Anda di halaman 1dari 192

Judul: Ryoushin no Shakkin wo Katagawari Shite Morau Jouken wa Nihon’ichi

Kawaii Joshikousei to Issho ni Kurasu Koto Deshita

Penulis: Megumi Amane

Ilustrator: Kakao

Gendre: Comedy, Echhi, Romance, School Life, Slice of Life

Diterjemahkan Oleh: Libby Translation

Dibuat Ke PDF Oleh: Maeru Novel


Bab 1
Kau Tidak Akan Pernah Tahu Apa Yang Akan Terjadi Dalam Hidup

“Hei, Yuya. Di mana ayahmu sekarang?”

Aku, Yoshizumi Yuya, yang lagi duduk di ruang tamu rumahku dihadapkan oleh
sekelompok pria berwajah menyeramkan yang bersetelan jas serta berkacamata
hitam dengan bekas luka di pipinya. Bagi kebanyakan orang, mereka tampak seperti
sekelompok orang yang berbahaya.

“Aku tidak tahu dia dimana, aku baru saja pulang dan tau-tau menemukan ini
ditinggalkan di atas meja...”

Aku menyerahkan catatan yang ada di atas meja kepada orang yang terlihat seperti
bos dari kelompok menakutkan ini. Begitu dia melepas kacamata hitamnya dan
selesai membaca apa yang tertulis di diatas catatan itu, bahunya mulai bergetar. Oh,
dia pasti sedang marah sekarang.

“Bajingan itu...dia melarikan diri...! Dan dia bahkan meninggalkan putranya


sendirian! Sungguh tidak tahu malu!”

Kau tidak akan pernah tahu apa yang mungkin terjadi dalam hidup. Itulah yang
ayahku biasa katakan kepadaku.

Dia biasanya terus-terusan menggunakan tuntutan tren pasar yang terbaru dengan
harapan mendapatkan keuntungan, namun sayangnya dia selalu tertinggal satu
langkah di belakang yang lain. Jadi, pada saat dia baru memulai, barang-barang
mahal sudah ketinggalan zaman dan pada akhirnya dia hanya memiliki barang
dagangan yang belum terjual. dengan banyak hutang.

Apa hal terakhir yang dia coba ya? Kupikir itu Tapioka, tapi sejujurnya aku tidak
ingin mengingatnya.

Kecakapannya buruk dan dia tidak memiliki kemampuan untuk berdagang,


seseorang yang tidak memiliki harapan tapi sangat dicintai oleh ibuku.
Wajah ibuku awet muda dan sepertinya tidak akan pernah menua. Bahkan saat kami
berjalan berbarengan, terkadang orang-orang mengira kalau kami itu kakak-adik.
Dia begitu cantik dan juga juru masak yang baik, jadi sebagai putranya, aku merasa
sangat bangga terhadap ibuku. Makanya dulu aku pernah bertanya kenapa sih kok
dia mau menikah dengan orang yang tidak berguna itu, eh taunya dia menjawabku
dengan malu-malu:

“Yah, bukankah rasanya menyenangkan melihat seseorang yang tolol bekerja keras
dengan caranya sendiri yang tolol? Ibumu menyukai pria seperti itu.”

Cinta mampu membuat seseorang menjadi buta, itulah apa yang orang-orang sering
nyatakan. Setiap kali aku melihat orang-orang yang bekerja keras, aku tidak punya
apa-apa selain rasa hormat terhadap mereka. Hanya saja dalam kasus ayahku, dia
benar-benar sudah melampui batas, sampai-sampai aku ingin berkhotbah
kepadanya bahwa ‘Manusia harus belajar dari kesalahan mereka.’

Namun sebenarnya, satu-satunya orang yang benar-benar perlu untuk dikhotbahi


adalah diriku sendiri.

Aku sama sekali tidak mengatakan apa-apa kepada ayahku, yang memulai bisnis
baru dan gagal serta menumpuk hutang, dan juga kepada ibuku, yang mendukung
dan mendorong suaminya, Hasilnya ya, kekacauan yang kualami saat ini.

“Taka-san. Berapa banyak uang yang kalini ayahku pinjam?”

“Ahh? Tidak, aku tidak bisa menyalahkanmu karena tidak tahu. Coba lihat...yah,
sekitar 30 juta. Ayahmu terus-terusan meminjam uang dan berjanji akan
mengembalikannya, dengan demikian, utang itu terus bertambah seiring waktu.”

Sambil mengatakan itu, Taka-san dan kelompoknya menyesap teh mereka. Oh, aku
lupa menyebutkannya, tapi aku tidak takut dengan orang-orang ini. Aku sudah
mengenal Omichi Takashi alias Taka-san sejak aku masih SD. Dia adalah pria yang
kuat dan memiliki pekerjaan yang berat, namun dia baik padaku, bagiku dia itu
sudah seperti kakakku sendiri.

“Kotaro sialan itu. Kau akhirnya meninggalkan Yuya dan lari ke luar negeri. Dan
terlebih lagi, kau menyerahkan sisanya kepada pengacara? Memangnya kau pikir
seberapa jauh kau bisa melakukan itu, bangsat!?”

Saat aku pulang, aku tidak melihat ibuku di rumah dan lampu dimatikan. Begitu aku
masuk ke kamar sambil bertanya-tanya apa yang terjadi, aku menemukan ada surat
yang diletakkan di atas meja, yang bertuliskan:
—Yuya! Aku tahu ini memang tiba-tiba, tapi ayah dan ibumu telah memutuskan
untuk pindah ke luar negeri! Tampaknya Jepang terlalu kecil untuk kami! Jadi untuk
saat ini, kami akan mendapatkan jackpot di kasino Vegas, maka dari itu nantikan
saja ya! Jangan khawatir, aku punya teman pengacara yang akan mengurus sisanya!
Sampai jumpa!—.

Sejujurnya aku meragukan ucapan ayahku, tapi dia pasti serius karena barang-
barang ibu dan ayahku sudah tidak ada di rumah. Sekarang apa yang harus
kulakukan sendirian begini? Saat aku bingung harus berbuat apa, Taka dan teman-
temannya datang, dan menciptakan situasi ini.

“Meskipun kau dilahirkan dari pasangan seperti itu, Yuya, kau tumbuh dengan baik.
Bukankah ini keajaiban? Tidak, mungkinkah itu berkat diriku?”

“Haha...yah, setidaknya aku mengetahui bahwa orang tuaku adalah orang terburuk
di sekitarku. Lebih penting lagi, apa yang akan kau lakukan selanjutnya, Taka-san?”

“Ah, itu. Seperti yang bisa dibayangkan, ayahmu tidak melunasi utangnya, dan aku
tidak dapat membantumu menghadapi situasi ini lagi. Aku harus membawamu
bersamaku.”

Taka mengatakan ini dengan ekspresi canggung di wajahnya, Semua rekan-


rekannya juga memalingkan muka.

…Aku mengerti, saat ini akulah yang harus memikul hutang kendati ayahku yang
tidak berguna, dan itu juga mungkin tidak dengan cara yang benar. Jika itu
masalahnya, apa hidupku akan berakhir di sini dan saat ini?

“Yakinlah, Yuya. Aku sudah membujuk ayahmu untuk membiarkanmu tinggal


bersamaku. Aku akan melakukan semua yang kubisa untuk memastikanmu hidup
dengan baik, jadi jangan khawatir.”

“Itu benar, Yuya! Hal yang terbaik bagimu saat ini adalah tetap menjadi seperti
dirimu yang biasanya, seorang siswa SMA biasa!”

“Jangan menjadi orang seperti kami, Yuya!”

Taka-san menggigit bibirnya dan mengatakan ini dengan ekspresi tegas di


wajahnya. Rekan-rekannya yang lain juga mengikuti, mengepalkan tangan mereka
dan menyemangatiku. Wajah mereka tidak membuatku takut. Yah, memang sih
mereka memiliki wajah yang menakutkan, tapi mereka benar-benar orang yang
baik. Mungkin itu juga jadi salah satu penyebab ayahku begitu terbawa suasana
dengan mereka.
“Oke. Maaf sudah membuat ini tiba-tiba, tapi kau harus ikut denganku. Aku, tidak,
kami akan memperlihatkanmu bagaimana dogeza yang sempurna.” (Dogeza: Postur
permintaan maaf terbesar di Jepang.)

Aku menghargai isyaratnya, tapi kalimat yang menyertainya terdengar sangat


tumpang tindih, Taka-san! Dengan senyum pahit di wajahku, aku bangkit dan
menuju dapur untuk mencuci piring dan cangkir yang telah diminum semua orang.

Ding dong—.

Bel berbunyi menandakan datangnya pengunjung. Siapa itu? Masih terlalu dini
untuk pengumpulan surat kabar. Apa itu pengacara agama? Tidak, aku sudah
mengusir mereka berkali-kali. Aku juga sudah membayar layanan k-vision, jadi
siapa itu?

Ding dong—, Ding dong—.

Setelah dua atau tiga kali, jeda di antara bel berangsur-angsur memendek. Akhirnya,
setelah setiap terdengar bunyi bel, paduan suara dari bel berikutnya juga akan
berdering. Saking kerasnya sampai-sampai Taka-san dan aku harus menutupi
telinga kami. Aku tidak punya pilihan selain merespon,..

“Ya, ya! Aku datang! Siapa itu!?”

Aku membuka pintu depan, merasa sedikit kesal karena rentetan ding-dong. Orang
yang berdiri di sana…

“Halo, Yoshizumi-kun. Aku datang kesini untuk membantumu.”


Gadis di depanku memiliki rambut hitam yang panjang, lurus, dan jernih yang
mengingatkanku pada langit malam. Matanya yang seperti mutiara berkilau seperti
anak kucing. Agak tidak sopan untuk membandingkan dirinya dengan model-model
yang sering terlihat di majalah, bagaimanapun juga, dirinya tampak seperti dewi
dari lukisan terkenal.

“Hitotsuba Kaede?”
Hitotsuba Kaede, putri sekolah kami, seorang yang memenangkan Grand Prix di
Kontes Wanita Nasional SMA dan terpilih sebagai gadis SMA tercantik di Jepang,
berdiri di sana sambil tersenyum.

Bab 2
Gadis Paling Imut Di Jepang Punya Lidah Yang Beracun

Hitotsuba Kaede. Kurasa tidak ada siswa/i di SMA Meiwadai tempatku bersekolah
yang tidak tahu namanya. Jika memang ada orang yang seperti itu, maka itu adalah
orang benar-benar buta informasi.

Bagaimanapun juga, setelah memenangkan Grand Prix di Kontes Wanita Nasional


gadis SMA yang diadakan pada bulan Desember tahun lalu, dia sebut sebagai gadis
SMA tercantik di negara Jepang.

Sejak awal, Hitotsuba-san merupakan gadis tercantik di sekolah, dengan


penampilan dewasa dan proporsi yang jauh melebihi siswa/i SMA manapun.
Bahkan senyumannya yang memikat baik itu pria maupun wanita seringkali
digambarkan sebagai senyuman seorang dewi. Aku juga salah satu orang yang
mengaguminya.

“Ada apa, Yoshizumi-kun? Wajahmu merah tahu. Mungkinkah kau lagi flu!? Itu
buruk! Kau harus segera pergi ke rumah sakit--!”

“Tidak, tidak apa-apa! Aku tidak flu! Aku sehat kok!”

“Apakah begitu...? Tapi untuk berjaga-jaga, aku akan memeriksanya.”

'Whoaaa!' Aku berteriak dengan kasar, tapi itu mau bagaimana lagi.

Itu karena Hitotsuba-san melepas sarung tangan yang dia kenakan dan meletakkan
tangannya yang indah, yang sebersih salju murni, di dahiku. Suhu tubuhku melonjak
saat aku merasakan kehangatan yang sejuk tapi pasti terpancar dari telapak
tangannya. Aku merasakan diriku terbakar, dan bukan hanya di pipiku, tapi seluruh
tubuhku.

Namun, dia sama tidak peduli dengan kegugupanku dan setelah beberapa saat, dia
memiringkan kepalanya seolah memikirkan sesuatu. Itu saja sudah merupakan
gerakan yang sangat imut, tapi dengan pipinya yang digembungkan, kekuatan
penghancurnya menjadi berlipat ganda.

“Hmm… dahimu agak panas loh? Lebih baik kau pergi ke rumah sakit…”

“Tidak, aku tidak apa-apa! Itu hanya imajinasimu! Lihat, aku yakin itu karena sampai
sekarang aku berada di ruangan berpemanas! Daripada itu, ngapain kau datang ke
rumahku? Apa yang kau maksud dengan bantuan?”

“Oh! Itu benar. Yoshizumi-kun, apa aku boleh masuk ke rumahmu?”

Aku berharap aku bisa menolaknya dengan sopan. Karena saat ini, termasuk Taka-
san ada sejumlah pria yang sudah ada di dalam rumah, apalagi mereka semua saat
ini mengenakan setelan yang memancarkan aura dominan dan menekan. Aku tahu
mereka adalah orang-orang yang baik meski penampilan mereka sedikit
menakutkan. Namun, jika aku bertemu dengan mereka untuk pertama kalinya, aku
akan menderita stroke. Itu sebabnya sebisa mungkin aku ingin menghentikannya
untuk masuk, tapi...

“Hei, Yuya. Apa kau kedatangan tamu? Maaf, tapi tolong suruh tamu itu untuk
pulang dan datang lagi nanti. Karena sekarang kita akan pergi.”

Timing lu buruk cuk. Kenapa kau malah datang ke pintu masuk pada waktu yang
unik ini, Taka-san! Padahal aku baru saja akan memintanya pergi karena aku tidak
mau Hitotsuba-san melihatmu!

Tapi Hitotsuba-san, yang menghadapi penampilan menakutkan Taka-san, sama


sekali tidak ragu untuk tersenyum seperti dewi di hadapannya.

“Waktu yang tepat. Aku ingin berbicara denganmu, Omichi Takashi. Tidak, akankah
lebih baik memanggilmu Omichi-san, pemimpin muda klan Haratsu?”

Dia segera melemparkan bom kepada kami. Bagaimana bisa dia tahu klan yang
diafiliasi oleh Taka-san, bahkan sampai ke posisinya! Harusnya kan dia tidak
menjadi bagian dari dunia berdarah seperti itu! Bahkan Taka-san, yang tadinya
bersikap ramah, sekarang memiliki kilatan niat membunuh di matanya.

“Ta-Taka-san! Tenanglah! Jangan menunjukkan wajah yang seram itu! Dulu saat kau
bekerja di kedai yakisoba di sebuah festival, apa kau lupa kalau ada anak kecil yang
langsung berlari sambil nangis ketika melihat wajahmu yang menyeramkan!? Kan
kau sudah bersumpah kalau kau akan menjadi pria yang baik setelah itu!”
“Maaf, Yuya. Itu adalah cerita yang berbeda dari yang satu ini. ...Hei, nona muda. Kau
sepertinya memakai seragam yang sama dengan Yuya...katakan padaku, siapa
dirimu?”

Kakakku Taka-san, yang sangat baik padaku beberapa saat yang lalu, telah
menghilang, dan yang berdiri di sana adalah Omichi-san, pemimpin muda dari klan
tersebut. Dia bertanya pada Hitotsuba-san dengan tekanan yang sama seperti yang
akan dia lakukan terhadap ayahku. Tapi gadis itu sama sekali tidak bergeming dan
menjawab:

“Namaku Hitotsuba Kaede. Oh, kau tidak perlu mengingat nama itu. Faktanya, aku
tidak merasa kau bahkan dapat mengingat itu, jadi segera lupakan.”

“Oh? Apa kau memperlakukan sebagai orang yang tolol?”

“Yah, apa yang harus kukatakan tentang dirimu ya? ...Kau terlihat seperti orang yang
hanya memiliki satu sel otak, yang berpikir jika kau melihat orang lain dengan
tampilan seperti itu, mereka akan menjadi ketakutan. Oh, aku tidak bermaksud
kasar. Tapi membandingkanmu dengan organisme bersel tunggal sebenarnya
benar-benar tidak menghormati semua organisme bersel tunggal yang ada di dunia
ini. Maafkan aku. Selain itu, dasimu itu terlihat sangat norak.”

Kenapa kau malah tertawa dan memprovokasi seperti itu, Hitotsuba-san!

Taka-san sebenarnya adalah pekerja yang sangat baik, begitu baik bahkan dia
menjadi orang nomor dua di klannya di usia muda! Tapi, tolong jangan tanya aku
pekerjaan apa yang dia lakukan. Aku juga tidak ingin tahu.

“...Hahaha. Untuk penampilanmu itu, lidahmu cukup beracun ya! Kalau bukan
karena dirimu adalah kenalannya Yuya, aku sudah menghukummu dengan banyak
cara, tahu? Tapi, untuk kali ini aku akan mentolerir kata-katamu!”

Oh tidak, terlepas dari kata-katanya, Taka-san sudah berkaca-kaca dan terlihat


sangat murung, aku khawatir dia tidak sekuat yang apa yang tergambarkan dari
penampilannya.

Tapi dalam pembelaannya, itu bukan tidak masuk akal. Ketika seorang gadis cantik
yang baru saja kau temui menghinamu, dan akhirnya mempermalukanmu karena
mengenakan dasi ungu norak yang menurutmu akan terlihat bagus untukmu dan
akan sesuai dengan selera fashionmu, kau pasti ingin menangis, kan? Ya, aku sih
juga akan menangis.
“...Hei, Yuya. Kau juga berpikir kalau ini aku tolol, kan? Aku bisa tahu itu dari melihat
wajahmu.”

Seriusan nih itu benar-benar terlihat? Tidak, tidak, aku tidak berpikir kau ini orang
yang tolol, Taka-san. Malahan, aku sangat menghormatimu.

“Huh…Hitotsuba Kaede, kan? Kau sudah cukup ngebacot, tapi kau masih belum
menjawab pertanyaanku. Aku akan bertanya lagi. Siapa dirimu?”

“...Hitotsuba Yoichiro. Nama itu pasti terdengar tidak asing bagimu, kan?”

Mendengar nama itu, aku tidak bisa memikirkan apapun. Aku punya firasat bahwa
itu adalah ayah Hitotsuba-san atau orang lain yang berhubungan dengannya, tapi
Taka-san sepertinya tahu siapa orang itu. Wajahnya, yang menjadi merah padam
karena amarah dan kesal, dikejutkan, perlahan membiru.

“Direktur Biro Investigasi Kriminal Badan Kepolisian Nasional...! Apa dirinya adalah
ayahmu?”

“Tidak, Yoichiro-san adalah pamanku. Tapi seperti ayahku, dia sangat


menyayangiku. Aku yakin dia akan sedikit menyalahgunakan otoritasnya jika aku
memintanya.”

“Tunggu! Apa yang kau inginkan dari kami?”

“Sederhana saja. Jangan pernah terlibat lagi dengan Yoshizumi-kun. Tentu saja, aku
tidak mengatakan kalau kalian harus pergi dengan tangan kosong. Jumlah uang yang
dipinjam orang tua Yoshizumi-kun dari kalian, seluruhnya 36.067.977 yen.
Termasuk bunga; semua itu akan ditransfer nanti. Jadi jangan pernah terlibat
dengan Yoshizumi-kun lagi.”

Woi, woi, woi. Aku mendengarkan semua ini dengan tenang, tapi ceritanya menjadi
semakin serius! Mungkinkah paman Hitotsuba-san adalah orang yang sangat
penting di Badan Kepolisian Nasional, dan Hitotsuba-san ingin menanggung hutang
besar yang ditumpuk oleh ayahku? Dan itu adalah jumlah uang yang gila! Bagaimana
hutang ini bisa ditangani seperti itu?

Aku sangat bingung sampai-sampai aku tidak bisa memikirkan hal lain. Coba
pikirkan, tepat ketika aku putus asa karena orang tuaku telah melarikan diri ke luar
negeri dan aku harus mulai bekerja untuk sebuah klan pada usia 16 tahun untuk
membayar kembali hutang ayahku, teman sekelasku yang telah terpilih sebagai
gadis SMA tercantik di Jepang datang, dan dengan wajah dingin, dia memperlakukan
tuan muda klan sebagai orang tolol, dan untuk melengkapi itu, dia menawarkan
untuk melunasi hutang yang kutanggung! Dua kalimat itu sangat panjang dan tidak
berurutan karena aku benar-benar bingung dengan situasi ini. Bukankah kalau itu
dirimu juga akan panik?

Tapi itu saja belum berakhir, itu karena orang lain muncul.

“Hei, Kaede. Sudah kubilang untuk jangan mendahuluiku...!”

Orang yang dengan santuy melangkah masuk bahkan tanpa membunyikan bel
terlebih dahulu adalah seorang wanita cantik yang terlihat seperti Hitotsuba versi
dewasa. Dia pasti sedang terburu-buru, karena meskipun lagi di tengah-tengah
musim dingin, dahinya dibasahi keringat.

“Maaf. Namaku Hitotsuba Sakurako, ibu dari Hitotsuba Kaede yang berdiri di sini,
dan seorang pengacara.”

…Orang yang kupikir adalah saudarinya ternyata adalah ibu Hitotsuba-san.

Bab 3
Ibu dan Anak Gak Ada Bedanya

Hitotsuba Sakurako, ibu Hitotsuba-san, adalah seorang wanita yang bertubuh


ramping dan sedikit lebih tinggi dari Hitotsuba-san. Rambut coklat kemerahannya
dipotong sampai ke bahu. Dia memiliki wajah yang cantik dengan alis yang anggun,
membuat dirinya terlihat seperti seorang dewi perang yang membawa kemenangan
bagi sekutunya kendati dewi kecantikan.

“Omichi-san, pemimpin muda klan Harazu. Sepertinya kalian telah melakukan bisnis
yang sangat curang.”

Ekspresinya tenang. Tapi nada suaranya terdengar setajam pedang dan terasa
seperti tidak ada yang bisa lolos dari pedang tak terlihat yang mengarah ke
tenggorokan mereka. Bahkan aku, yang tidak terlibat langsung dalam insiden itu,
bisa merasakan tekanannya, jadi Taka -san, yang langsung menghadapinya,
mungkin merasa ketakutan.

“A-apa maksudmu? Kami hanya ingin meminta kembali uang yang kami pinjamkan.
Tapi ayahnya melarikan diri ke luar negeri tanpa membayar kembali apa yang dia
pinjam dari kami. Jadi meskipun apa yang kami tidak bertanggung jawab, kami tidak
punya pilihan selain untuk meminta bayaran darinya, kan? Bukankah seharusnya
begitu?!”

Oh, apakah dia secara mengejutkan berhasil mempertahankan ketenangannya?


Tidak, itu tidak mungkin benar untuk Taka-san. Dilihat baik-baik, dahinya
bersimbah keringat dingin dan sudut mulutnya sedikit bergetar, jelas dia hanya
berusaha untuk bersikap keras.

Itu persis seperti saat Taka-san menjalankan kedai yakisoba di sebuah pameran.
Saat itu dia pikir dirinya tersenyum saat memberikan barang, tapi dia terlihat
seperti iblis Jepang Hannya-A yang menakutkan bagi anak-anak! Mereka ketakutan
dan menangis, membuat dirinya merasa sangat sedih setelah itu, sehingga dia harus
menahan air matanya!

“Tidak ada logika seperti itu. Faktanya, bisnis peminjaman uang yang kalian lakukan
di luar batas dalam segala hal. Kalian tidak membicarakan perihal suku bunga atau
semacamnya, kan? Kalian sadar bahwa kalian melanggar hukum, kan?”

“Ha! Bagaimana aku bisa meminjamkan uang jika aku takut pada sesuatu seperti itu!
Terus apa, kau akan melakukan apa terhadap kami, nyonya pengacara? Atau, apa
kau akan memberitahu atasan di departemen kepolisian? Ayo? Apa yang kau akan
lakukan?”

Oh. Taka-san telah membuat keputusan terakhirnya. Meskipun aku yakin


jantungnya berdebar kencang, dan dia bermandikan keringat dingin, itu adalah
prestasi yang mengesankan baginya. Dalam hatiku, aku meneteskan air mata untuk
Taka-san dan bertepuk tangan untuknya.

Tapi bagi ibu Hitotsuba-san, Taka-san tidak lebih dari keroco di awal perang. Taka-
san seperti musuh tutorial yang dia tidak akan pernah kalah darinya.

“'Ayahku adalah pria yang paling keren di Jepang.’ Fufufu, dia benar-benar putri
yang imut, bukan?”

Bahkan tanpa ragu-ragu, dia langsung memberikan serangan mematikan ke


musuhnya!

Menyadari apa yang baru saja dia katakan, wajah Taka-san menunjukkan tanda-
tanda kaget. Aku mencoba yang terbaik untuk menahan tawaku.
“'Ayahku bekerja keras setiap hari untuk ibuku dan aku. Dia meninggalkan rumah
pagi-pagi sekali dan pulang larut malam. Tapi dia selalu memberi ciuman selamat
tinggal dan ciuman selamat malam di pipiku. Dan kalau dengan ibu, itu langsung
ciuman di bibir.' Ya ampun, bukankah itu terlalu banyak stimulasi untuk putrimu
yang masih kelas satu?”

“K-K-Kau…! Bagaimana bisa kau mengetahui itu…!”

“Jika aku melakukan ciuman panas di depan anakku…aku ingin tahu seperti masa
depannya nanti…”

Seolah-olah diluncurkan setelah serangan ibunya, Hitotsuba-san melepaskan


serangannya sendiri, Duo ibu dan anak ini memang menakutkan.

Taka-san menjauh dari mereka; mulutnya terbuka-tutup seperti ikan yang mencari-
cari oksigen.

Benar, Taka-san sangat menyayangi putrinya, Rika-chan. Ia juga sangat mencintai


istrinya. Nah, bagaimana aku bisa mengetahui ini? Itu karena aku sudah beberapa
kali ke rumah Taka-san. Rika-chan benar-benar imut, dia pasti akan populer di masa
depan, aku yakin itu.

“Tapi Omichi-san. Untuk istrimu, apalagi putrimu yang menyayangimu, kau hanya
mendeskripsikan pekerjaanmu sebagai pegawai kantoran biasa. Apa yang akan
terjadi jika mereka tahu yang sebenarnya?”

“Oh, itu...itu... tidak! Istri dan anakku tidak ada hubungannya dengan itu!”

“Ya, dan menurutku itu sama. Hutang yang ditinggalkan oleh orang tua Yoshizumi
Yuya harus dibayar oleh orang tuanya. Yoshizumi Yuya tidak bertanggung jawab
untuk itu.”

Aku tidak tahu banyak tentang hukum. Kupikir jika orang tuaku membuat masalah
bagi Taka-san dan yang lainnya, maka aku, yang merupakan anak merekalah yang
harus membersihkan kekacauan mereka. Selain itu, Taka-san telah sangat baik
padaku. Dia sudah seperti kakak bagiku.

“Tapi itu tidak akan meyakinkanmu atau atasanmu, jadi ayo buat kesepakatan.”

Dengan mengatakan itu, ibu Hitotsuba-san mengeluarkan secarik amplop dari tas
yang dia pegang. Taka-san menerimanya dan memeriksa isinya dengan tatapan
waspada. Setelah melihat sekilas, ekspresi terkejut bisa terlihat di wajahnya.
“Apa kau… gila? Maksudku, kau ini bukan sembarang pengacara, kan?”

“Tidak, aku benar-benar hanya seorang pengacara, tahu? Hanya saja suamiku sangat
kaya.”

Senyuman yang ditunjukkan ibu Hitotsuba-san sangat mempesona, namun


pancaran dan pesonanya terasa seperti bunga mawar yang berduri. Mawar seperti
itu bisa berakibat fatal bagi seseorang jika disentuh dengan sembarangan. Ini adalah
pertama kalinya aku melihat senyuman yang mempesona seperti itu, dan setelah
menggaruk kepalanya beberapa kali, Taka-san mengangkat tangannya untuk
menyerah.

“Baiklah. Jika kau tidak masalah dengan ini, maka kesepakatan ini disepakati. Aku
tidak akan pernah terlibat dengan Yuya lagi. Aku berjanji.”

Apa? Apa yang kau maksud dengan itu Taka-san? Seluruh hutang 3.607.977 yen itu,
akankah itu lunas begitu saja dengan isi amplop itu? Seriusan lunas begitu saja? Itu
membuatku takut.

Bab 4
Hutang lunas, tapi...

Hutang yang ditinggalkan oleh ayahku yang tidak berguna cukup besar. Jadi apa
yang ada di dalam amplop Hitotsuba Sakurako yang menghapus seluruh hutang itu?
Aku cukup penasaran, tapi Taka-san dengan cepat memasukkan amplop itu ke
dalam saku jasnya tanpa menunjukkannya. Mungkinkah itu? Seperti cek yang biasa
kau lihat di drama lama?

“Dengan ini, hutang yang dipinjam oleh bajingan Kotaro Yoshizume telah lunas,
kan?”

Bjir, dia baru saja menyebut ayahku bajingan di depanku. Memang sih dia adalah
bajingan yang tak terbantahkan, tapi ibu Hitotsuba-san sama sekali tidak ragu untuk
melontarkannya. Apa mungkin mereka ini saling mengenal?

“Ya. Dengan ini pinjaman si tolol itu benar-benar telah dikembalikan. Karena itulah,
aku sangat bahagia untukmu, Yuya. Kau bisa menjalani kehidupan yang baik mulai
sekarang. Jangan berakhir seperti itu bajingan ya, oke?”
“Tentu saja, aku tidak akan menjadi seperti ayahku. Tapi Taka-san, apa yang terjadi?
Aku bahkan tidak mengerti apa yang terjadi!”

Saat aku merasa gelisah, Hitotsuba-san dengan lembut meraih tanganku. Aku
terkejut dengan tindakannya yang begitu tiba-tiba, dan ketika aku melihat
wajahnya, aku melihatnya tersenyum lembut. Sementara senyuman itu membuatku
tenang, jantungku juga mulai berdebar kencang sebagai balasannya. Bagaimana
mungkin aku menjadi tidak gugup ketika seorang dewi yang kukagumi memegang
tanganku dan tersenyum padaku?

Tapi bukankah tangan Hitotsuba-san terasa lebih dingin daripada saat dia
menyentuh keningku sebelumnya? Terlebih lagi, apa itu hanya imajinasiku bahwa
dirinya gemetaran dan sedikit berkeringat?

“Yoshizumi-kun. Aku akan memberitahumu apa yang terjadi setelah kesepakatan


selesai, jadi jangan khawatir. Tidak apa-apa kok. Tidak ada satupun kerugian pun
untukmu.”

Jika kau berbicara tentang kerugian, maka setidaknya harus ada manfaatnya, kan?
Tapi manfaat dari kesepakatan ini hanya berdasarkan persepsi standar Hitotsuba-
san, dan itu bisa berubah menjadi buruk bagiku, kan? Dengan kata lain, tidak
mungkin aku tidak akan mencurigai pihak lain jika aku tiba-tiba diberi tahu bahwa
aku benar-benar memenangkan hadiah pertama lotere akhir tahun. Di tempat
pertama, aku bahkan tidak akan membeli lotere seperti itu.

“Fufu, mulai dari sini serahkan saja sisanya pada anak-anak. Itu benar, Omichi-san.
Jika kau tidak keberatan, apa kau mau minum teh? Apa kau juga ingin berbicara
dengan anggota lain dari Asosiasi Korban Yoshizumi Kotaro? Tentu saja,
bawahanmu yang menunggu di belakang akan dengan senang hati diterima untuk
bergabung dengan kita juga.”

“Aku menolak. Jelas jika aku terlibat dengan kalian lebih jauh, aku hanya akan
berakhir dalam masalah. Kita akan pulang. Hei, kalian! Kita akan pergi!”

Taka-san berteriak, memanggil semua orang yang sedang menunggu di ruang tamu.
Bahkan dengan kacamata hitam mereka, aku bisa merasakan kebingungan mereka,
tapi Taka-san tidak repot-repot menjelaskan apapun saat dia meninggalkan rumah
bersama mereka. Tepat sebelum dia pergi, dia memunggungiku dan berkata
kepadaku tanpa berbalik:

“Yuya... hubungan antara dirimu dan aku berakhir di sini. Aku tidak akan bertemu
denganmu lagi. Itulah mengapa aku mendoakan yang terbaik untuk masa depanmu.
Selamat tinggal!”
Dengan kata-kata ini, Taka-san menghilang ke kota remang-remang sambil
melambaikan tangannya. Dia berusaha terdengar keren, tapi aku sudah tahu di
mana dia tinggal. Malahan, istrinya bahkan telah memintaku untuk datang dan
memakan masakannya. Kami bisa bertemu kapan saja.

“Yah. Hanya itu dariku. Sisanya kuserahkan padamu, Kaede.”

“Ya. Terima kasih, Bu.”

“Santuy, tidak perlu berterima kasih. Lebih penting lagi, Yoshizumi Yuya. Maaf telah
membuatmu terkejut. Bajingan itu, tidak, ayahmu memintaku untuk melunasi
semua utangnya untukmu, jadi tolong jangan khawatir tentang masa depanmu. Ini
tidak akan sama seperti sebelumnya, tapi kau masih bisa menjalani kehidupan SMA
yang normal.”

Aku penasaran dengan kata-kata “itu tidak akan sama seperti sebelumnya”, tapi
sebelum aku bisa bertanya tentang itu, ibu Hitotsuba-san sudah meninggalkan
rumah. Dan juga, tanganku masih dalam genggaman Hitotsuba-san, tapi bukankah
tangannya gemetaran seperti orang gila? Kakinya juga gemetar seperti anak rusa
yang baru lahir!

“Ada apa, Hitotsuba-san? Kau gemetaran tahu! Sepertinya kau tidak baik-baik saja!”

“A-Apa yang kau bicarakan, Yoshizumi-kun? Aku tidak gemetaran...sama sekali


tidak. Itu tidak seperti aku tidak ingin kau melihatku yang hampir gemetaran ketika
berdiri di depan om-om menakutkan itu dan bukan karena aku membuatnya gelisah
lebih dari yang seharusnya. Jadi itu tidak seperti aku takut pada momen
menakutkan ketika aku hanya sendirian denganmu, dan aku sama sekali tidak
merasa seperti aku akan pingsan.”

