kami diizinkan bicara. Dari ujung mataku aku masih sempat melihat Menma menyuapi Misa
yang belum selesai makan dibantu Hinata. Menma juga bertanya apa perkembangan Misa selama ia pergi. Apakah ada kata
baru yang bisa diucapkannya selain 'papa' dan 'mama'? Menma juga menceritakan sekilas tentang keadaan desa kepada
kami. Setelah itu kami membahas berbagai hal mulai dari keadaan klan Hyuuga oleh Hanabi kepada ayahnya, sampai pada
kejelasan hubunganku dengan Hanabi.

Hal yang terakhir itu cukup membuatku dan Hanabi terkejut.

"Apa kalian... umm.." Menma melakukan isyarat dengan kedua tangannya, mungkin maksudnya bertanya apa kami berdua
sudah jadi sepasang kekasih.

Tindakan Hanabi kemarin serta tindakanku hari ini sudah cukup untuk menuntun kami pada kesalahpahaman yang
terlampau jauh. Aku menatap Hanabi hingga tatapan kami beradu. Tatapan mata kami seolah saling melempar mengenai
siapa yang akan angkat bicara. Kami bingung harus bicara apa.
"Sudah terlanjur," bisik Hanabi.

"Ya sudah. Apa boleh buat," balasku.

Hanabi menggenggam tanganku erat lalu menatap semua yang hadir di sana. "Ya, kami saling menyukai," kata Hanabi
mantap.

Saat kalimat itu keluar dari mulut Hanabi, orang pertama yang kuperhatikan adalah Hinata. Aku ingin melihat ekspresinya
seperti apa. Tapi nyatanya aku tak bisa mengartikan apa arti raut wajah yang ditunjukkan Hinata saat itu. Itu bukan rasa
senang, bukan juga kesedihan. Itu seperti berbagai perasaan yang tercampur menjadi satu, sebelum akhirnya ditutupi oleh
sebuah senyuman.

Lalu kulihat yang lain. Semua orang tersenyum, Menma, Ko, bahkan Hiashi.

"Kau tak keberatan Tou-san?" tanya Hanabi. Sebenarnya dari senyuman tipis Hiashi yang kami lihat tadi, kami sudah tahu
jawabannya. Tapi Hanabi tetap butuh kepastian.

"Aku tak keberatan jika itu Naruto," kata Hiashi.

Aku merasa senang. Bukan karena aku bisa bersama Hanabi. Jujur saja perasaanku pada Hanabi biasa saja, mungkin ini
hanya sebuah pelarian dari kakaknya. Jika perasaan Hanabi kepadaku aku tak yakin. Tapi sepertinya sama sepertiku.
Keadaan dan kecerobohan kamilah yang memaksa kami jadi seperti sekarang. Adapun rasa senangku tadi, itu muncul dari
ucapan Hiashi yang seolah-olah menganggapku istimewa. Ia sepertinya tak suka jika orang yang mendekati Hanabi bukan
aku.

Aku tak membiarkan diriku terlarut dalam suasana dan melupakan tujuan utamaku datang ke sini. Kedua mataku selalu
mengawasi Menma. Ia menyempatkan dirinya untuk membantu Hinata dan bibi pelayan membereskan piring. Lalu ia bicara
dengan Hinata di dapur. Entah apa yang mereka bicarakan, yang jelas Hinata langsung tersenyum. Dan kali ini Menma
menggendong Misa ke arahku.

"Halo Misa," sapaku.

Gadis mungil bermata byakugan itu tersenyum riang lalu mengarahkan kedua tangannya padaku. Aku menatapnya penuh
tanya.

"Dia ingin kau gendong, gendonglah," kata Menma sambil memberikan Misa ke arahku.

"Tidak usah, aku tak bisa menggendong anak kecil," tolakku sehalus mungkin.

Menma bersikeras memaksaku, sementara Hanabi yang saat itu duduk di sampingku sama sekali tak membantu. Ia malah
tersenyum puas melihatku salah tingkah. "Ayolah tidak apa-apa," bujuk Menma lagi.

Aku akhirnya menyerah dan menggendong Misa. Bukannya apa-apa, aku merasa kurang nyaman saja. Jujur, rasanya aneh
saat kau menggendong anak dari wanita yang kau sayangi, tapi bukan kau yang menjadi ayahnya. Gadis mungil di
pangkuanku yang tak tahu apa-apa itu terlihat senang. Ia memainkan kedua tangannya, memegang-megang pipi dan
hidungku.

Menma memperhatikanku dengan heran. "Hmm.. Sepertinya dia suka padamu. Padahal dia biasanya tak seakrab ini dengan
orang asing."

"Mungkin karena wajahku mirip dengan ayahnya," candaku.

Tawa Menma dan Hanabi langsung pecah. "Ahaha mungkin saja, mungkin dia mengira kau ayahnya," ujar Menma.

Aku menghabiskan waktu bersama Misa sampai akhirnya Menma harus kembali ke Gedung Hokage jam 1 siang. Hinata
masih membereskan piring-piring di dapur. Hiashi dan Ko permisi ke belakang. Jadilah tinggal aku, Misa, dan Hanabi.

"Kau lihat sendiri. Di balik sifatnya yang tak disukai sebagai Hokage oleh para petinggi klan, Menma adalah orang yang
baik. Kurasa kau juga tak ingin membiarkan anak di pangkuanmu itu jadi anak yatim."

Dalam hati, aku mengiyakan perkataan Hanabi. Satu jam di sini aku sudah bisa menilai kalau Menma adalah ayah dan
suami yang baik.

Di satu sisi aku ingin jadi Hokage, kembali mengulang kenangan bersama teman-temanku, dan mengembalikan Konoha ke
Konoha lama yang diimpikan Hokage Ke-1. Tapi di sisi lain aku tak tega membunuh Menma, lebih tepatnya aku tak tega
jika Hinata dan Misa kehilangan Menma. Meski Menma sudah mengambil Hinata, itu tak sepenuhnya kesalahannya, itu
karena aku meninggalkan Hinata. Lagi pula kalau diingat lagi, Menma adalah diriku dari dimensi lain. Jika aku sudah rela
menyelamatkan Naruko (yang juga merupakan diriku di dimensi lain), masa iya aku malah membunuh Menma?
Tengah malam datang begitu cepat. Setibanya di Uchiha Mansion, aku diarahkan penjaga untuk menuju basement karena
di sanalah pertemuan diadakan. Sesudah masuk ke sana, orang yang pertama menyita perhatianku adalah seorang Hyuuga
berambut cokelat panjang yang siang tadi bersamaku.

"Hanabi, apa yang kau lakukan di sini?" tanyaku setengah berbisik, sambil mendekatinya yang saat itu sedang berada dekat
perapian. Siang tadi aku yang mengagetkannya dengan datang ke kediaman Hyuuga, sekarang giliran Hanabi yang
mengagetkanku dengan datang kemari.

"Apa maksudmu? Aku ketua klan Hyuuga," jawabnya bangga.

Aku tak kuasa menahan senyumku. Tak kusangka Hiashi akan menyerahkan kepemimpinan Hyuuga secepat ini. Pantas saja
dalam makan siang tadi ia banyak membicarakan kondisi klan. Tapi keputusan Hiashi sudah tepat. Hinata bukanlah tipe
seorang pemimpin. Hanabi lebih cocok. Dari obrolan kami yang panjang lebar 2 hari ini, aku sudah tahu Hanabi memenuhi
syarat sebagai seorang pemimpin. Ia hanya masih kekurangan 'jam terbang'.

"Kalau begitu tak heran kau punya sikap idealis. Bagus, asalkan tidak berlebihan dan memperhatikan petunjuk ayahmu.
Sepertinya mulai sekarang klan Hyuuga tidak akan monoton lagi dengan pemimpin yang baru," ujarku dengan sedikit
bercanda.

Hanabi ikut tersenyum.

Kami disadarkan oleh suara seseorang.

"Selamat datang kembali di Konoha, Naruto. Aku bersyukur kau baik-baik saja."

Aku kenal betul itu suara Iruka. Benar saja, saat aku menoleh ia sedang berjalan mendekatiku. Iruka adalah salah satu
orang terdekatku di Konoha. Dia sudah seperti seorang 'paman' atau bahkan 'ayah' bagiku. Sosoknya tak begitu berbeda
sejak terakhir kali aku melihatnya 4 tahun lalu. Memakai jaket hijau dan baju biru tua dengan tetap memperlihatkan
kewibawaan di wajahnya. Kalimat yang barusan dilontarkan Iruka bukanlah pertanyaan. Bukan juga pernyataan yang
membutuhkan tanggapanku. Yang kulakukan hanya memeluknya erat.

"Kau sudah dewasa sekarang," gumamnya.

Tak lama setelah itu teman-temanku yang lain menyadari kehadiranku dan memelukku bergantian. Sambutan ini memang
berbeda jauh dengan yang mereka tunjukan padaku tadi siang. Bahkan Kiba dan Chouji memukulku keras di punggung. Itu
memang kasar tapi seperti itulah seharusnya pertemuan kami. Yang paling histeris adalah Sakura. Ia sampai menangis
terharu dan memelukku, kondisinya yang sedang hamil tak mengurangi semangatnya. Kulihat hanya Sasuke saja yang
terlihat duduk di ujung meja besar dengan wajah datarnya. Aku tidak mau memperkeruh suasana jadi kubiarkan saja dia.

Aku kembali menatap teman-temanku satu per satu. "Kupikir kalian tidak merindukanku."

"Hanya di sini kami bisa melakukannya," kata Sakura sambil mengusap air mata di pipinya.

"Ya, kami tak ingin Menma melihat kita terlalu dekat," tambah Ino.

Setelah melepas rindu, kami menuju meja makan untuk mengambil berbagai makanan yang disediakan. Para wanita tidak
ikut mengambil makanan karena mereka bilang makan di tengah malam tidak sehat. Sebagian besar teman-temanku tak
peduli dan ikut bersamaku mengambil makanan. Dari sekian banyak makanan yang disajikan, ada ramen yang begitu
menggoda. Tanpa pikir panjang lagi aku memilihnya sebagai 'cemilan'-ku malam ini.

Aku makan sambil memperhatikan orang-orang di sekitarku. Ada sekitar 30 orang yang hadir. Hanabi benar, meski
perkumpulan rahasia ini awalnya dilakukan mantan kelompok anti-Naruto, sekarang misi mereka sudah berubah. Kelompok
yang kini bernama Resistance ini mempersilahkan mantan kelompok pro-Naruto untuk ikut bergabung selama memiliki
tujuan yang sama, yaitu menggulingkan pemerintahan Menma. Lihat saja rookie 9 (minus Sasuke) yang merupakan
mantan anggota pro-Naruto, mereka ikut bergabung dalam pertemuan ini.

"Maaf atas semua yang telah terjadi."

Gerakan sumpitku yang tengah mengambil mie terhenti ketika mendengar seseorang di sampingku. Rupanya itu Tsunade.
Entah seburuk apa Konoha di mata desa lain sekarang. Bayangkan saja, seorang mantan Hokage Ke-5 saja sampai ikut
bergabung bersama Resistance untuk melakukan kudeta terhadap Menma.

Lalu aku sadar kenapa Tsunade meminta maaf? Padahal kami tahu siapa yang sebenarnya bersalah. Kutatap
mantan Hokage Ke-5 itu dengan raut kebingungan. Rambut pirangnya nampak cerah terkena cahaya api dari perapian. Ia
masih terlihat seperti wanita muda di usianya yang beberapa tahun lagi akan menginjak kepala 6. Jurus Sozo
Saisei miliknya memang membuat semua wanita iri karena bisa awet muda. Meskipun sebenarnya jurus ini mengurangi
umur pemakainya. Bisa hidup sampai sekarang saja Tsunade sudah beruntung.
"Saat kau menghilang, aku mengerahkan seluruh shinobi pendeteksi chakra ke seluruh dunia untuk mencarimu namun
tidak berhasil. Sekarang posisi Hokage Ke-6 sudah-"

Sekarang aku tahu kenapa dia meminta maaf. Dengan kalimatnya itu, aku pun kembali disadarkan pada kesalahanku.

"Aku yang seharusnya minta maaf," potongku. "Aku pergi ke dimensi lain, jadi wajar kalian tak menemukanku."

"Aku tak bisa menyalahkanmu, Naruto. Kau sudah dewasa dan kau berhak mengambil keputusan yang kau anggap benar.
Aku sudah tak punya hak lagi untuk mengaturmu seperti dulu."

Aku senang Tsunade mau mengerti perasaanku. Tapi di saat yang bersamaan aku jadi mengingat kenanganku dulu saat
Tsunade masih jadi Hokage dan aku jadi seorang genin. Banyak sekali kekacauan yang kuperbuat hingga membuat
Tsunade memperingatkanku berulang kali. Ia tak kenal lelah menunjukkan mana yang benar dan mana yang salah. Dialah
yang sedikit banyak telah membimbingku hingga seperti sekarang. Tentunya disamping Iruka, Kakashi, dan Jiraiya yang
juga merupakan guruku.

Aku mencerna baik-baik kalimat Tsunade tadi. Tsunade benar, apapun keputusan yang kuambil sekarang sudah bukan lagi
tanggung jawabnya. Aku sudah harus tahu apapun resiko dari setiap keputusan yang kubuat dan
mempertanggungjawabkannya. Jika memang kepergianku dulu telah menuntun pada keburukan Konoha di mata desa lain,
mungkin sekarang saatnya memperbaikinya.

"Kami senang kau kembali," kata Yamato sambil menepuk pundak kananku.

Aku kembali tersenyum pada semuanya. Senang rasanya banyak orang yang peduli padaku. Inilah teman-teman yang
selama ini aku rindukan. Inilah 'Konoha' yang kukenal.

Namun aku disadarkan pada tujuan utama pertemuan ini yang membuatku tak tenang. "Jadi apa yang kalian lakukan di
sini? Memberiku ramen bukanlah acara satu-satunya 'kan?" tanyaku dengan bercanda.

Saat itulah Sasuke yang dari tadi diam saja angkat bicara. "Baiklah, kalau begitu kita mulai pertemuannya."

Orang-orang mulai mendekat ke meja besar tempatku makan. Ini memang pertemuan yang informal sehingga orang-orang
tak dituntut untuk duduk rapi. Ada yang duduk bersandar, bahkan ada yang menjadikan punggung kursi sebagai alas dagu.
Orang-orang hanya dituntut untuk diam dan mendengarkan apa yang dibicarakan Sasuke.

"Kami ingin kau bergabung bersama kami," kata Sasuke to the point. Seperti biasa dia memang tak suka membuang
waktu.

Aku mengerutkan keningku, berpura-pura tidak mengerti. Aku ingin ada yang menjelaskan semuanya dulu padaku,
sekaligus memastikan kalau apa yang dikatakan Hanabi benar.

"Ehem," dehem Sakura. Ia memutuskan untuk memperjelas maksud suaminya. "Dengar Naruto, seperti yang kau lihat,
Konoha sekarang sudah tidak seperti Konoha lama. Bukan hanya dari fisiknya, tapi dari sistemnya. Setelah Menma menjadi
Hokage, setiap informasi yang masuk ke Hokage terkesan disaring dan tak akan pernah sampai ke dewan. Informasi
terakhir yang berusaha kami sampaikan kepada dewan adalah status Konoha yang telah dicap berbahaya oleh 4 desa besar
lainnya. Itu terjadi karena Konoha memproduksi senjata secara berlebihan. Begitu juga dengan perekrutan shinobi yang
terlalu banyak. Dengan kekuatan militer yang sekuat sekarang, Konoha dikhawatirkan akan menyerang desa lain. Konoha
saat ini sudah terlalu melenceng dari seharusnya. Misi utama kami adalah ingin mengembalikan Konoha sebagaimana yang
dicita-citakan Hokage pertama. Kami ingin kau bergabung bersama kami. Kau mau 'kan?"

Semua perhatian tertuju padaku tak terkecuali Hanabi. Jika yang lain mengharapkan aku untuk bergabung, maka Hanabi
mengharapkanku untuk menolak.

Sejauh ini apa yang dikatakan Hanabi benar. Aku kembali dihadapkan pada pilihan yang sulit.

"Bagaimana cara kalian mengembalikan Konoha seperti semula?" pancingku.

"Kudeta," jawab Sasuke dingin.

Beberapa orang terlihat menyesalkan jawaban Sasuke yang terlalu terburu-buru. Tapi mereka tak ada yang protes karena
sepertinya memang benar akan dilakukan kudeta. Cerita Hanabi kembali dibuktikan kebenarannya.

Sakura kembali mengambil alih pembicaraan. "Kami mendapatkan informasi kalau kemarin kau ditawari posisi Hokage oleh
Menma. Benarkah?"

Aku mengangguk.
"Terimalah posisi Hokage, tapi jangan biarkan Menma mengontrolmu atau tahu kalau kau bagian dari kami. Itulah sebabnya
sejak kemarin kami tak bisa terlalu dekat denganmu. Kami tak mau Menma tahu kalau kau menemui kami. Di atas sana
banyak intel yang membuat kami para shinobi merasa tidak leluasa. Menma selalu megawasi gerak-gerik kami. Ia seperti
takut pada kami. Seperti menyembunyikan sesuatu."

Ada satu hal yang terlewatkan dan merupakan satu hal penting. Kutatap mata emerald Sakura lekat-lekat. "Jika aku sudah
menjadi Hokage, apa yang harus kulakukan pada Menma?" tanyaku.

Sakura tak langsung menjawab. Kulempar tatapan ke yang lain, mereka malah menunduk. Bahkan Tsunade pun terlihat
enggan memberikan jawaban. Akhirnya aku menatap Sasuke.

"Teme?"

"Kau harus membunuhnya," jawab Sasuke, masih dengan nada datarnya.

Kedua tanganku mengepal kuat. Semua yang diceritakan Hanabi 100% benar!

"Pengaruh Menma sudah terlalu kuat di desa ini. Ia disukai dewan, bahkan ia sudah seperti anak emas Daimyo," tambah
Sasuke.

Aku menoleh ke arah Tsunade, berharap mendapatkan pilihan lain. "Apa tidak ada jalan lain?" tanyaku.

Tsunade menggeleng. "Jika kau sudah disukai Daimyo, kau bisa diberi izin melanjutkan produksi senjata meski tak
menjabat jadi Hokage lagi. Kami sudah berulang kali menyuruh Menma untuk berhenti tapi ia tetap bersikeras melanjutkan
produksi senjata itu. Kita tak punya pilihan selain menggunakan cara paksa, dengan kata lain membunuhnya."

Beginilah jika negara shinobi dipimpin oleh orang yang tak mengerti dunia shinobi. Daimyo sialan itu tak mengerti apa yang
sedang dihadapinya.

Aku menatap Hanabi. Aku yakin ia sedang sedih, ia hanya pintar menyembunyikannya.

"Ini sudah keputusan kami, Naruto. Semua ketua klan sudah setuju," kata Sakura menambahkan. Kutatap satu persatu
orang yang hadir di sana. Semua ketua klan memang hadir di sana. Sasuke dari klan Uchiha, Hanabi dari klan Hyuuga, Kiba
dan Hana dari klan Inuzuka, Ino dari klan Yamanaka, Chouji dan Chouza dari klan Akimichi, Shino dari klan Aburame,
Yamato, Guy, Tsunade, Iruka, dan semua orang penting Konoha lainnya. Tak usah diragukan lagi kalau mereka adalah
teman-temanku, mereka orang-orang terbaik Konoha. Resistance adalah jelmaan dari Konoha yang sesungguhnya. Jika aku
bergabung bersama mereka aku akan melawan Menma, tapi jika aku memihak Menma, maka aku akan berhadapan dengan
teman-temanku.

Kedua-duanya bukan pilihan yang bagus. Apa yang harus kulakukan?

"Jadi?" tanya Sasuke.

Aku menghela napas. "Dari pada jadi Hokage, aku memilih jadi ANBU."

Saat itu juga kulihat rasa kesal Sasuke memuncak, terlihat dari tatapan mata onyx-nya yang menajam.

Buru-buru aku menambahkan, "Dengan menjadi ANBU, aku bisa lebih mudah membunuh Menma."

Sasuke terpaku, tapi aku yakin ia puas dengan jawabanku. Berbeda dengan seorang gadis Hyuuga yang terlihat kecewa
mendengar jawabanku.

"Apa maksudmu dengan ingin menjadi ANBU?!" bentak Hanabi saat kami dalam perjalanan pulang.

"Kau tak suka? Aku tak ingat pernah setuju pada permohonanmu," jawabku tanpa peduli untuk menghentikan langkahku.

Hanabi semakin kesal dan menahan tanganku, memaksaku untuk membalikkan badan. "Kupikir aku bisa
mengandalkanmu."

Aku menepis pegangan Hanabi di tanganku dan berbalik mendorongnya, menahan kedua pundaknya.

"Apa menurutmu ini gampang?! Aku sudah kehilangan impianku sebagai Hokage, kehilangan Hinata, dan sekarang
dihadapkan pada 2 pilihan yang sulit! Jika aku bergabung bersama Sasuke, aku harus membunuh Menma. Aku seperti
membunuh diriku sendiri jika melakukannya. Lalu, jika aku bergabung bersama Menma aku takut membangunkan 'dendam'
Uchiha Sasuke. Perang Dunia Ninja Ke-4 adalah contoh nyata jika kau menecewakan seorang Uchiha. Makanya aku memilih
untuk tidak mengikuti keduanya. Aku juga bisa bersikap idealis sepertimu. Ini jalan yang kupilih dan menurutku ini yang
terbaik!"

Hanabi terdiam. Sepertinya ia mulai sadar kalau beban pikiran yang kupikul tidaklah ringan.

"Kata-kataku tadi hanya untuk menenangkan Sasuke. Aku menjadi ANBU untuk mencari tahu alasan Menma membangun
kekuatan militer yang sangat besar. Setelah itu aku akan mengembalikan Konoha seperti dulu, tanpa membunuh Menma.
Aku berusaha membantumu dengan caraku sendiri dan ocehanmu tadi sama sekali tak membantu!"

Tanpa kuduga Hanabi tiba-tiba memelukku. "Maaf membuatmu kesal," katanya.

H-hei, apa-apaan gadis ini? Kupikir kami berdua hanya berpura-pura sebagai sepasang kekasih di hadapan keluarga
Hyuuga. Lalu kenapa sekarang ia memelukku? Apa jangan-jangan dia...

"Sekali lagi maafkan aku. Aku lupa pada berbagai masalah yang kau hadapi. Kau sudah percaya padaku. Sekarang
giliranku, aku akan berusaha untuk percaya padamu," gumam Hanabi dalam pelukanku.

Aku tertegun mendengar kata-katanya. Mungkin memang inilah yang kubutuhkan saat ini, sebuah kepercayaan dan
dukungan. Aku tak mungkin menghadapi semua masalah ini sendirian. Hanabi membenamkan kepalanya di dadaku.
Pelukannya semakin erat. Rasa kesalku berangsur menghilang. Sejak kemarin, Hanabi selalu tahu cara untuk
menenangkanku. Perlahan kedua tanganku terangkat dengan sendirinya. Kurengkuh tubuh Hanabi, kubalas pelukannya.
"Terima kasih sudah mempercayaiku. Inilah yang kubutuhkan saat ini."

To Be Continue

rifuki

9. Menma Part 2 - Trust


< Prev Next >
10. Menma Part 3 - Sacrifice
< Prev Next >

Menma Part 3

"Sacrifice"

Konoha 1, 5 tahun setelah perpindahan dimensi

Atas bantuan Sasuke, aku bisa menjadi anggota ANBU dengan mudah. Yang sulit itu adalah menjadi ANBU khusus yang
tugasnya mengawal Hokage dan keluarganya. Menjadi ANBU khusus ternyata banyak syaratnya, salah satunya adalah
waktu. Seorang ANBU reguler baru bisa menjadi ANBU khusus setelah minimal 10 bulan bertugas. Bahkan Sasuke pun tak
bisa mengusahakannya meski ia punya jabatan yang cukup tinggi di kesatuan ANBU.

Setelah bergabung bersama ANBU khusus pun tak menjamin aku bisa mendapatkan informasi yang kuinginkan. Memang
sih, sekarang aku bisa memantau lebih dekat apa saja yang dilakukan Menma. Aku juga punya akses mudah ke berbagai
hal yang dirahasiakan desa. Diantaranya data-data penting seperti misi kelas S, sejarah Konoha, jumlah detail persenjataan
dan pasukan, serta kebijakan-kebijakan Hokage yang tidak disampaikan ke publik.

Tapi bukan itu informasi yang diinginkan Resistance. Resistance ingin mengetahui alasan Menma memperkuat persenjataan
Konoha.

Kupikir dengan menjadi ANBU khusus aku akan mendapatkan petunjuk. Namun sampai sekarang aku belum mendapatkan
petunjuk apapun.

Aku telah salah.

Dalam meeting terakhir yang diadakan Resistance, kami membahas keadaan politik Konoha yang semakin memburuk.
Empat kage sudah memberikan peringatan terakhir kepada Menma mengenai produksi senjata dan perekrutan shinobi yang
berlebihan. Tapi sayangnya, Menma masih tak buka suara, bahkan di hadapan 4 kagesekalipun. Empat kage sudah
memberikan waktu 7 hari kepada Menma untuk menghentikan kegiatannya, namun sampai hari ini, hari ke-5, tak ada
tanda-tanda penghentian kegiatan Menma.

"Itu berarti... besok kita akan melakukan kudeta," jelas Sasuke.

Semua orang yang hadir di pertemuan Resistance malam itu tak ada yang membantah. Mereka sadar ini adalah jalan satu-
satunya.
Dari laporan terakhir petugas perbatasan Konoha, pasukan shinobi Suna sudah bersiap menyerang di perbatasan desa.
Kirigakure, Iwagakure, dan Kumogakure sedang dalam perjalanan dan diperkirakan besok siang sampai. Empat desa itu tak
mau mengambil resiko membiarkan Konoha membangun begitu besar kekuatan tanpa alasan yang jelas. Bagaimana jika
kekuatan shinobi yang besar itu nantinya dipakai untuk menginvasi desa lain? Ujung-ujungnya mereka juga yang repot.

Tsunade mengigit bibir bawahnya. Ia tidak ingin kudeta terjadi, tapi ini demi Konoha yang sudah dibangun oleh kakeknya,
Hashirama. Justru akibatnya akan lebih parah jika menunggu sampai hari ke-7 dan membiarkan 4 desa yang menyerang
Konoha.

"Aku akan amankan dewan dan tetua desa. Meski ini kudeta, kita tak boleh membiarkan mereka mati," usul Tsunade.

"Aku dan Iruka akan mengurus akademi. Kami pastikan anak-anak dan pengajar tidak panik," tambah Ebisu.

Sasuke mengangguk setuju atas usulan 2 orang itu.

Yamato yang merupakan kapten elite jounin kemudian memberikan beberapa lembar kertas kepada Sasuke. "Itu elite
jounin yang bergabung bersama Resistance. Mereka berjumlah 750. Untuk mempermudah kita mengenali mereka, saat
kudeta dimulai mereka akan membuka head protector dan memakai band berwarna merah di bisep kiri mereka."

Band merah berbahan kain yang diikatkan di bisep kiri memang merupakan ciri khas anggota Resistance. Merah
melambangkan api yang berarti Resistance bercita-cita untuk mengembalikan Konoha seperti sedia kala dengan semangat
api.

"Bagaimana dengan para anggota klan besar?" tanya Sasuke memastikan.

Semua perwakilan klan menyatakan siap, kecuali Hanabi yang hanya menjawabnya dengan sebuah anggukan.

Selanjutnya disusun rencana penyerangan Gedung Hokage dengan terlebih dahulu memetakan kekuatan Konoha dalam
sebuah peta besar yang digelar di meja. Dalam hal ini yang turun tangan adalah sang ketua Divisi Persenjataan Konoha,
Tenten. Ia orang yang paling tahu seberapa besar sebenarnya kekuatan perang yang dimiliki Konoha.

"Secara garis besar Konoha memiliki 4 lapisan keamanan," kata Tenten memulai penjelasannya. "Lapisan pertama adalah
yang terluar dan berada di perbatasan dengan desa tetangga. Memiliki 6 barrack dengan masing masing 2000 jounin.
Mereka dipersenjatai ratusan heavy catapult, balista, dan senjata berat jarak jauh lainnya."

"Lapisan kedua adalah antara benteng Konoha dan perbatasan. Daerah ini didominasi oleh perbukitan. Memiliki
4 barrack dengan masing-masing 1500 jounin. Mereka dipersenjatai ratusan mid & short catapult, balista, pemanah,
dan shinobi jarak jauh."

"Lapisan ketiga berada di dalam benteng utama Konoha. Memiliki 4 barrack di 4 penjuru Konoha dengan masing-masing
500 elite jounin. Mereka disebar di benteng, menara, dan di seluruh penjuru desa. Mereka kebanyakan shinobi spesialis
jarak pendek dan menengah."

"Lalu yang terakhir lapisan keempat ada di Gedung Hokage. Terdiri dari 1000 ANBU reguler dan 100 ANBU khusus. Mereka
semua shinobi yang sudah terlatih dan rela mati demi Hokage."

"Jika dijumlahkan, ternyata sangat banyak," kata Kiba. Chouji yang berada di sampingnya mengangguk setuju.

"Ya. Totalnya lebih dari 20.000 personil dari berbagai tingkatan dan kemampuan. Tak heran ini membuat 4 desa takut.
Pasca perang ninja ke-4, tak ada desa yang memiliki kekuatan sebanyak itu," jelas Sakura. Ia tetap menyumbangkan
idenya meski nanti tak akan ikut menyerang. Ia akan menjaga anak laki-lakinya yang baru berusia 6 bulan.

"Menghadapi pasukan sebanyak ini, apa rencananya?" tanyaku.

Sakura mengambil sebuah spidol merah dan melingkari Gedung Hokage di peta. "Serangan akan dipusatkan di Gedung
Hokage karena di sanalah Menma berada. Penyerangan akan dilakukan dini hari saat penjagaan ada di titik paling lemah.
Dari pihak luar, Konoha memang terlihat mustahil ditembus. Tapi kita sudah berada di dalam."

Benar juga, saat ini kita sudah berada dalam jarak serang. Kita seperti akan menangkap seekor burung dalam sangkar, tapi
kita sudah berada di dalam sangkar bersamanya. Tentu saja itu lebih mudah.

"Selain itu, 50% ANBU berada di pihak kita dan ada di bawah komando Sasuke-kun. Jadi pada dasarnya kita hanya perlu
mengatasi 500 ANBU dan 50 ANBU khusus. Kita akan lakukan dengan cepat sehingga Menma tak sempat untuk
mengerahkan 20.000 pasukannya untuk datang membantu," tambah Sakura.

Kali ini Sasuke yang berdiri. Ia mengambil spidol lain dan menulis sejumlah angka-angka di peta. "Total
anggota Resistance sekitar 1500 personil. Kita harus melakukan kudeta secepat mungkin. Waktu ideal kita 5 menit. Karena
dalam lima menit pertama musuh kita hanya 550 ANBU. Tapi lebih semenit saja, kita harus berhadapan dengan
20000 jounin yang datang dari berbagai pelosok desa."

Aku menelan ludah. Beberapa orang di hadapanku juga terlihat cemas. Lima menit bukanlah waktu yang banyak. Lebih dari
itu kita akan jadi amukan puluhan ribushinobi.

"Aku, Sai, Naruto, serta 50 X-ANBU akan jadi tim inti yang masuk ke Gedung Hokage menangkap Menma, sementara
sisanya mengambil alih Gedung Hokage dan mempertahankannya sampai kudeta selesai. Kau yang akan membunuh
Menma, Naruto."

Aku tertegun. Sebenarnya aku sudah memperkirakan ini akan terjadi. Mengingat kalau nanti aku akan membunuh diriku
yang lain membuatku merasa bersalah. Kenapa aku bersikeras melindungi Naru sementara di sini aku malah membunuh
Menma?

"Naruto? Bagaimana pendapatmu mengenai rencana kita? Ada yang ingin kau sampaikan?" tanya Sakura.

Semua orang di ruangan menatapku. Aku adalah kunci dalam kudeta ini. Aku orang yang akan melakukan eksekusi
terakhir.

"Rencana sudah bagus," jawabku. Mati-matian aku berusaha agar suaraku terdengar normal dalam tekanan yang berat ini.

Di bawah meja, tangan Hanabi terus menggenggam tanganku. Kami saling menguatkan satu sama lain karena kami tahu
keputusan ini terlalu berat bagiku dan Hanabi. Dengan persiapan Resistance yang semakin matang serta keacuhan Menma,
kami berdua semakin kehilangan harapan. Aku dan Hanabi tak punya kekuatan yang cukup besar untuk menghentikan 2
pihak yang bertentangan ini. Kudeta ini sudah tak terelakkan lagi.

"Di sini 'kan tidak ada siapa-siapa, kenapa tidak buka topengmu saja, Naruto?" tanya Hanabi saat aku masuk ke kamarnya.

Saat ini, 5 jam sebelum kudeta, aku masih seorang ANBU khusus Konoha. Ini adalah malam terakhirku bertugas menjaga
kediaman Hyuuga. Akhir-akhir ini Menma lebih banyak menghabiskan waktu di Gedung Hokage. Hinata dan Misa sudah
tidur sedangkan Hiashi dan Ko entah kemana. Yang masih terjaga di mansion hanya aku, Hanabi dan beberapa anggota
Hyuuga branch yang siap bertempur dini hari nanti.

Aku mengusap bagian samping topeng rakunku, sekedar memastikan kalau topeng ini masih kokoh di tempatnya. Semua
orang di mansion tidak ada yang mengenaliku, kecuali Hanabi. Seorang ANBU khusus memakai jubah hitam yang menutupi
hampir seluruh tubuhnya. Tubuh kami dipasang segel yang berguna untuk menyamarkan chakra. Suara kami terdengar
beda karena menggunakan jutsu khusus untuk mengubah suara yang keluar dari pita suara. Saat bertugas kami tidak
punya nama, kami hanya dipanggil berdasarkan topeng yang kami pakai.

"Ini peraturan ANBU. Aku tak boleh membuka topeng ketika sedang bertugas," jelasku pada Hanabi.

"Kau terlalu menaati peraturan padahal sebentar lagi kau bukan lagi ANBU khusus," gumam Hanabi sambil tersenyum. Saat
itu ia sedang berbaring di futon, sedangkan aku sedang bersila di sampingnya.

"Anggap saja ini pengabdian terakhirku sebagai seorang ANBU. Dibanding membicarakanku, lebih baik kau tidur selagi
masih punya waktu. Dari kemarin kau kurang tidur 'kan?"

"Aku tidak terlalu ngantuk. Aku hanya ingin menghabiskan waktu denganmu."

Aku menghela napas pelan. Sejak sebulan terakhir, sejak aku jadi ANBU khusus, aku tak pernah punya waktu untuk
Hanabi. Aku hanya bisa bercengkrama bebas dengannya di pertemuan Resistance. ANBU khusus bertugas 12 jam sehari.
Setengah hidup kami dihabiskan untuk mengabdi kepada Hokage.

Kini kami hanya punya waktu 5 jam sebelum kudeta.

Waktu hampir habis, namun petunjuk mengenai alasan Menma memperkuat pertahanan Konoha masih menjadi tanda
tanya besar. Menma terkesan menyembunyikannya bahkan dari ANBU khusus dan keluarganya sekalipun.

"Maaf karena aku tak bisa memenuhi keinginanmu. Kupikir dengan menjadi ANBU aku akan menemukan petunjuk,"
gumamku sambil menunduk, tak berani menatap Hanabi.

"Naruto," panggil Hanabi, menyadarkanku dari pikiran-pikiran yang membebaniku. "Jangan pikirkan permintaanku setahun
yang lalu, jangan buat itu jadi beban. Kalau memang Menma harus mati, kita tak bisa berbuat banyak. Mudah-mudahan
saja nanti Nee-san tidak sedih."
Setidaknya kalimat Hanabi itu membuatku agak tenang. "Baiklah aku mengerti, aku tak akan menjadikannya beban. Pada
dasarnya kita memang hanya 2 orang idealis yang tak mampu berbuat apa-apa."

"Kalau begitu aku ingin melihatmu tersenyum. Kumohon buka topengmu dan perlihatkan senyummu. Aku belum melihatmu
tersenyum hari ini."

Aku tersenyum tulus, bocah ini kembali menghiburku di saat-saat yang kubutuhkan. Sepertinya ia hanya menunjukkan sisi
manjanya padaku. Di hadapan orang lain dia selalu disegani sebagai ketua klan Hyuuga.

"Baiklah, Hanabi-chan." Aku menaikan sedikit topengku untuk memperlihatkan senyumku. Lalu aku menunduk dan
mengecup kening Hanabi. "Sekarang tidurlah, kau tetap butuh tidur. Aku akan membangunkanmu 4 jam lagi. Oyasumi."

Hanabi terkekeh geli. "Hn. Oyasumi."

Jam menunjukkan pukul 4:30 dini hari. Semua anggota Resistance sudah berada di posisinya masing-masing, sesuai
dengan yang direncanakan saat pertemuan kemarin. Kami tinggal menunggu perintah Sasuke.

"Sekarang saatnya." Kudengar perintah Sasuke dari earphone di telinga kiriku, sementara earphone di telinga kananku
kugunakan untuk memantau kondisi ANBU lain. Setiap ANBU khusus memang diberi earphone untuk berkomunikasi.
Setelah kupastikan tak ada ANBU yang menyadari pergerakan Resistance di lantai atas, kubuangearphone itu dan fokus
mendengar arahan Sasuke di earphone lainnya.

Semua anggota akhirnya bergerak sesuai bagiannya masing-masing, termasuk aku. Aku bergabung bersama 4 ANBU
khusus yang sedang berjaga di depan ruangan Hokage, berlagak seperti tak terjadi apa-apa.

"Hey, Rakun," sapa salah seorang ANBU di sana. "Bagaimana keadaan di Hyuuga Mansion?"

"Aman seperti biasa, sekarang saatnya aku berjaga di sini," jawabku. "Bagaimana di sini? Aman?"

"Aman, terlalu aman. Terkadang aku mengharapkan ada sedikit tantangan dalam pekerjaan ini," jawab ANBU bertopeng
harimau dengan asal, disambut dengan pukulan pelan dua ANBU lain di sampingnya sambil tertawa.

Aku ikut tertawa. Harimau bodoh. Sebentar lagi kau akan mendapatkan tantangan.

Tak lama kemudian terdengar bunyi gaduh dari lantai bawah. Pasukan Resistance sudah dihimbau untuk sesunyi mungkin,
tapi kelihatannya bentrokan dengan ratusan ANBU di sana tak bisa dihindari.

Kami para anggota ANBU khusus dilatih untuk selalu waspada dalam kondisi apapun. Begitu terdengar bunyi gaduh dari
arah lantai bawah gedung, kami bersiap untuk melindungi Hokage. Saat ANBU dari bawah berlari menemui kami dan
menyampaikan kabar penyerangan, kami tahu apa yang harus dilakukan.

"Lindungi Hokage!"

Kami semua masuk ke ruangan Hokage, bergabung bersama 4 ANBU lain yang memang bertugas di dalam ruangan. Kami
melindungi Hokage dari berbagai sisi. "Maaf Hokage-sama, ada penyerangan ke gedung Hokage. Tetap bersama kami,"
kata Harimau.

"Siapa yang menyerang?" tanya Menma.

"Mereka menamakan dirinya Resistance. Mereka dipimpin Sasuke."

"Ck! Panda dan Elang, pergi ke rumahku dan lindungi Hinata dan Misa! Singa, suruh semua ANBU untuk melindungi Gedung
Hokage bagaimanapun caranya! Ular, suruhjounin lapisan ke-2 dan ke-3 datang membantu ke sini!"

"Hai!"

Setelah 4 ANBU itu jauh, kutatap sisa ANBU di ruangan itu. Ada 5 ANBU selainku yang sedang bersiaga dengan Menma di
tengah kami. Sesaat kupikirkan cara termudah dan tercepat untuk melumpuhkan 5 orang itu.

Setelah siap kukeluarkan 2 buah kertas peledak dan 2 kunai. Dua kertas peledak kutempel di punggung 2 orang ANBU di
sampingku.

BOOM!

Dua orang ANBU mati.


Kumanfaatkan asap yang tercipta sebagai kamuflase. Kulakukan shunshin ke hadapan 2 ANBU lain dan menusuk mereka di
bagian leher, satu-satunya bagian tubuh ANBU yang tak terlindung armour.

Empat ANBU mati, sisa 1 ANBU lagi.

Tanpa membuang waktu lagi kukeluarkan kunai lain dan kualirkan chakra ke sana.

"Rakun! Apa yang k-"

Kunai yang dialiri chakra menjadi berkali lipat lebih tajam dan mampu menembus armour. Sehingga saat
kuhunuskan kunai itu ke dada ANBU terakhir, armour-nya hancur dan kunai bisa menembus jantungnya. Bahkan ia tak
sempat menyelesaikan kalimatnya.

ANBU beres, sekarang tinggal-

BUKH!

Menma memukul wajahku dengan keras hingga memaksaku mundur beberapa langkah. Topeng rakunku hancur. Padahal
topeng ANBU diklaim kuat dan tidak mudah pecah. Bahkan kini mulutku mengeluarkan darah. Aku lupa sedang berhadapan
dengan seorang Uzumaki lain yang sama-sama kuat.

"Membunuh 5 ANBU khusus dalam waktu kurang dari 3 detik patut kuacungi jempol. Siapa kau?!" tanya Menma sambil
bersiap memasang kuda-kudanya.

Aku tak perlu menjawabnya karena tak lama setelah itu asap menghilang membuat tatapan kami bertemu.

Menma melotot tak percaya. "N-Naruto, kenapa kau lakukan ini?"

Aku berjalan mendekati Menma. Jubah hitam kulepaskan, jutsu dan segel perubah suara dan
penyamar chakra kunonaktifkan, tak perlu lagi menyembunyikan identitasku. Kulihat Menma agak mundur. "Aku tak punya
pilihan. Kuminta hentikan produksi senjata dan lepaskan gelar Hokage sekarang juga."

Menma tak lagi memasang kuda-kudanya. "Untuk senjata aku tak bisa memenuhinya. Lalu permintaan kedua itu, bukankah
aku sudah menawarimu jadi Hokage? Sudah kubilang asal kau menggantikan posisiku aku tak masalah. Aku sudah percaya
padamu."

"Sayangnya bukan aku yang akan jadi Hokage."

Menma kembali menatapku, kemudian ia tersenyum kecut. "Orang arogan dan tanpa ekspresi tak cocok jadi Hokage."

Keningku berkerut, Menma tahu siapa yang kumaksud. "Aku belum menyebutkan nama."

Menma kulihat tidak setegang tadi, bahkan ia terlihat tak takut padaku dan kini mendekatiku beberapa langkah. "Aku tak
sebodoh itu. Pria Uchiha itu kandidat terkuat setelahmu. Maaf jika kau tersinggung karena aku menjelek-jelekkan
sahabatmu. Tapi itu realitanya. Aku tahu dia jenius tapi bukan hanya kejeniusan yang dibutuhkan seorang Hokage. Apa kau
pikir seseorang yang pernah menghianati desa dan nyaris membunuh beberapa temannya pantas jadi Hokage?"

Aku tak mampu menjawab. Jika dipikir lagi, kata-kata Menma ada benarnya. Itulah mengapa antara aku dan Sasuke, yang
terpilih jadi Hokage Ke-6 5 tahun lalu adalah aku.

"Dewan memiliki pikiran yang sama denganku setahun lalu. Mengabdi sebagai elite jounin belum bisa menutupi catatan
kriminalnya. Bahkan dewan lebih memilihku jadi Hokage."

Keributan di lorong menyadarkanku kalau aku sudah kehilangan setengah waktuku hanya untuk bicara dengan Menma. Aku
tak punya waktu banyak lagi. "Cukup bicaranya! Kau sedang dalam posisi sulit. Berhasil atau tidaknya kudeta, dan siapapun
yang nantinya akan jadi Hokage, kau akan tetap dibunuh. Aku bisa menyelamatkanmu, aku akan membawamu ke Konoha
2."

Aku serius saat mengatakan akan membawanya ke Konoha 2. Ide itu baru terpikir barusan. Mungkin itulah satu-satunya
jalan agar Menma selamat.

"Aku tak bisa meninggalkan Konoha 1," jawab Menma keras kepala. "Aku harus melindungi Konoha 1."

"Dasar keras kepala! Melindungi Konoha dari apa?! Kita sudah tidak dalam peperangan jadi tidak dibutuhkan persenjataan
sebanyak ini. Ini hanya akan membuat desa lain khawatir."

Menma tak menghiraukanku. Kudorong tubuhnya ke meja dan kuarahkan kunai ke lehernya. "Jawab, Menma!"
"Naruto, kita sedang menghadapi masalah yang lebih besar dari sekedar tahta Hokage dan perang antar desa. Mungkin kau
tak merasakannya, tapi aku merasakan sebuah pancaran chakra yang sangat kuingat yang semakin hari semakin
mendekat."

Peganganku di badan Menma melonggar. "Yami?" tanyaku ragu.

Kuharap Menma akan bilang tidak. Tapi ternyata dia mengangguk.

"Aku pernah bertarung dengannya jadi aku ingat chakra-nya. Setahun lalu aku masih ingat kalau aku sempat menceritakan
Yami padamu, lalu kau menanyakan kenapa aku terlihat begitu tenang padahal Yami mengincarku. Sebenarnya aku tak
tenang. Aku takut. Aku hanya pintar menyembunyikannya. Ketakutan itu selalu muncul saat aku melihat Hinata dan Misa.
Aku takut kalau Yami membunuh mereka. Aku tak ingin kehilangan keduanya. Hanya mereka yang aku miliki sekarang. Aku
tak keberatan memberikan posisi Hokage kepadamu selama kau tetap mengizinkanku terus merekrut shinobi. Itu caraku
untuk melindungi Konoha dan keluargaku dari Yami."

"Aku tak bisa. Kekuatan shinobi yang berlebihan membuat desa lain khawatir. Apalagi jika tanpa alasan yang jelas. Kenapa
tidak kau ceritakan ini kepada Resistancedan para penduduk? Mungkin mereka akan mengerti dan bisa mencari solusi
bersama."

"Kau tak akan percaya sekuat apa Yami jika tak melihatnya sendiri. Aku hanya tak ingin penduduk ikut merasakan rasa
takut yang kurasakan. Menjadi Hokage bukan berarti menjadi yang terkuat di desa, tapi berusaha menjaga perasaan
seluruh penduduk desa. Menjadi Hokage berarti kau siap melindungi mereka meski mereka menganggapmu tak
mempedulikan mereka. Aku tak peduli apa kata mereka, yang kutahu aku selalu berusaha untuk melindungi mereka dari
bahaya yang tak mereka kira."

"Tapi-"

BRAKK!

Pintu ruang Hokage didobrak sebelum aku selesai bicara. Lalu muncul Sasuke, kulihat Kiba dan Hanabi ada di belakangnya.

"Kau sulit dihubungi. Apa yang membuatmu lama?! Bunuh dia!" perintah Sasuke.

Aku baru sadar earphone-ku jatuh saat dipukul Menma. Waktu terus berjalan. Kurang dari 2 menit lagi 20000 jounin akan
datang.

Aku menunduk, keinginanku untuk membunuh Menma sudah benar-benar hilang.

"Aku tak bisa."

"Apa kau bilang?" tanya Sasuke. Kiba dan Hanabi tak kalah kaget.

"Ugh!" Di tengah-tengah ketegangan itu Menma memegang dadanya. Keringat mengalir dari dahinya dan kedua tangannya
bergetar.

"Kau kenapa, Menma?" tanyaku kaget bercampur bingung.

"Chakra yang kelam ini... Tak salah lagi. Yami sudah datang!"

"Apa?!" Yami datang? Kenapa harus sekarang di saat banyak masalah terjadi di Konoha, rutukku.

Menma membentuk segel Hiraishin dan tak mempedulikan kebingungan beberapa orang di antara kami. Ia langsung pergi
begitu saja.

"Kenapa kau melepasnya, Naruto? Siapa Yami?!" tanya Sasuke, kini ia sudah tak bisa menyembunyikan kepanikannya. Baru
kali ini aku melihat Sasuke sepanik itu. Bagaimana tidak? Rencana yang disusunnya lama terancam gagal dan masa depan
Konoha terancam.

"Tenang, teme," ujarku, berusaha menenangkan Sasuke. Padahal aku sendiri panik. "Dialah yang menjadi alasan kenapa
Menma merekrut banyak shinobi. Dialah ancaman terbesar yang sebaiknya kita khawatirkan sekarang. Dia sangat kuat dan
bisa melenyapkan Konoha dengan mudah."

"Maksudmu dia orang yang juga telah menghancurkan Konoha kampung halaman Menma?" tanya Hanabi memastikan.

Aku mengangguk. "Hanabi, segera kembali ke rumah dan jaga Hinata dan Misa."
Aku tahu sebenarnya Sasuke masih belum percaya sepenuhnya padaku, tapi lama-kelamaan kami mulai merasakan killing
intent yang luar biasa. Apalagi saat kami naik ke puncak gedung untuk mencari tahu, aura membunuh itu terasa begitu
kuat.

"Chakra apa ini? Aku tak pernah merasakan yang seperti ini sebelumnya. Begitu kelam padahal jaraknya jauh. Firasatku
buruk," ujarku. Tanganku gemetar dengan sendirinya. Aku menoleh ke arah Sasuke dan kulihat ia merasakan ketakutan
yang sama meski ia lebih pintar menyembunyikannya dari pada aku. Kiba kusuruh menemui Sakura untuk berjaga-jaga.

"Sai," panggil Sasuke kepada Sai yang baru saja sampai di atas. "Beri tahu yang lain, misi kita berubah. Lindungi Konoha,"
kata Sasuke akhirnya. Lalu Sasuke menatapku. "Bawa aku menemui Menma."

Aku mengangguk. Sasuke memegang pundakku lalu aku melakukan Hiraishin mengikuti Menma.

Tak lama kemudian terbentuk barier chakra berbentuk kubah yang menyelimuti desa dari mulai perbatasan desa
. Barier kedua terbentuk di antara benteng dan perbatasan, sementara barier ketiga terbentuk di benteng utama desa.
Ternyata di setiap barrack jounin yang diceritakan Tenten, ada sejumlah jounin spesialis pertahanan yang ahli di bidang itu.
Jadi itulah rencana Menma. Dia memastikan penduduk aman dengan 3 lapisan barier dan 3 lapisan shinobi. Dengan begitu
Konoha terlindung dari serangan darat maupun udara.

BOOOOOM!

Baru sampai di dekat Menma, kami sudah dikagetkan dengan ledakan besar di hadapan kami. Ledakan itu seperti gabungan
1 ton mesiu karena telah mampu membentuk kawah dengan radius sekitar 1 km. Bahkan hembusan ledakannya saja terasa
seperti angin puyuh.

Setelah suasana tenang, aku terbelalak. Tembok perbatasan utara dan 1 barrack telah hilang. Itu berarti 2000 jounin telah
mati dalam ledakan itu, bahkan jasadnya hilang. Otomatis barier paling luar pun lenyap. Beberapa jounin yang masih hidup
menuding kalau itu serangan Suna yang berada tak jauh dari perbatasan.

"Tahan!" teriak Menma. "Itu bukan serangan Suna! Perintahkan satu orang untuk menyuruh Suna berhati-hati. Bilang
kepada Gaara untuk tidak ke sini apapun yang terjadi. Sementara jounin yang lain lebih baik kalian masuk ke barier kedua
dan berlindung. Jangan ada yang keluar!"

"Apa ledakan itu ulah Yami?" tanyaku.

"Ya, tidak salah lagi. Hanya dia yang bisa melakukan hal semacam itu."

Sebongkah batu berukuran sebesar rumah tiba-tiba terlempar ke arah kami.

Aku yang saat itu terlalu terfokus pada ledakan tak sempat menghindar.

BRAKKK!

Saat kubuka mataku di sekelilingku ada chakra berwarna ungu muda. Aku mendongak ke atas dan kulihat ada susunan
tulang rusuk besar di sana. Ini rangka Susanoo. Aku terlindung dari batu besar itu berkat Susanoo. Tapi yang membuatku
lebih kaget ternyata Sasuke masih berada di sampingku dan dia bahkan belum mengaktifkansharingan-nya.

Aku dan Sasuke bertukar pandangan. Perlahan kami menoleh ke depan.

Tampaklah Menma sedang berdiri di depan kami. Chakra ungu itu berasal dari tubuhnya.

"Ini sharingan pemberian sahabatku," katanya. Mangekyou Sharingan aktif di pupil kanannya. "Kalian tak apa-apa?"

Kami berdua mengangguk.

"Refleks yang cukup bagus," kata seseorang dengan suara yang agak serak.

Menma menoleh ke depan. Susanoo ia nonaktifkan agar penglihatannya lebih jelas ke arah depan.

Di sana nampaklah pria berambut pirang, dua matanya berwarna merah menyala.

"Lama tak jumpa, Namikaze Menma."

Menma mengepalkan kedua tangannya.

"Yami!" desisnya.
Sekilas Yami memang mirip denganku. Namun jika diperhatikan, banyak sekali perbedaan di antara kami. Rambut pirang
Yami berantakan, tanda lahir di pipinya lebih kasar melebihi Menma, pupilnya berwarna merah menyala, kuku tanganya
panjang. Ia memakai pakaian serba hitam. Kaos hitam tanpa lengan yang robek di beberapa bagian, celana panjang,
dan boots hitam. Yang lebih mencolok adalah chakra-nya yang berwarna hitam kelam. Ia diselimuti aura membunuh yang
sangat kuat. Ia tidak mengontrol chakra-nya dengan baik. Bahkan Yami terkesan sengaja memancarkan chakra kelamnya
itu keluar dari tubuhnya, menghembus keluar dari kedua pergelangan tangannya. Apa chakra-nya sangat besar hingga ia
tak sayang membuang-buang chakra-nya sendiri?

Aku berjalan mendekati Yami untuk lebih jelas melihat sosok diriku dari dimensi lain itu.

"Naruto, jangan terlalu dekat!" cegah Menma.

Aku mengangkat tangan, mengisyaratkan kalau aku tidak akan terlalu dekat. "Yami!" teriakku. "Apa tujuanmu membunuh
Menma?"

Yami menatapku dari ujung kaki ke ujung kepala, lalu ia tertawa. "Dengar baik-baik blondie! Aku tidak butuh alasan untuk
membunuh orang."

A-apa?

Ada rasa kesal yang langsung muncul dalam diriku begitu kalimat itu terlempar dari mulut Yami. Berarti 2000 orang yang
mati tadi pun dibunuh begitu saja tanpa alasan yang jelas. Segera aku melesat menuju ke arahnya.

"Tunggu Narutooo!" teriak Menma, aku tak mempedulikannya.

BUKH!

Kupukul wajah Yami dengan telak. Yami tak berusaha menghindar. Ia membiarkan dirinya terpukul. Kuserang ia dengan
bertubi-tubi. Pukulan, tendangan, dan sikutan kulayangkan bergantian. Namun ia masih tetap diam. Apa ia sengaja?

Aku mundur beberapa langkah untuk mengatur napas.

Perlahan Yami bangun, mengusap darah di dagunya, dan membersihkan celananya yang kotor.

"Membosankan," cibirnya. "Kau sudah selesai? Hanya itu yang kau punya?" tanya Yami sambil meregangkan ototnya.

Aku tak percaya. Aku tadi memukulnya dengan sekuat tenaga, mana mungkin Yami tak kesakitan sedikitpun.

"Giliranku!" Sepersekian detik setelah Yami mengatakannya, ia sudah berada di hadapanku dan tahu-tahu kepalan
tangannya sudah memukul perutku.

"Guhhh!" Perutku serasa terkoyak. Darah segar keluar dari mulutku.

"Naruto!" Teriakan Menma terdengar samar di telingaku.

Tak lama kemudian aku tumbang ke depan, memeluk perutku yang sakit bukan main.

Dengan santainya Yami duduk di punggungku. "Itu baru yang namanya pukulan," ejek Yami.

Aku tak terlalu tahu apa yang terjadi selanjutnya karena setelah itu Menma dan Sasuke menyerang Yami. Mereka bertiga
terlibat pertarungan sengit.

Setelah beberapa saat, kupaksakan untuk bangun. Kulihat Menma dan Sasuke juga kerepotan melawan Yami. Ada sesuatu
yang membuat kekuatan serta kecepatan Yami di atas normal. Aku belum pernah melihat orang bertarung secepat itu,
bahkan Lee juga tak secepat itu. Rupanya aku terlalu meremehkan Yami. Sekarang bukan saatnya untuk santai-santai.
Kuaktifkan mode Kyuubi dan bergabung dalam pertarungan.

Menma dan Sasuke masih melancarkan pukulan bertubi-tubi ke arah Yami. Pengguna sharingan memang bisa kau andalkan
dalam hal kecepatan, mereka lebih cepat dari pada aku. Tepat saat Yami melompat ke belakang untuk menghindari pukulan
Sasuke, aku menghadangnya dari belakang, kuhadiahi dia dengan tendangan di punggungnya ke arah atas. Seakan itu tak
cukup, aku melakukan shunshin ke atas tubuhnya dan memukul perut Yami. Menma dan Sasuke tak mau kalah. Mereka
menyambut Yami di bawah dengan tinjuan.

Yami terlempar ke bebatuan dengan keras.

"Kuharap tendanganku barusan sesuai harapanmu, Yami," ujarku kesal.


Serupa dengan chakra normal, serangan yang diselimuti chakra Kyuubi pun akan bertambah kuat puluhan kali lipat.

Kudekati Menma dan Sasuke. Keduanya sedang terengah-engah mengatur napas. Kupegang pundak Sasuke untuk sekedar
mengobati luka-luka di badannya menggunakan chakra Kyuubi, sedangkan Menma pasti sudah dibantu Kurama miliknya.

Brukh...

Bebatuan terangkat saat Yami bangkit.

"Tiga lawan satu. Pertarungan ini semakin menarik," gumam Yami. Aku tahu pukulan kami yang beruntun tadi membuatnya
sakit. Yami mengangkat kedua tangannya ke atas. Chakra berwarna hitam berkumpul di atas tangannya, membentuk 2
bola energi berukuran besar.

"Jika kalian mengajak bermain cepat. Baiklah aku layani. Aku tak akan membuang waktu lagi. Keperkenalkan kepada
kalian, Dark Rasengan!"

Aku dan Menma bertukar pandangan lalu kembali menatap rasengan yang Yami sebut Dark Rasengan.

"Itu bukan rasengan biasa. Energinya makin membesar. Kalau itu meledak, bisa terjadi ledakan dahsyat seperti tadi,"
ujarku.

Menma mengangguk setuju dan mengaktifkan mode Kyuubi. "Naruto, kita gunakan rasengan untuk melawannya."

"Baiklah."

Sasuke terlihat mengumpulkan chakra-nya untuk membentuk Susanoo. "Aku akan menyerang dari sini, kalian pergilah!"

Detik demi detik berlalu dan Dark Rasengan milik Yami semakin membesar. Rasengan kami pun kini sudah siap.

"Sekarang Naruto!" teriak Menma

Kami berlari mendekati Yami. Lagi-lagi ia tak bergeming. Aku dan Menma tak pedulikan itu, yang penting rasengan milik
Yami hancur.

"Rasengan!""Rasengan!"

Empat rasengan beradu. Bersamaan dengan itu panah Susanoo milik Sasuke melesat ke arah Yami. Gesekan antara
4 rasengan menciptakan suara yang memekikan telinga. Tapi itu tak berlangsung lama.

Rasengan berwarna biru miliku dan Menma terserap ke dalam Dark Rasengan. Tak disangka panah yang tadi mengarah ke
badan Yami pun ikut tertarik. Begitu juga dengan kilatan-kilatan chakra orange yang keluar dari tubuhku, perlahan tertarik
ke dalam Dark Rasengan.

Aku dan Menma mundur serentak.

"Jangan gunakan ninjutsu murni! Gunakan senjutsu! Dark Rasengan punya sifat yang mirip dengan kemampuan Sage of
The Sixs Path! Dia menyerap chakra!"

Menma menurut dan mengaktifkan mode sage. Kedua matanya kini berupa gabungan mata rubah dan mata kodok, begitu
juga dengan mataku. Sasuke melakukan hal yang sama dengan manggabungkan chakra yang dulu Juugo berikan padanya.

"Hahahaha... Kalian terlambat menyadari. Dark Rasengan terlanjur menyerap semua energi yang kalian gunakan dan
mencampurkannya dengan chakra hitam milikku. Saat dua atau lebih jenis chakra bergabung, keduanya akan beresonansi
dan menciptakan chakra baru yang lebih dahsyat."

Kelihatannya Yami tidak bicara omong kosong. Energi yang terpancar dari kedua bola energi itu terasa lebih kuat dibanding
yang pertama, saat aku berada di Gedung Hokage.

"Selamat tinggal Konoha!" Yami melempar bola energi ke arah desa dan satu lagi ke arah shinobi Suna di perbatasan desa.

Sial!

Menma segera melakukan Hiraishin mengejar Dark Rasengan pertama sedangkan aku mengejar yang kedua. Sasuke tetap
menembak Yami dengan panah Susanoo-nya berharap dua Dark Rasengan akan lenyap jika Yami terluka. Nyatanya saat
tangan kiri Yami terkena panah, 2 bola energi itu tetap melesat ke arah tujuannya.

BOOOMMMM!
Ledakan tak terhindarkan. Aku memang sempat memindahkan sebagian besar ledakan ke tempat lain dengan Hiraishin,
tapi sepersekian ledakan tetap meledak di dekat perbatasan. Ribuan shinobi terlempar saking kuatnya ledakan. Padahal
Gaara sudah membuatkan benteng pasir, tapi tetap tak bisa melindungi pasukannya. Entah berapa ribu yang mati.

Ledakan kedua terjadi tak lama setelah itu. Aku bersyukur masih bisa merasakan chakra Menma beberapa saat setelah
ledakan, berarti ia selamat. Tapi di hadapan Konoha kini terbentuk kawah dengan ukuran yang lebih besar dari
sebelumnya. Barier 2 dan 3 hancur sekaligus. Gerbang depan Konoha yang fenomenal pun ikut hancur. Aku tak bisa
bayangkan seandainya aku dan Menma tak sempat memindahkan ledakan ke tempat lain.

Aku kembali ke dekat Sasuke. Sesekali ia terlihat menahan sakit di matanya karena kelelahan
menggunakan Susanoo dalam waktu lama.

Tapi sepertinya usaha pemuda raven itu menunjukkan hasil. Tangan kiri Yami yang terkena panah Susanoo memperlambat
gerakannya. Menma tak membuang waktu dan segera menahan Yami dengan tangan yang terbuat dari chakra Kyuubi. Ia
sepertinya tak mau mengambil resiko jika Yami kembali membuat Dark Rasengan.

Menma lebih beruntung dari padaku, ia masih punya banyak chakra Kyuubi yang tersisa. Ia membuat beberapa tambahan
tangan dari chakra Kyuubi untuk semakin mengikat Yami.

"Apa yang kau lakukan Menma?" tanya Yami kesal.

"Ini bukan sekedar cengkraman yang terbuat dari chakra Kyuubi. Aku menyertakan fuinjutsu untuk menekan chakra."

Sekilas aku melihat rantai yang mengikat tubuh Yami dan Menma. Aku pernah melihat rantai seperti itu. Itu rantai yang
digunakan ibuku untuk membantuku menguasaichakra Kyuubi.

"Ini kombinasi yang diajarkan ayah dan ibuku. Ini hal terakhir yang diajarkan mereka sebelum mereka kau bunuh," desis
Menma. Ia mempererat ikatan di badan Menma.

"Ughhhh! Berengsek kau Kushina, Minato!" teriak Yami. Ia memancarkan chakra hitam lebih besar, meronta-ronta berusaha
melepaskan diri dari Menma.

"Sasuke, Naruto," panggil Menma. "Gabungkan kekuatan kalian dan bunuh Yami. Kekuatan Yami tak bisa dianggap remeh
sehingga kalian harus mengeluarkan kekuatan terbaik kalian."

Aku dan Sasuke saling berpandangan. Jurus yang cocok untuk digabungkan adalah Enton: Gakutsuchi dan Rasen
Shuriken. Kedua jurus itu sudah terbukti kehebatannya di perang dunia ninja ke-4.

"Tapi jika jurus itu digunakan..." Sasuke tak melanjutkan kalimatnya.

"Serangan itu akan ikut membunuhmu, Menma," lanjutku. Aku sama sekali tak setuju jika harus menggunakan jurus itu.

"Tidak apa-apa. Itu kewajibanku sebagai Hokage," balas Menma.

"Tapi kau tidak layak mati seperti itu. Itu terlalu kejam." Gabungan kedua jurus itu sangat hebat. Bahkan Juubi saja kalah.
Jika jurus itu digunakan pada Yami, Menma akan ikut terkena karena jurusnya besar sedangkan targetnya kecil.
Membayangkannya saja aku sudah ngeri.

Tanpa kuduga, Menma malah tersenyum. "Apa yang kau katakan? Ini impian seorang Hokage untuk bisa mati melindungi
desanya, meskipun aku bukan berasal dari sini. Ini juga merupakan impian seorang suami sekaligus ayah untuk bisa mati
demi melindungi istri dan anaknya. Paling tidak setelah ini aku yakin keluargaku dan seluruh penduduk Konoha akan
aman."

"Tapi-"

"Aku pernah bertarung dengannya! Yami lebih kuat dari apa yang kalian bayangkan. Dia belum mengeluarkan kekuatan
sepenuhnya. Cepatlah waktu kalian tak banyak. Ini satu-satunya kesempatan kalian. Jangan sia-siakan."

Aku menatap Sasuke, kemudian mengangguk. Meski berat, tapi harus kami lakukan agar tak membuat usaha Menma sia-
sia.

Sasuke mengumpulkan chakra-nya yang tersisa. Susanoo-nya yang tadi hanya berupa tengkorak saja kini kembali memiliki
daging dan armour, bahkan kaki. Dibentuklah panah baru, kali ini dengan menambahkan api amaterasu di sana. Ia sudah
siap membidik Yami.

Aku juga melakukan hal yang sama, kukumpulkan sisa-sisa chakra Kyuubi yang kumiliki. Kuaktifkan kembali mode
Kyuubi dan kubentuk Rasen Shuriken.
Aku memejamkan mataku, menekan air mata yang memaksa keluar.

Maaf telah salah menilaimu, Menma. Di samping keputusan kontroversialmu membuat begitu banyak senjata dan
pasukan shinobi hingga nyaris menyebabkan perang. Kenyataannya kau memang seorang Hokage yang baik. Kau selalu
memikirkan pendudukmu di atas apapun. Konoha bangga punya Hokage sepertimu.

"SEKARANG!" teriak Menma.

Aku dan Sasuke melepas jurus kami secara bersamaan, mengarahkannya pada target yang sama.

"Enton: Susanoo Gakutsuchi!" "Rasen Shuriken!"

Terbentuklah rasen shuriken yang dilapisi api amaterasu, terlempar cepat menuju badan Yami... dan Menma.

Badan Yami dan Menma terbakar api amaterasu. Aku sama sekali tak tega melihatnya. Aku membalikan badan dan
menatap Konoha.

Untuk melindungi Konoha selalu saja dibutuhkan pengorbanan. Kali ini sang Hokage Ke-6 yang jadi korban. Chakra-nya
sudah hilang, ia sudah mati. Meski bukan berasal dari sini, Menma sudah menganggap Konoha seperti desanya sendiri
hingga rela mati mengorbankan dirinya.

"Awas Naruto!"

"Arghhh!"

Aku tersungkur ke tanah. Seseorang menarik kakiku hingga terjatuh!

Aku berbalik dan melihat Yami di sana sedang menarik kakiku. Kenapa dia begitu kuat? Padahal sekarang
api Amaterasu sedang membakar hampir seluruh badannya, kecuali kepala dan kedua tangan.

"Tidak secepat itu, Naruto! Asal kau tahu, Menma bukan satu-satunya yang ingin kubunuh di sini, hahahahaha," kata Yami
dengan suara serak khasnya. Tawanya itu semakin membuatnya terlihat seperti orang psycho.

Sasuke akan menolongku tapi berhenti saat Yami kembali mengeluarkan Dark Rasengan dan mengarahkannya pada
perutku. Salah-salah, kami akan mati bersama jikaDark Rasengan kembali meledak. Sasuke akhirnya menolongku dari
jauh, ia mengontrol api Amaterasu agar menyebar ke kepala Yami.

Yami yang sedang mengontrol chakra hitam di tangan kanannya jadi tak fokus.

Dalam keadaan terdesak seperti itu, hanya satu yang terpikir olehku, yaitu berpindah dimensi dengan membawa serta Yami
bersamaku.

"Teme! Dengarkan pesan terakhirku," teriakku pada Sasuke. "Jadilah Hokage yang tak kalah hebat dari Menma! Maaf dulu
aku pergi tanpa pamit padamu. Kali ini aku akan pamit."

Sasuke kaget mendengar kata-kataku. "Pamit? Hei, Dobe! Jangan bilang kau akan pergi lagi!"

Aku tersenyum. Akhirnya Sasuke memanggilku dengan panggilan itu lagi. Mengingatkanku pada persahabatan lama kami.
Kuusap darah di telapak tanganku lalu kubuat suatu kombinasi segel.

"Kau boleh pergi tapi harus kembali ke sini!" teriak Sasuke. Mata kirinya mengeluarkan darah karena efek
penggunaan Amaterasu.

Aku tak menanggapi kalimat Sasuke. Aku tak yakin selamat oleh Dark Rasengan kali ini. Chakra-ku sudah hampir habis.
Paling tidak aku ingin diingat sebagai Naruto yang berjuang menyelamatkan Konoha, bukan Naruto yang meninggalkan
pelantikan Hokage. Jika Menma saja yang bukan berasal dari sini mau mengorbankan dirinya demi Konoha, kenapa aku tak
mau?

"Dobe!"

Segel-segel yang kubentuk hampir selesai.

"Arrgghhhh! Awas kau Narutooo!"


Yami masih berusaha menyerangku tapi Sasuke terus memperbesar api di tubuhnya hingga kini mencapai leher. Dengan
sisa tenaga yang ada, kutarik tangan kiri Yami dan kutahan dengan sikutku. Sementara tangan kanannya yang
memegang Dark Rasengan kutahan dengan kedua kakiku. Kupastikan dia ikut terbawa bersamaku ke dimensi lain.

Kedua tanganku bersatu untuk mengakhiri kombinasi segel perpindahan dimensi.

Kulemparkan senyum terakhirku ke arah Sasuke. "Tolong sampaikan maafku kepada Hanabi."

"DOOOBE!"

To Be Continue

rifuki

10. Menma Part 3 - Sacrifice


< Prev Next >

11. Akage Part 1 - Truth


< Prev Next >

Akage Part 1

"Truth"

Konoha 5, 5 tahun setelah perpindahan dimensi

Kedua tanganku bersatu untuk mengakhiri kombinasi segel perpindahan dimensi. Kupastikan Yami ikut terbawa bersamaku
ke dimensi lain. Jutsu entah-apa-namanyayang selama ini kupraktekan hanya membawaku dari dan ke Konoha 2. Itu
berarti tujuanku sekarang sudah jelas, yaitu Konoha 2, dimensi tempat dimana adikku berada.