Dia berbicara dengan cepat ditambah dengan ekspresi sombong, tapi matanya
melihat ke sekeliling, Tubuhnya gemetar seolah-olah dia sedang mengalami gempa
bumi.

Ya, jelas dia tidak baik-baik saja. Tetap saja, aku bisa memahami emosinya. Dulu,
aku juga takut pada Taka-san.

Aku menghela napas dan menggenggam tangannya.

“Hitotsuba-san. Aku akan menyeduhkanmu teh, jadi kenapa kau tidak pergi ke
ruang tamu dan istirahat sebentar? Kau akan menceritakan keseluruhan ceritanya,
kan?”
“Ya, ya...tentu saja. Aku akan menjelaskan semuanya kepadamu. Setelah
kesepakatan selesai, hutang yang ditinggalkan orang tuamu padamu telah dilunasi,
tapi itu dengan satu syarat.”

Apa itu, kedengarannya menakutkan?

“Syaratnya adalah…kau harus tinggal bersamaku.”

...Tunggu, apa? Tinggal bersama? Aku dengan Hitotsuba-san? Kau bercanda kan!?
Jika itu masalahnya, aku pasti akan dibunuh tidak hanya oleh semua anak laki-laki di
sekolah, tapi oleh penggemarnya dari seluruh negeri!!

“Fufu, jangan khawatir. Detailnya akan kujelaskan nanti. Jadi, ayo cepat ke ruang
tamu, Yuya-kun.”

Hitotsuba-san memanggil namaku dengan senyuman seperti dewi. Senyumannya


begitu indah sehingga aku tidak bisa menahan diri untuk tidak mengaguminya dan
akan menilai itu 99 dari 100. Sayangnya, kakinya yang masih gemetar ketakutan
Agak merusak pesonanya, yang jika tidak akan mendapat nilai penuh.

Bab 5
Keegoisan Hitotsuba-san

Aku mengambil tangan Hitotsuba-san yang gemetar dan mengundangnya ke ruang


tamu, lalu mempersilahkannya duduk di kursi. Setelah menerima teh dan istirahat,
dia akhirnya mendapatkan kembali ketenangannya, dan perlahan membuka
mulutnya.

“Sekarang, Yuya-kun. Biar kujelaskan situasimu saat ini. Sejujurnya, situasi ini hanya
bisa diringkas dalam beberapa kata: Yuya-kun, kau telah menjadi propertiku
sekarang. Itu saja.”

“Ya, aku mengerti. Kau tidak berniat menjelaskan, kan? Ya kan?”

“Kupikir mengoceh tidak ada gunanya, jadi aku membuatnya singkat dan sederhana.
Apa itu salah?”
“Tentu saja salah! Sejak kapan aku menjadi propertimu? Ini tidak seperti kau baru
saja membeli hewan peliharaan! Tolong jelaskan kepadaku dengan benar sehingga
aku bisa mengerti!”

“Hewan peliharaan. Itu benar, mulai hari ini Yuya-kun adalah hewan peliharaanku.
Ya, itu bagus. Itu kedengarannya bagus.”

Dia tidak mau menjelaskan situasinya dan tidak mau mendengarkan saya sama
sekali! Dengan tangan disilangkan dan pipinya yang memerah, dia tersesat dalam
imajinasinya sendiri. Terlepas dari sikapnya, merupakan kejahatan menjadi begitu
cantik sampai-sampai bahkan postur yang tidak bermartabat itu bisa diubah
menjadi lukisan.

Aku sengaja membuat suara untuk mendapatkan kembali perhatiannya saat aku
menyesap tehku.

“Jangan begitu, Pochi. Kau tidak boleh minum seperti itu... Maaf, Yuya-kun. Aku
terlalu banyak membayangkan sesuatu. Tadi pembicaraan kita sampai dimana ya?”

“...Kurasa kita sampai pada titik di mana aku menjadi 'properti Hitotsuba-san.'“

“Ah, benar. Aku baru saja akan membicarakan mengapa Yuya-kun menjadi
propertiku. Ini karena ayahmu menangis-nangis meminta tolong pada ibuku.”

Mengapa ayahku secara khusus meminta tolong pada ibu Hitotsuba-san? Hitotsuba-
san menjelaskannya kepadaku. Singkatnya, ayahku, bajingan dalam keluarga kami,
dan ibu Hitotsuba-san, si dewi perang, bersekolah di SD, SMP, dan SMA yang sama.
Dia pernah mendengar tentang kegagalan ayahku selama dia melakukan
pekerjaannya sebagai pengacara, dan sekitar sebulan yang lalu, dia tiba-tiba
dihubungi olehnya. Pesan yang bisa diistilahkan secara singkat: “Tolong bantu aku.”

“Awalnya, Ibuku berniat menolak. Dia mengatakan bahwa tidak peduli seberapa
busuk hubungan di antara mereka, tindakan tololnya itu tetap merupakan
kesalahannya sendiri dengan. Dia juga menambahkan bahwa ibu Yuya-kun sama
bersalahnya, karena beliau terus mendukungnya tanpa menghentikan kesalahannya
yang fatal.”

Ayahku yang brengsek itu benar-benar gila. Aku tidak percaya dia akan mengirim
SOS tiba-tiba ke teman masa kecilnya yang sekarang punya keluarga untuk diurus.
Saat dia kembali dari luar negeri, aku akan memukulnya sampai aku merasa puas.
“Namun, ayah Yuya menangis dan berkata, 'Tolong selamatkan anakku. Tidak ada
yang salah dengan Yuya, dan tidak sepertiku, dia memiliki potensi. Aku tidak ingin
menghancurkan masa depannya.'“

“...”

“Yah, meski begitu, ibuku tidak punya alasan untuk menganggukkan kepalanya.
Baginya, itu malah menambahkan minyak ke dalam api.”

...Kurasa itu benar. Dari sudut pandang ibu Hitotsuba-san, aku hanyalah orang asing.
Baginya, itu adalah alasan berpandangan sempit untuk menggunakan putranya
sendiri sebagai alasan untuk meminta bantuan. Alasan seperti itu sama dangkalnya
dengan genangan air kecil. Ayah tolol itu, kau kan bisa menggunakan kepalamu
sedikit lagi.

“Jadi, aku yakin Yuya-kun yang cerdas bertanya-tanya mengapa ibuku masih
memutuskan untuk menolongnya. Tentu saja, alasannya adalah karena
keegoisanku!”

Hitotsuba-san membusungkan dadanya dan membuat wajah bangga. Meskipun itu


tersembunyi di balik sweter rajutnya, kau bisa melihat gundukan kembarnya
bergoyang dengan momentum belaka. Dan cara dia membungkuk membuatnya jadi
lebih jelas, sehingga jadi sulit untuk tidak melihat gundukan kembar itu. Aku
memalingkan pandanganku dan berkata.

“Errr, apa yang kau maksud dengan keegoisanmu, Hitotsuba-san? Bagaimana hal itu
jadi bisa menolong ayahku? Ibumu tidak akan mengambil hutang orang lain hanya
karena dirimu egois, kan?”

“Aku tidak pernah egois dalam hidupku, dan aku selalu menjadi anak yang baik dan
patuh. Orang tua dan kakek-nenekku sangat gembira mendengar bahwa putri
tunggal mereka begitu egois untuk pertama kalinya dalam hidupnya. Membuat
mereka memasak nasi merah untuk acara ini.” [Catatan Penerjemah: Nasi merah
secara tradisional dimasak untuk acara-acara bahagia.]

Apa dia hanya memuji dirinya sendiri sebagai gadis yang baik dan tidak
mementingkan diri sendiri? Tapi bahkan itu bukanlah poin terbesar yang
menggangguku. Apa dia baru saja mengatakan ibunya sangat gembira karena
keegoisannya? Aku tidak bisa membayangkan orang yang bermartabat seperti dewi
perang itu menangis kegirangan.

“Ada dua hal yang membuatku egois. Yang pertama adalah aku ingin ibuku
membantumu, Yuya-kun. Itu wajar saja karena kau tidak melakukan kesalahan apa
pun. Aku tidak terlalu peduli dengan apa yang terjadi pada orang tuamu, tapi aku
tidak dapat mengabaikan fakta bahwa dirimu akan menderita karenanya.”

Aku tidak yakin mengapa Hitotsuba-san mempedulikanku, tapi meskipun aku tidak
tahu alasannya, selalu menyenangkan mengetahui bahwa seseorang
mempedulikanmu.

“Dan alasan kedua berasal dari keegoisanku. Di hidupku, aku tidak pernah membuat
keputusan hanya berdasarkan keegoisanku kecuali untuk yang ini, yang dimana aku
ingin kau menjadi propertiku. Lagian, aku bilang kalau aku ingin tinggal
bersamamu.”

“Oke, bagian ini tidak mungkin untuk dipahami! Itu bahkan bukan keegoisan lagi!
Kau baru saja melewatkan bagian pengakuan cinta, bagian lamaran, dan semua
bagian lainnya dan hanya mengatakan kepada orang tuamu bahwa dirimu ingin
tinggal bersamaku! Kenapa kau melakukan itu!?”

“Karena… aku ingin bersamamu, Yuya-kun…”

Duh, itu licik! Jika Hitotsuba Kaede yang bermartabat, yang perwujudannya seperti
seorang dewi, sedang gelisah dengan jari-jarinya dan mengatupkan mulutnya
dengan sikap malu-malu, siapa pun akan langsung jatuh cinta padanya! Keimutan ini
bahkan bisa mengakhiri perang!

“Setelah itu...semua orang bersemangat dengan diriku yang akhirnya mendapati


cinta pertamaku dan keputusanku yang egois. Ayahku menyiapkan cek, ibuku
menghubungi ayah Yuya-kun, dan...semuanya diputuskan seperti itu.”

Sambil bertanya-tanya apakah aku harus menyebutkan kata-katanya yang


mengatakan “cinta pertamaku”, Hitotsuba-san memberikanku selembar kertas. Itu
semacam perjanjian, dengan nama dan cap ayahku ditandatangani di bagian bawah.
Isinya adalah…

“... ‘Pertama. Aku memberi Hitotsuba Kaede izin untuk tinggal bersama Yoshizumi
Yuya. Ketua, ketika Yuya berusia delapan belas tahun, dia setuju untuk
mendaftarkan namanya dan menjadi menantu keluarga Hitotsuba. Dengan itu,
setelah mulai tinggal bersama, setiap kontak dari orang tua Yoshizumi Yuya
terhadap Yuya akan dilarang selamanya.' Apa… APA-APAN INI!!??”

Tentu saja aku akan berteriak setelah membaca perjanjian seperti itu!
Bab 6
Keluarga Tolol

Aku, tidak hanya aku akan tinggal bersama Hitotsuba-san, tapi tahun depan juga
akan menikah! Menjadi menantu keluarganya! Apa orang tuaku menyetujui itu!? Oh
benar, mereka sudah menyetujuinya dengan janji yang ditandatangani oleh mereka!

…Aku bisa membayangkan ayah brengsekku itu menandatanganinya dengan


senyuman di wajahnya, dan ibuku tersenyum riang serta mengatakan hal-hal tanpa
beban seperti: “Sekarang Yu-kun akan bahagia.”

“Jangan khawatir. Aku sendiri, tentu saja aku akan mendukung Yuya-kun, tapi aku
yakin kau sudah memiliki keinginan besar yang tidak akan mengecewakanku.
Setelah kau menjadi suamiku, kau akan bekerja bersama ayahku dan akhirnya
menjadi pemimpin Kelompok Hitotsuba. Ini telah diputuskan.”

Ada apa dengan ayah dan anak perempuan ini? Keluargaku sih tidak penting, tapi
keluarga Hitotsuba-san adalah Kelompok Hitotsuba! Mereka mengizinkanku,
seorang siswa SMA yang belum pernah mereka temui, untuk menikahi satu-satunya
putri mereka yang berharga, dan sekarang mereka telah memutuskan untuk
menjadikanku pemimpin berikutnya!

“Orang tuamu dan orang tuaku, mereka berdua memberkati kita dengan izin
mereka. Dan sayangnya, bagi Yuya-kun, kau tidak memiliki hak untuk menolak. Jika
kau menolak…kau tahu apa yang akan terjadi, kan?”

Yaa. Aku mengerti apa yang kau maksud. Aku yakin aku akan dipaksa bekerja
seperti budak di Kelompok Hitotsuba. Atau mungkin aku akan dipaksa bekerja di
bawah tanah seperti di dunia-dunia manga. Hanya neraka yang akan menungguku,
di mana aku tidak bisa melihat matahari sampai aku mati.

“Fufufu… Seperti yang diharapkan dari Yuya-kun, kau sangat perspektif. Jika kau
menolak, aku membuatmu tetap di sisiku selama sisa hidupmu sebagai pelayan
pribadiku. Hanya pelayan, jadi kau tidak akan bisa menciumku, apalagi melakukan
hal-hal yang nakal. Kau akan mengalami neraka di mana kau tidak akan dapat
menyentuhku meski aku mengekspos tubuhku yang tidak berdaya.”

Itu juga terdengar seperti neraka, tapi jelas itu jenis neraka yang berbeda. Aku tidak
menyangka kalau aku akan menemui hari ketika aku mendengar Hitotsuba-san
berbicara tentang ciuman dan tindakan yang tidak senonoh, tapi fakta bahwa
wajahnya merah padam menunjukkan bahwa dia terlalu memaksakan dirinya. Tapi,
cinta terlarang saat melayani wanita itu sebagai pelayan pribadinya, ya? Itu
terdengar tidak buruk.

Tapi saat aku memikirkan itu, Hitotsuba-san segera menarik kembali kata-katanya.

“Oh, tidak, tidak! Aku tidak mau jatuh kedalam cinta yang terlarang! Itu memang
bukan hal yang buruk, tapi… toh aku masih lebih suka cinta yang murni…… Aku
maunya cinta yang bisa membuatku bersamamu di depan umum…”

Apa-apaan dengan gadis ini, dia imut banget. Padahal pas di sekolah, Hitotsuba-san
selalu terlihat bermartabat, berbudi luhur dan keren, tapi sekarang, dia terlihat
begitu imut dan polos. Dia tampak seperti seorang gadis yang akan menyukai shoujo
manga yang ditujukan untuk gadis-gadis remaja. Penampilan dan perilakunya
kontras, yang menciptakan celah moe yang besar. Dan laki-laki adalah makhluk
sederhana yang rentan terhadap itu.

“B-Baiklah. Aku akan menerima tawaran itu. Itu bukan sesuatu yang sejak awal bisa
kutolak, dan itu malah merupakan tawaran yang ajaib bagiku. Ini akan menjadi
keajaiban bagiku untuk tinggal dengan seseorang seperti Hitotsuba-san dan
menikahinya. Bukankah itu namanya mimpi yang menjadi kenyataan? Bukankah itu
yang terbaik?”

Aku mencoba yang terbaik untuk bersikap ceria. Aku dengan cepat meneguk
seluruh teh dari cangkir tehku untuk melembabkan tenggorokanku yang kering. Itu
membawa perasaan tenang ke jantungku yang berdetak begitu cepat.

Oh tidak, apa yang baru saja kukatakan? Aku membiarkan momentumku


menguasaiku begitu saja, dan tanpa berpikir langsung setuju untuk menjadi
suaminya setelah tinggal bersamanya.

Tapi… ini bagus. Aku bisa hidup bersama dengan wanita yang sangat cantik seperti
Hitotsuba-san, menikahinya, dan akhirnya menjadi pemimpin. Jadi ya, ini bagus. Aku
sama sekali tidak akan kesepian.

“Yuya-kun! Kau kenapa? Apa kau sakit atau semacamnya?”

“…… Eh? Ada apa, Hitotsuba-san? Aku tidak merasakan sakit di mana pun…”

“Lalu Yuya-kun, kenapa kau menangis…?”

Aku menyentuh pipiku. Jari-jariku terasa basah dan dingin. Aneh, kenapa aku
menangis? Padahal kan aku dibebaskan dari orang tuaku yang tolol itu, tapi
mengapa rasanya sangat menyakitkan sampai dadaku terasa seperti akan terkoyak?
Mengapa…

“Tidak apa-apa, jangan khawatir Yuya-kun. Aku akan berada di sisimu. Aku akan
selalu berada di sisimu.”

Sebelum aku menyadarinya, aku mendapati diriku dipeluk oleh Hitotsuba-san. Dia
dengan lembut mengusap punggungku seolah-olah dia sedang merawat anak kecil
dan memanggilku. Suaranya penuh belas kasih. Mau tak mau aku merangkul
pinggangnya dan memeluk punggungnya.

“Pasti segalanya sulit bagimu. Jadi mulai sekarang, ayo berbahagia bersama, Yuya-
kun.”

Pelukan sang dewi terasa begitu nyaman. Aku ingin tetap seperti ini selamanya.

“Kalau kau sudah tenang, tolong kemasi barang-barangmu. Kita akan merobohkan
rumah ini.”

Aku dalam suasana hati yang yang bahagia sampai kata-katanya membawaku
kembali ke kenyataan. Tunggu, rumah ini akan dirobohkan? Seriusan?

“Kita akan membersihkan tanah dan membangun kembali rumah untuk disewakan.
Pendapatan sewa juga akan masuk ke kantong kita. Oh, tapi sarang cinta kita akan
baik-baik saja. Aku sudah menyiapkannya kok. Untungnya, besok adalah hari Sabtu
dan sekolah kita libur, jadi ayo berbelanja!”

Aku terisak dan mengangguk. Hitotsuba-san tersenyum dan menepuk-nepuk


kepalaku. Aku tidak mengerti lagi apa yang sedang terjadi.

Tampaknya darah ayahku benar-benar mengalir ke seluruh tubuhku, dan aku


mungkin telah membuat keputusan penting yang sangat penting yang akan
memengaruhi hidupku.

Bab 7
Kau Tidak Akan Pernah Tahu Apa Yang Akan Terjadi Dalam Hidup
Hitotsuba Elektronik. Perusahaan manufaktur elektronik global Jepang yang
merayakan hari jadinya yang ke-100 tahun ini. Bisnis perusahaan tersebut tidak
terbatas pada peralatan rumah tangga saja, tapi juga meliputi renovasi, kendaraan
listrik, dan pembangunan infrastruktur.

“Ayahku, Kazuhiro Hitotsuba, saat ini adalah presiden generasi keempat. De era saat
ini sistem warisan keluarga mungkin agak kuno, karena itulah ayah berencana
untuk tidak mengikuti tradisi seperti itu lagi. Ini artinya kau harus sangat siap jika
ingin mengikuti jejak ayahku, oke?”

Hukuman mati. Ini adalah hukuman mati yang jelas untukku. Aku dapat memahami
bahwa begitu dirimu memasuki dunia kerja, kau harus mengabdikan diri untuk
pekerjaanmu. Namun, aku tidak pernah menyangka bahwa sebagai siswa tahun
pertama SMA, aku akan diberitahu bahwa aku harus bekerja keras untuk menjadi
presiden perusahaan dengan puluhan ribu karyawan.

“Kau kau akan kuliah. Ya, paling tidak harus universitas nasional atau negeri. Tapi
tidak masalah jika itu pilihan pribadimu selama kau tidak pergi ke tempat asing.”

“Tapi jika aku kuliah, aku tidak akan bisa bekerja untuk ayahmu, kan?”

“Kau ingin bekerja? Apa kau bermaksud membuang-buang waktu dengan pekerjaan
paruh waktu dan kegiatan klub? Atau apa kau ingin bergabung dengan klub minum
atau klub kencan untuk bersenang-senang? Tidak, mungkinkah kau ingin dirawat
dan diasuh oleh para senpai yang baik hati di pekerjaan paruh waktumu meskipun
memiliki aku dalam hidupmu?”

Kupikir kau akan tahu tanpa aku harus mengatakannya, tapi aku tidak mengatakan
apa-apa. Aku hanya bertanya apakah aku bisa bekerja di tempat ayah mertuaku
sementara aku akan disibukkan oleh masalah kuliah, karena kupikir aku akan
berada di sisi si presiden begitu aku lulus SMA. Bagaimanapun juga, dia bilang
bahwa aku akan bekerja untuknya setelah aku menjadi menantunya.

“Yuya-kun, yang harus kau lakukan hanyalah menggodaku. Terlepas dari


penampilanku, aku adalah orang yang pekerja keras. Aku yakin aku dapat
memenuhi harapan dan keinginanmu, tidak peduli betapa uniknya fetish Yuya-kun.
Jadi jangan lakukan itu dengan gadis lain, oke?”

“Uh, yah. Tentu saja.”

Jika seseorang seimut dia mendongak dan mengedipkan mata padamu, kau tidak
akan punya pilihan selain setuju! Memangnya bagaimana lagi aku bisa menjawab?
Tetap saja, masih ada pertanyaan yang belum terjawab. Aku tidak yakin apakah itu
ide yang baik untuk menanyakan hal ini setelah memeluknya dan menangis, tapi
ada sesuatu yang harus kuketahui.

“Hei, Hitotsuba-san. Mengapa kau mencoba membantuku? Aku tidak berpikir kita
memiliki banyak interaksi, bukankah begitu?”

“Yah, memang benar bahwa Yuya-kun dan aku tidak banyak bicara di sekolah, tapi
aku terus memperhatikanmu tahu. Khususnya, di latihan tim sepak bola sepulang
sekolah.”

Ada beberapa hal yang terus kulakukan sejak aku masih kecil. Salah satunya adalah
sepak bola. Namun, tim sepak bola SMA Meiwadai tidak sekuat itu. Posisiku striker,
tapi aku sepertinya tidak pernah menerima bola. Alasannya adalah tim sepak bola
kami sangat lemah di lini tengah.

“Setiap kali matahari terbenam dan semua orang sudah pulang, hanya ada satu
pemain yang terus menendang bola sendirian. Setiap hari, dari hari ke hari. Dia
tidak pernah bosan. Dia selalu menendang bola ke arah gawang, dan dia memiliki
sikap yang biasanya tidak kulihat pada orang lain.”

“…”

“Orang ini tidak sepertiku. Kupikir dia mampu bekerja keras dengan semua
usahanya. Aku sih tidak bisa melakukan hal seperti itu. Dan kemudian, anehnya,
sebelum aku menyadarinya, aku telah terus memperhatikan anak laki-laki itu. Aku
mendukung dirinya. Aku berharap bahwa usahanya akan membuahkan hasil suatu
hari nanti.”

Namun usaha tersebut tidak pernah membuahkan hasil. Tadinya aku bermimpi bisa
ikut turnamen nasional, tapi hasilnya tim kami kalah di putaran ketiga turnamen
regional. Semua latihan harianku tidak pernah membuahkan hasil.

“Tapi anak laki-laki itu tidak putus asa atas kekalahannya. Keesokan harinya dia
kembali menendang bola sendirian, seperti biasa. Padahal aku berpikir kalau anak
laki-laki itu akan istirahat sebentar atau berhenti berlatih sendiri lagi. Ya, kau adalah
orang yang luar biasa dengan hati yang kuat yang tidak pernah menyerah pada
keputusasaan. Hatiku terpaku pada pesonamu.”

“Aku bukan… orang yang luar biasa, tahu?”


“Tidak peduli apa yang kau katakan. Aku telah jatuh cinta dengan kesungguhanmu!
Sebelum orang lain melihat pesonamu, aku ingin memastikan bahwa kau hanya
akan melihatku!”

Aku sangat senang karena Hitotsuba-san, yang terpilih sebagai gadis SMA terimut di
Jepang, sangat menghargaiku. Aku tidak pernah berpikir bahwa dia akan jatuh cinta
padaku karena selalu menendang bola seperti orang tolol setiap hari. Tapi karena
dia menyukaiku dari kejauhan, itu berarti aku tidak tahu apa-apa tentang dirinya.
Jadi jika kau bertanya padaku apakah aku menyukainya, jawabanku adalah: 'Aku
tidak begitu tahu'.

“Terima kasih telah memberitahuku perasaanmu. Sungguh menyenangkan disukai


oleh gadis cantik sepertimu, Hitotsuba-san. Tapi aku masih belum mengenalmu
dengan baik. Jadi, aku tidak bisa memberikan jawaban atas perasaanmu saat ini. “

“Tidak apa-apa. Faktanya, itulah mengapa kau adalah cinta pertamaku. Kau tidak
bisa menjawab karena kau tidak tahu Hitotsuba Kaede; kau tidak menerimaku
hanya karena penampilanku. Dan dengan jawaban seperti itu, rasa cintaku pada
Yuya-kun semakin meroket!”

Aku ingin tahu apakah memang itu masalahnya. Hanya saja aku berpikir kalau
penting untuk mengetahui siapa orang itu sebelum kau jatuh cinta padanya.
Setidaknya dalam benakku, kriteriaku untuk jatuh cinta dengan seorang gadis
adalah apakah menyenangkan bersamanya dan apakah dia ingin menunjukkan
dirinya yang sebenarnya padaku. Ada juga pertanyaan apakah pihak mampu
melihat dan memahami cara kerja batinku, Yoshizumi Yuya, dengan benar. Jika
tidak, hubungan akan cepat berantakan ketika orang mulai berkencan hanya
berdasarkan penampilan. Nah, dalam kasusku, aku tidak bisa membiarkan itu
terjadi.

“Fufufu, meski aku agak terlalu memaksa, strategi menghancurkan pertahananmu


berhasil. Aku belum tahu bagaimana caranya, tapi suatu hari aku yakin aku akan
membuat Yuya-kun berkata, 'Aku menyukaimu', dan menciumku. Lalu aku akan
mendorong Yuya-kun ke bawah dan… guhehe…”

Jadi dalam khayalannya, bukan aku yang mendorongnya; tapi Hitotsuba-san yang
mendorongku ke bawah ya. Dan juga, seorang gadis seusiamu seharusnya tidak
mengucurkan air sembarangan sembari mengatakan “Guhehe”! Itu membuang-
buang kecantikanmu! Ini akan menghancurkan persepsi publik tentang Hitotsuba
Kaede yang bermartabat.
“Yah… Aku tidak yakin harus berkata apa, tapi kupikir aku telah belajar sesuatu
yang baru tentang dirimu. Ada kesenjangan besar antara dirimu di sekolah dan di
rumah.”

“Setiap manusia memakai topeng,. Itu juga sama untukmu, Yuya-kun. Meskipun aku
tidak yakin apakah itu kau menyadarinya atau tidak, tapi dirimu yang sekarang dan
dirimu saat bermain sepak bola adalah dua orang yang berbeda. Tentu saja, yang
kumaksud adalah sesuatu yang positif.”

Aku sendiri tidak terlalu tahu, tapi teman-temanku sering mengatakan kepadaku
bahwa aku tampak seperti orang yang berbeda di lapangan sepak bola daripada
diriku yang biasanya. Aku dibuat sadar bahwa aku bisa menjadi sedikit agresif dan
egois, tapi aku tidak yakin apakah itu istilah yang tepat untuk menggambarkanku.

“Jika itu dilakukan tanpa disadari, maka tentu kau tidak akan menyadarinya.
Ngomong-ngomong, kepribadianku yang mana menurutmu yang merupakan topeng
dan mana yang akan menjadi diriku yang sebenarnya?”

“Aku belum tahu. Kau bisa menjadi imut seperti dirimu yang sekarang, atau kau bisa
menjadi keren seperti dirimu saat di sekolah. Yah, aku tidak punya cara untuk
menilai mana yang merupakan sifat aslimu, jadi untuk meminjam kata-katamu,
kurasa kita akan tahu itu nanti.”

Aku mengagumi Hitotsuba-san karena dia bermartabat, keren, dan dapat


diandalkan meskipun dia seorang gadis. Dan juga, aku merasa lucu saat dia
membuat wajah konyol ketika dia tenggelam dalam fantasinya atau saat dia tersipu
malu.

“Ya kau benar. Aku juga ingin mengetahui lebih lanjut tentang makanan favorit
Yuya-kun, tipe wanita favorit, kebiasaan seksual, pose favorit, dan banyak lagi. Jadi,
ayo lakukan yang terbaik bersama, oke? Ngomong-ngomong, pose favoritku
adalah...”

“Hentikan! Mari kita bicarakan itu di lain waktu. Ayo mengenal satu sama lain
secara lebih normal dulu, oke?”

Setiap kali ada kesempatan, dia hanya akan melemparkan bom ke arahku dengan
wajah lurus, dan aku tidak akan pernah bisa memprosesnya dengan benar! Selain
itu, jika hanya itu saja, maka aku tidak akan terlalu bingung, tapi jika kau
mengatakannya dengan ekspresi malu sambil sedikit mengalihkan pandanganmu,
jantungku akan meledak! Aku bahkan ingin menduga bahwa ini semua adalah
bagian dari rencanamu yang telah dikalkulasikan!
“Baik. Aku hanya bercanda. Yuya-kun, saatnya mulai berkemas. Kita akan pindah
setelah mengemasi semua barang yang diperlukan.”

“Pindah? Pindah kemana?”

“Bukankah sudah jelas? Ke sarang cinta kita. “

Apa? Apa tinggal bersama ini sudah dimulai hari ini?

Bab 8
Sarang Cinta

Sekarang pukul 21:00. Aku berada di dalam mobil mewah yang jarang kulihat
melintas di jalanan kota. Tentu saja, di sebelahku adalah pemilik mobil, atau lebih
tepatnya pelaku yang memanggil mobil dan supirnya, Hitotsuba-san. Wajahnya
berbeda dari yang sebelumnya dan itu bermartabat sehingga mengingatkan pada
patung yang terbuat dari es, tapi meski aku malu untuk mengatakannya, itu juga
cantik dan mempesona.

“Hei, Hitotsuba-san. Aku ingin tahu kemana tujuan mobil ini, atau lebih tepatnya kau
mau membawaku kemana?”

“Tadi aku sudah bilang, kan? Kita akan pergi ke sarang cinta kita. Jangan khawatir,
Ayahku begitu senang sehingga dia membelikan kamar terbaik.”

Apa kamar seperti itu akan baik-baik saja. Kumohon berikan aku kamar yang terbaik.
Kuharap kau tidak melakukan permintaan seperti itu, yang dimana bisa membuat
dunia terpesona. Tapi tetap saja, aku bisa membayangkan kalau ayahnya akan
mengatakan ‘Oke sip, tidak akan ada masalah dengan itu’ dan kemudian
membelikan kamar.

Pemandangan yang terlihat dari jendela mobil semakin mendekati spot nomor satu
yang ingin kau kunjungi saat berkencan dengan pacar.

“H-hei... Aku tidak meragukanmu, tapi... ini semua tidak bohong, kan?”

“......?”
Jangan miringkan kepalamu dan terlihat seperti itu. Perbedaan antara sikap
bermartabat dan gerakan imutmu itu membuat detak jantungku meningkat
pesat. Aku menarik nafas dalam-dalam dan mencoba untuk tidak membiarkan
suaraku bergetar saat berusaha untuk tetap tenang.

“Maksudku, karena bagaimanapun kau melihatnya, area ini adalah daerah pesisir
yang sekarang lagi populer, kan? Selain itu, ada apartemen mewah dan nyaman
yang baru-baru ini di bangun di area ini. Bukankah itu sangat aneh bagi murid SMA
seperti kita untuk tinggal di sini?”

“Oh, sepertinya kau mengetahuinya dengan baik. Penting bagi orang-orang yang
bekerja untuk memiliki antena informasi yang tinggi. Terlebih lagi jika kau ingin
menjadi pemimpin perusahaan. Seperti yang diharapkan dari Yuya-kun-ku.”

Bagaimanapun juga, ayahku yang brengsek itu tidak terlalu peka terhadap
informasi. Dia tidak cukup mendapat informasi untuk bergerak sampai mendengar
orang-orang menyebut ‘itu lagi tren!’.

Bagaimana kita bisa melihat ke depannya dan mengikuti gelombang tren atau
menjadi orang yang membuat tren. Untuk melakukan hal-hal tersebut, kebutuhan
untuk mengumpulkan informasi semakin terfokus. Meskipun demikian, aku hanya
bisa melakukan ini di sela-sela latihan sepak bola, jadi aku tidak bisa berbuat
banyak.

“Kurasa itu cukup jika kau bisa memiliki gagasan itu untuk saat ini. Mulai sekarang,
kupikir kau harus belajar meneliti informasi yang kau kumpulkan di bawah
bimbingan ayahku dan belajar bagaimana memanfaatkan informasi itu. Yah, jika itu
Yuya-kun, aku yakin kau bisa melakukannya.”

Sang dewi memujiku, mengharapkanku, dan tersenyum padaku. Senyum itu sangat
indah saat diterangi oleh pemandangan malam yang masuk melalui jendela,
membuatku sontak memalingkan pandanganku. Pipiku terasa panas. Inilah
sebabnya aku tidak tahan dengan senyum wanita super cantik.

“Fufufu. Yuya-kun yang malu-malu juga imut. Oh, kita sudah sampai. Inilah rumah
baru akan yang kita tinggali mulai sekarang.”

Itu adalah apartemen baru yang super mewah, puncak kemewahan yang
kusebutkan belum lama ini. Seriusan nih? Aku akan tinggal bersama Hitotsuba-san
di tempat seperti ini?

“Kamar kita ada di lantai atas apartemen ini. Ayo pergi!”


Setelah mengatakan itu, dia menyilangkan lengannya di lenganku dan menarikku.
Perasaan ini membuat kesadaranku tenggelam dan hampir membuatku pingsan.
Kami pun memasuki lift.

Oh ya, koper dan pakaian ganti minimal akan dibawakan oleh supir nanti. Aku
mengatakan kepadanya kalau aku bisa membawanya sendiri, tapi dia berkata
dengan senyum pahit bahwa aku tidak boleh mengambil pekerjaannya.

Lift naik dengan kecepatan luar biasa. Angka-angka berubah dengan kecepatan yang
memusingkan, tapi ekspresi Hitotsuba-san yang berdiri di sampingku sama seperti
saat dia di dalam mobil. Tidak, jika dilihat lebih dekat, pipinya terlihat merah.