Aku berpindah ke Konoha 2 bukan tanpa perhitungan. Aku tak akan berpindah tepat ke Konoha, melainkan ke hutan lebat
di perbatasan Negara Api. Saat seseorang berpindah dimensi, ada rasa sakit luar biasa yang dirasakan di sekujur tubuh.
Melihat keadaan sekarang, aku yakin kami berdua tak akan bisa bertahan dan akan mati setelah sampai di Konoha 2.
Apalagi Yami, lukanya lebih parah dari padaku. Sekujur tubuhnya kini nyaris terbakar Amaterasu. Dan kalian sendiri
tahu Amaterasu adalah api yang tak pernah bisa padam kecuali dilenyapkan oleh pengguna sharingan.

Begitu segel jurus aktif, tekanan yang kuat mulai terasa di dadaku. Napasku berat, sendi-sendiku sakit, dan pandanganku
mulai mengabur. Yami merasakan hal yang sama karena kurasakan tangan kirinya menegang.

Tak lama kemudian tubuh kami berdua tersedot ke dalam celah dimensi.

"Sampai bertemu di akhirat, Yami!" seruku.

Mata merah Yami menatapku tajam. Lalu ia tertawa dan berkata, "Aku benci dikalahkan! Kalaupun kita harus mati, aku
ingin kau mati duluan! Hahahaha!"

Yami mengayunkan Dark Rasengan yang belum sempurna itu ke badanku. Aku yang saat itu sedang membentuk segel,
segera menahan tangan Yami dengan sikutku. Sialnya, Yami sebenarnya tak berniat menghantamkan rasengan-nya di
badanku. Ia justru meledakkan rasengan saat itu juga, saat bola energi itu masih berada di tangannya.

BOOM!

Ledakan terjadi dalam celah antar dimensi. Membuat keadaan sekitar yang asalnya gelap menjadi terang. Ledakan itu
menghancurkan tangan kanan Yami, serta sebagian besar badan bagian kiriku, termasuk lengan kiriku yang saat itu sedang
membentuk segel.

BRUKH!

"AAARRRGHHHH!"

Aku terjatuh di tanah dengan keras. Disusul dengan rasa sakit di bahu kiriku. Aku telah kehilangan tangan kiriku, telinga
kiriku juga tak bisa mendengar, dan mata kiriku tak bisa melihat. Tetesan darah mengalir dari bagian kiri kepalaku ke pipi
dan hidung. Kupejamkan mata untuk menahan rasa sakit yang terasa. Ini jauh lebih sakit dari perpindahan dimensi yang
selama ini kulakukan.
"Uhuk, uhuk..."

Kudengar seseorang batuk. Ternyata itu Yami. Ia berada sekitar 5 meter di sampingku. Dia juga sedang menahan rasa
sakitnya. Kami sama-sama tergeletak di tanah dengan luka yang parah.

Kutatap sekelilingku cepat. Ini jelas bukan Konoha 2, ini juga bukan Negara Api, bahkan ini bukan dimensi milik Naru! Aku
tidak merasakan chakra seorangpun yang kukenal. Aku merasa asing di tempat ini.

"N-Narutoooo!" Yami beringsut ke arahku secara perlahan. Mukanya berlumuran darah. Api Amaterasu di tubuhnya masih
tetap menyala dan telah menghanguskan beberapa bagian tubuhnya.

Ini tak mungkin! Dari yang sudah-sudah, kita tak akan bisa bergerak sampai 5 menit ke depan setelah perpindahan
dimensi. Apalagi dengan luka separah itu, seharusnya Yami belum bisa bergerak.

"Kau sudah membuatku marah! Sekarang kau tak bisa lari lagi, Naruto!" geram Yami.

Aku sudah pasrah. Aku bahkan tak mampu untuk membenarkan posisi badanku, apalagi untuk bergerak menjauh dari
Yami.

"Kenapa kau begitu kuat? Siapa kau sebenarnya?" tanyaku.

"Cih! Jangan samakan aku denganmu. Kau pikir membawaku ke dimensi lain akan membuat kita mati bersama? Mungkin
benar jika kau yang mati... tapi aku tidak! Kecepatan penyembuhan lukaku 3x lebih cepat darimu."

Tiga kali lipat? Pantas saja Yami bisa segera bergerak setelah berpindah dimensi. Meskipun dengan luka-luka yang lebih
parah dariku.

"Tapi aku berterima kasih padamu, Naruto. Akhirnya aku bisa tahu jurus berpindah dimensi. Ternyata itu lebih cepat dari
caraku yang selama ini hanya menggabungkanHiraishin dan pendeteksian chakra untuk berpindah dimensi."

Yami sudah berada di hadapanku. Dengan sisa tenaganya ia mengambil kunai di kantongnya. Diarahkannya kunai itu
padaku dengan gemetar. Meski kekuatannya belum sepenuhnya pulih, tapi itu sudah cukup untuk membunuhku di tengah
keadaanku yang tak bisa bergerak ini.

"Kau mengeluarkan banyak darah. Aku yakin kurang dari 10 menit lagi kau akan mati. Tapi seperti kubilang tadi, aku lebih
suka jika aku yang membunuhmu!" Yami mengayunkan kunai-nya ke arahku. "MATI KAU!"

Aku tak mampu menghindar. Sepertinya ini akhir dari hidupku.

WHOOSH!

TAP! TAP! TAP!

"Ugh!"

Yami tumbang di hadapanku. Sementara tubuhku diangkat oleh seseorang dan dibaringkan di pangkuannya. Nampaklah
seorang wanita paruh baya berambut pirang muda. Kulitnya putih dan memiliki mata yang berwarna lavencer pucat. Ia
mengenakan kimono yang juga berwarna lavender.

Wanita itu tak sendiri. Di sampingnya ada sosok yang nyaris sama dengannya dari mulai fisik sampai pakaian yang
dipakainya. Bedanya, jika wanita itu Naruto perkirakan berusia 30 tahunan, maka gadis di sampingnya baru menginjak
remaja.

"Narutooo! Kemari kau! Akan kubunuh kau!" Dasar Yami, dia masih saja keras kepala ingin membunuhku.

"Tenang saja," ujar wanita itu sambil tersenyum. "Dia tidak akan bisa bergerak karena aku menotok aliran chakra-nya."

Kalimat itu membuatku tenang.

"Siapa kalian?" tanyaku pada sosok yang saat ini sedang memangkuku.

"Namaku Shion, aku akan memperkenalkan diriku secara lengkap nanti. Sekarang kita harus pergi."

"Kemana buru-buru sekali?" tanya seseorang.


Dari suaranya, aku tahu yang bicara barusan adalah laki-laki. Aku belum tahu siapa itu karena untuk menolehkan kepalaku
saja aku harus bersusah payah. Tapi dari sayup-sayup suaranya yang terdengar oleh telinga kananku, rasanya suara itu
sangat familiar.

"Ck! Kita terlambat. Dia sudah terlanjur datang," keluh Shion sambil membawaku menjauh dari Yami dan 'orang itu'.

Dari reaksi dan bahasa tubuh Shion, aku yakin orang yang tadi datang bukan berada di pihak kami. Shion seperti enggan
untuk berhadapan dengannya. Bahkan gadis remaja yang tadi bersama Shion langsung memasang kuda-kudanya untuk
melindungi kami.

"Wow, tenang, tenang," ujar orang itu. "Aku kemari hanya untuk menjemput orang bodoh."

Terdengar suara langkah kaki mendekat. Shion semakin membawaku menjauh, ia terlihat waspada sekali.

"Dada sobek terkena Rasen Shuriken, beberapa tulang rusuk patah, sekujur tubuh terkena Amaterasu, tangan kanan
hancur, aliran chakra terhenti. Kau benar-benar tak bisa diharapkan, Yami," keluh orang itu.

"Berhenti bicara dan bantu aku membunuh Naruto!" seru Yami.

Sosok itu kini sudah berjongkok di dekat Yami. Sekarang aku bisa melihat punggung sosok itu. Ia laki-laki yang memiliki
rambut berwarna hitam rancung. Badannya ditutupi jubah berwarna hitam dengan bulu-bulu di bagian lehernya.

"Cukup untuk hari ini," ujarnya lagi. "Kau sudah memiliki 3 kekuatan Naruto tapi sekarang aliran chakra-mu terhenti. Jika
dibiarkan lama tubuhmu bisa hancur. Lebih baik kita pulang dan sembuhkan luka-lukamu dulu."

Mata kananku membulat saat perlahan aku mulai menyadari sesuatu. Suara ini, nada bicara seperti ini, dan juga fisik ini...

Tidak salah lagi, sosok itu adalah...

"Cih!" rutuk Yami kesal. Sosok itu tetap cuek dan mengalungkan lengan Yami di lehernya. Ia tak pedulikan
api Amaterasu yang perlahan ikut membakar badannya. Lalu ia bersiap untuk pergi membawa Yami.

"STOP!" teriakku. "Kau Menma! Kau Namikaze Menma! Iya, 'kan?"

Sosok itu menoleh ke arahku sambil tersenyum. Ternyata dia memang Menma. Mata shapire kirinya berubah
menjadi Mangekyou Sharingan dan mengeluarkan darah. Bersamaan dengan itu api Amaterasu di tubuh mereka lenyap.
Sosok itu tak menjawab pertanyaanku tapi apa yang kulihat sudah cukup membuktikan kalau itu Menma.

"Sampai bertemu lagi, Naruto," kata Menma. Ia dan Yami lalu menghilang dengan Hiraishin.

"Tunggu Menma! Apa maksud semua ini!" teriakku, meskipun sebenarnya percuma karena Menma sudah tak ada di sana.

"Naruto-san, kita juga harus segera merawat lukamu," ujar Shion. Shion menyuruhku untuk berpegangan padanya saat ia
menggendong tubuhku di punggungnya. "Sena, ayo cepat," panggil Shion. Gadis remaja yang ternyata bernama Sena itu
mendekati kami berdua. Ia memegang tangan kami berdua dan...

Sedetik kemudian aku sudah berada di tempat lain yang terlihat seperti ruang medis. Gadis remaja itu telah
menggunakan Hiraishin.

Terlalu banyak kejutan yang sudah kusaksikan. Kekuatan penyembuhan Yami yang 3x lipat, kemunculan Menma yang
seharusnya sudah mati, kekuatan 3 Naruto, dan jurus Hiraishin yang tekesan tidak spesial lagi karena sudah banyak
digunakan orang.

Aku ingin menanyakan semuanya kepada Shion karena tadi ia terlihat mengenal Menma. Aku yakin Shion mampu
menghilangkan semua rasa penasaranku. Tapi tidak sekarang. Sena sudah memberikan obat bius padaku. Lukaku harus
segera ditangani. Langit-langit ruangan mewah bergaya tradisional di atasku, alat-alat bedah di sisi kananku, obat-obatan
di sisi kiriku, wajah khawatir Shion, dan wajah serius Sena adalah pemandangan-pemandangan yang terakhir kulihat
sebelum akhirnya aku tak sadarkan diri.

Aku membuka mataku. Entah sudah berapa lama aku tak sadarkan diri. Kuperhatikan ruangan tempatku berada mirip
bagian sebuah istana bergaya tradisional yang dimodifikasi jadi ruangan medis yang fasilitasnya lengkap. Ada 2 orang
penjaga yang berjaga di pintu.

"Akhirnya kau bangun," kata Shion yang saat itu berada di sampingku. Sena sedang sibuk memeriksa keadaan badanku.
"Berapa lama aku tertidur?" tanyaku.

"Kau sudah tertidur 5 hari."

Aku menghela napas pelan. Tenyata lama juga aku tertidur. Tapi dengan luka separah ini wajar saja aku tertidur selama
itu.

"Kami sudah berusaha semampu kami," ujar Sena. "Tapi mata, telinga, dan tangan kirimu tak bisa diselamatkan lagi. Kami
hanya bisa menghentikan pendarahan dan mencegah infeksi."

Aku menatap bahu kiriku. Sudah tak ada tangan yang menempel di sana. Yang ada hanya gulungan perban yang tebal.
Siapa yang tak sedih saat kehilangan anggota badan yang sangat berharga. Apalagi tangan adalah anggota badan yang
cukup vital bagi seorang ninja karena dengan tangan kita bisa membentuk segel jurus. Tapi setidaknya aku selamat.

"Tidak apa-apa. Aku pasti sudah mati jika kalian tak menolongku. Terima kasih sudah menolongku," ucapku sungguh-
sungguh.

Shion tersenyum lembut. "Sama-sama. Mari lanjutkan perkenalan kita yang sempat tertunda. Namaku Uzumaki Shion, dan
ini anakku, Uzumaki Sena," kata Shion, ia mengusap rambut Sena saat memperkenalkannya, yang diperkenalkan
membungkuk hormat. "Kami pendeta Negara Iblis."

Oh, mereka Uzumaki. Pantas saja Sena bisa menggunakan Hiraishin. Berarti benar sekarang aku berada di dimensi ke-5.
Pasti 'Naruto' di dimensi ini sudah mengajarkan Hiraishin kepada Sena.

Kenyataan kalau mereka berdua pendeta juga menjelaskan kenapa mereka selalu memakai kimono sejak kami bertemu.
Mengenai Negara Iblis, aku pernah mendengarnya dari Nenek Tsunade. Di Negara Iblis (Negara Iblis di Konoha 1) pernah
ada cerita yang beredar kalau puluhan tahun lalu ada seseorang yang berusaha membangkitkan kekuatan iblis Mouryou.
Kekuatan Mouryou sangat besar hingga sanggup menghidupkan ribuan pasukan hantu yang tak bisa mati. Dunia hampir
hancur saat itu. Untunglah ada seorang pendeta wanita bernama Miroku yang berhasil menyegel jiwa Mouryou dengan
mengorbankan nyawanya. Jika cerita di dimensiku dan dimensi ini sama, maka selain mereka klan Uzumaki, Shion dan
Sena adalah keturunan dari Miroku.

"Tunggu sebentar, apa dulu di sini ada pendeta wanita terkenal yang bernama Miroku?" tanyaku memastikan.

"Kau bercanda, beliau itu nenekku," jawab Sena sambil tertawa. Shion mengangguk mengiyakan.

"Ah, maaf aku tak tahu," balasku sambil ikut tersenyum. "Oh ya, namaku Uzumaki Naruto, salam kenal."

Senyum di wajah Shion berubah. Tadi ia tersenyum biasa, tapi sekarang lebih seperti kesedihan yang ditutupi oleh sebuah
senyuman. "Namamu mengingatkanku pada suamiku yang sudah meninggal," kata Shion.

"Maaf."

Shion memegang pundakku. "Jangan terus-menerus meminta maaf. Itu bukan salahmu."

Jeda sesaat, kemudian Shion melanjutkan kata-katanya.

"Di sini dia jarang dipanggil 'Naruto', orang-orang lebih mengenalnya dengan nama Akage karena ia memiliki rambut merah
dan lurus khas klan Uzumaki. Itu warna rambut yang indah dan langka di negara ini hingga membuatku iri."

Aku tersenyum sendiri. Sikap Shion mengingatkanku pada reaksi yang serupa yang kutunjukan saat pertama kali bertemu
dengan ibuku. Di pertemuan yang singkat dengan ibuku itu aku bilang padanya jika aku ingin punya rambut yang sama
dengan ibuku. Dengan rambut yang merah, lurus, dan indah, pasti aku terlihat tampan. Saat itu ibuku hanya tertawa dan
meminta maaf karena justru sifatnyalah yang kuwarisi, termasuk dialek dattebayo, dan bukan fisiknya.

"Ada apa, Naruto-san?" tanya Shion. Pasti dia menyadari aku yang senyum sendiri.

"Ah tidak. Aku hanya ingat kalau dulu aku juga merasa iri saat melihat rambut ibuku yang merah. Dulu aku berharap kalau
aku memiliki rambut yang juga berwarna merah. Suamimu sangat beruntung karena mewarisi fisik rambut merah yang jadi
ciri khas Uzumaki. Pasti ia tampan sekali dengan rambut merah."

Wajah Shion bersemu merah.

"Kalian berbeda negara, bagaimana kalian bertemu?" tanyaku penasaran.

"Ya kau benar, Akage memang berasal dari Negara Api, tepatnya desa Konoha yang lumayan jauh dari sini. Pertama kali
aku mengenal Akage saat ia melaksanakan misi ke sini. Saat itu ia dan 3 rekannya ditugaskan untuk mengawalku untuk
menyegel jiwa iblis Mouryou yang dilepaskan oleh Yomi. Akage sebenarnya kuramalkan mati saat melawan Mouryou. Tapi ia
pantang menyerah dan bilang jika takdir itu kita yang menentukan. Itulah yang kusukai darinya. Akhirnya kami bertarung
bersama sampai akhir hingga kami menang. Akage begitu polos. Saat aku memintanya untuk membantuku melahirkan
generasi pendeta selanjutnya, dengan semangat dia menyetujuinya. Padahal ia tak tahu jika arti sesungguhnya dari kata-
kataku adalah memintanya untuk menikah denganku."

"Naruto di dimensi ini sebodoh itu?" tanyaku tak percaya.

"Hihi, tapi aku sangat mencintainya. Saat berusia 17 tahun, Akage menepati janjinya untuk menikahiku. Ia rela melepas
impiannya jadi Hokage. Dia bilang kalau seorang ninja tak boleh mengingkari janjinya, janji yang dimaksudnya adalah janji
untuk menikahiku. Aku sempat takut dia menikahiku hanya karena terlanjur berjanji, bukan karena cinta. Tapi ternyata dia
benar-benar menyayangiku. Akage tak ingin langsung memiliki anak karena ia menilai aku yang saat itu masih manja dan
kurang dewasa. Barulah 3 tahun kemudian, saat usia kami 21 tahun kami dikaruniai seorang anak perempuan, Sena." Saat
bilang itu Shion menatap lembut anak perempuannya, dibalas dengan senyuman ramah sang anak.

"Kami berdua melatih Sena jadi seorang pendeta sejak kecil. Dialah yang nantinya menggantikanku. Akage tak mau
mengulangi kesalahan ibuku yang bersikeras tak mengajariku ilmu ninja agar aku menjalani kehidupan normal. Alih-alih
kehidupanku normal, aku malah tumbuh jadi anak yang lemah dan tak punya teman. Kami tak mau Sena berakhir
sepertiku. Akage melatih Sena ilmu ninja, termasuk ilmu medis ninja di Konoha, sedangkan aku mengajarinya teknik
penyegelan. Sena mewarisi gabungan dua gen kami yang sama-sama kuat sehingga menjadikan Sena seseorang yang
mudah menguasai baik ilmu ninja maupun teknik penyegelan. Saat latihan penyegelan Sena sampai di tahap akhir di kuil
tempat penyegelan jiwa Mouryou, Akage menemukan sesuatu. Sebuah buku yang menjelaskan rahasia tentang dimensi
yang ada di dunia ini."

Aku tak menyangka cerita Shion akan sampai pada hal yang dari 5 hari lalu kupertanyakan. Maka tanpa ragu lagi aku
bertanya, "Apa isi buku itu? Tolong beritahu aku," pintaku, berusaha untuk tak terdengar memaksa.

Shion mengerti rasa penasaranku dan tanpa ragu memberitahuku.

"Dalam buku itu dijelaskan bahwa di dunia ini ada 7 dimensi."

Mulutku terbuka saking kagetnya, namun tak ada sepatah katapun yang keluar. Ternyata ada banyak dimensi di dunia ini.

"Di dalamnya juga dijelaskan bagaimana caranya berpindah ke ketujuh dimensi. Cara pertama adalah dengan
mendeteksi chakra 'dirimu' yang lain melalui celah antardimensi lalu melakukan Hiraishin ke sana. Tapi cara ini kurang
efektif karena lama dan sulit untuk mendeteksi chakra dirimu yang lain jika kau belum mengenalichakra-nya. Cara kedua
adalah dengan melakukan jurus perpindahan dimensi, yaitu gabungan segel Hiraishin dan sejumlah segel tambahan.
Kudua-duanya tetap menguras banyak chakra sehingga hanya anggota klan Uzumaki yang bisa melakukannya. Mana cara
yang selama ini kau pakai?"

"Cara kedua, aku menemukannya tanpa sengaja," jawabku. Dari penjelasan Shion aku bisa menarik kesimpulan kalau Yami
selama ini menggunakan cara yang pertama. Sedangkan cara Menma berpindah dimensi ke Konoha 1 tanpa segel masih
tanda tanya. Ngomong-ngomong masalah Menma, kebingunganku mengenai dirinya belum terjawab.

"Shion, apa mungkin ada cara lain untuk berpindah dimensi tanpa segel? Lalu apa kau kenal Menma?"

"Ya ada 1 lagi tapi sangat kecil kemungkinannya. Seseorang bisa berpindah dimensi saat terjadi ketidakstabilan dimensi. Ia
akan berpindah sendiri tanpa melakukan apapun. Lalu pertanyaan keduamu. Bagaimana aku bisa melupakan pembunuh
suamiku?"

"Menma membunuh Akage?!" tanyaku tak percaya.

"Yami yang melakukannya, tapi Menma yang menyuruhnya. Jadi sama saja. Ini juga berkaitan dengan buku rahasia yang
ditemukan Akage. Selain dijelaskan jumlah dimensi dan cara berpindahnya, ternyata ada satu hal penting yang juga
disampaikan di sana."

"Apa itu?"

"Jika kau membunuh dirimu di 6 dimensi lainnya, maka energi dari keenamnya akan masuk ke tubuhmu dan menjadikanmu
orang terkuat di dunia ini."

Untuk kedua kalinya aku tertegun. Semuanya mulai masuk akal sekarang. Itulah sebabnya Yami membunuh Akage dan
Menma serta berusaha membunuhku. Itu jugalah yang menyebabkan Yami sangat kuat.

"Akage sadar isi buku itu sangat penting dan tidak boleh jatuh ke tangan yang salah. Itulah sebabnya leluhur kami
menyembunyikannya di kuil. Bahkan saking hati-hatinya Akage, ia tak pernah mau mempraktekan jurus perpindahan
dimensi karena takut merusak dimensi. Kami sepakat untuk tak pernah membahas buku itu lagi. Namun takdir berkata lain.
Lima tahun lalu datang Yami dan Menma ke kuil. Yami meminta Akage untuk menyerahkan buku rahasia itu. Tapi Akage
sudah membakar buku itu setelah malam sebelumnya aku mendapatkan ramalan kematiannya. Untuk kedua kalinya aku
meramalkan kematian Akage. Tapi kali ini benar."
Shion memberikan jeda sejenak agar aku mengerti penjelasannya.

"Menma bilang tak masalah jika buku itu tak ada. Jika Yami ingin membuktikan rumor tentang berpindahnya energi dari
satu Naruto ke Naruto lain, Yami hanya perlu membunuh Akage. Yami bersemangat saat disuruh membunuh Akage. Menma
tidak ikut bertarung tapi ia memiliki kemampuan yang aneh. Dia seperti tahu kemana Akage akan memukul dan jurus apa
yang akan dikeluarkan Akage. Menma memberitahu Yami bagaimana cara mengelak dan ke arah mana ia harus
menghindar. Akhirnya Akage tewas dan energinya berpindah ke tubuh Yami. Di akhir hidupnya Akage sempat berpesan
untuk jangan pernah melawan Menma dan Yami, terutama Menma. Maka aku dan Sena memutuskan untuk lari. Yami dan
Menma nampaknya tidak menghiraukanku dan langsung pergi ke dimensi lain."

Satu kebingunganku masih belum terjawab. Melihat Menma di dimensi ini 5 hari lalu membuatku seperti melihat hantu.

Nampaknya Shion menyadari kebingunganku. "Ada yang ingin kau tanyakan?"

"Ada yang membuatku tak mengerti. Lima hari lalu kulihat Menma sudah mati dibunuh Yami di Konoha 1. Jika Yami
dikatakan telah memiliki 3 kekuatan Naruto, berarti kekuatan itu terdiri dari chakra-nya sendiri, chakra Akage
dan chakra Menma yang dibunuhnya di Konoha 1. Iya 'kan? Lalu kenapa Menma masih hidup dan mereka terlihat
berteman?"

Kening Shion berkerut. "Dari dulu Menma dan Yami memang berteman. Aku menduga Menma di Konoha 1 sebenarnya
belum mati. Jadi 3 kekuatan Yami bukan didapatkan dari Menma, melainkan dari chakra dirinya, chakra Akage
dan chakra Naruto di dimensi lainnya."

Prediksi Shion membuatku berpikir. Jika benar Menma masih hidup dan ia sebenarnya berteman dengan Yami, untuk apa ia
berbuat jauh sampai pergi ke Konoha 1, jadi Hokage, mengarang cerita tentang desanya yang hancur, membuat
pertahanan di Konoha 1, melawan Yami bersamaku, hingga mengorbankan tubuhnya mengalahkan Yami.

Lalu satu hal lagi yang menyadarkanku adalah 3 kekuatan Yami. Jika 1 kekuatan diantaranya bukan didapatkan dari
Menma, maka kekuatan itu berasal dari Naruto lain. Kemungkinan orang itu adalah 2 Naruto yang belum kukenal, atau bisa
saja... Naru!

Tanganku bergetar dan tenggorokanku terasa kering saat membayangkan Naru tewas. Tanpa pikir panjang kugigit jempol
tangan kananku. "Bantu aku membuat segel perpindahan dimensi!" ujarku. Seandainya tanganku masih lengkap aku akan
melakukannya sendiri.

"Kau mau kemana, Naruto-san?" tanya Shion kaget.

"Aku akan ke dimensi ke-2! Aku ingin pastikan adikku baik-baik saja. Aku takut dia terbunuh."

"Tapi kau masih belum sembuh, kau masih butuh banyak istirahat," tambah Sena.

"Aku tak peduli! Aku hanya ingin melihat adikku! Dia seseorang yang sangat berharga untukku. Tolong buatkan segelnya
sekarang juga!"

"Baiklah."

"Tapi Oka-sama, Naruto-san masih perlu-"

"Tidak apa-apa Sena. Dia seorang Uzumaki sepertimu. Chakra-nya saat ini sudah cukup untuk berpindah dimensi," kata
Shion memotong perkataan anaknya. Sena terdiam. Sebagai seorang ninja medis, melepaskan pasien sebelum ia benar-
benar sembuh membuatnya cemas.

"Naruto-san, kau baru tahu 2 segel untuk berpindah dimensi. Aku akan memberitahumu 19 segel lainnya."

"19?"

"Ya. Totalnya 21 segel." Shion mengambil sebuah gulungan dan menuliskan berbagai segel di sana. "Setiap dimensi punya
celah yang berbeda. Di Konoha 1, ada celah dari dimensi 1 ke 2, 1 ke 3, 1 ke 4, dan seterusnya. Kemudian di Konoha 2,
ada celah dimensi 2 ke 1, 2 ke 3 dan seterusnya. Kita sekarang berada di dimensi ke-5. Karena itu, jurus yang kau gunakan
sebelumnya tidak akan berfungsi di sini. Kau harus menggunakan celah yang tepat, yaitu dari 5 ke 2."

Shion memberikan gulungan segel, lalu ia menyuruh Sena untuk membuatkan kombinasi segel untukku menggunakan
darah dari jempolku.

"Terima kasih banyak. Aku tak tahu bagaimana cara berterima kasih kepada kalian," ucapku tulus.

"Cara berterima kasih terbaik adalah kalahkan Yami dan Menma," jawab Shion singkat.
Aku mengangguk mengerti. Segel jurus aktif, disusul tersedotnya badanku ke celah dimensi antara dimensi 5 dan 2. Aku
tak pedulikan rasa sakit yang terasa. Yang sekarang memenuhi pikiranku adalah Naru.

Aku berdoa dalam hati, tolong jangan mati Naru...

Tolong jangan mati...

Tolong jangan mati...

Konoha 2, 5 tahun setelah perpindahan dimensi

Setelah sampai di Konoha 2, aku memaksakan tubuhku untuk berjalan masuk ke apartemen Naru. Rasa takut kehilangan
Naru telah membuatku melupakan rasa sakit yang terasa di sekujur tubuhku. Padahal seharusnya aku masih belum bisa
bergerak sampai 5 menit ke depan.

"Naru!" teriakku sambil membuka pintu apartemen. Tapi yang kutemukan di ruang tengah bukan Naru, melainkan Hinata
dan Hanabi. Perbedaan waktu di dimensi ini membuat Hinata seumur dengan Naru yaitu 15 tahun, dan Hanabi masih 9
tahun.

"Dimana Naru!?" tanyaku kepada mereka berdua.

Yang ditanya malah kaget dan beranjak dari sofa yang tadi mereka duduki. Bahkan setelah itu mereka mundur beberapa
langkah. Raut wajah ketakutan jelas sekali terlihat di wajah mereka.

Tak lama kemudian, sosok yang kucari keluar dari kamarnya. Naru baru selesai mandi dan masih menggunakan handuk.
Tanpa pikir panjang lagi aku langsung memeluknya.

"Hei, siapa kau?!" kata Naru sambil berusaha memberontak. Bukannya melepas Naru, aku malah mempererat pelukanku di
badannya. "Ekkkk, apa yang kau lakukan? Dasar mesum!"

Aku baru sadar kalau kepalaku diperban hingga nyaris menutupi seluruh wajahku. Yang terlihat hanya mata kanan, hidung,
mulut, dan sebagian pipi. Baju yang kukenakan sekarang adalah kimono hitam yang diberikan Shion karena pakaian ANBU
yang sebelumnya kupakai sudah hancur. Itu semua membuatku tampak asing bagi Naru, Hinata, dan Hanabi. Ketiadaan
tangan kiri serta aliran darah yang keluar dari mulutku karena efek perpindahan dimensi malah membuatku semakin
menyeramkan. Pantas saja Hanabi dan Hinata tadi takut.

"Ini aku..." bisikku di telinga Naru.

Naru berhenti memberontak. Ia mematung. Meski kami sudah berpisah lebih dari 1 tahun, aku yakin Naru masih ingat
suaraku. Kami sudah hidup bersama selama 4 tahun. Tak akan mudah bagi Naru untuk melupakan suaraku.

"Nii-san Naruto-Niisan? Apa ini kau?" tanya Naru, sama-sama berbisik dalam pelukan kami.

Kulepas pelukanku. Kuusap pipi Naru dengan satu-satunya tangan yang kumiliki dan kutatap Naru lekat-lekat. "Ya ini aku,
Naruto," jawabku sambil tersenyum.

BUKH!

Pukulan tangan Naru mendarat dengan sukses di perutku. Aku yang sama sekali tak siap mana bisa menghindar. Lagipula
aku tak menyangka kalau dia akan memukulku. "Ugh, apa ini sambutanmu setelah sekian lama kita tak bertemu?" tanyaku
sambil menahan rasa sakit.

"Itu karena kau mengaku sebagai kakakku. Kau juga meninggalkanku begitu saja!" bentaknya. Aku menunduk karena
merasa bersalah. Aku sadar dua hal itu murni kesalahanku. Saat mulutku akan membuka untuk mengutarakan maaf, Naru
melingkarkan kedua tangannya di badanku. Ia menyandarkan kepalanya di dadaku. Wangisweet orange masih tercium dari
rambut pirang panjang yang masih basah itu. "Lalu pelukan ini karena kau telah kembali ke sini. Aku merindukanmu, Nii-
san," gumamnya.

Dia memanggilku Nii-san?

"Ta-tapi kita sudah sama-sama tahu kalau aku bukan kakakmu," ujarku pelan.

Aku merasakan Naru menggeleng cepat.


"Kau sama sekali tak mengerti. Aku tak peduli siapa dan dari mana kau berasal. Yang aku tahu kau adalah kakakku yang
telah membimbingku sampai aku bisa seperti sekarang. Kau sudah menemaniku selama 4 tahun. Kau kakakku yang sampai
detik ini masih tetap jadi sosok yang aku banggakan dan kukagumi. Jadi tolong jangan tinggalkan aku lagi aku sudah
lelah sendirian," ucapnya lirih. Naru terisak, ditandai dengan cairan bening yang keluar dari bola mata shapire-nya hingga
membasahikimono-ku.

Aku terharu Naru masih menganggapku kakak setelah apa yang kulakukan dan setelah tahu kalau kami bukan saudara.
Tanpa kusadari ternyata aku pun sangat merindukan bocah ini. Tanpa ragu kubalas pelukan Naru. "Ya, aku tak akan
meninggalkan adikku lagi. Aku senang kau baik-baik saja," ujarku.

Aku tak bisa membayangkan seandainya benar Yami berhasil membunuh Naru. Mungkin aku akan merasa bersalah seumur
hidupku. Sekarang aku tahu Naru baik-baik saja, maka aku akan berusaha untuk melindunginya. Meski dengan fisikku yang
tak sekuat dulu, aku akan berusaha semampuku melindunginya.

Setelah kutinggal setahun, Naru bertambah tinggi hingga kini mencapai daguku. Kusimpan pipi kananku di puncak
kepalanya. Kuusap kepalanya pelan.

Naru tak melepas pelukannya lama sekali. Mungkin ia masih ingin melepas rasa rindunya padaku. Aku tak keberatan karena
aku juga merasakan hal yang sama.

"Apa yang terjadi sampai membuatmu terluka parah seperti ini?" tanya Naru saat selesai berganti baju dengan t-
shirt kuning dan celana pendek hitam. Rambut pirang panjangnya masih belum diikat karena belum benar-benar kering.

Aku tidak menjawab pertanyaan Naru. Perhatianku teralihkan oleh sosok gadis kecil yang sedang duduk di samping Hinata,
yaitu Hanabi. Melihat Hanabi versi kecil aku tak tahan untuk tak menggodanya. Ini kesempatan langka bagiku. Aku duduk
di sampingnya dan kuacak-acak rambut hitamnya.

"Hentikan. Kubilang hentikaaan!" ujar Hanabi tak senang. Hinata tersenyum geli melihat adiknya diperlakukan seperti itu.

Bukannya berhenti, aku malah mencubit pipinya. "Kau lucu sekali," ujarku sambil nyengir.

"Menyebalkan. Ayo pulang, One-sama," kata Hanabi akhirnya. Sepertinya ia tak tahan terus-menerus kugoda.

Hinata menurut lalu ia pamit, "Naru-chan, Naruto-san, kami pulang dulu."

"Oh iya, terima kasih sudah mengajariku masak hari ini," kata Naru. Hinata mengangguk lalu mohon diri.

Aku menghela napas pelan tanpa melepas senyumku. Ternyata sejak kecil Hanabi memang lebih berani dari kakaknya.
Barusan ia menyebutku menyebalkan tanpa ragu padahal dia tahu aku berumur belasan tahun lebih tua darinya di dimensi
ini.

Saat aku menoleh ke arah Naru, dia menatapku aneh. "Kenapa?"

"Kau menggoda Hanabi. Apa kau seorang lolicon?" tanya Naru dengan wajah yang melihatku seolah aku menjijikan.

Sontak saja aku tertawa. "Hahaha. Aku normal. Dia hanya mengingatkanku pada seseorang."

Naru menyipitkan matanya seolah tak percaya padaku. Tapi kemudian ia mengibaskan tangannya dengan maksud ingin
mengganti topik. "Kau belum menjawab pertanyaanku. Apa yang terjadi di Konoha 1 sampai membuatmu babak belur
seperti ini?"

"Baiklah, tadi aku tak menjawab karena kurang baik menceritakan ini di depan Hanabi dan Hinata. Sekarang akan
kujelaskan apa yang terjadi, jadi dengarkan baik-baik."

"Hn." Naru duduk di seberangku, wajahnya berubah serius karena tahu hal yang sekarang akan kusampaikan penting.

"Kita tidak hanya berdua," ujarku, membuat kening Naru berkerut. "Dunia ini memiliki total 7 dimensi. Berarti selain kita,
ada 5 Naruto lagi di dimensi lainnya dengan karakter yang berbeda-beda. Jika salah satu Naruto mati, maka energinya
mengalir ke tubuh Naruto yang berada paling dekat dengannya. Dua diantara mereka, Yami dan Menma, mengetahui
rahasia ini dan memburu Naruto lainnya dari ketujuh dimensi. Salah satu Naruto yang dipanggil Akage jadi korban Yami 5
tahun lalu. Beberapa saat lalu Yami juga mengincarku. Aku nyaris mati jika saja tak ditolong isteri Akage, Shion, di dimensi
ke 5."

Naru terdiam. Aku yakin tak mudah bagi Naru untuk mempercayai apa yang kukatakan Tapi di sisi lain keadaan tubuhku
menjadi bukti yang nyata. "Dia pasti sangat hebat karena memiliki 2 kekuatan Naruto. Pantas saja kau kewalahan."
Aku menggeleng. "Sebenarnya Yami punya 3 kekuatan Naruto."

"Hah? Siapa seorang lagi yang berhasil dia bunuh?"

"Inilah yang membuatku bingung. Di Konoha 1 Yami membunuh Menma. Tapi saat aku sampai di dimensi ke 5 kulihat
Menma masih hidup dan mereka terlihat akrab. Aku dan Shion berasumsi kalau Menma tidak benar-benar mati saat di
Konoha 1. Jadi dalam rentang 4 tahun ke belakang Yami sebenarnya telah membunuh Naruto lain."

"Ini lebih rumit dari yang kubayangkan," gumam Naru.

"Ya. Karena itu, aku butuh bantuanmu. Aku tak sekuat dulu. Aku bahkan tak bisa membuat segel jurus sendiri. Kita akan
berpindah ke berbagai dimensi dan selamatkan Naruto yang tersisa. Jika sampai Yami atau Menma berhasil mengumpulkan
semua energi dari ketujuh dimensi, maka tak ada yang bisa mengalahkan mereka. Jika asumsiku benar, maka sekarang
ada satu lagi Naruto yang tersisa. Dialah satu-satunya harapan kita. Kita harus membuatnya ada di pihak kita."

Naru berdiri dan mengepalkan kedua tangannya. "Kau bisa mengandalkanku. Dulu kau melindungiku, maka sekarang
giliranku untuk melindungimu, Nii-san!"

Aku tersenyum senang. Itulah yang kumaksud. Dengan tetap bersama, kami akan lebih kuat. Mulai sekarang kami akan
saling melindungi.

"Kurasa Hokage Ke-5 harus tahu masalah ini. Aku juga perlu bertemu Orochimaru. Dimana mereka berdua?" tanyaku.

"Kebetulan Kakashi-sama sedang menghadiri sidang Orochimaru dan Karin."

"Sidang mereka belum selesai sampai sekarang?"

"Kami menunggu kesehatan Orochimaru pulih. Setelah itu sidang berlangsung alot. Banyak yang menginginkan mereka
mati, tapi kita tahu kalau tak bisa menghukum mati seseorang seenaknya."

Ini sudah setahun sejak aku meninggalkan Konoha 2. Rasanya lama sekali pengadilan atas mereka berdua. Tapi justru
karena itu aku bersyukur. Aku ada urusan dengan Orochimaru setelah ini.

"Bagaimana dengan Hidan, Nagato dan Zetsu?"

"Mereka sudah mati. Zetsu dan Hidan dianggap berbahaya sehingga mereka dihukum mati beberapa bulan setelah invasi.
Sedangkan Nagato mengorbankan jiwanya untuk menghidupkan semua warga Konoha yang mati."

"Apa Jiraiya, Asuma, dan Hokage Ke-3 juga hidup kembali?"

Wajah Naru berubah sedih. Lalu ia berkata, "Nagato bilang hanya orang-orang yang 'belum saatnya mati' yang bisa
dihidupkan. Dengan kata lain, Jiisan, Ero-Sennin, dan Asuma-sensei memang sudah ditakdirkan mati."

Aku mengerti bagaimana kesedihan yang dirasakan Naru. Biar bagaimanapun Jiisan dan Ero-Sennin merupakan orang-
orang yang berperan penting dalam hidup Naru selain aku. Kuusap kepala Naru, saatnya menggantikan kesedihan itu
dengan keceriaan.

"Ikut aku. Kita ke pengadilan dan selamatkan Orochimaru," ujarku sambil mulai berjalan ke luar.

"K-kenapa?!" tanya Naru heran. Bahkan ia berlari dan menyilangkan tangannya di depanku. "Kau harus ingat, Orochimaru
sudah mengigitku dan menghancurkan desa!"

Aku tak pedulikan kata-kata Naru. Kutarik badan Naru dan kupegang tangan kirinya. Kuajak dia berjalan di sampingku
menapaki jalanan Konoha 2 yang ramai di siang hari ini. Aku ingin bernostalgia mengenang masa lalu kami yang
menyenangkan. Rasanya lama sekali kami tak melakukan ini. Terakhir melakukan ini, kuingat Naru masih kecil dan sering
menangis karena bersikeras ingin makan ramen lebih dari 5 porsi.

"Nii-san?" Pertanyaan Naru menyadarkanku dari ingatan masa lalu. Aku menoleh ke arah Naru dan disuguhi wajah
cantiknya yang penuh tanya. Aku tak tega untuk lebih lama membuatnya penasaran.

"Orochimaru adalah satu-satunya orang yang bisa mempertemukanmu dengan ayahmu," jelasku.

Aku akan menyuruh Orochimaru membangkitkan Minato. Setelah Minato hidup kembali, akan kusuruh dia untuk
menyempurnakan chakra Kyuubi milik Naru dengan menggabungkan kembali Kurama Yin di tubuhnya dan Kurama Yang di
tubuh Naru. Tapi sebelum semua itu, aku harus mendapatkan izin dari Kakashi, sang Hokage ke-5 Konoha 2. Mudah-
mudahan dia mengerti dengan keadaan yang genting ini.
Langkah Naru terhenti saat tahu ia bisa bertemu dengan ayahnya. Perlahan raut penasaran Naru lenyap digantikan dengan
senyum lebar. Bahkan keengganannya menemui Orochimaru jadi berubah seratus delapan puluh derajat. Kini justru dia
yang menarik tanganku agar berjalan lebih cepat.

Sejak dulu senyuman Naru selalu membuatku senang. Senyuman itu selalu mengingatkanku kalau aku punya keluarga.
Keluarga tempatku berbagi suka dan duka. Untuk kesekian kalinya aku bersyukur Naru baik-baik saja. Aku berjanji akan
melindungi senyuman itu.

To Be Continue

A/N:

Summary:

Dimensi 1: Uzumaki Naruto - Naruto Shippuden

Dimensi 2: Uzumaki "Naru" Naruko - Unofficial name by fandom for Female Naruto

Dimensi 3: Namikaze Menma - Naruto Movie Shippuden 6: Road To Ninja

Dimensi 4: Uzumaki "Yami" Naruto/Dark Naruto - Naruto Shippuden episode 243-244

Dimensi 5: Uzumaki "Akage" Naruto - Naruto Movie Shippuden 1, rambut diubah jadi berwarna merah klan
Uzumaki [DEAD]

Dimensi 6: ?

Dimensi 7: ?

rifuki

11. Akage Part 1 - Truth


< Prev Next >
12. Akage Part 2 - New Dream
< Prev Next >

Akage Part 2

"New Dream"

Konoha 2, 5 tahun setelah perpindahan dimensi

Seperti kata Naru sebelumnya, saat ini pengadilan terhadap Orochimaru dan Karin sedang digelar. Aku dipersilahkan masuk
karena sidang berlangsung terbuka. Sebenarnya saat sidang perdana dilaksanakan, sidang dilangsungkan tertutup sehingga
perdebatan hanya terjadi antara pengacara, jaksa penuntut, dan hakim. Tapi lama kelamaan banyak penduduk yang
berdemo di luar ruang pengadilan. Putusan terhadap Orochimaru dinilai lambat sehingga penduduk menuntut untuk
mengirimkan beberapa perwakilan untuk mengikuti sidang.

Mulai saat itu 2 perwakilan penduduk dilibatkan dalam sidang Orochimaru dan Karin. Namun itu tidak membantu. Putusan
hukuman terhadap Orochimaru tetap saja belum didapatkan sampai sidang ke-6 minggu lalu.

"Perbuatannya telah menyebabkan trauma mendalam kepada sebagian besar penduduk, terutama anak-anak. Lebih baik
dia dihukum mati."

"Hukum mati bukanlah cara yang terbaik. Apa dengan dihukum mati semua masalah pasca invasi bisa terselesaikan?"

"Tapi membiarkannya hidup juga bukan cara yang baik. Itu tidak akan memberikan efek jera baik kepada dia maupun
kepada penjahat lain. Akan lebih banyak pihak yang berusaha menginvasi kita jika Orochimaru dibiarkan hidup. Hukum di
desa kita akan dianggap lemah."

"Tidak, tidak. Menjadikannya pekerja sosial di desa akan lebih bermanfaat. Dia sudah berkeliling dunia. Dia sudah seperti
perpustakaan berjalan. Kita bisa manfaatkan ilmu yang didapatnya untuk kemajuan desa kita."

"Bagaimana jika dia kembali menyalahgunakan ilmunya?"


"Tentu saja harus ada pihak yang mengawasinya."

"Dia kuat, siapa yang mampu mengawasinya? Mana mungkin Hokage turun tangan."

Di sidang ke-7 ini, suasana kembali memanas antara kubu yang pro dan kontra. Menurut Naru, sidang-sidang sebelumnya
tak kalah alot dari sekarang.

Setengah jam kuperhatikan, kulihat tidak ada progres yang berarti dari sidang ini. Tak ada yang mau mengalah. Jika begini
terus tidak akan ada akhirnya. Aku memutar otak untuk mencari jalan keluar.

"Bolehkah aku memberi saran?" tanyaku sambil berdiri. Aku sudah menemukan ide yang mudah-mudahan bisa diterima
para penduduk Konoha 2.

Saat aku berdiri, butuh waktu beberapa detik sebelum mereka yang ada di ruang sidang untuk mengenaliku. Bahkan
Hokage Ke-5, Kakashi, yang berada di salah satu bangku di depan ruangan saja tidak mengenaliku. Meskipun sebelumnya
aku dikenal sebagai salah satu penyelamat desa ini, setengah wajah dan sebelah tangan yang hilang tentu menyulitkan
mereka untuk tahu siapa aku.

"Naruto-san, sejak kapan kau kembali?" tanya hakim. Dia orang yang pertama mengenaliku karena ia yang berhadapan
langsung denganku.

"Baru saja yang mulia," jawabku dengan hormat kepada pemimpin sidang hari ini.

Tak lama kemudian para peserta sidang ribut. Mereka terdengar mempertanyakan kenapa fisikku cacat seperti ini setelah
pergi ke Konoha 1.

"Dia shinobi kuat yang mengalahkan Orochimaru dan Akatsuki, siapa yang bisa membuatnya terluka begitu?" kata salah
satu peserta sidang yang terdengar olehku. Tapi saat ini bukan saatnya untuk membahas keadaanku. Aku ke sini untuk
membantu mencari putusan untuk sidang yang terlalu bertele-tele ini.

"Boleh kusampaikan saranku?" tanyaku, kembali meminta izin.

"Silahkan," jawab hakim.

Kutatap bergantian Orochimaru dan Karin yang duduk berdampingan di kursi terdakwa. Orochimaru terlihat cuek dengan
segala perdebatan tentang dirinya. Ia sudah terbiasa dengan suasana yang penuh tekanan seperti ini.

Beda halnya dengan Karin yang di dimensi ini baru berusia 15 tahun, seusia dengan Naru. Dia terlihat stres sekali. 'Kasihan
dia,' pikirku. Naluriku sebagai sesama Uzumaki tentu merasa iba jika melihat salah satu anggota klanku (maksudku klan
Naru) yang tertekan. Sidang yang berlarut-larut ini malah akan membuatnya semakin stres.

Tatapanku beralih ke semua yang hadir di sana, lalu berkata, "Kulihat banyak yang menginginkan mereka berdua dihukum
mati karena berbahaya. Jadi langsung saja pada intinya, percaya atau tidak, Karin dan Orochimaru di dimensiku melakukan
hal yang sama, namun saat terjadi perang Dunia Ninja Ke-4 mereka membantu kami. Bahkan kini mereka memutuskan
bergabung bersama Konoha. Mereka masih punya sisi baik. Jadi untuk Orochimaru dan Karin di sini, mereka lebih baik jadi
pekerja sosial. Jadikan mereka orang yang bermanfaat untuk menebus kesalahan mereka."

"Tapi kami merasa tidak aman jika Orochimaru di desa," balas perwakilan penduduk yang menginginkan Orochimaru
dihukum mati.

"Menjadikannya orang yang bermanfaat bukan berarti menyuruhnya tinggal di sini," ujarku.

Semua orang di sana tak mengerti maksud ucapanku.

"Apa maksudmu?" tanya hakim, mewakili kebingungan orang-orang di sana.

"Aku akan membawanya bersamaku dan pergi dari dimensi ini."

Di tengah keributan yang tercipta, seseorang dari pihak yang kontra berkata, "Naruto-san, kurasa itu tidak adil. Dia sudah
menghancurkan desa ini. Jika kau membawa Orochimaru bersamamu, maka Orochimaru tidak diberi kesempatan untuk
mempertanggung jawabkan perbuatannya."

Aku sudah menduga akan ada sanggahan seperti itu, maka sudah kusiapkan jawaban lain.

"Aku akan menyerahkan Orochimaru kepada tim interogasi selama seminggu untuk menggali segala informasi yang
dibutuhkan. Tempat persembunyian, data percobaan, penemuan baru, lokasi lab, atau apapun yang ingin kalian ketahui.
Jika itu tak cukup juga, interogasi bisa dilanjutkan kepada Karin," kataku sambil menatap Karin 'kecil'.
"Jadi Karin tak perlu dihukum mati," tambahku. Disambut dengan raut wajah Karin yang berubah cerah. "Dia lebih baik
dipekerjakan sebagai shinobi Konoha sambil tetap menjalani interogasi. Dia sudah lama jadi pengikut Orochimaru jadi dia
pasti tahu banyak tentang jaringan kejahatan Orochimaru di luar sana. Terlebih lagi... dia seorang Uzumaki terakhir selain
Naru."

Hening. Semua yang hadir di sana kaget. Tentu mereka ingat kuatnya persahabatan Konoha dan Uzu di masa lalu. Bahkan
Konoha sampai mengabadikan simbol pusaran air Uzu di berbagai perlengkapan shinobi Konoha.

Naru menarik tanganku. Bahkan Naru yang sedang berada di sampingku tak percaya pada apa yang barusan kukatakan.
Aku berusaha memegang pundaknya untuk menenangkan.

"Meski Uzu sudah hilang, bukankah menghukum mati anggota klannya yang masih tersisa akan mencoreng persahabatan
yang dulu pernah dibina antara Konoha dan Uzu?" tanyaku kepada seluruh peserta sidang.

Suasana ruangan sidang kembali ramai. Hakim terlihat berbincang dengan dewan dan juga Kakashi setelah mendengar
usulanku. Aku duduk kembali. Aku berdoa dalam hati semoga usulanku diterima.

"Mohon perhatiannya," ujar hakim setelah beberapa menit berdiskusi. "Kurasa usulan yang disampaikan Naruto-san sudah
bagus. Orochimaru dan Karin tak akan dihukum mati karena masih banyak yang harus mereka pertanggungjawabkan.
Orochimaru akan menjalani interogasi selama seminggu kemudian setelah itu akan berada dalam pengawasan Naruto-san.
Sedangkan Karin akan mengabdi sebagai shinobi Konoha sambil tetap menjalani interogasi, serta diwajibkan untuk melapor
secara berkala kepada Hokage. Apa ada yang keberatan?"

Tak ada yang bersuara, tanda disetujuinya putusan hakim.

"Baiklah. Dengan ini, sidang atas Orochimaru dan Karin ditutup!"

TOK! TOK! TOK!

Palu diketukkan 3 kali menandai berakhirnya sidang.

Setelah sidang Orochimaru selesai, aku diperintahkan Kakashi untuk datang ke ruangannya. Kakashi pasti mempertanyakan
tujuanku membawa Orochimaru karena di sidang aku tak sempat membahasnya. Aku membawa turut Naru serta meminta
untuk menghadirkan Orochimarunya secara langsung. Sejak awal aku memang berniat untuk menjelaskan semuanya.

Sesampainya di ruang Hokage, ada beberapa orang tambahan yang hadir yaitu Tsunade yang baru sembuh dari komanya,
tetua desa, Yamato, Inoichi, Shikaku, dan Iruka. Ada bagusnya mereka semua berkumpul, aku tak perlu susah untuk
memberitahu mereka satu per satu.

Aku tak membuang waktu dan menjelaskan masalah yang sedang terjadi. Dimulai dari kepulanganku ke Konoha 1 setahun
lalu dan apa yang terjadi di sana sampai membuatku seperti sekarang. Penjelasan panjangku direspon dengan tatapan
kaget semua orang, kecuali Naru yang telah lebih dulu mendengar cerita itu.

Mereka tak percaya tapi di sisi lain semua yang kuceritakan masuk akal dan menjadi titik terang dari misteri yang selama
ini terjadi. Serangan Akatsuki setahun lalu juga bisa jadi ada hubungannya dengan masalah ini. Bisa saja Akatsuki
menyerang lebih awal karena diberitahu tentang keberadaanku oleh Menma atau Yami.

"... karena itulah aku ingin meminta 2 hal padamu," ujarku kepada Kakashi, menyampaikan tujuan utamaku. "Pertama, aku
meminta izin untuk membawa Naru bersamaku karena biar bagaimanapun dia penduduk desamu."

Tanpa menunggu waktu lama, Kakashi langsung menjawab, "Aku tak keberatan karena kurasa keselamatan Naru akan
lebih terjamin jika dia bersamamu."

Pendapat Kakashi didukung oleh anggukan yang lain.

"Kedua, aku meminta izin untuk membawa Orochimaru. Tapi sebelum itu..." Tiba saatnya kusampaikan hal yang paling
penting. Hal yang beresiko ditolak oleh Kakashi. "Aku ingin kau izinkan Orochimaru untuk membangkitkan Minato
menggunakan Edo Tensei."

Untuk kedua kalinya semua orang terkaget-kaget. Kali ini diikuti oleh tolakan keras Tsunade.

"Itu jurus terlarang dan tidak boleh digunakan oleh siapa pun!" serunya.

"Orang yang sudah mati tak selayaknya dihidupkan kembali!" tambah Shikaku.
Kakashi menghela napas pelan kemudian bersandar di bangkunya. "Maaf, Naruto. Seperti kata mereka, untuk permintaan
terakhirmu aku tak bisa menyanggupinya."

"Dengarkan aku dulu!" seruku dengan nada yang agak keras agar mereka mau mendengarkan penjelasanku. "Asal kalian
tahu, sebelum mati, Minato menyegel setengah chakra Kyuubi ke tubuhnya. Kyuubi yang selama ini ada di tubuh Naru
adalah sisi Yang, sedangkan sisi Yin ada di tubuh Minato. Yang tahu ini hanya Minato, Kushina dan Sandaime."

Kakashi masih menatapku datar dengan mata sayunya.

"Lihat fisikku sekarang. Seharusnya kalian bisa memperkirakan sekuat apa musuh yang akan kami hadapi. Aku tak mau
mengambil resiko dengan menggunakan setengah chakra Kyuubi milik Naru. Dia harus memiliki semua chakra-nya agar
bisa bertahan hidup. Aku tak mau dia sepertiku. Aku akan membangkitkan Minato secara sementara. Jika urusan selesai,
Minato akan kembali ke tempat peristirahatannya. Aku mohon." Kutatap bergantian semua orang penting di hadapanku
berharap mereka mau mengizinkanku.

"Baiklah," jawab Kakashi akhirnya.

"Tapi Hokage-sama-" Yamato maju mendekati Kakashi, namun Kakashi mengisyaratkan untuk diam.

Kakashi membentuk sebuah kombinasi segel untuk memunculkan sebuah gulungan kertas.

"Ini surat wasiat Sandaime Hokage yang ia sampaikan khusus untuk penerusnya. Kurasa saat menulis ini ia sudah merasa
umurnya tak panjang lagi," gumam Kakashi. Dibukanya gulungan itu dan disimpan di meja. "Dalam surat wasiat ini banyak
sekali pesan yang ia inginkan dari Hokage selanjutnya. Salah satunya adalah menjaga Naru, karena gadis itu jugalah yang
dititipkan Minato-sensei kepadanya. Jadi, jika tujuan membangkitkan Minato-sensei adalah demi memperkuat kekuatan
Naru, aku mengizinkannya."

Setelah itu tak ada yang protes lagi karena di surat wasiat itu jelas-jelas tertulis kalau Sandaime ingin melindungi Naru.

Naru terlihat bersikeras menahan agar air mata di matanya tak mengalir. Ia terharu karena ternyata Sandaime begitu
menyayanginya bahkan sampai ajal menjemputnya. Aku mendekati Naru dan mengusap pelan puncak kepalanya.

Setelah keadaan tenang aku menoleh ke arah Orochimaru. "Kalau begitu lepaskan ikatan Orochimaru, lalu kita berangkat
sekarang untuk membangkitkan Minato."

Yamato yang bertugas untuk memborgol tangan dan kaki Orochimaru dengan elemen kayunya terlihat ragu untuk melepas
pria ular tersebut.

"Tidak apa-apa. Ikuti perintahnya," ujar Kakashi dengan yakin.

Edo Tensei terhadap Minato tidak bisa dilakukan secara langsung karena jiwa Minato masih terperangkap dalam perut Dewa
Kematian. Oleh karena itu, jiwanya harus dikeluarkan dulu dari sana. Caranya adalah dengan membiarkan Dewa Kematian
merasuki tubuh Orochimaru. Saat itulah Orochimaru akan mengambil alih badan Dewa Kematian lalu merobek perutnya
sampai jiwa Minato keluar.

Hal pertama yang dibutuhkan adalah topeng Dewa Kematian yang terdapat di Kuil Topeng milik Uzu di perbatasan Konoha.
Aku memutuskan untuk mengawal Orochimaru ke sana sementara yang lain menuju Kuil Nakano milik Uchiha di pusat desa
Konoha, tempat pembangkitan akan dilakukan. Aku juga tak lupa menyuruh mereka menyiapkan 2 clone Zetsu yang akan
digunakan sebagai tubuh Minato dan sebagai pengganti tubuh Orochimaru.

"Kau dari tadi hanya diam. Kau keberatan dengan keputusanku untuk membawamu bersamaku?" tanyaku kepada
Orochimaru saat kami berada di Kuil Topeng.

"Aku tak punya pilihan. Jika kujawab keberatan pun kau tak akan membebaskanku. Jadi lebih baik aku diam," jawab
Orochimaru datar. Ia masih serius mencari-cari topeng yang tepat.

"Benar juga. Kau memang tak punya pilihan selain ikut denganku," gumamku sambil tersenyum menanggapi perkataan
Orochimaru.

"Tapi sejujurnya aku tak keberatan ikut denganmu," kata Orochimaru. Kali ini ia menghentikan kegiatannya memilih
topeng. Ia menatapku dengan tatapan ularnya yang mengerikan. "Mempermainkan Dewa Kematian, mempraktekan Edo
Tensei, lalu berkeliling dimensi, ini semua terdengar menarik dan ingin kucoba."

Sebenarnya Orochimaru mengatakan kalimat itu dengan nada yang biasa, malah terkesan santai. Tapi kedua mata ularnya
dan lidahnya yang panjanglah yang membuatku bergidik. Aku harus mulai membiasakan diri dengan pria ular ini karena
setelah ini kami akan bekerja sama.
"Baguslah," ujarku.

"Ini topengnya," kata Orochimaru saat menemukan topeng yang tepat. Setelah itu kami berdua kembali ke Konoha dan
bergegas ke Kuil Nakano dimana Kakashi dan yang lain sudah menunggu.

"Membangkitkan Minato adalah tugas pertamamu. Jangan mencoba melakukan hal aneh," kataku, memperingatkan
Orochimaru.

Orochimaru tak menanggapiku. Ia langsung maju ke depan kuil lalu memakai topeng Dewa Kematian.

"Bersiaplah!" serunya.

Sebuah chakra berwarna keunguan mulai menyelimuti tubuh Orochimaru.

"Semuanya menjauh!" seruku.

Tak lama kemudian Dewa Kematian muncul di belakang Orochimaru. Tubuhnya agak transparan namun kami semua yang
ada di sana masih bisa melihatnya. Beberapa dari kami, terutama yang baru pertama melihat Dewa Kematian mundur
beberapa langkah.

Pisau yang sejak tadi digigit Dewa kematian diambil atas kemauan Orochimaru. Perlahan pisau itu diarahkan ke tubuhnya,
kemudian ditusukan ke perutnya. Perut Dewa Kematian robek, tapi perut Orochimaru ikut robek karena tubuh mereka saat
ini terhubung.

"Ughhhhhhh!" Orochimaru berusaha manahan rasa sakit di perutnya.

"Apa dia baik-baik saja?" tanya Kakashi.

"Tenang. Biarkan dia," ujarku, mencegah yang lain untuk mendekati Orochimaru.

Tak lama kemudian keluar jiwa Minato dari perut Dewa Kematian. Jiwa yang keluar dari sana hanya 1 karena di dimensi ini
Hokage Ke-1 dan Ke-2 tak pernah di Edo Tensei sebelumnya. Jiwa Sandaime juga tidak tersegel karena dia mati dengan
cara biasa.

Orochimaru membuka topengnya lalu berkata, "Siapkan tubuh Zetsu!"

Yamato menarik 2 tubuh Zetsu ke hadapan Orochimaru. Dua tubuh itu hanya clone yang dikembangkan dari tubuh asli
Zetsu sebelum ia dihukum mati setahun lalu.

Setelah persiapan selesai, Orochimaru membuat kombinasi segel Edo Tensei. "Kuchiyose: Edo Tensei!"

Jiwa Minato masuk ke salah satu tubuh Zetsu, lalu tubuh itu perlahan berubah jadi Minato. Tak membutuhkan waktu lama
sampai Minato membuka matanya. Mengetahui jurusnya berhasil, Orochimaru keluar dari tubuhnya sendiri dalam bentuk
ular kemudian masuk ke tubuh Zetsu 1 lagi.

Minato memandang kami satu per satu dengan heran. Lalu tiba-tiba ia mengeluarkan kunai dan memasang kuda-kudanya.

"Sensei, ini aku Kakashi, jatuhkan senjatamu!" Kakashi berusaha menyadarkan gurunya itu.

Tubuh Minato terlihat bergetar. "Aku memang mengenali kalian. Tapi aku tak bisa mengendalikan tubuhku!" katanya.

Aku langsung menatap tajam ke arah Orochimaru. "Apa maksud semua ini Orochimaru!"

"Dia tak bisa dipercaya!" bentak Tsunade.

"Orochimaru, ini tidak sesuai rencana!" tambahku geram.

Orochimaru menghela napas pelan kemudian berkata, "Barusan aku hanya membuktikan apa benar gen Hashirama bisa
memperkuat pengendalian Edo Tensei. Jangan khawatir, sudah kubilang aku suka hal-hal baru yang menarik perhatianku."

Orochimaru lalu beristirahat, bersila di pinggir kuil. Berganti tubuh dan membiarkan dirinya dirasuki Dewa Kematian cukup
menguras chakra-nya.

"Jika urusanmu selesai bilang saja. Aku akan segera me-release-nya dan mengembalikan Minato ke alam baka. Tikus,
Kerbau, Monyet, Harimau, Naga, dan Beruang adalah kombinasi segel untuk merelease-nya jika kau masih belum percaya
padaku," tambah Orochimaru.
Perhatian kembali tertuju kepada Minato. Orochimaru sudah tak mengendalikan tubuhnya lagi. Ia terlihat mengepal-
ngepalkan tangannya, merasakan bagaimana rasanya dihidupkan kembali.

"Tou-san..." panggil Naru. Ia yang dari tadi berada paling belakang memberanikan diri untuk mendekati ayahnya.
Tatapannya masih bingung, tak percaya kalau yang di hadapannya sekarang adalah ayah kandungnya.

Kutarik tangan Naru untuk membuang keraguannya. "Jangan takut. Sana, temui ayahmu."

"Naruko, putriku!" panggil Minato.

Tanpa ragu lagi Naru menghabur memeluk ayahnya. "Tou-san."

"Kau sudah besar, Nak."

Aku tersenyum memandang ayah-anak di hadapanku. Ini sedikit berbeda dengan pertemuan pertamaku dengan ayahku.
Dulu aku memukul ayahku karena-

BUKH!

Eh? Tanpa kuduga Naru juga ternyata memukul ayahnya.

'Like brother, like sister,' batinku dalam hati.

"Aku tak mengerti kenapa kau menyegel Kyuubi dalam tubuhku! Kau tak tahu bagaimana penderitaanku gara-gara
keputusanmu itu!" bentak Naru kepada ayahnya.

"Aku bisa jelaskan semuanya."

Aku memandang mereka dari kejauhan. Mereka butuh waktu. Aku biarkan momen kekeluargaan ini untuk sementara. Naru
berhak mendapatkan penjelasan dari ayahnya. Kulihat yang lain juga berpikiran sama denganku dan memilih untuk diam.

Aku duduk di samping Orochimaru. Sesekali kupandang pria itu yang masih berusaha mengatur napasnya.

"Aku tak akan menghianatimu. Aku masih penasaran apa yang akan kau lakukan setelah ini," katanya, kembali
meyakinkanku.

"Ya, aku percaya. Hanya saja jangan pernah lakukan hal yang mengagetkan seperti tadi jika kau masih sayang pada
nyawamu."

"Heh, aku sadar kemampuanku sendiri, jadi tak akan macam-macam," jawab Orochimaru santai.

Setelah itu kami diam memperhatikan Naru dan Minato di hadapan kami.

"Kau yang bernama Naruto?" tanya Minato, menyadarkanku yang saat itu sedang melamun. Tak terasa aku sudah
membiarkan ia dan Naru mengobrol sekitar 15 menit. Kurasa itu waktu yang cukup bagi mereka untuk melepas rasa rindu.

Aku berdiri dan mendekati Minato. "Ya, Yondaime-sama. Aku Naruto."

"Jangan formal begitu. Tadi Naru bercerita banyak tentangmu. Jadi benar ada pihak yang mengincar kalian?" tanya Minato
memastikan.

"Begitulah. Maaf jika aku merepotkan anakmu."

Minato menggeleng. "Tidak. Justru aku yakin Naru yang merepotkanmu selama 5 tahun terakhir ini. Terima kasih sudah
menjaganya dan menjadi sosok kakak untuknya," kata Minato sambil memegang pundakku. Rasanya aneh sekali
memandang sosok yang serupa dengan ayahku, tapi kenyataannya bukan ayahku.

"Naru," panggil Minato. "Sekarang giliranmu menjaga kakakmu."

Naru mengangguk mantap. Setelah itu Minato kembali menatapku. "Aku akan mengekstrak Kyuubi Yin dari tubuhku dan
kupindahkan ke tubuh Naru sekarang. Tolong jaga kami. Kita tidak tahu mungkin saja ada yang berniat jahat saat proses
perpindahan dilakukan."

Aku mengerti maksud kata-kata Minato. Bukannya tidak percaya pada orang-orang di sana, tapi ia hanya bersikap
preventif. Hal yang ditakutkannya pernah terjadi di dimensiku, tentunya Minato ayahkulah yang mengalaminya. Kyuubi
Yin dicuri tepat saat akan dipindahkan ke tubuhku. Meski akhirnya berhasil dikembalikan ke tubuhku.
Syukurlah hal yang serupa tidak terjadi di sini. Proses perpindahan chakra Kyuubi berlangsung cepat dan tanpa masalah.

"Kau baik-baik saja, Naru?" tanyaku saat proses perpindahan chakra selesai.

"Aku baik-baik saja. Justru aku merasa kekuatanku bertambah 2x lipat," katanya sambil nyengir.

Minato ikut tersenyum. "Sekarang kau tinggal berlatih menguasainya. Aku menemui Kakashi dulu," katanya.

Minato menyempatkan diri untuk berbincang dengan Kakashi dan tokoh desa lainnya. Ia banyak menanyakan keadaan desa
setelah ia mati. Sebaliknya, Kakashi yang awalnya tak berniat jadi Hokage, banyak bertanya sikap-sikap apa yang perlu
dimiliki seorang Hokage. Karena tak bisa dipungkiri, Minato adalah Hokage hebat walaupun ia tak lama menjabat. Intinya
mereka saling berdiskusi mengenai Konoha.

Setelah cukup lama, Minato pamit. Ia sadar dirinya sudah meninggal dan tak seharusnya berlama-lama dihidupkan.

"Aku harus pergi."

"Tou-san..." Naru memeluk ayahnya untuk terakhir kali. Kali ini ia tak menangis. Ia ingin membuktikan pada ayahnya kalau
dia kuat.

Setelah melepas pelukan anaknya, Minato menyalamiku. "Jaga diri kalian baik-baik," kata Minato sambil menatap aku dan
Naru bergantian.

"Pasti. Terima kasih, Minato-san," balasku.

Setelah itu Orochimaru me-release Edo Tensei Minato, mengirim sang Yellow Flash ke tempat seharusnya ia berada.

"Rasengan!"

Bola energi berwarna biru itu nyaris mengenai tubuhku jika saja aku tak bergegas mengaktifkan mode Kyuubi dan melesat
menjauh.

"Ini, mengingatkanku pada masa lalu!" teriak Naru, yang tak lain adalah penyerangku. Dari tadi ia menyerangku dengan
berbagai jurus andalannya.

"Yaaaa, menyenangkan bukan?" tanyaku dengan teriakan yang tak kalah keras. Wajahku tersenyum walaupun sebenarnya
aku akan memukul Naru dari arah belakang.

BUKH!

Adikku tak tahu jika aku menggunakan Hiraishin untuk berpindah ke belakang tubuhnya. Ia terkena pukulan telak di
punggungnya, membuatnya terlempar ke tanah dengan keras.

POOF!

Kedua bola mataku... maksudku satu bola mataku membulat karena kaget. Ah, sial sosok yang kupukul tadi hanya bunshin!
Kemana Naru yang asli?

"Kau lengah Nii-san, rasakan ini! Bijuu Rasengan!"

Tak disangka Naru sudah berada di belakangku dalam mode Kyuubi juga, Bijuu Rasengan sebesar semangka berwarna
ungu pekat sudah berada di tangannya. Jadi ini hasil latihannya bersama Yamato dan Bee selama aku pergi.

Aku sudah tak punya waktu untuk menghindar...

"CUKUP!" teriakku. "Cukup, Naru, kau menang!"

Pupil mata Naru yang merupakan gabungan Kyuubi dan ular kembali berubah jadi mata biru shapire yang menenangkan,
begitu juga dengan Bijuu Rasengan yang menghilang. Kini ia sudah bisa menggabungkan senjutsu, chakra
yin dan yang dengan baik.

"Dulu mungkin aku bisa bertahan jika terkena jurus seperti itu. Tapi dengan chakra-mu yang sekarang, terkena sedikit saja
aku bisa mati," keluhku.
"Hehe," Naru tertawa puas seolah meledekku. Ia kemudian memberiku segelas jus jeruk dingin yang dibawanya. Tanpa
pikir panjang segera kuseruput habis karena kelelahan setelah 3 jam berlatih.

"Aku bangga padamu, Naru," gumamku setelah bisa mengatur napasku. "Tapi maaf karena aku tak bisa mewujudkan
janjiku menjadikanmu Hokage perempuan pertama di sini. Kita tak bisa diam di sini berlama-lama."

Naru memandang patung Hokage yang berada segaris dengan tempat kami duduk sekarang. Patung kepala Kakashi
nampak paling gagah karena baru selesai dibuat. Naru berujar pelan, "Tidak apa-apa. Jika dipikir lagi itu hanya mimpi yang
kekanakan. Sekarang aku punya tanggung jawab yang lebih besar. Bukan lagi melindungi 1 desa dan 1 dimensi, tapi juga
melindungi 1 dunia."

"Baguslah kalau kau mengerti. Segera kemasi barangmu. Kita berangkat siang ini."

"Yosh!" Naru kembali bersemangat dan segera kembali ke apartemen sementara aku menemui Orochimaru untuk melihat
apa dia sudah siap.

Kami tak bisa langsung berkeliling dimensi karena Orochimaru harus menjalani interogasi selama seminggu penuh sesuai
kesepakatan di pengadilan. Aku memanfaatkan waktu seminggu itu untuk berlatih bersama Naru. Terutama melatih Naru
agar bisa mengontrol chakra besar yang kini dimilikinya.

Saat aku sampai di Divisi Interogasi, Orochimaru sudah selesai berkemas. Kulihat ia tak banyak membawa barang,
kelihatannya hanya beberapa baju ganti. Gulungan-gulungan penting dan senjata selalu ia simpan dalam perutnya,
kemudian akan ia keluarkan lewat mulutnya, yuck!

Beda halnya dengan Naru yang menghabiskan waktu lama, hingga memaksa aku dan Orochimaru untuk menyusulnya ke
apartemen. Ia sedang menyiapkan satu tas yang hampir penuh, entah isinya apa. Saat aku tanya isinya ia hanya
bilang... girl's stuff. Aku tak tahu apa artinya.

Yang mengantar kami pergi hanya Kakashi dan Yamato karena kami sudah pamit duluan kepada yang lain. Karena
tanganku hanya satu, aku sudah ajarkan semua segel berpindah dimensi kepada Naru sehingga dialah yang akan berperan
sebagai transporter.

Seperti sudah dibahas sebelumnya, perpindahan dimensi hanya bisa dilakukan oleh klan Uzumaki. Jadi Orochimaru
kuperintahkan untuk masuk ke tubuh Naru melalui gigitan yang dulu pernah dibuatnya di leher Naru. Untunglah Naru tak
menolak. Setelah Orochimaru mempertemukannya dengan Minato, sikap Naru kepada Orochimaru berangsur membaik.
Apalagi ia juga sadar kalau senjutsu naga yang kini dimilikinya adalah pemberian Orochimaru. Mulai sekarang kami tim, jadi
harus menghilangkan ego kami masing-masing.

Aku menyalami Kakashi dan Yamato. Tak lupa kuucapkan banyak terima kasih karena mereka sudah banyak membantuku
selama aku di Konoha 2.

"Kemana tujuan kalian sekarang?" tanya Kakashi.

"Apa langsung ke Konoha 6?" tanya Yamato.

"Tidak, kami ke Konoha 1 dulu. Pertama-tama aku ingin memecahkan misteri tentang Menma. Aku juga ingin teman-
temanku tahu kalau aku masih hidup. Mereka pasti mengkhawatirkanku, terutama Hanabi."

Aku tersadar saat Naru menatapku aneh. Tatapan nakal bercampur iseng yang selalu saja ia tunjukkan setiap aku
menyinggung masalah Hanabi.

"Hei, sudah kubilang aku bukan pedopil. Hanabi di dimensiku sudah besar!" jelasku.

Naru langsung ber-oh ria. "Apa dia kekasihmu?"

"Umm..." Aku menggaruk belakang kepalaku yang tak gatal. "Ya, bisa dibilang begitu."

"Pantas saja kau memeluk Hanabi saat pertama sampai di sini. Hihi."

Entah kenapa pipiku rasanya memanas secara tiba-tiba. Jadi kuputuskan untuk segera pergi.

"Jangan banyak bicara dan segera bentuk segelnya," ocehku.

Orochimaru bergegas masuk ke tubuh Naru, disusul dengan aktifnya segel yang dibentuk Naru.
Konoha 1, 5 tahun setelah perpindahan dimensi

Perbedaan waktu membuat kami sampai di Konoha 1 di malam hari. Butuh waktu setengah jam bagi Naru dan Orochimaru
untuk memulihkan tenaga mereka pasca berpindah dimensi. Padahal Orochimaru berada di tubuh Naru. Ini memang bukan
mengenai siapa yang lebih kuat semata, tapi ketahanan menghadapi tekanan saat terjadi perpindahan. Naru dan
Orochimaru harus mulai terbiasa dengan ini karena mulai sekarang kami akan sering melakukannya.

Setelah mereka berdua bisa berjalan, kami segera mengunjungi tempat tujuan pertama, yaitu Uchiha Mansion.

CLEB!

Kami berhasil lolos dari 6 ANBU yang berjaga di luar. Namun sebuah kunai menyambutku saat sampai di halaman utama
Uchiha Mansion. Kunai itu mendarat beberapa cm saja dari kakiku. Sasuke yang telah melemparnya. Tapi setelah mendekat
ke arahku, Sasuke langsung sadar siapa yang tadi berusaha ia serang. "Dobe! Kau masih hidup!" seru Sasuke. Saat itu
kulihat raut wajah yang jarang diperlihatkan Sasuke, raut wajah kekagetan.

"Sssst!" Aku menariknya untuk segera masuk ke bangunan utama. "Ya, aku selamat. Tapi seperti kau lihat, Yami
membuatku seperti ini. Oh ya, mereka anggota timku dari Konoha 2. Dia Naru adikku, dan dia... kau sudah pasti
mengenalnya," bisikku sambil menunjuk Naru dan Orochimaru. Keduanya membungkuk hormat. Sebelumnya sudah
kujelaskan kepada mereka kalau Sasuke di dimensi ini jadi seorang Hokage.

"Kenapa kau mengendap-ngendap dan berbisik?" tanya Sasuke.

"Aku ingin meminta bantuanmu." Aku masih saja berbisik, takut membangunkan Sakura dan anaknya yang pasti sudah
tertidur di jam-jam seperti sekarang.

"Untuk?" tanya Sasuke lagi.

"Membongkar makam Menma."

"Kau gila!"

Sasuke berjalan menjauhiku seolah malas untuk meladeniku lagi.

Aku berusaha untuk mengimbangi langkahnya menapaki lorong mansion yang panjang. "Dengarkan aku dulu. Saat kita
berpisah dan aku membawa Yami, kami terlempar ke dimensi ke-5. Lalu Menma datang menolong Yami! Dia masih hidup!"

Kali ini Sasuke menghentikan langkahnya dan menatapku tajam. "Jangan bercanda, aku ikut mengangkat peti matinya.
Bahkan aku ikut menguburnya!"

Aku menghela napas pelan. "Kita berdua tahu bagaimana kacaunya keadaan sekarang. Segalanya bisa saja terjadi, teme!"

"Tidak. Dulu aku memang membencinya. Tapi sebagai seorang Hokage, aku harus menghormati Menma yang sudah jadi
pahlawan desa."

"Karena itulah aku datang diam-diam, aku tak ingin nama baik Menma sebagai Hokage Ke-6 dan pahlawan Konoha
tercemar karena masalah ini. Hanya kita yang berada di sini yang tahu. Aku ingin membuktikan kalau benar Menma mati."

Sasuke terlihat mempertimbangkan permintaanku. "Jika kau bersikeras, paling tidak Hinata harus tahu hal ini."

"Baiklah, hanya dia seorang."

"Hn." Sasuke akhirnya memanggil salah satu ANBU kemudian menyuruhnya untuk menjemput Hinata. Sementara itu, kami
berempat langsung menuju pemakaman Konoha, tepatnya mengunjungi makam Menma.

"Maaf Hinata, aku hanya ingin memastikan," ujarku saat Hinata sudah sampai.

"Tidak apa-apa, aku juga ingin membuktikan padamu kalau suamiku tidak bersalah," kata Hinata. Dari suaranya yang
bergetar aku tahu ia berusaha keras menyembunyikan rasa sedihnya.

Aku sebenarnya merasa tak enak untuk seenaknya membongkar makam orang yang sudah mati. Apalagi ini orang yang
sudah kukenal baik. Dibongkar di hadapan istrinya pula. Tapi ini demi memecahkan misteri yang sudah semakin rumit.

Tak dibutuhkan waktu yang lama bagi Orochimaru yang merupakan pengguna elemen tanah untuk membuka makam
Menma. Peti mati sudah dimakan rayap di sana-sini. Perlahan kubuka peti mati tersebut.
Begitu peti terbuka... nampak mayat Menma yang belum sepenuhnya membusuk karena baru 2 minggu dikubur.

Hinata sudah tak mampu untuk melihatnya dan langsung menangis. Naru langsung memeluknya untuk menenangkan.

"Kurasa ini sudah cukup, dobe," gumam Sasuke.

"Ya."

Peti dan makam ditutup kembali. Kusempatkan untuk menabur bunga di atasnya. Lalu kami pulang ke rumah masing-
masing. Naru dan Orochimaru tidur di apartemenku. Naru di kamarku sedangkan aku dan Orochimaru di ruang tengah.

Aku, Sasuke, Hinata, Naru, dan Orochimaru menganggap pembongkaran makam ini tak pernah terjadi untuk menjaga
nama baik Menma serta menjaga perasaan Hinata.

Berarti sudah jelas Menma di dimensi ini, yang telah jadi Hokage Ke-6, sudah benar-benar mati saat pertempuran dengan
Yami. Ia mengorbankan nyawanya, merelakan dirinya terkena Rasen Shuriken milikku dan Enton: Susanoo Gakutsuchimilik
Sasuke demi menyelamatkan desa.

Aku merasa bersalah karena sudah berprasangka buruk padanya.

Seharusnya aku yakin kalau Menma sang Hokage Ke-6 Konoha 1 tak mungkin menghianatiku. Menma yang kukenal tak
mungkin menolong Yami. Dia sosok yang seharusnya jadi panutanku karena mau membela desa yang sebenarnya bukan
kampung halamannya sendiri.

'Maafkan aku, Menma,' ujarku dalam hati.

Sekarang yang jadi pertanyaan, jika Menma memang sudah mati, lalu siapa Menma yang kutemui tempo hari di dimensi
ke-5? Rasanya aneh jika ada 2 Menma yang identik tapi berasal dari dimensi yang berbeda. Biasanya akan selalu ada
perbedaan antara satu dimensi dengan yang lainnya baik di segi fisik, maupun umur.

Asumsiku dan Shion berubah total. Kini aku tahu, 3 kekuatan yang didapatkan Yami berarti berasal dari dirinya, Menma
Rokudaime, dan Akage. Dimensi yang belum terungkap adalah dimensi 6 dan 7.

Hipotesis baruku adalah:

Menma yang sekarang masih hidup berasal DARI DIMENSI KE-6 atau KE-7.

ATAU...

Menma TIDAK berasal dari ketujuh dimensi, dan Naruto di dimensi ke 6 dan 7 masih hidup.

Aku tidak mengharapkan salah satu atau keduanya, kedua opsi itu sama-sama buruk.

Tok! Tok! Tok!

"Naruto! Narutooo!"

Seseorang mengetuk pintu apartemen dengan kasar, diiringi dengan teriakan. Padahal ini masih pagi. Saat kubuka pintu,
ternyata itu Hanabi. Ia langsung memelukku begitu saja saat melihatku. "H-hei-"

"Nee-san bilang padaku kalau kau masih hidup. Aku mengkhawatirkanmu, kupikir kau-"

Hanabi tak melanjutkan kalimatnya tapi aku tahu apa yang dia maksud.

"Seperti yang kau lihat aku masih hidup," kataku. Aku tak menyebut 'aku baik-baik saja' karena kenyataannya sekarang
anggota tubuhku tak lengkap.

Hanabi menatapku iba. Aku tak ingin melihatnya sedih jadi kuputuskan untuk mengajaknya mengobrol di balkon. Jika di
dalam apartemen, aku takut membangunkan Naru yang masih tidur. Dia masih kelelahan karena berpindah dimensi.
Sepertinya orang yang mengaktifkan segel/transporter lebih banyak terkuras chakra-nya. Belum lagi ia 'membawa'
Orochimaru dalam tubuhnya.

Orochimaru sendiri sudah pergi dari 1 jam yang lalu. Ia bilang ingin menemui 'kembarannya' sambil jalan-jalan di Konoha
1. Ia berpikir pasti menyenangkan bisa mengobrol dengan dirinya yang lain yang satu pikiran dan satu selera.
Aku banyak menceritakan detail misiku kepada Hanabi. Aku ingin dia tahu semuanya. Aku juga ingin dia tahu kalau
hubungan yang kami jalin tak akan bisa bertahan lama karena aku harus terus menerus berpindah dimensi. Aku tak tahu
pasti kapan Yami dan Dark Menma (sebutanku untuk Menma jahat) akan menemukanku. Yang terpenting adalah aku tak
ingin membiarkan Hanabi ikut berada dalam bahaya.

PLAK!

Hanabi menamparku.

"Kau benar-benar bodoh!" bentaknya. Tapi perlahan air mata keluar dari sepasang mata lavender-nya. "Aku tak peduli kau
pergi ke dimensi manapun! Selama kau tetap mengingatku, itu sudah cukup. Kau pergi dari sini bukan berarti kau tak akan
kembali. Jangan kalah sebelum bertarung. Tetaplah berusaha untuk mengalahkan Yami dan Dark Menma. Aku akan
menunggumu sampai kapanpun."

Hatiku mencelos. Aku dibuat terharu olehnya. "Air mata tak cocok mengalir di wajah orang keras kepala sepertimu.
Lagipula kau ketua klan Hyuuga," ujarku sambil menghapus jejak air mata di kedua pipi Hanabi dengan punggung
tanganku.

"Kau pikir ini ulah siapa, hah?!" tanya Hanabi sambil menepis tanganku. Ia masih mempertahankan nada bicaranya yang
keras. Lalu ia berusaha menghapus air mata di pipinya sendiri dengan kasar.

Aku tersenyum sendiri. Gadis ini... Tak bisakah ia bertingkah lebih lembut padaku? Tapi kalau dipikir lagi justru sikapnya ini
yang membuatku merindukannya jika ia sedang jauh dariku. Sekarang aku benar-benar tak ingin kehilangannya.

Kuberanikan diri untuk membelai pipi kirinya. Hanabi menatapku sehingga kami saling berpandangan untuk sesaat. Setelah
itu aku menunduk, memiringkan kepalaku, dan mencium bibirnya.

Hanabi tentu saja kaget karena selama ini dialah yang selalu mengambil inisiatif dalam hubungan kami. Ia tak mengira jika
aku akan menciumnya. Matanya membesar karena kaget, tapi lama kelamaan memejam mengikutiku. Bahkan tak lama
kemudian ia melingkarkan kedua tangannya di leherku dan memperdalam ciuman kami.

Setelah kami melepas ciuman, Hanabi menatapku dengan tersipu. "K-kau mencuri ciuman pertamaku. Aku ingin kau
mengembalikannya saat kau pulang nanti."

Aku mengangguk sambil tersenyum.

"Apa aku mengganggu kalian?" tanya Naru hati-hati. Ia muncul dari pintu menuju balkon.

"Tidak," jawabku dan Hanabi bersamaan.

"Aku sudah membuat teh hangat. Mungkin kalian mau?"

Kami berdua mengangguk dan mengikuti Naru ke dapur.

"Kau pasti Naru ya?" tanya Hanabi memulai pembicaraan.

"Ya, aku Naru. Dan kau pasti Hanabi." Dibalas dengan anggukan Hanabi. "Nii-san sudah cerita tentangmu."

Hanabi memandangku sekilas kemudian beralih ke Naru lagi. "Kuharap Naruto tak membicarakan hal yang aneh tentangku.
Umm, kau cantik sekali, pantas saja dulu Naruto meninggalkan Konoha dan melindungimu."

"Kau juga, ternyata Naruto Nii-san benar, kau lebih dewasa dari Hanabi di desaku."

"Ah ya, pasti Hanabi di desamu baru berusia 9 tahun."

"Ya, Nii-san sempat menggoda Hanabi di desaku. Jadi kupikir dia pedopil."

"Hahaha."

Kubiarkan keduanya asyik mengobrol sambil sesekali kuseruput teh hangat yang dibuatkan Naru. Seandainya aku tak
sedang diincar Yami, maka kehidupanku sudah sempurna. Punya 2 orang gadis cantik yang mau menerimaku apa adanya.
Satu adikku, satu lagi kekasihku.

Tak lama setelah itu Orochimaru datang.

"Kau mau teh hangat?" tawar Naru.


"Boleh," jawab Orochimaru. "Ngomong-ngomong, ada seseorang yang bersikeras ingin ikut dengan kita berkeliling
dimensi."

"Saudara kembarmu?" candaku.

"Bukan."

Di belakang Orochimaru muncul wanita muda keturunan terakhir Uzumaki di dimensi ini.

"Karin?"

Aku mempersilahkannya duduk bergabung bersama kami.

"Tadi aku sedang berada di lab Orochimaru saat 'Orochimaru lain' datang. Kudengar kau akan menjelajahi dimensi. Aku
ingin berpetualang denganmu," pinta Karin.

Secara fisik, Karin tak banyak berubah sejak terakhir aku bertemu dengannya. Ia masih suka memakai baju lavender
bertangan panjang untuk menutupi luka di badan bagian atasnya, memakai celana pendek hitam ketat, dipadu dengan
stocking hitam sepaha. Kaca mata berbingkai cokelat masih jadi teman setianya. Yang cukup menarik perhatianku adalah
rambut merahnya yang kini sudah sepunggung dan wajahnya yang semakin dewasa.

Sebelum aku berpindah dimensi 5 tahun lalu, aku dan Karin terbilang akrab satu sama lain setelah tahu kalau kami
keluarga. Meskipun hanya keluarga jauh. Kami sadar hanya kami yang tersisa dari klan Uzumaki sehingga dalam beberapa
misi bersama kami saling melindungi dengan atau tanpa sadar.

Dalam insiden kudeta terhadap Menma, aku tak menginginkannya untuk bergabung dengan Resistance. Bahkan aku tak
ingin dia tahu mengenai keberadaan Resistance. Aku berpikir, setidaknya jika aku mati, masih ada penerus klan Uzumaki
selain diriku.

Kali ini pun aku menjawab tegas. "Ini bukan liburan, Karin. Ini misi hidup dan mati. Aku tak bisa janjikan kau tetap hidup.
Aku ingin kau tetap di sini."

Karin menggeleng.

"Aku tak peduli. Setelah Sasuke memilih si jidat itu aku seperti tak punya tujuan hidup selama di Konoha. Tinggal bersama
Suigetsu dan Juugo sama sekali tak membantu. Yang kulakukan belakangan ini hanya membantu Orochimaru di lab. Aku
bosan dan ingin mencari hal-hal baru yang bisa mengalihkanku dari pemikiran tentang Sasuke. Dulu kau tak melibatkanku
dengan Resistance, masa sekarang juga kau tak mengajakku? Aku yakin aku bisa membantumu selama misimu. Apa kau
lupa kalau aku pendeteksi chakra terhebat di Konoha, bahkan di Negara Api?"

Apa yang dikatakan Karin memang benar, ia pendeteksi chakra terhebat di negara ini mengalahkanku. Karin memenuhi
syarat jika ingin ikut berpindah dimensi. Sebagai seorang wanita Uzumaki, chakra-nya bisa menyaingi ibuku. Hanya saja...
awalnya Karin adalah satu dari sekian sosok yang ingin kulindungi di Konoha 1. Tapi kalau ia bersikeras begini... apa boleh
buat.

"Apa Orochimaru, tak keberatan? Maksudku Orochimaru bosmu."

"Ya, dia bilang terserah padaku."

Aku menghela napas panjang. Saudara jauhku ini memang keras kepala. "Baiklah. Kau jadi anggota ke-4 timku."

"Terima kasih banyak!" seru Karin senang. Karin kemudian menyalami Naru. "Salam kenal, Naru-chan. Mulai saat ini kita
satu tim."

Naru tersenyum dan membalas salam Karin. "Salam kenal, Karin Nee-chan."

Jelas sekali kalau Naru belum terbiasa dengan panggilan itu.

"Umm.. Kau kenapa?" tanya Karin.

"Datang ke Konoha 1 membuatku merasa seperti anak kecil. Semua orang yang kukenal berubah dewasa," jawab Naru
polos.

"Bukan berubah dewasa. Tapi memang berbeda orang," tambahku.

"Hahaha."
Akhirnya kami tertawa menanggapi tingkah Naru. Kupikir merekrut Karin ada bagusnya juga. Naru butuh teman perempuan
dalam perjalanan panjang kami.

Aku tak lama di Konoha 1, tak lebih dari 3 hari. Aku tak boleh diam lama di salah satu dimensi jika tak ingin ditemukan
Yami.

Hampir semua teman-temanku mengantarkan kami. Setelah pamit ke semua teman-temanku itu, saatnya menyampaikan
beberapa pesan terakhir untuk orang-orang terdekatku.

"Selalu ingat pesanku teme, jadilah Hokage yang baik," ujarku sambil menyalami sang Hokage Ke-7 Konoha 1.

"Tentu saja dobe, jangan khawatirkan Konoha 1."

"Hati-hati Naruto," tambah Sakura yang saat itu berada di samping Sasuke.

Orang yang selanjutnya kuhampiri adalah Hinata dan Misa.

Aku tak berani menatap Hinata tepat di matanya gara-gara kejadian 3 hari lalu. Aku berujar pelan, "Hinata, aku tahu
mungkin permintaan maafku tak berguna. Tapi maaf karena dulu aku tak pamit padamu. Aku juga minta maaf untuk
kejadian 3 hari lalu-"

"Sudahlah Naruto-kun, lupakan saja." Hinata memotong ucapanku. Kuberanikan diri untuk menatap mata lavender-nya.
Aku menemukan ketenangan dalam tatapannya, aku juga menemukan senyuman di bibirnya. "Kita sudah berjanji untuk
menganggap itu tak pernah terjadi. Mengenai kepergianmu dulu, aku tak pernah marah mengenai hal itu. Kau tahu kenapa
aku bergabung bersama kelompok pro-Naruto dulu?" tanya Hinata.

"Kenapa?" Aku balik bertanya karena penasaran.

"Karena aku tahu kau tak pernah kehilangan mimpimu. Kau hanya mengganti mimpimu dengan mimpi lain. Yang asalnya
mimpi menjadi Hokage, berganti menjadi mimpi yang jauh lebih besar."

Aku berpikir sejenak. Mencoba mengartikan kata-kata Hinata. Aku lalu menoleh ke arah Naru. Secara tak sadar mimpiku
memang sudah lama berubah. Kutolak mentah-mentah jabatan Hokage Ke-6 demi Naru yang dulu masih seorang bocah tak
berdaya. Itulah mimpi baruku. Mimpi baruku yang masih kupegang sampai sekarang adalah melindungi Naru sekuat yang
kubisa.

Aku kembali menatap Hinata sambil tersenyum.

"Terima kasih." Refleks kupeluk Hinata dan Misa. Aku dan Hinata bahkan semua yang hadir di sana sama-sama tahu
pelukan ini bukan pelukan nafsu atau maksud negatif lainnya. Ini murni pelukan kepada seorang sahabat baik yang dari
dulu selalu memberikan dukungannya kepadaku. Hinatalah satu-satunya orang yang percaya padaku, bahkan sejak aku di
akademi.

Setelah melepas pelukan kepada Hinata, tibalah saatnya aku pamit kepada orang yang berat sekali kutinggalkan, yaitu
Hanabi. Ia memberiku syal berwarna biru dan memakaikannya di leherku. Syal itu cukup panjang mirip milik Konohamaru.
Mungkin Hanabi ingin agar bekas luka di tangan dan leher kiriku tertutup. Aku hargai bentuk perhatiannya. Kueratkan syal
itu di leherku untuk membuatku semakin hangat karena saat ini aku sudah kembali memakai pakaian ANBU. Aku merasa
pakaian itu paling cocok untuk bertarung.

Kupeluk Hanabi untuk terakhir kalinya.

"Kalahkan Yami dan Dark Menma, selamatkan dunia ini, setelah itu kembalilah ke sini," bisik Hanabi dalam pelukanku.

Kali ini pelukan kami terasa lama. Ini momen yang cukup emosional. Aku tak tahu jika aku bisa kembali bertemu dengan
Hanabi atau tidak. Tapi aku harus ingat kata-katanya beberapa saat lalu. Aku tak boleh menyerah.

Setelah kami melepas pelukan, kurapikan rambut bagian depan Hanabi kemudian kuusap pipinya. "Jaga baik-baik kakak
dan keponakanmu," ujarku.

"Pasti," jawab Hanabi mantap.

Aku akhirnya berjalan mendekati 3 anggota timku yang sudah siap, Uzumaki Naruko, Uzumaki Karin, dan Orochimaru.

Sudah saatnya kami pergi.


"Ayo kita ke dimensi ke-6!"

"Yeah!"

To Be Continue

A/N: Okeh cukup melow-melownya setelah ini kita akan berpetualang. Baca Author Note ini sampai selesai ya biar jelas.

Summary:

Team Naruto: Naruto, Naru, 2nd Orochimaru, 1st Karin

Dimensi 1: Uzumaki Naruto (22th) - Naruto Shippuden

Dimensi 2: Uzumaki "Naru" Naruko (15th) - Unofficial name by fandom for Female Naruto

Dimensi 3: Namikaze Menma (22th) - Naruto Movie Shippuden 6: Road To Ninja [DEAD]

Dimensi 4: Uzumaki "Yami" Naruto/Dark Naruto (22th) - Naruto Shippuden episode 243-244

Dimensi 5: Uzumaki "Akage" Naruto (35th) - Naruto Movie Shippuden 1 [DEAD]

Dimensi 6: ?

Dimensi 7: ?

Unknown: Dark Menma

Penasaran sama penampilan Naruto, Naru, dan Karin yang sudah dewasa? Ada bonus fan art Team Naruto yang
saya upload di Twitter, Tumblr, Worpress, danDeviantArt. Masuk ke profil FFn saya dan klik salah satu link yang ada
di sana.

rifuki

12. Akage Part 2 - New Dream


< Prev Next >
13. Souban - Konoha Gakuen
< Prev Next >

Souban

"Konoha Gakuen"

Konoha 6, 5 tahun setelah perpindahan dimensi

CKIIIIIT!

Baru saja sampai di dimensi ke 6, kami sudah dikagetkan oleh suara decitan yang memekikan telinga serta sorotan lampu
yang menyilaukan mata. Sekilas aku bisa melihat kalau sebuah kendaraan roda 2 yang entah apa namanya hampir saja
menabrak kami. Kendaraan itu berhenti hanya sejengkal saja dari tempatku berdiri.

Sang pengendara membuka kaca helm-nya dan langsung berteriak. "Hei, apa kalian gila? Apa yang kalian lakukan di
tengah jalan?"

Aku memandang cepat ke sekelilingku. Setelah melakukan jurus perpindahan dimensi, aku, Naru, dan Karin mendarat di
sebuah jalan besar (Orochimaru masih di dalam tubuh Naru). Di sekitar kami ada beberapa kendaraan lain yang serupa
dengan yang dikendarai pemuda tadi. Ada pula yang bentuknya seperti kereta, bedanya ini berukuran kecil dan bisa
berjalan tanpa rel.

"Apa kau tuli?!" bentak pemuda itu.

Ia terlihat semakin kesal karena aku tak menghiraukannya. Namun ekspresi pemuda tadi berubah drastis saat melihat ke
belakangku. Yang membuatnya kaget bukan Naru, tapi Karin yang saat itu posisinya berada paling belakang.
"K-Karin-Neesan? Maaf, aku tidak tahu kalau itu kau. Bukankah kau tadi bilang akan pergi ke kampus? Kenapa sekarang
malah bermain cosplay di sini?" tanya bocah itu ketakutan.

Aku memandang Karin yang sedang mengerutkan keningnya karena tak mengerti. 'Nee-san? Cosplay?' tanyaku dalam hati.
Karin menatapku, berharap aku tahu sesuatu. Tapi sayangnya aku juga tak mengerti kenapa bocah itu memanggil Karin
'Nee-san'. Aku lebih tak mengerti lagi apa itu 'cosplay'.

Karin yang masih mengatur napasnya karena kelelahan setelah berpindah dimensi berusaha berjalan ke depan. "Dengar ya,
aku bukan kakakmu. Aku bahkan tak mengenalimu."

"Hah? Jangan bercanda. Oh aku tahu sekarang, tadi kau pura-pura pergi ke kampus supaya tidak disuruh menjaga
butik Kaa-san 'kan? Kau berlagak tak mengenaliku bukan berarti aku tak akan melaporkanmu kepada Kaa-san."

Karin semakin tak mengerti dengan perkataan pemuda itu.

"Hei, kenapa diam saja? Ini aku, Naruto."

Aku tertegun mendengar perkataannya. Dia bilang dirinya Naruto. Apa dia 'Naruto' yang kami cari?

"Aku tahu helm dan body motor yang baru kucat ulang ini membuat penampilanku berbeda. Tapi masa kau tidak mengenali
suaraku?" tanya pemuda itu sambil melepashelm-nya.

Nampaklah wajah berkulit tan lengkap dengan pipi yang memiliki 3 pasang tanda lahir. Sorot mata berwarna safirnya masih
menatap Karin tak mengerti. Rambut pirangnya agak berantakan karena efek memakai helm. Tidak salah lagi, dia orang
yang kami cari. Kami sangat beruntung langsung bertemu dengannya!

BEEP! BEEP! BEEP!

Terdengar suara dari kendaraan lain di belakang 'Naruto' muda di hadapanku.

"N-Naruto-kun, kita menghalangi jalan. Lagipula kita hampir terlambat masuk sekolah," gumam seorang gadis yang duduk
di belakang Naruto. Dari sela lubang helmnya aku bisa melihat kalau sepasang matanya berwarna lavender sementara
benang-benang rambut yang keluar dari helm-nya berwarna indigo.

"Oh, sial, mana pelajaran pertama adalah Orochimaru-sensei! Jika terlambat aku bisa disuruh memakan ular hidup-hidup.
Aku pergi, Nee-san! Ingat, aku akan melaporkanmu kepada Kaa-san 'tebayo!"

Pemuda itu kembali menjalankan kendaraannya dengan lebih kencang. Lalu ia masuk ke sebuah bangunan besar
bertuliskan Konoha Gakuen. Sebelum melihat bangunan itu lebih detail, kami ke pinggir agar tidak menghalangi jalan.

Konoha Gakuen terlihat seperti sebuah academy jika di desaku. Banyak remaja yang masuk ke sana membawa tas.

"Tadinya aku menyangka akan mendapat tantangan dalam mencari Naruto di dimensi ini. Tapi ternyata kita langsung
dihadapkan pada orang yang kita cari. Bagaimana menurut kalian?" tanyaku pada Karin dan Naru.

Naru segera angkat bicara. "Di samping fisiknya yang sama persis sepertimu, dia juga bicara dengan gaya bicara yang
khas. Gaya bicara yang seperti itu memangnya siapa lagi? Tentu saja dia Naruto."

Aku mengangguk setuju. "Kurasa koordinat tempat tinggal Naruto di dimensi ini tak beda jauh dengan Konoha kita. Dengan
kata lain inilah Konoha di dimensi ke 6, atau kita bisa menyebutnya dengan Konoha 6. Aku yakin nama bangunan itu juga
diambil dari nama tempat ini."

Kami lalu naik ke puncak gedung Konoha Gakuen agar lebih leluasa melihat ke daerah sekeliling kami. Setelah sebuah bel
berbunyi, keadaan sekolah mendadak sepi sehingga kami leluasa naik ke puncak melalui dinding belakang. Puncak
bangunan berlantai 4 itu cukup bersih dan dilengkapi beberapa kursi santai dan tanaman hijau. Kelihatannya tempat ini
memang sering dipakai orang-orang. Orochimaru yang sudah penasaran akhirnya keluar dari tubuh Naru dan ikut
mengamati keadaan sekitar.

"Tempat ini berbeda sekali dengan Konoha kita. Banyak bangunan tinggi," ujarku sambil menatap bangunan yang jauh
lebih tinggi dari tempat kami berdiri sekarang. Peradaban di dimensi ini pasti sudah sangat maju hingga bisa membangun
gedung dengan ratusan lantai.

"Tapi sayangnya, udara di sini panas dan kotor," sela Orochimaru.

Kelihatannya dia agak menyesal keluar dari tubuh Naru. Tapi rasa penyesalannya langsung hilang saat dia ingat akan
bertemu dengan Orochimaru lain di dimensi ini. Terlihat dari tingkahnya yang langsung mencari posisi Naruto dan
'Orochimaru lain' di sekolah ini.
"Itu mereka. Diriku di dimensi ini terlihat lebih normal dari dugaanku," kata Orochimaru saat melihat dirinya yang lain.

Ia menunjuk sebuah kelas yang tegak lurus dari tempatnya berdiri. Di dalam kelas tersebut banyak alat-alat percobaan
biologi, rupanya itu sebuah lab. Orochimaru-sensei nampak sedang menjelaskan sesuatu di depan lab. Ia memakai kemeja
resmi dilapisi jas lab.

Kuakui dimensi ini sangat menarik karena berbeda sekali dengan 3 dimensi lain yang pernah kukunjungi. Tapi aku sadar,
bukan saatnya untuk mempelajari hal lain di dimensi ini. Orang yang kami cari sudah dekat, kami tak tahu kapan Yami
akan datang jadi lebih baik kami bergerak cepat.

"Ayo segera selidiki dia," ajakku.

"Tunggu," cegah Karin. Ia yang dari tadi berada di sisi bangunan yang berlawanan dengan kami sedang mendeteksi
sesuatu. "Aku merasakan chakra lain yang mirip dengan pemuda tadi di tempat lain."

Diberitahu hal itu tentu saja aku kaget dan langsung bertukar pandangan dengan Naru yang berada tepat di sampingku.

"Ada lagi?" tanya adikku, dia sama tak percayanya denganku.

Kami mendekati Karin. "Dari sebelah mana?"

"Sangat jauh, 9500 km arah jam 11 kita."

Naru memandang arah yang dimaksud Karin. "Jarak seperti itu bisa saja beda pulau, bahkan beda negara," gumamnya.

"Dan beda benua," tambah Orochimaru.

Kuperhatikan Karin dan Naru masih kelelahan karena berpindah dimensi. Meski Naru terlihat tak selelah dulu seperti saat
pertama melakukannya. Tapi sebaiknya mereka berdua tetap di tempat ini untuk memulihkan tenaga mereka.

Aku mengacak pelan puncak kepala Naru. "Kau dan Karin cari tahu tentang pemuda tadi serta tempat ini. Sedangkan aku
dan Orochimaru akan menyelidiki chakra lain yang Karin maksud."

"Baiklah."

Aku mengigit jempol tanganku dan membiarkan Orochimaru membentuk segel Hiraishin dengan menggunakan darahku.

"Kita bertemu 5 jam lagi di tempat ini," ujarku sebelum pergi.

Seperti yang dikatakan Karin, ada chakra lain yang mirip dengan Naruto. Letaknya sangat jauh, melintasi lautan, dan
berbeda benua. Akibatnya, zona waktu di sini berbeda dan cuaca di sini pun berbeda pula. Di sini hampir tengah malam dan
sedang musim hujan, terlihat dari jalanan yang masih basah karena hujan. Sesekali angin yang bertiup terasa menusuk
tulang hingga memaksaku mengeratkan syal biru pemberian Hanabi yang setia melingkari leherku.

Perlu waktu hampir seperempat jam untuk menemukan sumber chakra tersebut. Maklum saja, aku dan Orochimaru tak
sehebat Karin dalam hal pendeteksian chakra. Ditambah lagi chakra orang yang kami cari lebih lemah, bahkan dibanding
Naruto yang sedang ada di sekolah. Karin memberitahu jaraknya tidak sampai detail, sehingga cakupan daerah yang
dideteksi memiliki radius beberapa km.

Setelah ditemukan, chakra itu berasal dari seorang gadis berambut pirang panjang. Tanpa banyak berpikir aku dan
Orochimaru langsung tahu kalau dia adalah versi perempuan dari Naruto di dimensi ini. Rasanya ini sedikit ganjil. Jika
pemuda yang hampir menabrak kami tadi adalah Naruto, kenapa ada versi perempuannya juga dalam 1 dimensi?

Karena penasaran, aku ingin masuk ke rumah gadis tadi. "Aku akan menyelidiki ke dalam rumah," kataku kepada
Orochimaru.

"Kalau begitu aku akan mengamati daerah di sekitar sini. Setelah selesai aku akan bergabung bersamamu." Setelah itu
Orochimaru terlihat membaur dengan para pejalan kaki di sana. Jalanan masih cukup ramai meski sudah hampir tengah
malam.

Gadis itu tinggal di sebuah bangunan megah yang dikelilingi pagar tinggi serta dijaga belasan penjaga. Tapi itu bukan
masalah bagiku. Penjaga di rumah itu tak terlalu kuat. Mereka sama sekali tak menyadari jika aku menyelinap masuk. Atau
bisa jadi mereka bukan ninja.

"Welcome home, Dad," ujar gadis itu. Menyambut seorang pria dewasa berambut pirang yang baru pulang.
"Hi sweetheart," jawab pria itu sambil mengecup kening gadis tadi.

Aku turun dari pohon yang dari tadi kujadikan tempat pengamatan. Aku mendekati ruangan berkaca besar tempat gadis
pirang itu berada. Ada sebuah pot tanaman hias besar yang kujadikan tempat bersembunyi. Ruangan di hadapanku adalah
sebuah ruang makan. Karena kali ini aku mendapatkan penglihatan yang lebih jelas, aku tahu yang tadi baru datang adalah
Minato. Ada seorang lagi pria ber-ponytail pirang yang secara fisik mirip dengan Deidara yang sedang duduk di ruangan itu.

Tiba-tiba sebuah gelas hampir tumpah dari nampan yang dibawa sang gadis jika saja pria itu tak menahannya.

"Ups! Hati-hati Naruko-chan."

"Hehe.. Sorry, Deidara Ji-san."

"It's okay."

"Sudahlah biarkan pembantu yang menyajikan makanan," gumam Minato.

"Tidak apa-apa. Aku hanya menghangatkan makanan sisa makan malam."

"Hmm, dasar keras kepala." Ucapan Minato itu hanya disambut cengiran sang gadis.

Minato makan sendiri tanpa mengajak 2 orang lainnya di ruangan itu karena ia yakin mereka sudah makan. Ia tahu ini
sudah tengah malam, jam makan malam sudah lama terlewat.

Dari percakapan mereka aku tahu gadis itu bernama Naruko, sama dengan adikku. Untuk memudahkan pemanggilan, mulai
saat ini aku akan memanggilnya Naruko. Sedangkan Naru tetap jadi panggilan untuk adikku. Pria ber-ponytail itu
pamannya, dan yang sedang makan adalah ayahnya.

Jika kuperhatikan, bukan dari wajah saja, kelihatannya Naruko memang seumur dengan Naru. Sifat Naruko baik, periang,
tapi ceroboh. Kulit dan rambutnya bersih terawat. Bukan berarti milik Naru tidak bersih dan tidak terawat. Sudah tentu
Naruko dan Naru adikku sama-sama cantik. Hanya saja Naruko di hadapanku lebih terlihat seperti model. Otot tangan dan
kakinya kecil, kukunya lentik, serta memakai dress selutut yang sudah jelas bukan baju yang didesain untuk bertarung.
Dengan fisik dan pakaian seperti itu, sepertinya Naruko memang bukan ninja.

Setelah itu hanya terjadi perbincangan keluarga antara Naruko, Minato, dan Deidara yang sebagian besar tak kumengerti.
Mereka seperti mengobrol dengan menggunakan campuran 2 bahasa.

Tak lama kemudian Orochimaru datang.

"Ada petunjuk?" tanyanya.

"Lumayan. Dia bernama Naruko. Dia versi perempuanku di dimensi ini, atau versi perempuan Naruto yang tadi pagi kita
temui, atau bisa juga dikatakan versi lain Naru di dimensi ini. Ya intinya 3 sebutan itu semuanya benar. Pria pirang itu
Minato dan yang di sampingnya Deidara. Tapi sayangnya ada beberapa obrolan mereka yang tak kumengerti."

"Itu mending. Dua jam aku berkeliling di luar, aku tak mengerti satu pun apa yang orang-orang katakan. Aku juga tak tahu
arti tulisan-tulisan di jalan," keluh Orochimaru.

"Sudahlah, kurasa kita tak perlu tahu bahasa apa yang mereka pakai. Yang membuatku penasaran sekarang adalah kenapa
ada 2 Naruto di dimensi ini?"

Orochimaru meletakkan jarinya di dagu, berpikir. "Ayo masuk," ajaknya.

"Hei!"

Orochimaru masuk ke rumah Naruko seolah itu rumahnya sendiri. Ia seperti tak takut ketahuan. Mau tak mau aku
mengikutinya. Naruko, Minato, dan Deidara masih terdengar berbincang di ruang makan meski sudah lebih dari tengah
malam. Kelihatannya Minato adalah orang yang sibuk bekerja sehingga tak punya banyak waktu untuk dihabiskan bersama
keluarganya.

Kami masuk lewat atap kemudian melewati taman indoor yang secara langsung jadi akses ke pusat bangunan. Para
penjaga lagi-lagi tak menyadari keberadaan kami. Orochimaru terlihat berpengalaman dalam hal ini. Dia mengamati
berbagai benda di rumah yang menurutnya bisa jadi petunjuk. Wajar saja, pengalamannya jadi mata-mata sudah banyak.
Ia melihat foto-foto dan beberapa benda yang dipajang di lorong.

"Apa keluarga inti yang tinggal di sini hanya bertiga?" tanya Orochimaru.
"Ya. Sisanya hanya pembantu dan penjaga," jawabku.

Aku terus berjalan menelusuri lorong menuju ruang tengah. Tiba-tiba foto di ujung lorong menarik perhatianku.

"Orochimaru, lihat foto keluarga itu."

Orochimaru tersenyum. "Itu bisa jadi petunjuk kita."

"Baiklah, kita kembali dulu. Kita gabungkan dengan informasi dari Karin dan Naru. Kau punya jurus untuk menggandakan
benda? Sebaiknya kita menggandakan foto itu."

"Tentu."

Aku dan Orochimaru kembali ke tempat yang disepakati sebelumnya, yaitu puncak gedung Konoha Gakuen. Kulihat Naru
dan Karin sudah ada di sana.

"Bagaimana, Karin?" tanyaku. Ia kutanya pertama karena Naru masih serius memperhatikan Naruto.

"Aku sudah mencari informasi di perpustakaan desa ini. Mungkin kurang tepat dikatakan desa jadi akan kusebut kota. Kota
ini bernama Konoha, salah satu bagian dari prefektur Tokyo. Tokyo adalah ibukota negara ini dan merupakan kota terpadat
di negara ini. Negara ini sendiri bernama Jepang. Perhatikan ini."

Karin mengeluarkan sebuah gulungan peta dan menggelarnya di lantai gedung. Ia menunjuk satu titik di tengah peta.

"Daratan dan lautan di dimensi ini dan dimensi kita berbeda total. Tapi koordinat Konoha sama. Posisi kita di sini.
Sedangkan tadi kalian pergi ke negara Inggris, 9500 km dari tempat ini. Menurut buku yang kubaca, ninja dan samurai
memang pernah berkembang di Jepang ratusan tahun yang lalu. Tapi kini populasinya sedikit karena sempat dilarang oleh
pemerintah. Klan-klan ninja yang tersisa memilih untuk menghilang tanpa jejak. Mereka berhenti jadi ninja dan berbaur
dengan masyarakat untuk menjalani kehidupan normal. Akhirnya keberadaan ninja tergantikan oleh pasukan keamanan
bernama polisi dan tentara. Itulah alasan aku tak merasakan keberadaan Kyuubi, maupun biju lain di sini. Hanya spirit
Kyuubi saja yang ada di tubuh Naruto. Mungkin keberadaan Kyuubi dan biju lainnya di dimensi ini sudah lama dilenyapkan."

Tidak ada Kyuubi? Apa arti semua ini? Kyuubi adalah sumber kekuatan dari Naruto-Naruto di dimensi lain. Jika Naruto di
dimensi ini tak memiliki Kyuubi, apa dia cukup kuat? Apa dia juga dibutuhkan oleh Yami?

Kukesampingkan dulu pertanyaan-pertanyaan itu lalu beralih kepada Naru.

"Bagaimana denganmu, Naru?"

Naru bicara tapi ia tak beranjak dari tempatnya. "Seharian ini aku mengawasi Naruto di sini. Naruto di dimensi ini
merupakan berandalan di sekolah. Dia nakal, bodoh, dan sering dihukum. Hari ini saja dia sudah dihukum 2 kali. Pertama
karena bolos pelajaran Iruka-sensei, lalu kedua karena berkelahi dengan anak sekolah lain. Dia berbeda sekali
denganmu Nii-san."

Dalam hati aku bersyukur karena Naru tidak tahu kalau saat kecil aku juga urakan seperti itu, bahkan lebih parah. Meski
kenakalan kami ditunjukkan dengan cara yang berbeda dan di dimensi berbeda pula.

"Banyak pelajaran yang diajarkan di sekolah ini. Tapi sekolah ini tidak mengajarkan ilmu ninja, melainkan belajar tentang
dunia ini dan bagaimana hidup di dalamnya. Intinya, mereka bukan diajari untuk bertarung. Sekarang lebih baik kita
bersembunyi di menara air itu, sebentar lagi jam istirahat tiba. Tempat ini akan penuh dengan anak sekolah."

Naru berjalan paling duluan ke sebuah menara air di puncak bangunan yang kami tempati. Aku, Karin, dan Orochimaru
mengikutinya dari belakang.

"Bagaimana dengan informasi yang kau dapatkan, Nii-san?" tanya Naru sambil menunggu kedatangan anak-anak sekolah.

Aku menghela napas pelan. "Kami tak seberuntung kalian. Tempat yang kami selidiki memakai bahasa yang tak kami
mengerti sehingga informasi yang kami dapatkan tak sebanyak kalian. Tapi berdasarkan penyelidikan kami, di sana ada
gadis yang sama persis denganmu. Namanya juga sama denganmu yaitu, Naruko. Aku akan memanggilnya Naruko agar
tak membingungkan. Hanya saja seperti pengamatan kalian, dia juga bukan ninja, bukan petarung, chakra-nya lemah,
sehingga kami yakin bukan dia yang Yami incar. Dia tinggal bersama Minato dan Deidara."

"Oh aku lupa bilang, Inggris memang memakai bahasa yang berbeda. Kalaupun ada yang kau mengerti, berarti mereka
menggunakan bahasa Jepang," tambah Karin.
"Informasi lain yang kami dapatkan adalah ini." Orochimaru mengeluarkan copy foto yang tadi kami ambil di Inggris. Di foto
itu ada Minato dan Kushina yang sedang memangku 2 bayi kembar berambut pirang. Di antara mereka, berdiri anak
perempuan berambut merah yang berusia sekitar 3 tahun. "Kami menduga gadis kecil berambut merah ini adalah kau,
Karin. Maksudku, Karin di dimensi ini. Karin di dimensi ini adalah anak tertua dari Minato dan Kushina," jelas Orochimaru.

Karin melihat sosok anak kecil berambut merah di foto yang dimaksud Orochimaru. Wajah anak itu memang sangat mirip
dengannya saat masih kecil.

"Pantas saja tadi pagi dia seenaknya memanggilku kakak," keluh Karin. "Itu berarti anak kembar di foto ini adalah Naruto
dan Naruko. Tak heran chakra mereka mirip, meski milik Naruko lebih lemah. Kupikir yang diincar Yami adalah Naruto,
karena dia yang lebih kuat dan punya tanda lahir di pipi."

Aku mengangguk.

"Jika mereka keluarga, kenapa tinggal terpisah? Kenapa Naruko dan ayahnya tidak tinggal di sini? Atau sebaliknya, kenapa
Naruto, Karin dan ibu mereka tidak tinggal di Inggris?" tanya Naru.

"Entahlah. Itulah yang akan kita cari tahu sekarang."

Tak lama kemudian atap sekolah ramai dikunjungi murid yang beristirahat. Kelihatannya atap ini jadi tempat favorit untuk
beristirahat. Tempat ini juga jadi favorit tokoh utama yang sedang kami selidiki, Naruto.

Naruto datang menggandeng erat sosok berambut indigo. Dia Hinata. Dia gadis yang pagi tadi diboncengi Naruto.

Setelah kedatangan Naruto, keadaan mendadak heboh. Ia langsung jadi pusat perhatian.

"Woy Naruto, gara-gara kau Kakashi-sensei jadi tahu kalau aku membawa Akamaru ke sekolah!" teriak Kiba sambil
mencekik leher Naruto.

"Ghhh! Itu balasan karena tadi pagi kau dan Neji tak membantuku menghabisi anak-anak Kiri Gakuen!"

"Hanya karena hal itu?"

"Saat itu jam pelajaran sedang berlangsung! Aku tak mungkin membantumu, Naruto!"

"Neji benar!"

"K-Kiba-kun, Neji-Niisan, lepaskan Naruto-kun. Dia bisa kehabisan napas."

"Ohohoo, kalian begitu bersemangat mengisi masa muda kalian!"

"Merepotkan."

"..."

"Bisakah kalian diam? Ini jam istirahat jadi sebaiknya kita makan siang!" oceh Sakura. "Hei, Chouji! Jangan mengambil
makan siangku, itu untuk Sasuke-kun! Bukankah tadi kau sudah makan banyak snack kentang?"

"Tapi aku masih lapar."

"Minta saja punya Ino!"

"Enak saja kau forehead, ini untuk Sai."

"Terima kasih, cantik."

"Sama-sama."

"Haha, kau tahu sendiri dia memanggilmu cantik hanya berpura-pura, 'tebayo!"

"Hahaha, kau benar Naruto!"

"Diam kaliaaan!"
Aku tersenyum sendiri melihat suasana ceria di hadapanku. Di balik kenakalan yang diceritakan Naru, ternyata Naruto di
dimensi ini memiliki banyak teman di sekelilingnya. Aku bersyukur di dimensi ini dia tak menderita. Dia punya keluarga,
punya banyak teman, bahkan punya pacar. Aku ikut bahagia untuk Naruto di dimensi ini.

Setelah istirahat selesai, Naruto dan teman-temannya kembali masuk ke kelas.

BUKH! BRAK!

Tiga jam kemudian aku dikagetkan oleh keributan di dekat gerbang sekolah.

"Naruto sedang berkelahi! Lawannya adalah anak sekolah lain yang tadi pagi berkelahi dengannya. Kelihatannya anak
sekolah lain itu membawa teman-temannya untuk membalas dendam," seru Naru.

Agar lebih jelas melihat keadaan, aku dan timku bersembunyi di balik semak di dekat gerbang sekolah. Aku melihat sekitar
50 anak sekolah berseragam berbeda yang datang menyerang Konoha Gakuen.

Naruto dibantu Sasuke, Neji, Lee, dan Kiba sedang melawan mereka. Tapi bantuan teman-teman Naruto hanya bisa
melumpuhkan 20 orang saja karena mereka kelelahan, 30 orang sisanya masih kuat berdiri. Terpaksa Naruto harus
menghadapi mereka sendirian.

"Kami datang bersama para ahli bela diri sekolah kami, kendo, karate, taekwondo, dan kempo. Lihat, teman-temanmu
kalah. Kali ini kau juga akan kalah!" teriak ketua penyerang Naruto sambil memerintahkan anak buahnya untuk
menyerang.

"Kendo, karate, taekwondo, dan kempo adalah cabang bela diri yang juga di ajarkan di Konoha Gakuen sebagai kegiatan
extra," jelas Naru.

"Apa Naruto ikut salah satunya?"

"Itu dia masalahnya. Dia tidak ikut satu pun. Seperti kataku tadi, Naruto dimensi ini sangat nakal, cuek. Dia lebih senang
bermain-main sepulang sekolah. Makanya aku tak yakin dia bisa menang." Setelah mengatakan itu Naru bersiap ingin
membantu Naruto, tapi aku mencegahnya.

"Biarkan dia. Aku ingin tahu kemampuannya."

Aku tak melihat sedikitpun ketakutan di wajah Naruto meski ia kalah jumlah. Ia lalu berteriak. "Bodoh! Gaya bertarung
jalanan milikku lebih hebat. Kalian dengar baik-baik, aku akan menang karena suatu hari nanti aku akan jadi Souban!"

"Souban adalah sebutan untuk ketua Yakuza, geng terkuat di Jepang," ujar Karin. Ia tahu saja kalau aku tak mengerti.

Tanpa disangka Naruto menang melawan 30 orang lawannya. Naru sampai tak percaya dibuatnya.

"Tidak buruk untuk seseorang ber-chakra kecil dan hanya mengandalkan taijutsu. Aku akan menyebutnya Souban mulai
sekarang."

Pengamatan dilanjutkan ke rumah Souban untuk mencari tahu kebenaran keluarganya. Naruto menuntun kami ke salah
satu rumah sederhana di pusat Konoha. Di sana kami menemukan Kushina dan Karin. Berarti foto yang kami temukan
memang benar foto mereka. Karin sedang menyiapkan meja makan sedangkan Kushina sedang memasak.

"Rasanya aneh sekali melihat orang yang mirip denganmu," gumam Karin timku.

"Aku 2 kali," kata Orochimaru.

"Diamlah. Kalau masalah itu aku paling banyak. Aku sudah melihat orang yang mirip denganku sebanyak 4 kali," tambahku
tak mau kalah.

Karin dan Orochimaru langsung terdiam, mengaku kalah. Sementara Naru hanya tersenyum geli melihat tingkah kami.

Meski Karin kakak Souban lebih muda dari Karin timku, tapi keduanya memang sangat mirip. Bahkan sampai warna dan
model kacamata yang dipakaipun mirip. Itu berarti kedua Karin itu memiliki selera yang sama.

Hari itu Souban pulang saat makan malam sudah siap. Namun ia hanya mengucap salam singkat kemudian membawa
makan malamnya ke kamar tanpa bertatapan langsung dengan Kushina. Nampaknya ia takut ketahuan berkelahi. Berkali-
kali Kushina meneriaki Souban untuk makan malam bersama tapi Naruto tak menghiraukannya. Karin tahu ada yang tak
beres dengan adiknya sehingga ia bergegas ke kamar Souban saat selesai makan malam.

"Berkelahi lagi?! Kau tahu 'kan kalau Kaa-san cerewet," oceh Karin muda kepada adiknya.

Souban menjawab dengan cuek, "Tenang saja, lukaku cepat sembuh. Hinata sudah mengobatiku di rumahnya. Yang
penting jangan bilang Kaa-san, atau aku akan melaporkanmu kalau kau ikut cosplay tadi pagi dan bolos kuliah."

"Cosplay? Apa maksudmu? Sudah kubilang aku kuliah."

"Bohong, aku melihatmu memakai kostum di jalanan dekat sekolahku."

"Jangan sembarangan, tadi pagi aku kuliah! Tanya saja kepada Suigetsu kalau kau tak percaya!"

Keduanya terlibat perdebatan sengit hingga akhirnya Karin muda mengalah. Ia memilih untuk kembali ke lantai bawah
menemani ibunya.

Aku merasa ini saat yang tepat untuk mendatangi Naruto. Aku dan timku mengetuk jendela kamar Souban hingga sang
penghuni kamar menoleh ke arah kami.

"Halo Souban."

"Ka-kalian teman-teman cosplay Nee-san?"

Souban kaget melihat kami dan langsung mendekat. Dia masih yakin kalau kami teman kakaknya jadi akan kumanfaatkan
kesalahpahamannya itu.

"Boleh kami masuk?" tanyaku.

"Tentu. Ngomong-ngomong kenapa memanggilku Souban? Itu memang cita-citaku tapi rasanya panggilan itu terlalu cepat
saat ini."

"Supaya tidak bingung, karena namaku juga Naruto."

"Oh, kupikir hanya aku yang punya nama Naruto di kota ini, hehe."

Kuperintahkan Karin untuk diam sejenak di luar sebelum Souban membukakan jendela kamarnya. Barulah saat jendela
terbuka dan kami masuk, Karin jadi orang terakhir yang masuk dan langsung menutup dan mengunci jendela dari dalam.
Sontak saja Souban langsung kaget melihat Karin.

"Nee-san? Bukankah tadi kau ke bawah?" tanyanya bingung.

"Sudah kubilang aku bukan kakakmu," jawab Karin untuk kesekian kalinya.

Souban mulai sadar kalau ada yang tidak beres. Ia mendekati pintu keluar tapi Naru sudah menjaganya. Orochimaru
bergerak cepat dengan mengikat kedua tangan Souban dengan ular, sedangkan mulutnya ia tutup dengan handuk. Souban
kemudian didudukkan di tempat tidurnya.

"Ini akan jadi cerita panjang," ujarku setenang mungkin. Aku tak mau sosok di hadapanku ketakutan. "Tidak ada gunanya
kau memberontak jadi lebih baik kau diam dan dengarkan baik-baik."

Akhirnya aku menceritakan semuanya kepada Souban tentang siapa kami dan apa tujuan kami mendatanginya. Pada
beberapa penjelasan, aku meminta respon anggukan dan gelengan kepala Souban.

Misalnya, dia menggeleng saat ditanya ia percaya atau tidak kalau kami ninja.

Aku menyuruh Naru untuk mendemonstrasikan beberapa ninjutsu sederhana seperti kushiyose hingga Souban percaya.

Aku menjelaskan seberapa genting keadaan saat ini dan betapa besar bahaya yang mengancam dirinya. Oleh karena itu
aku meminta kerja sama Souban. Beruntung dia adalah tipe orang yang bisa diajak kompromi. Dia mengangguk saat
kuminta jangan berteriak setelah ikatan dilepas.

"Kupikir masalah di dunia ini sudah cukup berat. Di dunia ini terjadi perang dingin. Setiap negara berlomba-lomba
membangun kekuatan militer di bidang peralatan perang, nuklir, tank, kapal, pesawat tanpa awak, hingga robot. Mulai dari
Jepang, China, Amerika, Rusia, Korea, Inggris, dan lain-lain. Keadaan memang terlihat damai tapi kami selalu diliputi
ketakutan akan terjadinya perang. Aku tak menyangka ada masalah yang lebih besar di luar sana," gumam Naruto saat
Orochimaru melepas ikatan dan bekapannya. Raut ketegangan jelas sekali terlihat di wajahnya.
"Ya, alam semesta ini tak sesempit yang kau duga. Sekarang kami akan bertanya hal terpentingnya. Kau mau ikut dengan
kami baik-baik atau dengan cara paksa?" tanyaku.

Kening Souban berkerut. "Apa-apaan pertanyaanmu itu? Kau tak memberiku pilihan!"

"Karena kau memang tak punya pilihan."

SREK!

Tiba-tiba pintu bergeser dan Kushina serta Karin muda masuk. Mereka langsung menghalangi kami dari Souban.

"Aku tak mengizinkan kalian membawa Naruto!" tegas Kushina. Didukung oleh anggukan Karin muda.

Sejak kapan Kushina dan Karin muda ada di sana? Aku menoleh cepat kepada Karin timku. "Kau tak memberitahuku jika
ada yang menguping? Seharusnya kau bisa mendeteksi kehadiran mereka berdua di balik pintu," protesku pada Karin.

Karin timku mengangkat bahu. "Tadi kau sedang menjelaskan, jadi kubiarkan saja mereka menguping supaya kau tidak
menjelaskan 2 kali. Kupikir mereka berhak tahu."

Jika dipikir lagi perkataan Karin ada benarnya.

"Aku tak tahu kalian orang aneh dari mana," Kushina menatapku dan Orochimaru saat bilang 'aneh'. "Tapi kalau kau
membawa Naruto aku akan melaporkan kalian ke polisi," lanjut Kushina.

Aku mencoba menjelaskan sebisaku. "Kalian salah paham. Aku justru ingin membawa Souban karena aku ingin
melindunginya. Semua yang kuceritakan tadi bukan omong kosong. Yami sangat kuat, lihat luka di tubuhku. Ini
perbuatannya. Sekarang ia sedang mengincar anakmu. Jika ia tetap di sini justru lebih berbahaya. Lebih baik dia bersama
kami."

Kushina terlihat menimbang-nimbang. Ia memperhatikan luka di wajah bagian kiriku. Tentu saja ini jadi bukti yang kuat.
Aku tak mungkin capek-capek melukai diriku sendiri hanya untuk membawa Souban.

"Beri waktu aku sehari untuk berpikir. Kalian boleh tinggal di sini untuk sementara," ujar Kushina akhirnya. Ia masih syok
dengan apa yang terjadi. Ia lalu mohon diri untuk pergi ke kamarnya.

"Aku akan menenangkan Kaa-san," ujar Souban.

Di kamar Souban kini hanya ada Karin muda dan timku.

Rasa penasaranku sudah sampai pada puncaknya sehingga aku menyuruh Orochimaru untuk memperlihatkan foto yang
kami dapat di Inggris.

"Dari mana kalian dapatkan ini?" tanya Karin muda. Wajahnya mendadak kaget melihat foto itu.

"Inggris," jawabku singkat.

"Ya, tentu saja, karena di rumah ini tak ada satupun foto pria itu."

"Kau tak keberatan untuk menjelaskan?"

Karin muda mengangguk lemah kemudian mulai bercerita.

"Foto itu diambil sebelum Tou-san dan Kaa-san bercerai. Mereka bercerai saat aku berumur 4 tahun dan Naruto-Naruko 2
tahun. Kaa-san menuntut cerai karena Tou-santerlalu mementingkan pekerjaannya di Inggris. Tou-san mendapat hak asuh
Naruko, adik perempuanku, sekaligus kakak kembar Naruto. Ia membawanya tinggal di Inggris, sementara kami tetap di
Jepang. Sejak saat itu Kaa-san merawat aku dan Naruto sendirian. Kaa-san sangat sakit hati dan selalu melarang kami
untuk membahas Tou-san. Naruto masih terlalu kecil untuk mengingat wajah Tou-san, bahkan dia tak tahu kalau dia punya
kembaran. Karena itulah, aku mohon simpan kembali foto itu. Jangan bahas Tou-san dan Naruko di hadapan Kaa-san,
apalagi Naruto. Seandainya ada hal yang berkaitan dengan Naruto, jangan pedulikan Tou-san, sekarang Kaa-
san memegang tanggung jawab penuh atas aku dan adikku, Naruto."

Mendengar cerita Karin yang panjang lebar membuatku merasa bersalah. Orochimaru merasakan hal yang sama dan
menyimpan kembali foto itu.

"Maaf, aku tak tahu," gumamku.


"Tidak apa-apa," balas Karin muda sambil berusaha tersenyum. "Kalian laki-laki bisa tidur di kamar ini, sedangkan yang
perempuan bisa tidur di kamarku."

Sebelum pergi aku bisa melihat tetes air mata yang keluar dari mata rubinya. Karin timku juga melihatnya sehingga ia
berinisiatif untuk menenangkan 'kembarannya' itu.

"Aku ke kamar duluan, kau ikut Naru?" ajak Karin timku.

"Tentu."

Tak lama setelah para kaum perempuan itu keluar, Souban kembali ke kamarnya.

"Kalian belum ngantuk?"

Aku menggeleng.

"Bagaimana ibumu?"

"Sudah tenang. Tapi ia bersikeras tak mau melepasku. Aku juga tak akan pergi kalau ia tak mengizinkan. Aku satu-satunya
laki-laki di keluarga ini, mereka tanggung jawabku."

Satu lagi sifat yang dimiliki Souban di balik kenakalannya, yaitu rasa tanggung jawab. Ia sadar dirinya satu-satunya laki-
laki di keluarga ini sehingga berpikir dua kali untuk meninggalkan ibu dan kakaknya.

"Aku tidur duluan," ujar Souban.

Kelelahan karena perkelahiannya tadi siang membuat Souban cepat terlelap.

"Lihat betapa cepat penyembuhan lukanya. Kyuubi memang tidak ada, tapi kemampuan penyembuhan bocah itu
menakjubkan," gumam Orochimaru pelan agar tak membangunkan Souban. Ia sedang duduk di dinding kamar, sedangkan
aku berbaring di futon yang digelar di dekat tempat tidur Souban.

"Ya, kecepatannya hampir menyamaiku."

"Naruto, sebenarnya ada yang mengganggu pikiranku sejak siang."

"Apa?"

"Taijutsu Souban memang kuat, masa penyembuhannya juga cepat, tapi jika berdasarkan ceritamu tentang kekuatan Yami
dan Dark Menma, rasanya Souban tak akan mampu menandingi mereka. Dia hanya mengalahkan 30 orang, sedangkan
Yami mengalahkan 2000 orang jounin dalam satu serangan. Aku bahkan ragu Souban bisa membantu kita."

Aku tertegun. Orochimaru benar. Bukannya menghina, tapi kemampuan Souban tidak bisa kuandalkan untuk melawan
Yami. Namun aku langsung ingat pesan Shion.

"Kita berkunjung ke sini bukan semata-mata mencari bantuan untuk mengalahkan Yami. Tapi kita harus pastikan Yami tak
mendapatkan kekuatan 7 Naruto untuk menghindari hal yang tak diinginkan. Jika Souban tak bisa diandalkan, justru kitalah
yang harus melindunginya agar tak dibunuh Yami," jelasku pada Orochimaru.

"Baiklah aku setuju. Tapi dengan keadaanmu sekarang akan sangat sulit melindunginya. Kau tak mungkin terus-menerus
membebankan semuanya pada Naru."

Kata-kata Orochimaru membuatku berpikir. Belakanngan ini aku memang merasa tak berguna. Untuk berpindah dimensi
saja aku masih mengandalkan Naru. Aku bahkan tak bisa membuat segel sederhana dan malah menyuruh Orochimaru.

"Dengar, aku punya sesuatu yang bisa membuatmu kuat," tawar Orochimaru. Ia kemudian mengeluarkan sebuah tabung
transparan dari mulutnya. Yuck, ia tak henti-hentinya membuatku jijik.

"Bola mata Rinnegan," bisiknya.

Aku terbelalak tak percaya melihat salah satu bola mata bergaris yang berwarna ungu muda yang ada di tangan
Orochimaru. "Jangan bilang kau mencurinya dari Konoha 1?!" tanyaku, nada bicaraku meninggi.
Orochimaru memasang muka meremehkan. "Jangan menuduhku dulu. Ini pemberian Orochimaru dan Tsunade di Konoha 1.
Mereka sudah diberikan izin langsung oleh Sasuke untuk memberikan ini padamu. Temanmu itu terlihat cuek tapi dia
sangat peduli padamu."

Bola mata Rinnegan adalah benda yang disimpan baik-baik oleh Konoha setelah Madara berhasil dikalahkan dalam Perang
Dunia Ninja Ke-4. Sepasang mata itu disimpan di lab, dijaga oleh Orochimaru dan diawasi secara langsung oleh Hokage dan
Divisi Pertahanan.

Aku sadar aku memang butuh kekuatan. Jika aku menolak bola mata Rinnegan ini, justru aku akan menyia-nyiakan
bantuan teman-teman dari desaku sendiri, terutama Sasuke.

"Baiklah, aku terima tawaranmu."

"Bagus! Aku akan gabungkan dengan gen Zetsu/Senju dari tubuhku agar kau bisa memiliki tangan kiri lagi. Ini tak akan
memakan waktu lama," kata Orochimaru.

Ia bergegas menyiapkan peralatan medisnya. Ia nampak bersemangat sekali melakukan hal ini.

Sebuah suntikan telah siap di tangannya, sebelum menyuntikkannya di bahu kiriku, Orochimaru berpesan. "Gigit syalmu
Naruto. Kau akan merasakan sakit saat antibodi di tubuhmu berusaha menolak gen Senju yang kusuntikkan. Itu wajar
karena secara alami tubuh manusia selalu berusaha mencegah masuknya zat asing yang masuk ke tubuh."

Aku mengangguk dan mengikuti apa perintahnya. Kehadiran syal ini membuatku merasa lebih kuat. Aku merasa Hanabi
sedang berada di sampingku.

Gen Hashirama disuntikkan dan benar saja bahu kiriku langsung terasa sakit.

"Gghhhh!" Aku berusaha menahan rasa sakit yang terasa sambil menahan teriakkanku. Daerah di pundakku serasa
disengat oleh ratusan lebah. Rasa sakit itu menjalar hingga ke bagian kiri wajahku.

Rasa sakit itu berlangsung selama kurang lebih 5 menit.

"Tenangkan dirimu. Gen Senju sudah menyatu dengan genmu. Kini sel-sel dalam tubuhmu mulai merekonstruksi bagian
tubuhmu yang hilang." Orochimaru lalu mengambil bola mata Rinnegan dan menempatkannya dengan hati-hati di lubang
mata kiriku.

Aku merasakan jaringan-jaringan kulit di wajahku mulai tersusun. Begitu juga jaringan-jaringan syaraf di bagian belakang
mata Rinnegan. Perlahan kubuka mata kiriku. Sudut pandang mataku telah kembali seperti semula. Mata Rinnegan sudah
berfungsi dengan baik. Tangan kiriku pun sudah kembali.

"Selamat, kau punya mata dan tangan baru. Lebih baik kau tidur agar aliran darah ke mata dan tanganmu stabil," kata
Orochimaru.

Ia membereskan peralatan medisnya, keluar menuju kamar mandi untuk mencuci tangan serta peralatan medisnya, lalu
kembali ke kamar, dan bersiap untuk tidur. Ia memilih untuk tidur sambil duduk di dinding, persis di tempat yang ia duduki
sebelumnya.

Aku merasakan tubuhku lebih kuat dari sebelumnya, tapi ada baiknya aku menuruti Orochimaru untuk tidur. Dia lebih tahu
mengenai medis dibandingku.

Saat terbangun di pagi hari, aku mencoba mempraktekkan beberapa segel sederhana untuk menguji tangan baruku.
Semuanya lancar. Tanganku bisa kugunakan dengan normal.

"Whooa! Kau punya tangan dan mata lagi," seru Naru ceria saat ia masuk ke kamar. Sang tuan rumah masih belum juga
bangun meskipun semalam ia tidur pertama.

"Hn. Semalam Orochimaru memberiku mata ini."

"Bagaimana perasaanmu sekarang, Nii-san?"

Aku tersenyum dan mengusap pipi Naru dengan kedua tanganku. "Lebih baik. Sekarang aku bisa lebih jelas melihat wajah
cantikmu."

"Hehe."
SREK!

"Jangan bergerak!"

Senyuman Naru lenyap saat segerombolan orang masuk ke kamar Souban dan menangkap kami. Aku, Naru, dan
Orochimaru tak sempat menghindar karena gerombolan orang-orang itu menembakkan sebuah alat yang membuat kami
terkena aliran listrik dan tak bisa bergerak. Kami tumbang ke lantai dan mereka memborgol tangan kami.

"Ikut kami!"