Setelah beberapa menit. Ketika aku akhirnya turun dari lift, ada sebuah pintu di
depanku. Saat aku masih bertanya-tanya apakah hanya ada satu kamar di lantai atas
ini, lengan yang disilangkan oleh Hitotsuba-san menarikku dan membawaku ke
kamar. Saat aku melewati pintu masuk dan menuju ruang tamu, aku disambut
dengan pemandangan yang spektakuler

“Fufu. Bagaimana? Apakah kau menyukainya?”

“Ini bukan masalah suka atau tidak...apa kita benar-benar akan tinggal di sini? Kau
bercanda, kan?”

“Sayangnya ini kenyataan. Mulai sekarang, Yuya-kun akan tinggal di rumah ini
bersamaku, hanya kita berdua. Jangan khawatir, aku pandai memasak. Aku akan
membuat apapun yang kau ingin makan.”

Tidak, kalau masak sih aku juga bisa, jadi ayo kita bergiliran. Memberikan semua
tugas untuk seseorang bukanlah hal yang baik. Tidak, bukan itu yang seharusnya
dibicarakan!

Bagaimanapun juga, ruangan ini sangat besar. Ruang tamu dan ruang makan hampir
berukuran 30 tikar tatami. Meja makan dan kursinya berdesain menenangkan. Ada
sofa yang terlalu besar untuk dua orang mendudukinya dan TV yang besar untuk
ditonton saat bersantai setelah makan. Apa ini TV Polytron yang memiliki kualitas
gambar lebih tinggi daripada 4K itu? Berapa inci ukurannya?

Terlebih lagi. Apa yang membuat malam terasa lebih elegan adalah pemandangan
malam yang indah dari teluk yang terbentang di luar jendela besar. Dengan
pemandangan ini sebagai saksi, kami akan berpelukan dan dan dengan penuh
gairah berciuman satu sama lain, dan setelah itu... hah, apa yang baru saja
kupikirkan!?
“Yuya-kun, apa kau baik-baik saja? Wajahmu tampak merah, tahu...?”

“Tidak apa-apa! Aku baik-baik saja! Bukannya aku sedang memikirkan sesuatu yang
aneh atau semacamnya! Hal-hal seperti itu harus menunggu sampai kita mengenal
satu sama lain dengan lebih baik dulu! Interaksi seksual yang tidak murni sama
sekali tidak ada gunannya!”

“Fufufu. Pria yang lucu. Tapi aku juga suka fakta bahwa kau berusaha menjadi pria
yang gentle. Seperti yang diharapkan Yuya-kun.”

Berhenti! Jangan membuat evaluasiku lebih meningkat lagi pada Hitotsuba-san!


Harapannya yang berlebihan hanya akan menghancurkanku! Aku takut aku jadi
tidak bisa tidur ketika tidak bisa memenuhi harapannya! Dan jangan terus-terusan
mengatakan ‘Seperti yang diharapkan dari Yuya-kun’ di setiap kesempatan!

“Yah, ini memang agak terlambat, tapi ayo makan malam.”

Bel berbunyi bersamaan saat Hitotsuba-san mengatakan itu. Tentu saja, ketika aku
memeriksanya dengan interkom, pengunjung adalah supir yang tadi. Hitotsuba-san
mengucapkan beberapa terima kasih padanya, lalu meninggalkanku dan menuju ke
pintu depan sendirian.

“Maaf membuatmu menunggu, Yoshizumi-sam. Koper yang tadi anda—”

“Ta-da! Makan malam hari ini telah tiba! Sekarang, ayo makan sebelum dingin!”

Apa yang Hitotsuba-san taruh di atas meja dengan wajah tersenyum cerah adalah
dua kotak pizza yang bisa di antarkan kerumah bersama satu kotak tambahan. Eh,
apa mungkin sopir yang membawanya ke sini tadi sebelum ke sini lagi?

“Terima kasih, Miyamoto-san. Apa kau mau makan dengan kami? Kau juga belum
makan malam, kan?”

“Tidak usah, keperluanku di sini sudah selesai. Selain itu, aku juga tidak tega
mengganggu kalian berdua. Orang tua ini akan pergi dulu.”

Setelah mengatakan itu, Miyamoto-san, si sopir, membungkuk dan pergi. Meskipun


dia menyebut dirinya seorang yang tua, dan memang dia memiliki rambut yang
hampir berubah, tapi tulang punggungnya lurus dan suaranya penuh energi, jadi dia
sama sekali tidak terasa seperti orang yang sudah tua. Malahan, aku merasakan
keanggunan dari dirinya.
“Miyamoto-san adalah seorang berpengalaman yang telah menjadi sopir sejak era
kakekku. Tidak berlebihan untuk mengatakan bahwa dia seperti anggota keluarga
bagiku. Yah, meski begitu orangnya sendiri menarik batasan tentang itu. Tapi
daripada membicarakan itu, ayo makan sebelum ini jadi dingin.”

Untuk saat ini, aku tidak ingin bertanya kapan dia memesan pizza. Aku yakin dia
memesan itu bersama dengan beberapa cola saat aku sedang berkemas. Meski
begitu, sungguh mengejutkan bahwa wanita cantik seperti Hitotsuba-san akan
senang makan junk food.

“Fufufu. Apa kau jadi lebih mengenalku lagi?”

Ahh. Aku mengerti sekarang. Orang memang tidak terlihat seperti kelihatannya.
Citra yang dimiliki orang-orang tentang Hitotsuba Kaede hanyalah sebuah citra.
Pada dasarnya, dirinya tidak berbeda dengan gadis SMA lainnya.

“Sekali lagi, mulai sekarang mohon bantuannya ya, Yuya-kun.”

Menerima kaleng cola darinya, aku membuka tutupnya untuk menghilangkan rasa
lelah akibat hari yang penuh gejolak ini. Saat itu terbuka, isinya menyembur keluar
dan menjadi semprotan yang membasahi wajahku. Pelaku yang menyebabkan itu
menundukan kepalanya saat dia berusaha untuk tidak tertawa.

Hal lain yang kuketahui tentang dirinya; terlepas dari penampinnya, Hitotsuba
Kaede adalah gadis yang cukup nakal.

Bab 9
Aku Mau Mandi Sendiri

Wajah dan pakaianku menjadi basah karena kejahilan mengocok cola sebelum
membuka dan kemudian menyerahkannya. Aku ingin mengeluh tentang betapa
geramnya diriku, tapi aku tidak bisa mengatakan apa-apa saat melihat Hitotsuba-
san tersenyum cekikikan.

Untuk saat ini, kami makan pizza selagi hangat. Ada dua pizza, satu yang berbahan
dasar daging dan satu berbahan seafood, tapi karena kami sudah lapar, dan karena
yang makan ada dua orang, kami memakan semuanya dalam waktu singkat.
“Yah, perutku sudah kenyang, jadi mungkin aku akan mandi. Gak papa, kan?”

“Tentu. Gas, listrik, dan air semuanya siap digunakan, jadi silahkan.”

Sipp, kalau begitu melegakan. Aku menuju ke kamar mandi sambil menjelajahi
rumah ini. Aku membuka pintu satu per satu, tapi hal yang paling menarik
perhatianku adalah kamar tidur. Ada tempat tidur berukuran besar, dua bantal, dan
satu selimut. Ini seperti kamar tidur pasangan yang serasi. Apa aku akan tidur di sini
dengan Hitotsuba-san?

Masih ada beberapa waktu sebelum waktunya tidur, jadi aku mengesampingkan itu
sebentar dan pergi ke kamar mandi. Bak mandinya juga sangat besar. Cukup untuk
dua orang bisa meregangkan kaki dan rileks.

Hei, jangan bilang aku akan memiliki kesempatan untuk mandi bersama Hitotsuba-
san?

“Tidak... hanya memikirkannya saja sudah akan membunuh sesuatu yang penting
bagiku.”

Hanya masalah waktu sebelum citra yang diharapkan akan bergabung dengan
spesies yang terancam punah. Meskipun bukan itu masalahnya, delusi remaja laki-
laki berbahaya, tapi jika kau tiba-tiba mulai hidup bersama dengan gadis cantik bak
dewi seperti Hitotsuba-san, tak heran jika kesalahan bisa terjadi kapan saja.

“Oh, aku sih tidak keberatan dengan kesalahan itu? Malahan, dengan senang hati
aku menerimanya!”

Sebelum aku menyadarinya, Hitotsuba-san sudah berdiri di belakangku. Lengannya


terlipat, dan dia memiliki wajah yang tenang, namun kakinya gemetaran. Dia
memang bilang kalau dia dengan senang hati menerimanya, tapi bukankah dia
sendiri sebenarnya takut.

“...Aku tidak akan memaksa seseorang untuk melakukan sesuatu yang tidak dia
inginkan. Hal semacam itu hanya terjadi setelah menjadi lebih cocok satu sama lain.”

“Aku belum mengatakan apa-apa, tapi aku sangat senang Yuya-kun berpikir begitu.
Tapi aku harus mengoreksimu bahwa aku memang akan menerimanya, jadi ingat
itu.”

Jangan katakan apapun yang membuatku gugup! Itu akan membuatku jadi langsung
suka! Aku menghela nafas dan mendesah kesal. Masa depan mungkin memang
sudah pasti, tapi setidaknya biarkan aku menahannya untuk sementara waktu.
Setidaknya, aku ingin tahu lebih banyak tentang Hitotsuba Kaede.

“Jadi, yakin nih Yuya-kun mau mandi sendirian saja?”

“...Hei Hitotsuba-san. Hal semacam itu tidak artinya jika kau mengatakannya saat
tubuhmu gemetaran, oke?”

“...A-Aku tidak gemetaran!? B-bukankah aku terlihat seperti itu karena bola matamu
yang bergetar? A-aku normal-normal saja tahu?”

Suaramu bahkan bergetar, tapi menunjukkan itu hanya akan membuatnya lebih
panik. Aku hanya mengangkat bahu, mengisi air ke dalam bak mandi, dan menekan
tombol air panas. Suhunya 41 derajat. Ini pas untuk orang yang suka mandi lama-
lama.

“Tentu saja, aku akan mandi sendiri, jadi kau bisa menonton TV. Tapi jangan berani-
berani untuk mengintip oke.!”

“Apa itu sesuatu yang terkadang orang-orang sebut sebagai; jika seseorang
mengatakan untuk jangan mengintip, maka orang itu sebenarnya ingin diintip.
Dengan kata lain, apa Yuya-kun sebenarnya mau diintipi? Mou, kau harusnya lebih
jujur tahu.”

Sepertinya dia bahkan tidak mau mendengarkanku. Atau lebih tepatnya, dalam
kasus ini, bukankah posisi kita terbalik? Kan harusnya Hitotsuba-san yang
mengatakan untuk jangan mengintip.

“Aku? Aku sih gak masalah?”

Pernyataan semacam itu bukanlah sesuatu untuk dikatakan saat kau membalikkan
punggung sampil menutupi tubuh dengan tanganmu. Aku kan jadi bingung, jadi
cocokkan ucapanmu dengan tindakanmu.

Tapi meski begitu, mulutnya yang cemberut dan pipinya yang memerah sangat imut.

“Ya, ya. aku mengerti. Kalau kau bilang begitu maka aku akan mengintip jika ada
kesempatan. Tapi aku tidak suka diintip, jadi tolong jangan lakukan itu ya.”

Mengabaikan Hitotsuba-san yang cemberut—tapi itu imut—aku mengeluarkan


pakaian dalam, piyama, dan handuk mandi dari koper. Untuk beberapa alasan,
meskipun peralatan rumah tangga seperti TV, perekam, dan pemurni udara lembab
tersedia, tidak ada mesin cuci atau kulkas. Ada panci dan pisau, tapi tidak ada
peralatan makan. Apa yang harus kulakukan?

“Bukankah sudah kubilang kalau besok kita akan berbelanja. Besok pagi kita akan
membeli mesin cuci dan kulkas di toko elektronik, lalu kita akan pergi Pusat
Perbelanjaan untuk membeli peralatan makan. Aku bisa membelinya sendiri, tapi
tetap saja aku ingin berbelanja dengan Yuya-kun...”

Aku bertanya padanya tentang hal itu ketika aku menunggu bak mandi siap. Aku
bisa mengerti bahwa pria dan wanita yang mulai hidup bersama akan pergi
berbelanja bersama, tapi kami kan masih SMA? Dan bagaimana dengan uangnya?
Atau lebih tepatnya, ayahmu adalah presiden dari perusahaan elektronik, kan?
Bukankah lebih baik meminta bantuannya?

“Ayahku mengatakan bahwa kita harus melihat baik-baik kulkas, mesin cuci, dan
hal-hal lain yang berhubungan dengan keseharian kita sendiri dan mendengarkan
saran pemilik toko sebelum membeli. Aku setuju dengan pendapat itu, tapi apakah
itu tidak baik?”

Baik atau tidak bukan masalahnya, tapi aku setuju dengan pendapat itu. Ada banyak
orang yang berpikir bahwa itu sudah cukup hanya dengan melihat fitur-fitur suatu
barang yang ditampilkan di TV, tapi aku ingin menyentuh dan memilih apa yang
akan kugunakan setiap hari. Selain itu, bukankah menyenangkan memilih peralatan
rumah tangga?

“Ya. Aku juga. Mulai sekarang kita akan hidup bersama, jadi ayo kita pilih sesuatu
yang kita berdua sepakati. Fufu, aku menantikan hari esok.

Ini seperti mimpi. Kupikir aku akan menjadi bawahan Taka-san setelah ayahku yang
brengsek kabur ke luar negeri meninggalkannya hutangnya, tapi Hitotsuba-san
menyelamatkanku, dan sebagai ganti untuk itu aku tinggal bersamanya dan akan
menikahinya di masa depan, yah meski itu terlepas dari niatku. Dan saat ini aku
telah pindah ke apartemen dan bersama dengannya akan pergi membeli kebutuhan
sehari-hari besok. Dilihat dari sisi lain, itu akan menjadi pemenang hidup indah
yang mulus. Nyatanya, aku juga berpikir begitu.

“Sekarang, sepertinya bak mandinya sudah siap, jadi ayo masuk. Aku akan
membasuhmu.”

“Jangan mencoba untuk bergabung denganku secara alami seperti itu. Biarpun
Hitotsuba-san tidak keberatan, aku masih malu. Jadi diam dan patuh
mendengarkan.”
Setelah dengan lembut menyentil keningnya, aku menuju ke kamar mandi
sendirian dan mengunci pintu untuk mencegah gangguan.

Klak, klak, klak. Saat itu aku suara mendengar berderak.

“Uh, ini aneh! Yuya-kun! Apa yang harus kulakukan! Pintunya tidak mau terbuka!”

Hitotsuba-san membuat keributan, tapi aku mengabaikannya. Suara klak, klak,


klak. digantikan oleh boom, boom, boom, dan berubah menjadi bang, bang, bang dan
terus menjadi lebih intens, tapi aku mengabaikannya.

“Haaa... aku akan kehilangan hatiku jika terus begini.”

Aku bertanya-tanya berapa hari aku bisa bertahan. Tidak, mungkin saja aku
sudah... pikirku sambil perlahan-lahan berendam di bak mandi.

Oh, masalah kamar tidur. Apa yang harus kulakukan. Apa saya harus tidur
berdampingan di ranjang yang sama?

Bab 10
Serangan dan Pertahanan Sebelum Waktunya Tidur

“Apa kau benar-benar mau tidur sendirian?”

Ketika Hitotsuba-san selesai mandi, aku pun akhirnya dihadapkan pada masalah
terbesar, yaitu sekarang adalah waktunya untuk tidur. Eh? Apa yang kulakukan saat
Hitotsuba-san mandi tadi? Aku sedang bersantai di ruang tamu sambil nonton film?
Aku tidak yakin? Yang jelas saat itu, ada suara yang datang dari kamar mandi,

“Yuya-kun. Apa kau tidak mau mengintip...? Pintunya tidak terkunci loh...?”

Jangan mengatakannya seperti pelawak dengan sweater merah muda yang


mengatakan “Tempatku disini kosong loh?”. Ini adalah adegan di mana tidak ada
yang akan pergi ke sana, tapi terkadang kontraproduktif. Maka dari itu, aku
melakukan yang terbaik agar bisa menghilangkan keinginan untuk terjun ke sana.

Aku memikirkan masalah kamar tidur ini tidak hanya pada waktu menunggu, tapi
juga ketika aku berendam di bak mandi, itu adalah pemikiran yang begitu dalam dan
semegah bertanya-tanya mengapa dunia tidak terbebas dari konflik. Aku bukan
orang yang keras kepala, daripada ngebacot gak jelas dan melakukan diskusi yang
tidak berguna, jadi aku bilang kalau aku akan tidur dengan tenang di sofa ruang
tamu.

“Tidak, Yuya-kun ini sudah cukup keras kepala. Kenapa kau malah mau tidur di sofa
meski ada ranjang yang terlalu besar untuk dua orang tidur berdampingan? Apa ini
yang disebut pisah ranjang? Aku nanti nangis loh?”

Dan sekarang. Hitotsuba-san dan aku duduk di kedua sisi ranjang sambil ngobrol.
Jika aku mencoba untuk berbicara lebih dekat, aku mungkin akan mati karena
pesona Hitotsuba-san, yang sangat glamor dan seksi setelah di mandi.

“Jika bisa, aku ingin sekali tidur di ranjang yang jelas berkualitas tinggi ini. Tapi kau
tahu, kalau pria dan wanita yang tidak pacaran tiba-tiba harus tidur di ranjang yang
sama, tidak peduli seberapa tidak keberatannya dirimu, aku tidak bisa.”

“Kenapa? Aahh...begitu ya! Kau khawatir kalau dirimu akan lepas kendali dan
menyerangku kan!? Begitu kan!?”

Mengapa kau mengatakannya dengan wajah bahagia meskipun mungkin kau akan
diserang? Terlebih lagi, kenapa bilangnya harus sampai repot-repot mendekatiku!
Aku kan jadi kewalahan sampai jatuh dari ranjang.

“Yuya-kun!? Apa kau baik-baik saja!?”

“Tidak apa-apa... aku baik-baik saja, jadi jangan mendekat. Baumu sangat enak, bisa-
bisa aku jadi gila nanti.”

Aroma jeruk yang menyegarkan melayang dari Hitotsuba-san dan menggelitik


hidungku. Aku penasaran, apakah dirinya tahu kalau aku menyukai aromat itu dan
sengaja menyiapkannya untukku? Jika demikian, harus kuakui bahwa dirinya adalah
ahli taktik yang sebaik Komei. Aroma sampo dan sabun juga sepertinya menyatu,
membuatnya jadi lebih sempurna. Jika aku menyerah pada nafsuku di sini, aku
benar-benar ingin memeluk dirinya.

“Aku gak masalah tahu? Kau bisa memelukku dan membelaiku seperti anak anjing?
Itu memang sedikit memalukan, tapi aku mencintai Yuya-kun yang seperti itu juga
kok.”

“...Kau ini cenayang apa?”


“Aku ini tahu segalanya tentang dirimu, tahu? Yah, itu hanya bercanda. Lagian
semua yang kau pikirkan terlihat jelas di wajahmu.”

Seriusan! Apa aku benar-benar terlihat seperti itu? Ini lebih memalukan daripada
langsung memberitahunya sendiri kalau aku menahan diri untuk tidak
memeluknya. Pokoknya aku tidak akan menyerah pada nafsuku! Tidak akan!

“...Baiklah. Sebenarnya aku ingin tidur sambil memelukmu, tapi aku akan menyerah
pada itu. Meski begitu, aku ingin Yuya-kun tetap tidur di ranjang yang sama. Jika kau
tidur di ruang tamu yang dingin tanpa kasur, kau akan masuk angin. Kecuali kau
ingin mendapatkan perawatan lembut dari diriku, maka itu lain cerita lagi. Oh, itu
terdengar tidak buruk...”

Setelah memejamkan matanya, waktu delusi Hitotsuba-san dimulai. Awalnya,


ekspresinya agak muram, tapi perlahan-lahan bibirnya mengendur, dan secara
bertahap berubah menjadi wajah yang penuh dengan seringai nakal. Aku ingin
bertanya, situasi macam apa yang dibayangkan oleh gadis cantik seperti dirinya
dengan mata tertutup sampai-sampai membuat perubahan seperti itu.

“Hahahah... Yuya-kun, kau berkeringat. Aku akan menyekakannya untukmu. Jadi


tolong buka bajumu dengan patuh..... Ah, punggung yang luar biasa...”

“Bahkan jika kau berdelusi, jangan melepas pakaian orang lain begitu saja dan
mendekatkan dirimu seperti itu!”

Aku menjerit dan menyentil lembut kepalanya, menarik dirinya yang telah
tenggelam ke dunia khayalan, kembali ke dunia nyata.

“Aw!”

Duh, jangan membuat suara yang imut seperti itu.

“Muu...padahal itu akan menjadi momen yang bagus. Kenapa kau malah
menghentikannya? Itu buruk loh, Yuya-kun. Sebagai hukumannya, ayo kita tidur
bersama-sama. Kalau tidak mau, aku tidak akan memaafkanmu.”

“...Oke, oke. Cuman tidur bersama kan? Tapi aku akan menjaga jarak sejauh
mungkin. Cara tidurku tidak buruk, dan aku tidak memiliki kebiasaan memeluk
sesuatu, jadi kupikir aku akan baik-baik saja, tapi aku tetap tidak mau terjadi
apapun terhadapmu.”

“Aku bukan orang yang bisa tidur diam di tempat dan memiliki kebiasaan memeluk
sesuatu, jadi maafin aku ya kalau itu terjadi saat aku tidur!”
“Jika itu terjadi, aku akan mencabik-cabikmu tanpa ampun, aku serius.”

“Fuf, meski begitu kau tidak mengatakan akan mendorongku dari ranjang, kau
memang baik Yuya-kun. Aku menyukai dirimu yang seperti itu.”

Aku memalingkan wajahku saat dia tersenyum padaku. Dia mengatakan sesuatu
yang membuat pipiku terbakar lagi. Apa dia benar-benar menganggap enteng kata
‘suka’?

“Selain keluargaku, hanya dirimu satu-satunya yang kusukai. Itu bukan kata yang
enteng, jadi jangan mengkhawatirkan itu.”

Kelihatannya ekspresiku sangat mudah untuk dimengerti. Berkat itu, tubuhku


menjadi semakin panas. Aku tidak ingin disadari lagi, jadi aku langsung menyelam
ke dalam selimut. Bagaimanapun juga, ada kalanya seorang pria perlu mundur
secara strategis.

“Yuya-kun tidurlah lebih dulu. Aku mau mengeringkan rambutku sebentar. Kalau
begitu selamat malam.”

“......Selamat malam”

Dia mematikan lampu di kamar dan pergi mengeringkan rambutnya. Aku


memejamkan mata dan mencoba menyelam ke dalam mimpi, tapi aku terlalu gugup
untuk melakukannya. Suara sayup-sayup dari mesin pengering terasa bising. Suara
itu berhenti, dan Hitotsuba-san kembali lalu naik ke ranjang dengan hati-hati agar
tidak membuat suara yang terlalu berisik.

Tapi dia tidak mengatakan apapun. Segera setelah itu, dia mulai tidur dengan
nyenyak.

“...Astaga. Bagaimana aku bisa menahan diri kalau seperti ini.”

Aku tidak cukup polos untuk tertidur dalam situasi di mana siswi paling imut di
Jepang tidur tepat di sebelahku. Baru setelah matahari mulai terbit, aku akhirnya
menyerah untuk tidur.

Bab 11
Kejadian Mandi Pagi
Aku jadi tidak bisa tidur gara-gara tepat di sebelahku, siswi SMA paling imut di
Jepang sedang tertidur nyenyak dengan mengenakan piyama berbulu halusnya.

Aku bangkit dan bangun dari ranjang dengan perlahan agar tidak membangunkan
Hitotsuba-san yang masih bermimpi. Kepalaku terasa berat karena kurang tidur.
Semua hal yang terjadi kemarin saja sudah membuatku lelah secara mental dan
fisik, namun sekarang aku merasa seperti mendapatkan pukulan yang buruk. Di saat
seperti ini, berendam di bak mandi air panas adalah satu-satunya cara merilekskan
diri.

Aku mengatur pemanas dan menggunakan waktu sampai bak mandi siap untuk
mengeluarkan konsol gim yang kubawa dari rumah dan menghubungkannya ke TV.
Tidak seperti TV murah yang dirumahku sebelumnya, ini adalah TV Polytron 4K
terbaru. Jika memainkan gim dengan ini, dunia yang dibuat ulang pasti akan
menjadi indah. Resolusinya juga lebih halus, jadi enak untuk dilihat, Ini yang terbaik.

“Tapi... sepertinya aku tidak bisa melakukannya...”

Aku menghelas nafas saat menghubungkan kabel. Memang menyenangkan bagiku


untuk mian gim, tapi bagaimana perasaan Hitotsuba-san saat melihatnya? Jika aku
berada di ruang yang sama tapi ditinggal main gim sendirian oleh pasangan
hidupku, aku yakin kalau diriku akan merasa kesepian. Hitotsuba-san mungkin akan
merasa seperti itu juga. Kalau begitu kuarasa aku hanya harus bersabar.

“Yah, kurasa aku bisa melakukanya saat dirinya tidak ada...”

Meski aku bilang begitu, karena aku terlibat dalam aktivitas klub, aku tidak akan
punya banyak waktu. Jadi aku harus menunggu sampai dia pergi tidur. Aku tidak
mau bermain gim di pagi hari.

Masih ada waktu sampai bak mandi mendidih. Ketika aku memikirkan apa yang
harus dimakan untuk sarapan, aku ingat bahwa tidak ada makanan di rumah ini.
Sejak awal, rumah ini tidak memiliki lemari es. Apa yang akan kami lakukan untuk
sarapan nanti?

“Selamat pagi, Yoshizumi-sama.”

“Whoa!? Eh, Miyamoto-san!? Kenapa!? Kau datang dari mana!?”


Si sopir, Miyamoto-san, berdiri di sana seolah-olah dirinya memang sudah berada di
sana sejak awal. Di tangannya, ada dua kantong hamburger yang akrab dengan
loago M. Eh, mungkinkan dia membawakannya karena tidak apa-apa di sini?

“Ya, aku membawakan sarapan untuk kalian berdua.”

Bahkan Miyamoto-san bisa membaca pikiranku, ya!? Maksudku, mengapa kita


makan hamburger di pagi hari? Itu tidak baik untuk perut, kan?

“Ini adalah permintaan Kaede-sama. Dia menghubungiku tadi malam dan


mengatakan bahwa dia ingin makan sesuatu yang disebut M* di pagi hari.”

Permitaannya Hitotsuba-san? Kemarin pizza, dan pagi ini M*, sepertinya dia sangat
menyukai junk food. Yah, aku sendiri sih juga tidak membencinya. Tapi aku jadi
khawatir tentang apa kau bilang kemarin kalau dirimu akan memasak untukku.

“Jangan khawatir tentang itu. Masakan Kaede-sama memang sedikit aneh, tapi aku
bisa menjamin rasanya. Aku ingin anda memakannya sebelum dingin, tapi kenapa
tidak anda mandi dulu? “

Melodi dimainkan untuk menandakan bahwa pemanasan ulang telah selesai. Kalau
bisa. Aku mau bangunkan Hitotsuba-san yang masih tidur dan memakannya
sebelum dingin, tapi aku tidak mau kalau tagihan gasnya jadi boros.

“Tidak apa-apa. Kaede-sama lemah di pagi hari saat libur. Dia mungkin belum
bangun. Jadi kupikir akan lebih baik jika anda membangungakannya setelah
selesai.”

“Jadi aku yang akan membangunkannya ya. Yah, itu memang sesuatu yang perlu
dipertimbangkan. Tapi terima kasih sudah repot-repot mengantarkan kami sarapan,
Miyamoto-san.”

“Tidak perlu berterima kasih. Ini juga bagian dari pekerjaanku. Selain itu, kalian hari
ini akan pergi, kan? Aku akan ikut dengan kalian, jadi mohon bantuannya.”

Setelah membungkuk dengan sopan, Miyamoto-san meninggalkan rumah. Dari cara


berbicaranya, apa belanja yang disebut kencan hari ini ditemani dengan sopir?
Benar-benar cerita yang mewah.

Namun, bukan itu intinya sekarang, tapi bak mandi. Kemunculan Miyamoto-san
telah benar-benar menjernihkan kepalaku, tapi aku tetap masuk! Menurutnya,
Hitotsuba-san lemah di pagi hari saat libur dan belum bangun, jadi kurasa tidak apa-
apa. Ayo berendam santuy tanpa ragu.
Mandi air panas untuk menghangatkan tubuh yang dingin dan kemudian menyelam
ke dalam bak mandi besar. Ah, ini surga. Sangat menyenangkan berendam di bak
mandi yang bahkan meregangkan kaki tetap masih luas. Rasanya mantep euy.

“Bagaimana perasaanmu jika berbagi bak mandi besar itu dengan gadis SMA paling
imut di Jepang?”

“Tentu saja itu yang terbaik. Kalau aku mandi dengan Hitotsuba-san, keberuntungan
hidupku pasti sudah habis saat itu.”

“Oh, kalau begitu yakinlah bahwa keberuntungan itu akan bertahan seumur hidup,
Karena kita akan selalu bersama setiap hari.”

“Eh? Mandi bersama dengan Hitotsuba-san setiap hari? Bukankah itu yang terba—
kenapa kau ada disini!”

Pada saat pintu kamar mandi terbuka, aku menyesali apa yang tanpa sadar
kukatakan, tapi pada saat yang sama, aku merasa dunia tampak begitu lamban.

Dengan wajah senang yang tidak biasa dan tersenyum seperti dewi, Hitotsuba-san
masuk ke kamar mandi.

Bab 12
Serangan Kaede-san

Hitotsuba-san datang untuk merusak waktu mandi pagiku yang elegan dengan
membungkus dirinya menggunakan handuk mandi. Meskipun dia menutupinya
dengan handuk, aku melakukan yang terbaik untuk melihat ke arah lain sehingga
aku tidak akan terganggu oleh dua bom yang merangsang laki-laki. Dalam pikiranku,
aku terus menghitung bilangan prima.

“Kenapa kau malah masuk!? Kau tahu dan sudah memastikan aku ada didalam,
kan!?”

“Tentu saja, ketika aku bangun, aku kesepian karena Yuya-kun, yang seharusnya ada
di sampingku, tidak ada di sana. Jadi kupikir aku harus membuat dirimu
menyembuhkan kesedihan ini meskipun hanya satu atau dua menit, tapi apakah itu
salah?”
Tentu saja salah. Pikiran rasionalku nanti akan meluap dalam sekejap.

“Tapi tetap saja, tidak kusangka dirimu membiarkan kamar mandi tidak terkunci
pagi ini meski kemarin ditutup rapat-rapat... bolehkah aku bersasumsi bahwa kau
telah menyerah dalam satu hari? Oh, kenapa kau malah menyembunyikan
wajahmu?”

“I-Itu...karena dirimu...sekarang sedang telanjang, kan!?”

Dengan kulitnya yang putih seperti salju murni mengintip dari bagian yang tidak
tertutupi handuk, kakinya yang terlihat seperti bukan di usia SMA, dan fakta bahwa
dia tidak sepenhunya telanjang agak mendorong batas erotisme. Jangan lihat, jangan
lihat, jangan lihat!

“Duuh. Aku tidak menyangkan kau begitu naif. Jika kau laki-laki, tidakkah dirimu
ingin melihat tubuh wanita di sini dan kegirangan? Meskipun aku lebih suka jika kau
melihatnya...?”

Tentu saja aku ingin melihatnya! Aku benar-benar ingin melihatnya, tapi jika aku
melihatnya, aku merasa semuanya akan berakhir. Tentunya dia juga berpikir aku
tidak bisa melakukan—tidak, lupakan yang baru saja kukatan! Tidak apa, aku pasti
akan baik-baik saja! Meskipun aku tidak tahu apa yang baik-baik saja!

“Jangan khawatir, Yuya-kun. Handuk yang kukenakan menempel dengan erat.


Seperti yang kupikirkan, aku juga masih terlalu malu untuk melakukannya tiba-tiba.
Jadi, bukalah matamu?”

Dia mengucapkan bagian terakhir dengan bisikan yang samar. Aku percaya pada
kata-katanya yang malu dan membuka mataku dengan ragu-ragu. Memang benar
dia tidak mengenakan pakaian, tapi handuk mandi melilit tubuhnya dengan erat.

“Lihat, kalau begini gak masalah, kan?”

“Y-Ya?? Apakah ini benar-benar gak masalah? Tidak, menurutku ini benar-benar
masalah...”

Berpikirlah dengan tenang. Jangan sampai tertelan oleh situasi. Kalau misalnya dia
mandi, bahkan handuk mandi pun bisa terlepas, atau mungkin juga bisa terlepas
tanpa sengaja jika dia berendam di bak mandi. Jadi aku tiba-tiba menemukan satu
kemungkinan.

“Oh, itu benar! Kau pasti memakai baju renang di balik handuk! Kuas pasti berpikir
kalau aku akan jadi deg-deean dan membuka handukmu, namun ternyata kau
memakai baju renang dan membuatku jadi kecewa karena terlau berharap! Begitu
kan!”

“...Fufu. Seperti yang diharapkan dari Yuya-kun. Aku ingin memujimu karena telah
menemukan jawabannya, tapi aku minta maaf. Aku akan melangkah lebih jauh,
karena—” Sambil mengatakan itu, Hitotsuba-san melepaskan handuk mandinya.
“Aku tidak memakai apa-apa. Lihat.”
Aku mendapati penglihatan sosok telanjang seorang dewi dan secara tidak sengaja
berteriak padanya yang melanggar janjinya. Meski begitu, kuakui kalau sosoknya
benar-benar cantik! Kulitnya sehat dan lembut seperti salju, aku jadi khawatir kalau
dirinya terpapar sinar matahari.

Ini adalah saat ketika impian seorang pria menjadi kenyataan untuk dapat melihat
dua buah yang terbebaskan dan berlimpah memantul-mantul secara langsung.
Kupikir aku harus menyentuh kedua buah itu dan merasakannya, tapi hanya dengan
melihatnya saja sudah memberiku perasaan bahagia... Tunggu, bukan itu intinya
sekarang.

“Kenapa kau berbohong tolol—!!”

“K-Karena...cara terbaik untuk memahami satu sama lain adalah dengan melakukan
hubungan telanjang, kan?”

“Kurasa aku lebih suka melakukan hubungan telanjang di tempat tidur saat malam
hari dulu?”

“Oh, kalau begitu aku ingin kau mengatakan [Fufu, aku tidak akan membiarkanmu
tidur malam ini].”

Sial. Itu terlalu imut! Aku melompat keluar dari bak mandi, sambil berteriak dalam
pikiranku. Aaaa, aku bisa mendengar suara sedih Hitotsuba-san, tapi aku
mengabaikannya. Jika aku di kamar mandi bersamanya, aku akan kehilangan
kendali.

“Mouuu...dasar Yuya-kun jahat.”

Hitotsuba-san menjilat bibirnya saat berbicara, nadanya membuatku merasa seperti


mendegarnya dari mulut iblis kecil yang nakal.

Bab 13
Berapa Waktu Lagi Sebelum Terpikat?

Aku menemui pagi yang mengerikan—meski dalam artian bahagia. Aku


mengarahkan pandanganku ke TV sambil menyantap sarapan yang benar-benar
sudah dingin.
“Hei Yuya-kun. Kita mau pergi ke mana dulu nanti? Kalau aku sih ingin melihat
peralatan makan dulu baru peralatan elektronik, bagaimana menurutmu?”

Hitotsuba-san mengatakan sesuatu, tapi aku tidak menjawab. Akan mudah untuk
menjawab setuju disini, tapi mengingat apa yang terjadi tadi, aku ingin dia sedikit
merenungkan itu.

“Hei Yuya-kun. Peralatan makan apa yang kau suka? Apa kau lebih menyukai
cangkir couple? Berapa banyak nasi yang biasanya kau makan? Kau juga butuh
mangkuk, dan piring kari? Kita punya banyak ruang penyimpanan, jadi ayo kita
lihat-lihat berbagai hal.”

Jangan, jangan menjawabnnya. Meskipun aku menyukai kari dan pasta, tapi jangan
sampai terpancing pada ucapannya. Harus fokus pada TV.

“Bagaimana dengan peralatan elektronik? Kita adalah murid SMA, jadi kupikir akan
lebih baik untuk membeli lemari es yang besar sehingga kita dapat menyimpan
makanan untuk bekal. Kalau begitu, kita juga perlu membeli penanak nasi
berkualitas tinggi agar nasi tetap terasa enak meskipun sudah dingin, Dan jika kita
memiliki microwave yang bagus, kita bisa membuat berbagai hidangan. Oh, apa kau
tahu, oven microwave saat ini juga sudah bia membuat pasta loh! Itu luar biasa ya!”

Sangat nyaman bisa membuat pasta dengan microwave yang biasanya harus
direbus! Dan juga menyenangkan bisa untuk menyantap nasi yang enak meski
sudah dingin untuk bekal. Penanak nasi dirumahku yang dulu akan merubah nasi
menjadi kuning dan keras segera setelah dihangatkan. Atau lebih tepatnya,
bukankah dirinya tahu banyak tentang peralatan elektonik?

“Mesin cuci sebaiknya memiliih yang bertipe drum. Pemuatan deterjen dan
pelembut kain yang secara otomatis juga cukup nyaman, apalagi hanya butuh waktu
98 menit dari mencuci hingga mengeringkan. Jadi Yuya-kun bisa langsung mencuci
pakaian setelah pulang dari aktvitas klub, dan malam sebelum tidur bisa langsung
dilipat.”

Jika aku tidak harus mengeringkannya, itu akan sangat membantu. Selain itu, sangat
nyaman deterjen dan pelembut akan dimuat secara otomatis oleh mesin. Karena aku
biasanya selalu tidak mengerti dan memasukkannya begitu saja. Sepertinya
Hitotsuba-san benar-benar tahu banyak.

“Begini-begini aku adalah putri tunggal presiden perusahaan elekronik. Jadi ini
wajar saja.”
“Hahaha. Kau luar biasa, Hitotsuba-san. Aku mah tidak tahu apa-apa tentang
peralatan rumah tangga.”

“Kupikir kayaknya kalimat kita terbalik. Tapi daripada itu, akhirnya kau berbicara
juga denganku. Apa kau marah karena aku tiba-tiba masuk ke kamar mandi?”

Sial. Karena refleks, aku jadi bereaksi.

“Jangan khawatir. Aku barangkali, sepertinya, mungkin tidak akan melakukannya


lagi, jadi kumohon jangan marah kayak gitu.”

Aku terkesan dengan pengucapannya yang indah, tapi dapat dipastikan 100%
bahwa ini adalah pernyataan dari mereka yang akan terus melakukan hal yang
sama. Tidak ada elemen yang dapat membuat perkataannya meyakinkan di mana
pun, dan jika ada, itu malah akan terasa lebih buruk.

“Kali ini...aku akan melakukannya di ranjang sesuai keinginanmu. Jadi maafkan


aku ya, nyan.”
“............S-Secara khusus kali ini aku memaafkanmu. Hanya kali ini loh ya! Jika kau
melakukan hal yang seperti itu lagi, aku benar-benar tidak akan berbicara
denganmu! Yah, mungkin sekitaran tiga jam!”

Aku ingin tahu, apakah ada pria yang tidak bisa menyerah pada senyuman gadis
cantik dengan gerakan seperti kucing dan mengatakan ‘nyan’. Jadi bukan kesalahan
bagiku kalau jadi menyerah!

“Fufufu. Aku benar-benar menyukai Yuya-kun yang seperti itu, imut sekali.
Sekarang, kita sudah selesai sarapan, ayo segera bersiap-siap. Meskipun kita akan
diantar dan dijemput Miyamoto-san, berbelanja membutuhkan waktu dan tenaga.
Jika kita tidak pergi lebih awal, kita akan terlambat pulang nantinya.”

“Yah...kau benar. Oke, aku akan bersiap-siap.”

Aku segera berdiri dari sofa. Tapi dalam kasusku, tidak butuh waktu lama untuk
bersiap-siap. Yang harus kulakukan adalah mengganti pakaianku, menata rambut
dengan ringan, dan menunggu. Mengapa aku harus menata rambutku? Karena aku
ingin tampil sebaik mungkin saat berdiri di samping gadis cantik yang terlihat
seperti dewi.

“Tidak apa-apa. Seperti sekarang saja kau sudah keren kok. Selain itu, aku menyukai
hati Yuya-kun lebih dari apa pun. Penampilan adalah nomor dua. Jadi tidak peduli
apapun yang orang katakan, tidak usah dipikirkan, oke?”
Aku menghela nafas dan menggaruk kepalaku. Aku heran kenapa Hitotsuba-san
suka mengatakan hal-hal yang membuatku senang dan malu. Apalagi
mengatakannya sambil tersenyum, itu terlalu mempesona. Aku ingin menjadi pria
yang cukup layak untuk berdiri di sampingnya.

Aku sudah mulai merasakan hal itu pada pagi pertama kami tinggal bersama.

Bab 14
Seperti Pasangan Yang Baru Menikah

Kami meninggalkan rumah pada pukul 10:00 dan pergi ke Pusat Perbelanjaan untuk
melihat-lihat berbagai peralatan makan sesuai rencana. Ada begitu banyak
peralatan makan yang berdesain trendi untuk dipilih, sehingga menjadi sulit untuk
memilih satu saja. Tidak hanya itu, ada berbagai peratalan yang biasa digunakan di
festival dan toko sampel makanan, membuat suasana lingkungan semakin asyik
dinikmati. Hitotsuba-san, yang mleihat ke sana kemari dengan mata berbinar,
benar-benar imut.

Setelah makan siang, kami pergi ke toko elektronik di Ikebukuro dan membeli satu
set peralatan lengkap termasuk kulkas, meski begitu, prosesnya ternyata itu sulit.

Hitotsuba-san, yang teringat acara TV tentang petugas toko yang berkacamata tipis
biasanya berpengetahuan, memanggil petugas toko yang mirip dengan kriteria itu
dan menyanakannya berbagai hal.

Selain itu, petugas toko ini tidak peduli bahwa kami adalah murid SMA dan
mendengarkan apa yang ingin kami lakukan dan apa yang kami butuhkan,
kemudian mengusulkan produk yang sesuai satu per satu. Percakapannya menarik,
dan dia memberikan kami diskon. Yang lebih menarik adalah semakin banyak aku
mendengarkan ceritanya, semakin banyak peralatan elektronik dari perusahaan
Hitotsuba diputuskan ingin dibeli. Perusahaan Hitotsuba yang berkelas dunia
memang beda.

Namun, itu adalah cerita yang panjang, jadi sudah lewat pukul 19:00 ketika kami
menyelesaikan prosedur dan membayar tagihan.

Belanja hari ini lebih sering dilakukan oleh Hitotsuba-san, dan aku kebanyakan
hanya menemaninya, tapi tentu saja aku memberikan pendapatku sendiri. Sangat
mudah untuk menjadi pria yang baik, tapi Hitotsuba-san dan aku akan hidup
bersama. Akan salah jika menyerahkan semuanya padanya.

Oh iya. Pembayarannya benar-benar mengejutkan, langsung tunai njir. Ketika aku


mengeluarkan segepok uang tunai yang tersegel dari amplop tebal, bahkan petugas
toko yang meyenangkan itu langsung membeku. Aku sendiri juga tidak bisa
menutup mulutku yang ternganga.

“Ayahku mempercayakanku uang ini. Sebagai gantinya, aku harus melaporkan


berapa banyak peralatan yang kubeli. Saat itu, aku akan memberi tahu namamu, jadi
bisakah kau memberiku kartu namamu?”

“Ah, Iya...”

Sedikit gemetar, petugas tersebut menyerahkan kartu namanya kepada Hitotsuba-


san. Saat menerimanya, dia tersenyum seperti seorang dewi.

“Terima kasih. Kau telah membuat pengalaman belanjaku hari ini sangat
menyenangkan. Aku pasti akan memberitahu ayahku tentang dirimu.”

Setelah itu, petugas tersebut melanjutkan jalur karier yang akhirnya membawanya
ke level eksekutif, tapi itu nanti di cerita lain.

“Apa kau maunya makan dirumah, Yuya-kun?”

“Tidak, aku capek banget hari ini. Kalau baru mulai membuat makan setelah pulang
nanti, waktu sudah akan larut, jadi kenapa kita tidak makan dulu baru pulang? Yah,
meski begitu, kalau itu hanya pasta sederhana, aku akan membuatnya...”

Di tempat pertama, tidak ada bahan makanan yang tersedia di rumah. Supermarket
akan tetap buka, dan tidak butuh waktu lama untuk membuat pasta meskipun aku
membelinya secara acak. Untungnya, kulkas akan dirkirim besok pagi, jadi kami
setidaknya bisa membuat makanan tahan satu malam di musim dingin seperti ini.

“Yuya-kun akan membuatkannya? Gak masalah nih...kau kan capek?”

“Tentu saja aku sebenarnya ingin makan masakan Hitotsuba-san, tapi tidak harus
hari ini. Selain itu...akan ada banyak peluang untuk itu di masa depan, kan?”

“Ya, ya, tentu saja! Kalau begitu besok aku akan memamerkan keterampilan
masakku padamu, jadi bersiaplah! Nah, jika semuanya sudah diputuskan, ayo cepat
bertemu Miyamoto-san dan pergi ke supermarket! Aku sangat menantikan
masakanmu!”
Dengan senyum terbahagia hari ini, dia menarik tanganku dan kami meninggalkan
toko.

Aku mengatakan kalau aku akan membuat pasta, tapi rasa apa yang harus kubuat?
Apa Hitotsuba-san akan menyukainya? Aku sangat bersemangat dan ingin melihat
penampilan seperti apa yang akan dia berikan padaku, tapi saat aku memikirkan
bagaimana hari-hari seperti ini akan menjadi bagian dari kehidupan setiap hari, aku
merasa hangat di hati.

Bab 15
Masakan Seorang Pria

“Waktunya untuk Yuya-kun memasak! Teng teng teng teng teng!”

Pada saat kami sampai dirumah setelah berbelanja, waktu tepat sebelum pukul
21:00. Ini memang agak terlambat untuk makan malam, tapi ya mau bagaimana lagi.
Aku khawatir dengan semangat Hitotsuba-san yang jadi lebih tinggi daripada saat
berbelanja, tapi ayo mulai masak sekarang juga.

“Chef Yuya. Apa menu hari ini?”

“Kurasa aku akan membuat Peperoncino hari ini. Aku suka saus tomat atau saus
daging, tapi perlu waktu untuk membuatnya, jadi itu sesuatu yang harus dinantikan
lain kali.”

Pertama, masukkan air dan garam ke dalam panci yang akan digunakan untuk
membuat pasta dan didihkan. Sementara itu, lanjutkan ke menyiapkan bahan-
bahan. Kupas dua siung bawang putih, pisahkan cabai, lalu buang bijinya, iris daun
peterseli, lalu haluskan.

Masukkan pasta saat air mendidih. Atur waktu mendidih sekitar satu menit lebih
pendek dari resep. Dengan cara ini, pasta akan memanas saat dipadukan dengan
saus, sehingga akan memiliki kekerasan yang pas setelah selesai.

Jika sudah hampir mendidih, masukkan bawang putih dan cabai yang baru
dipotong-potong sebelumnya ke dalam wajan dengan minyak zaitun dan goreng
perlahan dengan api kecil. Tekniknya adalah terus mengaduk wajan agar tidak
gosong. Saat aroma harum bawang putih keluar, tambahkan peterseli untuk
menambah rasa.

Mulai sekarang harus cepat. Masukkan semangkuk air mendidih ke dalam wajan
dengan api besar dan aduk rata dengan minyak zaitun, kemudian tambahkan pasta
dan terus aduk.

“Yap, rasanya pas.”

Rasa asinnya juga sempurna. Aku menaruhnya di piring yang baru dibeli, dan
menambahkan sedikit cabai serta lada, selesai.

“Wow. Luar biasa, Yuya-kun. Kau ahli dalam apa yang kau lakukan dan
mempersiapkannya. Aku iri karena aku tidak bisa melakukannya seperti ini. Atau
lebih tepatnya, bukankah dirimu adalah juru masak yang lebih baik dariku?”

“...Yah, ibuku pandai memasak, dan aku tidak benci memasak, jadi aku telah
melakukannya dari waktu ke waktu. Aku akan menantikan masakanmu
selanjutnya.”

Kami duduk di meja yang saling berhadapan dan makan malam meski agak
terlambat. Aroma minyak zaitun dan bawang putih merangsang nafsu makan. Ini
bumbu yang sederhana, tapi tidak terlalu asin dan hambar, jadi aku lega. Taburan
lada di akhir juga juga merupakan sorotan yang bagus.

“Mmmmm---! Enak sekali! Aroma bawang putih yang kuat dan bercampur
kesegaran peterseli membuatnya sangan mudah untuk disantap. Rasa ladanya juga
menggugah selera! Apa Yuya-kun ini sebenarnya jenius!?”

“...Jika ini disebut jenius, maka semua koki di dunia akan menjadi dewa, dan peraih
penghargaan akan menjadi pencipta atau semacamnya.”

“Tidak apa-apa. Bagiku Yuya-kun adalah chef. Tidak peduli apa yang orang lain
katakan, bagiku masakanmu itu enak.”

Aku menggaruk pipiku. Ini adalah pertama kalinya aku memasak untuk orang lain
selain orang tuaku, jadi sejujurnya aku senang ketika Hitotsuba-san mengatakan itu
enak dengan senyum lebar di wajahnya. Meskipun aku jadi sedikit malu.

“Fufuf. Kurasa aku juga tidak boleh kalah dari ini. Aku juga akan memasak besok,
jadi tolong nantikan. Aku akan membuat sesuatu yang kau sukai!”

“Apa kau tahu apa yang kusukai?”


“Tentu saja. Yang paling kau sukai adalah hamburger! Kau biasanya makan roti
manis, tapi di hari-hari ketika kantin sekolah menyajikan hamburger, kau akan
selalu memakan itu. Bagaimana? Apa aku salah?”

“...Benar. Hebat juga ya kau bisa tahu kalau aku tidak akan pernah melewatkan
hamburger di kantin sekolah.”

Maaf untuk mengatakannya, tapi itu agak menakutkan tahu, Hitotsuba-san.


Darimana kau bisa mendapatkan informasi seperti itu? Jika orang terkenal
sepertimu mencari tahu tentangku, itu akan menjadi rumor dalam waktu singkat.

“Fufufu. Kau ini naif, Yuya-kun. Informasi tidak terbatas pada siswa/i saja. Orang
yang memberitahuku informasi ini adalah—orang-orang dari kantin sekolah!”

Apa yang kau lakukan bibi kantin? Tunggu, mungkinkah... fakta bahwa dia tahu
kalau aku biasanya lapar setelah aktivitas klub, dan terkadang memberikan
makanan yang tidak terjual juga karena dia berbicara dengan Hitotsuba-san!?

“Tentu saja. Dari apa yang paling kau sukai dan yang tidak kau sukai, dia
menceritakan banyak hal padaku, termasuk hal-hal apa yang senang kau bicarakan
dengan teman-temanmu. Apa yang lagi booming di antara Yuya-kun saat ini adalah
gim fantasi yang baru rilis kan? Dia bilang kalau kau sering mengoceh tentang
pesona heroin yang merupakan teman masa kecil dan berpayudara besar...”

Mengapa kau menunjukkan percakapan kami dengan begitu akurat, Bibi?? Apakah
ada kamera tersembunyi atau perangkat penyadap di suatu tempat!? Aku jadi takut
untuk makan di kantin sekolah!?

“Bibi kantin itu punya kemampuan khusus. Dan akulah yang memintanya untuk
memberikan makanan yang tidak terjual di kantin sekolah kepada Yuya-kun. Kau
ingin tahu kenapa aku bisa melakukan itu? Itu gak boleh ditanyain.”

Aku terkejut dengan dirinya yang meletakkan jari telunjuknya di mulutnya dan
mengedipkan matanya, membuat hatiku jadi terasa meleleh. Yah, meskipun
ceritanya bukan hal yang baru, tapi keimutannya sama. Karakter berdada besar dan
kikuk memang yang terbaik.

“Sepertinya kau tahu cerita itu dengan baik, Hitotsuba-san.”

“Fufufu. Karya itu terkenal tahu. Aku juga membacanya. Tapi aku lebih suka
karakter pendiam di klub sastra daripada karakter berdada besar yang kikuk.”
Aku terkejut mengetahui bahwa Hitotsuba-san juga membaca novel ringan. Dan
anehnya, aku juga lebih menyukai karakter pendiam daripada karakter utama.
Mengapa demikian? Karena bukankah itu momen yang terbaik ketika seorang anak
yang biasanya pendiam mengeluarkan emosinya?

Kami menikmati makan malam yang larut sambil membicarakan hal-hal yang sepele
tapi menyenangkan.

Bab 16
Apa Yang Yuya Suka...

Setelah menghabiskan pasta dan mencuci piring, Hitotsuba-san tiba-tiba teringat


sesuatu dan bertanya padaku.

“Ngomong-ngomong, Yuya-kun. Apa kau tidak mau memainkan gim fantasi yang
biasa kau mainkan? Kau belum menyelesaikan ceritanya, kan?”

Memang dia benar, ceritanya baru selesai setengahnya. Tapi satu atau dua jam
sebelum aku tidur adalah waktu bermain yang sempurna,

“Mana bisa aku main gim ketika ada Hitotsuba-san. Karena nanti hanya aku yang
bersenang-senang, bukankah membosankan hanya menonton?”

Jika itu adalah gim gelud atau gim kehidupan yang bisa dinikmati oleh dua orang sih
lain cerita, tapi yang kumainkan adalah gim RPG untuk satu orang. Yah, kalau
nontonnya dari awal sih mungkin bisa dinikmati, tapi itu sudah setengah cerita.
Kalau sudah begitu malah akan membosankan.

“Mmm. Kau memang benar, tapi kau tidak perlu menahan diri, loh? Kalau mau kau
bisa memberitahukan ceritanya, dengan begitu kita bisa menikmatinya bersama-
sama, kan?”

Itu cerita yang masuk akal, dan itu tawaran yang sangat bagus. Karena dia juga akan
menikmati apa yang kusukai. Kupikir sangat penting untuk berbagi hobi dengan
seseorang karena itu akan memubatmu bahagia bersama.

Tapi ada alasan lain mengapa aku ingin menolak. Yaitu menyedihkan untuk
memberi tahu seorang gadis kebiasaanku.
Aku menempatkan heroin teman masa kecil berdada besar sebagai anggota party
dan tumbuh menyukainya. Tidak peduli sebarapa kuat musuhnya, gunakan dia
sebanayak mungkin, Itulah yang disebut karater favorit. Tapi, kalau laki-laki yang
mengetahuinya sih gak terlalu masalah, tapi kalau perempuan akan sangat
memalukan. Tidak, bukan sekedar rasa malu saja, tapi kerusakan mental yang
membuatku sulit untuk hidup.

Tapi saat aku bertanya-tanya bagaimana aku bisa mengatakan ‘tidak’ supaya
kebiasanku tidak diketahui, Hitotusba-san menjatuhkan bom padaku,

“Yu-Yuya-kun, apa kau menyukai wanita...b-ber-berdada besar seperti heroim


teman masa kecil di gim?”

“...Eh? Apa?”

“K-kupikir aku tidak kalah jika dibandingkan, menurutku sih!?”

Hitotsuba-san memalingkan wajahnya ke arahku, dua buahnya juga berayun


mengikuti irama berpalingnya. Terlebih lagi, ia mengenakan gaun bergaris dengan
siluet yang pas dengan tubuhnya. Semua itu membuat daya penghancurnya jadi
lebih kuat dari biasanya, dan karena dia mencondongkan tubuhnya ke depan, kedua
buah yang terduduk di atas meja itu benar-benar buruk untuk mata.

“Hei, Yuya-kun. Apa aku...benar-benar tidak menarik? Bahkan dengan ini aku
terpilih sebagai gadis SMA terimut di Jepang loh?”

“Tidak...itu...”

“Padahal aku sudah seperti ini......sungguh memilukan sampai aku tidak bisa
menahan air mataku...”

Hitotsuba-sam sengaja memegang wajahnya dengan satu tangan dan meniru


tangisan. Namun, jelas dia menatapku melalui jarinya. Aku sudah terlalu sering
diserang kemarin dan pagi ini, jadi ayo kita bertarung kembali di isni.

“Hah...Hitotsuba-san tidak menarik? Jelas itu tidak mungkin lah! Kurasa Hitotsuba-
san tidak tahu ini, tapi aku adalah salah satu orang yang mengagumi, tahu!? Kupikir
kau orang yang keren, namun kau sebenarnya orang yang nakal dan suka berbicara.
Gesturmu lucu, dan wajahmu yang memerah saat tersipu itu benar-benat imut!
Gadis seperti itu mengatakan kalau dia suka padaku dan mengatakan kalau aku bisa
melakukan apapun padanya? Normalnya aku mana bisa menahan diri!”
Sambil memukul meja secara berlebihan, aku juga mencondongkan tubuhku ke
depan. Bahu Hitotsuba-san sedikit gemetar. Aku bisa mlelihat rasa antisipasi dan
ketakutan di matanya, eh, atau malah itu keinginan?

“Dengar, semua laki-laki itu serigala. Kalau bercandanya terlalu berlebihan...a-


aku...a-aku akan dengan serius menyerangmu, loh? Apa kau tidak masalah dengan
itu?”

Suaraku gemetar dan tanganku gemetar saat mengatakan ini. Ini bukan sesuatu
yang biasa kulakukan, tapi kuharap Hitotsuba-san akan sedikit merenungkannya.
Dia terlalu menarik, jadi aku mau supaya dia jangan terlalu gegabah.

Namun, ini adalah langkah yang sangat buruk. Ini malah menjadi bumerang. Karena
Hitotsuba-san dengan lembut memegang wajahku dengan kedua tangannnya dan
mendekatkan wajahnya ke wajahku. Eh, Tunggu! Terlalu dekat! Ujung hidungnya
bersentuhan dengan hidungku!? Bibirnya yang merah muda, lembut, dan indah
berada tepat di depanku??

“Kau tahu Yuya-kun. Kalau kau memang serius...aku tidak keberatan loh?”

“Hi...Hitosuba-san. Tapi...itu...”

“Fufufu. Aku tahu. Tapi sebaliknya. Aku tidak akan memberimu belas kasihan ketika
kau benar-benar jatuh cinta padaku...”

Hitotsuba-san menjilat bibirnya dengan tatapan tajam dan mengilap seperti


predator. Jantungku berdebar kencang. Gerakannya yang menggoda serta seksi
membuatnya sulit dipercaya kalau dia seusiaku, sampai-sampai aku tanpa sadar jadi
menelan ludah. Aku ingin tahu, apakah aku akan terbawa suasana jika seperti ini.

“Kalau begitu, pertama-tama, mengapa kita tidak memperpendek jarak lebih dulu?
Tentu saja, bukan jarak tempat, tapi jarak hati.”

Pada titik ini, Hitotsuba-san melepaskanku. Saat itu, aku tanpa sadar membuat
suara penyesalan yang tampak seperti orang tolol. Hitotsuba-san melanjutkan
berbicara dengan senyum lembut.

“Tapi tidakkah menurutmu tidak adil kalau hanya aku yang memanggilmu ‘Yuya-
kun’? Aku ingin kau memanggilku ‘Kaede’ daripada ‘Hitotsuba-san’. Apa kau
keberatan......?”

Perubahan tampilannya begitu mempesona. Dia menatapku dengan mata berkaca-


kaca, seperti Chihuahua yang mendominasi iklan, melihat itu dahiku mulai
berkeringat meskipun sekarang musim dingin. Aku menelan ludah lagi, dan sesaat
keheningan menyelimuti ruang tamu.

Tapi, saling tatap yang dimulai dengan begitu tiba-tiba ini akan segera berakhir.
Tidak mungkin aku bisa memenangkannya di adu tatap seperti ini...

“Aku mengerti. Aku mengerti. Aku kalah, Kaede-san.”

Whoaaa, malu banget cuk. Wajahku benar-benar merah padam sekarang. Itu
rasanya sudah seperti terbakar. Tapi pipi Kaede-san juga tidak kalah merahnya,
hampir seperti tomat yang baru dipanen.

“Aku senang...terima kasih, Yuya-kun”

Senyuman muncul di wajahnya saat pipinya merona seperti bidadari, dan yang bisa
kulakukan hanyalah merasa malu.

Bab 17
Sakurako-san Emang Menakutkan

Sekarang hari senin. Aku menahan supaya tidak menguap saat lagi bersiap-siap.

Nah, apa yang kulakukan pada hari minggu? Aku mengambil absen dari aktivitas
klub dan pulang ke rumah lamaku untuk mengemasi barang-barangku. Tentu saja
itu sulit, dan sulitnya itu dalam berbagai hal.

Sebagian besar pakaian dan barang-barang pribadiku dikemas ke dalam kardus dan
dikumpulkan, kemudian sisanya Hitotsuba-san, atau lebih tepatnya ibu Kaede-san—
Sakurako-san—meminta kontraktor untuk mengurusnya.

“Itu adalah barang-barang yang ditinggalkan orang yang meninggalkan putra satu-
satunya dan kabur ke luar negeri. Sebenarnya aku ingin membuangnya. Tapi karena
pernikahan Kaede juga butuh sesuatu yang memorable, jadi aku akan
mengelolanya.”

Dia mengatakan itu sambil mengedipkan matanya.


Yah, orang tuaku ini tidak hanya tolol dalam akal sehat, tapi juga tolol sebagai orang
tua, jadi pada saat aku bermain sepak bola, mereka akan selalu datang untuk
bersorak dan mengambil gambar serta video.

Tentu saja, ada banyak album lain juga, termasuk foto masa kecilku, dan jujur saja,
akan memalukan kalau ibu Kaede yang aka mengelolanya.

“Tidak adil kalau cuman Ibu yang menikmatinya! Tunjukkan juga padaku! Dilarang
memonopoli dan mencintai Yuya-kun versi shouta!”

“Kau kan sekarang tinggal bersama Yuya-kun. Jadi kau bisa mencintai dirinya
sebanyak yang kau mau. Tapi kalau aku tidak bisa tahu? Dengan begitu setidaknya
biarkan aku memonopoli dunia delusi!”

“Tidak. Yuya-kun adalah Yuya-kun-ku sendiri. Jadi aku memiliki hak untuk
potretnya saat masih kecil. Ibu bermesraan saja dengan ayah.”

Aku ingin memberi tahu kalau hak potretku adalah milikku, tapi rasanya aku tidak
bisa melakukannya. Meski begitu, apa Sakurako-san ini termasuk kaum yang
menyukai shouta? Tidak, tunggu sebentar dan bayangkan. Jika dimanjankan dengan
lembut oleh wanita yang segar dan kuat seperti Sakurako-san—ini buruk. Beberapa
minat anehku akan terdistorsi.

“Uhufu, ada apa Yuya-kun? Mungkinkah...kau membayangkannya?”

“Yuya-kun!? Itu tidak boleh! Ibu itu tidak baik! Dia memang baik pada awalnya, tapi
sifat aslinya adalah penyihir licik yang seperti ular! Aku akan melakukan yang
terbaik, jadi kau hanya harus melihatku!”

“Ara ara. Kalau baru dua hari hidup bersama tapi sudah begitu mengengakang, kau
akan kehilangan kasih sayang, loh? Hei Yuya-kun, setelah ini, kenapa kau tidak
mencicipi pesona wanita dewasa? Jangan khawatir, aku akan merahasiakannya dari
suamiku kok.”

Kaede-san dengan imut berteriak dan menginjak-nginjak tanah. Entah apa sudah
yang dipikirkan oleh Sakurako-san. Yah, matanya tertawa, jadi jelas dia tidak serius.
Jika demikian, apakah dia begitu menikmati saat menggoda Kaede-san? Sepertinya
begitu.

Aku penasaran, apakah dia menikmati reaksi dari menggoda seorang gadis yang
jatuh cinta untuk pertama kalinya, dan mengujiku juga pada saat yang bersamaan.
“Itu tawaran yang sangat menggirukan, tapi aku akan menolaknya dengan sopan.
Aku ini orang yang setia. Selain itu, aku tidak bisa melawan hutang rasa terima kasih
pada orang yang membereskan masalah orang tuaku.”

“Yuya-kun...kau keren...”

Mengapa kau menatapku dengan tangan terkatup rapat dan dengan pipi memerah,
Kaede-san? Aku memang bilang aku orang yang setia, tapi aku belum bilang kalau
aku menyukaimu.

“Oh...apakah aku satu-satunya yang kalah? Kata yang bagus, Yuya-kun, sulit
dipercaya kalau dirimu benar-benar anaknya Kotaro. Orang itu, saat dia masih
pelajar dulu...yah kita akan menceritakan itu lain kali.”

Woy Ayah sialan! Apa yang kau lakukan saat kau masih pelajar!? Meski hanya
sesaat, aku bisa melihat adanya cahaya kebencian di mata Sakurako-san!

“Kaede. Kau tidak boleh melepaskan Yuya-kun. Dia adalah anak laki-laki yang manis
dan sopan, anak laki-laki seperti itu sudah langka sekarang. Pastikan supaya dia
hanya terus melihatmu dan mencintaimu.”

“Aku tahu. Tidak peduli cara apa yang harus kulakukan, aku pasti akan membuatnya
terpikat denganku!”

Bisakah kalian membicarakan hal semacam itu saat aku tidak ada? Dan lagi, apa
yang membuatmu mengangguk-ngangguk Sakurako-san?

Juga, tadi kau mengatakan kalau dirimu akan melakukan cara apapun, tapi apa yang
sebenarnya kau rencanakan, Kaede-san? Jika memungkinkan, aku maunya cara yang
lebih damai seperti dengan mengenyangkan perut.

[Catatan Penerjemah: Kalau gak salah ada isitilah begini, “Cara membuat laki-laki
jadi tambah cinta adalah dengan mengenyangkan perutnya.” Mungkin itu yang
dimaksud Yuya.]

“Kata yang bagus, Kaede. Pikatlah tubuh dan pikiran Yuya-kun. Teknik yang perlu
kau lakukan untuk itu adalalah—”

“Hentikan!! Apa yang coba kau ajarkan pada putrimu!? Tidak bisakah kau
menyerahkan hal semacam itu pada kami satu sama lain?”

Ampun dah nih anak sama ibu! Terlebih lagi, menilai dari cara dia mengatakannya,
Sakurako-san pasti cukup terampil dan pastinya seorang pemikat yang baik. Jika
orang berbakat seperti Kaede memperoleh pengetahuan seperti itu—aku pasti akan
terpikat. Pasti akan terpikat!

“Uh... kenapa kau malah menyela, Yuya-kun. Itu adalah informasi yang diperlukan
untuk membuat malam menjadi lebih panas...”

“Uhufu. Kau benar juga. Hal seperti itu mungkin lebih menyengkan diserahkan pada
kalian satu sama lain. Tidak hanya itu akan membuat kalian berdua bahagia, tapi
juga membuat perasaan kalian lebih dalam.”

Sakurako-san melanjutkan perkataannya sambil menepuk pundak Kaede, yang


mulai menangis.

“Bagus untukmu, Kaede. Bahkan jika dirimu tidak pandai dalam hal itu, Yuya-kun
akan akan tetap menerimamu. Kalian hanya harus melakukan yang terbaik
bersama-sama. Sedangkan untuk teknikku, ya...aku akan memberitahumu saat aku
mempelajari fetishnya. Tidak apa-apa, Kazuhiro-san saja langsung jadi lunak dengan
teknikku, jadi Yuya-kun pasti akan begitu juga.”