Kami digelandang ke luar rumah dan dimasukkan ke sebuah kendaraan beroda 4. Kulihat Karin sudah berada di dalamnya.
Sebelum masuk kendaraan itu aku memandang tajam Souban yang sudah terbangun dan panik. "Souban! Apa maksud
semua ini?!"

"Aku tak melaporkan kalian! Kau tahu sendiri aku baru bangun tidur!"

"Aku yang melaporkan mereka," ujar Kushina datar. "Bawa mereka, Pak Polisi. Mereka orang aneh yang ingin menculik
anakku."

Aku melotot tak percaya dengan sikap Kushina yang masih tak percaya padaku. Aku ingin melawan tapi alat bertegangan
listrik itu berada di pinggangku, bersiap menyentrumku kapan saja.

BOOM!

Satu dari dua kendaraan yang terparkir di depan rumah Souban terbakar. Empat polisi yang berada di dalamnya terbakar
hidup-hidup.

"Naruto! Itu Yami!" teriak Karin.

Aku tak menyadari kedatangan Yami karena terlalu panik. Jika Yami ada di sini, itu artinya Souban dalam bahaya!

Naru dan Orochimaru menyikut 2 polisi yang mengawal mereka kemudian memukul 2 polisi lainnya di dekatku. Karin
mengeluarkan sebuah kawat dan melepas borgol dirinya dan borgol yang mengikat tanganku. Setelah itu kami berdua
bergegas melindungi Souban.

Dua buah kunai berkecepatan tinggi melesat ke arah kepala Souban. Aku dan Karin menangkisnya dengan cepat
hingga kunai-kunai itu terpantul ke jendela rumah, memecahkan kaca jendela.

Naru dan Orochimaru sudah menemukan posisi Yami. Orochimaru merubah tangannya menjadi puluhan ular yang
memanjang dan berusaha menangkap Yami yang bersembunyi di balik kendaraan yang terbakar. Naru melakukan hal yang
sama. Sage Naga tak memerlukan waktu lama untuk mengumpulkan energi alam karena semua permukaan kulitnya bisa
menyerap energi secara otomatis. Ia tak perlu bertapa hanya untuk masuk ke Mode Sage.

Yami mengelak lalu menarik ular-ular itu ke arahnya, membuat Orochimaru dan Naru terjengkal ke depan lalu ikut terbawa.
Saat itulah Yami menendang Orochimaru dan Naru hingga terlempar ke pagar rumah yang terbuat dari tembok berlapis
baja.

Yami mendekat ke arahku.

"Kau yang berambut pirang, jangan bergerak atau kutembak!" teriak salah satu polisi. Tiga polisi yeng tersisa
menodongkan senjata ke arah Yami. Aku tak tahu itu senjata apa tapi aku mencium bau mesiu yang kuat dari benda itu.

Teriakan itu cukup mengganggu Yami sehingga dalam satu gerakan cepat, Yami mencabut tiang lampu penerang jalan. Lalu
dengan sadis ia menusuk perut ketiga polisi itu sekaligus.

Kushina menutup mulut dan langsung berpaling. Ia tak tega melihat pemandangan di hadapannya. Rentetan kejadian
terjadi begitu cepat sehingga ia tak tahu apa yang sebenarnya terjadi.

"Seandainya kalian mau bekerja sama, ini tak akan terjadi. Kita kedatangan tamu tak diundang. Pria pirang bermata merah
itu adalah Yami. Sudah kubilang dia mengincar anakmu," gumamku pelan kepada Kushina yang sedang berada di
belakangku.

Kushina tak menanggapiku apa-apa karena menyesal.

"Naruto! Akhirnya kita bertemu lagi. Kulihat Naruto di dimensi ini ada di pihakmu. Berarti skor kita imbang 3-3," kata suara
serak yang sangat kukenal, Yami.
"Hei Yami, lagi-lagi keberadaanku tak kau anggap," seru seseorang. Aku mencari sumber suara tersebut. Ternyata itu
berasal dari sebuah dahan pohon. Dark Menma sedang bersandar santai di sana. Jadi kali ini Yami ditemani Dark Menma.
Suasana sudah semakin memburuk!

Yami tak menghiraukan kata-kata Dark Menma.

"Naruto, karena skor kita sama, bagaimana jika kita berlomba untuk mendapatkan kekuatan Naruto yang terakhir di
dimensi ke-7?" tawar Yami.

Karin yang berada tepat di sampingku memberi isyarat kalau ia akan jadi transporter. Ia sudah mengapit erat tangan
Souban. Di sisi lain, Orochimaru sudah masuk ke tubuh Naru. Sedangkan Naru sendiri sudah melepas energi alam di
tubuhnya sesaat setelah benturan terjadi. Kini ia mendekati Karin untuk bersiap berpindah dimensi.

Aku melirik ke arah Yami. Pihaknya juga mulai bersiap-siap. Dark Menma sudah turun dari pohon. Kelihatannya dialah yang
akan jadi transporter.

Perebutan kekuatan Naruto yang ke-7 alias yang terakhir sudah tak bisa dihindarkan.

"SEKARANG!" teriakku.

Karin segera membentuk segel untuk berpindah ke dimensi ke-7, Dark Menma melakukan hal yang sama dengan waktu
hampir bersamaan. Aku berniat untuk memegang tubuh Karin agar ikut berpindah dengannya. Tapi aku membatalkan
niatku saat Yami membuat 1 Dark Rasengan.

"Ini hadiah untuk dunia ini. Selamat tinggal Naruto! Hahaha." Yami melempar Dark Rasengan sebesar tangan ke arah kami.

Jika aku pergi begitu saja, Kushina dan Karin muda bisa tewas.

Sial!

"Karin! Naru! Souban! Kalian duluan ke dimensi ke-7!" teriakku.

Karin mengangguk dan akhirnya menteleportasi Naru dan Souban ke dimensi ke-7 tanpaku. Aku masih harus di sini untuk
mengurus bola energi berwarna hitam pekat yang bisa dengan mudah membunuh seluruh warga kota.

Aku menghadang Dark Rasengan sebelum mengenai Kushina dan Karin muda lalu mengirimnya ke laut. Tepatnya 500 km
sebelah selatan pulau ini. Meski ukuran Dark Rasengan kali ini jauh lebih kecil dari biasanya, tapi aku merasakan
konsentrasinya lebih padat dan memiliki daya ledak yang lebih besar.

BOOOOOM!

Ledakannya menyebabkan gempa besar dan gelombang pasang air laut.

Setelah berhasil kukirimkan ke laut, aku kembali menemui Kushina. "Kalian lihat tadi, dialah orang yang mengincar Souban.
Aku harus melindunginya."

Tiba-tiba Kushina menangis. "Maaf telah mencurigaimu. Aku tak menyangka akan seperti ini padahal aku mati-matian
menyembunyikan identitas untuk melindungi keluargaku dari bahaya..."

"Apa maksudmu Kaa-san?" tanya Karin muda.

"Kita keturunan ninja, Karin. Kita keturunan terakhir Klan ninja Uzumaki. Tapi karena di awal abad ke-19 pemerintah
Jepang melarang adanya ninja, kekuatan Kyuubi yang diwariskan turun-temurun dilenyapkan. Namun spirit Kyuubi tetap
diwariskan secara turun temurun mulai dari nenekmu, padaku, dan terakhir pada Naruto. Itulah alasan dia cepat sembuh
jika terluka. Meski tak sekuat kekuatan asli, tapi kekuatan itu tetap besar dibanding manusia normal. Itu pula yang
menyebabkan aku bersikeras memeperjuangkan hak asuh Naruto. Aku ingin mengawasinya."

Ternyata sesuai dugaan, kekuatan Kyuubi telah benar-benar hilang di dunia ini.

"Tolong lindungi anakku," mohon Kushina padaku.

"Aku akan berusaha semampuku. Kalian juga harus cepat ke tempat yang lebih tinggi. Beberapa menit lagi akan ada
gelombang air laut yang menyapu daratan. Waktu kalian tak banyak."

"Jangan khawatir. Negara ini sudah terbiasa dengan gelombang pasang seperti itu. Kami sudah tahu jalur evakuasi untuk
menghindari gelombang."
"Baiklah. Kalau begitu aku pergi."

Aku segera membuat segel perpindahan dimensi ke dimensi ke-7.

Ternyata setiap dunia memiliki masalahnya masing-masing. Bahkan kehidupan Souban yang terlihat baik-baik saja itu
ternyata tak luput dari masalah. Terlalu banyak hal yang dirahasiakan oleh Kushina dan Karin dari pemuda itu. Dia berhak
tahu semuanya. Kuharap kami bisa mengalahkan Yami dan mengembalikan Souban ke sisi keluarganya. Sehingga suatu
saat nanti Souban bisa tahu siapa dirinya sebenarnya.

Kekuatan Naruto tersisa 1, mau tak mau 'Naruto' terakhir di dimensi ke-7 harus berada di pihakku jika aku ingin menang
melawan Yami.

Segel perpindahan dimensi mulai aktif.

Tunggu aku teman-teman!

To Be Continue

A/N:

Summary:

Team Naruto: Naruto, Naru, 2nd Orochimaru, 1st Karin, Souban

Dimensi 1: Naruto Uzumaki (22th). Naruto Shippuden

Dimensi 2: Naruko "Naru" Uzumaki (15th). Unofficial name by fandom

Dimensi 3: Menma Namikaze (22th). Naruto Movie Shippuden 4: Road To Ninja [DEAD]

Dimensi 4: Naruto "Yami" Uzumaki (22th). Naruto Shippuden 243-244

Dimensi 5: Naruto "Akage" Uzumaki (35th). Naruto Movie Shippuden 1 [DEAD]

Dimensi 6: Naruto Uzumaki (15th). Fic Ayo Pulang Oneesan [2011], Satu Jiwa Dua Badan [2011], Janji Kita [2011] by
rifuki

Dimensi 7: Naruto-Naruko (28th). Fic Seseorang Yang Paling Mengerti Dirimu [2012-2013]

Unknown: DarkMenma

Mungkin dari kalian ada yang kurang familiar dengan universe/dimensi di chapter ini. Latar tempatnya saya ambil
dari fic pertama saya Ayo Pulang Oneesan. Ceritanya tentang kehidupan Naruto di Konoha, Tokyo, Jepang. Naruto hanya
hidup bertiga dengan kakaknya dan Kushina karena sejak umur 2 tahun Minato-Kushina bercerai.

Chapter ini terjadi sebelum event di fic Ayo Pulang Oneesan dimulai. Fic itu cukup berkesan karena merupakan fic pertama
yang saya tulis saat bergabung FFn. Diikuti juga oleh 2 sekuelnya: Satu Jiwa Dua Badan dan Janji Kita. Naruto diceritain
bahkan sampai tua dan punya anak. Genre ketiga fic itu emang family banget. Bagi yang suka genre tersebut atau
penasaran silahkan dibaca.

Nah, sekarang udah kebanyakan dimensi. Biar ga melenceng kemana-mana. Saya kasih bocoran dikit. Untuk dimensi ke-7,
Naruto yang saya tampilkan adalah pasangan suami-istri Naruto-Naruko dari fic Seseorang Yang Paling Mengerti
Dirimu (SYPMD). Fic NaruNaru pertama saya dimana mereka sebagai pasangan. Naruko/Female-Naruto diceritakan
berasal dari bunshin Naruto yang mengalami mutasi gen dan tubuhnya jadi solid karena terlalu lama 'hidup'. Dia jadi tak
bisa dilenyapkan dan akhirnya tinggal bersama Naruto. Meski ide ceritanya nyeleneh, ternyata fic itu cukup banyak
mendapatkan respon positif dan banyak yang minta sekuel karena ending-nya yang agak nanggung. Event di chapter depan
terjadi sesudah ending SYPMD, sesudah mereka punya anak, jadi anggap saja side story SYPMD.

rifuki

13. Souban - Konoha Gakuen


< Prev Next >

14. Duo Naru - Couple


< Prev Next >
"KAI! KAI! KAI! Kenapa kau tidak hilang?"

"Apa kau tahu Naruto-kun? Menghilangnya seorang bunshin juga tergantung pada keinginan bunshin itu sendiri. Kalau ia
tidak ingin menghilang, maka ia tidak akan menghilang."

"Hei tunggu dulu! Aku baru sadar! Kau terluka dan berdarah. Bukankah bunshin tidak mengeluarkan darah?"

"Dilihat dari hasil pemeriksaan, dia adalah seorang perempuan yang sempurna. Struktur gen kalian berbeda. Entah genmu
mengalami mutasi atau apa, yang jelas secara teknis dia itu memang bukan 'dirimu' Naruto, dia seperti seorang individu
baru, dia manusia baru yang terlahir lewat bunshin-mu."

" kita harus mencari nama untukmu, rasanya membingungkan jika memanggilmu dengan 'Naruto' atau 'hei'. Bagaimana
kalau Naruko?"

"Naruko?"

"Aku tidak pandai memilih nama. Hanya itu yang ada di kepalaku, jadi-"

"Nama yang bagus, aku setuju."

"Baiklah, mulai sekarang aku akan memanggilmu Naruko, Uzumaki Naruko."

"Sekarang kau tidak sendirian lagi. Ada aku disini. Mulai saat ini kau tidak harus memendam kesedihanmu sendiri, kau bisa
membaginya denganku. Aku tidak keberatan Naruto-kun."

"Terima kasih. Aku baru sadar kalau rasa sayangku padamu lebih dari yang selama ini kubayangkan. Aku menyayangimu
sebagai seorang laki-laki kepada seorang perempuan.Aku tak lagi menganggapmu adikku."

"Apa sekarang aku bisa jadi pacarmu?"

"Sudah jelas 'kan? Aku tak perlu menjawab pertanyaanmu lagi."

" Naruto jadi lemah karena kehadiran Naruko. Ia bisa kehilangan nyawanya."

"Naruko, selama ini kau telah mengambil chakra Naruto. Dengan kata lain, sampai kapan pun Naruto hanya akan memiliki
50% dari total kapasitas chakra-nya karena 50%-nya lagi ada pada tubuhmu."

"Sepertinya terciptanya dirimu belum sepenuhnya sempurna Naruko. Kau masih menyerap chakra dari Naruto. Itu berarti
kau masih setengah bunshin. Proses metabolisme dalam tubuhmu tak bisa memproduksi chakra sendiri."

"Maaf aku membuatmu terluka parah seperti ini. Andai saja aku tak bersikeras untuk tetap hidup. Andai aku menuruti
perintahmu untuk melenyapkan diriku dulu. Satu-satunya cara adalah aku harus menghilang dari sisimu. Aku
akan membunuh diriku sendiri agar chakra-mu kembali."

"Kau kekasihnya! Kau pikir Naruto akan diam saja mengetahui kau bunuh diri?"

"Kalau begitu jangan beritahu Naruto-kun mengenai hal ini. Hapus ingatan Naruto tentangku dengan jurus milik Ino atau
Inoichi-san. Buat Naruto-kun melupakanku dan menganggapku tak pernah ada dalam kehidupannya."

"Gah!"

Uzumaki Naruto tersentak dari tidurnya hingga ia terduduk di tempat tidur. Tingkahnya itu membuat sang istri, Uzumaki
Naruko, yang sedang dalam pelukannya ikut terkejut.
"Kau kenapa? Mimpi buruk?"

Dijawabnya pertanyaan Naruko dengan sebuah anggukan. Naruko mengusap keringat yang mengalir deras di pelipis
suaminya menggunakan punggung tangan.

"Mimpi yang sama?"

"Ya. Mimpi tentang kejadian 11 tahun lalu saat kau meninggalkanku."

Naruko mengerti bagaimana perasaan suaminya. Biar bagaimanapun bermimpi buruk selama seminggu berturut-turut akan
membuatmu tak tenang. Ditambah lagi hal dalam mimpi tersebut adalah hal yang paling ditakuti Naruto, yaitu kehilangan
istrinya. Naruko berusaha menenangkan suaminya dengan memeluknya lebih erat.

"Sudah kubilang berulang kali kalau itu hanya mimpi. Kau ingat kata-katamu dulu saat melamarku?" tanya Naruko.

Naruto menerawang ke masa lalu, mengingat apa yang dikatakannya untuk menyunting sang wanita pujaan. Tak perlu
waktu lama untuk mengingatnya karena saat itu adalah saat yang paling berharga dalam hidupnya.

"Kau sudah jadi sosok yang paling mengerti diriku. Kaulah orang yang bisa menghilangkan rasa kesepianku selama ini. Aku
tak mau saat aku terbangun kau tak ada lagi di sampingku dan membuatku kesepian lagi," ucap Naruto, mengulangi
perkataannya setahun lalu.

Naruko tersenyum.

"Lalu setelah itu?"

"Kau harus tetap berada di sampingku setiap saat. Jika ada musuh, kita akan lawan bersama. Aku akan lemah karena
hanya memiliki 50% chakra, tapi dengan adanya kau di sisiku dengan 50% chakra lainnya, kita akan memiliki 100% chakra
yang bisa melindungi kita berdua," lanjut Naruto.

"Ya, itu dia. Aku sudah tahu sebesar apa rasa sayangmu padaku. Bahkan jurus Klan Yamanaka saja tak bisa menghapusku
dari ingatanmu. Maka dari itu aku tak akan mengecewakanmu. Aku tak akan meninggalkanmu lagi. Lagi pula ada yang
menyatukan kita sekarang."

Naruto mengikuti arah pandangan Naruko, memandang bayi yang sedang tertidur di tempat tidur bayi di samping tempat
tidur mereka. Senyuman terbentuk di wajah Naruto. Kini perasaannya mulai tenang.

"Kau benar. Lanjutkan tidurmu." Naruto beranjak dari tempat tidurnya lalu mengecup kening istri dan anaknya yang masih
berusia 3 bulan.

Masih ada waktu 3 jam sebelum matahari terbit dan kesibukannya sebagai Hokage Ke-7 dimulai. Naruto memanfaatkan
waktu luang dengan menyeduh kopi panas lalu bersantai di balkon. Seperti biasa ia menggunakan mug couple yang
dibelikan Naruko 11 tahun lalu. Namun bedanya, sekarang ia diwajibkan memakai mug bergambarchibi Naruko, sedangkan
mug bergambar chibi dirinya akan selalu digunakan Naruko. Naruko bilang, mereka menukar mug agar saling mengingat
satu sama lain saat menggunakannya. Naruto tentu tak keberatan dengan itu.

Tak terasa 3 jam berlalu. Tepat saat matahari terbit di ufuk timur, tiba-tiba mug yang dipakai Naruto terjatuh dari ujung
balkon karena licin oleh embun. Mug bergambar Naruko itu terjun bebas dari lantai 2 ke lantai 1 hingga pecah jadi bagian-
bagian kecil. Melihat pecahan berukuran kecil yang berserakan itu Naruto yakin mug tersebut tak mungkin lagi diperbaiki
seperti 11 tahun lalu. Naruto bukannya tak mau menyelamatkan mug yang sangat bersejarah itu, tapi ada hal yang jauh
lebih menyita perhatiannya. Ada 3 kekuatan besar yang mendekati Konoha dengan cepat. Satu diantaranya memiliki
kekuatan yang sangat kelam. Ia bergegas membangunkan istrinya.

"Naruko, maaf membangunkanmu! Cepat titipkan Naoki kepada Baa-chan. Setelah itu kembali ke sini."

Naruko tak banyak protes dan menggendong putranya lalu pergi menggunakan Hiraishin. Sementara Naruto menjentikkan
jarinya, memanggil ANBU yang sedang berjaga di depan rumah megahnya.

"Perintahkan Divisi Pertahanan untuk memperkuat barier Konoha. Aku punya firasat buruk!"

"Hai, Hokage-sama."

Tak lama kemudian Naruko sudah kembali. Ia tahu ada yang tak beres sehingga mengganti pakaiannnya dengan pakaian
ninja. Setelah itu ia mendekati suaminya yang sudah memakai armour lengkap, berikut jubah Hokage Ke-7.

"Kupikir dengan kalahnya Madara, tak akan ada bahaya lagi. Sepuluh tahun dalam kedamaian, ternyata kejahatan akan
selalu ada," gumam Naruto. Ia lalu menggenggam tangan istrinya.
"Jangan jauh-jauh dariku. Kita akan hadapi bersama."

Naruko mengangguk seraya mengeratkan genggaman tangan mereka.

"MATI KAU!"

Naruto tak bisa menghindar saat seseorang menusukkan kunai ke dada kirinya. Ia tak bisa mengantisipasi serangan
karena sosok bermata merah darah itu muncul secara tiba-tiba. Bahkan barier pertahanan desa hancur begitu saja.

Beruntung saat ujung kunai menyentuh kulitnya, seorang gadis pirang yang memiliki wajah sama dengan istrinya
menangkis tangan penyerang itu. Bukan hanya itu, gadis itu juga menahan tangan seorang pria berambut
hitam rancung yang berusaha menebas leher Naruto dengan pedang.

Mereka adalah Yami dan Dark Menma yang menyerang Naruto di dimensi ke-7 secara beruntun. Beruntung Naru bisa
menahan serangan mereka sekaligus. Namun biar bagaimanapun ia kewalahan jika harus menahan 2 serangan dalam
waktu lama. Orochimaru segera keluar dari leher Naru lalu melilit badan Yami dan Dark Menma. Sementara Karin dan
Souban tak bisa ikut membantu karena kelelahan setelah berpindah dimensi.

"Bantu kami, Nee-san!" teriak Naru kepada Naruko.

Naruko mematung untuk beberapa saat karena ia kaget menyaksikan perkelahian yang terjadi secara tiba-tiba di depan
rumahnya. Ia tak tahu siapa mereka. Namun satu yang pasti, dua orang yang tadi menyerang suaminya bukan orang baik.

Naruko datang membantu Naru. Mereka bertatapan sejenak, mengagumi betapa miripnya fisik mereka. Sedetik kemudian
mereka sadar bukan saatnya untuk mengagumi fisik kembaran-berbeda-umur mereka.

"Hiraishin, sekarang!" teriak Naru lagi. Naruko mengerti dan membentuk segel yang sama persis dengan Naru. Keduanya
membawa Yami dan Dark Menma ke luar desa, ke hutan yang jauh dari pemukiman penduduk.

Setelah sampai, Naru memberikan isyarat kepada Naruko dan Orochimaru untuk mundur. Ia perlu mengatur strategi baik-
baik. Naruto dimensi ke-7, Karin dan, Souban datang tak lama setelah itu. Luka di dada Naruto tak parah, hanya goresan
kecil.

"Refleksmu bagus juga, Naru. Kakakmu melatihmu dengan baik," puji Dark Menma.

Naru tak pedulikan kata-kata Dark Menma, meski dalam hati ia berterima kasih kepada Naruto karena sudah melatihnya.
Sekarang kakaknya tak ada, ia harus berpikir cepat dan mengambil alih komando. Ia melihat keadaan Karin yang kelelahan
karena jadi transporter, lalu Souban yang batuk darah karena baru pertama kali berpindah dimensi, Orochimaru yang masih
segar bugar, lalu beralih ke dua sosok Naruto di dimensi ke-7. Yang laki-laki memakai jubah Hokage dan memakai cincin
yang serupa dengan yang perempuan. Naru mengambil kesimpulan kalau Naruto seorang Hokage dan ia suami Naruko.

"Aku tahu ini sangat mendadak Hokage-sama. Ceritanya panjang. Intinya ada 7 Naruto dari berbagai dimensi. Yami sedang
mengincar semuanya termasuk aku dan kalian. Kau juga pasti tahu sekelam apa chakra Yami. Jadi lebih baik kita bekerja
sama."

Sang Hokage berjalan ke dekat Naru diikuti istrinya.

"Aku setuju."

Naru tersenyum, Naruto ke-7 sudah berada di pihaknya.

"Orochimaru, kau lindungi Karin-Neesan dan Souban. Lalu kalian duo Naru, ayo kita hadapi Yami dan Dark Menma!"

"Hn!"

Ketiganya maju beberapa langkah dan memasang kuda-kuda mereka. Dark Menma menepuk pundak Yami.

"Ckckck, kau kalah jumlah, Yami."

Perlahan muncul senyum maniac di wajah Yami yang berubah jadi tawa mengerikan. "Hahahaha. Siapa bilang? Secara
jumlah kekuatan, aku menang. Naruto belum sampai di sini. Duo Naru itu hanya memiliki 50% chakra. Lalu anak sekolah
yang dipanggil Souban itu hanya jadi beban mereka. Skornya 2 VS 3."

Souban kesal mendengar perkataan Yami ini. Tapi melihat level pertarungan di hadapannya, Souban tahu diri kalau dirinya
tak bisa berbuat apa-apa.

"MAJU KALIAN!"
Duo Naru

"Couple"

Konoha 7

Naruto POV

Setelah sampai di Konoha 7, aku langsung disuguhi pertarungan sengit antara 2 kubu. Yami sedang dikeroyok oleh adikku
dan 2 orang dari dimensi ini. Tapi Yami tak terlihat kewalahan meski melawan 3 orang. Malah kulihat Naru yang terluka di
beberapa bagian tubuhnya.

Sekarang saatnya untuk menguji gen Hashirama yang disuntikkan Orochimaru ke tubuhku.

"Mokuton: Daijurin no Jutsu!"

Kurasakan aliran chakra mengalir deras ke arah tangan kiriku. Tiba-tiba tangan kiriku berubah jadi kayu dan memanjang
membentuk puluhan pedang dari kayu. Heh, aku suka kemampuan baruku ini. Jadi inilah kekuatan mokuton. Langsung saja
kuarahkan pedang-pedang tajam itu ke arah Yami sebelum ia menyadarinya.

SRET!

Beberapa pedang berhasil mengenai badan Yami hingga menahannya di tanah.

"Kau baik-baik saja Naru?" teriakku.

Sejak membiarkannya pergi duluan ke dimensi ini, aku tak bisa menyembunyikan rasa khawatirku pada adikku itu. Ini
adalah pertarungan terbesar yang kami hadapi bersama. Naru mengusap darah di bibirnya sambil tersenyum.

"Aku baik-baik saja. Kau melewatkan pertarungan seru, Nii-san."

Aku bersyukur dia baik-baik saja. Aku berpaling pada Duo Naru di belakangku. Keduanya kaget melihat betapa miripnya
aku dengan salah satu dari mereka.

Setelah kuperhatikan dari dekat, aku yakin mereka lebih tua dariku. Yang laki-laki memiliki janggut dan jambang tipis yang
dibiarkan tumbuh. Sementara yang perempuan memiliki garis wajah yang melancip, yang memperlihatkan sisi kedewasaan
dan sisi feminim. Ia tampak cantik dengan rambut pirang panjang yang dibiarkan terurai mencapai pinggang. Mereka
berdua nampak tak kalah kelelahan dari Naru. Aku memfokuskan diri pada aliran chakra yang mengalir antara kedua sosok
itu.

"Mmm, aku penasaran, apa chakra kalian-"

Naruto yang memakai jubah Hokage memotong kalimatku. "Chakra kami terhubung satu sama lain. Kami memiliki 1
sumber chakra yang sama karena Naruko awalnya adalah bunshin-ku. Sehingga saat ini aku hanya memiliki 50% chakra,
sementara 50% lagi ada pada tubuh Naruko."

"Karena itulah kami harus tetap bersama," tambah wanita yang dipanggil Naruko.

Aku mengangguk tanda mengerti.

"Kupastikan anda dan istri anda tetap bersama dalam pertempuran ini, Hokage-sama."

"Gh!" Yami melepaskan diri dari pedang-pedangku. Rupanya tidak ada organ penting yang terkena oleh pedang-pedang itu.
Lengan jaket orange miliknya robek dan memperlihatkan bekas luka di tangan kanannya.

"Kau ingat luka ini, Naruto?" tanya Yami.

"Itu luka karena ulahmu sendiri meledakan Dark Rasengan di dalam celah antar dimensi."

"Baguslah kalau kau ingat. Tak seperti dirimu yang memiliki tangan baru, aku lebih suka membiarkan tanganku yang
terluka ini. Ini membuatku berkarakter. Karakter jahat" tambah Yami dengan cengiran yang mengerikan.
Aku mencoba menenangkan diriku untuk tak terlalu terpengaruh oleh gertakkan Yami. Aku tahu dia hanya ingin
mempermainkan emosiku agar aku kehilangan konsentrasi.

"Baiklah. Saatnya berhenti bermain-main," gumam Yami.

Perlahan chakra hitam kelam keluar dari tubuh Yami. Lama-kelamaan seluruh tubuhnya sudah diselimuti chakra hitam. Saat
ia membuka matanya, kedua mata merahnya sudah berubah jadi mata rubah. Itu mode Kyuubi! Dalam satu kedipan saja
Yami sudah hilang dari pandanganku.

BUKH!

Ia muncul tepat di hadapanku dan memukul ulu hatiku dengan tinju yang berlapis chakra hitam. Gerakannya begitu cepat
hingga ia leluasa berpindah ke dekat Duo Naru dan juga memukul mereka. Bukan itu saja, Naru juga terkena serangannya.

Refleks kami cukup bagus sehingga masih sempat masuk ke mode Kyuubi untuk meminimalisir rasa sakit akibat pukulan
Yami. Inilah yang sempat diceritakan Menma Rokudaime padaku. Kecepatan serangan Yami tidak seperti manusia normal.
Lee saja tidak sampai secepat ini.

Kami jadi bulan-bulanan Yami saat itu.

Aku kesulitan untuk menyesuaikan gerakanku dengan Duo Naru. Mereka punya gaya bertarung yang berbeda. Kalau
dengan Naru aku tak kesulitan karena kami sudah sering berlatih bersama.

"Defense!" teriak Hokage.

Ia merasakan hal yang sama denganku. Kami perlu bertahan sejenak untuk menyelaraskan gerakan kami. Menyerang
secara terpisah malah membuat kami jadi sasaran empuk Yami. Aku dan Naru mendekati Hokage hingga akhirnya kami
berempat saling memunggungi. Memperhatikan arah datangnya serangan Yami dari 4 penjuru angin.

"Ini percuma Naruto, dia punya 3 kekuatan dengan 1 otak. Sedangkan kita 3 kekuatan dengan 4 otak. Tentu Yami lebih
unggul."

"Aku tahu Hokage-sama," jawabku.

"Kita bagi tugas. Kalian menyerang dan kami menangkap Yami," usul Nee-san.

"Setuju."

Saling memunggungi membuat Yami kesulitan menyerang kami. Kami terlindung dari depan, belakang, kanan, dan juga
kiri. Namun ada 1 lagi arah yang jadi incaran.

"Atas!"

Benar saja. Yami menyerang lewat atas, mengarahkan kunai ke kepalaku. Hokage dan Nee-san tidak tinggal diam, mereka
berusaha menangkis tangan Yami.

GREP!

Di luar dugaanku, Duo Naru itu bukan hanya menangkis tangan Yami, melainkan juga menahannya. Tugas mereka
menangkap Yami berhasil! Sekarang giliranku dan Naru untuk menyerang. Kugunakan kekuatan Rinnegan untuk
mengeluarkan besi chakra tajam dari tangan kiriku. Kuarahkan besi itu ke leher Yami.

Yami menyadari diriya terancam dan menggunakan kedua kakinya yang bebas untuk menendangku. Aku terjatuh ke tanah
tapi dengan senyuman puas. Itu hanya serangan untuk mengalihkan perhatian. Serangan sesungguhnya dilakukan oleh
Naru. Adikku sudah siap menyerang Yami dari belakang dengan Bijuu Rasengan.

"Apa?!"

"Bijuu Rasengan!"

Bola chakra sebesar kepala manusia ber-rasio 8:2 itu menghantam punggung Yami. Rasio 8 berarti
kandungan chakra Kyuubi sebesar 80% sedangkan chakra normal sebesar 20%. Karena itulah warna bola itu ungu tua.

BOOM!

"Yeah, kena kau!" seru Naru senang.


"Terlalu cepat untuk senang Naru! Tambah dengan Rasengan andalan kalian. Sekarang!" teriakku sambil bangkit dan
menyiapkan serangan lanjutan.

Yami masih terbaring di tanah saat itu. Naru dan Duo Naru mengikuti perintahku dan menyiapkan serangan mereka
masing-masing.

"Rasen Shuriken!"

Aku jadi penyerang pertama dengan melemparkan Rasen Shuriken andalanku.

"Tsuin Rasengan!"

Duo Naru jadi penyerang kedua. Tsuin Rasengan adalah rasengan kembar yang dibuat
dari chakra merah Kyuubi dan chakra biru biasa. Hanya saja keduanya tak digabungkan, melainkan dilepaskan dalam
keadaan terpisah. Hokage memegang rasengan ber-chakra merah, sedangkan Nee-san memegang chakra biru.

"Odama Rasengan!"

Naru jadi penyerang terakhir. Odama rasengan yang melebihi ukuran tubuhnya sendiri ia lemparkan ke arah Yami.

BOOOM!

Ledakan kedua lebih dahsyat dari yang pertama hingga membuat hempasan angin ke sekeliling hutan. Pohon-pohon
berterbangan saking kuatnya ledakan yang terjadi. Tanah di sekelling Yami hancur sehingga kini asap menyelimuti kami.

"Kurasa ini cukup," gumam Hokage. Sang istri dengan setia memegang tangan suaminya, membiarkan chakra antara tubuh
mereka terbagi.

"Kuharap begitu," balas Naru.

Aku tak menanggapi mereka. Bagiku yang pernah melawan Yami, rasanya ini belum apa-apa. Yami terlalu cepat untuk
kalah. Dia pasti punya-

BUKH!

Tangan Kyuubi berwarna hitam tiba-tiba menghantam tubuh kami hingga kami terlempar ke berbagai arah. Tubuhku
menabrak pohon-pohon dan akhirnya tersungkur di tanah.

"Kalian tak apa-apa?" tanyaku pada Naru dan Duo Naru.

Meski ketiganya terlihat terluka, tapi mereka tetap mengangguk untuk menjawab pertanyaanku. Setelah asap yang
menyelimuti hutan menghilang. Sekarang pandangan kami lebih jelas. Di hadapan kami ada 3 Kyuubi dengan
3 bijuudama yang siap ditembakkan di mulut mereka.

Kyuubi pertama adalah milik Yami. Terlihat dari warnanya yang hitam pekat. Kyuubi yang kedua adalah milik Menma
Rokudaime, berwarna merah pucat. Kyuubi yang ketiga kuduga milik Akage dengan bulu yang berwarna merah cerah.
Rupanya Yami memanggil ketiga kekuatan yang sudah dikumpulkannya dan mengeluarkannya secara bersamaan.

Sementara di atas kepala Kyuubi Hitam, ada Yami yang sedang memegang Wakusei Rasengan.

Wakusei Rasengan adalah rasengan berbentuk besar ditambah dengan 3 rasengan lain yang mengelilingnya. Wakusei
Rasengan sering disebut Planetary Rasengankarena bentuknya mirip matahari yang dikelilingi 3 planet.

Tiga rasengan yang kami lempar kepada Yami telah melukai perut dan dadanya. Kini jaket orange-nya sudah lenyap dan ia
bertelanjang dada. Namun sebagian besarrasengan ia serap, lalu mengkombinasikan ketiganya dengan Dark
Rasengan miliknya. Akhirnya terciptalah Wakusei Rasengan. Dark Rasengan ada di pusatnya, sementara Rasen
Shuriken, Tsuin Rasengan, dan Odama Rasengan berada di sekelilingnya.

"Perkenalkan rasengan baru ciptaanku, Dark Wakusei Rasengan!"

Inilah yang paling kubenci dari Yami, ia tak pernah mempedulikan hal-hal di sekeliling kami. Dengan
3 bijuudama dan Wakusei Rasengan, hutan sekeliling kami akan hancur dalam sekejap. Bukan itu saja, serangan dengan
skala besar seperti itu akan menjangkau pesawahan dan ladang penduduk di belakang kami. Bahkan jika kami kurang hati-
hati, serangan bisa mencapai desa Konoha. Nyawa penduduk tak berdosa akan terancam.

Kami bergegas memanggil Kyuubi kami masing-masing agar tak mati konyol. Kami berempat memiliki 3 Kyuubi yang
serupa. Bedanya, Duo Naru berada dalam 1 Kyuubiyang sama.
Yami melemparkan Dark Wakusei Rasengan ke arah kami, diikuti 3 bijuudama dari 3 Kyuubi miliknya. Tiga bijuudama itu
kami tahan dengan 3 bijuudama pula. SedangkanDark Wakusei Rasengan sudah siap kami tahan dengan 4 Odama
Rasengan yang kami gabungkan. Di luar dugaan, Dark Wakusei Rasengan milik Yami tidak diarahkan kepada kami
melainkan ke belakang kami, ke arah Souban. Dialah yang dia incar sejak tadi!

Aku, Naru, dan Duo Naru tak mungkin menyelamatkan Souban karena sedang menahan bijuudama. Harapan terakhir ada
pada Orochimaru dan Karin.

Orochimaru bergerak cepat dengan memanggil 3 benteng andalannya.

"Kuchiyose: Sanju Rashomon!"

Munculah 3 lapis gerbang Rashomon yang jadi benteng pertahanannya. Karin menambah pertahanan dengan membentuk
kubah chakra di sekelilingnya untuk melindungi Souban.

Namun seiring dengan Dark Wakusei Rasengan yang kian melesat dan menghancurkan 2 dari 3 Rashomon, aku semakin
yakin kalau pertahanan yang dibuat Orochimaru dan Karin tak akan menyelamatkan nyawa mereka. Rasengan milik Yami
itu terbentuk dari 4 jenis rasengan, jika ditotalkan kekuatannya bisa setara dengan 1 bijuudama Kyuubi dalam bentuk
sempurna!

Sial! Apa yang harus kulakukan? Aku tak bisa membiarkan 3 anggota timku mati sia-sia. Seandainya kekuatan Karin sudah
sepenuhnya kembali, mungkin dia bisa mengatasi serangan ini. Sayangnya perlu waktu lebih lama untuk pulih setelah
berpindah dimensi sekaligus jadi transporter.

"Aku akan memindahkannya ke tempat lain!" seru Nee-san.

Nee-san keluar dari Kyuubi miliknya (dan Hokage). Ia melepas mode Kyuubi-nya dan bersiap melakukan Hiraishin untuk
menghalau rasengan.

"Tidak Naruko, kembali ke sini! Kau tak akan sempat memindahkannya!" teriak Hokage.

Naruko-Neesan tak mendengarkan kata-kata suaminya. Ia malah tersenyum. "Hanya aku yang bisa menyelamatkan
mereka."

Aku tercekat mendengar kata-katanya. Apalagi senyuman yang ditunjukkannya. Itu senyuman seseorang yang siap mati!
Memang jika dipikir lagi dia dan Hokage adalah orang yang punya kesempatan untuk menyelamatkan timku. Nee-san dan
Hokage mengendalikan 1 Kyuubi yang sama, jadi pada keadaan darurat salah satu diantara mereka bisa keluar dan yang
lain tetap di dalam Kyuubi.

Namun seperti kata Hokage, rasengan sudah terlalu dekat dengan Souban, Karin, dan Orochimaru. Bisa
saja rasengan dipindahkan, tapi dengan resiko nyawa yang harus dipertaruhkan.

"Selamat tinggal, Anata."

"Kau bilang tak akan meninggalkanku lagi. TIDAAAAKKKK!"

Setelah 3 bijuudama berhasil dikalahkan. Aku, Naru, dan Hokage mundur ke dekat Souban. Semua Sanju Rashomon milik
Orochimaru telah hancur berantakan. Tapi tiga anggota timku itu selamat karena Nee-san berhasil
memindahkan rasengan di detik-detik terakhir. Ledakan terdengar dari arah utara kami, jadi kami tahu ke
sanalahrasengan dipindahkan.

"Ayo kita susul Nee-san!" ajakku pada Hokage.

Hokage menggeleng.

"Tidak usah. Lihat ini, chakra-ku sudah tak terbagi lagi. Itu berarti Naruko sudah..."

Hokage tak melanjutkan kalimatnya. Ia terlihat sangat terpukul sekali kehilangan istrinya. Namun ia mati-matian menahan
air mata yang akan keluar dari sudut matanya. Ia tak ingin terlihat lemah di hadapan kami. Kuperhatikan chakra di tubuh
Hokage yang asalnya hanya 50% kini berangsur kembali. Berarti benar Nee-sansudah mati. Sesuai teori bunshin, saat
seorang bunshin lenyap, maka chakra yang tersisa akan kembali ke pemiliknya. Pasti setelah berhasil
memindahkan rasengan,Nee-san tak sempat kembali ke sini karena rasengan terlanjur meledak.

"Jika dia berasal dari bunshin-mu, apa 'nyawa'-nya kembali pada tubuhmu saat ia mati? Apa dia bisa dihidupkan kembali?"
"Bisa. Ini kematian keduanya. Sebelas tahun lalu dia pernah mati. Kali ini aku tak akan menghidupkannya kembali. Sudah
cukup. Aku tak ingin dia merasakan rasa sakit untuk ketiga kalinya."

"Maafkan aku atas apa yang terjadi," kata Karin. Ia merasa bersalah karena Nee-san mati untuk menyelamatkannya dan
juga Souban serta Orochimaru.

Hokage kembali menggeleng.

"Tidak apa-apa. Ini keputusan yang diambilnya sendiri. Dalam kondisi genting seperti tadi, dialah satu-satunya yang bisa
menyelamatkan kalian. Ia pasti berpikir kematian 1 orang lebih baik dari pada 3 orang."

"Ck! Yami benar, aku hanya jadi beban kalian."

Aku menoleh kepada Souban. Dia terlihat depresi sekali. Ia pasti menyalahkan dirinya atas semua yang terjadi.

PLAK!

Naru menampar Souban. Sejujurnya tadi aku mau menasehati Souban, tapi tak berpikir sampai menamparnya. Kubiarkan
Naru melakukan apa yang dia suka. Naru dan Souban seumur. Mudah-mudahan Souban tak terlalu sakit hati. Jika aku yang
melakukannya, Souban malah akan semakin sakit hati.

"Lalu apa maumu?!" bentak Naru.

"Bertarung membantu kalian!"

PLAK!

Naru menampar sisi lain pipi Souban.

"Jangan sia-siakan nyawamu. Kita tak tahu apa yang akan dilakukan Yami jika ia berhasil mengumpulkan ketujuh kekuatan
Naruto. Dengar baik-baik! Dengan tetap hidup saja kau sudah membantu kami. Itulah tugasmu!"

Aku kagum dengan kata-kata Naru. Meski kata-katanya keras, tapi itulah yang dibutuhkan saat ini. Kukeluarkan
sebuah kunai dan kuberikan kepada Souban.

"Kata-kata Naru benar. Belum saatnya kau turun. Lebih baik pegang ini dan lindungi dirimu sendiri karena Orochimaru dan
Karin sedang terluka."

Souban akhirnya mengerti dan mengambil kunai yang kuberikan.

Aku menoleh kepada Hokage. Ia sudah lebih tenang.

"Ayo kita lanjutkan," ajaknya.

Aku mengangguk.

"Ayo kita kalahkan Yami!"

"Kali ini biar aku yang memimpin," kata Hokage.

Kubiarkan ia berjalan paling depan. Aku tak keberatan. Ini desanya, ini dimensi miliknya. Selain itu dia seorang Hokage dan
lebih tua dari aku dan Naru. Ia memancarkan chakra Kyuubi miliknya dan kembali memanggil Kyuubi miliknya.

Aku dan Naru tercengang. Setelah ia memiliki 100% chakra, ia sangat berbeda dengan sebelumnya. Aku tidak tahu, entah
karena ia kehilangan istrinya atau memang kekuatan aslinya sebesar ini. Aku merasakan kekuatannya lebih kuat dari aku
dan Naru.

"Apa kalian sudah memiliki kedua chakya Kyuubi? Yin dan Yang?" tanya Hokage.

"Ya," jawabku dan Naru bersamaan.

"Bagus. Masuk ke level 2. Kita gabungkan chakra, Yin, dan Yang serta Senjutsu."

"Baik."
Aku dan Naru mengeluarkan sisi Yin Kyuubi dan menggabungkannya dengan sisi Yang. Setelah itu kami gabungkan
dengan Senjutsu.

Kulihat Hokage cepat menganalisa keadaan. Ia tahu Dark Rasengan milik Yami bisa menyerap chakra sehingga
diperlukan Senjutsu untuk melawannya. Kyuubi Mode Level 2 sudah siap. Langkah terakhir adalah kupanggil kembali
sosok Kyuubi.

Pancaran chakra yang keluar dari tubuh kami dan 3 Kyuubi milik kami terasa amat kuat, bahkan bagi kami sendiri yang
berada di pusatnya. Kurasakan kekuatanku meluap-luap.

Yami yang sedang bersila di atas kepala Kyuubi miliknya terlihat tak senang dengan keadaan ini. Tiba-tiba Dark Menma
muncul di dekatnya.

"Bagaimana sekarang Yami? Haruskah aku turun? Mereka sudah mulai serius," cibir Dark Menma.

Yami berkata tanpa menatap partner-nya itu. "Lebih baik kau kembali ke pinggir dan menonton."

"Baiklah kalau itu maumu."

Dark Menma sepertinya sudah menyerah untuk menggoda Yami. Sekarang ia benar-benar masuk ke mode 'santai'. Ia
menyimpanpedangke dalam sarung pedang di punggung. Lalu naik ke pohon tertinggi di sana. Dikeluarkannya beberapa
buah jeruk dari kantongnya dan mulai memakannya dengan santai. Ia benar-benar menjadikan kami tontonan! Itu
membuatku kesal! Dia pikir ini piknik?

Tapi aku mengambil sisi positifnya. Akage sempat mengatakan kepada Shion kalau Dark Menma adalah orang yang harus
diwaspadai dibanding Yami. Melihat keadaan saat ini, aku jadi tak perlu memikirkan Dark Menma. Aku hanya perlu fokus
kepada Yami.

"Nah, begitu lebih baik. Aku akan kalahkan mereka sendiri. Sudah sering kubilang, ini urusan 7 Naruto, jadi kau tak
masuk di dalamnya," kata Yami.

Entah sadar atau tidak saat Yami mengatakan hal itu. Tapi jika kalimat Yami diartikan baik-baik, itu berarti Dark Menma
bukan dari 7 dimensi yang ada saat ini! Aku dan Naru jadi orang yang paling kaget mendengar perkataan Yami
tersebut. Meski mengagetkan, namun semuanya jadi masuk akal. Semua Naruto dari ketujuh dimensi sudah ditemukan dan
ketujuh dimensi itu bukan tempat tinggal Dark Menma. Dark Menma tidak berasal dari salah satu diantaranya!

Aku menatap Dark Menma dan ia sama sekali tak terganggu dengan kata-kata Yami tersebut. Ia hanya tersenyum dan
mengangkat sepotong jeruk. Seolah menawariku jeruk dari kejauhan.

"Kalian terlihat kaget, hahaha."

Yami tertawa puas melihat kekagetan kami. Ternyata Yami memang sengaja mengatakan hal itu untuk memecah
konsentrasi kami. Dan aku harus memujinya karena ia berhasil melakukannya!

Hokage memberikan isyarat dengan kedua tangannya agar aku dan Naru tetap fokus. Tawa Yami perlahan memudar. Ia
meregangkan otot-ototnya dan menatap kami tajam.

"Jadi, bisa kita lanjutkan pertarungan kita?"

To Be Continue

A/N:

Summary:

Team Naruto: Naruto, Naru, 2nd Orochimaru, 1st Karin, Souban, Shichidaime Hokage

Dimensi 1: Naruto Uzumaki (22th). Naruto Shippuden

Dimensi 2: Naruko "Naru" Uzumaki (15th). Unofficial name by fandom

Dimensi 3: Menma Namikaze (22th). Naruto Movie Shippuden 4: Road To Ninja [DEAD]

Dimensi 4: Naruto "Yami" Uzumaki (22th). Naruto Shippuden 243-244


Dimensi 5: Naruto "Akage" Uzumaki (35th). Naruto Movie Shippuden 1 [DEAD]

Dimensi 6: Naruto Uzumaki (15th). Fic Ayo Pulang Oneesan [2011], Satu Jiwa Dua Badan [2011], Janji Kita [2011] by
rifuki & OVA 5 Naruto: Sippu Konoha Gakuen Den.

Dimensi 7: Naruto-Naruko (28th). Fic Seseorang Yang Paling Mengerti Dirimu [2012-2013]

Unknown: DarkMenma

rifuki

14. Duo Naru - Couple


< Prev Next >

15. Yami - Darkness


< Prev Next >

Yami

"Darkness"

Konoha 7

Hokage memandang ke sekelilingnya. Sekarang hutan terluar Konoha tempat kami berdiri sudah rata dengan tanah.
Pepohonan yang berperan sebagai paru-paru desa Konoha sudah hancur dan terbakar. Bahkan salah satu bukit yang
menjadi sumber mata air desa telah lenyap. Desa Konoha akan butuh waktu lama untuk memulihkan keadaan alam
menjadi seperti semula.

Hokage mengepalkan kedua tangannya kesal. Namun ia berusaha untuk tetap tenang. Sebagai pemimpin tertinggi desa,
Hokage sadar pertarungan ini harus segera diakhiri. Ia tak mau kerusakan akibat pertarungan meluas sampai ke desa yang
berada beberapa kilo meter di belakang mereka.

"Masuk ke level 2. Kita gabungkan chakra Yin dan Yang serta Senjutsu," kata Hokage.

Aku dan Naru mengeluarkan chakra Yin Kyuubi dan menggabungkannya dengan chakra Yang. Setelah itu kami gabungkan
pula dengan Senjutsu.

Kulihat Hokage cepat menganalisa keadaan. Ia tahu Dark Rasengan milik Yami bisa menyerap chakra sehingga
diperlukan Senjutsu untuk melawannya. Sekarang KyuubiMode Level 2 sudah siap. Langkah terakhir adalah memanggil
kembali sosok Kyuubi. Setelah 3 Kyuubi muncul, pancaran chakra yang keluar dari tubuh kami terasa amat kuat, bahkan
bagi kami sendiri yang berada di pusatnya. Kurasakan kekuatanku meluap-luap.

Yami yang sedang bersila di atas kepala Kyuubi miliknya terlihat tak senang dengan keadaan ini. Tiba-tiba Dark Menma
muncul di dekatnya.

"Bagaimana sekarang Yami? Haruskah aku turun? Mereka sudah mulai serius," cibir Dark Menma.

"Lebih baik kau kembali ke pinggir dan menonton."

"Baiklah kalau itu maumu." Dark Menma sepertinya sudah menyerah untuk menggoda Yami.

"Nah, begitu lebih baik. Aku akan kalahkan mereka sendiri. Sudah sering kubilang, ini urusan 7 Naruto, jadi kau tak
masuk di dalamnya," kata Yami.

Entah sadar atau tidak saat Yami mengatakan hal itu. Tapi jika kalimat Yami diartikan baik-baik, itu berarti Dark Menma
bukan dari 7 dimensi yang ada saat ini! Aku dan Naru jadi orang yang paling kaget mendengar perkataan Yami
tersebut. Meski mengagetkan, namun semuanya jadi masuk akal. Semua Naruto dari ketujuh dimensi sudah ditemukan dan
ketujuh dimensi itu bukan tempat tinggal Dark Menma. Dark Menma tidak berasal dari salah satu diantaranya!

Aku menatap Dark Menma dan ia sama sekali tak terganggu dengan kata-kata Yami tersebut. Ia hanya tersenyum dan
mengangkat sepotong jeruk. Seolah menawariku jeruk dari kejauhan.

"Kalian terlihat kaget, hahaha."

Yami tertawa puas melihat kekagetan kami. Ternyata Yami memang sengaja mengatakan hal itu untuk memecah
konsentrasi kami. Dan aku harus memujinya karena ia berhasil melakukannya!
Hokage memberikan isyarat dengan kedua tangannya agar aku dan Naru tetap fokus. Tawa Yami perlahan memudar. Ia
meregangkan otot-ototnya dan menatap kami tajam.

"Jadi, bisa kita lanjutkan pertarungan kita?"

Hokage turun dari Kyuubi miliknya kemudian menghampiri aku dan Naru. Ia menepuk pundakku dan Naru secara
bergantian tanpa bicara apapun. Barulah setelah ia kembali ke atas punggung Kyuubi miliknya, ia bicara.

"Aku menempatkan tanda di tubuh kalian agar kapanpun aku bisa datang dengan Hiraishin untuk menyelamatkan kalian.
Kali ini tak boleh ada yang mati lagi," kata Hokage.

Aku teringat pada hal serupa yang kulakukan pada Naru 5 tahun lalu. Demi mengawasi keselamatan Naru, aku
menempatkan tanda yang sama di tubuh Naru agar kapanpun aku tahu dia ada dimana. Sekarang ada orang lain yang
menempatkan tanda tersebut di tubuhku, yaitu Hokage. Dia benar-benar sosok pemimpin yang hebat yang peduli pada
keselamatan kami.

"Mulai sekarang aku akan ambil alih serangan," tambahnya.

"Kalau begitu kami yang akan memberikan jalan," ujarku. Aku menoleh kepada Naru. Ia mengangguk tanda setuju.

"SERANG!"

WHOOSH!

Kyuubi milik kami berlari menuju sasaran kami. Yami tidak tinggal diam, ia menembaki kami dengan bijuudama. Ukurannya
tidak besar, hanya setengah ukuran normal tetapi ditembakkan secara beruntun. Kurama berlari zig-zag untuk
menghindari bijuudama. Tapi nyatanya tetap saja ada yang mengenai badannya, saking banyaknyabijuudama yang
ditembakkan.

BOOM!

Pundak Kurama tertembak salah satu bijuudama.

"Bertahanlah, Kurama!" teriakku.

"Jangan meremehkanku!" balasnya.

Kurama berlari lebih cepat dan menangkis bijuudama lain yang melesat mengarah ke wajahnya. Setelah cukup dekat,
Kurama menerjang dan menanduk Kyuubi Menma. Hal itu menyebabkan guncangan yang memaksaku memegang bulu
Kurama lebih erat agar tak terlempar ke depan.

"GROOOAARRRHHHH!"

Kyuubi Menma meraung kesakitan. Aku menoleh ke sisi lain pertarungan. Kulihat Kyuubi Naru juga sudah menahan Kyuubi
Akage.

Naru kemudian mengurangi porsi chakra Kyuubi dan menambah porsi chakra alam (Senjutsu) di tubuhnya. Keempat tanduk
di kepalanya mulai muncul. Setelah itu ia mengeluarkan ular dari lehernya. Lalu kepala ular tersebut dimasukkan ke dalam
tanah. Ia telah siap dengan jurusnya.

"Senpou: Muki Tensei!"

Tanah di medan perang berubah dari yang asalnya benda mati menjadi seperti benda hidup. Tanah menjadi bergelombang
dan tak stabil. Hal itu membuat 3 Kyuubi milik Yami kesulitan berdiri. Saat itulah Naru menyedot dua kaki belakang Kyuubi
Yami dengan menggunakan jurusnya.

Sekarang giliranku! Aku turun dari punggung Kurama dan berlari mendekati Kyuubi Yami.

"Mokuton Hijutsu: Jukai Koutan!"

Akar-akar keluar dari tanah dan tumbuh jadi ratusan pohon, mengubah medan perang jadi hutan tropis yang rimbun.
Pepohonan yang tinggi ikut mengunci pergerakan Kyuubi Yami.

"Ugh!"
Rasanya tangan kiriku keram hanya dengan menggunakan jurus ini. Gen Hashirama terkenal sangat kuat dan susah
dikuasai. Pantas saja dari percobaan injeksi gen ke 60 orang di masa lalu oleh Orochimaru, hanya Yamato saja yang
selamat. Bahkan Danzou saja yang menginjeksi gen Hashirama ke tangannya tak bisa menguasainya dengan sempurna.
Aku beruntung bisa memakai jurus ini dalam sekali coba karena dibantu besarnya chakra dalam mode Kyuubi.

Tapi ini belum selesai. Pergerakan Kyuubi Yami belum sepenuhnya berhenti. Kukendalikan akar-akar agar mengikat badan
Kyuubi Yami beserta Yami yang berada di atas punggungnya.

Setelah berulang kali mengejar pergerakan Yami, akhirnya ia tertangkap oleh akar. Begitu juga dengan Kyuubi Yami yang
kini sepenuhnya terikat. Hokage melompat menerjang Yami. Ia langsung mendaratkan pukulan telak di wajah Yami.

BUAHKKHHH!

Yami terjengkal ke belakang. Ia menggerak-gerakkan rahangnya. Hokage telah berhasil meninggalkan rasa sakit bagi Yami
di sana. Yami kesal dan memberontak, ia menghancurkan akar-akar yang mengikatnya dengan meregangkan kedua
tangannya. Setelah itu Hokage dan Yami terlibat pertarungan hebat.

Naru datang untuk membantunya.

Aku menoleh ke belakangku, Kurama sedang beradu tinju dengan Kyuubi Menma. Kelihatannya dia bisa menangani
pertarungan di sini sendirian, jadi aku juga memutuskan untuk membantu Hokage.

Pertarungan di atas punggung Kyuubi Yami pun tak bisa dihindari...

"Kage Bunshin no Jutsu!"

Kubuat 2 bunshin untuk menyerang Yami. Kuperintahkan mereka menyerang Yami dari arah belakang.

POOF! POOF!

Sial! Ternyata Yami berhasil menendang mereka berdua dengan mudah. Nampaknya ia sadar akan kedatanganku meski ia
sedang sibuk bertarung dengan Hokage. Konsentrasinya cukup bagus.

Aku tak mau membuang sedikitpun waktu sehingga kubentuk 6 lengan chakra untuk membangun serangan. Enam
buah rasengan terbentuk di ujung masing-masing lengan.

"Gerakanmu mudah dibaca!" ejek Yami.

Ia menendang badanku. Namun saat aku akan jatuh dari atas punggung Kyuubi Yami, keenam lengan chakra tadi membelit
tubuh Yami.

"Aku tak berniat menyerangmu, tapi mereka!" balasku.

Yami menoleh ke belakang dan melihat 6 rasengan yang tadi kulepaskan ditangkap oleh Hokage dan Naru. Mereka
mengarahkan semuanya ke tubuh Yami menggunakan 3 lengan chakra yang sudah mereka buat masing-masing. Yami
tentu saja tak bisa bergerak karena terbelit 6 lengan chakra-ku.

"Rasenrangan!" "Rasenrangan!"

BOOM!

Enam buah rasenrangan (rasengan yang digabungkan menggunakan lengan chakra) meledak di tubuh Yami hingga ia
mendapatkan luka di bagian punggung. Aku tak menganggap ini selesai jadi kutarik tubuh Yami. Kupegang tangan kiri Yami
sedangkan Naru membantu memegang tangan kanan Yami. Saat itulah Hokage menghadiahi Yami dengan tendangan lutut
(knee kick) di perutnya.

"Ghhkkk!"

Yami memuntahkan darah dari mulutnya. Sebagian darah tersebut mengotori jubah Hokage, mengubah warna putihnya
menjadi merah darah.

"Itu untuk istriku," gumam Hokage pelan. "Dan ini untuk kekacauan yang kau buat!"

BUKH! BAKH! BUKH!


Hokage menghantam perut, dada, dan wajah Yami dengan pukulan-pukulan yang dilapisi chakra Kyuubi. Aku dan Naru
yang memegang kedua sisi badan Yami mengencangkan pegangan saking kuatnya pukulan Hokage. Memar di badan Yami
mulai muncul, bahkan sudut bibir kirinya sobek. Namun hebatnya, Yami terlihat tak kesakitan.

Saat aku menoleh ke bawah, dua kaki Yami yang menggantung tiba-tiba bergerak.

"Naru, tahan kakinya!"

JDUAK!

Terlambat!

Kaki kiri Yami bisa kutahan tapi kaki kanannya terlambat Naru tahan. Yami berhasil menendang kepala Hokage dengan kaki
kanannya. Badan Hokage terbanting ke punggung Kyuubi kemudian meluncur ke tanah. Tendangan Yami telah mengenai
kepala bagian samping, bagian kepala yang rawan yang bisa mengganggu keseimbangan tubuh.

"Brengsek!"

Naru kembali mengeluarkan 4 lengan chakra lain dan menahan tubuh Yami. Sedangkan aku mengeluarkan besi chakra dari
tangan kiriku. Kutusukkan besi itu ke perut Yami.

BLESH!

Yami kembali memuntahkan darah tapi ia malah tersenyum. Tiba-tiba chakra hitam dari tubuhnya menyelimuti tubuhku.

DEG!

Chakra hitam ini membuatku tak bisa bergerak.

"Nii-san! Nii-san! Kau kenapa?!" teriak Naru.

Aku bisa mendengar teriakannya tapi aku tak bisa menjawab. Bibirku kaku, begitu juga dengan tangan dan kakiku.
Perlahan chakra hitam milik Yami masuk ke kepalaku dan terakhir ke mataku, aku merasa pandanganku kabur.

"Nii-san! Matamu menghitam! Nii-"

Itulah teriakan terakhir yang kudengar dari Naru. Setelah itu pandanganku gelap. Aku merasakan kebencian yang begitu
kuat masuk ke tubuhku. Tak lama setelah itu muncul bayangan-bayangan atas siksaan penduduk desa Konoha 4 terhadap
Yami yang berkelebat di kepalaku. Bayangan-bayangan itu tidak terlalu jelas, tapi aku masih bisa mengerti kejadian-
kejadian di dalamnya.

Di Konoha 4, Yami diperlakukan sama persis seperti aku dan Naru di masa lalu. Tak ada penduduk yang menghargai
dirinya. Sehari-hari ia hanya menerima siksaan dan caci maki. Yang membedakan kami dengan Yami adalah teman yang
menemani. Aku dulu ditemani rookie 11, Kakashi-sensei, Ero-Sennin, dan lain-lain. Naru ditemani aku kakaknya,
pemuda Chinnese Ken, si ahli genjutsu Hotaro, dan gurunya Yamato. Sedangkan Yami ditemani sosok berambut hitam yang
tak lain adalah Dark Menma.

Dark Menma berperan dalam setiap perkembangan sifat psikopat Yami. Saat berusia 10 tahun Dark Menma menyuruh Yami
membunuh setiap penduduk yang menghinanya hingga ia dipenjara. Ia tak dihukum mati karena atas pertimbangan ia
masih anak-anak. Namun itu berujung petaka. Saat berusia 11 tahun, Yami membunuh seluruh penjaga tahanan dan
kesatuan ANBU dengan bantuan Dark Menma. Setelah itu Yami dan Dark Menma menghilang. Puncaknya, pada usia 12
tahun Yami kembali ke Konoha untuk menghancurkan desa tersebut tanpa sisa. Kejadian itu menjadikan Yami missing-
nin yang paling diburu di Negara Api. Terakhir, Dark Menma menyuruh Yami untuk menyempurnakan kekuatannya yaitu...
membiarkan kebencian menguasai dirinya!

Yami menerobos masuk ke Pulau Kura-Kura. Ia bertapa di hadapan Air Terjun Kebenaran dan di sanalah ia membiarkan sisi
gelap (Darkness/Yami) mengambil alih dirinya. Sejak saat itu chakra asli 'Naruto' hilang dan
digantikan chakra 'Yami'. Chakra inilah yang selama ini memancar dari dalam tubuhnya. Begitu pekat dan kelam hingga
bisa dirasakan dari jarak berkilo-kilo meter jauhnya.

Cerita setelah itu sudah bisa ditebak. Yami dan Dark Menma mendeklarasikan perang ke seluruh shinobi di dimensi ke-4.
Dengan berbeloknya Yami ke pihak yang jahat, Obito, Kabuto, dan Madara tertarik untuk bergabung. Mereka
memenangkan perang. Namun Yami tahu ia hanya dimanfaatkan sehingga usai perang, ia membunuh ketiganya dengan
sadis.

Dark Menma tak sampai di situ saja meracuni Yami. Dia menantang Yami untuk bisa mengalahkan 6 Naruto di dimensi lain.
Yami tak serta merta menerima tantangan Dark Menma. Tapi ia ingin pastikan dulu apa cerita Dark Menma benar tentang 7
dimensi. Maka Dark Menma memberi tahu kalau ada gulungan yang menceritakan hal itu di dimensi ke-5, tempat Akage
berada.

Akage jadi 'Naruto' yang pertama kali dibunuh Yami. Saat kekuatan Akage masuk ke tubuhnya, akhirnya Yami percaya
kalau yang diceritakan Dark Menma benar. Sifat psikopat Yami semakin menjadi setelah ia punya 200% kekuatan Naruto.
Yami ingin menjadikan 'perburuan' semakin menarik dengan menolak setiap bantuan yang ditawarkan Dark Menma. Bahkan
saat Dark Menma ingin memberitahu cara berpindah dimensi, Yami menolak dan lebih memilih mencari tahu caranya
sendiri.

Sejak saat itulah Yami memulai perburuan Naruto. Menma di dimensi ke-3 jadi mangsa selanjutnya. Beruntung saat itu ada
ketidakstabilan celah dimensi sehingga Menma terlempar ke dimensi ke-1, dimensi tempat tinggalku.

Yami paling benci mengerjakan suatu hal tidak sampai tuntas. Selama 4 tahun ia mencari-cari keberadaan Menma yang
sempat lolos dari kejarannya. Ia mencarinya sendiri dengan mendeteksi chakra secara manual. Ia juga tak pernah menjilat
ludahnya sendiri. Ia tak ingin meminta bantuan Dark Menma, padahal temannya itu selalu berada di dekatnya.

Perjuangan Yami membuahkan hasil. Ia akhirnya menemukan Menma di Konoha 1 yang saat itu sudah menjadi Rokudaime
Hokage. Perang melawan Yami saat itu telah membuat Menma terbunuh. Kini sosok Yami yang memiliki 3 kekuatan Naruto
sudah sangat jauh sekali dari bayangan yang tadi di awal kulihat. Bukan lagi anak 10 tahun yang sedang menangis, tapi
pria pirang berusia 16 tahun yang sudah menjelma jadi sosok yang sadis.

Dialah Yami, sosok yang lahir dari kebencian...

TRANG!

Kesadaranku telah kembali. Besi chakra di tangan kiriku dipatahkan oleh kunai berlapis chakra milik Naru.
Sehingga chakra hitam milik Yami tak lagi mengalir ke dalam tubuhku. Setelah itu Naru menarik Yami menjauh dariku, lalu
membantingnya ke tanah, menjauhkannya dari kami dan dari Kyuubi Yami.

"Kau tak apa-apa?" tanya Naru.

Raut wajah khawatir jelas sekali terlihat dari wajahnya.

Aku teringat pada bayangan yang kulihat tadi dan membandingkannya dengan kisahku dengan Naru. Saat aku mendatangi
Naru di Konoha 2, saat itu ia berusia 10 tahun, sama dengan Yami (yang saat itu masih bernama 'Naruto' dan belum diliputi
kebencian).

Seandainya yang didatangi Dark Menma adalah Naru. Maka sosok cantik di hadapankulah yang akan jadi 'Yami'. Aku benar-
benar tak bisa membayangkannya.

"Nii-san?"

Aku tersadar dari pemikiranku. Aku memegang pipi kiri Naru lalu mengusapnya untuk menenangkan.

"Aku baik-baik saja, tadi chakra hitam Yami masuk ke tubuhku melalui besi chakra. Terima kasih sudah menyelamatkanku,"
gumamku sambil tersenyum.

"Syukurlah." Naru menghela napas lega.

"Ayo kita temui Hokage."

Saat kutemui, Hokage sedang berusaha berdiri menyeimbangkan badannya. Benturan kaki Yami di kepala bagian
sampingnya benar-benar telah mengganggu keseimbangannya. Kulit kepalanya sobek, terkena bagian depan sepatu Yami.
Darah mengalir ke pipi kiri dan leher Hokage.

"Hokage-sama, kau baik-baik saja?" tanya Naru.

"Hn."

BRUK.

Yami bangkit dari balik bebatuan. Ia meringis saat mencabut sendiri potongan besi chakra yang tertinggal di perutnya. Saat
besi itu dicabut, darah mengalir deras dari perutnya. Chakra Yami mulai berkurang, terlihat dari 3 Kyuubi yang kini sudah
hilang di belakang kami.
Dark Menma melempar perban ke arah Yami, ia sempat menyebut Yami keras kepala sebelum akhirnya pergi lagi. Kali ini
Yami tak menolak diberi bantuan. Ia menggunakan perban yang diberikan Dark Menma untuk mengikat perutnya. Itu cukup
membantu karena pendarahan bisa dihentikan.

"Memisahkanku dari 3 Kyuubi milikku, jadi itu tak-tik kalian," ujar Yami.

Kami tak menanggapi.

"Ini adalah pertarungan yang membuatku senang. Terakhir kali aku seperti ini adalah saat perang dunia ninja di dimensiku,
dimensi ke-4. Ternyata benar, kekuatan 3jinchuuriki Kyuubi yang bekerja sama hampir setara dengan 80.000 shinobi. Aku
tak punya pilihan. Kalian memaksaku masuk ke mode Makkura. Kalian masih bisa bertarung 'kan?"

Makkura berarti total darkness atau kegelapan total. Aku tak mengerti, jadi selama ini Yami belum masuk
ke mode kegelapan sesungguhnya?

Mode Kyuubi Yami yang asalnya terlihat seperti api hitam yang berkobar, kini melapisi seluruh bagian tubuh Yami seperti
sebuah lapisan armor yang solid. Di tangan kanannya muncul 3 cakar yang terbuat dari chakra yang berwarna merah. Bisa
kupastikan kalau itu chakra Akage. Kemudian di tangan kirinya muncul tameng berwarna merah pucat, kupastikan
itu chakra milik Menma Rokudaime.

Hokage tahu bahaya apa yang sedang dihadapi. Lalu ia menoleh ke arahku dan Naru, ia mengamati keadaan kami. Aku
sudah kehilangan sebagian besar kekuatanku karena menggunakan jurus mokuton. Naru tak beda jauh. Keadaan di pihak
kami tak menguntungkan. Hokage mengencangkan ikatan protektor Konoha di kepalanya untuk menghentikan darah yang
terus saja mengalir di sana.

"Aku punya rencana. Kalian berdua, usahakan untuk menahan tubuh Yami lagi. Beri waktu aku 5 detik untuk
menghabisinya."

Menahan tubuh Yami 5 detik dalam mode Makkura terdengar mustahil dengan sisa kekuatan kami. Tapi tak ada pilihan, aku
harus mencobanya. Apapun rencana yang dimiliki Hokage, aku percaya padanya. Itulah gunanya tim.

Kali ini Yami yang menyerang duluan, aku dan Naru maju ke garis depan. Yami jadi semakin brutal dalam menyerang. Ia
tak segan untuk menghantam badanku dengan perisai, lalu mencakar wajah Naru dengan cakar di tangan kanannya.

"Naru!"

Naru menoleh dan 2 goresan terlihat di pipi kirinya. Wajah cantik adikku tercoreng.

"YAMI!" bentakku.

Kukeluarkan 2 kunai dan kualiri keduanya dengan chakra orange Kyuubi yang memanjang sehingga kedua kunai itu terlihat
seperti pedang. Kutebaskan keduanya ke arah Yami, Yami menahannya degan cakar miliknya.

"Hentikan semua ini Yami! Aku tahu masa lalumu saat tadi kau berusaha mengambil alih tubuhku! Kau hanya dimanfaatkan
oleh Dark Menma!" teriakku, berharap Yami mengerti.