Sepertinya Kazuhiro-san, si ayah mertua benar-benar diungguli. Yah, jika wanita


cantik seperti Sakurako-san mengambil inisiatif, aku akan senang dan tidak ingin
menolak. Tapi, jika orang seperti itu dibiarkan melakukan apa yang dia inginkan...

“Uhufu. Kupikir Yuya-kun adalah tipe M, tapi secara tak terduga kau sepertinya
memiliki faktor S juga. Malahan, kau mungkin adalah seorang raja di ranjang. Kaede,
lakukanlah yang terbaik, oke?”

“Y-Ya! Yuya-kun! Aku akan melakukan yang terbaik!”

Aku hanya bisa mengangguk dengan senyum masam. Aku tidak tahu apakah itu
karena Sakurako-san, tapi aku merasa seperti ada pintu baru yang terbuka untukku.

Itu adalah hari Minggu yang luar biasa.

Bab 18
Hari Yang Mengerikan

Saat itu senin pagi, sehari setelah Ibu Kaede-san membukakan pintu baru untukku.
Waktu saat ini pukul 7:50. Lokasinya adalah kelas 1D tahun pertama.

Saat ini aku sedang menghadapi masalah yang sangat besar.

Begitu aku memasuki kelas, hatiku sudah langsung grogi karena dihadapkan oleh
tatapan rasa iri hingga tatapan kebencian.

“Selamat pagi Yuya. Bagaimana perasaanmu menjadi pusat perhatian hari ini?”

Saat aku duduk di kursiku, sahabatku, Shinji Higure memanggilku.

Shinji juga merupakan rekan yang unik di lapangan klub sepak bola yang sama.
Tingginya 165 cm dan bertubuh kecil untuk pemain sepak bola, tapi umpan kreatif
yang keluar dari kakinya tepat untuk kepekaanku.

Ditambah dengan penampilannya yang lembut dan tampan serta kepribadian yang
ramah, dia juga sangat populer seperti anak anjing. Dan ketika dia pertama kali
masuk sekolah, dia mendapat pengakuan cinta dari banyak gadis, terlepas dari
teman sekelas ataupun siswi senior, meski begitu dia menolak semuanya. Itu karena
Shinji memiliki seorang gadis yang dia cintai pada pandangan pertama dan sudah
berpacaran dengan gadis itu.

“Selamat pagi, Shinji. Yah, kalau situasi ini mau dijelasakan secara singkat, maka ini
adalah neraka.”

“Yah, itu wajar saja. Bagaimanapun juga, kau datang ke sekolah sambil
bergandengan tangan dengan Hitotsuba Kaede. Bukankah kau harusnya sudah
bersiap untuk itu?”

“...Bacot. Aku sudah mengatakan padanya berkali-kali kalau itu akan berbahaya.
Tapi Kaede-san sama sekali tidak mau mendengarkan. Jika aku melelpaskannya, dia
akan mulai menangis—”

Ini buruk. Aku secara tidak sadar mengingat penderitaan yang kualami ketika
meninggalkan rumah, dan mengatakannya dengan lantang. Darahku mulai terkuras.

“Astaga, itulah yang kumaksud, Yuya.”

Suara tecengang Shinji menusukkku. Satu-satunya keselamatan adalah setiap orang


tertarik, tapi ragu-ragu untuk ikut mendengarkan. Dengan ini, aku akan dapat
bertahan sampai suara bel pagi berbunyi. Tepat ketika aku memikirkan itu...

“Hei, Yoshi! Kau benar-benar mulai berpacaran dengan Kaede-chan!?”


Munculnya orang yang merusak ketenangan pikiranku mengganggu rencanaku.

“...Kau mendengarkan itu dari siapa Otsuki-san?”

“Tentu saja dari Kaede-chan sendiri. Dia bilang [Aku akan menyatakan perasaanku
pada Yoshizumi-kun] sepulang sekolah pada hari Jum’at, tapi aku belum diberitahu
hasilnya. Tapi keributan pagi ini membuatku jadi tahu! Yah, tidak mungkin kau akan
menolak pengakuan cinta dari Kaede-chan!”

Gadis yang tertawa nyahaha ini adalah Akiho Otsuki, teman sekelas Kaede,
merupakan seorang siswi yang terlihat seperti humanoid energik. Dia adalah gadis
berutubuh kecil dengan rambut sepanjang sebahu, bisa dibiliang dirinya adalah loli
legal. Buahnya lebih besar dari Kaede-san.

“Akiho. Sesi kelas sudah mau dimulai loh? Kau tidak seharusnya berada di kelas
kami. Cepatlah kembali ke kelasmu.”

“Muuu. Shin-kun kejam. Apa kau tidak mau berlama-lama bersamaku?”

“Astaga, tentu saja aku ingin bersamamu, tapi jika kau tidak kembali, sensei akan
marah loh?”

Aku menghela nafas pada pertukaran bucin yang tiba-tiba antara Shinji dan Otsuki-
san dengan banyak simbol hati yang melayang-layang. Orang yang Shinji jatuh cinta
pada pandangan pertama adalah Akiho Otsuki, dan gadis itu sepertinya jatuh cinta
dengan Shinji pada pandangan pertama juga, dan sekarang mereka menjadi kekasih
terkenal dengan ketololan di kepala mereka.

“Jika mau bermesraan, lakukanlah itu di tempat lain pasangan tolol. Aku tidak tahan
melihat itu dipamerkan di pagi hari.”

“Ah, aku tidak dengar apa-apa! Dan lagi, aku tidak ingin diberi tahu sesuatu seperti
itu oleh pasangan yang datang ke sekolah dengan bahagia sejak pagi sambil
bergandengan tangan!”

“Itu benar, Yuya. Yang kau katakan berbeda dari apa yang kau lakukan, tapi
bukankah kau tadi adalah orang yang paling bersemangat dan malu-malu? Kau
malah lebih jauh tolol dari kami.”

Shinji dan Otsuki-san telah mengesahkan kami sebagai pasangan!? Itu tidak
mungkin. Aku tidak mungkin malu-malu.
“—Mulutmu memang mengatakan ingin melepaskannya, tapi kau sebenarnya tidak
ingin melepaskannya, kan?”

Yah kalau masalah memalukan sih memang memalukan, dan aku tahu itu akan
terjadi. Tapi lebih dari itu, aku bisa mencium aroma tubuh Kaede-san, dan lagi,
tubuhnya bahkan lebih lembut dan lebih mantep dari yang kubayangkan, jadi tentu
saja aku tiadk mau melepaskannya.

“Isshhh...jika memang begitu, maka katakan saja dari awal. Jika Yuya-kun mau, aku
siap memberikan segalanya untukmu. Dan kalau kau mau, apa kau ingin menikmati
tubuhku malam ini?”

“...Kaede-san. Kau seharusnya tidak mengatakan itu disekolah. Selain itu aku tidak
akan menikmatinya? Atau lebih tepatnya, apa yang kau katakan pagi-pagi begi—”

Ketika aku mengistirahkan kepalaku di tanganku, aku tiba-tiba mendengar suara


dari belakang. Aku ingin membalas kembali padanya, tapi di tengah-tengah aku
menyadari bahwa itu adalah suara iblis kecil yang telah kudengar selama dua hari
terkahir, dan ketika aku berbalik ketakutan, aku melihat Kaede-san yang berdiri di
sana. Tidak mungkin!? Kenapa kau ada disni Kaede-san!

“Aku datang menemuimu karena aku sedih tidak akan bisa melihat pacar
kesayanganku sampai siang nanti, apa itu gak boleh?”

“Oke, tenang dulu. Aku bukan pacarmu karena aku belum merespon pengakuanmu.
Selain itu aku tidak menikmatinya. Dan juga aku sukanya wanita yang pemalu, aku
akan menjauh darimu jika kau memikat secara terbuka. Jika kau sudah tahu, maka
kembalilah lagi.”

“...Oke. Jika kau mengatakan itu, maka bersiaplah malam ini, oke? Akiho-chan, sesi
kelas akan segera dimulai, jadi ayo kembali ke kelas.”

Berbalik, Kaede-san kembali ke kelasnya bersaa Otsuki-san. Astaga. Pergi ke sekolah


aja sudah membuat keributan, dan sekarang repot-repot datang ke kelas untuk
menyatakan perang.

“...Hei, Yuya. Boleh aku bertanya sesuatu?”

“Apa lagi Shinji.”

“Tidak, aku tahu ini sepertinya tidak mungkin, tapi ada sesuatu yang benar-benar
aku ingin tahu... Apa kau dan Hitotsuba-san tinggal bersama?”
Aku mengingat percakapan yang kulakukan sebelumnya, dan membenturkan
kepalaku ke atas meja. Siapa pun yang mendengar percakapan itu pasti akan
memikirkan kemungkinan itu. Kenapa aku bisa bodoh sekali.

“Yah...Aku mengerti. Aku yakin ada beberapa situasi tapi...aku turut kasihan.”

Kata-kata simpati yang diucapkan sahabatku dengan suara tercengang membuat


hatiku hancur berkeping-keping.

Sungguh hari yang mengerikan! Aku berteriak sekeras yang kubisa dalam pikiranku.

Bab 19
Kau Benar, Shinji-kun

Begitu waktunya istirahat makan siang. Aku maunya langsung melompat keluar dari
kelas seperti kelinci. Aku yakin kalau sampai setelah kegiatan klub, aku akan
dikerumuni dan dipertanyakan segala sesuatu mulai dari apa yang terjadi pagi ini
hingga alasan mengapa aku mengambil absen pada aktvitas klub kemarin. Tapi
setidaknya sampai saat itu, aku ingin menghabiskan waktuku dengan tenang. Meski
begitu—

“Kau mau kemana, Yuya-kun? Kita sudah berjanji untuk makan siang bersama-sama,
kan? Padahal aku sudah bersusah payah membuatkanmu bekal makan siang...apa
kau tidak mau memakannya?”

Yap. Aku tertangkap. Seringai di wajah Otsuki-san muncul di benakku. Jangan


bercanda sialan. Kembalikan kedamaianku.

“Hamburger yang kubuat kemarin. Kau bilang kalau itu enak dan berharap bisa
memakannya sebagai bekal makan siang, jadi aku bangun lebih awal dan
membuatnya, tahu?”

Memang seperti yang dia katakan, kemarin dirinya membuatkanku makan malam.
Itu adalah jus daging yang melimpah sehingga sebanding dengan makanan yang ada
di restoran. Rasanya sangat nikmat dengan umami seperti daging sapi dan manisnya
lemak daging babi.
“Selain itu...aku selalu ingin mencoba makan siang dengan orang kusukai, apa itu
tidak boleh?”

“...Tentu saja boleh.”

Jika dirinya menurunkan pandangannya dan mengatakan sesuatu dengan wajah


gelisah, mana mungkin aku bisa menolak! Selain itu, tatapan di sekitarku.

[Bekal makan siang buatan Hitotsuba-san!? Iri banget anjeeeng, jadi pengen gua
bunuh tuh orang!]

[Apa dia akan menolak undangan untuk makan siang dengannya!? Itu tidak
mungkin kan!? Kalau sampai menolak, fix, MATI!]

[Dari pada itu, apa kalian dengar dia baru saja megnatakan ‘tadi malam’? Apa itu
berarti mereka hidup bersama!? Apa ini cerita Novel Ringan? Tidak, ataukah gim
ero?]

Tatapan penuh kebencian dan bisikan maut para pria menembus tubuhku.
Sepertinya ada orang yang mengatakan itu seperti gim 18+, tapi itu jelas tidak.
Meski begitu harus diakui, perkembangan seperti ini tidak jauh berbeda dengan
Novel Ringan.

Sementara itu, reaksi apra gadis,

[Hitotsuba-san benar-benar berani... Aku juga ingin segera bertemu seseorang yang
bisa membuatku berpikir begitu.]

[Aku iri padanya yang pandai memasak. Terlebih lagi, membuatkan bekal makan
siang untuk seseorang yang disukai... Aku ingin tahu, apa harus memasaknya juga
ya?]

[Aku pernah dengan kalau ada banyak orang yang mengincar Yoshizumi-kun, ace
dari klub sepak bola, tapi kalau harus melawan Hitotsuba-san, mereka pasti tidak
memiliki peluang untuk menang. Itu juga berlaku sama untuk Higure-kun. Aku jadi
mau mencari pria yang baik secepatnya.]

Yap. Anggap saja aku tidak mendengar apa-apa. Kenapa begitu? Karena Kaede-san,
yang telah pindah ke sampingku, mengeluarkan tekanan yang hebat. Jika disini aku
mengaktan [Aku ini populer ya?]. Mudah untuk memperkirakan apa yang akan
terjadi selanjutnya.

“Kau hanya perlu melihatku seorang, karena aku juga hanya akan melihat dirimu.”
Aku benci pada kenyataan bahwa aku punya kecendrungan untuk mudah dibaca
melalui wajahku. Aku langsung mendapat serangan pertama meski tidak
mengatakannya. Selain itu, dia juga memberiku senyum lebar sembari mengaitkan
lengannya dengan erat. Terkejut dengan itu, ruang kelas bergema dengan gertakan
gigi dan teriakan gembira dari para gadis.

“Ah...maaf, Yuya. Bermseraan sih tidak ada salahnya, tapi jika kita tidak bergegas,
istirahat makan siang akan segera berakhir. Gimana nih? Kau mau ke kantin? Atau
makan di sini saja?”

Woi, Shinji. Memangnya menurutmu siapa di sini yang bermesraaan? Bukankah ini
hanya seperti aku dipermainkan secara sepihak?

“Itu tidak terlihat seperti itu. Malah, itu membuatku sedikit malu kalau memang
terlihat seperti itu.”

“Eeh, jangan bilang begitu dong Shin-kun. Aku ingin terus bermesraan denganmu
seperti sebelumnya. Apa itu gak boleh?”

“Tentu saja tidak apa-apa. Aku juga suka mesra-mesraan dengan Akiho.”

Shinji! Jangan menciptakan suasana di mana kau dapat mendengar suara ‘Aku
menyukaimu saat mata kita bertemu’! Lihat nih, Kaede-san jadi punya tatapan iri!
Astaga, sudah-sudahlah main-mainnya.

“Hei, Yuya-kun. Kita juga harus lebih bermes—”

“Okeeee! Kita tidak punya banyak waktu, jadi ayo cari makan siang! Shinji, amankan
meja! Karena kalau dua tidak akan cukup, jadi kita akan menyatukannya! Dan untuk
kalian berdua, karena itu adalah kantin sekolah, tidak akan ada masalah kan!”

Tidak akan kubiarkan dia menyelesaikan kalimatnya. Itu adalah pernyataan diri
malu-malu yang akan membuatku kewalahan, tapi aku tidak akan kalah! Dan juga,
gak ada gunanya meskipun kau mengembungkan pipimu seperti itu tahu. Aku
menusuk pipinya dan mengeluarkan udara dari mulutnya, Aah, ekspresi ini juga
imut.

“Hei, Akiho. Apa kalau aku jadi tsukkomi di sini akan kalah? Akan kalah kan?”
[Catatan Penerjemah: Tsukkomi]

“Ya...dibiarkan seperti ini sih cukup menarik, tapi karena suasana kelas jadi lebih
berat, lebih baik untuk menghentikannya. Shin-kun, aku serahkan padamu!”
“Aku yang menghentikannya!? T-Tidak mungkin! Coba kau lihat mereka Akiho! Yuya
tersenyum tidak seperti sebelumnya, dan pipi Hitotsuba-san begitu mengendur!
Tidak mungkin aku bisa menghentikannya...”

Shinji dan Otsuki-san berisik sekali dah. Aku kan jadi bisa menikmati pipi Kaede-san
yang lembut ini. Hmm? Tunggu dulu, menikmati?

“Ummm...Yuya-kun. Apa kau bisa menghentikannya...ini agak memalukan...”

Ketika aku kembali ke diriku sendiri, Kaede-san, yang pipinya lagi kusentuh, teripu
dan memprotes. Apa yang telah kulakukan? Aku jadi panik dan segera melepaskan
tanganku.

“Fufufu. Ini pertama kalinya aku disentuh oleh Yuya. Kedepannya, ayo kita lakukan
lebih banyak sentuhan.”

Aku ingin berpikir kalau itu hanyalah imajinasiku saat melihat simbol hati di akhir
kata.

“Yuya. Menurutku kau harus lebih hati-hati.”

Kau benar, Shinji-kun.

Bab 20
Suatu Hari Nanti Akan Berguna

“Wow...hamburger itu kelihatan enak! Apa ini Kaede-chan sendiri yang


membuatnya? Itu sudah seperti dibeli dari toko!”

“Terima kasih, Akiho. Apa aku mau mencicipinya?”

“Boleh nih!? Terima kasih!”

Otsuki-san, yang menyantap hamburger buatan Kaede-san, berkata itu sangat enak
dengannya matanya yang berbinar, di ini sudah seperti maskot yang lucu. Dari pada
itu, pertukaran antara Kaede-san dan Otsuki-san terlihat seperti saudara dekat.
“Hei, Yuya. Aku juga setuju dengan apa yang kau pikrikan. Hitotsuba-san dan Akiho
sudah seperti kakak-adik. Kalau begitu, apa aku harus memanggil dirimu kakak
ipar?”

“Aku tidak mau kau memanggilku kakak ipar.”

Apa Shinji benar-benar bisa tahu apa yang kupikirkan? Apa itu memang benar-
benar terlihat di wajahku? Jika demikian, aku akan kesulitan saat dilapangan kalau
lawanku dapat melihat bidikanku dan waktu lompatanku.

“Kalau masalah itu tidak perlu kau khawatirkan. Lagian dirimu sudah seperti orang
yang berbeda ketika bermain bola. Baik itu pendidikan jasmani atau kegiatan klub,
kau yang biasanya duduk diam seperti kucing di dekat jendala, terasa jadi seperti
macan saat bermain sepak bola. Misalnya seperti kau rasanya kek ingin bunuh
orang kalau gak dioper.”

Apa aku striker yang seperti itu? Padahal aku tidak memiliki tembakan mematikan
seperti ‘tendangan macan ngamuk’-nya si Madun. Ngomong-ngomong,
hamburgernya enak.

“Mungkin itu seperti eogisme moderat? Bukannya aku tidak bisa melihat situasi di
sekelilingku, tapi indra Yuya sangat tidak biasa, sehingga sulit untuk mengikutinya.
Hambatan permintaan terlalu tinggi. Hei, apa aku juga boleh makan tuh
hamburger?”

Dia ini ngolok atau muji ya? Hamburger Kaede-san sangat enak, jadi aku benar-
benar tidak ingin memberikannya, tapi aku juga mau berbagi kenikmatan ini. Dan
karena kau sahabatku, jadi secara khusus akan kuberikan seperempatnya. Kau bisa
mencicipi dan memakannya.

“Hei, Kaede-chan. Bukankah Yoshi dan Shin-kun sudah seperti saudara? Maksudku,
tidakkah menurutmu mereka terlalu dekat?”

“Itu benar. Biasanya kan laki-laki tidak akan saling menyuapi satu sama lain.
Malahan, itu aneh karena dia menyuapi Higure-kun sebelum diriku!”

“Itu benar Yoshi! Shin-kun adalah milikku, jadi kau tidak boleh menyuapinya! Shin-
kun juga, jangan terlihat bahagia seperti itu! Karena hanya para gadis yang boleh
merasakan kebahagian itu!”

Kaede-san mendekat dengan wajah tidak puas, sedangkan Otsuki-san marah dan
meraih dada Shinji yang sedang makan hamburger. Lagian menyuapi seperti itu
tidaklah memalukan, karena aku hanya melemparkannya ke mulut dan tidak ada
sensualitas.

“Dengar, Yuya-kun. Kau harus lebih berhati-hati. Jika dirimu dan Higure-kun yang
seperti anak anjing bermesraaan, semua orang akan salah paham. Dan tidak hanya
itu, mereka malah akan berteriak meminta kalian melakukannya lagi. Jadi tolong
hati-hati untuk tidak melakukan sesuatu seperti itu, oke?”

“Aaa...ya. Aku mengerti. Aku akan berhati-hati mulai sekarang. Aku tidak akan
menyuapi Shinji lagi. Tapi, Kaede-san. Perkataanmu tidak meyakinkan jika dirimu
merekam video menggunakan ponselmu. Dan juga jangan bersemangat seperti itu,
rasanya menakutkan!?”

Jika kau mengeluh tentang hal itu sambil mendengus dan dengan bersemangat
mendesah Ha, ha. ha. Itu rasanya menakutkan hinnga aku bersedia bersumpah
kepada Tuhan kalau tidak akan pernah melakukannya lagi. Lihat, bahkan Otsuki-san
juga jadi takut.

“...Tidak seperti itu. Aku hanya berpikir kalau ini suatu hari nanti akan berguna
sebagai momen persahabatan antara dirimu dan Higure. Jadi aku tidak punya motif
tersembunyi dan perasaan aneh apa pun.”

Njir, itu kata yang luar baiasa. Aku tidak bisa mengatakan apa-apa kembali padanya,
karena jika dia mengatakannya secara terbuka, aku akan berpikir bahwa dirinya
merekam itu sebagai momen yang berkesan untuk digunakan di masa depan,
padahal sebenarnya dia merekam itu untuk kesenangan pribadi.

“Hei, Kaede-chan. Apa maksudmu dengan suatu hari nanti itu akan berguna? Apa itu
seperti reuni atau semacamnya?”

Otsuki-san mengajukan pertanyaan sederhana. Memang benar, tidak diketahui


kapan video ini akan berguna di masa depan. Shinji menganggukan kepalanya
seolah ingin bertanya juga... Oh benar, pasti di saat itu. Aku juga pasti akan
berpikiran seperti itu jika berada di posisi yang sama.

“Kenapa kalian malah bertanya...bukankah itu sudah jelas, saat di pernika—”

“Tentu saja saat reuni! Itu bahkan tidak perlu dipikirkan lagi, kan!? Nanti akan ada
yang bilang begini ‘Sebenarnya, dua orang ini saling jatuh cinta!’ dan menggunakan
itu sebagai bahan untuk candaan! Benar begitu kan, Kaede-san!?”
Tidak akan kubiarkan kau mengatakannya! Dengan rumor kami yang berpacaran
saja aku sudah jadi kena banyak masalah, apa lagi kalau tentang pernikahan,
Kedamaianku akan hancur.

“Tidak, bukan itu Yuya-kun. Ini berguna saat pernika—”

“BENAR BEGITU KAN, Kaede-san?”

Sudah kubilang, tidak akan kubiarkan! Aku secara fisik menutup mulutnya dengan
tanganku dan menekannya dengan seringai. Kaede mengangguk dengan rona di
pipinya. Fiuuuh, ini melegakan.

“Hei, Shin-kun. Yoshi kelihatan seolah-olah dia berhasil menutupinya, tapi apa
menurutmu dia berhasil bisa menutupi itu?”

“Akiho. Ada waktunya ketika dirimu memikirkan sesuatu, kau tidak boleh
mengatakannya. Jika mereka berdua berpikir sudah berhasil menutupinya. Jadi kita
lebih baik untuk diam saja.”

Woi, aku bisa dengar dengan jelas tahu!

“...Duh. Jangan tutup mulutku begitu tiba-tiba. Kau membuatku kaget tahu?”

“Kupikir itu salahmu karena mencoba mengatakan sesuatu secara tiba-tiba, apa kau
merasa menyesal?”

“Yah...memang aku sedikit ceroboh. Tapi Yuya-kun. Jika kau mau menutup mulutku,
kau kan bisa melakukannya dengan mulutmu? Maksudku...aku maunya kau
menutupinya dengan ciuman.”

Kaede-san...apa kau benar-benar serius mengatakan itu!? Masih lebih mending jika
tadi kau mengatakan bahwasannya video itu akan digunakan saat pernikahan!
Karena dalam hal ini, orang-orang hanya akan berpikir kalau itu masih terlalu cepat
untuk anak SMA yang polos. Kau terkadang melihatnya kan, orang-orang di media
sosial yang tanpa malu-malu memposting foto dengan simbol hati bertuliskan [Akan
selalu bersama]. Nah, paling-paling semuanya hanya berakhir terlihat seperti itu.

“Tapi jika kita mau melakukannya...aku maunya saat kita berdua saja dimalam hari
tepat sebelum tidur,”

“Oke, ayo diam sebentar. Atau lebih tepatnya, diam. Kumohon. Aku akan melakukan
apa saja.”
“Fufufu. Jika kau mengatakan begitu, maka aku akan diam.”

Kaede-san berkata dengan senyum lebar, lalu berhenti berbicara. Aku jadi bingung
ketika aku ditinggal sendirian. Eh, mungkinkah aku harus melakukan apa yang
diinginkan Kaede-san? Kuharap dia akan sedikit berbelas kasihan...

“Hei, Shin-kun. Mungkinlah kita juga terlihat seperti itu?”

“Kau benar, Akiho. Jadi ayo kita diam di depan semua orang, oke?”

Seharusnya itu menjadi istirahat makan siang yang menyenangkan, tapi itu malah
menyebabkan badai lain.

Bab 21
Sorakan Kaede adalah yang terbaik di Jepang

“Lari, lari! Terus lari sampai kau jatuh!”

“Kau bisa mengejar bola itu, kan!? Kenapa kau menyerah, Yoshizumi!”

“Higure juga, anak riaju memang lebih baik meledak aja bangsat!”

Setelah sekolah usai. Entah kenapa, sesi latihan klub sepak bola hari ini terasa lebih
antsusias. Hari ini kami berlatih tanding antara tim merah melawan tim putih yang
jarang dilakukan—ngomong-ngomong aku ada di tim merah—tapi mau itu rekan
setim atau musuhku, perlakukan terhadapku sangat buruk. Woi, siapa yang
mengucapkan kalimat terakhir itu? Setidaknya dendam pribadi itu harus
disembunyikan su.

“Ha... ha... sial! Para senior terlalu bersemangat.”

Sambil menyentuh tiang gawang, aku mengatur pernapasanku yang kacau. Apa-
apaan dengan operan barusan itu, aku mengerti kalau kita harus melakukan
serangan balik, tapi kenapa umpannya harus dari posisi DF. Bolanya terlalu cepat
dan akurasinya terlalu rendah, kualitasnya berkurang signifikan. Tidak mungkin kan
aku bisa mengejarnya, berkat itu, aku jadi membuang-buang tenaga.

“Yah, penyebab untuk ini pasti... kenapa kau malah melihatku, Kaede-san?”
Itu benar. Sumber dari semangat membara para senior disebabkan oleh orang yang
sedang melihat keluar jendela ke arah lapangan sambil tersenyum, Kaede-san. Aah,
mata kami bertemu. Woi, jangan melambaikan tanganmu padaku. Aku sih sedikit
senang, tapi mata para senior yang melihat itu benar-benar menakutkan.

“Yuya-kun, semangat!”

Hei, apa kau bisa berhenti!? Jika aku disemangati secara pribadi, kau malah
menuangkan minyak pada semangat membara para senpai yang tidak disemangati
secara pribadi. Itu akan membuatku diperlakukan dengan semakin keras.

“Sepertinya sulit ya untuk dicintai oleh gadis paling imut di Jepang, Yuya.”

“Bacot lu njing. Lagian, sudah kubilang kalau kami belum berpacaran.”

“Jadi masih belum ya, itu artinya suatu hari nanti itu akan terjadi, kan? Kau ini keras
kepala dengan cara yang aneh Yuya. Kau harusnya lebih jujur.”

Ketika aku kembali ke wilayah timku sendiri, Shinji, rekan dalam tim merah yang
sama, memanggilku dengan riang. Tidak, bukan itu masalahnya, kenapa kau malah
ada disini, bagaimana dengan pertahanan? Meskipun itu bukan hakku untuk
mengatakannya.

“Tidak apa-apa. Para senior sangat antusias untuk menunjukkan hasil yang baik
pada Hitotsuba-san, jadi mereka akan bisa bisa bertahan meski tanpa aku atau
dirimu.”

“Itu akan sama saja untuk tim putih yang menyerang. Astaga, jika saja mereka
termotivasi seperti ini, kita bisa memenangkan turnamen kota, kan?”

Tim sepak bola kami tidak terlalu termotivasi saat ini. Tapi itu bukan karena
keterampilan tiap-tiap individunya rendah, jadi jika kami memiliki pengumpan luar
biasa seperti Shinji, bahkan aku, seorang striker biasa, bisa mencetak gol. Setelah
itu, jika pertahanannya matang, kami akan memiliki peluang untuk menang.

“Jika kau berpacaran dengan Hitotsuba-san dan memintanya untuk menjadi


manajer klub sepak bola, mungkin kita bisa memenangkan kejuaran nasional?”

“Hahaha. Kau bercanda, kan. Jika Kaede-san menjadi manajer, aku tidak akan bisa
lega. Dari pada itu, ayo kita akhiri permbicaraan tidak berguna ini di sini dan
mencetak beberapa gol.”
Aku mengarahkan tanganku ke rekanku sambill mengatur poniku, yang lembab dan
berkeringat karena berlarian meski saat ini musim dingin. Shinji mengepalkan
tinjunya setelah menghela napas.

“Kau benar, ayo tunjukkan pada Hitotsuba-san bagian keren dari Yuya di sini.
Serahkan padaku untuk membuatmu terlihat keren, striker.”

“Haa. Aku tidak berusaha tampil keren untuk Kaede-san yang telah mendukungku
dengan keras sejak beberapa waktu lalu! Aku hanya ingin memenangkan
pertandingan antara tim merah dan tim putih!”

“Ya, ya. Kau yang tsundere itu juga imut kok, Yuya.”

Shinji mulai berlari sambil tertawa. Hei, apa maksudnya itu! Tidak mungkin aku
seorang tsundere!

“Yuya-kun!! Semangat!”

Jangan bersorak dari jendela. Dan kenapa kau menyorakiku hari ini? Sampai
sekarang kan, kau hanya menonton dengan diam-diam agar tidak diperhatikan.

“Tapi... aku tidak merasa buruk untuk disemangati.”

Dikatakan bahwa disoraki terkadang dapat membuat seseorang mengerahkan lebih


banyak kekuatan daripada yang bisa dilakukan. Kalau begitu, hari ini aku akan
melakukan semua yang kubisa sambil mendengarkan suara Kaede-san!

Setelah itu, aku mencetak gol setelah menerima umpan indah dari Shinji, dan tim
merah akhirnya memenangkan pertandingan dengan skor 3-0. Akulah yang
mencetak semua gol dan mendapatkan hattrick, tapi para senior tidak memujiku,
melainkan menatapku dengan cemburu. Sinting memang kok mereka ini.

“Kyaaaaaaa, Yuya-kun keren sekali!!!”

Begitu ya. Mungkin itu karena Kaede-san jadi semakin bersemangat. Dari pada itu
Kaede-san, bukankah karaktermu jadi runtuh? Mengapa semangatmu terlalu tinggi?
Bukankah kau harusnya menontonku latihan dengan tenang?

“Kau sangat dicintai ya, Yuya”

“Diam, Shin-kun.”
Kali ini, senyuman di wajah Shinji, yang merupakan seorang dari kekasih yang
dijuliki kekasih tolol, membuatku kesal.

Bab 22
Kaede Ingin Berpegangan Tangan

Aku lelah karena menjadi lebih bersemangat dari biasanya saat pertandingan antara
tim merah dan tim putih, meski begitu, aku tetap tidak melewatkan latihan
menendang bola harianku.

Penyerang terbaik dunia, Lionel Messi dan Cristiano Ronaldo, juga merupakan
striker dan masternya tendangan bebas. Itu sebabnya aku tetap tinggal sendirian
dan terus berlatih menendang bola hampir setiap hari.

Letih sampai ingin mageran untuk yang pertama kalinya setelah sekian lama, aku
hendak meninggalkan gerbang sekolah untuk pulang, namun saat itu, aku
mendapati bahuku ditepuk. Ketika aku berpaling untuk melihat, aku menemukan
jari yang indah seperti ikan putih menusuk pipiku. Itu adalah Kaede-san, dengan
wajah yang sangat bahagia.

“Kerja bagus latihannya, Yuya-kun. Kau hari ini sangat keren loh.”

Dia mengembuskan napas putih, tapi pipinya merah dan suaranya dipenuhi dengan
kegembiraan. Tidak peduli apakah semangat dari pertandingan tim merah dan tim
putih masih belum mereda, dia harusnya tidak perlu menungguku di cuaca dingin
seperti ini. Tangannya dingin.

“Mungkin kita nanti akan terlambat memasak, meski begitu aku benar-benar ingin
pulang dengan dirimu. Apa itu tidak boleh?”

“...Yah, itu boleh sih. Meski begitu kau tidak harus menunggu di luar, kan?
Seharusnya kau menunggu saja di dalam kelas dan mengirimiku pesan, dengan
begitu aku akan menjemputmu...”

Aku dengan lembut membungkus tangan Kaede dengan kedua tanganku. Aku
merasa bersalah karena membuat dirinya menunggu sendirian di bulan Februari
ketika musim semi masih jauh, dan sebagai penebusan, aku memberikan tangannya
kehangatan.
“U-Um... Yuya-kun? A-Apa yang tiba-tiba terjadi padamu...?”

“Udah diam aja. Bukankah kau sangat kedinginan. Ini hukuman karena telah
memaksakan dirimu sendiri untuk menunggu di luar saat cuaca dingin.”

Ya ampun. Meski berada di depan gerbang sekolah, itu masihlah berbahaya bagi
gadis cantik seperti Kaede-san menunggu sendirian di senja-senja begini. Walaupun
dia mengenakan mantel, karena dia mengenakan rok, pasti akan kedinginan jika
tetap diam di tempat begitu saja. Bagaimana jika nanti dirimu demam?

Kaede mengerang sambil melihat ke bawah, tapi keluhan seperti itu dihiraukan saja.
Aku tidak akan melepaskan tangan ini sampai itu mencapai suhu kulit normal.

“Kalau aku demam. Saat itu... dirimu akan merawatku, kan?”

“Tentu saja aku akan merawatmu. Jika kau jadi demam karenaku, aku harus
bertanggung jawab. Tapi jika bisa, aku maunya agar kau tidak demam.”

Aku pasti akan khawatir. Jika aku meninggalkan dirinya sendirian terbaring sakit di
tempat tidur untuk pergi ke sekolah, aku tidak akan bisa fokus pada sesi kelas
maupun aktivitas klub karena khawatir akan kondisinya di rumah.

“Nah. Pakailah ini. Ayo pulang secepatnya dan makan sesuatu yang hangat. Kita
akan singgah dulu ke supermarket untuk membeli sayuran dan daging untuk
membuat hotpot (Nabe). Dan sisanya bisa dimakan untuk besok dengan bubur.
Bagaimana?”

Saat kami berbicara tentang menu makan malam, aku melepas sarung tanganku
sendiri dan memberikan itu kepadanya. Aku bisa merasakan udara dingin
menyengat kulitku dan perasaan kram di ujung jariku. Aku menutupinya dengan
mantelku, tapi rasanya tidak jauh berbeda. Aku ingin cepat-cepat pulang dan
berendam air hangat.

“T-Tunggu, Yuya-kun! Aku senang kau meminjamkanku sarung tanganmu, tapi


dengan begitu tanganmu akan—!”

“Aku baik-baik saja. Aku bisa memasukan tanganku ke dalam saku, jadi tidak ada
yang perlu dikhawatirkan. Daripada membicarakan ini, ayo pulang secepatnya. Aku
mau makan.”

“Mmm... aku mengerti. Kalau begitu ayo lakukan ini.”


Kaede dengan cepat meraih tanganku dan memasukkannya ke saku mantelnya. Jari-
jarinya terjalin dengan jariku dalam apa yang disebut ikatan kekasih. Pipinya
memerah seperti dedaunan di musim gugur. Tentu saja bukan hanya dirinya saja,
tapi aku juga.
“Dengan begini tanganmu tidak akan kedinginan, kan? Meskipun kita berpegangan
tangan, itu tidak akan terlihat dari luar, jadi bagaimana rasanya?”

Jangan bilang ‘bagaimana rasanya’ dengan matamu yang berbinar! Hanya dengan
memegang tanganmu saja sudah cukup untuk membuatku mendidih, tapi sampai
menyelipkannya ke dalam sakumu juga!? Dari luar memang tidak kelihatan, tapi
jelas kalau kita sedang berpegangan tangan, malahan ini dilihat sebagai tindakan
menambah kedekatan.

“...Bukankah dirimu yang menggenggam tanganku sampai beberapa saat yang lalu?
Itu jadi tidak meyakinkan jika kau jadi panik sekarang.”

“Itu benar tapi... ini sedikit... memalukan...”

“Ataukah, kau tidak suka untuk berpegangan tangan denganku dalam perjalanan
pulang? Apa kau akan bermasalah jika ada orang yang melihat kita?”

Jika ditanya suka atau tidak, tentu saja suka. Menjalinkan jari dan berpegangan
tangan seperti ini sudah seperti terjalin dalam hubungan asmara, dan pihak lainnya
adalah Kaede-san, tentu saja akan sangat membahagiakan. Eh tunggu sebenar, aneh,
bukankah kami memang sudah terjalin?

“Ayo, supermarket akan tutup jika kita tidak cepat-cepat!”

Aku mengimbangi langkah Kaede yang dipercepat.

Di langit yang dingin. Kami mersakan kehangatan tangan satu sama lain saat
berjalan pulang.

Bab 23
Yuya Penggoda Yang Baik

“Uyafungama ehiyamikaki hyagetahyoki luar biasa!”

Mulut Kaede-san tercekat saat dirinya berbicara dengan tidak jelas. Kau ingin aku
menerjemahkannya? Jangan konyol. Aku juga tidak mengerti.
“Bicara memang boleh, tapi setidaknya telan dulu apa yang ada di mulutmu. Aku
tidak mengerti apa yang kau bicarakan.”

Setelah meninggalkan sekolah sambil berpegangan tangan, kami membeli bahan


untuk membuat hotpot (Nabe) di supermarket dan pulang. Kami selesai
memasaknya dengan cepat dan saat ini lagi makan malam.

Kaede-san bersikeras untuk membuat hotpot kimchi. Aku menumis bawang putih
yang dihaluskan ke dalam minyak wijen, lalu memasukkan bahan-bahan yang dibeli
untuk membuat hotpot. Dengan cara ini, rasanya akan menjadi tambah lezat.

Karena sudah larut, kubis yang merupakan salah satu bahan utama sudah terjual
habis, sebagai gantinya kimchi-lah yang dibeli dan dimasukkan apa adanya. Hasilnya
enak karena itu murah dan menambah kekayaan pada hidangan. Setelah itu
tambahkan tauge, jamur, tahu, dan daging babi, kemudian panaskan hingga siap
dihidangkan. Mudah dibuat dan mengenyangkan. Selain itu, ini adalah makanan
yang sehat karena dirimu bisa memakan sayur mayur yang kaya akan nutrisi. Itulah
inti dari hotpot.

“Hafu. hafu. Nyam, nyam... hotpot memang enak ya. Itu menghangatkan. Tapi maaf
ya, padahal kau kelelahan, tapi justru dirimu yang membuat hotpot ini. Biar aku
yang bersihkan dan mengurus sisanya, jadi kau bisa beristirahat.”

“Tidak apa, membuatnya juga tidak sulit. Dari pada itu, apa yang tadi kau katakan
saat dirimu sedang mengunyah? Aku sama sekali tidak mengerti.”

“Oh itu! Saat kau merapikan ponimu, itu benar-benar terlihat keren dan
mengagumkan! Membuatku jadi meleleh!” [Catatan Penerjemah: ‘meleleh’ improv
dari kata ‘kyun’, intinya klepek-klepek.]

Kaede mendongak ke atas sambil menekan jantungnya. Aku hanya melihat itu
dengan tatapan kosong. Memangnya apa yang membuat seseorang jadi meleleh
hanya karena merapikan poni? Aku tidak mengerti apa yang dia maksud.

“Tidak! Ini bukan hanya bagiku saja. Ini mungkin poin meleleh yang umum bagi
semua wanita. Itu adalah yang terbaik ketika seorang pria yang bekerja keras
menyisir rambutnya sambil berkata [Nah, mungkin aku harus lebih serius
sekarang]. Dan jika dia terus memainkan peran utama dalam pertandingan, itu akan
membuat orang-orang jadi klepek-klepek! Justru aneh jika tidak seperti itu!”

“Eh.... Begitu ya...”


Dia memelotiku dengan tatapan yang menanyakan ‘apa kau benar-benar mengerti’,
tapi sejujurnya, aku tidak begitu mengerti. Yah, memang benar kalau merapikan
poni akan terasa seperti ada tombol yang ditekan di dalam dirimu, tapi apa itu
memang bisa membuat seorang jadi meleleh. Dari pada itu Kaede-san, sungguh
menakjubkan dirimu dapat melihat detail gerakan dan memahami apa yang
kupikirkan.

“Fufufu. Tentu saja. Aku sudah lama menontonmu bermain sepak bola. Aku bisa
memahami kapan saat kau akan serius.”

“...Eh begitu ya?”

“Ya begitu. Selain itu, apa kau tidak ingin memahami perasaan dan pikiran orang
yang kau cintai? Aku ingin tahu lebih banyak tentang dirimu. Dan kuharap dirimu
juga merasakan hal yang sama.”

Aku tahu. Aku sudah tahu kalau perasaanku yang tidak dapat dijelaskan ini
telah diarahkan kepada Hitotsuba Kaede. Dan itu hanya dalam tiga hari, dan masih
tiga hari. Waktu yang akan kuhabiskan bersama Kaede dapat memungkinkanku
melihat bagian-bagian dari dirinya yang tidak kuketahui, mulai mengenal dirinya
dengan baik, dan terpikat oleh pesonanya.

“Itu benar... Aku juga ingin tahu lebih banyak tentang dirimu. Itulah yang
kurasakan.”

“Kalau begitu, hari ini adalah waktunya kita mandi bersama! Cara terbaik untuk
mengenal satu sama lain adalah dengan melakukan hubungan telanjang! Aku akan
menggosok punggungmu nanti!”

Mengapa orang ini ingin segera mandi bersama-sama. Apa dia ini memiliki
kebiasaan mengekspos dirinya atau semacamnya. Sebagai laki-laki, aku akan sangat
bahagia, tapi rangsangannya masihlah terlalu kuat. Ayo tolak ini dengan tegas.
Tidak, tunggu dulu, aku akan mengikuti maunya dan melihat reaksinya.

“...Yah, itu benar. Kurasa cara tercepat untuk mengenal satu sama lain adalah
dengan hubungan telanjang. Oke, habis ini ayo kita mandi sama-sama. Gosokin
punggunggku ya?”

Sekarang, bagaimana reaksimu Kaede!

“Fueh!? A-apa kau serius!? K-Kau benar-benar mau mandi sama-sama!?”


Terima kasih banyak atas reaksi panik dengan wajah merah cerah itu. Jika kau
memang malu, jangan memaksakan diri untuk mengatakannya. Meski begitu,
dirinya yang panik dan menggoyangkan tangannya di depan wajahnya benar-benar
imut, jadi aku memutuskan untuk terus melihat dirinya yang seperti itu tanpa
segera memberitahu kalau itu hanya bercanda.

Kemudian, setelah aku mengatakan padanya bahwa aku hanya bercanda, dia
menggembungkan pipinya dan marah padaku tapi, akan kuberitahu kalau itu juga
merupakan cinta.

Bab 24
Berbicara tentang event di bulan Februari?

Ini memang agak mendadak. Tapi jika kau bertanya padaku apa yang menurutku
merupakan event terbesar di bulan Februari, maka aku hanya akan mengatakan
satu hal. Ya, hari valentine. Ini adalah event besar dengan segala macam konspirasi
dari pembuat manisan, dan hari pertumpahan darah bagi pria yang tidak
mendapatkannya.

Saat itu lagi waktunya makan siang, hari ketiga sejak aku mulai pergi ke sekolah
bersama Kaede. Kami berempat, termasuk Shinji dan Otsuki, sedang makan siang
dikelas, yang dimana itu sudah menjadi rutinitas sehari-hari.

Gosip di antara manusia biasanya bertahan selama 75 hari, saat kami menyilangkan
lengan seperti biasa, aku merasakan degungan gertakan gigi dan tatapan
kecemburuan. Tapi sepertinya aku bukan satu-satunya yang merasakan itu.

“Kayakya Yuya-kun punya penggemar. Ada beberapa gadis yang menatapku...”

“Bukankah itu hanya imajinasimu? Aku orang yang tidak mencolok, tahu?”

Aku adalah bocah penyuka sepak bola yang dipenuhi keringat dan lumpur. Aku
selalu bersama Shinji di kelas, jadi aku jauh dari gadis-gadis lainnya. Satu-satunya
gadis yang kuakrabi adalah Otsuki yang kukenal melalui Shinji. Bagaimana bisa aku
dibilang populer? Kau pasti bercanda, kan?

“Isssh... inilah kenapa dirimu itu... kau harus lebih sadar akan dayak tarikmu sendiri.
Dengar ya Yuya-kun, cara hidupmu itu sangat luar biasa. Caramu mengabdikan
dirimu pada satu hal, sikapmu yang jujur, dan hati yang pantang menyerah. Dan dari
waktu-waktu kau juga menunjukkan kebaikan. Kendati wajah yang elok atau
semacamnya, batinmu sangat baik. Selain itu, kau harus tahu bahwa ada banyak
wanita yang tertarik dengan itu.”

“Eh...ya, Aku mengerti.”

Dia memberiku ceramah sambil menunjuk-nunjuk jarinya. Apakah memang begitu?


Tapi karena Kaede mengatakan demikian, jadi itu mungkin benar. Atau lebih
tepatnya, sangat memalukan mendengar itu. Aku jadi sontak memalingkan
pandanganku.

“Iiisshh. Kenapa kau malah berpaling? Kita ini sedang membicarakan sesuatu yang
penting, lihatlah mataku dengan benar.”

Jangan memegang kepalaku dan menggerakkannya untuk melakukan kontak mata!


Aku menegangkan leherku dan berusaha keras untuk melawan, tapi Kaede menjadi
semakin memaksa, dia menggembungkan pipinya saat dia mencoba menggerakkan
kepalaku. Tolong aku, Shinji!

“Hei, Shin-kun. Kenapa kau tidak menghentikannya? Yoshi dalam masalah tahu?”

“Tidak, ini sesuatu yang menarik, jadi biarkan saja. Apa kau tidak ingin melihat
bagaimana reaksi Hitotsuba-san saat dia kembali menjadi dirinya sendiri?”

“Ah... aku ingin melihatnya. Aku tidak tahu apakah Kaede-chan itu berani atau tolol.
Meski begitu, sikap natural itu memang luar biasa.”

Hei, pasangan tolol yang di sana! Jangan hanya diam dan menonton! Memang benar
aku suka saat melihat wajah Kaede yang memerah ketika dia kembali sadar, tapi ini
bukan waktunya untuk menantikan sesuatu seperti itu!

“Jangan... melawan! Atau apa dirimu tidak mau berbicara sambil menatapku? Kau...
tidak mau?”

“Bukan seperti itu! Hanya saja, itu, apa kau bisa berhenti meremas wajahku? Gimana
bilangnya ya... ini agak memalukan.”

Kaede membuat suara seperti dia akan menangis, jadi aku secara refleks
menatapnya dan menyangkal itu. Tingkah ini merupakan kejutan baginya dan
hampir tidak luput dari perhatian, tapi hanya ada sedikit jarak antara wajah kami.

“Ah... itu... uh ...itu—”


“Bukannya aku tidak mau menatapmu atau semacamnya, aku hanya malu karena
dirimu tiba-tiba mengatakan kalau aku baik dan segalanya. Jadi jangan salah
paham.”

“I-iya... aku mengerti...”

Woi Shinji, aku bisa mendengarmu dengan baik saat mengatakan ‘kelahiran
pasangan tolol kedua’. Kami ini masih belum pacaran.

“Ya, ya. Kesampingan Yoshi di area itu. Hei, Kaede-chan! Apa kau sudah memikirkan
apa yang akan kau lakukan di hari Valentine minggu depan?”

“Tentu saja, aku berencana membuat kue coklat untuk Yuya-kun.”

Sebenarnya tadi malam kami membicarakan hal ini. Event itu akan berlangsung
minggu depan, dan Kaede bertanya apa yang kumau, jadi aku dengan santai
menggumamkan kue, dan beginilah yang terjadi. Meski begitu, apakah kue adalah
sesuatu yang mudah dibuat?

“Begitu ya... kalau aku sih tidak bisa membuat kue. Kau luar biasa Kaede-chan.”

“Tidak, bukan begitu. Karena Yuya-kun mengatakan dia maunya itu, jadi aku hanya
ingin mengabulkan keinginannya. Ini juga merupakan yang pertama kali bagiku
membuatnya, jadi aku khawatir kalau-kalau akan membuat kesalahan...”

Aku sudah kasih tahu kalau dirinya tidak harus memaksakan diri untuk membuat
kue, tapi Kaede menyela dan mengatakan kalau semuanya adalah tantangan. Maka
yang bisa kulakukan hanyalah memakan semua kue yang dia buat. Itu akan menjadi
caraku menghargai kerja kerasnya.

“Kau benar-benar dicintai ya, Yuya.”

Berisik. Aku agak kesal saat kau mengatakan itu padaku. Oh, apakah ini yang disebut
sebagai senior yang sudah punya pacar? Apa kau bersikap sarkas tentang riwayatku
yang tidak memiliki pacar?

“Oh iya! Bagaimana kalau akhir pekan ini kita membuat cokelat bersama di rumah
Kaede-chan!? Lagipula kita tidak membuat giri-choco* atau tomo-choco*, jadi
bukankah akan menyenangkan jika coklat itu dimakan di hari saat dibuat!?”
[Catatan Penerjemah: Coklat untuk teman.]

Kurasa tidak! Otsuki-san, jangan katakan hal seperti itu! Kalau kalian akan membuat
cokelat di rumah Kaede, itu berarti akan diketahui kalau aku dan Kaede-san hidup
bersama. Kaede mungkin juga telah mengetahui hal itu, tapi aku tidak bisa
memastikannya.

Aku melakukan kontak mata dengan Kaede.

Kau sudah tahu jawabannya kan. Kau harus menolak, oke?

Aku tahu. Serahkan saja padaku.

Fiuh. Itu melegakan.

“Membuat coklat ya, kedengarannya menyenangkan. Ayo membuatnya bersama.”

“Yay! Seperti yang diharapkan dari Kaede-chan! Kau memang cepat paham!”

O-Oi!? Kenapa kok begitu!? Harusnya ditolak kan!? Tapi kenapa kau setuju dan
mengacungkan jempol dengan wajah seperti itu! Bukan seperti itu, kau salah,
Kaede!

“Kalau begitu, apa aku juga boleh pergi ke rumah Hitotsuba-san? Mungkin kita
semua bisa makan bersama malamnya?”

“Itu benar. Aku akan membuat coklat sementara Yuya-kun dan yang lainnya
melakukan aktivitas klub, sekaligus menyiapkan makan malam dan menunggu. Jika
ada permintaanm bilang saja!”

“Aku! Aku! Aku mau hamburger! Aku mau makan hamburger buatan Kaede-chan!”

“Fufufu. Oke.”

Ceritanya terus berlanjut dan tidak memberiku ruang untuk menyela. Oh, sudah
berakhir. Mereka akan mengetahui bahwa kami tinggal bersama.

“Aku sangat menantikannya, Yuya”

“...Ah, kurasa begitu.”

Senyuman percaya diri sahabatku membuatku muak.

Bab 25
Hanya orang yang siap deg-degan yang bisa membuat orang lain deg-degan
Sekarang hari minggu. Hari dimana Otsuki seharusnya akan datang ke rumah dan
membuat coklat untuk Hari Valentine bersama Kaede. Aku mau meninggalkan
rumah lebih awal karena ada latihan klub sepak bola di pagi hari tapi,

“Nah, Yuya-kun. Ini bekal makan siang buatan istrimu yang tercinta.”

“Aku tidak mau membahas mengapa kau merubah statusmu dari pacar menjadi istri
karena aku tidak punya waktu untuk itu tapi, apa kau membuatkanku bekal makan
siang lagi hari ini?”

Kaede menyiapkan bekal makan siang untukku. Dari lima hari aku bersekolah,
selama tiga hari aku makan bekal makan siang buatan Kaede. Selain itu, meski kami
bergiliran, dia juga yang masak saat malam hari, jadi dia sudah tau seleraku. Ini juga
pasti enak. Meski cara dirinya mendesainnya agak berbahaya.

“Meski kubilang membuatnya, yang kubuat tidak terlalu banyak kok. Aku menaruh
sisa roti dan sayur tumis kemarin. Nasi sudah dimasak pagi ini, jadi mestinya enak.
Lakukanlah yang terbaik di aktivitas klubmu, oke? “

“Y-ya... aku akan melakukan yang terbaik”

“Fufufu. Tapi setidaknya untuk hari ini, aku ingin kau pulang dengan Higure-kun
daripada tinggal berlatih sendiri. Aku ingin kau memakannya, memakan pe-ra-sa-
an-ku.” [Catatan Penerjemah: AAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA.]

Kaede menulis huruf-huruf di dekat jantungku dengan senyum menggoda. Ada apa
denganmu!? Bukankah itu terlalu berlebihan untuk memberikan rangsanan di pagi
hari begini? Meskipun saat ini sedang musim dingin, suhu tubuhku meningkat pesat
dan jantungku berdebar kencang. Naluriku membisikkan sesuatu yang jahat, tapi
aku menahannya.

“Sebenarnya aku ingin melakukan ciuman sampai jumpa tapi, aku akan
menahannya, kurasa hanya perlu menunggu hari ketika itu akan terjadi.”

Itu disengaja. Dia melakukannya untuk membuatku gugup dan kewalahan. Tapi aku
menyadarinya. Kaede terlalu memaksakan dirinya. Lagian pipinya sedikit memerah!
Itu bukti bahwa dia malu untuk melakukan ciuman meski dia sendiri yang
mengatakannya. Maka disinilah saatnya untuk melawan balik. Aku bukanlah orang
yang akan terus-terusan di serang.
“......Aku pergi dulu, Kaede.”

“----Eh?”

Aku memanggilnya ‘Kaede’ dan dengan cepat menggeser poninya kemudian


mencium keningnya. Saat Kaede terkejut dengan kejadian yang tiba-tiba itu, aku
sekali lagi berkata ‘Aku pergi dulu’ dan kemudian meninggalkan rumah.

“Ci...ciuman... di kening...”

Melalui celah di pintu yang menutup, aku melihat Kaede tertegun saat dia
menyentuh keningnya. Apa kau sudah mengerti Kaede, bahwasannya hanya mereka
yang siap untuk deg-degan yang bisa membuat orang lain deg-degan. Aku
menunggu lift sambil meniru kaisar jahat di pikiranku.

“Kyaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa, Yuya-kun menciumku!!!”

Teriakan Kaede yang menggema sampai ke pintu masuk membuatku terkejut


sampai-sampai bahuku bergidik. Sampai sebegitunya ya cuman ciuman kening? Ini
kan bukan dari bibir ke bibir. Bukankah ini sesuatu seperti salam?

---

“Memberikan ciuman sampai jumpa di kening? Bukankah itu lebih memalukan


daripada ciuman langsung?”

Ternyata itu tidak normal ya. Ketika aku bertanya kepada Shinji, yang merupakan
salah seorang yang dijuluki kekasih tolol, tentang apa yang dia pikirkan tentang
ciuman di kening, dia menjawab seperti ini.

“Menurutku itu biasa bagi kekasih dan suami-istri untuk berciuman langsung, dan
kami juga melakukannya, tapi kurasa kami tidak akan bercium kening.
Bagaimanapun juga, itu terlalu memalukan.”

“Hah? Kenapa? Justru lebih memalukan untuk berciuman secara normal. Bukankah
ciuman di kening itu seperti sapaan?”

“Astaga... kau ini. Dengar ya, ciuman itu hal yang biasa dilakukan oleh sepasang
kekasih. Tapi, ciuman di kening itu lain cerita. Karena jarang ada yang
melakukannya. Bagaimanapun juga, sangat memalukan untuk melakukan sesuatu
yang jarang dilakukan. Meski begitu, aku tidak tahu kenapa menurutmu itu normal.”
Begitukah? Ayah brengsekku biasanya memberi Ibuku ciuman kening setiap pagi,
dan itu membuat ibuku senang. Aku belum pernah melihat mereka berciuman
langsung.

“…Itu jelas tentu saja. Aku juga belum pernah melihat atau ingin melihat orang
tuaku berciuman langsung. Haaa… aku ingin tahu bagaimana reaksi Hitotsuba-san
ketika dirinya dicium di kening...”

“Tidak terlalu buruk. Dia sedikit berteriak, tapi sesaat langsung tenang. Dia pasti
akan seperti biasa saat aku pulang.”

Biasanya aku terus yang diserang. Jadi setidaknya aku membalsanya supaya dia
menjadi deg-degan. Lagian, Kaede terlalu tidak menyadari betapa menariknya
dirinya.

“Hmm... Hei, Yuya. Aku mau nanya?”

“Apa?”

“Kau tidak menyangkal bahwa kau memberi Hitotsuba-san ciuman sampai jumpa di
kening, kan? Seperti dugaanku, kalian memang tinggal bersama.”

Aaa... aku keceplosan.

Bab 26
Yuya yang Keceplosan

Seperti yang diminta Kaede tadi pagi. Hari ini, Shinji dan aku dalam perjalanan
pulang bersama tanpa tinggal untuk berlatih sendirian.

Untungnya, percakapanku dengan Shinji tidak didengar oleh orang lain. Jika anggota
tim sepak bola yang lain mengetahui kalau aku tinggal bersama Kaede, itu benar-
benar akan menjadi akhir dari akhir pekanku. Hanya berbicara tentang menjalin
hubungan dengan Kaede saja sudah membuatku merasakan niat membunuh dari
para pria, apalagi kalau tinggal bersama dengannya, sudah pasti aku akan dihabisi.
“Kau sebaiknya berhati-hati. Kau ini agak tolol, jadi kupikir kau akan mudah
terbawa suasana dan keceplosan. Kau yang tinggal bersamanya berarti tidur di
ranjang yang sama, kan?”

“Yah, meski aku mengatakan kalau kami tidur bersama, kami tidur dengan jarak
yang cukup jauh, oke? Jadi jangan salah paham.”

“Astaga, kan sudah kubilang tadi. Pada dasarnya aku hanya bertanya apakah kalian
ini tidur bersama atau terpisah, jadi kau seharusnya menjawab tidur terpisah. Tapi
kau malah menjawab dengan sesuatu yang bakal bikin merepotkan.”

Shinji. Kau ini lumayan cerdik juga ya. Bukankah itu tidak adil untuk memanfaatkan
kejujuran hatiku dan menggunakan pertanyaan yang menuntun.

“Tidak, menurutku dirimu yang jujur itu bukan masalahnya, kau hanya tolol. Kalau
begini sih hanya masalah waktu untuk terungkap. Hitotsuba-san juga sepertinya
tidak akan menyembunyikannya.”

Faktanya itu adalah masalah terbesar. Seolah dia menyatakan kalau kami
berpacaran, saat pergi ke sekolah Kaede terus menggandengan tangan kami.
menungguku seleai latihan sampai senja, dan meninggalkan sekolah sambil
berpegangan tangan. Saat istirahat makan siang, dia akan datang ke kelasku dan
makan bekal buatannya sendiri atau makan di kafetaria, intinya kami bersama
setiap hari. Entah apa yang akan terjadi jika kami berakhir di kelas yang sama.

“Aku yakin dia pasti akan menjadi istri yang hebat. Aku ingin tahu, apa Hitotsuba-
san juga bisa cemburu?”

“Perutku pasti akan sakit kalau begitu. Cemburu ya... Entahlah... Meskipun aku yakin
kalau itu akan imut jika dia melakukannya.”

Coba bayangkan. Misalnya, apa yang akan terjadi jika aku aktif di kelas penjas dan
para gadis bersorak serta melambai padaku dengan senyuman di wajah mereka?
Tidak, dia mungin tidak akan cemburu. Kalau itu Kaede, dia pasti akan menyorakiku
lebih keras daripada orang lain.

Jadi bagaimana jika aku berbicara dengan gadis selain Kaede? Eh, tapi gadis yang
akhir-akhir ini selalu aku ajak bcara adalah Kaede, kan? Selain itu, satu-satunya
gadis lain yang kuajak bicara adalah pacarnya Shinji, Otsuki Akiho, kupikir aku
sudah berbicara banyak dengannya.

“Mereka hanya menahan diri. Kerana ada kata ‘Yuya adalah pacarnya Hitotsuba-
san’. Aku juga awalnya begitu tahu? Semua orang jadi jarang berbicara padaku
karena aku berpcaran denan Akiho. Yah, sekarang sih sudah normal. Namun, dalam
kasusmu, pihak lain bukan sembarang pihak lain. “

Siswa laki-laki berpacaran dengan seorang gadis cantik yang terpilih sebagai
pemenang Kontes Wanita SMA Nasional. Berbicara dengan pria yang sudah punya
pacar saja cukup sulit, apalagi kalau si pacar itu adalah Kaede, semua gadis pasti
menghindar.

“Tapi tidak apa-apalah. Selama ada Kaede, Shinji, serta Otsuki sih gak masalah. Aku
ingin melihat dirinya cemburu, tapi aku tidak ingin membuatnya sedih.”

Cemburu berarti membuat merasa tidak nyaman. Aku sangat berhutang budi pada
Kaede, dan menghabiskan waktu bersamanya membuat hari-hariku menjadi lebih
berwarna. Tapi bukan berarti aku tidak mengalami masalah seperti kerja keras dan
kelelahan.

“Fakta bahwa kata-kata ‘tidak ingin membuatnya sedih’ keluar dari mulutmu
dengan begitu mudah adalah hal yang baik tentang dirimu. Kupikr Hitotsuba-san
terpikat dengan dirimu yang seperti itu dan menjadi jatuh cinta padamu.”

Begitukah? Bukankah itu wajar jika kita tidak ingin membuat orang yang kita kasihi
merasa sedih? Tidak peduli apakah itu kekasih, teman, atau anggota keluarga.

“Itu adalah sesuatu yang bisa dipikirkan tapi tidak bisa benar-benar bisa diucapkan.
Meski begitu, dirimu yang mengucapkannya tanpa ragu itu keren loh. Haaa,
Hitotsuba-san sepertinya benar-benar kesulitan.”

Shinji terkekeh, ketika aku berpikir untuk mencoba mengatakan sesuatu, dia
mengubah topik pembicaraan seolah-olah dia tiba-tiba teringat sesuatu. Ada apa ya?

“Dari pada itu, tunggu sebentar Yuya, aku memang tidak pernah melihatnya. Tapi
apa kalian setiap hari berpegangan tangan saat pulang sekolah? Apa maksudnya itu?
Aku tidak mendengar apapun tentang itu?”

Buang cerita itu jauh-jauh. Tidak ada alasan mengapa aku harus repot-repot
melaporkan padamu kalau aku dan Kaede berpegangan tangan saat pulang sekolah.

“Yah, memang benar kau tidak memiliki kewajiban untuk melapor padaku, tapi kau
tidak pacaran sama Hitotsuba-san, kan!? Terus kenapa kalian berpegangan tangan
saat pulang sekolah?”
“Oh...itu toh. Kapan hari itu kami berpegangan tangan saat pulang sekolah. Aku
sangat malu, tapi Kaede-san sangat senang. Setelah itu, dia akan merajuk kalau aku
tidak memegang tangannya. Jadi ini situasi yang agak sulit.”

Dalam perjalanan pulang hari itu, di cuaca yang dingin, dia sendirian menungguku
selesai latihan. Aku menghangatkan tangannya yang dingin dan Kaede
menggenggam tanganku saat kami pulang bersama, dan sejak hari itu, hal itu sudah
menjadi kebiasaan.

“Itu tidak seperti aku dengan bangga menunjukkan bahwa kami terhubung, oke?
Aku memasukkan tanganku ke dalam saku mantelnya dan menjalinkannya di
dalamnya. Dengan begitu, tidak akan terlalu mencolok, kan?”

Sangat memalukan untuk berjalan dengan tangan disilangkan atau berpegangan


tangan secara terbuka. Tapi jika kami berpegangan tangan di dalam mantel, kalau
dilihat sekilas tidak akan diketahui. Saat aku memberitahunya tentang ide
terobosanku, pipi Kaede entah kenapa merona dan dengan malu-malu mengatakan,
[Baiklah, kalau kau tidak masalah dengan itu...]. Kenapa ya?

“Haaa... berpegangan tangan di saku mantel pacar ya. Kupikir itu malah seperti
kalian itu tinggal di dunia kalian saja, tapi sepertinya kau tidak akan mengerti meski
aku menjelaskannya. Bukankah Hitotsuba-san juga biasa dalam hal ini?”

Aku tidak mengerti arti desahan Shinji, dan sementara itu, aku dan Shinji sampai di
tempat tujuan. Yah, dari sudut pandangku, aku baru saja pulang.

“L-luar biasa... jadi ini ya sarang cinta kalian...”

“Jangan katakan itu sarang cinta. Ayo, jangan ngetolol di sini. Aku sudah banyak
dihubungi Kaede-san yang menanyakan apakah kita sudah sampai.”

Aku menarik tangan Shinji, yang tampak sama terkejutnya denganku ketika pertama
kali dibawa ke sini, dan bergegas menuju mereka yang telah menunggu dengan
kepala terangkat tinggi.

Jenis hidangan apa yang akan disajikan? Aku sangat menantikannya. Ngomong-
ngomong, Shinji yang gemetar di lift terlihat seperti rusa kecil yang imut. Yah, saat
pertama kali datang ke sini, aku juga merasakan hal yang sama.

Aku terkejut ketika aku mencoba masuk sambil mengatakan ‘Aku pulang’. Kaede
berdiri di ambang pintu dengan celemek serta sendok di tangannya.
“Selamat datang kembali, sayang! Apa kau mau mandi? Atau mau makan? Ataukh di-
ri-ku?”

Aku disambut oleh istri baru yang paling imut di Jepang dengan senyum yang lebar
di wajahnya.

Bab 27
Aku Pulang...?

Ketika aku sampai di rumah, gadis SMA paling imut di Jepang sedang menungguku
dengan mengenakan celemek. Memang tidak menyebabkan kematian yang pura-
pura, tapi sulit untuk tidak bereaki terhadap ini. Karena itu terlihat sangat cocok
untuknya.

Pakaian yang dikenakan Kaede hari ini adalah rok krem dan kaus putih. Koordinasi
yang longgar secara keseluruhan membuat keimutannya semakin menonjol, dan
celemek berbunga yang dikenakan di atas pakaiannya itu menciptakan perasaan
seperti istri baru dan sulit untuk dilihat secara langsung.

“Ada apa sayang? Apa kau mau makan? Atau mandi? Atau kau mau makan... diriku?”

Situasinya terlalu berat untuk diproses oleh otakku. Untuk saat ini, aku menyikut
Shinji yang sedang menahan tawanya disampingku, dan mengatakan sesuatu
kepada Kaede yang meunggu jawaban dengan leher dimiringkan dan mata yang
basah.

“Kalau begitu... Kaede”

Aku memilihi opsi yang menurutku paling kecil kemungkinannya untuk dipilih dan
menjawab dengan santai. Dari sudut mataku, aku melihat Shinji menahan mulutnya
agar keterkejutannya tidak muncul, dan aku melepaskan sepatuku untuk berdiri di
depan Kaede.

“Tungg... eh? Yu-Yuya-kun!?”

“Kau ingin aku memakanmu, kan? Kalau begitu dengan senang hati... Aku akan
memakanmu, Kaede.”
Wajah Kaede mememerah dan dia mulai gelisah. Aku tidak bisa menahan senyum
terhadap cara ekspresinya berubah dari satu momen ke momen berikutnya yang
begitu lucu dan menggemaskan. Meski begitu, itu cukup mengesalkan untuk terus
kalah dari gadis SMA yang menggoda ini. Sekali-sekali harus dibalas!