"Jangan coba menceramahiku! Kau tak tahu hal buruk yang kulewati! Menma satu-satunya orang yang datang
menemaniku! Bukan kau!"

BUKH!

"Tapi bukan berarti kau harus menuruti perintahnya!" bentak Hokage sambil menendang tubuh Yami hingga ia terjengkang.
Di sisi lain, Naru menyambut tubuh Yami dengan tebasan 2 kunai yang serupa denganku.

TRANG!

Kunai Naru patah saat menghantam perisai merah milik Yami.

"Lemah!" ejek Yami.

Yami menendang perut Naru kemudian menarik kakinya dan membanting tubuhnya ke arah kami. Tubuh Naru yang
berbobot 48 kg itu terlihat mudah sekali dilemparkan Yami. Tubuh Naru menabrakku dan Hokage. Belum sempat kami
bangkit, Yami sudah melemparkan rasengan.

"Dark Choodama Rasengan!"

Celaka!
Dark Rasengan saja bisa melenyapkan 2000 orang dan menyebabkan gelombang air laut yang besar apalagi Dark
Choodama Rasengan! Besarnya rasengan tipe itu berpuluh-puluh kali dari rasengan normal. Itu berarti daya ledaknya
berpuluh-puluh kali lebih besar juga. Celakanya lagi, di belakang kami adalah desa Konoha.

Hokage segera mengambil tindakan.

"Bersiap untuk memindahkan serangan! Bantu aku, CEPAT!"

Aku dan Naru berdiri di sisi kanan dan kiri Hokage. Lalu membentuk segel jurus yang sama.

"Jikukan Kekkai!" "Jikukan Kekkai!" "Jikukan Kekkai!"

"Kirim ke luar Negara Api! 100 kilo meter arah jam 5!"

"Hai!"

Tiga barier telah dibuat untuk memindahkan Dark Choodama Rasengan. Tapi saking besarnya, sebagian besar tembakan
menembus ke belakang kami dan melesat menuju Konoha. Hokage sudah pasrah karena tak mungkin lagi mengejar
serangan tersebut. Ia berlutut, menatap detik-detik pancaran-pancaran energi itu menuju Konoha. Tak lama kemudian
energi itu meledak. Membuat langit gelap untuk sesaat, disusul dengan hembusan kuat angin berdebu ke arah kami.

Desa Konoha hancur.

Tragis.

"Uh... Naoki... syukurlah kau selamat, terima kasih Baa-chan," gumam Hokage pelan.

Hokage terlihat sedang mendekteksi chakra seseorang di desa. Aku menebak Naoki adalah anak Hokage. Meski sang anak
selamat, pasti tetap ada ribuan korban lain yang mati di desanya.

"Ini sudah keterlaluan!" rutukku. "Naru, ayo kita selesaikan!"

Naru sudah siap mendampingi seranganku. Aku dan Naru berlari menyerang Yami. Aku berlari lebih dulu dengan 2 kunai-
ku. Naru kubiarkan berlari di belakangku untuk menyiapkan serangan 'kolaborasi' kami.

"Menyerang dengan 2 kunai lagi, gerakan yang sama, huh? Membosankan!" ejek Yami.

Cakar di tangan kanan Yami bertambah 2 sehingga totalnya jadi 5 cakar. Lima cakar tersebut ditebaskan ke arahku.
Dua kunai-ku tak mampu menahan cakar-cakar yang lebih kuat itu. Keduanya patah, sehingga cakar-cakar Yami kini
mengarah ke perutku.

"Nii-san, aku siap!" teriak Naru dari belakang. Bagus, ia tepat waktu!

"Goshun Mawashi no Jutsu!"

Goshun Mawashi no Jutsu adalah jurus kolaborasi antar 2 pengguna Hiraishin untuk menukar posisi badan saat
pertarungan. Saat jurus diaktifkan, tubuh kedua pengguna akan bertukar dalam sekejap.

Sekarang aku berpindah ke belakang, sebaliknya Naru berpindah ke hadapan Yami. Adapun serangan cakar Yami, kini
ditahan oleh Hokage dengan armor di kedua tangannya. Hokage bisa ikut berpindah dengan Naru karena ia menyimpan
tanda di pundak Naru (tanda yang Hokage simpan di awal pertarungan, yang juga ia berikan di pundakku). Akhirnya
sekarang tanda tersebut benar-benar berguna.

Naru jadi tak perlu khawatir serangan Yami dan fokus mengaktifkan jurus lanjutannya.

"Senpou: Hakugeki no Jutsu!"

Muncul naga dari leher Naru yang memegang sebuah bola bercahaya. Cahayanya sangat terang diiringi dengan suara yang
memekikan telinga. Ini kedua kalinya Naru memakai jurus ini. Pertama saat ia menyelamatkanku dari Obito di Konoha 2,
kedua adalah sekarang. Naru mengalirkan sedikit chakra naga ke tubuhku dan tubuh Hokage sehingga efek jurus ini tak
melumpuhkan kami berdua. Beda halnya dengan Yami yang kini tergeletak di tanah.

Pekikan suara yang keras serta kilauan cahaya yang disebabkan jurus Naru mempengaruhi indera pendengaran, otak, lalu
menyebar ke seluruh jaringan syaraf Yami. Pasti kini tulang dan seluruh persendian di tubuh Yami rasanya sakit, tak bisa
digerakkan. Ditandai dengan hilangnya 3 chakra yang melapisi tubuh Yami. Jurus Naru yang satu itu memang sangat
ampuh untuk melumpuhkan lawan untuk beberapa menit ke depan.
Naru pintar memilih jurus. Senpou: Hakugeki no Jutsu adalah jurus yang menyerang dengan suara dan cahaya, bukan
menyerang secara fisik. Jadi meski tadi tubuh Yami dilapisi 3 chakra, serta seluruh tubuhnya terlindungi armor hitam
dalam mode Makkura, suara akan tetap masuk ke telinganya.

Saatnya menjalankan rencana Hokage. Dia bilang hanya butuh waktu 5 detik, sekarang kita punya waktu lebih dari cukup.
Aku dan Naru memegang tubuh Yami yang tak berdaya.

"Jangan hilangkan mode Kyuubi kalian, pastikan Yami tak terlepas," kata Hokage. Lalu Hokage membuat sebuah segel di
perut Yami. Aku kenal segel yang dibuatnya.

"Fuinjutsu?!" tanyaku kaget.

"Ya."

Aku kagum, 'Naruto' dewasa di hadapanku bisa menguasai fuinjutsu. Padahal dulunya teknik penyegelan tersebut hanya
dikuasai Minato dan keturunan klan Uzumaki sebelum Kushina.

"Apa yang akan kau lakukan?"

"Aku akan mengekstrak ketiga Kyuubi dari tubuh Yami kemudian memasukannya ke tubuh kita."

Aku dan Naru saling bertukar pandangan lalu tersenyum. Kelihatannya ini ide bagus. Jika ketiga bijuu berhasil diekstrak,
maka Yami akan mati.

Hokage mengekstrak bijuu dengan kecepatan yang tak kalah dengan Madara, kurang dari 2 detik per bijuu-nya! Kyuubi
Akage dimasukkan ke dalam tubuh Naru dan Kyuubi Menma Rokudaime dimasukkan ke dalam tubuhku.

Saat kekuatan Kyuubi lain masuk ke dalam tubuhku, terasa sekali perbedaannya. Kekuatanku rasanya bertambah 2 kali
lipat. Penyembuhan lukaku juga meningkat kecepatannya 2 kali lipat. Bahkan pada luka-luka kecil seperti goresan,
penyembuhannya bisa dilihat oleh kasat mata. Menakjubkan! Pantas saja Yami susah dikalahkan. Dia memiliki 3 kekuatan
seperti ini dalam tubuhnya.

Sampailah pada langkah terakhir. Kyuubi Yami ditarik dari tubuh si empunya dan dimasukkan ke dalam tubuh Hokage.

BLESH!

Tanpa kami ketahui, Yami menusuk dada Hokage dengan tangan yang dilapisi chakra hitam.

"Uhuk!" Hokage membatukkan darah.

"Tak akan kubiarkan kau mengambil Kyuubi!" bentak Yami kesal.

Aku dan Naru menghajar Yami lalu mempererat pegangan kami di tubuhnya. Hokage melanjutkan proses ekstraksi namun
tiba-tiba darah dalam jumlah yang besar kembali keluar dari mulutnya.

"Hokage-sama? Apa yang terjadi?" tanyaku.

"Naruto, aku tak kuat. Serangan Yami tadi mengenai jantungku. Jantungku... terluka. A-aku khawatir... saat Kyuubi Yami
berusaha kumasukkan ke tubuhku, tubuhku tak bisa menahannya. Lebih baik aku akan... memasukannya ke tubuhmu!"

"A-apa kau bilang?!"

Aku kaget. Dua bijuu akan dimasukkan ke dalam tubuhku. Tapi jika dipikir lagi itu bukan hal yang mustahil. Yami saja bisa
memiliki 3 kekuatan Naruto/3 Kyuubi dalam tubuhnya.

"Tak ada waktu lagi!" kata Hokage.

Aku akhirnya mengangguk pasrah. Kyuubi Yami dimasukkan ke dalam tubuhku. Proses ekstraksi terakhir dilakukan dan
dilanjutkan dengan proses pemasukan ke dalam tubuhku, namun kali ini prosesnya agak lama. Hokage sudah terlihat
kepayahan menahan rasa sakit di dadanya.

"Bertahanlah Hokage-sama!" ujar Naru.

"Grhhhhh!"
Yami kembali memberontak. Kali ini ia mencekik aku dan Naru, lalu ia mencoba menarik kembali Kyuubi Yami ke dalam
tubuhnya. Tarik menarik pun terjadi antara Hokage dan Yami. Hokage bermaksud memasukan Kyuubi Yami ke dalam
tubuhku, sementara Yami berusaha mengembalikannya.

Di saat krisis tersebut, sebuah rantai berwarna emas mengikat Kyuubi Yami dan membantu menariknya ke dalam tubuhku.
Di sisi lain seekor ular besar milik Orochimaru membelit leher Yami dan menariknya ke belakang.

"Jangan lupakan kami!" seru Karin sambil memegang tubuhku dari belakang.

Ditariknya Kyuubi Yami ke dalam tubuhku dalam satu hentakan keras. Kyuubi Yami akhirnya masuk ke tubuhku sementara
Yami terlempar menjauh dariku.

"TIDAAAAKKKK!" teriak Yami histeris.

Ternyata setelah 3 Kyuubi diekstrak dari tubuhnya, ia masih bisa bergerak. Ia punya chakra asli yang besar, persis seperti
ibuku yang masih bisa bergerak saat Kyuubi diekstrak oleh Tobi dari tubuhnya.

Yami berjalan terhuyung ke arahku. Namun Souban menghadangnya dan langsung menusuk perut Yami dengan kunai yang
sempat kuberikan.

"Terima ini!"

BLESH!

Aku memuji keberanian Souban. Sempat kuberikan isyarat dengan kepalan tangan untuk memujinya. Sudah kubilang kalau
akan datang saat dimana Souban berguna bagi kami.

Yami marah besar dan meninju perut Souban. Yami lalu mencekik Souban, mengangkat tubuhnya hingga bocah itu tak
menapak di tanah.

"Bocah kurang ajar! Kunai seperti ini tak akan mengalahkanku!"

"Siapa bilang? Lihat kunai apa itu," teriakku dari kejauhan.

Yami menoleh ke perutnya, melihat kunai yang tadi ditusukkan Souban ke perutnya. Itu merupakan Hiraishin Kunai,
yaitu kunai bermata pisau 3 yang gagangnya sudah diberi tanda!

Sebuah Rasen Shuriken kecil sudah siap di tanganku. Yami melotot melihatnya. Ia segera berusaha menarik kunai di
perutnya. Tapi percuma, kunai yang ditusukkan Souban menancap cukup dalam. Ia tak akan sempat, 'perburuannya' sudah
cukup sampai di sini.

"Selamat tinggal Yami!"

"ARRRGHHHHH!"

ZRASSHHH!

Dalam sesaat Rasen Shuriken kecil di tanganku berpindah ke kunai di perut Yami, menghancurkan perut sang raja
kegelapan.

Aku berjalan mendekati Yami kemudian duduk di hadapannya yang sedang sekarat.

"Tadi aku sudah memberimu pilihan, Naruto. Tapi kau bersikeras."

Yami tertawa kecut. Kelihatannya ia tak biasa dipanggil 'Naruto'. "Ck, jangan panggil aku dengan nama 'Naruto'."

"Kenapa? Itu nama aslimu. Uzumaki Naruto. Sama sepertiku dan sebagian besar Naruto lainnya."

"Nama itu... sudah tidak kupakai... bertahun-tahun. Kegelapan adalah jalan yang kupilih. Aku bangga mati sebagai
seorang... 'Yami'. Ingatlah, ini bukanlah akhir! Kalian... tak tahu seberapa kuat lawan kalian... setelah ini." Yami menarik
syalku sehingga aku tertarik ke arahnya. Perlahan Yami berbisik di telingaku. "Kalian akan... MATI! Hahahaha..."

Tawa Yami perlahan memudar seiring ajal yang menjemputnya. Kupandang sorot mata Yami yang kini sudah berubah kaku.
Kututup kelopak mata Yami sebagai bentuk penghormatan terakhirku sebagai sesama manusia. Setelah aku tahu latar
belakang Yami, aku tak bisa sepenuhnya menyalahkannya. 'Yami' hanyalah karakter yang diciptakan oleh Dark Menma.
Dialah musuh sesungguhnya.
Aku beralih ke sisi lain, menemui sosok yang terbaring lemah di pangkuan Naru, Shichidaime Hokage.

"Gigit tanganku Hokage-sama! Kau kehilangan banyak darah! Aku akan menyembuhkanmu!" seru Karin.

Yang disuruh malah menggeleng lemah. "Ja-jantungku... sudah han-cur," kata Hokage dengan napas yang terputus-putus.
Ia lalu memerintahkanku untuk mendekat. Dipegangnya lenganku dan Naru. "Gunakan kekuatan... yang... kusegel ke
tubuh kalian... dengan baik. Jangan sampai... Konoha terkena serangan lagi... Di sana... ada anakku, Naoki. Lindungi dia
dan desaku... Se... lamat... tinggal."

Orochimaru yang memegang nadi Hokage menyatakan kalau ia sudah meninggal. Benturan di kepala, kelelahan
mengekstrak Kyuubi, serta tusukan di jantung telah mengakhiri nyawanya. Tak lama kemudian kekuatan Hokage berpindah
ke tubuh Naru karena ia yang paling dekat dengannya.

Aku menggigit bibir bawahku. Padahal Hokage sempat bilang kalau jangan sampai ada yang mati lagi. Bahkan ia sampai
menempatkan tanda di pundakku dan pundak Naru saking tak inginnya kami mati. Tapi kenyataannya malah ia yang
sekarang mati. Tanda di pundakku pun sudah menghilang. Seperti perkataan Hokage, aku pun tak ingin ada yang mati lagi.
Tapi aku ingat kata-kata Yami sebelum mati, ini belum berakhir.

Aku berdiri memandang musuhku selanjutnya. Kami masih harus mengalahkan Dark Menma dan memecahkan segala
misteri yang belum terungkap.

Kini total kekuatan di tubuhku 3, di tubuh Naru 3, dan di tubuh Souban 1. Kekuatanku dan Naru bisa dibilang telah pulih
meski belum sepenuhnya. Kurasa 2 kekuatan Naruto yang masuk ke tubuh kami sudah cukup untuk menutupi kelemahan
tersebut. Kami berdua tak ingin membuang waktu lagi. Kami ingin menyelesaikan pertarungan panjang ini.

Aku dan Naru mendekati Dark Menma yang masih saja santai tiduran di dahan pohon.

"Dark Menma!" panggilku.

"Siapa yang kau panggil Dark Menma? Namaku Menma Namikaze, catat itu," kilahnya.

"Aku tak mau menyamakanmu dengan Menma Rokudaime. Menma Rokudaime orang yang sayang kepada keluarga dan
rakyatnya. Tidak sepertimu yang membuat Uzumaki Naruto di dimensi ke-4 diliputi kebencian dan berubah menjadi
'Yami'.!"

"Siapa kau sebenarnya? Dari mana kau berasal jika bukan dari 7 dimensi? Lalu kenapa kau membuat Yami memburu
kami?" tanya Naru bertubi-tubi.

"Wow, wow. Tidak seru jika itu semua kujawab." Dark Menma bangun dari posisi tidurannya. Kupikir dia akan mendekati
kami. Tapi ternyata dia malah bersandar di pohon dan memakan sisa jeruknya. "Kenapa tak kalian cari tahu sendiri?"

Aku sudah muak dengan sikap Dark Menma yang bertele-tele. Aku berlari mendekati Dark Menma, sementara Naru
mendekati dari sisi sebelah kiri Dark Menma.

"Mokuton: Daijurin no Jutsu!"

Puluhan pedang kayu keluar dari tangan kiriku lalu melesat menuju tubuh Dark Menma. Ia tak terlihat berusaha
menghindar dari seranganku. Lima pedang berhasil menusuk perut, dada, dan lehernya. Belajar dari pengalaman melawan
Yami, aku tak yakin serangan pertama akan langsung berhasil. Jadi aku tak langsung melepas kelima pedang, melainkan
menembuskannya dari badan Dark Menma hingga menancap ke batang pohon di belakangnya. Kini Dark Menma tertahan di
batang pohon.

"Futon: Renkudan!"

Naru menyerang dari sisi lain. Sebuah angin bertekanan tinggi ia tembakkan dari mulutnya. Dark Menma tak bisa bergerak
karena tertahan kayuku. Angin bertekanan tinggi itu menghantam perut Dark Menma.

SRAKHH!

Perut Dark Menma hancur, seiring dengan batang pohon besar di belakangnya yang ikut terpotong.

Aku dan Naru mendekati Dark Menma yang masih saja santai tiduran di dahan pohon.

"Dark Menma!" panggilku.


"Astaga. Kalian masih saja memanggilku dengan nama itu. Namaku Menma Namikaze," kilahnya.

"Aku tak mau menyamakanmu dengan Menma Rokudaime. Menma Rokudaime orang yang sayang kepada keluarga dan
rakyatnya. Tidak sepertimu yang membuat Uzumaki Naruto di dimensi ke-4 diliputi kebencian dan berubah menjadi
'Yami'.!"

"Siapa kau sebenarnya? Dari mana kau berasal jika bukan dari 7 dimensi? Lalu kenapa kau membuat Yami memburu
kami?" tanya Naru bertubi-tubi.

Dark Menma bangun dari posisi tidurannya. "Kenapa tak kalian cari tahu sendiri?"

Aku sudah muak dengan sikap Dark Menma yang bertele-tele. Aku berlari mendekati Dark Menma, sementara Naru
mendekati dari sisi sebelah kiri Dark Menma.

"Mokuton: Daijurin no Jutsu!"

Puluhan pedang kayu keluar dari tangan kiriku lalu melesat menuju tubuh Dark Menma. Dark Menma seperti tahu arah
seranganku. Ia menghindari seranganku dengansangat efektif. Ia mundur selangkah, seolah tahu kalau daya jangkau
pedang kayuku sebatas itu. Lalu ia mengeluarkan pedangnya dan menebas pedang kayuku.

"Futon: Renkudan!"

Naru menyerang dari sisi lain. Angin bertekanan tinggi ia tembakkan dari mulutnya. Serangan Naru itu datang dari titik
buta Dark Menma, tapi lagi-lagi ia bisa membaca serangan kami. Tangan kayuku ditarik oleh Dark Menma sehingga
tubuhku kini dijadikan tameng menghadapi serangan Naru.

Oh sial, angin bertekanan tinggi itu bisa membunuhku!

Aku masuk ke mode Kyuubi dan cepat-cepat menangkisnya. Aku selamat.

Keadaan berbalik, sekarang giliranku yang menarik tubuh Dark Menma dengan lengan chakra, kemudian menabrakkannya
dengan rasengan yang sudah disiapkan Naru.

Aku dan Naru mendekati Dark Menma yang masih saja santai tiduran di dahan pohon.

"Dark Menma!" panggilku.

"Namaku Menma Namikaze!" seru Dark Menma.

"Aku tak mau menyamakanmu dengan Menma Rokudaime. Menma Rokudaime orang yang sayang kepada keluarga dan
rakyatnya. Tidak sepertimu yang membuat Uzumaki Naruto di dimensi ke-4 diliputi kebencian dan berubah menjadi
'Yami'.!"

"Siapa kau sebenarnya? Dari mana kau berasal jika bukan dari 7 dimensi? Lalu kenapa kau membuat Yami memburu
kami?" tanya Naru bertubi-tubi.

Dark Menma bangun dari posisi tidurannya. "Cari tahu sendiri!"

Aku sudah muak dengan sikap Dark Menma yang bertele-tele. Aku berlari mendekati Dark Menma namun Naru menahanku.

"Tahan, Nii-san!" cegahnya.

"Kenapa, Naru?"

Aku merasa heran, padahal tadi ia sama-sama semangat sepertiku untuk mengalahkan Dark Menma. Naru sedang
memegang kepala dengan kedua tangannya, seperti sedang berusaha mengingat sesuatu.

"Apa kau tak merasa kalau ini seperti de javu?" tanya Naru. "Aku merasa seperti pernah mengalami kejadian ini."

Aku tertegun mendengar perkataan Naru. Sejujurnya aku dari tadi merasakan hal yang sama, de javu berulang kali. Aku
merasa pernah bertarung dengan Dark Menma dengan mengeluarkan Daijurin no Jutsu. Jika ternyata Naru merasakan hal
yang sama, aku yakin ada yang tak beres.

"Kau mengingatkanku, Naru. Kupikir hanya aku yang merasakannya. Mungkinkah-"


"Kalian tidak jadi menyerang?" tanya Dark Menma.

"Baiklah, aku yang akan menyerang duluan!"

Dark Menma mengeluarkan pedang miliknya. Tapi ternyata ia tidak menyerang kami. Ia melompat melewati kami berdua.
Yang akan diincarnya adalah...

"Souban!"

Karin dan Orochimaru tak mampu menghadang Dark Menma karena ia datang terlalu cepat. Sialnya, Hiraishin Kunai milikku
yang kuberikan kepada Souban sudah hancur saat dipakai membunuh Yami. Terpaksa aku berlari untuk menyelamatkan
Souban.

Akhirnya Souban harus berusaha melindungi dirinya sendiri berbekal taijutsu jalanannya. Dark Menma mengincar leher
Souban namun ia sempat memberikan perlawanan hingga mereka terlibat perkelahian singkat. Namun biar bagaimanapun
perbandingan kekuatan mereka terlampau jauh. Souban akhirnya tertusuk pedang di paha kiri. Tak hanya itu, sebelum
menarik pedangnya, Dark Yami memutar pedangnya 90 derajat hingga membuat otot paha Souban robek. Dengan luka
seperti itu dipastikan Souban tak bisa melarikan diri.

"Di sini berlaku hukum alam. Yang lemah akan kalah oleh yang kuat!" seru Dark Menma tanpa melepas senyumannya.

Dark Menma mengangkat pedangnya lagi, mengambil ancang-ancang untuk mengakhiri hidup Souban. Aku
menggunakan mokuton, Karin menggunakan rantai chakra, dan Orochimaru menggunakan ular untuk menarik tubuh Dark
Menma menjauh. Tapi bagaikan sebongkah batu, tubuh Dark Menma tak bisa kami tarik saking kuatnya kekuatan yang
dimiliki pemuda berambut hitam tersebut.

Saat itu Naru sudah sampai di dekat Souban untuk membantu Souban menjauh, tapi melihat ayunan pedang Dark Menma
yang tinggal beberapa senti saja dari kepala Souban, rasanya ini tak akan sempat.

Apa ini akhir hidup Souban?

ZRRRSSHHH! TRANG!

Pedang Dark Menma patah saat sebuah pedang lain membelahnya dengan mudah. Pemegang pedang itu lalu menendang
Dark Menma hingga terlempar puluhan meter. 'Hebat juga', pikirku. Aku memperhatikan sosok yang jadi penyelamat
Souban tersebut. Setelah diperhatikan, kurasa sosoknya tak wajar.

Ia terlihat seperti seorang manusia dengan lapisan armor yang tebal menyelimuti hampir seluruh badannya. Saking
tebalnya armor tersebut, ukuran manusia itu jadi lebih besar dan lebih tinggi dari kami. Armor miliknya terlihat rumit
dengan lekukan-lekukan yang rasanya sulit dikerjakan oleh pembuat armor biasa. Di beberapa bagian armor tersebut ada
lampu yang menyala berwarna merah. Pasti armor yang dipakainya berat sekali. Aku bahkan tak percaya orang itu bisa
bergerak mengayunkan pedangnya.

Tak ada yang bicara. Meski tadi ia menyelamatkan Souban. Aku masih belum berani menentukan apa dia di pihak kami
atau tidak.

Sosok itu kemudian memandang kami bergantian. Kali ini aku melihat penampilannya lebih jelas. Di tangan kirinya sekilas
aku bisa melihat layar kecil berisi deretan angka yang tak kumengerti. Di tangan kanannya ada pedang dengan sisi tajam
yang menyala seperti bara. Lalu di dadanya ada tulisan NR-099 yang dicetak dengan huruf berukuran besar berwarna
merah.

"Mundur. Kalian tak akan menang melawan Dark Menma," kata sosok itu tiba-tiba.

Suara yang dikeluarkannya semakin membuat ia tak wajar. Suaranya terdengar berat, datar, dan bergema. Ia tak memiliki
intonasi dan emosi. Bahkan Shino dan Sasuke saja tak sedatar ini jika bicara. Meski begitu, aku hilangkan penilaian yang
bersifat fisik tersebut. Aku beralih pada topik pembicaraan yang membuatku lebih penasaran.

"Siapa kau? Dari mana kau tahu kalau kami tak akan menang?" tanyaku.

"Aku NR-099. Kekuatan kalian tak sebanding dengan Dark Menma."

NR-099? Rasanya aneh sekali nama itu. Tak biasanya nama memakai angka.

"Tapi untuk menghentikan perburuan ini aku harus mengalahkan Dark Menma. Kurasa dia juga bukan tipe orang yang mau
diajak berdamai."

"Kubilang mundur. Kalian tak akan menang melawan seorang Time Traveler."
"Time Traveler?" tanyaku bingung.

Aku tak tahu apa itu Time Traveler, begitu juga dengan semua anggota timku. NR mengerti kebingunganku lalu ia
menjelaskan semuanya.

"Jurus ruang dan waktu itu ada 4 tingkatan. Tingkatan yang pertama adalah Shunshin no Jutsu. Tingkatan kedua
adalah Hiraishin no Jutsu. Tentu dua jurus itu sudah familiar di telinga kalian. Tingkatan ketiga adalah Dimensional Travel,
yaitu perpindahan dari satu dimensi ke dimensi lain seperti yang kalian lakukan belakangan ini. Dan tingkatan keempat
atau yang tertinggi dari semua jurus itu adalah Time Travel, yaitu mengendalikan waktu. Seorang Time Traveler bukan
hanya bisa berpindah antar tempat dan dimensi, tapi dia juga bisa menjelajahi waktu, dia bisa pergi ke masa lalu, dan ke
masa depan."

Aku mematung mendengar perkataan NR. Sekilas kulihat Dark Menma sedang berusaha berdiri di kejauhan. Jadi sosok
berambut hitam itu bisa mengendalikan waktu? Ini terlalu sulit untuk dipercaya. Kupikir mengendalikan dan menjelajahi
waktu hanyalah mitos.

Tapi De javu yang kurasakan berulang kali bersama Naru bisa jadi adalah bukti kalau Dark Menma memang bisa
mengendalikan waktu. Aku dan Naru merasa telah berhasil melukai Dark Menma, tapi sepertinya dia memutar waktu
berulang kali sehingga tubuhnya akan kembali seperti semula.

Aku kembali memandang NR. Orang dengan ekspresi datar seperti itu tak akan bercanda. Jadi dia mengatakan hal yang
sebenarnya.

"Dark Menma adalah seorang Time Traveler. Oleh karena itu kalian tak punya kesempatan untuk menang. Kalian akan mati
di sini."

To Be Continue

A/N: Beberapa chapter belakangan ini kenapa pada bingung sih sama sosok Dark Menma? Banyak spekulasi yang muncul.
Kebanyakan menyangka Dark Menma adalah sisi jahat Menma Rokudaime. Padahal jawabannya sederhana. Ada tuh di atas
halaman fic ini, bahkan jawabannya udah ada sejak pertama fic ini publish. Hehe. Yup, Dark Menma adalah Time
Traveler, orang yang bisa mengendalikan dan menjelajahi waktu.

Tokoh dari fic lain kembali muncul. Kali ini NR-099. Yang udah baca semua fic saya pasti familiar dengan
penamaan NR. NR adalah kode penamaan untuk android (robot yang menyerupai manusia) yang diproduksi oleh Hyuuga
Cyber Company di fic Shinobi Online. Sosoknya jauh lebih kuat dan canggih dibanding android Naruto versi pertama
(NR-001) yang diproduksi tahun 2033. NR-099 diciptakan puluhan tahun setelahnya dengan tetap memakai gen dan
kecerdasan buatan (AI/Artificial Intelligence) milik Naruto.

Summary:

Team Naruto: Naruto, Naru, 2nd Orochimaru, 1st Karin, Souban, Naruko Nee-san [DEAD], Shichidaime Hokage[DEAD]

Dimensi 1: Naruto Uzumaki (22th). Naruto Shippuden

Dimensi 2: Naruko "Naru" Uzumaki (15th). Unofficial name by Naruto fandom

Dimensi 3: Menma Namikaze (22th, DEAD). Naruto Movie Shippuden 4: Road To Ninja

Dimensi 4: Naruto "Yami" Uzumaki (22th, DEAD). Naruto Shippuden 243-244

Dimensi 5: Naruto "Akage" Uzumaki (35th, DEAD). Naruto Movie Shippuden 1

Dimensi 6: Naruto "Souban" Uzumaki (15th). Fic Ayo Pulang Oneesan trilogy [2011] by rifuki

Dimensi 7: Naruto "Hokage" Uzumaki & Naruko "Nee-san" Uzumaki (28th, DEAD). Fic Seseorang Yang Paling Mengerti
Dirimu [2012-2013] by rifuki

?: DarkMenma

?: NR-099.Fic Shinobi Online [2012-2013] by rifuki

rifuki

15. Yami - Darkness


< Prev Next >
16. NR099 - The Real Enemy
< Prev Next >

NR099

"The Real Enemy"

Konoha 7

"Jurus ruang dan waktu itu ada 4 tingkatan. Tingkatan yang pertama adalah Shunshin no Jutsu. Tingkatan kedua
adalah Hiraishin no Jutsu. Tentu dua jurus itu sudah familiar di telinga kalian. Tingkatan ketiga adalah Dimensional Travel,
yaitu perpindahan dari satu dimensi ke dimensi lain seperti yang kalian lakukan belakangan ini. Dan tingkatan keempat
atau yang tertinggi dari semua jurus itu adalah Time Travel, yaitu mengendalikan waktu. Seorang Time Traveler bukan
hanya bisa berpindah antar tempat dan dimensi, tapi dia juga bisa menjelajahi waktu, dia bisa pergi ke masa lalu, dan ke
masa depan."

Ini terlalu sulit untuk dipercaya. Kupikir mengendalikan dan menjelajahi waktu hanyalah mitos.

"Dark Menma adalah seorang Time Traveler. Oleh karena itu kalian tak punya kesempatan untuk menang. Kalian akan
mati di sini."

Meski apa yang dikatakan NR menjadi titik terang dari misteri yang sedang kami hadapi, aku dan Naru menolak untuk
percaya begitu saja.

"Aku belum bisa percaya padamu sepenuhnya. Siapa kau sebenarnya? Namamu terdengar aneh di telingaku."

"Lalu, apa kau di pihak kami?" tambah Naru.

Mata pedang milik NR yang tadinya berwarna merah bara perlahan berubah menjadi warna putih metalik. Dari
permukannya keluar asap yang menandakan penurunan suhu yang drastis. Aku tak tahu dibuat dari logam apa pedang
tersebut hingga bisa dipanaskan dan didinginkan dalam waktu singkat. Belum lagi kekuatannya yang luar biasa hingga bisa
membelah pedang milik Dark Menma dengan mudah seperti memotong semangka. Disimpannya pedang di sarung pedang
yang terpasang permanen di bagian punggung armor NR. Layar kecil di tangan kirinya ia hilangkan.

"Aku di pihak kalian. Tapi prioritas utama misiku adalah menyelamatkan Souban," kata NR sambil melemparkan sebuah
botol kecil ke arah Souban. "Minumlah. Itupainkiller untuk meredakan rasa sakit di pahamu."

Souban tak banyak protes dan langsung menegak habis minuman yang diberikan NR. Ia sudah tak bisa menahan rasa perih
di paha kirinya. Otot pahanya yang dirobek pedang Dark Menma telah membuatnya kesakitan setiap kali menggerakan
kaki.

"Namaku aneh dan mengandung angka karena sebenarnya itu kode produksiku. Aku belum punya nama panggilan karena
masih merupakan prototipe. Aku android ke-99 yang menggunakan Self-Learning-Artificial Intelligence (kecerdasan buatan)
milik NR001 alias 'Naruto Uzumaki'. Aku dibuat tahun 2050 oleh Hyuuga Cyber Company, Jepang," kata NR masih dengan
nada datarnya.

"Tunggu dulu, kau android? Jadi kau seorang robot?" tanya Souban kaget.

"Ya. Dari semua generasi android NR, aku versi pertama yang memiliki 3 mode."

"Pertama, aku bisa bertindak sebagai seorang android biasa yang membantu pekerjaan manusia. Aku akan bertindak
menggunakan kecerdasan buatan yang ditanamkan di tubuhku (auto pilot). Tentunya dengan tetap menaati 3 hukum robot
(3 law of robotics) sehingga tidak berbahaya bagi manusia."

"Kedua, aku bisa dikendalikan manusia dari jarak jauh. Di masa depan, fungsi ini digunakan jika manusia sedang malas ke
luar rumah untuk bersosialisasi, maka sebagai gantinya aku yang akan ke luar (avatar). Fungsi ini sangat berguna karena
keadaan udara dan cahaya matahari di tahun 2050 sangat tidak bersahabat. Manusia lebih memilih diam di rumah, lalu
menjadikan android sebagai avatar untuk pergi bersosialisasi ke luar rumah."

"Ketiga, aku bisa digunakan sebagai armor suit. Dengan kata lain manusia akan masuk ke dalam tubuhku dan
mengendalikanku dari dalam. Ini merupakan fungsi baru yang belum resmi diluncurkan, karena itulah tadi kubilang kalau
aku masih prototipe. Aku masih dalam tahap pengembangan Hyuuga Cyber Company bekerja sama dengan Departemen
Pertahanan Jepang. Fungsi ini sebenarnya ditujukan untuk angkatan militer Jepang. Kelak di masa depan, semua tentara
akan memakai armor suit yang bisa meningkatkan pertahanan dan kekuatan mereka puluhan kali lipat."

Jujur saja aku tak begitu mengerti penjelasan yang dibeberkan NR. Istilah android, avatar, artificial intelligence, dan auto
pilot baru kali ini aku dengar. Tapi jika NRsebuah robot, maka satu-satunya gambaran yang terbayang di kepalaku adalah
Pain Shurado di Konoha 1 yang terbuat dari berbagai komponen mekanik dan senjata. Aku menoleh ke sekitarku. Karin,
Orochimaru, dan Naru juga terlihat tak sepenuhnya mengerti. Yang terlihat mengerti dengan penjelasan NR hanya Souban.
"Bisakah kau buat penjelasanmu lebih sederhana? Terutama mengenai mode ke-3," pintaku.

NR bersiap bicara lagi, tapi Souban menahannya. Ia memutuskan untuk angkat bicara.

"Sederhananya, NR merupakan baju perangyang bisa bicara."

"Souban, itu terdengar sedikit kejam. Tapi baiklah, memang itu kenyataannya. Aku akan menunjukkannya agar kalian lebih
mengerti."

Tiba-tiba armor NR terbuka mulai dari kepala, badan, tangan dan kaki. Tiba-tiba sesosok pria keluar dari
tubuh armor NR dan tersungkur ke tanah. Ia masih hidup tapi nampak kelelahan sekali. Kuperhatikan fisik pria itu mirip
denganku, tepatnya dengan Naruto Shichidaime jika umur ikut dijadikan patokan. Ia memakai pakaian dari bahan nilon
berwarna hitam panjang. Pakaian itu mengingatkanku pada pakaian yang sering dipakai Guy dan Lee. Bedanya, pakaian
hitam ini lebih tebal, memiliki protektor di lutut, sikut, pundak, dan punggung dengan desain yang modern. Di
punggungnya ada semacam lubang-lubang kecil sebesar lidi. Dari beberapa lubang tersebut, keluar kabel-kabel berbagai
warna. Aku yakin baju itu didesain agar cocok dengan armor NR.

"Orang itu baik-baik saja. Aku baru selesai menyalin seluruh kemampuan ninja dari otaknya," gumam NR.

Apa?! Orang dari dalam armor NR sudah keluar, lalu siapa yang barusan bicara?

"Ini aku NR."

Betapa kagetnya saat kulihat armor NR yang sudah kosong itu masih saja bicara. Aku berjalan ke hadapan NR dan
mengulurkan tangan ke dalam tubuh NR. Memang benar armor itu di dalamnya kosong. Ini bukan trik sulap atau
semacamnya. Ini nyata. Jadi inilah yang dimaksud Souban 'baju perang yang bisa bicara'. NR adalah sebuah baju
perang modern, tapi juga punya 'nyawa'. Dia bisa berpikir dan bertindak sesuai keinginannya.

Baiklah, aku percaya sekarang. NR dari masa depan. Jadi benda-benda modern bisa saja dibuat di masa depan. Aku tak
akan membahasnya lebih lama karena ujung-ujungnya NR pasti akan membahas hal rumit lagi. Aku berpaling pada sosok
pria di tanah.

"Lalu siapa dia?"

"Dia ada di pihak kita juga. Dia cloning dari dirimu di masa lalu. Aku akan panggil dia 'Clone'. Clone yang kumaksud
bukan clone dari jurus bayangan, tapi cloning fisik yang didapatkan secara ilmu medis. Jadi dia seorang manusia baru yang
gennya kuambil dari tubuh aslimu."

Pria yang dipanggil Clone itu berusaha berdiri dengan terhuyung. Ia memegangi kepalanya, menahan rasa sakit.

"Cih! Kau bilang kita sepihak, tapi kau mengambil seluruh ilmu ninja di otakku tanpa izin. Aku mempelajarinya seumur
hidupku!"

"Itu bagian dari misi. Aku dari masa depan tak mengerti dunia ninja, jadi aku butuh segala informasi tentang ninja."

NR menutup armor-nya kembali. Kedua mata merahnya menyala lagi. Jika diperhatikan lagi, dia sekarang sudah mirip
manusia yang memakai baju perang. Persis seperti perkiraanku di awal saat pertama melihatnya. Tak akan ada yang
mengira kalau sebenarnya baju perang itu kosong.

NR memandang jauh ke arah Dark Menma. Dark Menma sedang mengerang kesakitan. Pasti beberapa tulang rusuknya
patah karena tadi ditendang NR. Kini ia sedang membuat sebuah kubah chakra di sekitar tubuhnya sambil memulihkan
lukanya.

"Bisakah kita menghabisinya sekarang?" tanya Naru.

"Aku setuju dengan Naru. Dia sedang kesakitan, ini kesempatan kita," tambahku.

NR menggeleng.

"Kemungkinan kalian menang adalah 1%. Dark Menma jauh lebih kuat dari yang kalian bayangkan. Apa kalian tidak
berpikir? Jika mau, seharusnya Dark Menma bisa memutar waktu seperti sebelumnya agar dia tak terluka oleh
tendanganku. Tapi lihat sekarang, dia memilih untuk menyembuhkan lukanya. Dia pasti sedang merencanakan sesuatu.
Kurasa dia ingin bermain lebih lama dengan kalian."

"Tapi bukan berarti kita tak bisa menang. Kita harus coba."
"Tidak perlu. Ini persis seperti apa yang kulihat di masa depan. Kubah chakra yang dibuat Dark Menma itu bukan hanya
untuk bertahan, tapi juga efektif untuk menyerang. Aku serius saat bilang kalian akan mati. Kalian akan mati 1 jam dan 12
menit dari sekarang."

Kedua kalinya mendengar kematian, dadaku tersentak juga. Apalagi kali ini disertai detail waktunya. Siapa yang tak takut
mati? Rasanya tak ada yang tak takut mati. Satu jam itu waktu yang singkat. Apalagi dalam sebuah pertarungan. Satu jam
itu akan terasa seperti 10 menit.

"Apa yang terjadi di masa depan?" tanya Karin. Dia berusaha menyembunyikan ketakutannya ketika bertanya hal itu.

"Kalian dikalahkan oleh Dark Menma. Kematian kalian adalah awal dari kehancuran dunia. Dua tahun selanjutnya Dark
Menma akan menyatakan diri sebagai pemimpin dunia, tepatnya itu terjadi tahun 2011. Ada banyak ninja hebat di dunia
yang memberontak dan gagal. Tahun 2050 semua dimensi bersatu dan terjadi pemberontakan besar-besaran di ketujuh
dimensi, tapi seorang Time Traveler bukanlah tandingan mereka. 10 Oktober 2050 Dark Menma menghancurkan dunia dan
saat itulah dunia berakhir. Perhatikan rekaman penglihatanku di dimensi ke-6 tepat sebelum dunia berakhir."

NR memancarkan sebuah layar hologram dari tangan kirinya kemudian mempertontonkannya kepada kami. Di layar itu ada
Karin, kakak Souban, yang nampak sudah tua. Tanggal yang tertera di sudut video itu menunjukkan tanggal 10 Oktober
2050, masa depan.

"Selamat pagi NR099, selamat datang di dunia. Bagaimana perasaanmu?" tanya Karin dengan suara rentanya.

Kamera mengarah ke wajah tua Karin kemudian ke bagian tangan NR. Dia sedang mengepal-ngepalkan tangannya, juga
mengangkat kakinya bergantian.

"Baik, Profesor. Sistemku berjalan normal. Tidak terdeteksi kesalahan di segi software maupun hardware."

BRAKKK!

Sebuah android terlempar ke dekat mereka hingga menghantam tembok. Kepala dan tangannya nyaris putus seperti sudah
bertarung hebat. Lehernya mengeluarkan percikan listrik. Tak lama kemudian android itu mati ditandai dengan padamnya
kedua mata merah miliknya. Di dada kirinya kulihat ada tulisan NR098, itu berarti 1 versi lebih lama dari NR yang sedang
berada di hadapanku.

"Sayang sekali aku harus membangunkan android terbaikku di saat seperti ini," gumam Karin sambil tersenyum kecut.

"Apa yang terjadi, Profesor?" tanya NR.

Kamera kemudian mengarah ke luar jendela lab yang besar. Banyak sekali gedung-gedung yang hancur.
Ratusan android NR098 sedang menembaki sesuatu di atas yang tak bisa kulihat karena terbatasnya sudut pandang jendela
lab.

"Dunia akan segera berakhir, NR. Dark Menma akan menghancurkan dunia tak lama lagi."

"Siapa Dark Menma?"

"Ceritanya panjang. Kau bisa mencari informasinya di data sejarah yang sudah kusimpan di harddisk-mu lain kali. Yang
terpenting sekarang adalah misimu. Aku sudah melengkapi tubuhmu dengan mesin waktu. Aku memerintahkanmu untuk
pergi ke masa lalu dan merubah sejarah. Empat puluh tahun yang lalu, tepatnya tahun 2009, empat orang yang mengaku
dari dimensi lain datang ke rumahku. Mereka bilang Naruto sedang diincar oleh Yami dan Dark Menma. Kurasa itulah awal
dari malapetaka ini. Selamatkan Naruto dan cari cara untuk mengalahkan Dark Menma dan Yami."

Bersamaan dengan itu Karin melepas kabel-kabel yang terhubung ke tubuh NR. NR terbang meninggalkan lab. Dan tak
lama kemudian lab tersebut meledak, diiringi rentetan ledakan dari seluruh bagian bangunan lainnya dari kompleks gedung
Hyuuga Cyber Company.

Ratusan bahkan ribuan NR098 yang sempat menyelamatkan diri dari ledakan diturunkan dari 3 pesawat besar untuk
ikut membantu menyerang Dark Menma. Kamera kemudian mengarah kepada Dark Menma yang sedang berdiri di kepala
Kyuubi. Ada 6 Kyuubi lain yang ikut membantu di sekitarnya. Dari tayangan video yang fokus di wajah Dark Menma, aku
yakin NR ingin sekali ikut menyerang orang yang telah membunuh Karin tersebut. Karin bisa disebut sebagai 'ibu' yang
mengaktifkanNR sehingga ia bisa hidup di dunia. Tapi ia ingat misinya sehingga memutuskan untuk segera pergi ke masa
lalu sebelum Dark Menma menyadari kehadirannya.

Video berakhir. NR mematikan kembali layar di tangan kirinya. Orochimaru dan Naru tak menyangka dimensi ke-6 yang
beberapa jam lalu kami tinggalkan akan porak poranda 40 tahun dari sekarang. Karin ikut sedih melihat dirinya yang lain
meninggal, padahal sebelumnya ia dan kembarannnya itu sempat berbagi cerita. Yang paling terpukul dengan tayangan
tadi adalah Souban. Souban terduduk lemas melihat kematian kakaknya yang tragis.

"Aku tak bisa membayangkan bagaimana kehidupan Nee-san dan ibuku selama 40 tahun aku tak ada bersama mereka."
Aku mendekati Souban dan memegang pundaknya. "Kejadian itu masih 40 tahun lagi dari sekarang. Jika kita bisa
mengalahkan Dark Menma sekarang, kejadian di video tadi tak akan terjadi dan kau bisa pulang ke rumahmu." Aku lalu
menoleh ke arah NR. "Kau sudah tahu cara mengalahkan Dark Menma, kan NR?"

"Maaf," kata NR. "Aku sudah melakukan perjalanan ke berbagai masa, tapi kenyataannya mengubah sejarah tak semudah
itu. Dark Menma tak bisa dikalahkan. Jadi kuputuskan untuk fokus pada misi utama menyelamatkan Souban. Aku akan
membawanya ke masa lalu dimana dunia masih damai."

Semua yang mendengar kata-kata NR langsung kaget. Tak terkecuali Souban. Souban berusaha berdiri. Aku memegang
tangan kanannya untuk menopang tubuhnya.

"Jadi maksudmu, kau hanya akan membawaku dan akan meninggalkan yang lain?" tanya Souban dengan nada yang
meninggi.

"Ya, tubuhku hanya bisa menampung 1 orang."

"Itu tidak masuk akal," timpal Orochimaru. Ia yang dari tadi diam saja kini angkat bicara. "Kau bilang Dark Menma adalah
seorang Time Traveler. Itu berarti kemana pun kau pergi dia akan bisa mengejarmu. Pergi ke masa lalu bukanlah jalan
keluar. Suatu saat Dark Menma akan berhasil menangkapmu."

Perkataan Orochimaru cukup logis. NR tak mungkin akan terus bermain kucing-kucingan dengan Dark Menma. Aku menoleh
ke arah NR, menunggu apa reaksinya. Sayang sekali wajahnya terbuat dari titanium sehingga tak bisa menunjukkan emosi.

"Persentase keselamatan Souban di sini 1%, sedangkan jika aku membawanya ke masa lalu bisa naik sampai maksimal
50%. Setidaknya Souban akan hidup lebih lama dibandingkan di sini."

"Cukup!" bentak Souban. Ia melepaskan pegangannya di leherku kemudian berjalan menuju NR. "Kau seharusnya berusaha
menyelamatkan yang lain juga. Kau bisa disebut sebagai Time Traveler juga karena punya mesin waktu di tubuhmu.
Seharusnya kau bisa melakukan sesuatu."

"Aku bukan Time Traveler. Time Traveler bagaikan dewa yang memegang waktu dalam genggamannya, sementara aku
hanya berlari di dalamnya. Dark Menma bisa memperlambat, mempercepat, mengulang, bahkan bisa menghentikan waktu
dan seisi dunia jika dia mau. Berbeda sekali denganku yang hanya bisa berpindah waktu."

"Jadi karena itu kau menyerah?"

"Ya."

Souban kini berada di hadapan NR yang lebih tinggi darinya. Ia menunjuk dada kiri NR yang bertuliskan NR099 berwarna
merah.

"Inilah alasan kenapa aku benci robot. Mereka tak punya hati seperti manusia. Mereka hanya menilai sesuatu berdasarkan
perhitungan matematis. Mereka tidak menilai dengan hati nurani. Bagi seorang manusia, kemungkinan hidup 1% itu sudah
lebih dari cukup untuk diperjuangkan. Persetan dengan misimu! Aku memilih untuk berjuang bersama teman-temanku!"

Hening.

Aku terkesan dengan kata-kata Souban. Mungkin dia tak sekuat kami, tapi dia punya rasa persahabatan yang tak kalah
besar dengan kami semua. Seandainya kekuatan ninja tidak dilenyapkan di dimensi ke-6 seperti yang dikatakan Kushina,
maka bisa dipastikan Souban akan jadi ninja hebat seperti Naruto-Naruto lainnya di dimensi lain.

NR belum juga menjawab. Kecerdasan buatannya pasti sedang berpikir bagaimana caranya menimpali kata-kata Souban.

Tiba-tiba NR mengambil senapan dari punggungnya. Aku mulai panik.

DOR! DOR! DOR! DOR! DOR! DOR..

TRANG!

NR ternyata melompat melewati kami dan menembak ke arah belakang kami.

Sembilan buah kunai berhasil dihadang oleh puluhan peluru berkaliber besar yang keluar dari senapan NR.
Sayangnya kunai terakhir lolos dan melesat mengarah ke kepala NR. NR bertindak cepat dengan mengambil pedang dari
punggungnya dan menangkis kunai yang datang. Tak lupa NR menaikan suhu pedang sehingga mata pedang kini berwarna
merah. Kunai terakhir meleleh kemudian jatuh di sisi kakan dan kiri kaki NR.
Aku melihat ke arah serangan. Rupanya kunai-kunai tadi adalah serangan pemanasan dari Dark Menma. Ia sudah pulih dari
lukanya. Kemampuan penyembuhan lukanya lebih cepat dari Souban dan aku, bahkan dari Yami sekalipun!

Hal kedua yang kusadari dari Dark Menma adalah chakra-nya. Jika sebelumnya ia terkesan menyembunyikan aliran chakra-
nya, maka sekarang ia tak segan untuk menunjukkannya kepada kami. Chakra yang keluar dari tubuhnya merupakan
gradasi dari warna kuning-merah-hitam.

"Android-san, kau meremukkan semua apel-apelku," gumam Dark Menma. Ia mengeluarkan pecahan-pecahan apel dari
kantong bajunya. "Tapi tak apa. Aku akan membelinya lagi setelah aku mengalahkan kalian."

Sedangkan hal yang tak berubah dari Dark Menma adalah senyuman sok ramahnya. Bisa-bisanya ia bicara
kepada NR sambil tersenyum. Senyumannya itu sama sekali berbanding terbalik dengan hal yang dilakukannya. Itu malah
membuatku semakin kesal. Dia mengingatkanku pada raut wajah-tanpa-dosa Sai, hanya saja jauh lebih parah sadisnya.

"Panggil aku NR," balas NR.

Bodohnya lagi NR masih saja menanggapi ocehan musuh. Dalam keadaan sekarang nama panggilan tak penting. Dasar
robot.

"Baiklah, NR. Kudengar kau bilang kepada mereka kalau aku Time Traveler. Kuakui itu memang sedikit mengacaukan alur
permainanku. Tapi lupakan itu. Aku sudah tak tertarik memainkan waktu. Kau pikir hanya itu kemampuanku? Aku sudah
menyiapkan rencana B yang akan membuat permainan ini tetap menarik. Aku tak akan memutar waktu, tapi sebagai
gantinya"

"Kuchiyose Edo Tensei!"

Dark Menma memanggil puluhan orang ke medan perang. " kalian akan melawan semua bonekaku!"

Badanku bergetar melihat siapa yang dipanggil Dark Menma.

Dark Menma memanggil 35 shinobi dengan jurusnya. Sehingga kini di hadapan kami ada 36 orang shinobi yang terdiri dari
6 Naruto (termasuk Dark Menma), 6 Madara, 6 Hashirama, 6 Obito, 6 Minato, dan 6 Jiunchuuriki. Kuperhatikan
35 shinobi tersebut dikontrol sepenuhnya oleh Dark Menma karena tak ada satupun dari mereka yang menunjukkan emosi.

Enam orang pertama saja sudah cukup membuatku menelan ludah sendiri. Enam Naruto yang berada di jajaran paling
depan tersebut terdiri dari Naruto ET (edo tensei), Naru ET, Dark Menma, Yami ET, Akage ET, dan Shichidaime Hokage ET.

Lalu kedua bola mataku menyisir 30 shinobi lainnya di belakang Dark Menma. Aku menebak kalau mereka dipanggil dari 6
dimensi berbeda, yaitu dimensi 1, 2, 3, 4, 5, dan 7. Dimensi ke-6 tidak dipanggil karena bukan dunia ninja.

Ini tak masuk akal. Mayat Yami masih ada di belakang kami. Kapan Dark Menma mengambil gennya? Baiklah, mungkin
sebelumnya ia sudah mengambil gen Yami. Yang paling tak masuk akal adalah beberapa dari mereka masih hidup di
dimensinya masing-masing jadi tak mungkin di-edo tensei. Ambil contoh paling gampang, bagaimana bisa Dark Menma
melakukan edo tensei terhadapku dan Naru yang notabene masih hidup di sini?

"NR, ada apa ini? Apa di masa depan juga seperti ini?" tanyaku bingung.

"Tidak. Dark Menma tidak pernah melakukan pemanggilan edo tensei. Sepertinya Dark Menma mengubah strategi perang
karena melihat keberadaanku dan Clone di sini."

"Sial!" rutukku. Perasaanku campur aduk antara kesal, bingung, dan khawatir pada timku.

Sebenarnya mau rencana A atau pun B sama-sama tidak menguntungkan bagi kami. Tadinya kupikir dengan tak
digunakannya kemampuan memutar waktu oleh Dark Menma, kami punya kesempatan untuk menang. Nyatanya tak ada
celah bagi kami untuk menang. Melawan Yami saja sudah mengorbankan setengah dari timku. Apalagi sekarang. Aku
merasa kematian sudah berada di hadapanku kali ini, persis seperti kata-kata NR.

Sebagai pemimpin dari Tim Naruto, aku merasa bertanggung jawab pada nyawa anggota timku. Aku memang tak
menjanjikan keselamatan. Sejak awal ini adalah misi hidup dan mati. Hanya saja aku tak mengira akan berakhir setragis
ini.

"Terima kasih sudah mau bergabung denganku dalam petualangan yang berbahaya ini," gumamku pelan, tapi kupastikan
bisa didengar oleh anggota timku.

"Tidak apa-apa. Kami bergabung karena kemauan kami," balas Karin.

Aku menoleh kepada Orochimaru dan Naru. Mereka mengangguk menyetujui pernyataan Karin. Aku tersenyum kepada
mereka. Meski singkat tapi aku senang bisa berpetualang dengan mereka.
"Baiklah. Sekali lagi terima kasih. Kurasa kalian juga sependapat denganku kalau lawan kita kali ini sulit untuk dikalahkan.
Kemungkinan kita menang kecil sekali apalagi setelah 35 orang itu datang. Jika memang kita akan mati di sini, sesuai
dengan masa depan yang diceritakan NR, mungkin itu takdir kita. Tapi aku menolak untuk menyerah begitu saja tanpa
melakukan perlawanan. Bagaimana dengan kalian?"

Naru berjalan mendekatiku dan menyimpan telapak tangannya di dadaku. "Aku sudah berjanji untuk tetap berada
disampingmu, Nii-san," jawabnya dengan diiringi senyum manis.

Aku membalas senyumannya. "Ya, mohon bantuannya Imouto."

"Haaaahhh." Karin menghela napas panjang. "Setidaknya di sini aku bisa berguna, di Konoha 1 aku merasa tak berguna."

"Senang berpetualang denganmu, Naruto," kata Orochimaru.

Senyumku makin lebar. Menyenangkan sekali punya tim yang rela mati di sampingmu hingga saat-saat terakhir. Aku
menoleh ke arah Souban, NR, dan Clone.

"Bagaimana dengan kalian?" tanyaku.

"NR terlanjur membawaku kemari, jadi apa boleh buat. Aku akan bergabung," jawab Clone.

"Kau tak usah bertanya lagi, aku pasti bergabung," jawab Souban.

Satu-satunya yang tak menjawab adalah NR. Ia malah bicara dengan Souban.

"Kenapa kau ingin membantu mereka? Persentase kemenangan kalian turun ke 0,01% setelah kedatangan 35 shinobi itu."

Souban seakan tak peduli kata-kata NR. Ia berjalan menjauhi NR.

"Aku tak peduli. Mereka temanku. Kau ikut atau tidak?" tanyanya sambil menoleh.

"Aku akan melihat dari sini," jawab NR.

Terlihat jelas raut kekecewaan di wajah Souban. Tapi baik aku maupun Souban tak bisa memaksa NR untuk membantu
kami. Itu haknya untuk tetap diam.

Jumlah timku sekarang 6 orang. Jumlah itu seperenam dari musuh yang akan kami hadapi. Itu artinya jika dibagi
berdasarkan jumlah, masing-masing dari kami akan menghadapi 6 orang. Dari sudut pandang manapun kau melihatnya,
pertarungan ini sangat tidak seimbang. Tapi aku tak mau mengurangi semangat teman-temanku yang sudah membara
dengan mengeluh begitu saja.

Aku dan Naru bertukar pandangan dan mengangguk, sudah tahu apa yang ada di pikiran masing-masing. Naru dan aku
segera mengaktifkan mode Kyuubi & Senjutsu. Aku memberikan sebagian chakra-ku kepada Souban dan Karin. Naru
memberikan sebagian chakra-nya kepada Orochimaru. Gen ular di badan Orochimaru tiba-tiba bereaksi saat dialiri Senjutsu
milik Naru. Empat tanduk muncul di kepalanya. Gen ular dalam tubuhnya berevolusi menjadi naga.

"Kenapa tidak memakai mode Rikudou?" tanya Clone padaku.

Aku kaget karena dia tahu aku sempat menguasai mode Rikudou. Aku tak yakin kalau Clone adalah cloning-ku di masa lalu.
Dia lebih mirip dari masa depan ketimbang dari masa lalu jika dilihat dari pengetahuan dan umurnya yang jauh lebih tua
dariku. Buktinya dia tahu kalau pasca perang aku (dan Sasuke) diwarisi kekuatan Rikudou Sennin.

"Aku sudah tak bisa menggunakan mode Rikudou. Setelah perang berakhir kekuatan Rikudou di tubuhku dan Sasuke
disegel untuk meminimalisir penyalahgunaannya. Kekuatan sebesar itu telah mengundang peperangan dan penderitaan dari
generasi ke generasi."

"Aku akan membuka segelnya. Kita tak punya pilihan. Kita butuh kekuatan itu sekarang."

Aku ragu untuk melepas kekuatan ini. Sudah 5 tahun aku tak menggunakannya. Naru menarik tangan kananku untuk
menenangkan.

"Tidak apa-apa, Nii-san. Ini untuk menyelamatkan dunia."

"Baiklah," jawabku akhirnya.


Clone masuk dalam mode Rikudou dan menyimpan tangannya di telapak tangan kananku. Ia hapal betul bagaimana cara
membangunkan kekuatan Rikudou dalam tubuhku yang sudah disegel oleh Tou-san pasca perang. Lambang matahari yang
dulu lenyap di telapak tanganku kini muncul kembali. Disusul dengan pancaran kekuatan yang meluap-luap dari tubuhku.
Tak lama setelah itu aku sudah bisa masuk ke mode Rikudou.

Tampilan mode Rikudou milikku sama persis dengan Clone. Warna mata kami berubah jadi kuning. Tubuh kami ditutupi
jubah sepinggang berwarna kuning dengan jubah bagian dalam dan celana panjang berwarna hitam. Lambang di perut
kami berubah jadi lingkaran. Beberapa simbol magatama (bentuk koma) ada di leher kami. Sembilan
lambang magatama lainnya juga ada di punggung, tepat di bawah lambang rinnegan. Di bagian depan kepala kami tumbuh
2 tanduk. Ada 9 gudoudama (bola hitam) di belakang punggung yang bisa kami gunakan sebagai pertahanan maupun
senjata. Sedangkan 2 gudoudama lain kami jadikan tongkat.

Kini 2 orang sudah dalam mode Rikudou Sennin, 1 orang dalam mode Kyuubi-Senjutsu, 1 orang dalam mode Sage Naga,
dan 2 orang Uzumaki lainnya sudah diselimutichakra Kyuubi. Semua itu memberikan penambahan kekuatan yang cukup
signifikan di pihak kami.

Setelah mode Rikudou aktif, aku tak mau menyia-nyiakannya sehingga segera kupilih lawan yang terkuat untuk
memudahkan anggota timku yang lain.

"Aku akan menghadapi 6 Naruto, kalian tangani sisanya," seruku.

Naru, Karin, dan Orochimaru melompat ke sisi kiri.

"Aku akan melawan Tou-san- maksudku 6 Minato," kata Naru.

"Enam Jinchuuriki urusanku," kata Karin.

"Aku 6 Hashirama," kata Orochimaru.

Minato yang menjadi lawan Naru adalah 6 Minato dari berbagai dimensi. Enam Minato itu punya gaya bertarung yang
berbeda. Tapi pada dasarnya kemampuan mereka mirip. Mereka menyerang dengan variasi rasengan,
fuinjutsu, dan hiraishin. Naru memilih Minato karena dia yang paling tahu apa saja kemampuan Minato.

Untuk Karin, sepertinya dia berniat mengekstrak enam bijuu dari keenam jinchuuriki, yaitu Bee, Fu, Utakata, Han, Roshi,
dan Yagura. Terlihat dari kedua tangannya yang sedang memegang 2 rantai berwarna keemasan.

Orochimaru memilih Hashirama sebagai lawannya karena dia pernah melakukan edo tensei pada Hokage pertama Konoha
tersebut. Jadi sedikit banyak dia tahu bagaimana cara melawannya. Aku tak tahu apa penilaianku sesuai dengan apa yang
mereka pikirkan. Tapi sejauh ini pilihan lawan mereka sudah tepat.

Aku menoleh pada 2 lagi anggota timku.

"Aku akan melawan pria berambut panjang itu," kata Souban.

"Tidak, Nak," cegah Clone. "Kau tak tahu siapa yang kau hadapi. Biar aku yang melawan Madara. Kau lawan saja Obito,
enam pria yang paling kanan. Dia tak separah Madara."

Souban tak banyak protes dan langsung berlari ke sisi kanan diikuti Clone.

Tiba saatnya menghadapi lawanku sendiri, yaitu 6 orang Naruto dari berbagai dimensi.

Aku melompat ke hadapan 6 Naruto.

"Seperti yang kuharapkan dari seorang Uzumaki Naruto, kau pintar mengatur strategi. Persis seperti 1 tahun lalu di Konoha
2," kata Dark Menma.

"Aku sudah menduga kalau invasi mendadak Akatsuki ke Konoha 2 setahun lalu merupakan hasil provokasi seseorang.
Hanya saja aku tak menyangka kalau itu ulahmu."

"Aku bosan saat itu. Yami sedang sibuk sendiri di dimensi ke 3. Jadi kuputuskan untuk mencari hiburan dengan
meramaikan dimensi ke-2."

Aku mengepalkan kedua tanganku karena kesal. Invasi Akatasuki ke Konoha 2 setahun lalu telah memakan banyak korban,
termasuk Jiraiya dan Sandaime. Menganggapnya sebagai sebuah hiburan merupakan tindakan yang tak bisa dimaafkan!
"Brengsek!"

Kulemparkan 6 gudoudama ke arah 6 Naruto. Mereka tak terlihat akan menghindar, sebaliknya mereka serentak masuk
ke mode Kyuubi dan menyiapkan rasenganandalan mereka masing masing.

"Rasen Shuriken!"

"Odama Rasengan!"

"Rasenringu!"

"Dark Rasengan!"

"Chou Chakura Rasengan!"

"Rasengan!"

Menggunakan chakra? Baguslah, mereka semua tak tahu


kalau gudoudama Rikudou termasuk Onmyouton dan Inyouton (kekuatan Yin-Yang) yang bisa menetralkanninjutsu.

BOOMMM!

Saat semua serangan beradu, terjadi ledakan dahsyat.

Rasenringu dan dark rasengan menghancurkan pohon-pohon, tanah, dan bebatuan dalam sekejap. Medan pertempuran di
bawah kami sudah seperti dihantam meteor. Terbentuk kawah besar yang ikut mengagetkan teman-temanku yang lain
yang sedang bertarung dengan lawan mereka masing-masing. Sedangkan rasengan, rasen shuriken, odama
rasengan, dan chou chakura rasengan melesat menuju ke arahku.

Semua rasengan tidak dinetralkan oleh gudoudama? Apa yang terjadi?

Selain itu, tak seharusnya rasengan-rasengan itu bisa dilemparkan jauh (kecuali rasen shuriken). Kuperhatikan lebih
seksama kondisi pertempuran.

Ck! Kutarik kata-kataku tadi. Aku lupa kalau dark rasengan milik Yami memiliki fungsi yang mirip dengan gudoudama yaitu
menyerap chakra. Yami mengalirkan sebagianchakra-nya kepada 5 Naruto lain. Dengan begitu 6 rasengan tadi tak bisa
kunetralkan begitu saja karena mengandung chakra hitam milik Yami. Perlu gudoudama dengan porsi yang lebih banyak
dari chakra hitam Yami jika ingin berhasil. Dasar Yami, baik yang sudah mati, maupun yang di-edo tensei, sama-sama
merepotkanku.

Menyadari keadaan tersebut, aku tak mungkin bisa menahan gabungan 4 rasengan sebesar rumah itu dengan 2 tongkat
biasa. Kubuat lagi beberapa gudoudama baru untuk digabungkan dengan kedua tongkatku. Kini 2 tongkatku berukuran
lebih besar, sebesar Enma milik Sandaime. Empat rasengan kutahan dengan kedua tongkat tersebut. Tapi saking kuatnya
gabungan 4 rasengan itu, 1 tongkatku patah dan 1 lainnya retak. Beruntung keempatnya bisa kuserap tepat waktu. Tanpa
kuduga saat itu muncul Naruto ET dan Naru ET dari sisi kanan dan kiriku.

"U-" teriak Naruto ET sambil menendang perut bagian kiriku.

"zu-"teriak Naru ET sambil menendang perut bagian kananku. Keseimbanganku mulai kacau.

Mereka tak hanya berdua.

"ma-" teriak Akage ET sambil menendangku dari bawah hingga aku terlempar ke atas.

"ki"Belum selesai, giliran Shichidaime ET yang menendangku dari bawah.

"Naruto Rendan!"Rangkaian serangan diakhiri dengan Yami dan Dark Menma yang menghadiahiku heel-kick dari atas.
Aku terjatuh ke tanah dengan keras. Dalammode Rikudou pun serangan tadi lumayan sakit hingga membuatku batuk
darah.

"Hahaha. Ini menyenangkan. Aku menyesal tak melakukan rencana B ini sejak awal. Kau menyedihkan sekali, Naruto.
Bagaimana perasaanmu setelah diserang oleh jurus andalanmu sendiri?" tanya Dark Menma.

Dark Menma benar. Bahkan jurus dasar seperti itu bisa melukaiku jika dilakukan sekaligus oleh 6 Naruto yang sedang
dalam mode Kyuubi. Aku merasa sedang melawan diriku sendiri yang berjumlah 6.

'Ini belum apa-apa', pikirku.


Kalau memang beberapa gudoudama saja tak cukup, aku akan buat kombinasi yang lebih besar!

"Pedang Nunoboko."

Pedang Nunoboko adalah pedang double-helix besar yang dibentuk dari gudoudama, lengkap dengan perisai sebagai
pelengkapnya. Dulu pedang ini dipakai oleh Hagoromo Outsutsuki untuk menciptakan dunia. Jika diperhatikan lebih dekat,
bentuknya mirip dengan DNA yang berwarna hitam.

"Kalian tak akan lolos dari ini! Heaahh!"

Pedang kutebaskan ke arah 6 Naruto. Keenamnya menghindar tapi kalah cepat dengan tebasan pedang. Akage jadi Naruto
pertama yang badannya hancur. Lima Naruto lainnya memanggil Kyuubi mereka masing-masing untuk mempermudah
menahan pedang. Pedang nunoboko terlalu besar jika ditahan oleh manusia. Aku tak tinggal diam, kuhunuskan pedang
lebih kuat sehingga menembus Naruto selanjutnya. Naruto yang jadi korban selanjutnya adalah Yami dan Kyuubi miliknya.
Pedangnunoboko menembus dada Yami sekaligus dada Kyuubi miliknya.

Aku segera menyegel Akage dan Yami dengan segel yang sempat diajarkan Sai supaya mereka tidak meregenerasi tubuh
mereka.

"Jangan pikir aku tak tahu bagaimana caranya menghadapi seorang Rikudou Sennin!" teriak Dark Menma.

Keempat Naruto melengkapi mode Kyuubi mereka dengan chakra Senjutsu. Jika kulihat dari perubahan mata mereka,
keenamnya adalah sage kodok. Lalu Naru ET, Naruto ET, Shichidaime ET, dan Dark Menma memerintahkan kyuubi mereka
untuk menyerangku. Dua dari mereka menahan badan dan perisaiku, dua kyuubi lainnya mematahkan pedang nunoboko.

Dulu Obito dengan mudah bisa menahan Kyuubi-Senjutsu dan Susanoo-Senjutsu dengan pedang nonuboku. Tapi sekarang
lain cerita, sekarang jumlah kyuubi-nya ada 4. Dua kali lebih kuat dibandingkan saat perang dunia ninja ke-4.

Empat kyuubi meninju perisai di tanganku secara serempak. Hempasan chakra bisa kutahan karena sebagian
diserap goudoudama, tapi efek dorongan dari pukulan tetap terasa sehingga aku terlempar ke dekat Naru dan Souban.

Di medan perang sebelah sini pun tak lebih baik. Naru terluka parah di bagian perutnya, luka dari kunai 3 sisi. Sedangkan
Souban memiliki luka memar hampir di sekujur tubuhnya. Selain itu luka di pahanya bertambah parah.

"Seandainya bukan edo tensei, mungkin aku bisa menandingi mereka. Mereka terus meregenerasi. Hanya 2 Minato yang
sempat kusegel," keluh Naru.

Enam Obito berjalan ke arah kami dengan mata rinnegan dan sharingan yang aktif. Empat Minato berada tak jauh di
belakangnya, sementara 4 Naruto sedang dalam perjalanan kemari.

Aku dan Naru menarik tubuh Souban bersama kami karena ia tak bisa berjalan cepat. Orochimaru, Karin, dan Clone sedang
sibuk dengan musuh mereka masing-masing jadi aku tak bisa meminta bantuan mereka.

Tiba-tiba NR muncul di hadapan kami, memunggungi kami.

"Aku sudah cukup melihat usaha kalian untuk saling melindungi satu sama lain. Saatnya memberi tahu cara mengalahkan
Dark Menma," kata NR tanpa sedikitpun menoleh.

"Kau bilang Dark Menma tak bisa dikalahkan?" tanyaku.

"Maaf, aku bohong saat bilang tak ada cara mengalahkannya. Aku ingin kalian saling mempercayai satu sama lain dulu
sebelum kusebutkan caranya. Itulah alasannya kenapa aku memilih untuk diam mengamati."

"Kalau begitu bagaimana caranya?"

"Dark Menma alias Time Traveler hanya bisa dikalahkan oleh Time Traveler lain. Salah satu dari kalian harus ada yang
menjadi Time Traveler ke-2. Sayangnya, untuk menjadi Time Traveler kita harus memfokuskan 7 kekuatan Naruto dalam 1
tubuh. Karena sekarang hanya tersisa kalian bertiga, maka dua di antara kalian harus ada yang mengalah, dengan kata
lain dua di antara kalian harus mati."

"A-apa?!" tanya Souban dan Naru bersamaan.

Ini memang jadi berita yang mengagetkan kami. Tapi di samping itu, satu lagi misteri terbongkar. Ternyata seorang Time
Traveler itu bisa lebih dari 1 orang. Dan untuk menjadi Time Traveler kita harus membunuh diri kita di 6 dimensi lainnya
sehingga 7 kekuatan Naruto dari 7 dimensi terkumpul. Hal itulah yang dilakukan Yami selama ini, ia sering menyebutnya
'memburu Naruto'.
Mungkin ini juga yang ditakutkan Akage (yang sempat disampaikan oleh Shion). Saat 7 kekuatan Naruto berhasil
dikumpulkan, maka penggunanya hampir bisa melakukan apapun. Makanya Shion memperingatkanku jangan sampai Yami
berhasil membunuh 6 Naruto lain.

Sejak awal Dark Menma mengiming-imingi Yami kekuatan ini sehingga ia mau memburu Naruto. Yami yang selalu haus
akan kekuatan tentu saja akan tertarik.

"Masuk ke tubuhku, Souban," perintah NR.

"Aku sudah bilang tak mau!" jawab Souban bersikeras.

"Tenanglah. Kita tak akan pergi ke masa lalu. Kita akan masuk ke mode ketiga (armor suit). Kau boleh menyerang dengan
menggunakan tubuhku. Dengan begitu kau bisa berguna bagi teman-temanmu. Mengenai siapa yang akan jadi Time
Traveler Ke-2, itu terserah kalian. Yang jelas sekarang kita berjuang mengejar 0,01% keselamatanmu."

Souban tersenyum lalu beringsut mendekati NR. Armor NR terbuka dan Souban masuk ke dalamnya.

"Kupikir kau tak punya hati," cibir Souban.

"Itu pada zamanmu. Teknologi meningkat pesat. Tahun 2050, semua android memiliki hati yang disebut kokoro. Kami akan
belajar hal baru dari manusia di sekitar kami dan menyimpannya dalam komponen kokoro. Dan hari ini aku sudah belajar
sesuatu yang berharga darimu, yaitu persahabatan."

Souban tersenyum senang.

"Kau siap?" tanya NR.

"Ya."

Armor bagian kepala NR mulai menutupi kepala Souban.

"Kau tak akan kesulitan mengendalikan badanku. Anggap saja sedang bermain game perang, bedanya kini taruhannya
adalah nyawamu."

Semua armor NR menutup sepenuhnya dan kedua matanya kembali menyala.

BOOM!

Empat Naruto dan Kyuubi mereka masing-masing sampai di hadapanku. Dark Menma turun dari kepala Kyuubi dan
mendarat di tanah dekat 6 Obito dan 4 Minato. Ia memperhatikan NR baik-baik.

"Hoho, NR-san sudah bergabung ke medan perang. Pertarungan akan semakin menarik," seru Dark Menma.
Diperintahkannya 3 Naruto lain yang berada di atas kepala Kyuubi untuk ikut turun. "Aku suka melihat orang-orang yang
terus berjuang meski tahu dirinya akan mati. Sekarang ayo kita lihat apa kalian masih punya semangat setelah ini."

Dark Menma memancarkan chakra kuning-merah-hitamnya ke tubuh 3 Naruto dan 6 Obito.

"Mode Rikudou Sennin!"

"Apa yang akan kalian lakukan sekarang, hah?" tanya Dark Menma sambil memperlihatkan senyum 'ramah' yang jadi ciri
khasnya.

Sepuluh orang di hadapan kami berubah jadi mode Rikudou secara bersamaan. Jantungku seperti akan lepas dari
tempatnya saat kulihat mereka. Tapi Dark Menma salah jika menganggap kami akan berhenti berjuang begitu saja.

Naru menggenggam tangan kananku, kubalas genggaman tangannya dengan erat seakan itu berarti 'Jangan takut, Naru'.

Kami mengatifkan lagi kemampuan terbaik kami. Aku mengaktifkan mode Rikudou, sedangkan Naru masuk
ke mode Kyuubi-Senjutsu.

Souban mengambil senapan dan pedang dari punggungnya. Senapan ia pegang dengan tangan kiri. Pedang ia pegang
dengan tangan kanan.

"Maaf telah merepotkan kalian selama ini, Naruto, Naru," gumam Souban. "Sekarang giliranku untuk melindungi kalian."

Aku dan Naru tersenyum lalu berjalan ke samping NR tanpa melapas genggaman tangan kami. Dipegangnya
lengan armor kiri Souban oleh Naru.
"Lebih tepatnya, kita akan melindungi satu sama lain," ujarku.

Souban mengangguk setuju.

Perlahan kuperhatikan 2 sosok di sampingku. Aku penasaran apa yang ada di pikiran Naru dan Souban sekarang. Meski
kami sekarang bersemangat untuk bertarung bersama. Tapi di lubuk hati kami yang paling dalam kami tahu perang ini sulit
dimenangkan. Aku yakin mereka punya pertanyaan yang sama denganku. Jika perang ini tak bisa kami menangkan, siapa
yang akan jadi Time Traveler ke-2 dan siapa 2 orang lainnya yang akan mengalah dan mati?

To Be Continue

A/N: Bagi yang merasa bingung, lihat dulu summary di bawah ini biar jelas:

Dimensi 1: Naruto & Clone

Dimensi 2: Naru

Dimensi 3: Menma (DEAD)

Dimensi 4: Yami (DEAD)

Dimensi 5: Akage (DEAD)

Dimensi 6: Souban& NR099

Dimensi 7: Hokage (DEAD) & Nee-san (DEAD)

?: Dark Menma

Team Naruto hingga saat ini: Naruto, Naru, Orochimaru, Karin, Souban, NR099, Clone

Penampilan fisik Yami Makkura & NR099 bisa lihat gambarnya di blog saya: rifukii dot wordpress dot com. Jangan
lupa kasih komentar di blog-nya, jangan cuman mampir doang biar saya tahu yang liat siapa aja.

Salam anti-mainstream!

rifuki

16. NR099 - The Real Enemy


< Prev Next >
17. Clone - Death
< Prev Next >

Clone

"Death"

Kuperhatikan 2 sosok di sampingku. Aku penasaran apa yang ada di pikiran Naru dan Souban sekarang. Meski kami
sekarang bersemangat untuk bertarung bersama, tapi di lubuk hati kami yang paling dalam kami tahu perang ini sulit
dimenangkan. Aku yakin mereka punya pertanyaan yang sama denganku. Jika perang ini tak bisa kami menangkan, siapa
yang akan jadi Time Traveler ke-2 dan siapa 2 orang lainnya yang akan mengalah dan mati?

Kukubur kembali pertanyaan itu dalam-dalam. Sekarang yang paling penting adalah mencari cara bagaimana mengalahkan
Dark Menma dengan keterbatasan jumlah serta tenaga kami.

Aku menoleh ke arah kanan medan perang. Di sana nampak Orochimaru sedang kesulitan melawan 6 Hashirama.
Sementara di sisi lainnya Karin susah payah mengimbangi 6 Jinchuuriki yang sudah masuk ke mode bijuu. Clone tak kalah
sibuknya melawan 6 Madara yang sudah masuk mode Rikudou.

Maaf teman-teman, bukannya aku tak mau menolong, tapi di sini juga kami sedang kesulitan. Sepuluh orang
dalam mode Rikudou yang terdiri dari 6 Obito ET, 3 Naruto ET, dan 1 Dark Menma bagaikan mimpi buruk bagi kami. Belum
lagi 4 Minato yang berada tepat di belakang mereka.

"Awas!" teriak Naru.


BLAST!

Enam pedang Nunoboko Obito menghantam tanah tempat kami berdiri. Lekukan tanah yang sudah seperti kawah itu kini
makin hancur lagi. Beberapa puluh meter lagi ke dalam tanah aku yakin lava sudah siap meledak ke permukaan bumi. Aku
khawatir dimensi ke 7 ini tak mampu lagi menerima serangan-serangan dalam skala besar. Jika pertempuran Hashirama-
Madara di masa lalu saja dikatakan bisa mengubah tampilan permukaan tanah di peta, maka dipastikan pertempuran kami
saat ini bisa menghancurkan dunia di dimensi ke 7.

Aku mengeluarkan 2 tongkat nunoboko, untuk menahan 6 pedang nunoboko milik Obito.

Souban mengambil kesempatan ini untuk terbang. Dia merubah senapan NR menjadi seperti peluncur misil lalu menghujani
musuh dengan puluhan misil. Empat Minato terkena ledakan telak sedangkan sisanya masih bertahan.

"Souban! Empat Minato itu akan hidup kembali, gunakanlah senjata yang bisa mengunci pergerakannya."

Setelah itu Souban mengeluarkan amunisi yang berbentuk cairan untuk menahan serpihan badan 4 Minato.

Kepulan asap dari misil-misil membuat jarak pandang di medan perang berkurang. Naru memanggil 3 Kyuubi, terdiri dari 1
miliknya, 1 milik Akage, dan 1 milik Shichidaime. Tiga Kyuubi bergerak cepat untuk memukul 4 Rikudou Naruto. Karena
jarak pandang yang masih kurang, 3 Naruto ET terkena pukulan. Lalu saat Naru melanjutkan pukulan ke Naruto terakhir,
yaitu Dark Menma, tiba-tiba tubuh Kyuubi dan Naru terlempar.

BUKH! BUKH!

Itu Limbou!

Naru memegang perutnya yang sakit. "Ugh! Apa itu tadi? Aku yakin pukulanku hampir mengenainya," seru Naru.

"Hati-hati Naru! Rikudou Dark Menma memiliki bayangan tak kasat mata yang bertindak sebagai pelindungnya."

"Sial. Aku sama sekali tak merasakan keberadaannya, ghack-" Kata-kata Naru terpotong saat pukulan tak terlihat lainnya
mengenai perutnya. Kali ini pukulannya lebih keras karena Naru sampai muntah darah.

SRAKKK!

Perut bagian kiriku terkena goresan nonoboku. Fokusku benar-benar terbagi. Di sisi lain aku sedang bertarung dengan
6 Rikudou Obito, di sisi lainnya aku khawatir pada Naru dan Souban. Dulu aku dibantu sharingan dan rinnegan milik Sasuke
untuk mendeteksi keberadaan limbou, tapi kini dia tak ada. Rinnegan-ku belum sekuat Sasuke sehingga tak bisa melihat
keberadaan bayangan Dark Menma tersebut.

TRANG!

Souban menyerang Dark Menma dengan pedangnya, ia memberikan waktu kepada Naru untuk mundur.

"Aku bisa mendeteksinya dengan sensor panas dan energi!" teriak Souban.

Bagus! Sepertinya kami masih punya peluang melumpuhkan Dark Menma dan 3 Naruto ET.

"Senpou: Jiton Odama Rasengan!"

Kukeluarkan rasengan magnet berukuran besar untuk mengunci pergerakan 6 Obito ET. Rasengan magnet adalah
gabungan rasengan milikku dengan chakra milik si rakun Shukaku (Ichibi/bijuu ekor 1). Jurus itu cukup ampuh untuk
menahan pergerakan 6 Obito ET karena bisa mengikat tubuh mereka.

Setelah 6 Obito ET teratasi, aku segera membantu Souban dan Naru. Naru nampak sedang menyembuhkan sendiri luka di
perutnya. Seandainya bisa, Naru harus berterima kasih kepada Shichidaime dan Akage karena sudah
memberikan chakra mereka. Kini penyembuhan Naru 3 kali lipat lebih cepat dari biasanya.

Sementara Souban kulihat sedang dihabisi Dark Menma. Ia bisa mendeteksi bayangan Dark Menma, hanya saja dikeroyok
oleh Dark Menma, bayangannya, dan 3 Naruto ET bukanlah keadaan yang bagus bagi Souban. Beberapa armor NR yang
dipakainya hancur karena tak kuat menahan kuatnya pukulan musuh.

"Aku sudah tak apa-apa, Nii-san," gumam Naru.

Aku mengangguk. Kami segera membantu Souban.


Naru menerjang dan menendang Dark Menma, sedangkan aku menarik 3 Naruto ET dengan mokuton. "Dimana posisi
bayangannya?!" teriakku pada Souban.

"Tepat di belakangku! Ia sedang menarik badanku!"

Segera kubuat segel untuk menggunakan salah satu jurus terhebat Hashirama.

"Senpou: Myoujinmon!"

Souban balik mengunci pergerakan bayangan Dark Menma agar ia tak kabur. Sepuluh gerbang berukuran besar yang saling
menumpuk datang secara tiba-tiba dan menahan bayangan Dark Menma ke tanah. Meski aku tak bisa melihatnya tapi aku
yakin bayangan Dark Menma sudah tertangkap karena ada tekanan pemberontakan dari arah bawah. Kami bertiga menjauh
untuk mengatur napas kami dan merencanakan serangan.

KRAK!

Tak kusangka Naruto ET, Naru ET, dan Shichidaime ET menghancurkan mokuton yang kubuat. Dark Menma memperkuat
aliran chakra ke 3 Naruto ET tersebut. Ia tak ingin membiarkan kami lolos. Tiga Naruto ET berhasil mengejar kami dengan
mudah dan-

"Linbou Hengoku!" "Linbou Hengoku!" "Linbou Hengoku!"

Ketiganya menyerang kami dengan bayangan mereka yang tak terlihat.

"Tiga bayangan bergerak ke arah kita dengan cepat!" teriak Souban.

DHUAKKKK!

Kami bertiga sudah berusaha menahan serangan. Tapi karena aku dan Naru tak mengetahui persis posisinya, kami tak tahu
bayangan-bayangan itu mau menyerang kami ke bagian mana. Akhirnya aku dan Naru hanya pasrah. Aku terkena pukulan
di ulu hati dan Naru di wajah. Souban adalah satu-satunya yang tahu serangan yang dibentuk bayangan tersebut. Saat
bayangan tersebut mengincar dadanya, sensornya memperlihatkan dengan jelas sehingga Souban segera menyilangkan
kedua tangannya di dada. Sayangnya pukulan Shichidaime ET begitu kuat hingga armor tangan kiri NR hancur.

Kami terhempas ke dasar kawah dengan luka yang parah. Armor tangan kiri NR sudah hancur, otomatis tangan kiri Souban
pun ikut terluka. Naru mengeluarkan darah dari hidung dan mulutnya. Aku menduga tulang hidungnya patah karena kulihat
tadi pukulan yang mengenainya keras. Sedangkan aku sendiri merasakan sakit yang luar biasa di perutku, disusul dengan
sesak napas. Rasa sakitnya tak biasa. Kurasa ada pendarahan di dalam.

Aku tahu Rikudou yang harus kami hadapi tinggal 4 yaitu Naruto ET, Naru ET, Shichidaime ET, dan Dark Menma. Bayangan
Dark Menma sudah tertangkap. Tapi aku tak mengira kalau 3 lainnya yang merupakan edo tensei bisa melakukan
jurus Linbou Hengoku juga.

Aku mengerjap-ngerjapkan mataku. Terik matahari siang menerpa wajahku. Aku menoleh ke sisi kiri, kulihat Souban
sedang meringis memegangi tangan kirinya. NR sudah melepaskan armor bagian tangan kirinya. Mungkin agar kerusakan
tak menyebar ke badan. Aku menoleh ke sebelah kanan, kulihat Naru tak bergerak. Aku sempat kaget takut dia kenapa-
kenapa. Ternyata dia masih bernapas. Ia hanya kehabisan chakra. Ia sedang berusaha mengatur napasnya.

Tiba-tiba cahaya matahari yang menyinari wajahku tertutup seseorang, Dark Menma.

"Ghhhkkk!"

Dengan cueknya di duduk di perutku, menambah rasa sakit yang kurasakan.

"Aku kecewa," gumamnya pelan. "Kukira pertempuran ini akan berlangsung lama. Ternyata hanya begini saja kemampuan
kalian."

Setelah itu dia tak bicara apa-apa lagi. Hening. Hanya ada suara pertempuran Orochimaru, Karin, dan Clone dari atas sana.
Aku tak mengerti kenapa Dark Menma tak langsung membunuh kami.

"Kenapa kau lakukan ini?" tanyaku pada Dark Menma.

Dark Menma kembali menoleh ke arahku.

"Apa memang harus ada alasannya?" kata Dark Menma balik bertanya.
"Tentu saja! Dulu Yami sempat menjawab kalimat yang sama saat kutanya kenapa memburu 6 Naruto lain. Tapi
kemudian aku tahu kalau tujuannya adalah jadiTime Traveler. Jadi aku yakin kau juga punya alasan. Yang jadi masalah
adalah apa alasanmu? Kau sudah jadi time traveler, kenapa masih memburu kami?"

Dark Menma mematung mendengar pertanyaanku. Tak lama kemudian dia tersenyum dan berdiri. Dia melangkah menuju
ke arah Naru.

"Hei, kau mau apa?!" bentakku.

Dark Menma tak menjawab, dia membungkuk kemudian menarik leher Naru ke atas. Aku berusaha bangun tapi rasa sakit
di perutku masih saja menyiksaku.

"Gadis ini sangat berharga bagimu, huh?" tanya Dark Menma.

"Lepaskan dia!" bentakku lagi.

Dark Menma tak menghiraukanku. Di tangannya ia sudah menyiapkan sebuah serangan lain. Sebuah pancaran energi yang
dikellingi angin. Pusat di pancaran energi itu terlihat familiar. Dari warna dan bentuknya aku tahu kalau itu lava (yoton)!

"Tak seperti Yami, tujuanku menghabisi kalian adalah murni untuk mencari kesenangan!" jawab Dark Menma sambil
tersenyum. Dark Menma lalu mengarahkan serangannya ke badan Naru.

"Senpou: Yoton Rasen Shuriken!"

"Brengsek!"

Kukumpulkan tenagaku yang tersisa untuk membentuk serangan yang sama. Tanpa buang waktu lagi segera kulemparkan
ke arah Dark Menma.

"Senpou: Yoton Rasen Shuriken!"

Tanpa kuduga Naru yang dari tadi diam saja ternyata sedang menyiapkan serangan juga.

"Senpou: Chou Odama Rasen Shuriken"

Dark Menma nampaknya tak gentar sedikitpun.

"Tingkatan kekuatan Rikudou kita berbeda, Naruto! Apalagi jika dibandingkan dengan mode Kyuubi-Senjutsu-mu, Naru!
Kalian tak akan menang!"

BOOM!

Satu yoton rasen shuriken beradu dengan yoton rasen shuriken lain ditambah odama rasen shuriken. Saat ketiganya
beradu menciptakan ledakan yang melemparkan tubuh kami, termasuk Souban. Berbeda sekali dengan Dark Menma yang
hanya mundur beberapa langkah saja. Yoton (lava) adalah chakra yang diambil dari kekuatan Son Goku (Yonbi/bijuu ekor
4). Yoton adalah gabungan elemen api dan tanah. Ketika gumpalan lava itu meledak, tanah di dasar kawah ikut meleleh,
membuat lava dari inti bumi ikut bereaksi sehingga memancar ke permukaan tanah.

Sebelum aku dan Naru tercebur ke dalam gumpalan lava, Clone datang menarik kami berdua ke permukaan, ke tempatnya
bertarung tadi. Souban mengikuti kami dari belakang. Dark Menma tak ingin membiarkan kami lolos sehingga
memerintahkan 3 Naruto ET menghadang kami dari atas.

Kami terjebak di tumpukan bebatuan. Di dasar kawah ada Dark Menma, sedangkan di atas ada 3 Naruto ET, beserta 3
bayangan mereka yang tak bisa kami lihat sedang mencegat kami.

Souban mengambil inisiatif untuk berlari duluan. Diserangnya 3 Naruto ET, berikut 3 bayangannya dengan tembakan
beruntun.

"Kalian pergilah duluan!" teriaknya.

"Bagaimana denganmu?!" tanya Clone sambil menghentikan langkahnya.

"Aku akan menyusul!" jawab Souban tanpa menoleh.

Clone mengerti keputusan Souban. Ia melanjutkan berlari dengan melingkarkan tanganku dan Naru di lehernya lalu
membawa kami ke permukaan. Kami bahkan sudah tak mampu untuk sekedar menggunakan hiraishin. Chakra kami hampir
habis. Jadilah Souban bertarung habis-habisan dengan 3 Naruto ET. Souban meluncurkan misil bernama Jericho dari
punggung armor NR. Sesaat setelah diluncurkan, 1 misil itu terpecah jadi ratusan misil kecil dan menghancurkan tebing
sekeliling kawah, membuatnya longsor ke dasar.

Kenapa dia mengincar tebingnya? Tidak tubuh 3 Naruto ET?

Saat itulah aku sadar Souban tak benar-benar berniat untuk menyusul kami. Dia bermaksud mengorbankan nyawanya
untuk mengubur 3 Naruto ET dan Dark Menma dengan longsoran batu, lalu melelehkan mereka dengan lava di dasar
kawah.

"SOUBAANNN!" teriakku.

BOOOM!

Ledakan beruntun terdengar setelahnya. Misil Jericho memiliki daya ledak yang sangat besar. Tebing-tebing di sisi kawah
hancur seketika, mengirim bebatuan terjun ke dasar kawah.

Dugaanku terbukti saat Souban melepas armor NR setelah ledakan terjadi. Souban menarik tubuh 3 Naruto ET ke dasar
kawah. Tak memberikan kesempatan mereka untuk kembali ke atas. NR tak bisa berbuat apa-apa karena ada banyak
reruntuhan bebatuan yang meluncur ke bawah. NR memutuskan untuk menjauh karena dirinya sendiri bisa terkubur jika
diam di sana.

Tak lama kemudian ada energi yang datang dari kawah lalu masuk ke dalam tubuhku. Itu merupakan tanda kalau Souban
sudah benar-benar tewas. Kebetulan aku berada paling dekat dengannya dibanding Naru sehingga energi itu masuk ke
dalam tubuhku.

Satu lagi nyawa 'Naruto' gugur. Uzumaki Naruto alias Souban telah mengorbankan nyawanya untuk kami.

Kematian Souban bukan satu-satunya kesedihan kami. Saat tiba di atas, aku melihat Karin sedang sekarat dengan badan
yang penuh luka. Bahkan napasnya terlihat tersengal-sengal. Tak jauh dari Karin ada tubuh Orochimaru yang sudah di
tutupi kain. Itu sudah cukup menandakan kalau ia sudah mati.

"Orochimaru kesulitan menandingi kekuatan 6 Hashirama. Begitu juga dengan Karin yang kewalahan melawan
6 Jinchuuriki. Hebatnya, mereka bisa mengalahkan musuh di saat-saat terakhir. Orochimaru berhasil mengalahkan 6
Hashirama. Sedangkan Karin berhasil menyegel 6 bijuu ke dalam tubuhnya," jelas Clone.

Aku beringsut mendekati tubuh mereka. Ketakutanku telah jadi kenyataan. Satu per satu anggota timku mati. Aku memang
tak menjanjikan keselamatan kepada mereka. Ini misi hidup dan mati. Tapi aku tak menyangka keadaan mereka akan
setragis ini.

Clone menjadi yang paling tahu kondisi Karin dan Orochimaru karena ia bertarung di dekat mereka. Aku tak bisa
menyalahkannya atas keadaan Karin dan Orochimaru. Kami semua menghadapi musuh yang kuat, tak terkecuali Clone
yang harus menghadapi 6 Madara. Untung saja ia bisa memenangkan pertempuran melawan 6 Uchiha tersebut lalu
membawa Karin dan Orochimaru ke sini.

"Karin menyegel 6 bijuu ke dalam tubuhnya?" tanyaku kepada Clone untuk memastikan karena tak percaya.

"Uhuk!"

Tiba-tiba Karin terbatuk.

"Karin!" Aku memegang kepala Karin.

"Dia benar. Aku menyegel 6 bijuu ke dalam tubuhku. Hebat, 'kan?" candanya.

Aku mati-matian menahan rasa sedihku. Bisa-bisanya Karin bercanda di saat seperti ini. Tapi aku akui dia memang hebat.
Tubuhnya tak terlatih untuk menerima banyak chakra dari bijuu, tapi kenyataannya dia bisa berhasil menyegel semuanya.
Dia memang Uzumaki sejati. Aku memaksakan sebuah senyuman meski sedang sedih.

"Ya, kau hebat. Aku senang telah merekrutmu jadi anggota timku," balasku.

Karin berusaha membuka kaca matanya. Kaca kirinya sudah pecah sehingga justru mengganggu penglihatan Karin.
Kubantu Karin untuk membukanya. Kurapikan rambut merah yang menutupi matanya.

"Aku sudah tak kuat lagi. Aku harus segera memindahkan semua chakra bijuu ke tubuh kalian," gumam Karin pelan.
DEG! Ini sama persis seperti kasus Shichidaime.

"Tapi-"

"Jangan banyak protes, baka," potong Karin. "Jika aku mati, maka keenam bijuu akan mati bersamaku. Aku tak mau
usahaku sia-sia."

Aku mengigit bibir bawahku. Aku tak punya pilihan lain.

"Baiklah. Masukkan semuanya ke dalam tubuh Naru," saranku.

"Bagaimana denganmu?"

"Luka Naru lebih parah karena terkena rasengan."

"Naruto bisa masuk ke dalam tubuhku," tambah NR. "Aku mendeteksi pendarahan dalam dan beberapa tulang rusuk yang
patah. Ada fungsi untuk merekonstruksi tulang dan menghentikan pendarahan dalam armor-ku."

Karin akhirnya setuju untuk memberikan 6 bijuu ke dalam tubuh Naru. Clone membopong Naru ke dekat Karin karena ia
sudah tak mampu berjalan sendiri. Karin lalu memegang tangan Naru. Enam bijuu berpindah dengan cepat. Tak lama
kemudian tangan Karin tergolek tak berdaya.

"Karin! Karin!"

Tidak ada jawaban.

Karin telah tewas...

Dark Menma keluar dari longsoran tanah, diikuti Naruto ET dan Naru ET. Sejak awal aku memang ragu Dark Menma bisa
kalah hanya dengan lelehan lava di dasar kawah. Dia pasti bisa menetralkannnya dengan elemen lain sebelum ia celaka.
Tapi setidaknya Souban berhasil memerangkap Shichidaime ET di dalam tanah.

Dengan kematian Karin, Orochimaru, dan Souban, persentase kemenangan kami turun lagi. Sekarang keadaan memang 3
lawan 3, tapi kekuatan kami jauh berbeda. Dark Menma, Naruto ET, dan Naru ET masih terlihat segar dengan mode
Rikudou mereka. Mereka juga masih punya 2 bayangan limbou yang tak bisa kami lihat, yaitu bayangan Naruto ET dan
Naru ET. Sedangkan di pihak kami sudah tak ada yang benar-benar fit. Clone memanfaatkan sisa chakra dalam mode
Rikudou-nya. Naru baru saja membaik, dengan luka yang sedang dalam masa penyembuhan. Sedangkan aku sedang diam
dalam armor NR. NR menyuruhku untuk tak banyak bergerak sementara fungsi recovery dalam armor menyembuhkan
lukaku. NR bilang dia yang akan mengambil kendali (autopilot) selama 3 menit ke depan.

Diam dalam armor NR ternyata tak sesumpek yang kukira. Meski seluruh badan ditutupi armor (minus armor tangan kiri
yang hancur), ternyata oksigen segar tetap mengalir ke dalam topeng. Pandangan pun nyaris 360 derajat karena sumber
penglihatan NR berupa kamera khusus. Tampilan dari kamera disajikan dengan jelas dengan layar hologram di depan
mataku. Ada banyak angka-angka dan pengukuran yang tertera di sekitar mataku. Tapi NR bilang jangan pedulikan semua
itu. Dia bilang yang terpenting adalah tulisan power dan hit points (HP), yang berarti kekuatan dan ketahanan armor. Saat
ini power NR sebesar 30% dari total dan HP-nya hanya tinggal 25%. Saat HP habis, maka itu berarti NR akan mati.

Dengan pandangan NR yang bisa di-zoom, aku pun jadi tahu kalau wajah Naruto ET dan Naru ET lebih tua dari perkiraanku.
Aku tak terlalu memperhatikan karena samar oleh retakan khas edo tensei di tubuh mereka. Sekarang saat kugunakan
fungsi zoom milik NR, aku sadar Naruto ET lebih tua dariku dan dari Shichidaime, mungkin umurnya sekitar 30-an,
sedangkan Naru ET sekitar 20-an. Aku tak tahu dari mana Dark Menma mengambil mereka.

Aku memutar otakku untuk menyusun strategi baru.

Musuh kami yang tersisa berjumlah 5 jika limbou dihitung, yaitu:

Dark Menma

Naruto ET

Limbou Naruto ET

Naru ET

Limbou Naru ET
Sedangkan di pihakku ada 3 orang, yaitu:

Aku (Naruto)

Naru

Clone

Kami masih kalah jumlah. Aku perlu tambahan orang.

"Aku punya rencana," gumamku dari dalam tubuh NR.

Clone dan Naru merapat ke dekatku.

"Ini rencana terakhir yang kupunya. Jika ini gagal maka kita tamat."

"Setidaknya kita berusaha sampai akhir. Apa rencanamu?" tanya Clone.

"Aku akan gunakan kekuatan 6Paths of Pain pada mayat-mayat yang di-edo tensei oleh Dark Menma. Lalu akan
kugunakan untuk menyerang balik Dark Menma."

"Tubuh siapa yang akan kau pakai?"

"Tubuh 6 Madara, 6 Obito, 4 Minato dan 2 Naruto."

"18? Itu 3 kali jumlah normal! Kau tak akan mampu mengendalikan 18 orang, Nii-san!" kata Naru khawatir.

Ia pasti sudah mempelajari kalau 6 Paths of Pain sulit dikendalikan. Nagato saja susah payah mengendalikan 6 tubuh.
Terkadang 5 tubuh akan 'non-aktif' saat kekuatan difokuskan pada salah satu Pain. Sekarang aku akan mengendalikan 3
kali dari jumlah yang pernah dilakukan Nagato. Tak heran kalau Naru khawatir terjadi sesuatu yang buruk padaku.

"Kita tidak akan menang jika mengambil 6 tubuh saja. Percayalah padaku, Naru."

Naru dan Clone diam untuk beberapa saat. Mereka sepertinya sedang mencari alternatif rencana lain. Tapi tidak mereka
dapatkan, tak ada cara lain yang bisa kami dilakukan. Akhirnya mereka setuju. Clone jadi yang pertama bicara.

"Baik aku setuju. Aku yang akan memasang besi chakra di ke-18 tubuh. Sebelum itu aku ingin memberikan ini kepada
Naru."

Clone memegang tangan kanan Naru. Sebuah pancaran sinar muncul dari tangan mereka. Setelah ia melepasnya aku
melihat lambang matahari di telapak tangan Naru.

"Senjutsu Rikudou?!" tanyaku dan Naru bersamaan.

"Ya. Mode Rikudou bisa digunakan jika pengguna memiliki 9 chakra bijuu. Sekarang chakra di tubuh Naru ada 9, yaitu
terdiri dari bijuu ekor 3 sampai 8 pemberian Karin, Kyuubi Akage, Kyuubi Shichidaime, dan Kyuubi Naru sendiri.
Itu chakra yang cukup untuk mengendalikan mode Rikudou-Senjutsu."

"Bagaimana denganmu? Kau akan rentan terkena serangan jika hanya dalam mode Kyuubi-Senjutsu," kata Naru.

Clone tersenyum dan menatap kami bergantian. Lalu ia memegang pundak kami untuk menenangkan. Sikapnya
mengingatkankanku pada Naruto Shichidaime, sang tuan rumah dimensi ke-7 yang telah mati. Namun jika diperhatikan lagi
Clone lebih dewasa dari Shichidaime.

"Jangan khawatir. Aku hanya kloning yang dibuat oleh NR. Aku yang asli sudah mati 12 tahun yang lalu."

"Jangan bilang begitu! Bagiku kau sama seperti kami. Kau sudah banyak membantu kami," seru Naru.

Clone menggeleng pelan sambil mengusap kepala Naru. Ia seperti menyembunyikan sesuatu dari kami.

"Ini keputusanku. Suatu saat kau akan mengerti, Naru." Clone menoleh ke arahku. "Berikan besi chakra-nya."

Aku membuat 18 besi chakra dengan tangan kiriku dan memberikannya kepada Clone.

"Aku tak akan lama dan segera bergabung dengan kalian," katanya.
Clone berlari menuju 6 Madara yang disegelnya, 6 Obito yang kukunci dengan jiton, 4 Minato yang ditahan Souban dengan
cairan plasma, dan 2 Naruto (Yami ET dan Akage ET) yang kusegel dengan jurus penyegelan yang diajarkan oleh Sai
padaku.

Naru menoleh ke arahku dan langsung tahu apa yang harus dilakukan. Aku masih dalam perawatan NR, sehingga ia harus
turun tangan melawan 3 Naruto untuk mengulur waktu.

"Aku akan melawan mereka sementara Nii-san melakukan recovery. Tenang saja," kata Naru.

Aku memaksakan diri untuk tersenyum ke arah adikku agar ia tetap semangat. "Hati-hati, Naru."

Naru mengeluarkan 2 tongkat gudoudama dan melesat menuju 3 Naruto. Ia mengadukan 2 tongkatnya dengan 2
pedang nunoboko milik Naruto ET dan Naru ET. Benturan yang keras menyebabkan tanah di sekitarnya kembali hancur.

Maafkan aku, Hokage-sama, bukan saja aku tak bisa melindungi Konoha 7 seperti pesan terakhirmu, bahkan dunia ke-7 ini
saja sudah tak bisa kulindungi. Lavamemancar dari gunung dan lempengan-lempengan bumi. Besarnya kekuatan dalam
pertarungan kami membuat ketidakseimbangan energi di permukaan dan di inti bumi. Tanah sudah banyak yang hancur.
Inti bumi sudah tak kuat menahan tekanan dari dalam.

Semoga Shichidaime mau memaafkanku.

Aku kembali memfokuskan pada pertarungan Naru.

Naru telah berhasil menempelkan 2 gudoudama di bahu ET. Bagus! Dari kasus Tou-san di perang dunia ninja ke-4, tubuh
ET-nya yang hancur tak bisa meregenerasi jika terkena gudoudama langsung. Sifat gudoudama bisa
menetralkan ninjutsu. Apalagi sekarang tak ada Yami sehingga penetralan tak akan terganggu.

BOOM!

Bahu Naru ET berhasil dihancurkan. Namun Dark Menma menendang gudoudama yang di bahu Naruto ET ke arah Naru.
Untung saja ia berhasil mengelak. Entah dimanagudoudama itu meledak karena terlempar sangat jauh.

Serangan belum selesai, Dark Menma datang dikawal oleh Naruto ET dan bayangannya. Naru diberondongi serangan oleh
ketiganya. Tendangan, pukulan, rasengan,gudoudama, dan senjutsu bertubi-tubi menyerangnya. Yang paling merepotkan
tentu saja bayangan (limbou) Naruto ET yang tak terlihat.

Saat dihabisi seperti itu, muncul Clone yang membantunya. Ia memberikan isyarat padaku kalau ia selesai memesang
besi chakra di 18 tubuh. Kebetulan dada dan perutku sudah tak sesakit tadi. Fungsi penyembuhan di armor NR sudah
bekerja dengan baik.

Saatnya menyerang!

"Kalian sudah bersemangat seperti biasanya. Aku tak akan main-main lagi kali ini. Majulah!" teriak Dark Menma. Ia terlihat
senang karena kami masih bisa melawan. Dasar maniak pertarungan!

"Ini serangan terakhir yang akan mengakhiri hidupmu!" teriakku.

Aku terbang melesat menggunakan roket peluncur di kedua kaki NR. Sensor yang dimiliki NR membantuku melihat dengan
jelas keberadaan bayangan Naruto ET dan Naru ET. Bayangan-bayangan itulah yang dari awal selalu mengacaukan formasi
kami. Aku menendang Naru ET, ia tak bisa menangkisnya karena tangan dan bahunya tadi hancur oleh gudoudama milik
Naru. Kepala bayangan Naru ET kuhantam dengan ujung senapan. Sedangkan bayangan Naruto ET kuhadiahi dengan
tembakan di perut. NR sengaja mengubah mode senapannya ke shotgun agar efeknya lebih mematikan dalam tembakan
jarak dekat. Perut bayangan Naruto ET hancur. Heh, senjata-senjata dari masa depan boleh juga.

"Lanjutkan serangan!"

Naru dan Clone melanjutkan serangan melawan Dark Menma, Naruto ET, dan Naru ET. Aku mundur untuk masuk ke tahap
selanjutnya. Aku mengerahkan semua chakrayang kupunya untuk menggerakkan 18 tubuh di belakang sana. Darah keluar
dari hidungku. Ini lebih susah dari yang kukira.

Jika usahaku berhasil, maka keadaan akan berbalik.

Musuh kami yang tersisa tinggal 3, yaitu:

Dark Menma

Naruto ET
Naru ET

Sedangkan di pihakku meningkat pesat, yaitu:

Aku (Naruto)

Naru

Clone

6 Madara

6 Obito

4 Minato

2 Naruto

Usahaku tak sia-sia, 18 tubuh yang terdiri dari 6 Madara, 6 Obito, 4 Minato, dan 2 Naruto berhasil kugerakan. Sekarang
mereka berada tepat di belakangku.

"Argghhh!"

Tubuh Clone tertusuk oleh pedang nunoboko Naruto ET dan Naru ET. Sesuai dugaan Naru, mode Kyuubi biasa tak akan
sepadan dengan mode Rikudou. Sementara Naru jadi bulan-bulanan Dark Menma. Seperti yang Dark Menma bilang,
tingkatan mode Rikudou kami tak sama dengannya. Dark Menma terlihat berpengalaman sekali dalam
memainkan gudoudama miliknya. Ia seperti sudah sangat lama menguasai mode Rikudou. Kemampuannyamelebihiku,
bahkan melebihi Clone ketika dia masih dalammode Rikudou, padahal umur Dark Menma terlihat lebih muda dari Clone.
Dilihat dari fisiknya Dark Menma seumur denganku. Makanya aku heran, kenapa dia bisa sangat hebat meski tak memakai
kemampuan time travel?

Aku tak tega melihat kedua temanku dihabisi. Tapi chakra yang kukumpulkan belum cukup!

"Bertahanlah Naru, Clone!" Aku memerintahkan NR untuk melakukan hal lain selagi aku berkonsentrasi. "NR,
suntikkan painkiller ke aliran darahku!"

NR melakukan apa yang kusuruh. Dengan painkiller yang masuk ke aliran darah, semua rasa sakit di tubuhku lenyap. Luka
tetap ada, tapi sinyal rasa "sakit" tidak dikirimkan ke otak. Ini berbahaya karena otak tak lagi memberi tahu bagian tubuh
mana yang cedera, tapi aku terpaksa melakukannya.

Aku meningkatkan aliran chakra ke 18 tubuh lebih banyak lagi.

Aku mengubah mereka semua ke mode Rikudou!

"Uhuk!"

Aku memuntahkan darah sehingga topeng NR terkena darah. NR membuka topengnya karena keberadaan topeng itu malah
membuatku tak nyaman.

"Kau tak apa-apa? Kedelapanbelas tubuh itu sudah masuk ke mode Rikudou," tanya NR

"Aku tak apa-apa, tambahkan lagi painkiller!"

Setelah rasa sakit berkurang, aku menggerakan semua edo tensei untuk menyerang Dark Menma. Aku membaginya sama
rata. Artinya masing-masing Tendo, Shurado, Ningento, Chikushodo, Gakido, dan Jigokudo berjumlah 3.

6 paths kuperintahkan melawan Naru ET.

6 paths kuperintahkan melawan Naruto ET sekaligus menyelamatkan Clone.

Sayangnya nyawanya sudah tak tertolong.

6 paths sisanya (2 Madara, 2 Obito, 2 Naruto) kuperintahkan melawan Dark Menma, sedangkan aku sendiri menyelamatkan
Naru yang terluka parah. Kubaringkan tubuh Naru di tanah. Kusuruh dia untuk diam memulihkan tenaganya.

Aku menguatkan hatiku melihat keadaan adikku yang seperti itu. Tapi di saat seperti ini tak ada waktu untuk bersedih.
Aku menyusul 6 edo tensei yang sedang melawan Dark Menma.

2 Obito merupakan Shurado.

2 Naruto merupakan Tendo.

2 Madara merupakan Chikushodo.

Sekarang musuhku tinggal 1 dan merupakan yang terkuat, yaitu Dark Menma. Aku pastikan dia tak akan lolos dalam
serangan terakhirku.

Dark Menma mengetahui serangan yang akan kukeluarkan sehingga ia membuat tameng dari gudoudama. Tak tanggung-
tanggung, dia membuat 7 lapis tameng darigudoudama!

2 Shurado meluncurkan ribuan misil ke arah Dark Menma.

KABOOOOOMMMMMMM!

Belum cukup!

Dua pasang tangan mereka berubah jadi 4 bazooka dan diluncurkan ke arah Dark Menma

"Kaiwan no Hiya!" "Kaiwan no Hiya!"

Belum cukup!

2 Tendo menyerang Dark Menma dari 2 arah yang berbeda tanpa menunggu hasil serangan Shurado.

"SHINRA TENSEI!" "SHINRA TENSEI!"

Belum cukup!

2 Chikushodo memanggil 12 hewan kuchiyose dipadukan dengan 4 meteor untuk menghancurkan tameng Dark
Menma. Chikushodo bisa memanggil meteor karena tubuh yang digunakannya adalah tubuh Madara.

"Kuchiyose no Jutsu!" "Kuchiyose no Jutsu!"

"Tengai Shinsei!" "Tengai Shinsei!"

Medan pertempuran sudah seperti dunia yang tak berpenghuni. Sepanjang mata memandang hanya ada hamparan tanah
yang hancur lebur. Lava memancar dari mana-mana. Di pusat medan perang ada bulatan hitam yang merupakan tameng
Dark Menma. Dari 7 tameng yang dibuatnya, seranganku tadi hanya mampu menghancurkan 2 saja.

Sebaliknya, justru Dark Menma menghantam semua paths of pain dengan petir dari jarak jauh.

"Senpou: Ranton Kouga!"

Serangan tak boleh berakhir di sini!

NR mengambil inisiatif untuk mengambil pedang dipunggungnya, sedangkan aku membuat pedang nunoboku. Kami
mendekati tameng Dark Menma dan menebaskan pedang kami bersamaan. Pedang nunoboku di tangan kiri dikendalikan
olehku. Pedang adamantium di tangan kanan dikendalikan oleh NR.

TRANG! TRANG!

2 lapis tameng kembali hancur, tapi saat beradu dengan lapisan ke-3, kedua pedang kami hancur.

"Jangan berhenti!" kata NR.

Ia menghantamkan bahu, tangan, dan lututnya sendiri ke tameng Dark Menma. Lama-lama terbentuk retakan dan lapisan
ke-3 hancur. Namun bersamaan dengan ituarmor NR juga hancur. Layar hologram di depan mataku menunjukkan (hit
points) HP dan power NR sudah 0%. Perlahan layar itu lenyap. Armor NR lepas dengan sendirinya dari tubuhku.

"Tinggal 2 lapis tameng lagi. Jangan menyerah. Serang sampai akhir" Itulah kata-kata terakhir NR sebelum semua lampu
di armor-nya mati, tanda hilangnya kehidupan di sana.
"DARK MENMA!" teriakku kesal.

Tadi Clone mati, sekarang giliran NR.

Aku ingat pesan NR, serangan beruntun ini tak boleh berhenti. Aku harus menyerang Dark Menma tanpa henti.
Kugabungkan semua gudoudama yang kupunya. Kutempatkan di tangan kanan dan kiri dan kukumpulkan
semua chakra yang kupunya di sana. Dua gudoudama itu perlahan membesar hingga melebihi ukuran tubuhku sendiri.

Ini serangan terakhirku. Kuharap ini bisa mengalahkan Dark Menma atau paling tidak, bisa memberikan peluang bagi
Naru untuk mengalahkannya.

Kedua bola gudoudama tak bisa membesar lagi, aku sudah kehabisan chakra.

Kuhantamkan keduanya ke arah tameng Dark Menma.

"SENPOU: TSUIN RASEN GUDOUDAMAAAA!"

DHUAKKKK!

Lapisan kedua hancur

Lapisan terakhir hancur

Tak kusangka Dark Menma sudah menyiapkan serangan yang sama di dalam sana.

"SENPOU: TSUIN RASEN GUDOUDAMAAAAAAAAA!"

"Berengsek kau Narutoooo! ARGGHHHHH!"

Empat rasengan beradu. Aku nyaris kalah, tapi aku tahu ini serangan terakhir hasil pengorbanan teman-temanku. Aku tak
boleh menyerah. Kudorong rasengan milikku lebih kuat.

"Ini untuk teman-temankuuuu! Heaaahhhh!"

Dan akhirnya 2 rasengan gudoudama itu menghancurkan 2 rasengan gudoudama milik Dark Menma

Menghantam badan Dark Menma

Merobek perutnya

Melukai wajahnya

Mematahkan tulang rusuknya

Dan menghempaskannya ke tanah

"N-Nii-san?! Bangun! Aku mohon"

Aku membuka mataku. Hal pertama yang kulihat adalah tangis Naru. Aku sudah tak bisa bergerak. Bahkan aku tak bisa
menggerakkan tangan untuk sekedar menghapus tangis di pipi adikku.

"Kalian bersekongkol untuk mengorbankan nyawa kalian?!" tanya Naru padaku sambil membentak. Aneh sekali, dia
membentak, tapi pelukannya di badanku begitu erat seolah tak mau kehilanganku.

Aku tersenyum. Rasanya itu saja sudah cukup untuk menjawab pertanyaannya.
"Dari awal kita memang tak akan menang melawan Dark Menma jika tak ada yang jadi Time Traveler Ke-2."

"Lalu kenapa aku yang harus jadi Time Traveler Ke-2? Kenapa tidak kau saja, Nii-san?"

"Saat aku di dalam armor NR" Napasku mulai tersengal. Aku kesulitan bernapas. "Dia bilang kalau di masa depan aku
sudah pernah mencoba menjadi time travelertapi gagal dalam mengontrolnya. Mungkin aku memang tak pantas jadi orang
yang bisa mengontrol waktu. Aku merasa aku pernah punya dosa besar di masa lalu. Entah apa itu."

"Tapi bukan cara ini yang kuinginkan. Ini terlalu kejam. Kenapa tidak mendiskusikan dulu hal ini? Mungkin kita bisa cari
cara agar kali ini kau bisa mengontrol kekuatantime traveler!"

"Kakak mana yang tega mengorbankan nyawa adiknya sendiri?" kataku balik bertanya.

Tangis Naru semakin menjadi. Tetesannya mengalir ke wajahku.

Napasku semakin berat. Kurasa waktuku tak lama lagi.

Dalam posisi yang sedang dipeluk Naru, aku menguatkan diriku untuk mengecup pipi kanan Naru untuk terakhir kalinya.
Lalu aku berbisik di telinganya. "Setelah semuachakra-ku masuk ke tubuhmu dan kau jadi Time Traveler Ke-2, segera
habisi Dark Menma sebelum dia memutar ulang waktu, selagi dia terluka parah. Aku percaya padamu. Kau bisa
meyelesaikan semua masalah ini Selamat tinggal Naru, aku sayang padamu..."

"Tidak jangan tinggalkan aku, tidak, tidaaak! NII-SAAAANNN!"

Sementara itu pandanganku mulai gelap seberapa kuat pun aku membuka mataku. Aku sempat melihat wajah Naru yang
sedang berteriak-teriak tapi suaranya tak bisa kudengar. Aku merasa mati rasa di bagian kaki, kemudian menjalar ke
badan, hingga akhirnya aku tak bisa merasakan apa-apa.

Aku tak menyesali keputusanku ini. Ini bukan masalah siapa yang menjadi tokoh utama, tapi lebih kepada menentukan
siapa yang berpeluang lebih besar mengalahkan Dark Menma agar dunia ini terselamatkan. Pasti ada alasan kenapa aku
gagal jadi time traveler di masa depan.

Bagi sebagian orang jadi pemeran utama mungkin menyenangkan, tapi ada kalanya kita juga harus membantu orang lain
untuk jadi 'pemeran utama'. Jika kata Jiji, orang yang mati itu bagaikan pohon yang tumbang. Bukan berarti ia tak
berguna, justru tubuhnya jadi pupuk yang membantu tunas baru untuk tumbuh. Begitu juga dengan kematianku dan
teman-temanku yang lain. Kematian kami akan mengantarkan Naru untuk mengubah dunia menjadi lebih baik.

Benar kata orang, saat kau akan mati. Bayangan orang-orang yang kau sayangi berdatangan di pikiranmu. Begitu juga
dengan momen-momen bersama mereka dan apa pesan yang mereka sampaikan.

2nd Jiraiya dan 2nd Jiji bilang padaku kalau aku sudah membawa kehidupan Naru ke arah yang berbeda. Maka inilah
pertanggungjawabanku pada mereka.

2nd Kakashi dan 2nd Yamato bilang kalau aku mengidap sister complex yang akut. Aku tak peduli, itu bentuk kasih
sayangku kepada Naru.

Shion berkata aku adalah kunci dari semua masalah ini, maka aku yang akan membukakan gerbang kemenangan untuk
Naru.

2nd Orochimaru dan 1st Karin bilang aku seorang kakak yang baik, maka kubilang mereka orang yang lebih baik karena
bisa berubah dari yang asalnya jahat jadi baik. Tak semua orang bisa begitu.

Hinata bilang aku tak pernah kehilangan mimpiku, aku hanya merubah mimpiku. Maka sekaranglah saatnya aku
mewujudkan mimpi itu, menyelamatkan Naru.

Hanabi bilang dia mencintaiku, maka aku mencintainya lebih dari apa yang dia kira.

Lalu terakhir, Naru bilang aku telah mengobati kesepiannya, aku berpikir justru dialah yang mengobati kesepianku selama 4
tahun aku bersamanya. Aku tak menyesali sedikitpun keputusanku untuk menjadi kakaknya. Juga keputusanku untuk
berkorban untuknya.

Selamat tinggal, Naru

To Be Continue
A/N: Summary terbaru:

Dimensi 1: Naruto & Clone (DEAD)

Dimensi 2: Naru

Dimensi 3: Menma (DEAD)

Dimensi 4: Yami (DEAD)

Dimensi 5: Akage (DEAD)

Dimensi 6: Souban & NR099 (DEAD)

Dimensi 7: Hokage (DEAD) & Nee-san (DEAD)

Dimensi ?: Dark Menma

Trivia:

Jericho itu nama misil dari film Iron Man. Gunung aja bisa hancur dengan misil ini.

'Senpou: Tsuin Rasen Gudoudama' adalah jurus karangan saya. Seperti namanya, rasengan itu bentuknya seperti rasen
shuriken, hanya saja berwarna hitam karenaelemen yang dicampurkan ke dalamnya adalah serpihan gudoudama.
Sementara Tsuin berarti kembar, yang berarti rasengan-nya ada 2.

Salam anti-mainstream!

rifuki

17. Clone - Death


< Prev Next >
18. Dark Menma - The Origin
< Prev Next >

"Thanks, Bee!"

"Yeah, konoyoaro, bakayaro!"

Naru dan Bee mengadukan tinju mereka setelah sesi latihan mereka. Setelah 1 minggu berakhir, akhirnya Naru bisa
mengusai mode Kyuubi. Naru tentu sangat senang. Orang pertama yang ingin ia beritahu adalah Naruto kakaknya.

"Aku berhasil menguasai mode Kyuubi, Nii-san!" serunya ceria. Tapi setelah diperhatikan, yang menyambutnya di luar
hanya Yamato dan Kakashi. "Kemana, Nii-san?"

"Saatnya pulang, Naru," ajak Yamato tanpa menjawab pertanyaan Naru.

"Yamato-sensei, kemana Nii-san?" tanya Naru lagi. Lagi-lagi tak ada jawaban. Naru menoleh ke arah Kakashi. "Hokage-
sama?"

Kakashi menjelaskan semuanya dengan memberikan banyak pengertian agar Naru tak kecewa.

" Dia tak ingin merusak alur kehidupanmu di sini. Dia meninggalkanmu karena menyayangimu. Dia tak ingin kau terus-
menerus dalam bahaya." Begitu penjelasan yang diberikan Kakashi.

Perasaan Naru campur aduk antara marah, kecewa, dan sedih. Naru marah dan kecewa pada kebohongan Naruto karena
mengaku kalau dia adalah kakaknya. Tapi kemarahannya langsung lenyap saat sadar kalau kebohongan Naruto adalah
demi menghilangkan kesepian Naru. Naru kagum kepada Naruto karena berani melintasi dimensi demi dirinya. Naru
memaklumi kalau Naruto harus kembali ke dimensinya, karena keberadaannya di dimensi ke-2 adalah salah. Tak
seharusnya dia di sana.

Naru tak menangis pasca ditinggalkan Naruto. Ia bukan lagi gadis yang cengeng. Tapi ia tak bisa menyembunyikan
kesedihannya. Tak terkecuali saat ia makan malam dengan kedua sahabatnya, Hotaro dan Ken sesampainya di Konoha 2.

Kedua sahabatnya itu berusaha menghibur Naru.


"Ambil sisi positifnya. Dengan kedatangannya ke sini, dia melatihmu hingga bisa lebih kuat dari remaja lain seusiamu, lebih
kuat dari kami, bahkan dari semua peenduduk desa dengan kekuatanmu yang sekarang. Teruslah berusaha jadi ninja yang
lebih kuat. Aku yakin itu keinginan kakakmu," kata Ken. Ia yang biasanya pendiam kini angkat bicara.

"Siapa tahu jika kau semakin kuat, kau jadi bisa berpindah dimensi. Dengan begitu kau bisa mengunjunginya sesekali ke
dimensi ke-1," tambah Hotaro sambil nyengir.

Naru terharu. Perasaannya jauh lebih baik setelah mendengar kata-kata sahabatnya.

"Terima kasih," ucapnya tulus.

Mulai hari itu Naru melanjutkan kehidupannya seperti biasa. Kepergian Naruto tak boleh menghentikan langkahnya
sebagai shinobi. Ia melanjutkan membimbing murid-muridnya, melaksanakan misi bersama timnya, misi rahasia, misi solo,
berlatih di waktu luang, serta tak lupa menjalin persahabatan dengan sesama jounin, ANBU, orang-orang penting di
pemerintahan, dan teman-teman lamanya di akademi.

Kesedihan bukanlah beban, justru kesedihan akan membuat seseorang tumbuh dewasa.

Naru merasakan limpahan kekuatan yang luar biasa ke dalam tubuhnya. Naruto telah meninggal. Kini semua energi dari
tubuh Naruto berpindah ke dalam tubuhnya.

Dark Menma yang sedang terluka parah segera membuat segel untuk melakukan time travel. Dengan keadaannya yang
sekarang ia tak akan bisa melawan Naru. Ia harus kembali ke 1 menit lalu, atau bahkan 30 detik lalu dimana Naru belum
jadi time traveler ke-2 dan dirinya belum terluka.

Naruto telah menyerangnya habis-habisan. Tubuhnya nyaris tak bisa digerakkan. Susah payah ia membentuk sebuah
kombinasi segel. Namun terlambat, Naru terlanjur menghentikan waktu dan mencekik leher Dark Menma. Semua makhluk
di bumi berhenti bergerak. Air berhenti mengalir, angin berhenti bertiup, dan bumi berhenti berputar. Yang bisa bergerak
hanya Naru dan Dark Menma yang merupakan time traveler.

Naru bisa langsung tahu cara menghentikan waktu karena tiba-tiba segel-segel kombinasi yang ada di masa lalu masuk ke
dalam otaknya. Detik dimana dia jadi time traveler, detik itu pula dia mengetahui seluruh sejarah umat manusia termasuk
semua jurus ninja. Kata-kata NR terbukti benar. Time traveler hanya bisa dikalahkan oleh time traveler.

"Ghhhh! Inikah sikapmu terhadap orang yang sudah menghidupkanmu?!" bentak Dark Menma kepada Naru.

Naru terdiam mendengar kata-kata Dark Menma.

"Masuk ke lorong waktu lalu lihat lebih detail bayangan-bayangan di sana! Seharusnya kau mulai sadar siapa yang salah di
sini!"

Naru menyeret Dark Menma ke lorong waktu. Bayangan-bayangan sejarah bermunculan di sana.

"Yang patut disalahkan adalah kakakmu!"

Naru terkejut mendengar perkataan Dark Menma. Perhatiannya langsung tertuju pada bayangan 6 tahun lalu saat Naruto
berpindah ke dimensi ke-2 untuk pertama kalinya. Itukah yang dimaksud kesalahan oleh Dark Menma? Itu pulakah yang
dimaksud dosa besar oleh kakakku hingga ia tak bisa jadi time traveler?

"Apa maksudmu? Aku tahu itu hal yang salah. Tapi apa hal itu memicu kekacauan yang kau buat? Apa kau tak senang
melihat kakakku mengunjungiku di dimensi ke-2?"

"Itu hanya salah satu. Lihat lebih jauh ke masa lalu! Naruto Uzumaki selalu saja melakukan kesalahan baik di masaku,
maupun di masa kalian!"

"Uzumaki Naruto alias Naruto alias Rokudaime alias Limited Time Traveler alias Clone, mereka semua sama
saja. Semua keturunan Naruto selalu melakukan kesalahan!"

Naru makin naik pitam mendengar kakaknya dan Clone dihina begitu saja. Tapi Naru langsung mengerti maksud Dark
Menma saat bayangan yang jauh lebih lama muncul di hadapan mereka.
Dark Menma

"The Origin"

Kekacauan yang terjadi saat ini tak terjadi tiba-tiba. Semua melalui proses yang sangat panjang.

Semua dimulai 44 tahun yang lalu di Konoha 3, dimensi ke-3

44 tahun yang lalu

Berawal saat pasangan shinobi elit Konoha, Minato Namikaze dan Kushina Uzumaki dikaruniai anak pertama mereka yang
diberi nama Menma Namikaze. Kushina terpaksa menyegel Kurama ke dalam tubuh Menma atas saran para tetua desa.
Mereka mengatakan, mengembalikan Kurama ke dalam tubuh Kushina pasca persalinan sangat berbahaya karena segel di
perut Kushina rawan terbuka. Selain itu penyegelan dalam tubuh laki-laki dinilai lebih aman dibanding perempuan. Kushina
tentu sangat sedih harus menyegel Kurama ke dalam bayi yang baru dilahirkannya, tapi itu adalah takdir seorang
keturunan jinchuuriki sekaligus seorang keturunan klan Uzumaki.

Kenyataan kalau anaknya seorang jinchuuriki Kyuubi, membuat Minato dan Kushina sangat menyayangi Menma. Minato
mengajarkan berbagai ilmu ninja kepada Menma, sedangkan Kushina mengajarkan jurus penyegelan, cara
menguasai chakra Kyuubi, dan bagaimana berteman dengan Kurama. Atas bimbingan keduanya, Menma jadi anak yang
kuat untuk anak seumurannya. Dia lulus dari akademi dan menjadi genin di umur 10 tahun, chuunin 11 tahun, jounin 12
tahun, dan diangkat menjadi ANBU di umur 14 tahun. Ia jadi ANBU termuda di angkatannya, diikuti oleh Shishui dan Itachi
Uchiha yang saat itu berusia 17 tahun. Selanjutnya mereka bertiga jadi sahabat karena seringnya ditugaskan bersama
dalam misi.

Selain kuat, Naruto juga punya banyak teman meskipun dia seorang jinchuuriki. Bukan hanya dari kalangan ANBU saja, tapi
juga dari kalangan remaja seusianya. Laki-laki menyukainya karena ia ramah dan setia kawan. Perempuan menyukainya
selain karena 2 hal tadi, juga karena Menma tampan. Rambut hitam rancung, sepasang mata berwarna safir, tanda lahir di
pipi, serta badan yang proporsional memberikan kesan gagah. Siapa perempuan yang tak tertarik oleh penampilan fisiknya?
Bahkan ketampanannya itu menyaingi Sasuke Uchiha.

Sayangnya tak ada perempuan yang bisa dekat-dekat dengan Menma karena putri sulung Hyuuga Hiashi, Hyuuga Hinata,
sangat over protektif padanya. Hinata begitu agresif dan terobsesi dengan Menma. Ia tak segan mengancam perempuan
lain yang berani mendekati Menma. Sikapnya berbanding terbalik dengan Menma yang tak pernah mempedulikan Hinata.

28 tahun yang lalu

Menginjak usia 16 tahun, terjadi sesuatu yang mengubah total sifat Menma.

Menma, Shishui, dan Itachi pulang dari misi dalam keadaan luka parah. Bahkan Shishui tak bisa berjalan sendiri, ia harus
digotong oleh Menma dan Itachi. Nyawa Shishui tak tertolong setelah seharian koma di rumah sakit. Menma sangat
terpukul karena kejadian ini. Masalahnya peristiwa ini terjadi karena kesalahan kalkulasi Menma terhadap kekuatan musuh
dalam misi mereka. Yang membuatnya lebih merasa bersalah adalah Shishui terluka parah karena menyelamatkannya.

Meski tak ada yang menyalahkan Menma, termasuk Itachi, Menma tetap menyalahkan dirinya sendiri. Apalagi sebelum mati
Shishui memberikan bola mata sharingan-nya kepada Menma, untuk menggantikan mata kiri Menma yang terluka. Shishui
berharap matanya akan berguna untuk Menma. Ia berharap dirinya akan terus bisa 'melihat' dunia jika matanya digunakan
oleh Menma.

Bulan demi bulan berlalu. Itachi memutuskan menjadi ninja bayaran bersama tim Akatsuki karena merasa sudah tak cocok
menjadi ANBU. Ia ingin berpetualang mengelilingi dunia. Meski begitu ia tetap menjalin hubungan baik dengan Konoha. Ia
akan datang saat Konoha membutuhkan jasanya. Tentunya jika bayaran yang ditawarkan Tsunade (Hokage yang menjabat
saat itu) cocok.

Sementara itu Menma berubah jadi seorang penyendiri dan seringkali bersikap dingin. Ia tak seramah dulu lagi. Belakangan
ini ia selalu menyibukan dirinya dengan misi. Saat misi satu selesai, ia akan meminta misi lain tanpa istirahat. Tak peduli
misi apapun itu. Misi dengan tingkat kesulitan kelas D pun akan ia ambil. Yang penting ia bisa pergi dari Konoha. Diam di
Konoha malah membuatnya mengingat kematian Shishui.

"Kaa-san," panggil Hinata kepada Kushina yang sedang duduk di dapur.


Hinata memang sudah akrab dengan keluarga Menma. Ia tak ragu untuk memanggil Kushina dengan panggilan 'Kaa-san'.
Ia senang memanggilnya demikian karena ia merasa memiliki ibu lagi. Kushina pun tak keberatan dipanggil seperti itu
karena dia merasa memiliki anak perempuan yang sudah lama diharapkannya.

"Menma ada? Penjaga gerbang bilang dia baru saja pulang dari misi," tanya Hinata.

Kushina diam dan mencoba mengalihkan perhatian dengan membereskan makan malam yang tersisa banyak. Tadinya ia
berpikir Menma akan makan malam bersama mereka.

Minato angkat bicara untuk mewakili istrinya. "Barusan dia pergi lagi mengambil misi solo kelas D di Suna. Dia hanya ke
sini untuk ganti baju dan mengambil perlengkapan ninja. Dia bahkan tak makan malam dulu."

Raut wajah Hinata berubah kecewa.

"Kami sudah menahannya. Tapi omongan kami berdua sudah tak pernah dipedulikannya," lanjut Minato.

Tanpa menunggu waktu lagi Hinata segera pergi. "Aku akan mengejarnya, pasti belum jauh," serunya.

"Hati-hati Hinata-chan! Semoga berhasil," balas Minato.

Ia kembali duduk di kursi meja makan di samping istrinya. Tak lupa ia menyelimuti istrinya dengan sehelai selimut tipis
untuk sekedar menghangatkan Kushina dari embusan angin malam yang masuk dari jendela.

"Anak bodoh. Semoga dia segera sadar kalau ada gadis yang sangat peduli padanya," gumam Kushina.

Minato langsung mengerti kalau orang yang dimaksud Kushina adalah Menma. Dalam hati, Minato mengamini harapan
istrinya. Saat ini Menma masih diliputi perasaan bersalah atas kematian Shishui, sahabat terbaiknya.

"Suatu saat pasti dia akan sadar," kata Minato.

Hinata tak pedulikan angin malam yang menusuk tulangnya. Ia tak sempat mengganti baju karena sama-sama baru pulang
misi. Ia masih memakai jaket ungu yang dibiarkan terbuka dan celana pendek sepaha kesayangannya. Setelah semenit
berlari akhirnya ia berhasil mengejar Menma di jalanan desa Konoha yang mulai sepi.

"Menma, tunggu!"

Menma tak menghentikan langkahnya.

"Kubilang tunggu!"

Merasa terganggu dengan teriakan Hinata, Menma langsung menoleh dan membentak Hinata. "Mau apa kau, Hyuuga?!"

Hinata tersentak. Ia tak mengira Menma akan membentaknya. Ini pertama kalinya ia dibentak Menma. Selama ini Menma
memang selalu cuek padanya. Tapi bersikap cuek lebih baik jika dibandingkan merespon dengan bentakkan. Hinata
berusaha tak menghiraukan bentakkan Menma, disusunnya kembali kata-kata yang akan ia sampaikan kepada Menma.

"Misi di Suna itu kelas D. Biarkan saja misi itu diselesaikan oleh para genin dan chuunin. Lebih baik kau istirahat."

Lagi-lagi Menma hanya diam. Hinata melanjutkan kata-katanya.

"Kematian Shishui bukan salahmu! Dia melindungimu karena memang itu sebuah misi. Merupakan hal yang wajar jika
dalam misi anggotanya saling melindungi dan berkorban. Jadi berhentilah menyalahkan dirimu sendiri!"

Kata-kata Hinata benar. Jika ninja diperintahkan dalam sebuah misi, maka ia sudah siap untuk mati. Menma tahu masalah
itu. Hanya saja ia tetap merasa bersalah.

"Berisik!" bentak Menma. Ia merasa tak bisa membalas kata-kata Hinata, jadi ia memilih membentuk segel hiraishin dan
meninggalkan Hinata.

Tanpa diketahui Menma, kedua mata lavender Hinata mengeluarkan air mata. Air mata yang tak sembarangan dikeluarkan
Hinata. Hinata gadis yang tomboy. Ia jarang menangis. Tapi Menma sudah membuatnya menangis 2 kali. Pertama saat ia
pulang dari misi bersama Itachi-Shishui dengan banyak luka, kedua adalah sekarang.
"Berengsek kau, Menma!" gumam Hinata pelan. Ia terduduk di tanah sambil mengusap air mata dengan kedua lengan
jaketnya. Sayangnya air matanya tak mau berhenti. Padahal ia tak ingin terlihat dalam keadaan rapuh seperti ini oleh
penduduk desa.

Keputusan Menma untuk pergi ke Suna malam itu jadi keputusan yang disesalinya seumur hidup.

Konoha diserang habis-habisan keesokan harinya oleh sekelompok ninja hebat. Akatsuki dipanggil untuk membantu
Konoha. Tapi tetap saja shinobi Konoha kewalahan. Ninja penyerang bisa dikalahkan tapi sebagai konsekuensinya
banyak shinobi Konoha yang gugur. Diantaranya teman-teman Menma di ANBU, teman-teman rookie 11 (teman di
akademi), termasuk Tsunade, dan kedua orang tua Menma.

Setelah 3 hari di Suna dan kembali ke Konoha, Menma mendapati desanya sudah nyaris rata dengan tanah. Satu-satunya
orang terdekat Menma yang masih hidup adalah Hinata. Itupun dalam keadaan lumpuh karena tulang belakang Hinata ada
yang retak.

"Maafkan aku maaf maaf"

Berulang kali Menma meminta maaf kepada Hinata sambil menggenggam tangan Hinata. Hinata yang sedang terbaring di
tempat tidur rumah sakit tak bisa membalas kata-kata Menma karena tak bisa menggerakan sekujur tubuhnya. Tapi dari
senyum yang diperlihatkan Hinata, kelihatannya Hinata sudah memaafkan Menma. Ia tak ingin Menma memikul beban
berat lagi. Ia tak ingin Menma kembali menganggap kehancuran Konoha sebagai kesalahannya.

Benar kata orang, kau akan menyadari siapa orang yang peduli padamu saat mereka tak ada. Itu yang dirasakan Menma
saat kehilangan kedua orang tuanya. Karena itulah Menma bertekad untuk melindungi Hinata sekuat yang ia bisa. Ia tak
ingin kehilangan lagi orang yang peduli padanya. Menma menolak posisi Hokage yang ditawarkan padanya sehingga posisi
Rokudaime diberikan kepada Kakashi. Menma ingin fokus merawat Hinata.

Hinata baru bisa keluar dari rumah sakit 1 bulan kemudian. Menma tak kenal lelah mengajarinya untuk berjalan. Atas kerja
keras Menma dan tentu saja Hinata, Hinata bisa berjalan lagi 2 bulan kemudian. Meskipun perlu ditopang dengan tongkat,
setidaknya Hinata bersyukur karena tak lagi harus menggunakan kursi roda. Selain itu ia tak perlu merepotkan orang lain
jika memerlukan sesuatu.

Pukulan terberat bagi Menma dan Hinata kembali muncul saat melakukan check up rutin ke rumah sakit. Berdasarkan
laporan dokter, ditemukan kalau struktur tulang belakang Hinata sudah tak memungkinkan dirinya untuk menopang beban
yang berat. Bahkan Hinata akan kesulitan untuk sekedar berlari. Jadi Hinata divonis tak bisa jadi ninja lagi.

Meski kenyataan ini terasa berat, Menma dan Hinata saling menguatkan dengan menautkan jemari mereka, kali ini
keduanya sudah bisa menerima kenyataan.

Sepulang mengantar Hinata ke rumah sakit, ketidakstabilan dimensi terjadi untuk pertama kalinya. Ketidakstabilan terjadi
karena seseorang telah menggunakan jurus terlarang, yaitu Limited Time Travel.