“Yu-Yuya-kun!? Eh, apa kau akan memberikanku ciuman ‘aku pulang’ di sini!? Hi-
Higure-kun juga ada disini loh!? A-Apa kau mendengarku!?”

“Udah diam aja. Tenanglah, Kaede.”

Aku perlahan mendekatkan wajahku ke wajahnya. Kaede, yang kebingungan,


memejamkan matanya seolah dirinya telah mengambil keputusan dan
mengerucutkan bibirnya. Jantungku berdegub kencang. Imut banget! Tangan
kananku yang bertumpu di pundaknya secara alami turun ke pinggangnya, dan aku
memeluk kemudiam menciu—

“Kaede-chan? Apa yang kau lakukan? Eh, Apa?!?” [Catatan Penerjemah: Bangsat.]

Seorang penyelamat tampaknya datang menghentikanku.

“Eh!!? A-A-Akiho-chan!? K-kami tidak melakukan apapun, k-kami tidak berciuman.


Yuya-kun mencoba menciumku, tapi kami belum melakukannya loh ya!?”

Penyangkalanmu itu tidak masuk akal dan meyakinkan ketika kau menaruh
tanganmu di sekitar tubuhku dan wajahmu yang dekat dengan dadaku.

Sepertinya Otsuki khawatir perihal kami yang tidak segera masuk ke ruang tamu
meskipun kami sudah sampai di rumah, jadi dia datang untuk memeriksa kami.
Tidak menyangka akan melihat scene ciuman ‘aku pulang’, dia sangat terkejut dan
meninggikan suaranya. Tapi biarkan aku mengatakannya, terima kasih banyak,
Otsuki.

“Hei Shin-kun! Apa mereka beriuman!? Mereka bericuman!? Bener-bener ciuman!?”

“Akiho... bukankah lebih menarik untuk membicarakan hal itu saat makan malam?
Lagian aku juga ingin mendengar mengapa Yuya melakukan tindakan yang begitu
berani ini.”

Otsuki setuju padanya. Woi Shinji! Jangan katakan sesuatu yang tidak perlu. Apa
yang kau mau aku katakan? Woi, jangan pergi begitu saja ke ruang tamu tanpa kami
pemilik rumah.
“Maaf, tapi kami akan menunggu di ruang tamu dulu, jadi Yuya bisa masuk setelah
berbicara dengan Hitotsuba-san. Yah, aku mengerti kalau dirimu ingin memeluk
gadis yang kau sukai selamanya, tapi secukupnya saja ya, kekasih tolol-san!”

“K-kau—!”

Meninggalkan senyum iblis di wajahnya, Shinji dibawa oleh Otsuki masuk ke ruang
tamu. Kaede dan aku ditinggalkan di ambang pintu, dan seperti yang dia sebutkan,
kami masih berpelukan. Tanganku juga melingkari pinggang Kaede, jadi tidak cara
untuk membantah ucapannya.

“Ah... Kaede-san. Kenapa kita tidak segera menghampiri mereka berdua? Kau dan
Otsuki-san sudah selesai menyiapkan masak malam, kan?”

“...Tidak......”

“Kok tidak... kenapa...”

“Kau curang... padahal aku yang mau membuatmu deg-degan, tapi malah kau yang
membuatku jadi begitu deg-degan... itu benar-benar curang.”

Kaede memberikan lebih banyak kekuatan ke pelukannya di sekitar tubuhku. Aku


melepaskan tanganku dari pinggangnya, kemudian mengangkatnya dalam pose
menyerah.

“Maafkan aku. Aku juga terbawa suasana... kalau bisa, aku mau kau memberitahuku
apa yang harus kulakukan agar suasana hatimu membaik.”

“......Cium. Jika kau menciumku, aku akan memaafkanmu.”

Gulp, aku menelan ludah. Beginikah caraku mendapatkan ciuman pertama? Apakah
ini tidak masalah? Tidak, jelas tidak, kan!? Bagaimanapun juga aku kan belum
menyatakan perasaanku padanya!?

“Fufufu. Aku bercanda. Ciuman bisa dilakukan lain kali. Sebagai gantinya... peluk aku
dengan seluruh kekuatanmu. Peluk aku dengan perasaan... bahwa kau tidak akan
memberikanku kepada orang lain.”

Baiklah. Aku tidak akan melepaskanmu Kaede. Jika bisa, aku ingin kau tinggal
bersamaku selamanya. Dengan pemikiran ini, aku memeluknya dengan lembut tapi
erat.
Aaaaaa, sial. Bukankah kami ini benar-benar sudah seperti kekasih. Bukan suatu hal
yang tepat untuk memeluknya sebelum mengatakan padanya bahwa aku
mencintainya. Meskipun lucu rasanya jika aku mengatakan itu padahal sudah
tinggal bersamanya

Betapa bahagianya hidup ini! Aku merasa seperti aku sedang bermimpi meskipun
aku hanya memeluk tubuhnya yang lembut dan hangat. Selain itu, aroma manis
coklat yang berpadu dengan aroma jeruk memberikan kesegaran yang tak
terlukiskan.

“Yu-Yuya-kun? Itu... u-udahan gih... ini memalukan...”

“Hmm... biarakan begini... sebentar lagi...”

“Isssh... mau bagaimana lagi deh.”

Kaede berbicara dengan suara tercengang tapi lembut, dan menarik tubuhnya lebih
dekat. Perasaan ini, kenyamanan ini, aku jadi ketagihan. Aahh, aku ingin melakukan
ini selama—

“Hei, Shin-kun. Adegan apa ini yang sedang diperlihatkan pada kita?”

“Hmm. Singkatnya, ini adalah mahakarya tentang pelukan dua orang yang saling
mencintai. Aku akan mengabadikannya sebagai kenangan.”

“Oh, aku juga!”

Suara dua shutter kamera yang berbunyi di pintu membawa kami kembali ke diri
kami sendiri, dan kami buru-buru berpisah, tapi rasa yang seperti terbakar di wajah
kami tidak mudah mereda.

Bab 28
Jujur aja kenapa?

“Bagaimana? Tidakkah menurutmu sudut pemotretannya benar-benar pas?”

“Itu sempurna. Akiho-chan, tolong kirimkan aku foto itu nanti. Aku akan mencetak
dan memajangnya.”
Makan malam hari ini adalah sukiyaki. Seharusnya sih steak hamburger, tapi Otsuki
mengatakan jika ada satu hal untuk dimakan bersama-sama di hari yang dingin,
maka itu adalah hotpot! Dan kemudian Kaede menyarankannya untuk membuatkan
aku dan Shinji daging yang enak setelah kami lelah berlatih. Itu sebabnya makan
malam hari ini sukiyaki.

Sayuran dibeli bersama dengan bahan untuk membuat coklat, tapi dagigngnya
dibawakan oleh Miyamoto-san. Itu adalah daging wagyu yang tidak akan pernah kau
temukan di supermarket. Marmernya sangat indah, dan ketika dimakan, kau serasa
bisa makan sebanyak yang kau mau karena dagingnya kuat, namun memiliki rasa
manis yang meleleh, tanpa sisa rasa yang lengket.

“Yuya, apa kau juga mau fotomu yang berpelukan? Tadi aku juga memotretnya, jadi
haruskah aku mengirimkannya nanti?”

“Kumohon padamu untuk menghapus foto itu sekarang.”

“Kenapa? Di foto ini kau dan Hitotsuba-san terlihat sangat bahagia loh.”

Hentikan! Aku tahu! Aku memang tahu! Memang benar aku sangat bahagia ketika
aku memeluk Kaede! Tapi sekarang setelah aku sadar kembali dan pikiranku
tenang, aku merasa sangat malu dengan tindakan itu sehingga aku ingin mati. Selain
itu, percakapan yang kami lakukan juga benar-benar berbahya.

“Ketika Yuya-kun bilang, [Kau mau aku memakanmu kan? Kalau begitu dengan
senang hati... aku akan memakanmu, Kaede.], tiba-tiba aku jadi ingin berteriak. Itu
adalah pertama kalinya dia memanggilku Kaede, dan suaranya sedikit lebih rendah
dari biasanya, tapi juga sangat keren!”

“Wow! Fakta bahwa dirinya mengatakannya begitu saja sangat keren... seperti yang
diharapkan dari sahabatnya Shin-kun. Apa Yoshi ini orang yang cukup berbahaya
karena dia bisa melakukannya secara alami...”

“Itu benar! Setelah itu, aku memintanya untuk memelukku, dan dia memelukku
dengan sangat lembut tapi erat...haaa...aku sangat bahagia.”

Disebut-sebut kalau ketiga wanita berkumpul, maka pergosipan akan dimulai, tapi
dua wanita saja sudah cukup untuk melakukan itu. Hatiku sudah sangat grogi
karena berlangsungnya gejolak atas apa yang telah kulakukan. Bisakah kalian
berhenti sampai disitu saja.

“Kalian berdua, cukup sampai disitu saja. Daripada membicarakan itu, lebih baik
makan daging ini! Kalian tidak akan sering-sering untuk makan daging seperti ini!”
Ah, Shinji. Aku senang kau ada di sini. Jika saja kau tidak ada, itu akan sangat
mengerikan meski hanya dibayangkan. Aku pasti akan menangis di bawah selimut
dan mengabaikan daging wagyu yang enak ini.

“Hahaha. Kau melebih-lebihkan. Tidak ada yang aneh tentang memeluk gadis yang
kau sukai dan berpikir kau sangat bahagia.”

Dia mengatakan itu sambil mengunyah daging di mulutnya. Kalau itu sih aku juga
tahu. Hanya saja situasinya terlalu bergejolak dan perasaanku tidak dapat sinkron.
Tidak ada keraguan kalau ini adalah situasi yang disukai oleh pria manapun, tapi
ada fakta yang tak terlupakan. Itu telah menetap di hatiku. Ini lebih seperti akulah
yang ingin berteriak untuk tidak melepaskannya.

“Aku tidak bisa mengatakan apa-apa karena terserah padamu tentang apa yang
harus kau lakukan untuk kedepannya. Yang jelas aku berani mengatakan bahwa
Hitotsuba-san sama sekali tidak akan keberatan pada apa yang akan kau lakukan.”

“Shinji... kau...”

“Kau adalah rekanku di lapangan. Jadi aku agak mengerti apa yang akan dirimu
pikirkan. Itu sebabnya, Yuya, kupikir kau harus lebih berani dan terjun.”

Sambil mengatakan daging itu lezat, Shinji mengunyah lebih banyak daging hingga
membuatku bertanya-tanya dimana semua itu dimuat didalam tubuh kecilnya. Aku
tersenyum masam dan menghela nafas. Astaga, sahabatku bisa melihat menembus
diriku ya.

“Haaa, aku akan makan juga! Kaede-san, tambahkan daging dan sayurannya! Otsuki-
san! Tidak masalah kalau kau mau mengirim foto itu, tapi hanya kepada Kaede-san!
Aku tidak tahu apa yang akan terjadi padamu jika kau menyebarkannya!?”

Untuk saat ini, aku makan daging! Menyantap makanan lezat untuk mendapatkan
kembali akal dan bersiap untuk pertempuran. Ini adalah pertempuran dimana aku
harus sedikit lebih jujur tentang perasaanku. Jika Kaede-san datang dan membuatku
jadi deg-degan, aku akan membuatnya deg-degan juga.

“Fufufu. Makan banyak sih boleh, tapi ada makanan penutup yang menunggu kita
setelah ini, jadi tolong makan secukupnya saja, oke? Ini adalah Valentine yang
sedikit lebih awal.”

Kaede mengatakan itu sambil tersenyum seperti seorang dewi. Perhatianku


teralihkan pada sukiyaki, tapi hidangan utama hari ini bukanlah daging, melainkan
cokelat Valentine yang dibuat oleh mereka berdua. Shinji, apa kau bisa memakannya
nanti kalau sekarang makan seperti ini?

“Tidak apa-apa. Yang manis-manis itu lain cerita. Selain itu, jika Akiho berusaha
keras untuk membuatnya, aku bisa memakannya tidak peduli seberapa kenyangnya
diriku.”

Jangan memandangnku seolah-olah mengatakan kalau itu memang seharusnya


begitu. Otsuki menyeringai dan Kaede-san menatapku penuh harap. Astaga!

“Tentu saja. Tidak mungkin aku akan mengabaikan apa yang Kaede-san buatkan
untukku. Selain itu, Sihnji. Makanan buatan Kaede-san adalah yang terbaik di
Jepang. Aku tidak akan membiarkanmu memakannya.”

“Ya, ya. Aku juga tidak akan memberimu sedikitpun cokelat buatan Akiho, jadi
ingatlah itu!”

Kedua gadis itu malu-malu dan tertawa karena persaingan yang tiba-tiba para pria
dimulai.

Bab 29
Pria Yang Tidak Sadar Lagi Menggoda

Diputuskan bahwa pria akan beres-beres setelah makan malam. Kaede dan Akiho
memberi tahu kami untuk beristirahat saja, tapi kami merasa tidak enak untuk
membuat mereka beres-beres setelah mereka membuat coklat dan juga memasak.

“Sukiyaki tadi enak sekali ya. Hitotsuba-san memang juru masak yang hebat, dari
melihat bekal makan siang yang dia buat saja aku sudah bisa tahu itu.”

“Kau benar. Rasa dari masakannya tidak pada tingkat yang bisa kau dapatkan
dirumah. Aku benar-benar berpikir kalau itu setingkat restoran. Hanya saja,”

Saat mencuci piring bersama Shinji, aku ingat pertama kali Kaede memasak makan
malam untuk kami. Hari itu, dia membuat hamburger rebus seperti yang kuminta,
tentu saja rasanya enak dan membuatku terkesan, tapi apa yang disajikan di atas
meja...
“Yang disajkan diatas meja langsung sama pancinya!? Seriusan? Tidak disajikan di
atas piring atau apa gitu?”

“Serius. Mengejutkan, bukan? Karena itu adalah Kaede-san, kupikir dia akan
membuat pengaturan yang sempurna, eh taunya sampai pancinya juga
dihidangkan.”

Saat itu, aku teringat akan kata-kata Miyamoto-san.

Masakan Kaede-sama memang agak aneh, tapi aku bisa menjamin rasanya

Bukan masakannya yang aneh, tapi penyajiannya! Jika Miyamoto-san tahu itu,
mengapa dia tidak memberitahukannya saja! Sulit untuk dijelaskan pada Kaede-san,
yang membawakan panci dengan ekspresi puas di wajahnya seolah itu wajar!
Perkataan Kaede-san saat itu juga mengejutkan.

Kupikir itu juga bagus untuk mengurangi jumlah piring yang harus dicuci, bukankah
begitu?

“Hahaha! Gila memang! Yang dikatakan itu memang benar, tapi bukan berarti harus
menyajikannya apa adanya begitu!”

“Ya kan! Kau juga berpikir begitu, kan!? Meski begitu, wajah cemberut Kaede-san
membuatku jadi bertanya-tanya apakah aku yang salah disini, dan membuatku jadi
kewalahan...”

Tapi dengan bujukanku yang penuh air mata, Kaede telah belajar untuk
menyajikannya! Sesekali dia terbawa dorongan untuk membawa panci ke atas meja,
tapi dia melakukan yang terbaik untuk melawan, dan pada tingkat ini, dorongan itu
akan hilang secara alami.

“Isssh, Yuya-kun, tolong jangan mengungkapkan hal-hal yang memalukan seperti


itu! Kan Higure-kun jadi menertawanku! A-Akiho-chan juga, ketawamu terlalu
berlebihan!”

Bagaimana aku tidak bisa untuk membicarakan hal ini ketika mereka berdua ada di
isini. Aku teralihkan oleh foto pelukan, tapi Kaede-san yang [menyajikan panci
sekaligus] adalah cerita yang sangat bagus. Tidak ada alasan untuk tidak
membicarakannya.

“Hey Yoshi! Apa kau punya foto di saat itu? Itu adalah pertama kainya Kaede-chan
menyajikan dirimu makanan rumahan, kan? Apa kau mengambil setidaknya satu
foto?”
Aku senang kau menanyakan itu, Otsuki! Tentu saja aku mengambil foto dengan
baik! Lihat wajah yang begitu bangga ini! Saat dia membusungkan dadanya, atau
tersenyum malu setelah difoto berkali-kali, seperti apapun dirinya sangat imut, kan?
Itu favoritku.

“Ah... ya, itu foto yang bagus. Fotonya memang bagus, tapi ini...”

“Semua foto itu berfokus pada Hitotsuba-san, dan makanannya benar-benar


kebetulan kena foto. Yuya, bisakah kau berhenti bersikap genit secara alami?”

“Uh... Yuya-kun tolol... Bukankah kau mengatakan kalau itu hanya rahasia kita
berdua...”

Setelah ini malah lebih imut lagi! Aneh sekali rasanya menyajikan sampai sama
pancinya. Di restoran, makanan disajikan dengan baik di atas piring. Itulah
sebabnya aneh sekali menyajikan sama pancinya sekaligus. Saat aku mengatakan
kalau biar aku yang mencuci piring, wajahnya menjadi sangat merah dan tampak
malu. Sosoknya yang seperti itu benar-benar luar biasa. Bukankah kau juga berpikir
begitu, Shinji?

“Hahaha... itu benar. Dia orang yang berbeda dari Hitotsuba-san yang di sekolah.”

Ya kan, ya kan. Kaede yang bermartabat di sekolah memang cantik dan keren, tapi
dia yang terlihat seperti ini juga sangat imut. Woi, kenapa kau membuang muka dan
tertawa getir?

“Ah, Yuya. Aku mengerti bahwa kau ingin membual tentang sisi imutnya yang hanya
dirimu yang tahu, tapi kenapa kau tidak berhenti saja sekarang? Lihat Hitotsuba-
san. Bukankah dia akan jadi sangat mendidih dan jatuh?”

Ketika Shinji memintaku untuk melihat ke arah Kaede, dia terlihat sangat merah
sehingga kupikir uap keluar dari wajahnya. Bahunya juga gemetar.

“Uh... Akiho-chan. Yuya-kun... Yuya-kun...!”

“Tidak apa-apa, Kaede-chan. Pasti sulit ya punya pacar yang tidak sadar kalo lagi
menggoda.” [Catatan Penerjemah: 惚気, gak tau sebutan Indonesia-ya, yang jelas itu
orang yang berbicara penuh kasih sayang tentang orang yang dicintai.]

Hah!? Aku tidak lagi menggoda! Aku hanya ingin kalian berdua tahu betapa lucunya
Kaede saat di rumah.

“...Disebut penggoda yang tak sadar itu sakit banget ya, Yuya.”
Astaga, bahkan kau juga menyebutku begitu!

“Ya, ya. Aku mengerti bahwa Yoshi sangat mencintai Kaede-chan. Namun sudah
saatnya untuk beralih ke acara utama hari ini!”

Kaede, yang tersadar kembali oleh kata-kata Otsuki, menunjuk ke arahku dan
menyatakan.

“Kali ini giliran Yuya yang deg-degan! Terimalah cokelat Valentine-ku yang penuh
cinta!”

Akhirnya, coklat buatan tangan Kaede akan diungkap.

Wajahnya yang masih merah cerah itu juga imut.

Bab 30
Kue Coklat Rasa Perasaan

Kaede menyatakan kalau dia akan membuatku deg-degan. Dan aku dengan gugup
mengambil tempat duduk. Gawat nih, jantungku sudah berdegub kencang hingga
hampir keluar dari mulutku. Ini bukan pertama kalinya aku menerima cokelat dari
seorang gadis, tapi kenapa?

Saat aku melirik Shinji yang duduk di sampingku, dia memiliki senyum lembut yang
sama seperti biasanya. Kenapa kau tidak gugup?

“Gugup? Kenapa? Malahan aku menantikannya. Aku begitu senang karena


penasaran tentang coklat jenis apa yang akan diberikan pacar tercintaku padaku.”

Jadi ini ya ketenangan dari pria yang disebut kekasih tolol di sekolah. Aku sih tidak
bisa sepertinya. Itu adalah rasa sesak di dada yang membuatku seperti akan hancur
jika aku tidak menjaga akal sehatku.

“Nah! Maaf menunggu lama para pria! Yah, meski begitu hanya ada Shin-kun dan
Yoshi di sini. Apa kalian mau coklat Valentine spesial buatan kekasih imut kalian?”

Kau ini mau pergi ke New York apa!? Otsuki mengangkat tinjunya ke atas dengan
senyuman di wajahnya. Bukankah kata-katanya terlau jadul? Dan bukankah
semangatnya terlalu tinggi? Kaede pun terlihat bahagia dengan wajah tersenyum.
Tapi aku tidak bisa mengikuti semangat tinggi yang tiba-tiba ini.

“Aku mau cokelat buatan Akiho!!”

Shinji mengangkat tinjunya dengan cara yang sama dan senyum lebar di wajahnya.
Bukankah kau ini terlalu cepat beradaptasi? Eh, Kaede, kenapa kau memiliki wajah
yang tidak puas? Bisakah kau tidak berpaling seperti itu?

“Hei, Yoshi! Apa kau tidak mau makan cokelat Valentine Kaede-chan?”

“Kau tidak mau...?”

Kaede bergumam dengan sangat sedih yang berlawanan dengan semangat tinggi
Otsuki. Tunggu, kenapa kok aku jadi orang jahat di sini? Aku tidak mau
memakannya? Jangan konyol. Tidak mungkin aku tidak akan memakannya.

“Tentu saja aku ingin memakannya!!”

“Whoa! Jawaban yang bagus Yoshi! Kalau begitu, sudah hampir waktunya, jadi akan
kami berikan secepatnya!”

Darimana asalnya semua semangat itu? Sambil menyenandungkan suara drum,


Otsuki mengulurkan kotak kecil berwarna merah muda di depan Shinji. Kotak itu
dibungkus sehati-hati mungkin dengan pita dan stiker yang bertuliskan tulisan
tangan Otsuki; [Selamat Hari Valentine].

“Yay, terima kasih Akiho. Apa aku boleh membukanya?”

“Fufufu. Tentu saja!”

Otsuki menjawab sambil mengacungkan jempol. Shinji mengguncang tubuhnya


dengan penuh semangat saat dia perlahan melepas pita dan pembungkusnya. Dia
membuka kotak itu dan apa yang dia temukan di dalamnya adalah...

“Ini adalah cokelat gateau kesukaan Shin-kun! Kurasa Shin-kun yang tidak terlalu
suka sesuatu yang manis bisa memakannya karena itu sedikit pahit. Nah,
makanlah!”

“...Tidak, aku tidak akan memakannya sekarang. Aku akan memkannya dengan
perlahan nanti. Kita tidak bisa bermesraan di depan Yuya dan Hitotsuba-san, kan?”
Woi Shinji! Apa yang kau coba lakukan di rumah orang!? Apa kalian akan saling
menyuapi? Ayah tidak akan membiarkanmu melakukan itu!

“Ya, ya. Tenanglah, Yuya. Aku tidak akan melakukannya di sini karena itu masih
telalu menggairahkan untukmu, jadi jangan khawatir. Yang lebih penting, lihat,
Hitotsuba-san sedang menunggumu, tahu?”

“Yuya-kun, apa kau sudah siap? Aku bekerja sangat keras untuk membuat ini... jadi,
aku ingin kau memakannya.”

Kaede-san menggeliat dan ada kue coklat yang dipotong tipis di atas piring di
depanku. Aku terkesiap melihat kesempurnaan kuenya, sampai membuatku
berpikir sejenak bahwa kue itu habis dibeli dari toko.

Itu kaya akan aroma manis yang menggelitik lubang hidung. Tetap saja, itu memiliki
aroma menyegarkan yang samar. Dilihat dari penampangnya, itu terdiri dari tiga
lapisan.

“Ada tiga lapis coklat spons, mousse, dan krim. Di antaranya ada aksen krim oranye.
Dan bagian atasnya dilapisi karamel.”

Dia menjelaskannya padaku, tapi aku hanya dibuat tertegun. Ketika aku masih SMP,
coklat Valentine yang kuterima memang buatan sendiri, tapi itu sekedar kue atau
semacamnya, jadi aku belum pernah melihat sesuatu yang seotentik ini. Lagian
siapa sangka dia akan membuat seperti ini. Ada tiga lapisan, aksen krim oranye, dan
bahkam karamel yang sebanding dengan sesuatu yang kau temukan di toko
kembang gula kelas atas.

“B-Bagaimana...? Apa rasanya enak?”

“Ya. Enak. Sangat enak. Ini adalah pertama kalinya aku makan kue coklat yang
begitu enak. Terima kasih, Kade-san.”

“Eh, cuman itu doang tanggapanmu Yoshi? Kau benar-benar kang komen yang
buruk. Bukankah ada hal lain yang bisa kau katakan? Ayo pikirkan itu!”

Kau ini berisik sekali Otsuki! Bahkan aku maunya mengatakan sesuatu yang bagus,
tapi aku tidak bisa menemukan kata-kata untuk mengungkapkannya. Mata Kaede
berkaca-kaca dan dia bahkan tidak bisa menatapku. Dan seringainya Shinji benar-
benar membuatku kesal.

“Gimana bilangnya ya. Rasanya tenu saja enak, tapi kurasa aku sangat senang
karena dibuatkan sesuatu yang seperti ini. Bagaimanapun juga, membuat kue
sendiri itu sulit, kan? Sejak awal aku bahkan tidak pernah berpikir kalau sesuatu
seperti ini akan dibuatkan untukku. Memikiranku itu saja sudah membuatku begitu
senang tapi...”

Aku segera berhenti ketika hendak mengatakan ‘tapi, pada saat sama yang aku
minta maaf’. Satu langkah, ya, yang harus kulakukan hanyal melangkah maju.
Ketakutan yang menempel di hatiku seperti duri membuatku ragu untuk
melakukannya, tapi aku harus berubah.

“Terima kasih Kaede-san. Terima kasih karena telah membuatkanku kue yang enak.
Aku benar-benar bisa merasakan perasaanmu. Jadi mulai sekarang mohon
bantuannya ya.”

“...Yuya-kun... Ya! Begitu juga denganku, mohon bantuannya juga ya!”

Aku berkata dengan rasa malu dan menikmati keasaman jeruk dan manisnya coklat.
Harmoni dari dua rasa berpadu di mulutku, di sana aku juga merasakan perasaan
yang diberikan oleh Kaede-san. Dan sebelum aku menyadarinya, sudah tidak ada
lagi yang tersisa di piring, padahal aku masih mau memakannya.

“Fufufu. Tidak apa-apa. Kuenya masih banyak kok, kau mau tambah?”

“Ya... aku mau tambah, tapi udahan aja deh. Aku akan memakannya lagi besok. Gak
papa kan?”

“Tentu saja. Ayo kita makan bersama besok. Aku akan menyuapimu.”

“Hahaha. Kalau begitu aku juga akan menyuapimu, sehingga kita akan saling
menyuapi.”

Mata Kaede terbuka lepar saat mendengar perkataanku yang santai. Tidak hanya
itu, suasana di ruangan ini juga membeku. Eh, apa aku baru saja mengatakan
sesuatu yang salah—?

“Hei, Shin-kun. Apa kau dengar apa yang barusan Yoshi katakan? Dia bilang ‘aku
juga akan menyuapimu’, mungkinkah dia lagi menggoda?”

“Ya, aku mendenagrnya Akiho. Yuya bilang ‘kita akan saling menyuapi’. Seharusnya
aku merekamnya tadi.”

Yang disana diam! Atau lebih tepatnya, cepat pulang sana!


“Itu benar Shin-kun. Jika kita tinggal lebih lama, kita akan menghalangi kemesraan
muda-mudi ini, jadi kurasa kita harus membiarkan mereka bebas.”

“Kau benar, Akiho. Tidak baik jika mengganggu malam mereka yang indah, jadi kita
harus pulang.”

Bersiap untuk pulang secepat mungkin, Shinji dan Otsuki (Kekasih tolol) pergi
dengan senyuman. Sebuah pesan datang dari Shinji di ponselku.

[Bersikaplah dengan lembut padanya, Yuya]

“Urus saja urusanmu sendiri tolol.”

Menahan keinginan untuk melempaskan ponselku, aku kembali ke ruang tamu.


Kaede masih membeku seperti tadi.

Astaga, aku mau semuanya diulang.

--Pembicaraan antara Shinji Higure dan Akiho Otsuki yang meninggalkan


apartemen--

“Hei Shin-kun. Kurasa aku lupa menanyakan sesuatu yang sangat penting...”

“Kau benar, Akiho. Aku lupa bertanya kenapa mereka tinggal bersama.”

“Ughhhhh!! Padahal aku lebih tertarik mendengarkan cerita itu daripada cokelat!
Suasana bucin mereka berdua begitu berharga sehingga aku melupakannya!”

“Hahaha... yah, kurasa kita tidak perlu menanyakannya. Aku yakin suatu saat
mereka sendiri yang akan mengatakan alasannya.”

“Kau benar! Yoshi pasti akan mengatakannya! Kalau menurutmu sendiri, apa
alasannya?”

“Hmm... jika mereka berdua tinggal bersama di apartemen yang luar biasa, apa itu
berarti Hitotsuba-san memaksa untuk menjalin hubungan?”
“Oh, mungkin begitu! Cinta Kaede-chan untuk Yoshi tidak tanggung-tanggung!
Mungkin saja dia mengatakan sesuatu seperti ‘jika kau tidak mau tinggal
bersamaku, kau akan mati’.”

“Gak segitunya juga kali. Kaede-san tidak mungkin melakukan itu. Sebaliknya, Yuya
mungkin telah didorong ke dalam situasi di mana dia tidak bisa melarikan diri.
Lagian Hitotsuba-san itu sangat pintar.”

Keduanya sedang dalam perjalanan pulang, melakukan percakapan yang mungkin


meyakinkan atau mungkin tidak.

Bab 32
Tidak Adil...

Kaede dengan cepat mendapatkan kembali kesadarannya. Sambil meminum teh


hangat, kami sedang bersantai di ruang tamu yang tenang. Kaede, yang menatap
piring di atas meja, berkata dengan sungguh-sungguh,

“Yuya-kun. Aku juga ingin makan kue coklat! Apa boleh aku memakannya?”

“Tentu boleh, tapi kenapa kau bertanya?”

“Karena... kue ini dibuat untuk dirimu, bukankah akan salah jika aku memakannya?”

Yah, mungkin memang begitu, tapi seperti yang Kaede sendiri katakan tadi, jika
jumlahnya ada banyak, lebih baik dimakan bersama. Lebih buruk kalau memakan
semuanya sendiri begitu saja. Tapi sekarang sudah hampir pukul 22:00. Apakah
tidak apa-apa memakan sesuatu yang manis di waktu begini?

“Tidak apa-apa! Tidak peduli seberapa banyak makanan manis yang kumakan, itu
benar-benar keadilan! Lagipula, aku tidak gemuk!”

Dia mengatakannya seperti seorang dokter yang menggunakan keahliannya sebagai


senjata untuk mengatakan hal-hal yang membuat para wanita di dunia
menggertakkan gigi. Yah, salah satu hal yang kuketahui tentangnya setelah kami
tinggal bersama adalah Kaede makannya banyak. Tapi bentuk tubuhnya yang
mempesona sama sekali tidak berubah, dan bahkan pelindung dadanya sepertinya
telah diperkuat. Itu hanya imajinasiku, kan?
“Ah... Ngomong-ngomong, pakaian dalamku belakangan ini semakin ketat. Kalau
Yuya-kun, pakaian dalam seperti apa yang kau suka?”

Haaaaah!! Eh, apa? Kau masih bertumbuh!? Dari pada itu, bisakah kau tidak
mencondongkan tubuhmu ke depat sambil meremas bagian dada swetermu! Itu
merangsang! Rangsanganya kuat banget malahan!!

“Kalau bisa aku ingin menyesuaikannya dengan preferensimu, jadi seperti apa?
Pakaian dalam seperti apa yang kau ingin aku pakai?”

Dengan senyum iblis kecil, dia mendatangiku sambil bersandar di meja. Aku
melakukan yang terbaik untuk menoleh ke arah lain untuk menjauhkannya dari
pandanganku, tapi Kaede bergerak ke posisi yang sempurna dan muncul di garis
pandangku.

“Apakah itu jenis yang berwarna putih? Motif bunga yang seperti celemek itu
memang lucu, kan! Ataukah biru muda yang menyegarkan? Warna-warna yang
cerah memang membuatmu merasa segar! Atau bagaimana dengan warna hitam
yang memiliki pesona dewasa? Aku akan merayu dirimu dengan lebih banyak daya
tarik seksual! Ngomong-ngomong soal rayuan, itu pasti warna merah muda, kan?
Yah, warna merah muda memang terlihat mes—”

“Hentikaaaaan!! Aku tidak akan membiarkanmu mengatakan apa-apa lagi! Yang


lebih penting, kau mau makan kue, kan!? Aku akan membawakannya untukmu, jadi
duduk diam saja di sini!”

Tidak mungkin aku akan membiarkan kata ‘mesum’ keluar dari mulut Kaede. Aku
memutuskan percakapan dan meninggalkan meja sambil membawa piring yang
sudah kosong. Aku benar-benar tidak suka wajah Kaede yang menyeringai dan
bahagia seperti itu. Sepertinya dia benar-benar menikmati reaksiku. Lihat saja kau
nanti.

Aku mengeluarkan kue dari lemari Es. Dekorasi kue itu sangat indah sehingga kau
mungkin akan berpikir bahwa itu adalah kue yang dibeli. Aku ragu-ragu untuk
memasukkan pisau ke dalamnya, meski pada akhirnya kue itu akan dipotong-
potong.

Dengan hati-hati aku memotongnya agar tidak kehilangan bentuknya, dan


meletakkannya di atas piring. Garpu masih ada di atas meja, jadi aku tidak perlu
membawanya.

“Nah, aku membakawanmu kue. Kau ingin makan, bukan?”


“Terima kasih. Eh, mana garpunya?”

“Oh, gunakan saja ini. Lagian tidak perlu repot-repot untuk membawa yang baru,
kan?”