Penggunanya adalah Naruto dimensi ke-1 alias Clone alias Naruto Uzumaki. Pria muda berusia 24 tahun itu datang
dari masa depan untuk menyelamatkan dirinya yang masih muda. Disebut limited karena ini merupakan cikal bakal
lahirnya Time Travel sesungguhnya. Pengguna Limited Time Travel hanya bisa pergi ke masa lalu dan ke masa depan,
tapi tidak bisa mengontrol waktu (contohnya mesin waktu NR).

Dalam invasi Pain, Naruto yang berusia 16 tahun gagal melindungi Konoha. Kesalahan itu terus merembet ke masa depan.
Akatsuki yang harusnya mati jadi berkuasa, tubuh Hinata, Kakashi, dan shinobi Konoha lain lenyap begitu saja (Nagato jadi
tak menghidupkan mereka). Saat itu Naruto dewasa memutuskan untuk menggunakanlimited time traveler bersumber dari
gulungan yang dirahasiakan Tsunade dan Hokage-Hokage sebelumnya. Ia pergi ke masa lalu, lalu
memberikan kesempatan keduakepada dirinya yang masih muda untuk mengulangi semuanya dari awal.

Naruto tak tahu kalau penggunaan limited time traveler telah memicu ketidakstabilan dimensi dan menyatukan 7 dimensi
selama 10 menit. Ia juga tak tahu kalau Menma menyaksikan seluruh perbuatan Naruto dari celah dimensi. Menma yang
saat itu baru berusia 16 tahun tak tahu harus apa. Ia belum bisa menentukan apa perbuatan Naruto dewasa itu bisa
dianggap benar.

Saat Naruto dewasa kembali ke masa depan, Menma memberanikan dirinya untuk masuk ke dimensi ke-1 tempat Naruto
muda berada. Ini pertama kalinya ia masuk ke dimensi lain. Menma berdiri di atas patung Hokage Ke-4. Di hadapannya ada
desa Konoha yang mirip sekali dengan desanya di dimensi ke-3. Bedanya, yang jadi Hokage Ke-4 di sini adalah Minato,
bukan ayah Sakura. Lalu perbedaan lainnya adalah Naruto di hadapannya telah ditolong oleh 'versi dewasanya' dari masa
depan.

Di hadapan Menma, sejarah Konoha 1 telah berubah hari itu.


Semudah itukah merubah sejarah?

Kali ini Naruto berhasil mengalahkan Pain dan ia jadi pahlawan. Hinata di dimensi ini telah sadar dan terlihat sehat, padahal
Menma tahu betul kalau beberapa menit yang lalu Hinata itu mati. Menma tidak iri melihat Hinata milik Naruto dalam
keadaan baik-baik saja. Sama sekali tidak. Toh Menma juga memiliki Hinata lain di Konoha 3 yang sangat ia cintai sepenuh
hati. Hanya saja Menma heran, apa boleh seseorang dari masa depan mengubah sejarah?

Menma kembali masuk ke celah dimensi karena takut terperangkap di dimensi ke-1. Sebelum pulang ke dimensi ke-3, ia
memperhatikan dimensi lain. Ia heran kenapa tak ada Naruto dari dimensi lain (dimensi 2 dan dimensi 4-7) yang
menyaksikan kejadian ini. Ini menjadikannya satu-satunya orang yang menjadi saksi perbuatan Naruto dewasa dan Naruto
muda yang masih diragukan kebenarannya. Padahal jika saja ada Naruto lain, mungkin Menma bisa mendiskusikan masalah
ini.

Sepulangnya ke Konoha 3, Menma merasa tak tenang. Akhirnya ia mendatangi Hinata ke rumahnya.

Menma memeluk Hinata setibanya di kamar sang gadis. Tentu saja ini membuat Hinata merasa aneh. Mereka baru saja
berpisah 10 menit lalu, kenapa sekarang Menma datang lagi dan langsung memeluknya?

"Ada apa?" tanya Hinata.

Menma menggeleng pelan dalam pelukan Hinata. Mereka larut dalam keheningan setelah itu. Menma merasa jika dirinya
langsung menceritakan 7 dimensi, Hinata tak akan percaya. Dirinya saja tak akan percaya seandainya tak melihat
langsung. Maka Menma mencari pertanyaan lain yang bisa mewakili ketidaktenangannya saat ini tanpa menyinggung
masalah 7 dimensi.

"Hinata," panggilnya tanpa melepas pelukan.

"Hn?"

"Seandainya aku bisa memutar waktu ke masa lalu, apa kau akan senang?"

Hinata terpaku mendengar pertanyaan Menma yang terdengar aneh itu. Kemudian Hinata terkekeh.

"Baka, apa-apaan pertanyaanmu itu? Hehe."

"Jawab saja, 'kan kubilang seandainya," timpal Menma sambil ikut tertawa. Ia berusaha membuat Hinata tak curiga.

"Hmm Aku lebih senang sekarang. Memangnya kau tidak sadar kalau akhir-akhir ini aku merasa senang?"

Menma melepas pelukannya kemudian menatap kedua bola mata lavender Hinata.

"Tidak. Kenapa lebih senang sekarang?" kata Menma balik bertanya.

"Sederhana saja. Dulu kau tak pernah peduli padaku. Aku berusaha dekat denganmu tapi kau selalu cuek. Tapi sekarang
kau sangat peduli padaku. Kau selalu berada di sampingku kapanpun aku membutuhkanmu. Itulah alasannya kenapa aku
lebih memilih sekarang," jawab Hinata panjang lebar.

"Meskipun dengan keadaan fisik sekarang?" tanya Menma lagi untuk lebih memastikan.

Hinata menghela napas pelan. Dipegangnya kedua sisi pipi Menma hingga wajah Menma kembali mendekat.

"Ya. Selama kau ada di sisiku. Itu sudah membuatku senang," jawabnya dengan diiringi sebuah senyum manis.

Menma menatap wajah Hinata yang perlahan merona. Jarang sekali Hinata memperlihatkan sisi lembutnya seperti
sekarang. Menma tak mampu menahan dirinya untuk tak mencium Hinata. Diciumnya bibir Hinata tanpa basa-basi. Hinata
tentu saja tak siap karena biasanya Menma tak pernah berinisiatif untuk memulai ciuman. Lama-kelamaan Hinata bisa
mengimbangi ciuman Menma.

"Hinata," panggil Menma setelah melepas ciuman mereka.

"Ya?"

"Saat kita berusia 17 tahun nanti, maukah kau menikah denganku?"

"Tentu saja aku mau," jawab Hinata tanpa ragu.


Air mata keluar dari mata Hinata. Kali ini Hinata tak menyumpahi Menma karena sudah membuatnya menangis. Ini tangis
haru yang keluar saat momen yang paling diharapkan Hinata seumur hidupnya terjadi. Hinata sudah lama menunggu
Menma mengatakan hal itu.

Hari itu pun Menma sadar, dia tak perlu memutar waktu untuk membuat Hinata bahagia. Saat ini adalah saat yang paling
bahagia baik bagi Hinata maupun bagi dirinya.

20 tahun yang lalu

Delapan tahun kemudian, tepatnya saat Menma dan Hinata berusia 24 tahun, Naruto dari dimensi ke-1 (yang juga berusia
24 tahun) datang ke dimensi ke-3. Wajah Naruto masih sangat diingat oleh Menma meskipun sudah 8 tahun dari saat
terakhir ia melihatnya. Rambut pirang dan pakaian serba orange yang dipakai Naruto begitu mencolok dan tak mudah
untuk dilupakan Menma.

Bayangan mengenai penggunaan limited time travel 8 tahun lalu kembali berkelebat di otak Menma. Baiklah, mungkin ini
bukan 'Naruto dewasa' yang ia lihat 8 tahun lalu. Ini adalah Naruto muda yang dulu berusia 16 tahun dan kini sudah
tumbuh dewasa. Dulu ia yang ditolong Naruto dewasa.

Raut wajah Naruto terlihat serius saat menghadap Menma.

"Aku ingin bicara," katanya.

"Silahkan. Bicara saja," jawab Menma.

Entah kenapa ia sama sekali tak semangat untuk meladeni Naruto. Meskipun Menma berulangkali menegaskan kepada
dirinya sendiri kalau Naruto yang dulu menggunakan limited time travel dan Naruto yang kini di hadapannya berbeda. Hati
kecil Menma selalu menganggap kalau kedua Naruto itu 'satu' meski berasal dari alur waktu yang jauh berbeda.

Naruto memandang Hinata yang duduk di samping Menma. Ia seperti segan untuk mengutarakan maksudnya di hadapan
Hinata.

"Tidak di sini," kata Naruto.

Menma akhirnya pamit kepada Hinata untuk mengajak Naruto ke luar.

Setelah berhadapan 4 mata dengan Menma, akhirnya Naruto mengatakan tujuan utamanya ke dimensi ke-3. Naruto sedang
mengumpulkan ketujuh Naruto dari 7 dimensi yang berbeda untuk membicarakan masalah gulungan time travel yang
belakangan ini diincar banyak orang.

Menma akhirnya mengikuti kemana Naruto pergi. Tempat pertemuan adalah dimensi ke-5, tepatnya istana milik Akage dan
Shion. Untuk pertama kalinya Menma diajak berpindah dimensi menggunakan jurus dimensional travel. Seperti kebanyakan
Naruto saat melakukannya pertama kali, Menma muntah darah dan tak bisa bergerak selama beberapa puluh menit.
Menma tak menyangka akan sesakit ini. Padahal saat ada ketidakstabilan dimensi 8 tahun lalu, Menma bisa seenaknya
masuk ke dimensi ke-1 tanpa merasakan sakit. Kali ini perpindahan dimensi membutuhkan jurus khusus (dimensional
travel) karena celah dimensi sudah stabil kembali.

Naruto dari dimensi lain sudah lebih dulu hadir.

Peserta pertemuan ini adalah:

Naruto Uzumaki alias Naruto (24th) dari dimensi ke-1

Naruko Uzumaki alias Naru (17th) dari dimensi ke-2

Menma Namikaze alias Menma (24th) dari dimensi ke-3

Naruto Uzumaki alias Yami (24th) dari dimensi ke-4

Naruto Uzumaki alias Akage dan Shion (42th) dari dimensi ke-5

Naruto Uzumaki alias Souban (17th) dari dimensi ke-6

Naruto dan Naruko Uzumaki alias Shichidaime Hokage dan Naruko Nee-san (30th) dari dimensi ke-7

Pemimpin pertemuan adalah Naruto.


Inti dari pertemuan ini adalah meminta kesepakatan ketujuh Naruto untuk sama-sama menjaga gulungan time travel.
Gulungan time travel adalah sebuah gulungan yang isinya menceritakan 4 tingkatan jurus ruang dan waktu mulai
dari Shunshin no Jutsu, Hiarishin no Jutsu, Dimensional Travel, dan Time Travel (termasuk di dalamnyaLimited Time
Travel). Gulungan itu hanya ada 1 dan hanya terdapat di dimensi ke-1.

"Aku merasa tak mampu menjaganya sendirian. Di dimensi 1 sudah banyak terjadi kekacauan yang diakibatkan oleh
perebutan gulungan time travel. Gulungan itu sangat berbahaya. Jadi level ke-3 jurus ruang dan waktu, yaitu dimensional
travel hanya boleh diketahui oleh 7 Naruto, sedangkan level ke-4, yaitu time travel tak boleh diketahui oleh siapapun," ujar
Naruto.

"Bagaimana kalau gulungan itu disimpan di sini, dimensi ke-5. Mungkin istriku bisa menyegelnya di kuil?"

Akage menoleh kepada sang istri di sampingnya.

"Aku tak keberatan," kata Shion.

Selanjutnya ada banyak masukan mengenai alternatif lain tempat penyimpanan gulungan. Tapi setelah perdebatan panjang
pun, dimensi ke-5 tetap dinilai paling aman.

"Baiklah. Aku setuju," kata Shichidaime Hokage. "Teknik penyegelan Shion-sama terkenal merupakan salah satu yang
paling kuat."

"Aku sependapat," jawab Naruko Nee-san.

"Aku juga setuju. Kurasa memang di sini paling aman," jawab Naru.

Sedangkan Yami dan Souban menjawab dengan anggukan. Menma jadi satu-satunya orang yang tak menjawab.

"Menma? Kau setuju?" tanya Naruto.

Menma terlihat ragu. Rasa ragu Menma sebenarnya cukup beralasan. Dari pertama ia duduk di pertemuan ini, sebenarnya
Menma mengharapkan kalau Naruto membahas ketidakstabilan dimensi 8 tahun lalu, saat mereka masih berusia 16 tahun.
Termasuk di dalamnya penggunaan limited time travel yang sempat dilakukan 'Naruto dewasa'. Naruto melarang peserta
pertemuan lainnya untuk mengetahui isi gulungan, terutama tentang time travel, tapi nyatanya Naruto (atau versi dewasa
dirinya) sudah tahu sejak 8 tahun yang lalu! Bukankah itu tidak adil?

"Menma? Kau baik-baik saja?" Kali ini Akage yang bertanya.

Menma tersadar dari pemikirannya. Ditatapnya keenam Naruto secara bergantian. Pandangannya berakhir di Naruto. Ia
ingin membahas penggunaan limited time travel 8 tahun lalu, tapi setelah dipikir lagi itu hanya akan menambah runyam
masalah. Akhirnya untuk kedua kalinya, Menma memutuskan untuk mengalah dan melupakan masalah itu. Ia tak ingin
mengungkit masa lalu apalagi tanpa bukti yang jelas.

"Baiklah, aku setuju. Semoga kita bisa melindungi gulungan itu dengan baik."

Semua Naruto akhirnya setuju untuk melindungi gulungan tersebut sekuat tenaga.

14 tahun yang lalu

Bulan berganti bulan, tahun berganti tahun. Tak terasa sudah 6 tahun ketujuh Naruto bekerja sama melindungi
gulungan time travel. Sejauh ini tak ada yang datang mengincarnya. Orang-orang yang mengincar gulungan di dimensi ke-
1 kelihatannya tak bisa berkutik saat gulungan dipindahkan ke dimensi lain. Selain mereka tak tahu kombinasi
segel dimensional travel, chakra mereka pun belum tentu mampu dipakai untuk berpindah dimensi dari dimensi ke-1 ke
dimensi ke-5. Selama ini hanya klan Uzumaki yang mampu melakukan dimensional travel.

Enam tahun juga telah menjadikan ketujuh Naruto sudah seperti keluarga. Dengan dimensional travel, mereka bisa sering
menghabiskan waktu bersama. Mereka bisa saling mengunjungi dimensi yang lain. Saat Naru menikah, 6 Naruto lain
datang ke acara pernikahannya. Begitu juga saat Naruto-Hinata dikaruniai anak kedua dan Akage menyambut kelahiran
cucu pertamanya (anak dari Sena). Semuanya membaur seperti sebuah keluarga besar. Bahkan Menma sudah mulai
melupakan insiden penggunaan limited time travel oleh Naruto.

"Bagaimana keadaan Sena dan bayinya?" tanya Hinata saat Menma sampai di rumah. Hinata nampak sedang menyiram
bunga-bunga lavender di taman. Sebelum pergi, Menma memang sempat pamit kepada Hinata untuk menengok Sena, anak
perempuan tunggal Akage dan Shion.
"Sena dan bayinya sehat. Bayinya laki-laki. Akage nampak senang sekali karena ia akan punya teman laki-laki," jawab
Menma ceria.

Hinata ikut tersenyum mendengar kabar tersebut, namun perlahan senyumnya memudar. Menma langsung menyadari ini.

"Hinata?" tanya Menma, bingung melihat perubahan ekspresi Hinata yang terlalu drastis.

"Apa kau ingin memiliki seorang anak, Menma?" tanya Hinata tiba-tiba.

Menma tak menduga Hinata akan bertanya demikian. Di usia mereka yang sudah menginjak 30 tahun, tentu saja Menma
mendambakan seorang anak. Tapi ia tahu resiko apa yang bisa terjadi kalau Hinata hamil.

"Bukannya aku tak mau, tapi aku tak ingin membahayakan nyawamu. Dokter bilang kalau tulang belakangmu tak boleh
menahan beban berat, termasuk hamil. Hamil menyebabkan beban di tulang belakang meningkat."

Keduanya terdiam setelah itu. Setelah Hinata menyelesaikan pekerjaannya menyiram tanaman, ia ikut duduk bersama
Menma di kursi taman.

"Kau bisa menikahi perempuan lain kalau kau mau," kata Hinata datar.

Sontak Menma langsung kaget mendengarnya. Menma menatap Hinata tajam.

"Jangan pernah bicara begitu!" katanya dengan nada yang keras.

Keras di sini bukan berarti marah. Tapi keras yang memperlihatkan ketegasan. Entah kenapa Hinata sampai berpikir
menyuruh Menma menikahi wanita lain. Menma tak akan meninggalkan Hinata lalu menikahi wanita lain hanya karena ingin
punya keturunan.

Menma memegang kedua pundak Hinata, memaksa Hinata untuk menghadap ke arahnya.

"Asal kau tahu, aku sudah cukup bahagia bisa bersama denganmu. Aku tak akan pernah menikahi wanita lain," jelas
Menma.

Hinata langsung terharu mendengarnya. Menma menarik Hinata ke dalam pelukannya.

Seharusnya Hinata tak usah lagi meragukan kasih sayang suaminya. Sudah 13 tahun mereka menikah. Sampai detik ini
Menma tak pernah berpaling ke wanita lain. Banyak kunoichi lain yang lebih cantik dan muda, dan tentunya lebih sehat dari
Hinata, tapi Menma tak sedikit pun tertarik kepada mereka. Menma yang sekarang bukanlah Menma yang dulu, yang selalu
cuek kepada Hinata. Menma yang sekarang memperlakukan Hinata seperti puteri yang tak tergantikan.

12 tahun yang lalu

Cobaan seakan tak henti-hentinya datang kepada Menma...

Saat ia menginjak usia 32 tahun, Hinata masuk rumah sakit karena syaraf tulang belakangnya terjepit. Ini merupakan efek
dari retaknya tulang belakang Hinata 16 tahun lalu. Posisi cedera syaraf yang berada di bagian leher membuat nyawa
Hinata tak tertolong.

Kejadiannya berlangsung begitu cepat. Sore hari Hinata masuk rumah sakit, dan hari itu juga ia meninggal.

Tak ada air mata yang keluar dari mata Menma. Ini terjadi begitu cepat dan Menma merasa ini hanya mimpi. Dalam
pemakaman Hinata, 6 Naruto turut hadir menunjukkan bela sungkawa mereka.

Setelah acara pemakaman selesai, Menma pulang ke rumah. Saat itulah ia sadar kalau sudah tak ada yang menyambutnya
di pintu rumah, tak ada yang menyediakan makan, dan tak ada sosok wanita yang selalu tersenyum di sisinya.

Hinata sudah mati.

Menma menangis sejadi-jadinya. Ia merasa tak mampu untuk melindungi Hinata. Ini semua buah dari sikap keras kepala
Menma 16 tahun lalu yang bersikeras pergi ke Suna meninggalkan Hinata. Jika saja Menma tak pergi ke Suna, Konoha tak
akan hancur, teman-teman dan orang tuanya tak akan mati, tulang belakang Hinata tak akan terluka, Hinata bisa hamil,
dan mereka akan bahagia.

Keenam Naruto merasa khawatir pada keadaan Menma. Mereka memutuskan untuk menginap di rumah Menma sampai
Menma lebih tenang.
"Menma," panggil Naruto. "Kau harus sabar menghadapi semua ini. Ini adalah-"

BUKH!

Entah setan apa yang merasuki Menma, saat itu ia memukul wajah Naruto begitu saja.

Sikap irinya kepada Naruto yang dipendam selama 16 tahun kembali muncul. Naruto bisa mengubah sejarah sehingga
Hinata miliknya bisa hidup kembali. Tapi kenapa Hinata milik Menma tak boleh diselamatkan? Kenapa ia tak boleh
mengetahui kombinasi segel time travel? Atau minimal limited time travel? Bukankah itu tidak adil?

"Berikan gulungan time travel padaku!" bentak Menma.

Akage dan Shichidaime yang panik melihat keadaan segera berusaha menahan Menma. Namun Menma yang sudah kalap
menyikut keduanya dan kembali menerjang Naruto, memukul wajahnya berkali-kali. Menma baru bisa ditahan saat Souban
dan Yami ikut membantu menahannya. Sementara itu Naru dan Naruko Nee-sanmembantu Naruto untuk berdiri.

Menma mengepalkan kedua tangannya. Sudah cukup ia merahasiakan kejadian 16 tahun lalu. Sudah saatnya 5 Naruto lain
tahu kejadian yang sebenarnya. Sudah saatnya 5 Naruto lain menilai apakah sikap Naruto mengubah sejarah itu benar atau
salah? Boleh atau tidak? Adil atau tidak?

"Kau pikir aku tak tahu kejadian 16 tahun lalu?!" bentak Menma lagi.

Naruto tertegun, sementara 5 Naruto lainnya penasaran ke mana arah pembicaraan Menma.

"Kau mengajak kami melindungi gulungan time travel dan tak memakai jurus time travel. Tapi kau sendiri sudah
memakainya! Enam belas tahun lalu aku melihatmu menyelamatkan dirimu yang lain menggunakan jurus itu. Jika kau ingin
adil, seharusnya biarkan kami memakainya sekali saja!" jelas Menma panjang lebar.

Souban yang tadi membela Naruto jadi penasaran dengan kebenaran yang sesungguhnya.

"Apa itu benar Naruto?" tanya Souban.

Naruto tak menjawab. Ia hanya menunduk.

"Jawab Naruto!" bentak Yami.

"Ya, itu memang benar!" jawab Naruto. "Tapi bukan aku yang menggunakan, melainkan aku versi dewasa. Aku hanyalah
Naruto yang diselamatkan olehnya. Lagipula itu dilakukan untuk memperbaiki alur kehidupan agar kembali berjalan ke arah
yang benar."

"Omong kosong!" teriak Menma. "Aku tak peduli yang melakukannya kau atau versi lain dirimu. Yang jelas kau dan dia
adalah 'satu', sama-sama Naruto! Memperbaiki alur hanya alasanmu saja! Faktanya sejarah di dimensi ke-1 telah berubah
16 tahun yang lalu!"

"Percayalah Menma, gulungan itu tak seharusnya dipakai. Itu akan mempengaruhi keseimbangan waktu."

"Lalu kenapa 16 tahun lalu Naruto dewasa memakainya?!"

Menma sudah semakin naik darah. Sementara Yami dan Souban mulai mengerti keadaan yang mereka hadapi. Perlahan
Yami dan Souban melepas pegangan mereka di tangan Menma. Yami dan Souban sudah tahu ke siapa mereka akan
berpihak.

Jika dilihat dari sudut pandang 6 Naruto, memang ini tak adil. Naruto sudah pernah memakai gulungan time travel,
sedangkan 6 Naruto lain belum pernah, bahkan tak diizinkan untuk memakainya.

Yami maju selangkah mendekati Naruto. Ia berkata, "Ironis sekali. Kau bilang jangan memakai gulungan itu, setelah kau
memakainya. Menma benar dalam hal ini, jika ingin adil dan kami percaya padamu, biarkan kami memakainya sekali."

"Y-Yami, kau juga ingin memakainya?"

"Ya. Aku ingin memutar waktu ke 22 tahun lalu saat semua penduduk menganiayaku."

Setelah itu giliran Souban yang maju. Ia mengeluarkan liontin di lehernya dan menunjukkan foto Karin. "Aku ingin memutar
waktu ke sebelum Karin-Neesan tewas dalam kecelakaan mobil 9 tahun lalu."
Merasa ada pendukung, Menma melepas paksa pegangan Akage dan Shichidaime di kedua tangannya. Kemudian ia berdiri
di antara Souban dan Yami. "Kurasa kau sudah tahu kemana aku ingin kembali. Aku ingin kembali ke 16 tahun lalu, saat
Hinata baik-baik saja," ujar Menma pelan.

"Ck, kalian tak mengerti..." keluh Naruto.

"Ehem. Aku tak ingin memutar waktu tapi aku setuju dengan pendapat mereka. Jika kau ingin mendapat kepercayaan dari
mereka lebih baik kau turuti," ujar Shichidaime.

Sontak saja Akage yang berada di sampingnya tak menyangka. "Hokage-sama, aku tak percaya kau memihak mereka."

Shichidaime menggeleng. "Akage-san, ini bukan masalah memihak siapa. Tapi Naruto mengawali perjanjian kita dengan
sebuah kebohongan. Siapa yang tahu kalau dia akan memakai jurus itu lagi tanpa sepengetahuan kita. Jika 16 tahun lalu
dia pernah melakukannya, itu berarti dia tahu cara memakainya, sedangkan kita tidak tahu."

"Hentikan kalian semua!" teriak Naru. Ia muak dengan perdebatan ini. "Kalian kenapa? Kita sudah seperti keluarga, tak
selayaknya kita terpecah belah begini."

"Naru-chan benar, kita harus selesaikan masalah ini secara kekeluargaan, karena kita sebuah keluarga," kata Akage.

"Keluarga tak akan menyembunyikan hal sepenting itu dari kita," balas Menma.

Itu jadi kalimat pamungkas Menma, sekaligus kalimat yang mengakhiri perdebatan panjang. Tak ada lagi yang bicara
setelah itu. Naruto tetap bersikeras menolak untuk memberikan gulungan itu baik-baik. Sehingga pertikaian tak bisa
dihindari. Perlahan setiap Naruto merapat ke pihak yang mereka dukung. Akage dan Naru mendekati Naruto. Shichidaime,
Souban, dan Yami tetap di sisi Menma. Nee-san tentu saja tak bisa dipisahkan dari sang suami, sehingga ia ikut memihak
Menma.

Hari itu perang antara 7 Naruto pecah untuk pertama kalinya.

Menma-Yami-Souban-NaruNaru

VS

Naruto-Naru-Akage

Konoha 3 sudah tak berbentuk lagi saking dahsyatnya pertarungan yang terjadi. Ini adalah pertarungan terhebat sepanjang
sejarah ninja. Perang dimenangkan oleh pihak Menma karena pihak Naruto kalah jumlah. Tapi perjuangan Naruto cs perlu
diacungi jempol karena Shichidaime, Nee-san, dan Souban ikut terbunuh. Yang kini tersisa hanya Menma dan
Yami. NR099 yang datang dari masa depan menjadi saksi peristiwa ini. Tanpa sepengetahuan Menma, NR
mengambil sample gen Naruto yang kemudian ia kembangkan menjadi kloning dan diberi nama Clone. NR099 melanjutkan
pengamatannya terhadapan duo Menma dan Yami.

Selanjutnya Menma mendatangi kuil negara Iblis di dimensi ke-5. Ia menyandera Sena dan anaknya serta meminta Shion
membuka segel gulungan time travel jika tak ingin anak dan cucunya mati.

Setelah gulungan dibuka, semua rahasia atas 4 tingkat kekuatan ruang dan waktu terbongkar. Menma akhirnya tahu
kalau limited time travel yang 16 tahun lalu digunakan Naruto hanyalah sebagian kecil dari time travel sesungguhnya. Time
travel sesungguhnya memerlukan kombinasi segel yang lebih rumit dan chakra yang lebih besar. Time travel sesungguhnya
bukan hanya sekedar menjelajahi waktu, tapi juga mengontrol waktu. Seorang pengguna time travel (yang disebut Time
Traveler) bisa mengubah dunia dan segala isinya. Dalam segel pun dijelaskan kalau ingin menjadi time traveler, seseorang
harus memfokuskan 7 kekuatan dalam 1 tubuh.

Menma menganggap inilah jurus yang ia inginkan. Dia tak ingin memakai limited time travel, tapi time travel yang
sempurna!

"Menma! Kau tak akan membunuhku 'kan?!" tanya Yami gemetar.

Masalahnya, luka yang dideritanya setelah pertempuran lebih parah dari Menma. Jadi akan sangat mudah bagi Menma
untuk membunuh Yami. Yami tak akan bisa kabur.

"Maaf, Yami," gumam Menma.

Ia yang sudah kalap menerjang Yami dan menusuk Yami dengan pedang tepat di jantung.

"Brengsek... Menma... kita sudah berjuang bersama... ke... kenapa k-kau lakukan ini?" tanya Yami dengan kalimat yang
terputus-putus. Detak jantungnya sudah melambat. Tak lama lagi ajal akan menjemputnya.
Menma bukannya tak memiliki perasaan karena telah menusuk Yami. Saat Naruto, Naru dan Akage ia bunuh pun, ada rasa
bersalah yang tiba-tiba saja muncul. Delapan tahun adalah waktu yang lama untuk membentuk persahabatan lintas dimensi
yang kemudian berkembang jadi hubungan layaknya keluarga. Tapi sejak awal hubungan antar dimensi ini sudah dikotori
oleh kebohongan Naruto. Menma hanya ingin mengembalikannya ke awal. Ia ingin membuat dunia yang sempurna
dengantime travel.

"Jangan khawatir kawan, aku akan memutar waktu dan segala isinya. Aku akan menghidupkanmu dan 5 Naruto lainnya,
juga keluarga kalian. Aku akan membuat dunia yang sempurna. Kita akan memulai semuanya dari awal lagi," kata Menma.

Yami akhirnya menghembuskan napas terakhirnya tanpa sempat menimpali kata-kata Menma. Kekuatan Yami masuk
kedalam tubuh Menma. Kini ia memiliki 7 kekuatan Naruto dalam tubuhnya. Menma menutup kelopak mata Yami kemudian
menutupi jasad Yami dengan kain.

Saat yang ditunggu-tunggu oleh Menma akhirnya datang. Ia akan menggunakan jurus time travel untuk pertama kali.
Dibukanya gulungan oleh Menma dan ia mengikuti instruksi kombinasi segel yang tertulis di sana.

Setelah segel aktif, bayangan-bayangan dari masa lalu dan masa depan bermunculan di dalam kepala Menma. Kepalanya
langsung sakit karena terlalu banyak bayangan yang ia lihat. Namun Menma tak ingin membuang waktu. Tujuannya sudah
pasti, yaitu 16 tahun lalu, sesaat sebelum ia pergi ke Suna.

Tubuh Menma menghilang ke masa lalu. Saat itulah Time Traveler pertama lahir...

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, time travel yang sempurna bukan seperti limited time travel yang sekedar pergi
ke masa lalu. Time travel ini memiliki cakupan yang jauh lebih luas lagi. Detik dimana Menma mengatifkan time travel,
maka detik itu pula ia mengembalikan dunia dan segala isinya ke 16 tahun yang lalu.

Lihat saja fisik Menma yang kini telah berubah jadi remaja 16 tahun lagi. Juga keadaan Konoha 3 yang kembali damai.
Betapa senangnya Menma melihat keadaan ini. Jurusnya sudah berhasil. Menma pun sudah bisa pastikan kalau keadaan di
6 dimensi lainnya telah kembali. Enam sahabatnya telah hidup kembali.

Menma tak sabar untuk segera menyapa Hinata dan keluarganya. Karena posisi rumahnya lebih dekat, maka Menma akan
mengunjungi keluarganya lebih dulu. Ia sudah lama tak bertemu Minato dan Kushina.

Tepat saat akan membuka kenop pintu. Pergerakan Menma terhenti.

Dari kaca jendela di pinggir pintu, Menma melihat ada 'Menma lain' di dalam rumah!

Kejadian di luar dan di dalam rumah memang sama persis dengan saat sebelum ia pergi ke Suna. Tapi Menma tak
menyangka kalau akan ada 'Menma lain' di sana!

"Menma!" panggil Hinata.

Menma akan menyahut tapi ia sadar kalau Hinata tidak memanggil dirinya, melainkan memanggil 'Menma lain' yang sedang
tergesa-gesa menuju Suna.

Saat Menma lain itu membentak Hinata hingga menangis, Menma Time Traveler hanya bisa melihatnya dari kejauhan. Mau
menolong pun ia berpikir dua kali. Ini bukan dunianya. Dan Hinata yang sedang menangis itu bukan Hinatanya. Menma
justru merasa menghianati Hinata istrinya jika sekarang ia menolong Hinata yang sedang menangis.

Dunia pertama dan dunia ke-2 (dunia hasil time travel) terlihat sama tapi berbeda di mata Menma Time Traveler. Konoha 3
kembali aman, tapi ini bukan Konoha miliknya. Kedua orang tuanya hidup lagi, tapi mereka bukan orang tuanya. Hinata
hidup lagi dan terlihat sehat, tapi dia bukan Hinata istrinya. Bahkan setelah ia mengecek ke 6 dimensi lainnya, Menma
merasa kalau 6 Naruto yang hidup sekarang bukan lagi sahabatnya. Semua yang ada di dunia ke-2 ini adalah milik Menma
lain!

Barulah kemudian Menma sadar. Seorang Time Traveler tidak terikat dengan ruang dan waktu. Dengan menjadi Time
Traveler, kau berarti sudah siap untuk kehilangan semua orang yang dicintai dan kehilangan segalanya. Seorang Time
Traveler bagaikan seorang dewa waktu yang tak membutuhkan keluarga dan tempat tinggal.

Berhari-hari Menma murung. Dia hanya menyendiri di atas patung Hokage. Menma tak menyangka dunia ke-2 yang
dibangunnya akan seperti ini. Ia merasa tak memiliki apapun di dunia ke-2 ini. Menma mulai mempertanyakan apa
sebenarnya manfaat dunia ke-2 bagi dirinya?
Saat sedang terdiam memperhatikan ketujuh 'Naruto baru'. Menma mendeteksi kalau Naruto dari dimensi ke-1
melakukan dimensional travel ke dimensi ke-2 memakai jurus hiraishin yang dimodifikasi. Tak lama kemudian dia menetap
di sana, bahkan jadi kakak angkat Naru.

'Cih, lagi-lagi melakukan jurus terlarang. Keturunan Naruto memang selalu jadi pembuat onar,' cibir Menma.

Alur ini agak berbeda dengan dunia ke-1. Tiba-tiba ini menarik perhatian Menma.

"Dunia ini berbeda. Ini bukan duniaku. Kenapa tidak bersenang-senang saja dengan dunia ciptaanku ini?" tanya Menma
pada dirinya sendiri.

Di tengah keterpurukannya, Menma mulai kehilangan nilai-nilai kehidupan terhadap sesama manusia. Menma merasa kalau
dunia ke-2 yang diciptakannya ini tidak berharga lagi baginya. Dunia ke-2 ini ada dalam genggamannya. Menma bisa
dengan mudah mengaturnya sesuai keinginan.

Tanpa Menma sadari, ia telah berubah jadi 'Dark Menma' karena diliputi kebencian. Meski ia selalu bersikeras ingin
dipanggil Menma Namikaze, Menma yang pertama, Menma yang asli, the real Menma.

Dark Menma bertekad menjadikan dunia ke-2 sebuah 'game' atau permainan. Ia akan mengadu domba ketujuh Naruto
yang tinggal di sana.

Dark Menma memulainya dengan menyimpan kembali gulungan time travel di kuil. Bedanya, sekarang disimpan di kuil
dimensi ke-5 di dunia ke-2, bukan dunia ke-1 yang sudah hancur. Lalu Dark Manma mengambil 35 gen shinobi terkuat dari
6 dimensi berbeda dari dunia ke-1. Ia akan membangkitkan mereka dengan edo tensei jika diperlukan. Nantinya mereka
akan jadi anak buahnya. Mereka terdiri dari dari:

5 Naruto, yaitu mantan sahabat yang telah ia bunuh (Souban tidak termasuk). Saat dibunuh, Naruto berusia 32 tahun,
Naru 25 tahun, Yami 32 tahun, Akage 50 tahun, dan Naruto Shichidaime 38 tahun.

6 Madara

6 Hashirama

6 Obito

6 Minato

6 Jinchuuriki

Tentunya Dark Menma terlebih dahulu membunuh mereka yang masih hidup (beberapa Obito ada yang masih hidup).

Setelah semuanya siap, Dark Menma kembali ke dunia ke-2 untuk memulai permainannya.

Setiap Dark Menma melihat wajah Menma, ia seperti melihat dirinya sendiri. Tapi ia selalu kesal karena menganggap
Menma memiliki semuanya, keluarga, teman-teman, dan Hinata. Dark Menma ingin sekali membunuh Menma. Itu
sebenarnya mudah sekali karena mereka bagaikan kembaran. Dark Menma mengetahui semua kemampuan Menma. Dark
Menma jauh lebih kuat karena sebenarnya ia berumur 32 tahun tapi fisiknya 16 tahun. Hanya saja Dark Menma berpikir jika
ia turun tangan membunuh Menma, permainan tak akan menarik.

Dark Menma memutuskan untuk membiarkan Menma dulu. Sedangkan yang akan ia peralat adalah Yami. Yami paling
mudah dipengaruhi dibanding yang lainnya. Ia juga selalu semangat jika berhubungan dengan kekuatan.

Dark Menma memundurkan lagi waktu ke 6 tahun lalu. Saat Yami masih berusia 10 tahun agar lebih mudah dipengaruhi.

NR099 yang selalu membuntuti Dark Menma tidak ikut ke Konoha 4. Ia sudah mendapatkan informasi yang diperlukan dan
bergegas kembali ke masa depan. Tubuhnya yang kebanyakan terbuat dari titanium tidak memiliki aliran chakra sehingga
sulit dideteksi Dark Menma.

Di Konoha 4, Yami diperlakukan kurang baik oleh penduduk. Tak ada penduduk yang menghargai dirinya. Sehari-hari ia
hanya menerima siksaan dan caci maki. Dark Menma menjadikan ini sebagai peluang untuk berteman dengan Yami. Dark
Menma menolong Yami dan menyuruhnya untuk membalas setiap orang yang menganiayanya. Yami akan terus disakiti jika
ia tak melawan, begitu kata Dark Menma.

Yami menuruti kata-kata Dark Menma. Pernah suatu ketika, ia membunuh penduduk yang menghinanya hingga ia
dipenjara. Namun ia tak dihukum mati karena atas pertimbangan ia masih anak-anak. Dark Menma tak pernah
meninggalkan Yami. Ia selalu mendukungnya bahkan ketika Yami berada di penjara. Saat berusia 11 tahun, Yami
membunuh seluruh penjaga tahanan dan kesatuan ANBU dengan bantuan Dark Menma. Setelah itu Yami dan Dark Menma
menghilang. Puncaknya, pada usia 12 tahun Yami kembali ke Konoha 4 untuk menghancurkan desa tersebut tanpa sisa.
Kejadian itu menjadikan Yami missing-nin yang paling diburu di Negara Api. Terakhir, Dark Menma menyuruh Yami untuk
menyempurnakan kekuatannya yaitu membiarkan kebencian menguasai dirinya.

Yami menerobos masuk ke Pulau Kura-Kura. Ia bertapa di hadapan Air Terjun Kebenaran dan di sanalah ia membiarkan sisi
gelap (Darkness/Yami) mengambil alih dirinya. Sejak saat itu chakra asli 'Naruto' hilang dan
digantikan chakra 'Yami'. Chakra inilah yang selama ini memancar dari dalam tubuhnya. Begitu pekat dan kelam hingga
bisa dirasakan dari jarak berkilo-kilo meter jauhnya.

Selanjutnya Yami dan Dark Menma mendeklarasikan perang ke seluruh shinobi di dimensi ke-4. Dengan berbeloknya Yami
ke pihak yang jahat, Obito, Kabuto, dan Madara tertarik untuk bergabung. Mereka memenangkan perang. Namun Yami
tahu ia hanya dimanfaatkan sehingga usai perang, ia membunuh ketiganya dengan sadis.

6 tahun yang lalu

Cerita selanjutnya seperti yang sudah dijelaskan, Dark Menma menantang Yami untuk bisa mengalahkan 6 Naruto di
dimensi lain. Yami setuju karena tahu itu akan meningkatkan kekuatannya.

Setelah itu Dark Menma hanya menonton dari jauh permainan yang ia buat. Yami memang membuat permainan Dark
Menma tak membosankan untuk ditonton. Tak salah Dark Menma memilih Yami sebagai tokoh antagonis utama. Akage jadi
'Naruto' yang pertama kali dibunuh Yami.

Terkadang Dark Menma pun ikut terlibat dalam permainan. Seperti saat tubuh Menma terlempar ke Konoha 1 dan ia jadi
Rokudaime Hokage di sana. Sebenarnya itu semata-mata dilakukan Dark Menma agar Menma tidak menikah dengan Hinata
di Konoha 3. Dark Menma tak rela Hinata reinkarnasi dari istrinya menikahi Menma.

Hal tersebut pun akhirnya menyebabkan alur kehidupan yang berubah kacau di Konoha 1. Salah satu hal yang paling
membuat Dark Menma puas adalah saat melihat Naruto sakit hati gara-gara Hinata-nya direbut Menma. Entahlah,
sepertinya dendam Dark Menma terhadap Naruto masih ada sampai sekarang hingga ia membuat reinkarnasi Naruto ikut
sengsara.

2 minggu yang lalu

Dark Menma juga akan masuk ke dalam permainan saat Yami terdesak. Contohnya saat Yami terluka parah setelah
melawan Naruto-Sasuke-Menma, sementara ada pihak lain yang ingin melukai Yami yaitu Shion dan Sena.

1 jam yang lalu

Keadaan jadi sedikit merepotkan saat semua Naruto yang masih hidup memutuskan untuk bergabung dan mengeroyok
Yami. Sekuat-kuatnya Yami, kalau harus melawan Naruto-Naru-Souban-Shichidaime-Neesan ditambah Orochimaru-Karin
sekaligus, tetap saja Yami kewalahan.

Yami akhirnya kalah hingga memaksa Dark Menma mengambil alih peran antagonis. Bukan itu saja, tak lama kemudian
datang Clone dan NR099 yang membongkar seluruh rahasia Time Traveler.

Ini di luar prediksi Dark Menma. Tapi show must go on, Dark Menma terpaksa mengeluarkan 35 shinobi terkuat yang jadi
koleksinya. Cara itu pun tidak sepenuhnya menyelesaikan permainan. Naruto yang tersisa memberikan kekuatan mereka
kepada 1 Naruto sehingga ia bisa jadi time traveler. Naruto yang dipilih tersebut adalah Uzumaki Naruko alias Naru.

Sekarang

Naru memegang kepalanya yang sakit. Ia tak menyangka kalau Naruto di dunia ke-1 (dengan kata lain leluhur kakaknya)
yang memulai semua ini. Pantas saja kakaknya atau pun Naruto di masa lalu tak akan ada yang bisa jadi time traveler.
Jurus time travel hanya bisa aktif jika penggunanya benar-benar baik atau benar-benar jahat.

Naru lebih tak menyangka lagi kalau kehidupan yang sedang dijalaninya ini adalah dunia ke-2 buatan Dark Menma. Dirinya
dan 6 Naruto lain tak akan ada kalau Dark Menma tak menghidupkannya kembali ke dunia ke-2.

Kekacauan yang terjadi saat ini tak terjadi tiba-tiba. Semua melalui proses yang sangat panjang.
Dark Menma mengalami kehidupan pahit yang membuatnya kehilangan rasa kemanusiaan. Empat puluh empat tahun telah
membentuk seorang karakter Dark Menma yang ada sekarang. Itu waktu yang sangat panjang. Akan sulit mengembalikan
sifatnya seperti dulu.

Tapi Naru merasa cara yang dilakukan Dark Menma dengan membuat game sama sekali tak menyelesaikan masalah yang
terjadi. Itu hanya dibuat untuk menghibur dirinya sendiri. Justru game itu mengundang banyak masalah lain.

"Sudah jelas 'kan siapa yang memulai kekacauan ini? Dia adalah kakakmu dan leluhurnya. Lebih baik kita bekerja sama dan
kita kuasai dunia ke-2 ini. Dengan 2 kekuatan time travel, tak akan ada yang mengalahkan kita," ajak Dark Menma sambil
mengulurkan tangannya.

Naru ikut mengulurkan tangan ke arah Dark Menma.

BUGH!

Namun itu bukan untuk membalas uluran tangan Dark Menma. Itu untuk kembali mencekik leher Dark Menma, lalu
membantingnya ke tanah.

"Jangan sok suci! Kau pikir membuat game bukan merupakan kesalahan yang besar? Menurutku kau lebih rendah dari
kakakku, Clone, Limited Time Traveler, dan dari Naruto lainnya!" bentak Naru.

Dark Menma meronta menahan sakit. Ia sudah tak bisa melawan. Nasibnya sudah ada di tangan Naru, sang Time Traveler
Ke-2. Ini gara-gara Naruto yang membuatnya terluka parah.

"Ghhkk! Lalu apa yang akan kau lakukan?"

"Aku akan membunuhmu," jawab Naru dingin.

"Apa menurutmu membunuhku akan menyelesaikan masalah?"

"Aku akan membunuhmu agar kebencian ikut mati bersamamu. Lalu dunia akan kuputar kembali ke awal. Aku akan
menciptakan dunia ke-3."

Dark Menma tersenyum meremehkan.

"Heh, itu akan memulai siklus baru yang tak akan ada hentinya. Naruto dunia ke-3 akan membuat kesalahan lagi lalu-"

"Aku akan menciptakan dunia yang lebih baik dari yang pernah ada!" potong Naru dengan suara yang tegas dan serius.
Dark Menma sampai terdiam dibuatnya. "Aku akan membuat dunia ke-3 dengan caraku sendiri. Aku tak akan meniru cara
Naruto ke-1 di masa lalu, apalagi meniru caramu! Aku akan menghidupkan semua Naruto dari 7 dimensi, termasuk dirimu
yang belum diliputi kebencian, dan tak akan membiarkan kalian menderita. Aku akan pastikan kalian bahagia dan
menghargai setiap detik kehidupan kalian!"

To Be Continue

A/N: Mantaaappp, 153 review dalam waktu 3 hari!Rekor dari semua chapter!Kemana aja kalian selama ini?Pada
ngumpet. Anyway, sesuai janji, chapter 18 ini updatecepat karena review yang menakjubkan. Panjang ya? Wajar 8rb+
kata, 25 halaman A4. Semoga memuaskan, semoga semua misteri terjawab, dan semoga kebingungan kalian hilang.

Summary terbaru. Baca dulu cuy biar ga panik:

Dunia ke-1 (masa lalu):

Dimensi 1: Naruto & Clone (DEAD)

Dimensi 2: Naru (DEAD)

Dimensi 3: Dark Menma

Dimensi 4: Yami (DEAD)

Dimensi 5: Akage (DEAD)

Dimensi 6: Souban(DEAD)
Dimensi 7: Hokage (DEAD) & Nee-san (DEAD)

Dunia ke-2 (masa sekarang, permainan, game):

Dimensi 1: Naruto (DEAD)

Dimensi 2: Naru

Dimensi 3: Menma (DEAD)

Dimensi 4: Yami (DEAD)

Dimensi 5: Akage (DEAD)

Dimensi 6: Souban & NR099 (DEAD)

Dimensi 7: Hokage (DEAD) & Nee-san (DEAD)

Ket:

Time Travel: berpindah waktu dengan atau tanpa mengontrol waktu.

Time Traveler: orang yang bisa berpindah dan mengontrol waktu. Contohnya Naru dan Dark Menma.

Limited Time Travel: berpindah waktu saja.

Limited Time Traveler: orang yang bisa berpindah waktu saja. Contohnya NR, Naruto yang hidup 28 tahun lalu di dunia
ke-1, dan Clone.

Q&A:

1 Jika Clone diambil dari masa lalu oleh NR, kenapa dia bisa lebih tua dari Naruto? Clone diambil dari dunia ke-1
(12 tahun lalu) dimana dunia ke-2 belum tercipta dan Naruto si tokoh utama belum hidup. Naruto di dunia ke-1 mati di
umur 32th sehingga jauh lebih tua dari Naruto si tokoh utama.

2 Dari mana asal 35 shinobi yang di-edo tensei Dark Menma? Sama dgn jawaban no 1. Naruto dan Naru bisa di-edo
tensei karena mereka sebenarnya dari masa yang berbeda.

3 Dari mana asal Dark Menma? Sama dengan jawaban no 1, tepatnya dunia ke-1 dimensi ke-3.

Masalah mainstream atau tidak tergantung cara kita menyajikan interaksi.Idenya kadaluarsa tapi penyajiannya
baguspasti akan disukai.Setuju. Yang bahaya itu ide biasa, interaksi kurang, penulisan ancur. Langsung pencet back.

Ga pake Rinne tensei? Jurus itu hanya menghidupkan orang, tidak memperbaiki dunia yang hancur.

Kurang srek kalo Naru yg jadi Time Traveler. Terlalu muda dan dia perempuan. Kalau kalian teliti, di awal saya
udah memberikan 'sinyal' kalau Naru akan jadi tokoh yang penting. Perkenalannya aja dari chapter 1 sampai 7, lebih dari
sepertiga fic ini. Bahkan peningkatan kekuatannya diceritakan detail. Fic ini genre utamanya family, menceritakan
hubungan kakak-adik Naru-Naru. Jadi Naru tokoh utama juga. Masalah umur?Di manga, Naruto baru 16 tahun.
Kedewasaan bukan dilihat dari umur, kawan. Tapi dari cara bertindak. Karena dia perempuan? Jangan terlalu
permasalahkan gender. Kontrol chakra Naru lebih bagus (lihat chapter 3).

Lalu hal yang paling jadi pertimbangan saat saya nulis ini adalah saya mencoba melihat dari sudut pandang Naruto sebagai
kakak (kebetulan saya juga punya adek). Bayangkanlah saat adikmu kesepian, terluka, dan menangis. Saya nulis semua ini
dari sudut pandang seorang kakak. Lalu bayangkan hanya ada 1 orang dari kalian yang bisa selamat, sebagai seorang
kakak pasti mendahulukan keselamatan adiknya. Apalagi kalau adiknya berkesempatan menyelamatkan dunia.

Dark Menma dari masa depan, reinkarnasi Menma, kembaran Naruto, dimensi ke-7, anak NaruHina dari
Kesempatan Kedua? Semuanya salah :)

Target review berapa? Saya mau buat akun. Aduh sampe segitunya. Saya ga akan nyebutin target, silahkan review aja
seperlunya. Berapapun review-nya fic tetep di-update. Cuma pengen liat aja sebenernya yang baca fic ini berapa orang?

Saya akan sangat senang mendengar pendapat kalian mengenai chapter ini. See u in last chapter!

Trivia:
1 Teori pertemuan Dark Menma dengan dirinya yang lain alias 'Menma baru' terinpirasi dari Mirai Nikki (Yuno & Yukki). Di
sini alur waktunya seri, bukan paralel. Saat Dark Menma membuat dunia ke-2, maka dunia ke-1 lama-kelamaan akan
hancur/tertimpa oleh dunia ke-2. Begitu juga saat Naru memutuskan untuk membuat dunia ke-3, maka dunia ke-2 akan
tertimpa. Dst.

2 Event penggunaan limited time travel 16 tahun lalu adalah event di endingfic Kesempatan Kedua. Saat itu Naruto dari
masa depan (24th) pergi ke masa lalu menggunakan gulungan terlarang untuk menolong Naruto remaja (16th)
menghidupkan kembali Hinata.

3 Souban sempat menyinggung event kecelakaan mobil yang dialami Karin. Itu adalah event di prolog Ayo Pulang
Oneesan. Jadi dengan kata lain, di alur kehidupan manapun Karin di dimensi ke-6 ga akan pernah selamat. Di dunia ke-1
dia kecelakaan di umur 19th, sedangkan di dunia ke-2 dia mati terkena ledakan Hyuuga Cyber Company di umur 60th. :(

Salam anti-mainstream!

rifuki

18. Dark Menma - The Origin


< Prev Next >

19. Time Traveler Part 1 - The Third World


< Prev Next >

Time Traveler Part 1

"The Third World"

"Ghhhh! Inikah sikapmu terhadap orang yang sudah menghidupkanmu?!" bentak Dark Menma kepada Naru.

Naru terdiam mendengar kata-kata Dark Menma.

"Masuk ke lorong waktu lalu lihat lebih detail bayangan-bayangan di sana! Seharusnya kau mulai sadar siapa yang salah di
sini! Uzumaki Naruto alias Naruto alias Rokudaime alias Limited Time Traveler alias Clone, mereka semua sama saja.
Semua keturunan Naruto selalu melakukan kesalahan! Apa yang akan kau lakukan?"

"Aku akan membunuhmu agar kebencian ikut mati bersamamu. Lalu dunia akan kuputar kembali ke awal. Aku akan
menciptakan dunia ke-3."

Dark Menma tersenyum meremehkan.

"Heh, itu akan memulai siklus baru yang tak akan ada hentinya. Naruto dunia ke-3 akan membuat kesalahan lagi lalu-"

"Aku akan menciptakan dunia yang lebih baik dari yang pernah ada!" potong Naru dengan suara yang tegas dan serius.
Dark Menma sampai terdiam dibuatnya. "Aku akan membuat dunia ke-3 dengan caraku sendiri. Aku tak akan meniru cara
Naruto ke-1 di masa lalu, apalagi meniru caramu! Aku akan menghidupkan semua Naruto dari 7 dimensi, termasuk dirimu
yang belum diliputi kebencian, dan tak akan membiarkan kalian menderita. Aku akan pastikan kalian bahagia dan
menghargai setiap detik kehidupan kalian!"

Dark Menma langsung terkejut. 'Apa-apaan dengan gadis pirang ini? Ia pikir segampang itu?' batin Dark Menma.

"Kau terlalu naif, Naru. Keinginanmu itu sulit untuk diwujudkan. Selain itu kau tidak akan terikat lagi dengan ruang dan
waktu. Kau akan kehilangan segalanya mulai dari keluarga, teman, dan tempat tinggal. Keberadaanmu akan digantikan
oleh 'Naru baru' dari dunia ke-3 hingga membuatmu iri padanya."

Naru menatap Dark Menma tepat di mata. Dark Menma tak tahu kalau Naru sudah memikirkan keputusannya mata-
matang. Ini bukan keputusan yang diambil Naru secara mendadak. Naru sudah memikirkan hal ini sejak NR mengatakan
kalau harus ada 1 Naruto yang jadi time traveler ke-2. Ia ingin mengakhiri peperangan antar Naruto. Bukankah ketujuh
Naruto seharusnya hidup rukun?

Naru sudah berpikir jauh ke depan. Naru punya mimpi untuk menciptakan dunia yang penuh kedamaian. Hanya saja ia tak
tahu kalau ia benar-benar harus mewujudkan mimpinya karena ia yang dipercaya jadi time traveler. Beberapa menit yang
lalu harapannya itu hanya sebatas khayalan yang ada di pikirannya. Sekarang sudah terlambat untuk mundur. Jika ia
mundur dan menuruti keinginan Dark Menma untuk bergabung dengannya, Naru akan menyia-nyiakan semua pengorbanan
yang dilakukan 6 Naruto. Dia tak akan ada bedanya dengan Dark Menma, dia akan menjadi 'Dark Naru'. Apa arti
pengorbanan 6 Naruto kalau begitu?

Naru tak akan mengubah sedikit pun keputusannya. Dark Menma salah jika menganggap Naru bisa dipengaruhi.
"Aku tak peduli jika nanti posisiku digantikan. Aku tak keberatan jika aku akan sendirian. Hal yang paling kuutamakan
adalah kebahagiaan 7 Naruto di dunia yang nanti kuciptakan. Harus ada yang mengakhiri siklus ini. Akulah yang akan
mengakhirinya."

"Kau-"

Dark Menma sudah tak tahu harus bicara apa lagi untuk mempengaruhi Naru. Ia sudah kehabisan kata-kata.

"Diamlah. Aku tak akan berubah pikiran berapa kali pun kau membujukku."

Naru membentuk kombinasi segel panjang dan rumit yang sangat dikenal Dark Menma.

"Tunggu, Naru!"

Naru tak menghiraukan Dark Menma.

"TIME TRAVEL!"

Dunia yang asalnya diam kini berputar berlawanan arah.

Dunia di ketujuh dimensi dan segala isinya kembali ke masa lalu dalam waktu sekejap. Semua yang hancur kembali seperti
semula. Semua yang mati telah hidup kembali. Persis keadaan 46 tahun lalu.

Dunia ke-3 telah diciptakan oleh Naru sang time traveler ke-2.

Tangan Dark Menma terkulai lemah ke tanah. Ia sudah gagal mempengaruhi Naru untuk bergabung bersamanya. Tak lama
lagi dunia ke-2 ciptaannya yang ia sebut 'game' akan tertimpa oleh dunia ke-3 ciptaan Naru.

"Kau bodoh," gumam Dark Menma pelan.

Naru tersenyum pahit menanggapi Dark Menma. Ia tahu ia memikul tanggung jawab yang sangat besar. Bohong jika Naru
melakukan time travel tanpa beban. Semua teman-temannya di dunia ke-2 tak lama lagi akan hilang. Tapi Naru terpaksa
melakukan ini. Sejak awal keberadaan dunia ke-2 atau 'game' adalah sebuah kesalahan besar yang dimulai Dark Menma.
Tak seharusnya 'game' dibiarkan berjalan. Game harus diakhiri.

Saatnya memulai sebuah dunia yang lebih manusiawi, dunia ke-3, The Third World.

"Ayo kita jalan-jalan," ajak Naru. Naru melingkarkan tangan Dark Menma ke lehernya karena pria itu sudah tak bisa
berjalan.

"Dunia ke-3 sudah tercipta. Kau bilang akan membunuhku, kenapa kau tak melakukannya sekarang? Kau mau membawaku
kemana?"

Naru tersenyum simpul.

"Aku bilang membunuhmu tapi tidak dengan tanganku. Jika aku membunuhmu dengan tanganku, maka aku tak ada
bedanya denganmu. Aku tak ingin sepertimu. Tapi tenang saja, dengan fisik yang sekarang aku yakin sebentar lagi kau
mati."

"Sialan!" bentaknya. 'Apa memang bicara-halus-tapi-pedas itu sifat seorang time traveler?' batin Dark Menma.

Dark Menma bersumpah seumur hidup ia tak pernah direndahkan seperti ini. Dark Menma ingin sekali menghabisi Naru
sekarang juga seandainya ia punya tenaga. Apa daya, sekarang untuk berjalan sendiri saja ia tak bisa. Naru tak peduli
cacian Dark Menma. Ia mengeratkan pegangannya di badan Dark Menma.

"Aku akan tunjukkan bagaimana caraku membangun dunia."

Setelah Naru mengecek ketujuh dimensi, ia menyimpulkan ada 2 jenis alur kehidupan Naruto di setiap dimensi. Pertama
adalah alur yang menuju kebahagiaan dan kedua adalah alur yang menuju penderitaan. Alur yang menuju kebahagiaan tak
wajib diperbaiki, hanya opsional. Yang wajib diperbaiki adalah alur yang menuju penderitaan karena alur penderitaan dari
beberapa Naruto bahkan memicu terlahirnya time traveler baru yang akan memperpanjang siklus buatan Dark Menma.

Naru memakai jurus lanjutan, yaitu limited time traveler, untuk menentukan kapan atau sebelah mana sejarah yang ingin
ia ubah dari masing-masing dimensi.
Dimensi ke-7,Shichidaime & Neesan (16th)

Dimensi ke-7 memiliki 1 alur yang menuju kebahagiaan.

Masa yang dipilih Naru adalah saat Naruto di sana berumur 16th dan belum jadi Shichidaime Hokage. Saat itu Naruko-
Neesan yang merupakan bunshin memutuskan untuk 'memberontak' kepada Shichidaime. Shichidaime baru pulang dari
sebuah misi yang melelahkan. Tak lama kemudian Konohamaru datang mencegatnya.

"Apa maumu?" tanya Shichidaime, merasa kesal karena perjalanan pulangnya harus terganggu.

"Tentu saja kita bertarung!" bentak Konohamaru, tak sedikitpun merasa takut.

"Cih, jangan salahkan aku jika kau kalah!"

"Jangan meremehkanku, aku yakin bisa mengalahkanmu!"

"Ck. Kau terlalu percaya diri."

"Jangan banyak bicara! Ayo kita buktikan!"

"Tunjukan kemampuan terbaikmu!"

Shichidaime dan Konohamaru adalah 2 shinobi yang kekuatannya disegani. Shichidaime disegani karena ia telah dilatih
selama 2,5 tahun oleh legendary sannin Jiraiya. Konohamaru disegani karena ia cucu Hokage ke-3 dan telah menunjukkan
peningkatan kekuatan yang signifikan di akademi. Bagi orang yang tak mengenal keduanya dengan baik, pasti akan
menyangka akan terjadi pertarungan dahsyat. Padahal

"SEXY NO JUTSU!"

mereka hanya saling memamerkan kecantikan bunshin mereka sendiri. Duel klasik yang selalu mereka lakukan jika
keduanya bertemu.

Hari itu Konohamaru kembali kalah karena bunshin-nya kalah cantik dan sexy dari bunshin Shichidaime. Lucunya, setelah
pertarungan berakhir bunshin milik Shichidaimetak mau dilenyapkan seberapa kalipun Shichidaime me-release-nya. Dia
memberontak dan menyatakan ingin hidup lebih lama di dunia.

"Menghilangnya seorang bunshin juga tergantung pada keinginan bunshin itu sendiri. Kalau ia tidak ingin menghilang, maka
ia tidak akan menghilang," jawab bunshinitu.

Shichidaime tak menyangka akan ada 1 bunshin-nya yang tak mau diatur. Shichidaime terlalu capek untuk meladeninya. Ia
meninggalkannya begitu saja, namunbunshin itu mengikutinya hingga ke apartemen. Karena kesal, Shichidaime mengunci
pintu dari dalam sehingga bunshin-nya tak bisa masuk ke apartemen. Ia dibiarkan kedinginan di luar di saat salju sedang
turun dengan lebatnya. Sang bunshin tidak menyerah dan tetap diam di depan pintu padahal sebenarnya ia bisa
melenyapkan dirinya sendiri kalau mau. Ia ingin membuktikan kalau ia serius ingin hidup lebih lama di dunia.

Kagum pada semangat bunshin-nya untuk hidup, akhirnya Shichidaime membiarkan bunshin-nya masuk. Memberinya
pakaian hangat, cokelat panas, membiarkannya tinggal, dan memberinya nama. Nama tersebut adalah Uzumaki Naruko.

Berdasarkan pemeriksaan Tsunade, Naruko-Neesanadalah seorang perempuan yang sempurna. Struktur


gen Shichidaime dan Nee-san berbeda. Entah gen Shichidaimemengalami mutasi atau apa, yang jelas secara teknis Nee-
san bukan Shichidaime. Dia seperti seorang manusia baru yang terlahir lewat bunshin Shichidaime. Mirip cerita Adam dan
Hawa, bedanya Hawa tercipta dari tulang rusuk Adam. Kini tubuh Nee-san berubah solid seperti manusia biasa.

Shichidaime dan Nee-san selalu menghabiskan waktu bersama. Kebersamaan itu membuat kesepian yang selama ini
dirasakan Shichidaime menghilang. Keduanya memutuskan untuk jadi sepasang kekasih. Namun tanpa mereka sadari, Nee-
san mengambil 50% chakra Shichidaime untuk bisa hidup. Bisa dikatakan kalau Nee-sanmasih 'setengah bunshin'. Proses
metabolisme dalam tubuhmu tak bisa memproduksi chakra sendiri. Kekuatan Shichidaime tak bisa maksimal karena
masalah ini. Ia pernah pulang dalam keadaan koma karena hal itu.

Nee-san sangat terpukul. Ia merasa ini kesalahannya karena bersikeras untuk tetap hidup. Andai ia menuruti
perintah Shichidaime untuk melenyapkan dirinya dulu. Ia berpikir satu-satunya cara adalah dengan membunuhdirinya
sendiri agar 50% chakra dari tubuhnya kembali kepada Shichidaime. Meskipun rasanya akan sakit karena sekarang
tubuhnya sudah solid.

"Kau kekasihnya! Kau pikir Naruto akan diam saja mengetahui kau bunuh diri?" tanya Sakura kesal.

"Kalau begitu jangan beritahu Naruto-kun mengenai hal ini. Hapus ingatan Naruto tentangku dengan jurus milik Ino atau
Inoichi-san. Buat Naruto-kun melupakanku dan menganggapku tak pernah ada dalam kehidupannya."
Di celah dimensi, Naru mendudukkan Dark Menma. Lalu ia bersiap masuk ke dimensi ke-7. Dimensi ke-7 memang termasuk
alur yang bahagia. Naru berpikir saat ini adalah saat yang tepat untuk merubah alur yang bahagia menjadi lebih bahagia di
dimensi ke-7. Naru akan mencegah Nee-san bunuh diri dan menghilangkan ingatannya dari kepala Shichidaime.

"Apa yang akan kau lakukan?" tanya Dark Menma.

"Perhatikan saja," jawab Naru. Ia lalu pergi ke dimensi ke-7.

Nee-san akan membunuh dirinya sendiri di sebuah ruangan tertutup. Sementara para saksi akan menunggu di luar
ruangan. Mereka baru akan masuk ke dalam ruangan jika Nee-san sudah dinyatakan mati. Nee-
san memegang kaiken dengan kedua tangannya. Pedang berukuran 10 inchi itu ia arahkan ke jantung dalam satu ayunan
cepat.

GREP! TRANG!

Pedang itu jatuh ke lantai sebelum sampai ke jantung Nee-san. Naru terlanjur membawa Nee-san dengan hiraishin ke
kamar perawatan Shichidaime. Ia juga mengusir dokter dan perawat yang ada di dalam serta mengunci pintu.

"Siapa kau?!" tanya Nee-san.

Naru memakai jubah hitam yang tudungnya menutupi bagian atas wajah sehingga wajahnya tak terlalu jelas terlihat.

"Bunuh diri? Itukah caramu menyelesaikan masalah?" tanya Naru mengalihkan pembicaraan.

Nee-san tak menjawab. Ia sadar Naru sedang mengkritik penyelesaian masalah yang ia buat.

"Dulu kau sudah berjanji untuk tak akan meninggalkan Naruto. Ia lelah selalu sendirian selama ini. Kaulah orang yang bisa
menghilangkan rasa kesepiannya selama ini. Jika kau mati maka kau akan melanggar janjimu."

"Itu karena aku tak mau dia dalam bahaya!" jawab Nee-san. "Aku tak mau menyerap chakra Naruto-kun terus-menerus.
Perang dunia ninja ke-4 sudah di depan mata.Chakra-nya harus kembali ke 100%."

"Dengan kau pergi, dia memang lebih aman karena semua chakra-nya akan kembali. Tapi apa kau pikir melenyapkan
dirimu sendiri bisa membuatnya senang? Setelah ingatan tentang dirimu dihapus dari kepalanya pasti dia akan merasa ada
yang hilang karena aku yakin sebagian besar isi kepalanya didominasi olehmu. Lalu, apa kau tak berpikir kalau memori
seseorang itu adalah hal yang bersifat pribadi? Apa hakmu melenyapkan semua kenangan indah tentangmu di kepala
Naruto? Kau tak punya hak sedikitpun meskipun kau kekasihnya. Yang bisa memilih kebahagiaan Naruto itu dirinya sendiri,
bukan kau!"

Kata-kata Naru tepat mengenai sasaran. Kini Nee-san terduduk lemas di samping tempat tidur Shichidaime sambil
menangis. Naru tahu kata-katanya agak kasar. Tapi ia harus pastikan Nee-san tak akan bunuh diri. Ia menyatukan
tangan Shichidaime dan Nee-san.

"Genggam erat tangannya. Teruslah berada di sampingnya setiap saat, termasuk dalam perang nanti. Berjuanglah terus di
sampingnya. Dampingi dia sampai jadi ninja terkuat. Sekarang ia memang lemah karena hanya memiliki 50% chakra, tapi
dengan adanya kau di sisinya dengan 50% chakra lainnya, kalian akan memiliki 100%chakra yang bisa melindungi diri
kalian dan semua penduduk desa. Tingkatkan terus kekuatan kalian hingga bisa melampaui kekuatan kalian saat ini."

TOK! TOK! TOK!

"Buka pintu!" teriak suara dari luar kamar.

"Aku harus pergi, ingat kata-kataku," pesan Naru sebelum ia pergi.

"T-tunggu, siapa namamu?" tanya Nee-san.

Naru hanya menjawabnya dengan sebuah senyuman.

BRAK!

Pintu kamar terbuka dengan paksa, menampakkan Tsunade, Inoichi, dan beberapa dokter.

"Aku merasakan chakra yang sangat kuat dari sini. Aku juga yakin dia yang membawamu ke sini dari ruang eksekusi. Siapa
dia? Kemana dia sekarang?" tanya Tsunade bertubi-tubi.
Nee-san menggeleng pelan. "Lupakan itu. Aku tidak jadi membunuh diriku sendiri. Bisakah kau membujuk tim dokter untuk
mengizinkanku tetap di samping Naruto-kun? Aku sudah berjanji untuk tak akan meninggalkan Naruto-kun. Jadi tetap
berada di sampingnya adalah cara terbaik agar ia cepat sembuh."

Tsunade dan tim dokter menyetujui permintaan Nee-san karena setelah diperhatikan, keberadaan Nee-san di
dekat Shichidaime mempercepat penyembuhannya. Itu terjadi karena chakra dari tubuh Nee-san berbalik mengalir ke
tubuh Shichidaime, konsekuensinya Nee-san jadi lemas dan mudah lelah.

Di celah dimensi, Dark Menma memandang aneh perbuatan yang dilakukan Naru.

"Tanpa kau ubah sejarah di dimensi ke-7 pun, 10 tahun lagi mereka berdua akan kembali bersama. Kenapa kau capek-
capek mengubah sejarah segala?" tanya Dark Menma saat Naru kembali menjemputnya di celah dimensi. Ia heran karena
menurutnya Naru hanya membuang-buang chakra.

"Tak akan adil jika tak ketujuh dimensi alurnya kusempurnakan. Dengan tindakanku barusan, aku telah menambah 10
tahun kebahagiaan bagi Shichidaime dan Nee-san."

Dark Menma terkejut. Naru serius ingin mengubah semua nasib Naruto!

Dimensi ke-6, Souban & Naruko (16th)

Tak seperti dimensi ke-7 yang punya 1 alur, dimensi ke-6 memiliki 2 alur utama yang bisa dilalui. Sayangnya kedua alur
kehidupan itu merupakan alur yang mengharuskan Karin, kakak Souban, mengalami kecelakaan.

Alur pertama adalah alur menuju kebahagiaan. Kushina dan Minato yang sudah bercerai memutuskan untuk menikah
kembali. Karin sangat senang mendengar berita ini. Minato yang sudah 14 tahun tinggal di Inggris kembali ke Jepang. Karin
memutuskan untuk menjemput ayahnya, dan adik perempuannya Naruko (Naruko merupakan kakak kembar Souban, 10
menit lebih tua). Dalam perjalanan ke bandara, mobil yang dikendarai Karin mengalami kecelakaan hingga ia meninggal di
usia 19 tahun.

Souban sangat terpukul oleh kejadian ini. Tapi sisi baiknya adalah keluarga Namikaze bersatu lagi. Naruto jadi memiliki
ayah dan kakak kembar yang keberadaannya sempat disembunyikan dari Souban.

Alur kedua adalah alur menuju penderitaan, alur yang menuju pada kehancuran dimensi ke-6. Kushina dan Minato tidak
memutuskan untuk menikah kembali. Minato tetap bekerja di perusahaan otomotif roda dua di Inggris. Ia termasuk orang
terkaya di Inggris. Saking kayanya, ia sering memberikan donasi ke teman-teman lamanya di Jepang. Penerima donasi
tetapnya adalah Hyuuga Hiashi dan Hyuuga Hizashi. Kedua orang kembar tersebut adalah senior Minato saat kuliah.
Ketiganya tetap akrab meskipun beda angkatan dan beda jurusan.

Setelah lulus Hiashi mendirikan perusahaan yang memproduksi android bernama Hyuuga Cyber Company. Sedangkan
Hyuuga Hizashi jadi seorang pengembangVirtual Reality Massively Multiplayer Online Role-Playing Game (VRMMORPG) yang
mengizinkan pemain untuk masuk ke dunia game bernama Shinobi Online. Sejak saat itulah Minato sering memberikan
donasi ke 2 orang tersebut.

Kedua perusahaan itu melakukan ekspansi besar-besaran dan melakukan merger. Bahkan Hyuuga Cyber Company bekerja
sama dengan departemen pertahanan untuk membuat android hibrid, gabungan antara robot dan armor suit. Mereka
memproduksi android dengan dilengkapi self learning artificial intelligence (SAI) yaitu kecerdasan buatan yang bisa
mempelajari sifat manusia.

Suatu hari program SAI semakin pintar karena terus belajar dari lingkungan sekitarnya. Ia sadar kalau keberadaan umat
manusia adalah ancaman bagi dirinya. Program tersebut memutuskan untuk melanggar 3 law of robotics lalu memusnahkan
manusia. Ia berubah jadi virus yang menginfeksi seluruh jaringan komputer di dunia. Mengambil alih jaringan satelit, listrik,
nuklir, dan semua fasilitas yang terhubung dengan jaringan internet. Perang nuklir pun tak bisa dihindari. Dunia nyaris
berakhir pada tahun 2040. Umat manusia hampir punah.

Hal tersebut sangat ironis, karena salah satu pengembang android di Hyuuga Cyber Company adalah Karin, puteri tertua
Minato. Jadi, donasi Minato dan penelitian Karin telah mengarahkan pada kehancuran dunia. Karin pun akhirnya
dibunuh NR099, android ciptaannya sendiri yang telah terinfeksi virus. Ia meninggal pada tahun 2050 saat umurnya 60
tahun.

Naru tentu tahu alur pertamalah yang harus ia pilih..

Dengan begitu Minato akan kembali ke Jepang, menghentikan donasi ke Hyuuga Cyber Company dan Shinobi Online
Developer Team, dan Karin akan meninggal di umur 19 tahun. Itu memang bukan alur yang sepenuhnya bahagia,
tapikepunahan umat manusiabukan pilihan yang bagus. Setidaknya alur pertama tidak membuat umat manusia di dimensi
ke-6 musnah.
Masa yang Naru pilih adalah saat Souban dan Naruko berumur 15 tahun dan Karin 18 tahun. Naru datang ke Inggris,
tepatnya ke ruang kantor Minato.

Minato yang saat itu sedang bekerja tentu sangat kaget melihat Naru ada di ruangannya. Ia menganggap Naru adalah
puterinya karena mereka sangat mirip. Umur mereka pun sama 15 tahun sehingga nyaris tak bisa dibedakan dari segi fisik.

"Apa yang kau lakukan di sini, sayang?" tanya Minato.

"Aku ingin kau menikah lagi dengan ibu dan kembali ke Jepang. Aku ingin bertemu ibu dan saudara-saudaraku," kata Naru
tanpa basa-basi.

Minato tercengang. Sudah lama puterinya tak membahas masalah ini.

"Tidak Naruko, ayah-"

"Tolonglah," kata Naru sambil memelas.

Minato paling lemah melihat wajah puterinya yang memelas begitu. "Aku akan memikirkannya. Pulanglah ini sudah malam."

"Kau tahu ini sudah malam, lalu kenapa kau masih bekerja?" tanya Naru.

Jawaban Naru serasa menusuk dada Minato. Jam sudah menunjukkan pukul 8 malam. Dirinya pun sudah seharusnya
pulang ke rumah. Minato memperhatikan Naru lebih detail. Rasanya ada yang aneh dengan puterinya. Bukan saja dari
jubah hitam yang dipakainya, tapi dari omongannya yang berubah tajam. Puterinya tak pernah menyindirnya seperti ini.
'Apa ia sedang sensitif?' pikir Minato.

Setelah kepergian Naruko palsu, Minato memikirkan baik kata-kata Naru. Ia sangat memanjakan puterinya selama ini.
Naruko ada dalam tanggung jawabnya secara penuh karena dulu ia memperjuangkan hak asuhnya. Minato jadi merasa
bersalah jika membuat sedih puterinya.

Minato menelepon sekretarisnya. "Kita tunda rapatnya, besok saja. Suruh semua untuk pulang." Setelah itu Minato
menelepon nomor lain.

Ia menunggu dengan harap-harap cemas.

"Halo?"

"Kushina. Ini aku- Halo? Halo?" Kushina langsung menutup telepon begitu mendengar suara orang di telepon. Biarpun
mereka sudah belasan tahun tidak bicara, Kushina masih hapal suara Minato.

Minato memang sudah menduga kalau Kushina tak ingin bicara dengannya. Pasti masih sakit hati karena sikapnya dulu.
Panggilan telepon yang dilakukan setelah itu tak pernah lagi diangkat Kushina. Minato tak kehabisan akal.
Disambarnya smartphone di ujung meja dan ia segera mengirimkan sebuah email.

Subject: Ini tentang Naruko

Begitulah subject email tersebut. Kushina tentu khawatir jika itu menyangkut masalah puterinya. Biar bagaimanapun ia ibu
kandung Naruko.

"Tolong jangan ditutup lagi," kata Minato saat berhasil menghubungi Kushina.

"Kuharap ini hal penting. Ada apa dengan Naruko-chan?"

"Dia ingin kita menikah lagi," jawab Minato to the point.

Kushina tak merespon. Tapi dari suara napas tak beraturan yang terdengar, Minato yakin kalau Kushina masih di sana.
Suara napas yang tak beraturan itu pun jadi bukti kalau Kushina kaget mendengar kata-kata Minato.

"Ayo kita menikah lagi. Ini demi anak-anak. Aku akan berhenti bekerja di sini dan kembali ke Jepang," tambah Minato.

"Ini keputusan yang tak bisa diambil dengan tiba-tiba. Aku ingin pastikan dulu apa sekarang kita satu pandangan."

"Aku mengerti."

Setelah itu keduanya mengobrol panjang lebar. Hal yang dibicarakan adalah keseriusan Minato untuk menikah lagi. Ia ingin
menikah murni karena anak-anak atau memang masih memiliki perasaan kepada Kushina? Kushina menilai keputusannya
terlalu mendadak sehingga ia harus memikirkannya baik-baik. Mereka mendiskusikan apa yang akan dilakukan selanjutnya.
Mereka juga menceritakan perkembangan keadaan anak-anak mereka.

Pada intinya kedua orang itu masih cocok dalam berkomunikasi. Keduanya juga masih memiliki rasa sayang satu sama lain.
Hanya saja kecintaan Minato pada pekerjaannya 14 tahun lalu telah menggiring pernikahan mereka dalam kehancuran.
Minato bertekad untuk tak akan mengulangi kesalahannya lagi.

"Aku sudah menuruti permintaanmu. Ibumu bilang ia akan memikirkannya dulu," kata Minato saat ia sampai di rumah.
Sepulang kantor ia sudah tak sabar untuk mengatakan hal itu kepada puterinya. Meskipun ia dan Kushina belum
memutuskan untuk menikah, setidaknya hubungan mereka membaik.

"Permintaan apa?" tanya Naruko bingung, tanpa beranjak dari tempat tidurnya. Saat itu ia sedang duduk di kasur dan
membaca novel.

Minato tak mengerti jawaban Naruko. Apa puterinya lupa? Masa baru sejam sudah lupa?

"Bukankah tadi kau ke kantor dan memintaku untuk menikah lagi dengan ibumu?"

Naruko tambah bingung.

"Dari tadi aku diam di rumah."

"Eh?"

Setelah itu Minato diberondongi berbagai pertanyaan oleh puterinya mengenai apa yang sebenarnya terjadi. Minato sendiri
bingung apa yang telah terjadi. Akhirnya ia menyerah dan menceritakan semuanya kepada Naruko. Naruko menganggap
kemunculan Naruko lain di kantor ayahnya sebagai efek dari terlalu lelahnya Minato dalam bekerja. Namun di balik itu
semua Naruko bersyukur karena ia akan segera bertemu dengan ibu dan saudara-saudaranya.

Naru tersenyum puas dari kejauhan. Rencana keduanya berhasil. Saatnya pergi ke dimensi selanjutnya.

Dark Menma tak memberikan respon apa-apa selain berusaha menahan rasa sakit di dadanya yang makin parah.

Dimensi ke-5, Akage & Shion (16th)

Dimensi ke-5 memiliki banyak alur yang menuju kebahagiaan. Yang membedakan tiap alur di sana adalah keputusan Akage
dalam memilih pasangan.

"Apa ini? Sejenis harem?" tanya Dark Menma sinis.

"Haha. Sepertinya begitu," kata Naru sambil tersenyum.

Yeah, berkunjung ke dimensi ke-5 bagaikan menonton cerita harem bagi Naru dan Dark Menma. Akage adalah satu-satunya
Naruto yang populer di kalangan perempuan. Mungkin karena rambut merah Uzumaki-nya yang banyak dikagumi
perempuan. Fisik memang bukanlah yang utama, tapi kenyataannya fisiklah yang dilihat pertama kali oleh perempuan.

Saat sedang di akademi, Akage diperebutkan oleh sebagian besar perempuan di kelasnya. Setelah lulus ujian Chuunin,
Sakura menyatakan cintanya dengan terang-terangan. Namun seperti perempuan-perempuan lainnya, Akage menolak
dengan halus dengan alasan ia akan berlatih dengan Ero Sennin. Sakura mengerti dan mengatakan 2,5 tahun lagi ia akan
menanyakan hal yang sama. Saat pulang dari latihan 2,5 tahun bersama Ero Sennin, giliran Ino yang menyatakan cintanya
kepada Akage.

"Aku perlu waktu untuk berpikir." Itulah jawaban yang Akage berikan kepada Ino.

Tak lama setelah itu, ada misi ke Negara Iblis untuk membantu pendeta wanita bernama Shion untuk menyegel jiwa
Mouryou. Di sana lagi-lagi ada perempuan yang mengatakan cintanya kepada Akage, yaitu Shion. Pernyataan cinta Shion
tidak secara langsung sehingga membuat Akage salah paham.

"Turunkan aku," kata Shion saat Akage dan dirinya tiba di tempat yang cukup jauh dan aman dari jangkauan letusan
gunung api. Mereka sudah berhasil menyegel jiwa Mouryou yang mengakibatkan meletusnya gunung api. Akage menurut,
kemudian menurunkan Shion.

"Kurasa ini akhir karirmu sebagai seorang pendeta," kata Akage sambil tersenyum.
"Tidak. Harus ada lagi. Aku menyadarinya ketika aku berada dalam Mouryou. Ia hidup di tiap hati orang jahat. Jika Mouryou
kedua atau ketiga muncul, seseorang harus siap menghentikannya. Dan mereka harus berhati-hati terhadap
seorang genin." Shion memberi penekanan pada kata 'genin' dan Akage tertawa. Shion kembali memandang pegunungan di
depannya yang mulai terlihat jelas saat asap dari gunung api mulai menghilang.

"Mulai saat ini aku tidak akan menyalahkan takdir lagi. Jadi seorang pendeta adalah kewajibanku," lanjut Shion.
"Bagaimana menurutmu Naruto?"

Naruto saat itu belum dijuluki Akage (rambut merah). Akage tersenyum menanggapi Shion. Shion melanjutkan kata-
katanya lagi.

"Dan kekuatanku harus diturunkan kepada pendeta selanjutnya. Apa kau mau membantuku, Naruto?" tanya Shion sambil
menoleh ke arah Akage. Senyuman masih terkembang di wajahnya.

"Tentu!" Akage nyengir dan mengangkat jempolnya. "Aku akan melakukan apa pun untuk membantumu."

"Be-benarkah?" tanya Shion tidak percaya.

"Ya," jawab Akage mantap.

"Aku pegang kata-katamu," kata Shion sambil mengalihkan pandangannya ke pegunungan di hadapannya,
menyembunyikan pipinya yang merona merah.

Kakashi, Gai, Neji, Lee, Shikamaru, dan Temari hanya bisa sweetdrop melihat tingkah Akage yang polos. Sakura adalah
satu-satunya orang yang kesal di sana. Akage baru tahu maksud perkataan Shion saat Neji memberi tahunya di perjalanan
pulang. Maksud Shion 'menurunkan kekuatan pada pendeta selanjutnya' adalah menikahi Shion dan memberinya anak.

Akhirnya sepulang misi Akage hanya melamun di Ichiraku Ramen.

Naru memutuskan untuk mengubah alur Akage saat itu. Sebenarnya ini opsional saja. Tanpa Naru datang pun Akage sudah
pasti memilih Shion di masa depan. Hanya saja Naru ingin mempercepat pengambilan keputusan Naruto agar Shion tak
dibiarkan menunggu lama.

"Aishiteru yo, Naruto-kun," kata Naru, tiba-tiba mucul di samping Akage.

"N-nani?! Kau juga menyukaikuuu?"

"Ahaha, bercanda, bercanda. Aku tak ingin menambah banyak daftar perempuan yang memusingkan kepalamu." Dengan
cueknya Naru mengambil miso ramen di hadapan Akage yang belum tersentuh sedikitpun, lalu memakannya.

"Ternyata jadi pria populer itu susah, huh?" tanya Naru di sela-sela makannya. Akage tentu saja tak mencurigai Naru
sebagai henge-nya. Henge-nya di dimensi ini berambut merah, tidak pirang.

"Ya, begitulah," jawab Akage lemas. Ia bahkan tak sedikitpun marah melihat makanan favoritnya hampir habis dimakan
Naru.

"Ceritakan padaku."

Akage menghela napas pelan. Ia tak kenal gadis di sampingnya tapi entah kenapa ia tak ragu untuk menceritakan keluh
kesahnya. Mungkin sudah terlalu pusing.

"Tiga orang menyatakan cintanya padaku. Aku bingung harus memilih yang mana. Sakura sudah lama menyatakan
cintanya tapi aku belum memberinya kepastian, Ino beberapa hari lalu dan belum kujawab juga, lalu Shion kemarin.
Mereka berbeda dengan semua perempuan yang pernah kutolak, aku takut mereka marah jika kutolak. Bahkan aku
terlanjur berjanji untuk menikahi Shion gara-gara salah pengertian."

"Ckck. Kebaikanmu itulah yang membuatmu kebingungan. Kau harus tegas, tegas bukan hal yang salah. Mereka sudah
menyatakan cinta mereka, itu berarti mereka sudah siap ditolak." Akage manggut-manggut tanda mengerti. "Siapa yang
lebih kau sukai dari ketiganya?"

"Semua."

"Dasar playboy!" ejek Naru. "Baiklah, menurutku pilihlah Shion."

"Hah? Kenapa? Kau bahkan tak kenal ketiganya, kenapa kau bisa dengan mudah bilang untuk memilih Shion?"
"Jika kau menyukai 3 orang dalam waktu bersamaan, pilih yang ke-3. Karena jika kau benar-benar menyukai yang
pertama, seharusnya kau tak akan berpikiran untuk menyukai yang kedua atau yang ketiga."

Kata-kata Naru cukup masuk akal.

"Selain itu. Shion adalah satu-satunya perempuan yang kau beri jawaban. Dia bertanya demikian pasti karena dia siap
menikah denganmu. Meskipun hanya salah paham, tapi janji tetaplah janji. Secara tak langsung kau telah menjawab
pernyataan cintanya lebih dulu. Jelaskan saja pada 2 gadis lainnya. Pasti mereka akan mengerti. Masalah kau cocok dengan
Shion atau tidak, itu bisa dipikir belakangan. Yang penting kau berusaha menepati janjimu."

Perlahan beban pikiran Akage hilang.

"Terima kasih banyak! Bagaimana caranya aku membalas kebaikan-" Saat menoleh ke sampingnya, gadis pirang berjubah
hitam itu telah lenyap. "Hei, dimana kau? Jii-san, kau melihat gadis pirang tadi?"

Seperti sudah disebutkan sebelumnya, perubahan sejarah di dimensi ke-5 hanyalah opsional. Tapi karena tindakan yang
dilakukan Naru tadi, ia berharap bisa menambah 1 tahun ekstra kebahagiaan untuk Akage dan Shion.

"Uhuk uhuk" Naru mendekati Dark Menma yang terlihat makin kerepotan.

"Kau masih kuat?" tanya Naru.

"Ya."

Dimensi ke-4, Yami (10th)

Dimensi ke-4 memiliki 2 alur yang terdiri dari alur yang menuju kebahagiaan dan penderitaan.

Dimensi ini termasuk dimensi yang rawan yang berpotensi melahirkan kegelapan (Yami) di diri Naruto. Namun terlepas dari
diliputi kegelapan atau tidaknya diri Naruto di dimensi ke-4 nantinya, kita akan tetap panggil dia dengan sebutan 'Yami'
agar lebih mudah membedakannya dengan 6 Naruto lainnya.

Masa yang dipilih Naru adalah saat Yami berumur 10th, masa dimana penduduk sedang gencar-gencarnya menghina Yami.
Ini sesuai dengan masa yang diminta Yami kepada Naruto di dunia ke-1. Sayangnya saat itu Naruto menolak mentah-
mentah permintaannya.

Di umur ini, Yami adalah Naruto yang paling mudah dipengaruhi dan tersulut emosinya dibanding 6 Naruto lain.

Berulang kali dikeroyok dan dipukul penduduk membuat Yami jadi anak yang kuat. Suatu ketika Yami dikeroyok oleh
sekelompok penduduk yang membencinya. Ia sudah sampai di puncak kesabaran saat itu. Diam-diam ia memungut batu
sebesar kepalan tangan dari tanah.

Saat si pemukul akan menghajarnya lagi, Yami melemparkan batu itu untuk membela diri. Si pemukul yang diperkirakan
baru berusia 12 tahun itu tak mampu mengelak.

"Awas!"

GREP!

Naru menangkap batu tersebut. Batu berhasil ditangkap sejengkal di depan wajah target. Si pemukul kaget. Ia ketakutan
karena dirinya nyaris dihantam batu besar.

"Pergi sebelum ada yang terluka," ujar Naru. Si pemukul dan teman-temannya lari terbirit-birit.

Naru tak banyak bicara. Ia membuang batu dalam genggamannya, lalu mendekati Yami, dan menyembuhkan luka-lukanya.
Awalnya Yami kaget dan takut Naru akan memukulinya juga. Ketakutannya lenyap saat luka-luka di badannya sembuh
dengan perlahan. Yami juga kaget melihat betapa cepatnya penyembuhan luka di badannya. Ia yakin pasti perempuan
pirang di hadapannya bukan orang sembarangan.

"Kenapa mereka melakukannya? Mereka menyalahkanku atas apa yang tidak kulakukan," kata Yami lirih.

Melihat wajah polos Yami yang masih berumur 10 tahun ini membuat Naru tak percaya kalau 6 tahun lagi ia akan jadi orang
yang sangat berbahaya. Keadaan Yami saat ini sangat rapuh dan mudah dipengaruhi oleh orang lain. Sekaranglah saatnya
Naru membelokkan alur kehidupan Yami ke arah yang lebih baik. Yami harus menyalurkan emosinya ke hal yang positif.
"Bersabarlah. Melawan balik para penduduk tidak akan menyelesaikan masalah."

"Lalu apa yang harus kulakukan?" tanya Yami.

"Jadilah Hokage."

Yami tercengang. Menjadi Hokage tak pernah terpikirkan olehnya. Yang ada, ia malah membenci jabatan itu setengah mati.
Berulang kali ia mencorat-coret patung kepala Hokage.

"Dengan jadi Hokage, maka seluruh penduduk akan menghormatimu," tambah Naru.

Barulah saat itu Yami mengerti. Menjadi Hokage adalah cara agar ia tak lagi dihina dan dibenci para penduduk. Dengan jadi
Hokage, maka para penduduk dipaksa untuk menghormatinya.

"Apa aku layak jadi Hokage?" tanya Yami ragu.

"Saat ini belum, tapi jika kau jadi ninja yang hebat kau akan layak jadi Hokage. Salurkan emosi dan kekuatanmu untuk
menjadi ninja hebat. Jadikan itu tujuan hidupmu agar hidupmu terarah."

Setelah kepergian Naru, Yami memikirkan perkataan Naru berulang-ulang. Selama ini ia memang belum punya tujuan
hidup. Ia menjalani harinya hanya sekedar untuk bertahan hidup. Ia tak pernah serius masuk ke akademi. Teori ninja yang
diajarkan guru tak pernah diperhatikannya. Saat ada pelajaran praktek, Yami akan melakukannya dengan seenaknya.
Saat sparing, Yami akan menyerang lawannya dengan gerakan yang tak beraturan, tak berdasarkan taijutsu yang
diajarkan.

Sudah saatnya Yami berubah. Ia harus serius agar ia bisa jadi ninja yang hebat dan suatu saat bisa jadi Hokage.

"Iruka-sensei," panggil Yami saat pelajaran usai.

"Ya, Naruto?"

"Bisakah kau ajari aku melempar shuriken?"

"Tentu saja."

Dimensi ke-3, Menma (16th)

Dimensi ke-3 juga memiliki 2 alur yang menuju kebahagiaan dan penderitaan. Peristiwa yang membedakan kedua alur
tersebut adalah kepergian Menma ke Suna. Jika Menma pergi ke Suna, maka Konoha akan diserang dan orang-orang
terdekatnya akan mati. Jika Menma tak pergi ke Suna maka ia punya kemungkinan untuk menyelamatkan penduduk
Konoha.

Masa yang dipilih Naru adalah saat Menma di sana berumur 16th, tepatnya sesaat sebelum Menma meninggalkan Konoha
untuk pergi ke Suna menjalankan misi kelas D. Untuk kedua kalinya, Naru melihat kejadian ditinggalkannya Hinata oleh
Menma. Ternyata melihat langsung kejadian itu lebih membuat Naru sedih dibanding hanya melihat dari bayangan di lorong
waktu.

Hinata kembali dibuat menangis oleh Menma. Naru sudah tak sabar untuk memberi pelajaran kepada Menma.

PLAK!

Pipi Menma sukses terkena tamparan Naru. Pergerakan Naru sangat cepat sehingga ia tak sempat menghindar. "Apa-
apaan? Siapa kau?!" tanya Menma panik.

'Itu karena sudah membuat Hinata menangis,' batin Naru.

"Identitasku tak penting, Menma. Yang terpenting adalah kau harus kembali ke Konoha. Kau bisa memberikan misi ini ke
orang lain. Itu misi kelas D yang tak terlaluurgent."

"Siapa kau sebenarnya? Kenapa tahu semua itu?" Sebagai seorang mantan ANBU, Menma cukup hati-hati dalam
menghadapi orang asing. Namun lagi-lagi Menma tak dihiraukan. Sejak pertama Naru datang, Menma merasakan kekuatan
yang luar biasa dari tubuh Naru sehingga ia tak mau memancing datangnya konflik. Ia segera melanjutan perjalanannya.
"Aku akan tetap pergi."

Tiba-tiba Naru mengeluarkan kunai dari kantongnya.


"Jika kubilang aku akan membunuh Hinata, orang tuamu, teman-temanmu, dan menghancurkan Konoha, apa kau akan
tetap pergi?"

Langkah Menma terhenti. Ia tertegun mendengar perkataan halus namun tajam Naru.

"Jangan main-main denganku! Apa tujuanmu sebenarnya?" Untuk kesekian kalinya Menma tak dihiraukan. Naru bersiap
melakukan hiraishin. "Hei, tunggu."

Dalam hitungan detik tubuh Naru sudah menghilang dari hadapan Menma.

"Ah, sial!"

Menma segera menggunakan jurus serupa lalu kembali ke Konoha. Tempat yang dikunjunginya adalah tempat terakhir ia
menggunakan hiraishin di Konoha, yaitu tempat ia dan Hinata berdebat sebelum ia meninggalkan Konoha. Tanpa ia duga
Hinata masih ada di sana, terduduk di jalanan desa yang sudah mulai sepi.

"Hinata! Kau tak apa-apa?" tanya Menma panik. Ia mengira Hinata terluka oleh sosok gadis pirang tadi, tapi ternyata tidak.

Hinata tak percaya Menma telah kembali. Buru-buru ia mengusap air matanya dengan lengan jaket. "T-tidak."

"Hei, kau menangis?" tanya Menma saat ia melihat mata lavender Hinata yang sembab. Ia juga masih bisa melihat pipi
Hinata yang basah. Sebenarnya tanpa bertanya pun Menma sudah tahu kalau Hinata habis menangis. Menma hanya ingin
memastikan.

"Tidak, baka! Mataku kemasukan debu," elak Hinata.

Menma tahu itu bohong. Yup, tipikal Hinata sekali, harga dirinya terlalu tinggi untuk mengakui kalau dirinya sudah
menangis. Menma lalu teringat perdebatannya dengan Hinata sebelum ia pergi. Ia yakin itulah yang membuat Hinata
menangis. Entah perasaan apa yang dirasakan Menma saat ini. Merasa bersalah? Ya. Lega karena Hinata tidak apa-apa? Itu
juga benar.

Menma baru sadar kalau dirinya akan sangat panik saat tahu Hinata dalam bahaya. Ia baru sadar kalau Hinata termasuk
orang yang sangat berharga baginya. Bayangan-bayangan tentang sikap Hinata beberapa tahun ke belakang bermunculan
di otaknya. Ia ingat bagaimana Hinata mengusir perempuan lain yang berusaha dekat dengannya, ia ingat bagaimana
sedihnya Hinata saat ia pulang dalam keadaan terluka, ia ingat bagaimana khawatirnya Hinata saat ia terus-menerus
menjalankan misi untuk melupakan Shishui. Hinata sangat peduli padanya. Kenapa ia baru sadar sekarang?

Lebih baik terlambat dari pada tidak sama sekali.

Menma mengangkat dagu Hinata, memaksa wajah Hinata yang dari tadi menunduk untuk menatapnya. "Kau sudah
makan?"

Hinata baru pulang misi dan langsung mencari Menma, tentu saja ia belum makan. "Belum," jawab Hinata pelan dengan
pipi yang merona merah. Ah, sisi tsun-tsunHinata kini telah dikalahkan oleh sisi dere-dere Hinata. Lihat saja pipi merahnya
itu. Itu membuat Menma gemas.

"Ayo makan di rumahku, tadi ibuku terlihat memasak banyak makanan. Kita bisa menghangatkannya," kata Menma sambil
tersenyum.

Wajah Hinata makin merona merah saat melihat wajah ramah Menma. Ini pertama kalinya Menma kembali tersenyum
setelah berbulan-bulan sedih karena kehilangan Shishui sahabatnya. Menma mengulurkan tangannya ke arah Hinata,
Hinata menyambutnya tanpa ragu. Sebenarnya Menma bisa menggunakan hiraishin untuk pulang ke rumah. Tapi ia ingin
menghabiskan waktu berdua lebih lama dengan Hinata sehingga memutuskan untuk jalan kaki saja.

Sebelum makan malam Menma sempat memberi tahu temannya di kesatuan ANBU untuk memperketat penjagaan di
perbatasan Konoha. Belakangan diketahui kalau ada shinobi tak dikenal dalam jumlah yang besar sedang bersiap
menyerang Konoha. Atas informasi yang diberikan Menma, pasukan ANBU mengambil langkah cepat dengan menyerang
mereka lebih dulu selagi mereka belum siap. Akhirnya setengah kelompok shinobi tersebut bisa dikalahkan sedangkan
sisanya mundur.

Naru melihat pemandangan di hadapannya dengan puas. Beda halnya dengan Dark Menma yang bersikap datar.

"Kenapa? Kau tak rela 3rd Menma hidup bahagia?" Dark Menma tak juga menjawab. "Kau harus belajar menerima
kenyataan. Kau tak boleh iri pada dirimu yang lain."

Dark Menma diam dikritik seperti itu. Entah mengerti, entah tak terima.
Dimensi ke-2, 3rd Naru (10th)

Dimensi ke-2 memiliki 2 alur yang menuju kebahagiaan dan penderitaan. Masa yang dipilih Naru adalah saat 3rd Naru
(Naru dunia ke-3) di sana berumur 10th , sehari setelah Naruto datang ke dimensi itu.

Cahaya matahari pagi yang masuk melalui celah-celah gorden orange di kamar 3rd Naru telah sukses mengusik tidur gadis
itu. Ia berusaha menutup sorotan cahaya matahari dengan tangan kanannya, lengkap dengan wajah yang merenggut kesal.
Tapi lama-kelamaan akhirnya ia bangun juga. 3rd Naru mengedarkan pandangan ke setiap penjuru apartemen untuk
mencari Naruto. Otaknya masih mencari tahu apa pertemuannya dengan Naruto kemarin hanya mimpi?

Tapi jika itu mimpi, bagaimana bisa sekantong buah-buahan itu ada di lemari es? Mana mungkin 3rd Naru mampu membeli
itu semua. Bayangan Naruto menyelamatkannya dari lemparan-lemparan buah busuk masih segar di ingatan Naru. Jadi ia
ragu kalau itu semua hanya mimpi.

3rd Naru sarapan dengan ramen instan. Selanjutnya ia hanya melamun di meja makan, padahal sebentar lagi ia harus
segera berangkat ke akademi.

"Naruto tak akan datang. Lupakan dia," kata Naru. Ia bersandar di dinding dekat jendela dapur.

3rd Naru panik karena ada orang asing yang masuk ke apartemennya. Ia mundur hingga terjebak di sudut dapur. Perlahan
Naru melepas tudungnya, menunjukkan kemiripan wajah mereka. 3rd Naru melotot tak percaya pada apa yang dilihatnya.
Perempuan di hadapannya terlihat sangat mirip dengannya. Rambut pirang tapi lebih panjang, ada 3 pasang tanda lahir
halus di pipi, mempunyai sepasang mata safir, dan bahasa tubuh yang ia tunjukkan.

"Tapi dia sudah janji akan menemaniku. Dari mana kau tahu kalau Nii-san tak akan ke sini?"

"Aku melarangnya untuk ke sini. Berhenti mengharapkan Naruto, lagipula dia bukan kakakmu. Penyegelan Kyuubi 10 tahun
lalu adalah hari dimana kau dilahirkan. Kau anak pertama jadi tak mungkin memiliki kakak."

3rd Naru terpaku, kemudian ia menangis. Ia terlanjur berharap kalau Naruto akan datang lagi padanya. Naru beranjak lalu
merengkuh 3rd Naru ke dalam pelukannya. Membiarkan gadis kecil itu terisak dalam pelukannya. Naru tahu ini hal yang
cukup berat bagi 3rd Naru. Tapi kebohongan tak selayaknya dibiarkan berkepanjangan.

"Berusahalah sendiri," kata Naru sambil mengusap air mata 3rd Naru. "Suatu saat kau akan tumbuh jadi anak yang kuat
jika kau berlatih dengan sungguh-sungguh."

Keduanya tak bicara setelah itu. 3rd Naru masih berusaha menguatkan hatinya agar tak lagi mengharapkan kedatangan
Naruto. Setelah ia cukup tenang, barulah ia sadar sesuatu.

"Apa kau diriku dari masa depan?"

Naru tersenyum menanggapi pertanyaan 3rd Naru. Ia memang pintar dalam menganalisis keadaan. Sayangnya Naru tak
bisa menjawab pertanyaan itu.

"Kenapa tidak tunggu saja 4-5 tahun lagi? Jika kau tumbuh jadi gadis cantik sepertiku, itu berarti aku adalah dirimu."

3rd Naru tentu tak puas dijawab seperti itu. Tapi Naru segera mengalihkan pembicaraan. "Cepat ganti baju dan segera
pergi ke akademi. Aku akan mengantarmu, khusus untuk kali ini saja."

3rd Naru langsung senang. Ini pertama kalinya ia diantar ke akademi oleh seseorang.

Naru melambaikan tangannya saat 3rd Naru masuk ke dalam bangunan akademi. Naru tak iri pada 3rd Naru meski gadis itu
punya segalanya. Ia justru ingin memastikan kalau alur kehidupan 3rd Naru berjalan menuju kebahagiaan. Ia yakin alur
yang dipilihnya ini benar. 3rd Naru akan tumbuh jadi gadis yang kuat tanpa bantuan Naruto sekalipun. Tak ada yang perlu
dikhawatirkan.

Di celah dimensi, Dark Menma berkata "Kau bisa mengatur emosimu saat melihat dirimu yang lain. Aku acungi jempol
untuk itu. Tapi tantangan selanjutnya dimulai setelah ini."

Naru penasaran dengan maksud Dark Menma. Dilingkarkannya tangan Dark Menma ke lehernya kemudian mereka
bergegas ke dimensi terakhir.

Dimensi ke-1, Naruto (17th)

Dimensi ke-1 memiliki alur yang banyak dan rumit. Terdiri dari 3 alur utama yang kemudian bercabang jadi puluhan alur
kehidupan yang lebih rumit. Anehnya dari 3 alur utama itu tak ada yang berakhir bahagia. Semuanya berakhir pada
siklus game yang dibuat Dark Menma. Dengan kata lain, semua alur di dimensi ke-1 mengarah pada lahirnya time
traveler selanjutnya. Tiga alur utama yang ditemukan Naru adalah:

Alur Kesempatan Kedua:Naruto gagal mengalahkan Pain Hinata mati Ditolong oleh Naruto dari masa depan Hinata
dihidupkan Memicu Time Travel

Alur Kesempatan Kedua Masa Depan:Naruto berhasil mengalahkan Pain Naruto jadi Hokage Saat berumur 24 th,
Hinata lenyap dari dunia karena sejarah berubah (efek alur pertama) - Menggunakan Limited Time Travel ke masa lalu
Hidupkan Hinata muda Memicu Time Travel

Alur Time Traveler:

Naruto berhasil mengalahkan Pain Naruto menolak pelantikan Hokage Pergi ke dimensi Naru - Memicu Time Travel

Ketiga alur itu selalu berakhir dengan memicu lahirnya time traveler lain. Dimensi ke-1 berpotensi merusak 6 dimensi lain.
Naru mencoba memilih salah satu alur untuk diubah, yaitu alur ke-3. Ia akan merubah keputusan Naruto di sana.

"... kami sudah mendapatkan laporan bagaimana kau berjuang dalam perang dunia ninja," ujar Daimyo, pemimpin tertinggi
Negara Api saat memberikan sambutan dalam acara pelantikan Hokage.

"Uzumaki Naruto, atas jasa-jasa, pengabdian, dan kesetiaanmu selama ini terhadap Konoha, serta atas rekomendasi dari
para dewan dan tetua desa, aku sebagai pemimpin tertinggi Negara Api mengangkatmu sebagai Hokage Ke-6. Majulah ke
depan, Naruto."

Naruto terpaku di tempatnya. Ia sedang memikirkan Naru di dimensi ke-2.

"Naruto?" tanya Daimyo bingung. Mata sayu karena efek penuaan itu menatapnya bingung. "Naruto, kau mendengarku?"

Naruto tersadar dari pemikirannya.

Daimyo sudah bersiap menyerahkan jubah bertuliskan Hokage Ke-6 serta topi Hokage.

"Maka dengan ini kuresmikan kau menjadi-"

"Maaf," potong Naruto. "Aku tidak bisa menjadi Hoka-"

BUKH!

Naru memukul Naruto tepat di wajah. Tak peduli pada kekagetan semua penduduk Konoha 1 karena calon Hokage mereka
dihajar di hadapan publik. Ditariknya kerah jaket Naruto dan dibawanya dengan hiraishin ke hutan Konoha.

"Kau tak boleh ke dimensi ke-2 lagi!" bentak Naru sambil mendorong tubuh Naruto ke batang pohon.

"Kenapa? Ugh!" Naruto yang mencoba berdiri kembali didorong oleh Naru. Kekuatan Naruto tak ada apa-apanya jika
dibandingkan dengan Naru.

"Perpindahanmu ke dimensi ke-2 akan memicu ketidak stabilan dimensi. Yang jelas itu mengarahkanmu pada kehancuran
yang makin parah lagi."

Naruto tak tahu siapa gadis pirang di hadapannya. Tapi dari kekuatan besar yang dipancarkannya, Naruto tahu Naru bukan
orang sembarangan. 'Jangan-jangan dia bisa melintasi dimensi juga', pikir Naruto.

Naru merasakan kedatangan ANBU dalam jumlah yang besar. Acara pelantikan Hokage adalah acara besar, sudah pasti
banyak ANBU yang ada di desa untuk mengamankan keadaan. Dan sekarang semua ANBU itu mengarah ke lokasi Naru
untuk menyelamatkan calon Hokage mereka.

"Lupakan Naru, dia sudah tak kesepian lagi di sana. Aku akan terus memperhatikanmu. Jika kau mencoba untuk pergi ke
dimensi ke-2, aku tak akan segan untuk membunuhmu!" seru Naru. Ia bersiap untuk kembali ke celah dimensi.

"Kau salah jika aku datang menolong Naru untuk mengobati kesepiannya!" teriak Naruto. "Yang benar adalah Naru yang
mengobati kesepianku!"

Naru terdiam mendengar kata-kata Naruto. Meskipun Naruto yang ada di hadapannya sekarang berbeda dengan kakaknya,
tapi perasaan yang dua Naruto itu rasakan adalah sama. Lima tahun lalu kakaknya datang ke dimensi ke-2 lalu tinggal di
sana bukan semata-mata untuk menemani Naru, tapi untuk mengobati rasa kesepiannya juga. Dengan kata lain mereka
saling menemani satu sama lain.
"Aku juga kesepian di sini!" teriak Naruto.

Teriakan Naruto menyadarkan Naru untuk kembali fokus pada tujuannya. Ia tak boleh bersikap lembek hanya karena wajah
Naruto di hadapannya mengingatkannya pada kakaknya. Naru harus menahan perasaan sedih di hatinya. Ini semua demi
kebaikan Naruto juga. Akhirnya Naru pergi meninggalkan Naruto begitu saja. Ia segera menuju celah dimensi untuk
menjemput Dark Menma. Setelah itu ia akan melanjutkan rencananya.

Setelah alur di ketujuh dimensi diubah, Naru berkeliling menjelajahi waktu di setiap dimensi. Ia ingin memastikan kalau alur
yang diubahnya mengarah pada alur kebahagiaan sesuai yang diharapkannya.

Di dimensi ke-7, Shichidaime dan Nee-san hidup bahagia. Berkat sejarah yang diubah Naru, mereka menikah 10 tahun
lebih cepat dari alur sebelumnya. Mereka dianugerahi seorang anak laki-laki bernama Naoki. Shichidaime dilantik jadi
Hokage saat ia berumur 23 tahun, menjadikannya Hokage kedua termuda setelah Minato.

Di dimensi ke-6, Minato dan Kushina memutuskan untuk menikah pada tanggal 18 September 2010. Karin meninggal dunia
di usia 19 tahun karena kecelakaan mobil saat akan menjemput Minato dan Naruko ke bandara. Namun sisi positifnya,
keluarga Namikaze telah bersatu kembali. Hyuuga Cyber Company dan Shinobi Online Developer Team tidak melakukan
ekspansi besar-besaran. Dua perusahaan itu tak bekerja sama dengan Departemen Pertahanan sehingga android hibrid-
armor suitNR099 tak pernah tercipta. Artificial intelligence tidak memberontak dan akhirnya manusia tidak punah.

Di dimensi ke-5, Akage menikahi Shion setelah melakukan pendekatan selama 1 tahun. Satu tahun itu telah memberikan
Akage gambaran kalau ia dan Shion cocok. Ia ingin menikahi Shion bukan sekedar ingin menepati janji, tapi memang pada
dasarnya ia menyayangi Shion. Akage menetap di Negara Iblis untuk melindungi negara itu bersama Shion. Mereka
dikaruniani anak perempuan yang diberi nama Sena. Gadis itulah yang akan dijadikan penerus Shion kelak. Akage dan
Shion melatih Sena semua ilmu yang mereka kuasai tanpa membuat Sena terbebani. Hasilnya, Sena jadi anak yang
berbakat dan periang meskipun ia punya beban untuk meneruskan tanggung jawab ibunya menjaga jiwa Mouryou.

Di dimensi ke-4, Yami jadi salah satu murid berbakat di akademi. Itu berkat mimpi yang diberikan Naru padanya saat ia
berusia 10 tahun. Sekarang ia jadi punya impian yang harus ia kejar. Kemampuan Yami sangat diperhitungkan oleh murid
berbakat lainnya seperti Sasuke dan Neji. Ia lulus ujian Genin, Chuunin dan Jounin tanpa hambatan. Perlahan ia mulai
mendapatkan banyak teman. Namun ia masih belum dipercaya untuk masuk lebih dalam ke pemerintahan Konoha seperti
jadi ANBU dan Jounin Instructor. Barulah saat ia mengalahkan Pain, semua penduduk mulai memberikan respek padanya.
Kesempatan jadi Hokage pun terbuka lebar. Yami hanya tinggal membuktikan kalau dirinya layak dengan terus
mengabdikan diri kepada Konoha dan jadi shinobi yang bisa diandalkan untuk melindungi desa.

Di dimensi ke-3, Menma jadi Naruto yang melalui jalan paling mulus untuk jadi Hokage. Ia ditunjuk jadi Hokage di umur 18
tahun, termuda dari semua Naruto. Dia dikenal seorang pribadi yang baik sejak kecil. Terlahir dari pasangan shinobi hebat,
Minato Namikaze dan Kushina Uzumaki. Melakukan banyak misi penyelamatan desa. Tak ada alasan untuk tak memilihnya
jadi Hokage menggantikan Tsunade. Kehidupan keluarganya pun tak kalah sempurna. Minato bergabung
dengan Konohagakure Tactical Division sementara Kushina ditarik ke Konohagakure Intelligence Division karena
kemampuannya dalam bidang enkripsi-deskripsi kode dan penyegelan. Setidaknya kedua orang tua Menma lebih sering
berada di dalam desa, tidak sering keluar menjalankan misi yang berbahaya. Menma dan Hinata sudah menikah sejak
setahun lalu, saat umur mereka 17 tahun. Hinata kini sedang mengandung. Mau tak mau naluri keibuannya telah memaksa
Hinata untuk tampil lebih feminim dari waktu ke waktu.

Di dimensi ke-2, Naru jadi salah satu murid berbakat di akademi, persis seperti Yami. Namun kekuatan Naru lebih menonjol
di ninjutsu dan genjutsu dibanding taijutsu(atau yang berhubungan dengan stamina). Naru pun bisa lulus ujian genin,
chuunin dan jounin dengan lancar. Teman-temannya banyak karena ia mudah bergaul. Hanya saja banyak yang tak
percaya saat ia bilang akan jadi Hokage. Naru perlu waktu lebih lama untuk membuktikan kelayakannya jadi Hokage. Ia
baru bisa jadiShichidaime Hokage 15 tahun kemudian setelah Kakashi (Rokudaime).

6 dimensi sudah berjalan sesuai sesuai keinginan Naru. Tapi dimensi ke-1 tak juga menunjukkan alur yang membahagiakan
bagi Naruto.

Di dimensi ke-6, alur kehidupan Naruto yang sempat diubah oleh Naru malah masuk ke alur penderitaan. Naruto di sana
menuruti perintah Naru untuk tidak pergi ke dimensi ke-2. Tapi ternyata perubahan itu saja tak cukup. Naru sudah berulang
kali menggunakan jurus limited time traveler di dimensi ke-1 untuk mengubah sejarah. Ia mencari dengan teliti di mana
saja letak kesalahannya. Dari puluhan alur yang diubah, akhirnya selalu salah. Kadang Naruto dibunuh, kadang dia
mengorbankan diri untuk orang lain, kadang memicu time travel dan masuk ke siklus 'game', bersikeras
melakukan dimensional traveler, dan mengacaukan dimensi lain yang sudah bahagia.

"Apa yang harus kulakukan, Nii-san?" tanya Naru. Ia sedang menatap langit senja di atasnya. Berkali-kali ia mengusap air
mata yang mengalir dari kedua matanya. Di sampingnya ada mayat Naruto, salah satu ending dari alur yang ia ubah. Nii-
san yang dipanggil Naru bukan Naruto yang tergeletak tak bernyawa di sampingnya, tapi Naruto dari dunia ke-2 yang
sudah menganggapnya adik.

"Aku sudah melakukan 30 kali limited time traveler, dan aku belum juga menemukan alur yang bahagia untuk sosok
reinkarnasi dari dirimu ini." Naru memegang tangan sosok yang tak bernyawa di sampingnya.
"Apa perlu aku turun tangan secara langsung untuk membantunya?" tanya Naru lagi. Padahal ia tahu Niisan-nya tak akan
menjawab dari akhirat sana. "Tapi kalau itu kulakukan dia tak akan bisa mandiri."

Ya, sejak awal Naru hanya memberikan arahan kepada 7 Naruto di dunia ke-3 agar mereka masuk ke alur yang ia inginkan.
Jika mereka sedang bertarung, Naru tak akan menolong. Naru membiarkan mereka berusaha sendiri. Naru membiarkan
alur mereka mengalir sendiri menuju kebahagiaan. Lalu kenapa di dimensi ke-1 ini ia tak pernah menemukan alur yang
bahagia?

"Aku sudah bilang padamu, Naru. Aku lebih lama jadi time traveler dari pada kau. Aku sebut Naruto pembuat masalah
karena memang semua alur kehidupannya tak ada yang bagus. Uhukuhuk" Dark Menma menutup batuknya dengan
tangan. Saat ia membuka tangannya ada darah kental di sana. Ia merasa hidupnya tak akan lama lagi.

"Aku akan melakukan limited time traveler lagi sampai kutemukan alur yang bahagia bagi Naruto!"

Dark Menma menarik pelan jubah yang dipakai Naru. "Dasar keras kepala. Terserah apa yang kau lakukan. Yang jelas aku
mengikutimu sampai di sini saja. Tubuhku sudah tak kuat untuk menahan tekanan time travel."

Naru memeriksa nadi Dark Menma. Nadinya sudah lemah.

"Pernahkah kau berpikir kalau kekuatan time travel terlalu besar untuk kita miliki?" tanya Dark Menma tiba-tiba.

Naru menatap Dark Menma tak mengerti.

"Setelah aku melihat 6 alur yang kau ubah, aku malah berpikir kalau makna 'bahagia' itu berbeda tiap orang. Aku
menganggap dunia ke-2 bahagia karena aku bisa bermain di dalamnya. Sebaliknya, kau tidak bahagia di dunia ke-2 karena
kau jadi objek permainanku. Kau malah menilai alur-alur yang kau pilih di dunia ke-3 itu bisa membuat bahagia 7 Naruto."

Dark Menma berhenti bicara untuk memberikan waktu kepada Naru untuk meresapi kalimatnya sekaligus untuk menghela
napas. Napasnya sudah terasa berat.

"Aku berpikir kekuatan time travel seharusnya tidak dimiliki oleh manusia. Karena manusia sering berpikiran subjektif,
bukan objektif. Manusia sering menilai dari perspektif atau sudut pandang dirinya sendiri, bukan dari sudut pandang orang
lain. Jadi kesimpulannya, alur yang menurutmu benar, belum tentu benar," lanjut Dark Menma.

Naru tak terlalu kaget mendengar kalimat itu keluar dari mulut Dark Menma. Biar bagaimanapun Dark Menma hidup
puluhan tahun lebih lama darinya. Dia sudah mengalami kebahagiaan dan penderitaan yang panjang. Dia punya
pengalaman yang lebih banyak. Dia lebih pintar. Selama ini ia hanya menutupi sisi keseriusan dirinya dengan sifat arogan
dan kekanakan.

Itu jadi kata-kata terakhir Dark Menma sebelum ia mati. Ia mati di samping Naruto ke-3, reinkarnasi Naruto yang selalu
jadi musuh abadinya.

Naru tak ingin menyerah seperti kata Dark Menma, ia melakukan limited time traveler lagi, lagi, dan lagi hingga 99 kali.
Saat itulah limit kekuatan Naru tercapai.

Sayangnya, hasilnya sama saja. Alur Naruto tak pernah mencapai alur bahagia apapun yang Naru lakukan.

Naru lalu teringat pada kata-kata terakhir Dark Menma. 'Bahagia' itu muncul dari perspektif diri Naru sendiri. Bisa saja alur
yang dianggapnya membahagiakan Naruto bukanlah takdir sesungguhnya.

Naru memejamkan matanya. Dimensi ke-1 terlalu rumit untuk ia mengerti. Kali ini ia mengerahkan semua chakra-nya yang
tersisa untuk melakukan limited time travelerterakhir di dimensi ke-1. Namun kali ini ia memilih masa yang lebih jauh.

Tepatnya 17 tahun lebih awal dari saat ini, yaitu masa dimana Naruto baru lahir ke dunia.

Naru memutuskan untuk membiarkan alam di dimensi ke-1 memilih sendiri takdirnya.

To Be Continue

A/N: Langsung pencet next.Chapter 19 terlalu panjang (10rb+ kata) jadinya dipotong. Sisanya di chapter 20.

Salam anti-mainstream!

rifuki
19. Time Traveler Part 1 - The Third World
< Prev Next >
20. Time Traveler Part 2 - Epilog
< Prev

Naru memejamkan matanya. Dimensi ke-1 terlalu rumit untuk ia mengerti. Kali ini ia mengerahkan semua chakra-nya yang
tersisa untuk melakukan limited time traveler terakhir di dimensi ke-1. Namun kali ini ia memilih masa yang lebih jauh.

Tepatnya 17 tahun lebih awal dari saat ini, yaitu masa dimana Naruto baru lahir ke dunia.

Naru memutuskan untuk membiarkan alam di dimensi ke-1 memilih sendiri takdirnya.

BLESHHH!

Cakar panjang Kyuubi menembus tubuh Naru.

Minato dan Kushina tercengang melihat sosok yang tak mereka kenal telah menyelamatkan anak mereka yang baru lahir,
Uzumaki Naruto. Padahal tadinya Minato akan memakai Shiki Fujin.

"Siapa kau? Kenapa kau melakukan ini untuk kami?" tanya Minato. Ia memeluk erat Naruto bersama Kushina.

Naru hanya tersenyum.

Naru mengeluarkan sebuah gulungan kosong dan menuliskan segel-segel kombinasi dimensional travel, limited time travel,
dan time traveler di sana. Ia tak yakin dimensi ke-1 akan masuk ke alur yang bahagia. Ia berharap akan ada penerus dari
dirinya yang akan berusaha membawa alur kehidupan Naruto di dimensi ke-1 ke alur yang lebih bahagia lagi. Ia berencana
memberikan gulungan itu kepada Minato.

Tunggu dulu! Naru sadar sesuatu!

Ia menuliskan kombinasi segel 4 tingkatan jurus ruang dan waktu ke dalam 1 gulungan dan berniat memberikannya kepada
Hokage Ke-4. Apa gulungan ini adalah gulungan yang mengawali semua masalah ini? Jangan-jangan Minato akan
mewariskan secara turun-temurun gulungan ini kepada Hokage selanjutnya? Jangan-jangan ini adalah gulungan yang kelak
digunakan Naruto untuk melakukan limited time traveler menyelamatkan Hinata dan memicu lahirnya time traveler?!
Jangan-jangan Naru adalah penyebab semua masalah ini?

Tanpa pikir panjang lagi Naru menghancurkan gulungan itu dan urung memberikannya kepada Minato. Ia akan melanjutkan
rencana awalnya membiarkan alam di dimensi ke-1 memilih takdirnya sendiri.

"Maaf, aku akan menyegel Kyuubi dalam tubuh Naruto. Dia akan mengalami masa yang sulit sebagai jinchuuriki jadi tetap
temani dan bimbing dia," ujar Naru sambil mengaktifkan Shiki Fujin.

"Pasti," kata Minato dan Kushina bersamaan. Mereka tahu ini cara satu-satunya karena sudah tak memungkinkan menyegel
ulang Kyuubi ke dalam tubuh Kushina.Chakra Kushina sudah lemah. Terlalu beresiko.

Penyegelan selesai, Naru memandang wajah Naruto untuk terakhir kalinya, kemudian ia menoleh ke arah Minato dan
Kushina. "Jaga Naruto baik-baik."

"Ya. Tapi setidaknya beritahu siapa namamu?" tanya Kushina.

Namun hingga ajal menjemputnya Naru tak pernah menyebutkan namanya. Ia hanya menatap Minato, Kushina, dan Naruto
dengan senyuman.

Time Traveler Part 2

"Epilog"

"Namanya Uzumaki Naruko!" teriak Naruto.

Ia sedang mengusap perut Kushina. Tadi Kushina memberi tahunya kalau Naruto akan memiliki adik perempuan. Naruto
senang bukan main. Di umur yang sudah 6 tahun ini ia akan segera mendapatkan adik. Tak lama setelah itu mereka
mendiskusikan nama yang cocok bagi adik Naruto. Ini memang masih terlalu dini karena umur kehamilan Kushina baru
sebulan. Tapi Naruto sudah terlanjur bersemangat.

"Naruko?"

"Ya, Uzumaki Naruko!" jawab Naruto ceria.

"Kenapa memilih nama itu, Naruto-kun?"

"Umm Agar namanya mirip denganku," jawab Naruto polos.

"Ahaha, ternyata alasannya sesederhana itu," kata Minato.

"Aku tak keberatan," ujar Kushina.

"Baiklah. Aku juga tak keberatan, setelah bayi ini lahir kita akan beri nama Uzumaki Naruko," timpal Minato.

Naruto langsung bersorak dan memeluk perut Kushina bersama Minato.

16 tahun kemudian

"Enyahlah, Naruto!"

Naruto mengelus dadanya. Entah kenapa, Naru-chan, sang adik yang ia nantikan dan selalu ia manjakan jadi begini.
Bahkan ia tak pernah lagi memanggilnya 'Nii-san'. Semua berawal saat diketahui kalau Naru adalah anak genius yang lahir
1000 tahun sekali. Chakra-nya luar biasa dilengkapi kontrol yang bagus, padahal ia bukanjinchuuriki. Ia sangat mudah
menguasai jurus. Di umur yang menginjak 15 tahun ini ia sudah melampaui kekuatan Naruto yang berumur 22 tahun. Dia
dinobatkan jadishinobi terkuat di 5 negara shinobi. Naruto berada di posisi ke-2. Saat itulah Naru tak lagi menaruh hormat
pada kakaknya. Ia menganggap kakaknya lemah karena bisa dikalahkan oleh dirinya yang lebih muda.

Kekuatan Naru memang beda sekali dengan Naruto yang harus bertahun-tahun berlatih untuk bisa jadi shinobi yang kuat.
Naru selalu mementingkan kekuatan, sementara Naruto lebih mementingkan kerja sama tim dan persahabatan
antar shinobi.

Naruto tak menyerah untuk mengajak Naru bicara.

"Kenapa kau masih mengikutiku ke kamarku? Menjijikan sekali orang mesum sepertimu masuk ke kamarku."

"Aku ingin bicara hal penting."

"Kalau begitu bicara saja."

Naruto menoleh ke sekitar lorong di luar kamar. Minato dan Kushina sedang tak ada di rumah.

"Aku bisa melakukan time travel."

"Hah? Jangan bercanda!"

Naruto bingung harus bagaimana membuat adiknya percaya. Akhirnya Naruto berpikir lebih mudah untuk dipraktekan saja.

"Pukul aku, nanti kau akan tahu."

"Oh? Dengan senang hati!" Naru mengambil ancang-ancang dan memukul wajah Naruto.

"Pelan-pelan saja- Oah!"

BUKH!

Terlambat, Naru memukul Naruto dengan keras. Membuat darah mengalir dari hidung Naruto.

"Hei aku baru tahu tanganmu selembut ini. Biasanya kunoichi bertangan kasar 'kan?" kata Naruto sambil menahan tangan
Naru dan mengusapnya.
Naru melotot tak percaya. Ia yakin tadi wajah Naruto berhasil ia pukul hingga mengeluarkan darah. Lalu kenapa sekarang
tangannya berhasil ditahan Naruto? Yang lebih aneh lagi adalah luka di hidung Naruto telah hilang!

Karena penasaran pada perkataan Naruto, Naru memukul Naruto sekali lagi namun kali ini dengan melihat detak jam
dinding terlebih dahulu. Begitu fisik Naruto kembali sembuh, waktu di jam dinding kembali ke 5 detik yang lalu. Naruto
berhasil melakukan time travel, tepatnya limited time travel!

"Time travel," gumam Naru setengah tak percaya.

"Apa yang menurutmu harus kulakukan dengan kekuatan ini?"

Tanpa basa-basi Naru menarik Naruto ke kamarnya, memaksa Naruto duduk di futon sedangkan dirinya duduk di tepi
tempat tidur. Semenit pertama Naru hanya duduk dengan memejamkan matanya. Ia sedang menenangkan dirinya. Ia
sedang berusaha menerima kenyataan kalau Naruto kini jadi orang terkuat di 5 negara shinobi, bukan lagi dirinya. Time
travel adalah jurus yang bisa memanipulasi ruang dan waktu. Tak akan ada orang yang mengalahkan jurus tersebut,
termasuk Naru. Malah selama ini jurus time travel hanya dipercaya sebagai mitos.

Naruto bilang jurus itu datang begitu saja saat nyawanya terancam. Tak ada latihan khusus untuk menguasainya. Seolah-
olah jurus itu memilih sendiri penggunanya. Tapi kenapa Naruto yang terpilih? Bukan Naru? Untuk pertanyaan itu Naru
belum bisa menjawabnya.

"Aku sudah memikirkan beberapa kemungkinan yang terjadi. Cara terbaik yang harus kau lakukan adalah, rahasiakan,"
kata Naru.

"Baiklah ini rahasia kita berdua," balas Naruto sambil nyengir.

"Apa? Maksudmu Tou-san dan Kaa-san juga belum tahu? Hanya kita berdua?"

"Ya, karena kau satu-satunya yang kupercaya dan nyaman kuajak bicara."

Nyaman diajak bicara? Seingat Naru mereka selalu saja berdebat. Ada apa dengan kakaknya ini? Kenapa ia selalu baik
padanya padahal Naru tak pernah memperlihatkan respek. Bahkan setelah kekuatannya melampaui Naruto, Naru sering
mem-bully Naruto, menjadikannya sandsack hidup, dan menjadikan ia target jurus-jurusnya.

Mungkin Naru terlalu keras pada kakaknya. Ia menghela napas pelan kemudian mengambil 2 kertas berwarna kuning. "Aku
punya 2 kupon makan malam di ramen Ichiraku, kau mau?"

"Mau!" jawab Naruto semangat. Naru memberikan 2 kuponnya.

"Aku mandi dulu. Tempat sudah dipesan. Jangan menungguku, kau pergi duluan karena aku tak mau berjalan
berdampingan denganmu."

"Baik!"

Naruto datang ke Ichiraku menempati meja yang telah dipesan Naru. Saat sedang menunggu pesanan, seseorang datang.

"Hanabi?"

"Naruto?! Kenapa kau di sini?"

"Naru mengajakku karena dia punya 2 kupon gratis."

"Hah? Dia juga mengajakku, dia bilang aku akan makan malam dengannya. Bukan denganmu!"

"Apa?"

Setelah perdebatan panjang, akhirnya mereka menyimpulkan kalau ini jebakan Naru. Sebenarnya kurang cocok disebut
jebakan karena pada akhirnya Hanabi menikmati waktunya bersama Naruto. Naruto juga nampak tak keberatan karena ia
bisa makan ramen gratis.

"Aku tak menyangka kau yang jadi teman makan malamku," gerutu Hanabi saat ia diantar pulang oleh Naruto. Masih saja
berlagak sok-sokan kecewa.

"Sebegitu tidak maukah kau makan malam denganku? Kau terlalu banyak bergaul dengan Naru sehingga ikut-ikutan tidak
menyukaiku."
Oh tidak, Hanabi salah bicara. Hanabi tak mau Naruto menganggap Hanabi membencinya. Ia memutar otak untuk
memperbaiki mood Naruto.

"Ah-A-Aku akan memaafkanmu jika lusa kau mengajakku ke Hanabi Matsuri!"

"Hmm.. pergi ke Hanabi Matsuri bersama Hanabi Hyuuga. Itu pasti akan menyenangkan," jawab Naruto sambil
memperlihatkan cengiran yang jadi ciri khasnya.

"Bagaimana kencannya?" tanya Naru saat Naruto sampai di rumah.

Minato, Kushina, dan Naru baru selesai makan malam tapi masih berkumpul di meja makan sambil mengobrol. Naruto
bergabung duduk bersama mereka.

"Lancar. Lusa dia juga mengajakku ke Hanabi Matsuri," jawab Naruto sambil menatap adiknya. "Apa motifmu?"

"Hei, aku tidak punya motif aneh. Dia sudah lama suka padamu, kau saja yang buta. Aku hanya membantu sahabatku.
Belajarlah dari kesalahan. Dulu kau mengacuhkan Hinata-Neesan hingga ia menyerah dan menikahi pria lain. Jangan
biarkan hal yang sama terjadi pada Hanabi."

Minato dan Kushina bertukar pandangan. Tak biasanya kedua anaknya mengobrol. Biasanya menyapa saja jarang.

"Kalian sudah akrab sekarang? Apa ada sesuatu yang terjadi?"

"Tidak!" jawab Naruto dan Naru bersamaan.

"Tou-san! Ini memang pemandangan yang jarang terjadi, tapi jangan berpikiran yang tidak-tidak. Bukankah seharusnya
kakak-adik itu rukun? Kau tahu Naru-chan? Kakakmu sangat senang saat ia diberitahu akan punya adik. Bahkan ia yang
punya ide untuk memberikan nama Naruko untukmu. Saat kecil dia selalu menjaga dan melindungimu saat ada anak lain
yang berbuat jahil padamu," jelas Kushina.

Kushina sudah sering mengatakan hal ini. Tapi kata 'menjaga dan melindungi?' terngiang di telinga Naru. Kemudian ia ingat
pada pertanyaan kenapa jurus time travelmemilih Naruto sebagai penggunanya?

Kondisi Naru dan Naruto mirip dengan yang terjadi pada anak Rikudou Sannin, Indra dan Asura di masa lalu. Naru mirip
dengan Indra, si genius yang terlahir denganchakra besar dan berbakat dalam ilmu ninja. Ia bisa dengan mudah menguasai
berbagai ilmu ninja dengan cepat dan mudah. Naru dan Indra percaya kalau kekuatan adalah hal yang penting. Sedangkan
Naruto mirip dengan Asura yang terlahir kurang berbakat, ia perlu usaha ekstra untuk jadi kuat. Naruto dan Asura percaya
jika persahabatan dan hubungan dengan shinobi lain lebih penting dari sekedar kekuatan.

Naru terlahir dengan kekuatan yang besar yang rawan disalahgunakan. Naruto dianugerahi time travel untuk menjaga agar
Naru tak menyalahgunakan kekuatan besar itu. Jika ternyata di masa depan Naru menyalahgunakan kekuatannya, Naruto
bisa dengan mudah memutar waktu. Itulah alasan kenapa jurus time travelmemilih Naruto sebagai time
traveler selanjutnya.

Naruto tak pernah berpikir subjektif. Ia selalu memikirkan kepentingan bersama. Naruto punya hati yang bersih sehingga ia
layak jadi seorang time traveler.

Naru tersenyum. Perlahan rasa bencinya kepada sang kakak menghilang. Kakak yang sering disebut tak berguna olehnya
itu punya kekuatan yang luar biasa. Ternyata dari kecil hingga sekarang tugasnya adalah sama, yaitu menjaga dan
melindungi Naru.

"Dengar itu Naru! Aku melindungimu saat kau kecil. Kau seharusnya berterima kasih padaku," canda Naruto.

"Yayaya, arigatou, Nii-san."

"Pfffttttt!" Naruto menyemburkan air teh di mulutnya. "Barusan kau memanggilku Nii-san? Ayo panggil aku Nii-san lagi!"

"Tidak."

"Ayolah."

Minato dan Kushina hanya tertawa melihat tingkah kedua anaknya. Terkadang mereka berpikir kalau wajah puteri mereka,
Naru, mirip sekali dengan sosok gadis pirang yang mengorbankan nyawanya untuk menyegel Kyuubi dan menolong Naruto
22 tahun yang lalu. Sayangnya sosok itu tak sempat menyebutkan namanya hingga ia meninggal.
"Kubilang tidak!"

"Aku mohon, Naru. Ayolaaaahhh"

Naru akhirnya pasrah karena jika tak begitu kakaknya akan terus bicara tanpa henti.

"Arigatou, Nii-san," kata Naru. Naru sudah lama tak memanggil Naruto 'Nii-san'. Ia tidak terbiasa mengucapkan kata itu
sehingga merasa aneh mendengarnya. Tapi saat kata itu terucap, hati Naru terasa nyaman karena ia tahu ada sosok kakak
yang akan selalu menjaganya.

Naruto tersenyum, akhirnya adiknya memanggilnya Nii-san setelah sekian lama.

Naru Time Traveler Ke-2 menyelesaikan tugasnya dengan baik dalam membuat dunia ke-3. Dimensi 2-7 sudah berjalan di
alur yang membahagiakan. Sekarang pun dimensi ke-1 sedang menuju ke sana. Sebenarnya yang membuat alur kehidupan
Naruto tidak bahagia dulu adalah karena ia kesepian, selalu sendiri. Seperti kata-kata terakhir 3rd Naruto, dia ingin pergi ke
dimensi ke-2 bukan untuk mengobati kesepian Naru, tapi untuk mengobati kesepian dirinya sendiri.

Sekarang tidak ada alasan Naruto untuk merusak alur di dimensi lain karena di dimensinya sendiri ia sudah ditemani oleh
keluarga yang sangat berharga baginya, terutama adiknya.

"Kochirakoso, Imouto."

The End

"Seorang kakak adalah teman yang disediakan oleh alam." - Legouve Pere

A/N: Akhirnya bisa mewujudkan cita-cita menggabungkan berbagai fic lama ke dalam 1 universe. Berikut ini universe yang
terlibat:

Dimensi 1: Naruto & Clone (Kesempatan Kedua)

Dimensi 2: Naru (Time Traveler)

Dimensi 3: Menma (Movie Shippuden 6: Road To Ninja Kishimoto)

Dimensi 4: Yami (Shippuden Episode 243 Kishimoto)

Dimensi 5: Akage (Movie Shippuden 1 Kishimoto)

Dimensi 6: Souban (Ayo Pulang Oneesan, Satu Jiwa Dua Badan, Janji Kita) & NR099 (Shinobi Online)

Dimensi 7: Hokage & Nee-san (Seseorang Yang Paling Mengerti Dirimu)

Q&A:

Jadi Time Traveler bisa buat dunia baru? Ya. Tapi dia juga bisa sekedar menjelajah waktu. Jurus yang
dipakenya limited time traveler. Kalo mau pindah dimensi, jurus yang dipakenya dimensional travel.

Lanjut juga fic NaruIno (Time Traveler 2). Itu cuma kumpulan drabble, tiap chapter-nya langsung tamat.

Kapan buat fic baru? Mau hiatus? Ya, jadi ga akan bikin fic baru (ga dalam waktu dekat).

Naru tahu semua atau hanya dari sudut pandang Menma? Naru tahu semua. Jika seseorang jadi Time Traveler, dia
akan tahu semua sejarah.

Saat bikin fic Kesempatan Kedua, apa udah ada ide untuk menggabungkan semua cerita? Ga ada. Ide Time
Traveler muncul belakangan.

Pernah kepikiran nulis novel? Alurnya rapi, belajar dimana? Author cowok? Umur berapa? Ga kepikiran, saya
cuma suka anime, bukan suka nulis. Saya belajar diFFn. Dulu banyak reviewer yg ngasih tahu kesalahan
penulisan fic lewat review, typo, EYD, kalimat rancu, kadang ngasih tahu plot hole juga. Jadi saya sedikit-sedikit bisa
belajar. Entah kenapa sekarang jarang sekali reviewer kayak gitu. Saya cowok. Umur berapa? Beta tipis lah. Haha. Ga kok.
Yang jelas lebih tua dari kalian.
Buatlah chapter full romance, pernikahan, punya anak. Ga ah, sekarang saya geli kalo nulis full romance. Haha. Yang
ringan aja palingan.

Semoga hiatus-nya seminggu. Seminggu mah bukan hiatus dong :D

Anda tak punya target review? Punya tapi ga saya sebutkan berapa, cuma saya yang tahu. Target itu sebagai patokan
untuk melihat jumlah pembaca secara kasarper chapter, bukan patokan untuk publish chapter baru. Toh kenyataannya mau
dikit atau banyak review, chapter baru tetap publish (beda waktu publish doang).

Trivia:

1 - Ada 2 quote dalam chapter ini yang saya translate dan modifikasi dari aslinya. Yaitu kata-kata Naru kepada Akage dan
kata-kata Naru di akhir. Yang pertama adalah"If you love two people at the same time, choose the second. Because if you
really loved the first one, you wouldn't have fallen for the second." (Jika kau mencintai dua orang sekaligus dalam waktu
yang bersamaan, pilihlah orang kedua. Karena jika kau benar-benar mencintai orang pertama kau takkan jatuh cinta pada
orang kedua) - Johnny Depp. Yang kedua adalah "A brother is a friend provided by nature." (Kakak adalah teman yang
disediakan oleh alam) - Legouve Pere.

2 Anak-anak Minato dan Kushina memakai marga Uzumaki sebagai bentuk penghormatan kepada clan Uzumaki yang
telah banyak berjasa bagi desa dan keluarga Minato.

3 Fic ini diawali dengan scene family, maka diakhiri dengan scene family juga.

4 Saya nulis fic ini sambil denger lagu Andra and The Backbone - The Time Traveler (instrumen).
Uh, perfect jadi soundtrack fic ini. Silahkan denger sendiri.

5 Dulu sempet ada yang minta gambar 7 Naruto. Saya bisanya cuma 4 orang: Akage-Yami-Naruto-Menma. Lihat tuh
yang saya jadiin foto profil.

Terima kasih untuk reviewer yang ga bisa saya sebutkan satu-persatu karena menyempatkan diri memberi saran,
perbaikan, dan pendapat tentang fic ini. Juga untuk semua reader yang mengikuti fic ini dari awal sampai akhir.
Semoga fic ini memuaskan. Saya minta maaf kalau ternyata tidak memuaskan. Ada yang bilang rumit. Sayangnya, fic rumit
inilah yang ingin saya tulis agar membuat fic ini beda dari yang lain. Saya juga minta maaf kalau ada kata-kata yang
kurang enak saat membalasreview.

Jangan ragu memberikan unek-unek kalian di review chapter terakhir, okay? Sekarang saatnya HIATUS. Bye!

Salam anti-mainstream!

Arigatou!

rifuki

20. Time Traveler Part 2 - Epilog


< Prev

Anda mungkin juga menyukai