Aku memberikannya kue sekaligus garpu yang tadi kugunakan, meski begitu dirinya
tidak langsung memakannya, tapi membeku seperti tadi. Kukukuku. Seperti yang
direncanakan. Tapi ini bukanlah akhir. Aku akan membuatmu membayar dosa telah
mempermainkanku dengan impian para pria!

“Oh iya, tadi kau bilang mau disuapin kan. Okelah, mau bagaimana lagi.”

“--Eh!? Yu-YuYuya-kun!? Apa yang kau bicarakan!? Apa kau sudah gila?”

Sambil mengatakan ini dengan sengaja, aku memasukkan garpu ke dalam kue dan
memotongnya menjadi ukuran yang mudah untuk dimakan. Aku membawanya
perlahan ke mulut Kaede, yang bingung dan panik.

“Nah, Kaede-san. Bilang aaaaa.”

“Ugh......”

Dia melihat dari sisi ke sisi, lalu ke bawah, lalu menggelengkan bahunya daan
mengapalkan tinjunya, dan kemudian menatap langit-langit dengan suara yang
tidak jelas. Sepertinya dia benar-benar mengalami konflik. Yah, itu lucu untuk
dilihat, jadi ini sama sekali bukan masalah.

“Aaaaa.”

Mengatakan itu, Kaede menggigit kue yang ada di garpu. Wajahnya merona merah
seperti daun musim gugur.

“Bagaimana? Rasanya enak?”

“...Aku tidak tahu. Aku sangat deg-degan. jadi aku tidak tahu rasanya.”

Kaede berkata dengan suara tipis saat dia melirik-lirikku. Apakah disuapi itu
sensasinya begitu mendebarkan sampai kau tidak bisa memahami rasanya?

“Karena ini kan... c-ciuman tidak langsung. ...Ini yang pertama kalinya... aku
mencium dirimu... jadi tentu saja aku jadi deg-degan...”
Kekuatan penghancur Kaede, saat dia meletakkan garpu di mulutnya dan menatap
ke atas dengan malu-malu, jelas merupakan tingkat strategis. Ini adalah kartu truf
yang membalikkan situasi pertempuran dengan satu serangan. Tembakan dari [Da
mon*] yang digunakan sebagai upaya terakhir, cukup untuk meledakkan hatiku
menjadi jutaan keping. Dengan kata lain, wajahku juga benar-benar memerah.
[Catatan Penerjemah: だもん(Da mon), berasal dari perkataan Kaede sebelumnya
yang ‘aku mencium dirimu (なんだもん)’.]

“Oh tidak... itu... Aku hanya berpikir kalau aku akan bisa melihat wajahmu yang
malu-malu jika aku memberimu kejutan dengan menyuapimu sebagai balasan telah
menggodaku. Aku hanya ingin tahu apakah aku bisa melihat wajah malu Kaede-san
jika aku memberinya kejutan sebagai imbalan karena diejek! Dan aku sama sekali
tidak berpikir kalau ciuman tidak langsung—mm!?”

Kaede diam-diam memasukkan kue itu ke dalam mulutku saat aku menggerakkan
tangan untuk menjelaskan. Dengan begitu, garpu yang berada di mulut Kaede
beberapa saat yang lalu sekarang ada di mulutku. Anehnya, kue coklat itu terasa
lebih manis dibandingkan dengan saat aku memakannya beberapa waktu lalu.
Wajahku benar-benar panas, dan jantungku rasanya ingin meledak.

“Aku ingin kau juga mengerti. Aku ingin kau mengerti bahwa tidak mungkin aku
tidak merasa malu saat mencium orang yang kucintai, tidak peduli meski itu ciuman
tidak langsung. Tapi pada saat yang sama... aku juga bahagia...”

Dia memberikan banding dengan berkaca-kaca, dan aku hanya bisa mengangguk.
Bagaimanapun juga ini lebih memalukan dari yang kubayangkan. Ciuman tidak
langsung melalui suap-suapan ini rasanya sama memalukannya dengan ciuman
langsung. Tapi seperti yang Kaede katakan. Entah bagaimana hatiku terasa terisis.

“Yuya-kun, kau benar-benar tidak adil. Kenapa kau bisa membuatku deg-degan
dengan begitu mudah... padahala aku juga ingin membuat deg-degan dengan
menyuapimu... Itu tidak adil!”

“Tidak, ini bukan masalah adil atau tidak adil, tahu? Atau lebih tepatnya, kupikir
Kaede-san lah yang tidak adil. Tidak, keberadaan Kaede-san sendiri sudah tidak
adil!”

“A-Apaan sih!? Bukankah itu jahat banget mengatakan keberadaanku tidak adil!?”

“Tentu saja! Di tempat pertama, sejak aku tiba-tiba hidup bersama gadis cantik yang
kukagumi, setiap hari aku meraskan deg-degan karena sangat bahagia sekaligus
malu! Malahan, tidak ada hari tanpa aku merasakan semua itu! Setidaknya
mengertilah itu... dasar tolol.”

Setelah mengatakan itu, aku merasa malu dan berdiri dari tempat dudukku. Aku
ingin memukul diriku sendiri karena barusan mengatakan kalau aku mengagumi
Kaede. Jika saja ada lubang di sini, aku mau masuk ke dalamnya. Namun di saat-saat
seperti ini, yang terbaik adalah mandi. Ayo kabur ke kamar mandi. Kamar mandi
adalah tempat sakral untuh membasuh semua kejadian yang terjadi di sepanjang
hari.

“Tidak...! Jangan pergi, Yuya-kun.”

Saat aku hendak menuju ke kamar mandi untuk mandi, Kaede memulukku dari
belakang.

“Jangan tinggalkan aku sendiri. Jika sekarang aku ditinggal sendiri...”

“...Jika kau ditinggal sendiri, apa yang terjadi?”

Aku menelan ludah dan menunggu kata-kata Kaede.

“Jika sekarang aku ditinggal sendiri... aku akan jadi gila karena terlalu bahagia.”

Di akhir dia menambahkan, ‘tehee’.

Aku terpesona oleh betapa imutnya dirinya. Dan karena aku tidak mau dia jadi gila,
aku duduk di sofa bersamanya sampai dia tenang dan menghabiskan malam
Valantine yang agak awal dengan tenang.

Bab 32
Menyadari Perasaan

Butuh sekitaran satu jam hingga Kaede kembali tenang. Sementara itu, kami lagi
nonton anime yang ditayangkan secara online. Itu adalah anime romcom yang lucu
dengan kegembiraan yang tinggi dari awal hingga akhir, membuatnya jadi anime
yang menarik. Karakternya bolos berduaan di atap untuk main gim, dan bermain
bersama sambil malu-malu. Apa-apaan dengan adegan masa muda ini.
“Sekarang sudah larut, apa kau mau mandi?”

“Jadi sudah hampir pukul sepuluh malam ya. Yah, aku akan memanaskan air, tapi
Kaede-san bisa mandi lebih dulu. Ataukah, mau mandi sama-sama?”

Aku tertawa mengejek dan menyarankan untuk mandi bersama. Mungkin ini akan
membuatnya jadi gila lagi setelah dirinya sudah kembali tenang, tapi kupikir tidak
apa-apa untuk mengalami hari seperti ini sesekali. Ini adalah hari untuk
membalasnya karena selalu membuatku deg-degan.

“Isshh. Tolong jangan bercanda seperti dong. Aku akan mandi lebih dulu. Sementara
itu, Yuya-kun bisa menunggu sambil main gim.”

Oke. Aku akan menunggu dengan tenang. Ini bohong kan, Kaede jadi pemalu dan
mengatakan tidak mau? Apa artinya ini? Apa dia memakan sesuatu yang aneh!?

“Aku ini juga tidak selalu harus memaksakan diri sepanjang waktu, tahu? Aku telah
belajar bahwa terkadang penting untuk mundur!”

Kaede mengepalkan tinjunya dan menuju ke kamar mandi. Aku ditinggal sendirian,
dan aku tidak mengerti apa yang dia maksud, tapi dipikirin juga gak ada gunanya,
jadi aku juga memutuskan untuk mengikutinya perkataannya dan pergi main gim.
Kalau dipikir-pikir, ini adalah pertama kalinya aku akan main gim sejak pindah ke
rumah ini.

Cerita game ini, yang terlalu sibuk untuk kumainkan, sudah berada di tahap tengah.
Ini adalah karya yang menarik perhatian dunia karena merupakan remake dari
cerita Kisah Ketujuh dan Terakhir. Kupikir ini adalah karya yang terpisah, tapi aku
akan menganggapnya menarik. Sampai mati pun aku tidak akan mengeluh selama
ceritanya belum diselesaikan.

Diam.

Waktu berlalu dengan cepat saat aku terpesona oleh grafik yang indah. Kaede
kembali dengan mengenakan piyama lembutnya sambil menyeka rambutnya.
Sebentar lagi adalah pertarungan dengan bos, jadi aku akan nge-save dulu dan
berdiri dari sofa.

“Oh, sudah selesai? Kau bisa melanjutkan memainkannya sebentar lagi loh?”

“Seingin-inginnya aku melanjutkan, aku juga perlu mandi. Selain itu, aku tidak tahu
dimana pemberhentian selanjutnya, jadi udahan aja. Kalau begitu aku akan mandi.
Kau bisa tidur duluan.”
“Fufufu. Aku akan menunggumu di sana. Jadi silakan nikmati mandimu.”

Entah kenapa, rasanya ada yang aneh. Biasanya di sini dia akan mengatakan sesuatu
seperti, ‘Aku mau berendam di bak mandi lagi ahh,’ tapi dia terlihat biasa saja.

Yah, tidak ada gunanya memikirkannya. Jika aku bisa mandi tanpa harus
memperhatikan penjagaanku, aku bisa lebih menikmati. Aku lelah secara fisik dari
kegiatan klub hari ini, dan lelah secara mental karena semua yang terjadi saat
makan malam dan pesta Valentine. Aku mau bersantai.

---

Pada akhirnya aku berendam selama hampir satu jam. Pada saat aku selesai
menggosok gigi dan bersiap untuk tidur, tanggal telah berubah.

“Kau seharusnya tidak perlu menungguku...”

“Gak papa kok. Aku hanya ingin menunggumu. Apa kau merasa lebih rileks setelah
mandi?”

“Ya. Berkat itu lelahku teratasi, jadi kurasa aku bisa melakukan yang terbaik juga
besok.”

“Baguslah kalau begitu. Sekarang, ayo pergi tidur.”

Kaede mematikan lampu dengan remote di tangannya. Aku kepanasan sehinnga


tidak bisa menahan diri untuk tidak naik ke ranjang, tapi itu jelas lebih baik
daripada tidak bisa tidur karena kaki yang kedinginan.

Banyak yang telah terjadi hari ini. Sukiyaki-nya enak, dan kue coklat Valentine
buatan Kaede juga sangat enak. Selain itu, kami bahkan melakukan ciuman tidak
langsung—ini buruk, jangan pikirkan itu. Nanti aku tidak bisa tidur.

“Hei... Yuya-kun. Apa kau masih bangun?”

“Ya. Aku masih bangun, ada apa?”

Aku selalu tidur membelakangi Kaede karena aku tidak ingin ada sesuatu yang
terjadi padanya dan rasa kantukku akan hilang jika melihat wajahnya yang tertidur.
Jadi secara alami aku menjawab pertanyaannya tanpa melihat ke belakang, tapi
ternyata itu adalah kesalahan.

“Sedikit... lebih dekat... bolehkan aku tidur di sampingmu?”


Kaede, yang telah mendekat sebelum aku menyadarinya, memelukku dari belakang.
Dia bertanya padaku dengan suara yang jauh lebih imut dari biasanya, dan aroma
lembut lemon yang melayang darinya membuatku merasa nyaman, tapi pada saat
yang sama otakku benar-benar dibingungkan. Kehangatan Kaede terasa dari
punggungku dan aku bisa merasakan sensasi lembut yang bisa membuat pria jadi
gila. Aku bisa merasakan jantungnya yang berdegub kencang hingga seperti itu akan
meledak.

“Ya... boleh.”
Aku tidak bisa menolak permintaan Kaede, yang telah dia coba lakukan dengan
segenap keberanian yang bisa dia kerahkan. Tidak, malahan aku lebih suka berbalik
dan memeluknya. Aku diserang oleh dorongan seperti itu.

“Aku sangat bahagia hari ini. Orang yang sangat kucintai memelukku dengan erat,
memuji kue yang telah kubuat dengan sebaik mungkin supaya rasanya enak, dan
bahkan membolehkanku memakannya. Terlebih lagi, kami berciuman tidak
langsung. Ini adalah hari yang begitu membahagiakan, aku jadi bisa mati dibuatnya.”

Pengakuan Kaede mulai membuat jantungku berdegub kencang. Hentikan itu. Aku
memang senang, tapi hetikan.

“Tapi... aku ingin merasakan lebih. Aku berpikir bahwa betapa bahagianya diriku
jika bisa tidur sambil memeluk orang yang kucintai...”

Kau sangat tidak adil Kaede. Ketika kau bermanja seperti itu dengan suara yang
terdengar seperti hendak menangis, aku jadi ingin menyerah pada keegoisanmu.

“......Terima kasih untuk hari ini, Kaede-san”

Saat aku membalikkan tubuh untuk menghadapinya dan dengan lembut


memeluknya, bahu Kaede sedikit tersentak. Tapi segera setelah itu, dia
mendekatkan pipinya ke dadakau dan tersenyum.

“Ehehe... Yuya-kun, kau hangat sekali. Dan baumu menenangkan... kurasa hari ini
aku akan tidur lebih nyenyak dari biasanya.”

Begitukah. Kalau aku sih mungkin tidak akan bisa tidur sampai pagi.

Tapi, jika itu bisa membuatmu bahagia, aku sama sekali tidak masalah. Jika itu bisa
membuatmu merasa nyaman, aku sama sekali tidak masalah. Aku juga bahagia bisa
bersamamu—

“Selamat malam, Yuya-kun. Aku mencintaimu.”

Sungguh. Aku tidak bisa menahannya. Hatiku terpikat pada Kaede.

Itu adalah suatu malam di bulan Februari ketika aku menyadarinya.

Bab 33
Suasana Stroberi
Minggu sudah berakhir. Akhirnya, hari Valentine pun tiba. Semua anak laki-laki
gelisah dan percakapan mereka lebih gak jelas dari biasanya. Di sisi lain, para gadis,
tampaknya begitu menikmati bertukar coklat yang dibungkus sendiri dengan
teman-teman mereka. Namun, ada api di mata mereka, dan mereka saling menahan.
Aku merasa seperti akan tenggelam ke alam mimpi jika aku tidak memikirkan apa
pun.

“Pagi-pagi begini kau terlihat mengantuk. Ada apa?”

Shinji dengan segar memanggilku, yang lagi berbaring di atas meja. Aku ingin
bertanya kepadanya, bagaimana dia bisa memiliki senyum menyegarkan yang sama
setiap pagi.

“Itu karena setiap hari sebelum tidur, aku selalu telponan sama Akiho. Kau sendiri
kenapa terlihat sangat mengantuk? Apa terjadi sesuatu padamu sehingga kau tidak
bisa tidur?”

“Yah... aku melalui banyak hal sejak hari itu. Aku jadi sulit untuk tidur.”

Akhir pekan lalu, aku makan malam dengan Shinji dan yang lainnya. Peristiwa yang
terjadi setelah pulang, yaitu malam dimana Kaede dan aku berpelukan.

Setelah hari itu, jarak antara aku Kaede di rumah semakin dekat. Untuk lebih
spesifiknya, kami tidak tidur berpelukan, tapi tidur lebih berdekatan.

“Shinji, kau juga harus mencoba untuk mendengarkan napas Otuski-san yang lagi
tidur. Rasa kantuk apapun pasti akan menghilang entah kemana dalam sekejap.”

“Hee... jadi kau tidur dengan Hitotsuba-san setiap hari. Dan lagi dengan jarak dimana
bisa mendengar napasnya saat tidur.”

“Ah.........jelas tidak mungkin begitu lah.”

Hampir saja. Aku hampir secara tidak sengaja memberi tahu Shinji lagi. Manusia
adalah makhluk yang belajar dari pengalaman. Aku tidak akan termakan trik yang
sama berulang kali.

“Yah, itu seperti kau setengah mengaku...”


Shinji tertawa dan mengeluaran buku teks dari tasnya dan mulai bersiap untuk
pelajaran pertama. Sebagiknya aku juga bersiap-siap. Aku meregangkan
punggungku yang kaku dan mengeluarkan buku dari tas. Biasanya aku
meninggalkannya, tapi aku berubah pikiran ketika tinggal bersama Kaede. Dia itu
benar-benar rajin belajar. Melihat itu setiap hari, aku merasa untuk tidak boleh
kalah juga darinya.

“Daripada itu, Yuya. Bukankah kemah pelatihan minggu depan benar-benar akan
menyenangkan? Jarang-jarang ada kemah pelatihan saat ini, tapi akan sangat
menyenangkan untuk mengamati langit berbintang dan bermain ski!”

“...Itu benar. Aku tidak pernah bermain ski, jadi aku tidak yakin bisa bermain ski
dengan baik. Dari pada itu, apa-apan dengan mengamati langit berbintang...
dorongan masa muda?”

“Jika itu adalah permintaan dari Yuya-kun, aku akan dengan senang hati
membelinya loh?”

Whoa! Kau ini muncul dari mana Kaede? Dan lagi Otsuki-san bersamamu seperti
biasa. Sepertinya kami berembat sudah terbiasa untuk melakukan percakapan
sebelum sesi kelas pagi.

“Kemah akan berlangsung selama tiga hari di akhir bulan. Sayangnya, kelas kita
berbeda, jadi kita akan mengendari bus yang berbeda, tapi ayo habiskan waktu
bersama-sama saat di sana!”

“Kau benar. Agak kesepian jika kita berpisah, tapi yah, tapi kurasa kita harus
menghadapinya begitu kita sampai di sana. Aku menantikannya, Kaede-san. Ayo
lihat bintang-bintang bersama.”

“Eh... Ya! Aku juga sangat menantikan untuk melihat langit berbintang bersamamu!”

Senyuman yang terlihat di rumah memang indah, tapi senyum lebar Keade yyang
terlihat di sekolah juga tidak kalah indah. Itu rasanya menyegarkan, atau seperti
memiliki rasa yang berbeda gitu.

“Hei, Shin-kun. Ada apa dengan suasan manis yang tiba-tiba dimulai ini? Terus
kenapa semua anak laki-laki terlihat seperti zombie?”

“Itu mau bagaimana lagi, Akiho. Mereka berdua dalam kondisi yang sama seperti
saat kita mulai berpacaran. Anak laki-laki memang terlihat seperti sudah mati, tapi
para gadis memandang mereka dengan iri.”
“Entah kenapa, Yoshi terasa keren... sebenarnya Kaede-chan datang ke sini karena—
...”

“Akiho-chan! Jangan bicara lebih jauh! Kau berjanji untuk tidak mengatakannya,
kan!? Apa kau ini punya helium di mulutmu!?”

Jadi seperti mulutnya lebih ringan dari udara ya. Sekarang aku jadi tahu kalau aku
tidak bisa meminta nasihat dari Otsuki-san. Tadinya aku akan bertanya padanya apa
yang bagus diberikan untuk White Day, tapi kupikir lebih tidak usah.

“Eehh, kenapa juga harus disembunyikan. Kau kan bilang kalau dirimu khawatir jika
saja Yoshi mendapatkan coklat Valentine dari gadis lain.”

“A-A-AAkiho-chan tolol!! Kenapa kau malah mengungkapkan semuanya!? Kan nanti


Yuya-kun jadi berpikir kalau aku adalah pacar tipe bondage!”

Tidak, aku tidak akan salah paham. Hanya saja caramu mengisi parit luar begitu
kuat. Yah, jika dilihat dari sisi lain, bondage itu adalah bukti dia sangat mencintai. Itu
adalah impian seorang pria untuk dipikirkan sebanyak itu oleh Kaede. Aku tidak
pernah begitu bahagia.

“Ishh, Yuya-kun tolol...”

Kaede tersenyum dengan rona merah di wajahnya. Ah, wajah malu-malunya itu juga
imut.

“Ya, ya. Terima kasih atas kemesraan di pagi ini! Sudah waktunya kita kembali ke
kelas Kaede-chan! Sampai jumpa saat makan siang!”

“Ah...! Jangan tarik aku Akiho-chan. Yuya-kun, sampai jumpa nanti!”

Aku melihat mereka pergi. Woi, Shinji. Ada apa dengan seringai di wajahmu itu? Apa
kau ada masalah, hah?

“......Kekasih tolol.”

Cuman itu doang! Aku tidak mau mendengar itu darimu!?

“Sungguh, kau harus lebih berhati-hati untuk secara tidak sadar menciptakan
suasana stroberi. Semua orang akan terkena manisnya dan akhirnya akan pingsan.”

Apaan coba itu suasana stroberi!? Tapi pertanyaanku dengan kejam ditenggelamkan
oleh bunyi bel.
Bab 34
Jangan Bermesraan Dimana-mana!

Saat itu waktu istirahat makan siang, empat jam setelah Shinji menyuruhku untuk
jangan secara tidak sadar menciptakan suasana stroberi. Kami berempat sedang
makan di kafetaria. Kejadian tadi pagi membuat kami sulit makan di kelas.

Kemah pelatihan tempat kami tinggal adalah fasiltas resort yang menciptakan
kembali kota-kota Inggris abad pertengahan di situs seluas 73.000 meter persegi,
berdasarkan konsep Inggris tanpa paspor. Eksterior dan interior wisma tempat
kami menginap juga sama. Tempat ini juga terkenal sebagai tujuan wisata karena
digunakan sebagai lokasi syuting drama TV.

Aku tidak pernah terlibat dalam olahraga salju selama hidupku, jadi aku tidak punya
peralatan semacam itu, maka dari itu aku berpikir untuk harus segera
mempersiapkannya tapi,

“Oh, aku sudah menyiapkan satu set pakaian untukmu Yuya-kun. Ngomong-
ngomong, itu berpasangan denganku!”

Tau-tau, itu sudah disiapkan oleh Kaede. Pada dasarnya ini adalah pekerjaan
Miyamoto-san, si supir dan kepala pelayan. Ketika aku bertanya seperti apa itu, dia
menunjukkanku sebuah gambar. Desainnya menampilkan blok warna yang berani
dengan warna serupa yaitu biru sederhana dan biru muda. Ngomong-ngomong,
punya Kaede berwarna merah dan merah muda. Tunggu, bukankah ini adalah
merek yang terkenal dan mahal!?

“Kau tidak perlu memikirkan harganya. Ketika aku memberi tahu ayahku tentang
itu, dia dengan senang hati membelikannya. Malahan, dia sangat senang karena
dengan ini dia bisa bermain ski bersama-sama kita suatu hari nanti!”

“Seriusan... itu artinya aku juga harus bisa bermain ski sampai batas tertentu. Apa
yang harus kulakukan, Kaede-san?”

“Tidak apa-apa! Aku akan mengajarimu secara empat mata pada hari itu! Serahkan
saja padaku!”

Oh, sungguh kata-kata yang melegakan! Kaede-sensei, tolong beri aku bimbingan
sebagai seorang pemula!
“Fufufu. Aku akan mengajarimu dengan lembut dan hati-hati, jadi jangan khawatir.
Eheheh... saat kau akan jatuh, aku akan memegang Yuya-kun dan kita akan
berpelukan di atas salju... Ehehehe....”

Yosh. Aku akan berhati-hati untuk tidak jatuh di depan Kaede-sensei. Dikatakan
bahwa saat kau jatuh, maka kau harus mencodongkan tubuhmu ke depan, tapi di
depan Kaede, jangan ragu-ragu untuk jatuh dengan menghantamkan pantat. Kalau
cuman berduaan sih gak masalah, tapi kalau di depan umum akan sangat
memalukan untuk jatuh dan berpelukan di atas salju.

“Sepertinya kau tidak bisa mengendalikan suasana stroberi ya, Yuya. Aku tidak bisa
berkata apa-apa lagi padamu.”

“Aku tidak menyangka kalau Yoshi itu orang yang spontan. Kaede-chan, lakukanlah
yang terbaik!”

“Tidak mungkin... aku tidak bisa tahan jika dia jatuh saat aku tidak mendunganya...”

Kaede menunduk, tidak hanya wajahnya tapi juga telinganya merah padam. Aku
tidak berpikir aku mengatakan sesuatu yang aneh, tapi katakan padaku, Shinji-
senpai!

“Begini, kan kau mengatakan kalau itu akan memalukan jika berpelukan di depan
semua orang, tapi jika hanya berduaan tidak masalah, siapun yang diberitahu itu
pasti akan merasa malu, kan? Kami yang mendengarkan ini saja entah kenapa jadi
malu juga.”

“Itu benar, Yoshi! Berkat ucapan stroberi yang tidak disadari, HP kami sudah
mecapai nol tahu! Kaede-chan berada pada level di mana dia tidak akan bisa pulih
meskipun kau merapalakan mantra kebangkitan padanya!”

“Uh... tidak apa-apa, Akiho-chan. Jika itu terjadi, aku akan memastikan Yuya-kun
bertanggung jawab atas ucapannya.”

Apa maksudnya itu, Kaede-san? Jangan bilang, kau tidak akan memintaku
memelukmu di atas sajlu meski tidak terjatuh, kan? Itu rintangan yang terlalu tinggi,
tahu?

“Aku akan memelukmu sampai aku puas. Persiapkanlah dirimu. Aku tidak akan
membuatmu tidur malam ini?”

“............Tolong jangan membuat pernyataan yang bisa bikin salah paham.”


Untungnya, dia membisikkan pernyataan ini ke telinganku sehingga hanya aku yang
bisa mendengarnya. Namun, itu jelas memperpendek jarak di antara kami. Aku
penasaran, apa yang akan terjadi jika kami melakukannya di kafetaria yang penuh
siswa/i. Jeritan kuning pasti akan bergema.

“Yuya, Hitotsuba-san. Ini bukan rumah, jadi hati-hati, oke?”

“Itu benar, Kaede-chan. Kau tidak boleh berbicara seperti itu dengan Yoshi. Atau
lebih tepatnya, interaksi di antar kalian terasa terlalu wajar... Kalian ini pengantin
baru apa?”

Otsuki, bukankah menyamakannya dengan pengantin baru terlalu berlebihan?


Memang benar bahwa kami tinggal bersama, dan bahkan jika itu masa depan yang
pasti, saat ini itu adalah lompatan yang terlalu ke depan.

“Begitukah? Apa kami ini terlihat sepeti penganti baru?

“Ya, benar-benar terlihat seperti itu. Kalian seperti penganti baru yang kasmaran.
Tapi Kaede-chan, ini adalah sekolah, jadi berperilakulah dengan baik, oke?”

Bukankah itu hanyalah pertukaran yang normal? Yah, kupikir itu memang ceroboh
untuk berbicara dengan wajah saling berdekatan, tapi bukankah Shinji dan Otsuki
juga seperti ini?

“Ini masalah karena itu adalah Hitotsuba-san dan dirimu... Ini tidak ada
bandingannya antara aku dan Akiho. Tapi kurasa begini saja mungkin juga hal yang
baik.”

“Shinji, apa artinya itu?”

“Karena jika kalian bermesraan secara terbuka, tidak ada yang akan mencoba
menghalangi kalian berdua, kan? Mau itu pahlawan atau siapa pun, itu hanyalah
orang tolol jika tidak bisa membaca suasana.”

Hebat juga dirimu berani mengatakan itu adalah orang tolol jika tidak bisa membaca
suasana. Tapi itu ada benarnya. Aku telah menyaksikan Shinji dan Otsuki bergaul
setiap hari, meski begitu, pikiran untuk bermain-main dengannya bahkan tidak
pernah terlintas dalam pikiranku. Tidak ada ruang untuk masuk ke dalam ikatan
yang kuat antara keduanya.

“Itulah yang kumaksud. Ada tembok kuat antara Yuya dan Hitotsuba-san yang tidak
bisa dilewati siapa pun. Malahan, itu lebih seperti penghalang? Sungguh
menakjubkan.”
Apa suasana antara aku dan Kaede seperti itu? Dilihat dari samping, memang benar,
tapi bagiku sih masih belum ada apa-apa. Pertama-tama, aku belum memberi tahu
Kaede-san bagaimana perasaanku terhadapnya.

Itu sebabnya aku akan memberitahunya bagaimana perasaanku di kemah pelatihan


kali ini. Orang ini baik-baik saja. Tidak seperti orang-orang itu, jika aku melakukan
yang terbaik, dia tidak akan menghilang dari sisiku.

“Semoga beruntung, Yuya. Aku mendukungmu.”

“Terima kasih, Shinji. Aku sangat senang kau adalah temanku.”

Yang harus kau miliki adalah seorang teman. Aku sangat beruntung bertemu Shinji.

“Hei, Kaede-chan. Tidakkah menurutmu suasana antara Shin-kun dan Yoshi


berbahaya?”

“Kau benar, Akiho-chan. Aku merasakan sesuatu yang lebih dari sekedar
persahabatan di antara keduanya. Ini berbahaya.”

Dua gadis yang di sana. Jangan berkhayal yang aneh-aneh!

Kemudian, sampai istirahat makan siang berakhir, kami berempat tentah kemah
ekstrakulikuler.

Bab 35
Kaede Merajuk

Sama seperti biasanya, aku menyelesaikan latihan sendirianku di kegiatan klub, tapi
hari ini ada sesuatu yang berbeda. Kaede sudah pulang duluan.

Alasan untuk itu aku tahu. Itu karena coklat yang ada di sakuku.

“Kaede-san...”

Selama kegiatan klub, di sela-sela kegiatannya, pari siswi datang untuk memberikan
coklat kepada anggota tim sepak bola yang mau mereka berikan, termasuk aku, satu
per satu. Sebenarnya aku ingin menolak, tapi Shinji, yang berdiri di sampingku,
menerima coklat itu dengan senyum menyegarkan, jadi aku harus menerimanya
juga. Kaede yang melihat itu membuat menyipit matanya,

“Uh... dasar Yuya tolol... pake malu-malu segala... bodo ah!”

Dan kemudia dia lari. Padahal aku sama sekali tidak malu-malu. Aku ingin
memanggilnya, tapi ada beberapa gadis di depanku, jadi aku hanya mengulurkan
tangan dan bahkan tidak bisa mengejarnya.

Pada akhirnya, manajer mengurus semua coklat karena mengganggu latihan, dan
coklat-coklat itu dibagikan kepada orang-orang yang tepat setelah kegiatan klub. Itu
memang agak menyedihkan, tapi memang tidak baik untuk menghalangi latihan.
Alhasil, sekarang aku mendapatkan hadiah dari seorang gadis yang wajah dan
namanya tidak kukutahui, tapi sejujurnya, aku dalam masalah.

“Sejujurnya, aku tidak berpikir kalau aku akan mendapatkan coklat dari orang lain
selain Kaede-san...”

Mungkinkah aku ini tidak berperasaan sehingga tidak berpikir demikian. Tapi itu
kan mau bagaimana lagi. Aku mendapatkan cokelat terbaik dari orang yang paling
kuinginkan, dan bahkan menghabiskan malam termanis dan terindah dalam
hidupku bersamanya.

“Sejak awal mereka harusnya lebih baik jangan memberikan coklat kepada orang
yang sudah punya pacar. Yah, aku belum menyatakan perasaanku pada Kaede, jadi
dia masih belum bisa disebut pacar...”

Banyak hal yang diberitahukan padaku oleh Shinji hari ini, namun sepertinya Kaede
dan aku tanpa sadar membentuk suasana stroberi yang manis. Aku sudah mencoba
membantah bahwa aku tidak bermaksud melakukan itu, tapi kedua kekasih tolol itu
dengan lantang mengatakan,

“"Diam, Kekasih tolol kedua!"”

Mereka bahkan sampai mengumpat. Apa yang salah ya kira-kira? Apa karena aku
berjanji kepada Kaede untuk melihat langit berbintang bersama-sama, atau saat aku
mengatakan kalau kami bebas berpelukan saat berduaan saja? Tidak, ataukah
mungkin semua itu? Sial, aku tidak tahu.

“Dari pada itu, apa yang harus kukatakan pada Kaede-san...”


Aku tidak bisa memikirkannya. Tau-tau, aku sudah berdiri di depan rumah. Seriusan
nih. Apa yang harus kulakukan. Apa Kaede marah? Ataukah dia menangis? Tidak ada
gunanya memikirkannya! Masuk ajalah!

“A-Aku pulang...”

Biasanya, dia akan datang ke pintu depan dari ruang tamu sambil berkata ‘Selamat
datang kembali’, tapi tidak ada jawaban hari ini. Karena pintu tidak terkunci, tidak
diragukan lagi kalau di ada di rumah, tapi di mana dia?

“...Yuya...kun...”

Ada suara nafas yang samar-samar. Itu adalah suara dengan gairah tertentu,
berbeda dari suara tangisan. Asal suaranya mungkin dari kamar tidur. Aku menahan
nafas dan menyelinap ke tempat kejadian tanpa membuat suara. Ada perasaan
seperti mata-mata dengan code name Ular.

“Yuya-kun... Yuya-kun...”

Suara itu menjadi lebih jelas semakin aku mendekat. Suara itu bilang apa sih, apa
suara itu memanggil namaku? Tapi entah kenapa suaranya lebih seksi atau lebih
bergairah dari biasanya.

“Suu... haa... suu... haa...* peluk aku. Peluk aku erat-erat dan jangan lepaskan aku..."
[Catatan Penerjeman: sfk narik nafas.]

Kaede-san!? Apa yang kau lakukan!? Sebisa mungkin aku mencoba untuk menahan
keinginan untuk berteriak saat mendengar suara yang bergairah datang dari dalam
kamar tidur, berhati-hati agar tidak diperhatikan, aku membukan pintu dengan
perlahan.

“Yuya-kun adalah Yuya-kun-ku seorang! Aku tidak akan memberikannya kepada


siapapun!”

Jika otakku memproses informasi yang ditangkap bola mataku dengan benar, apa
yang terjadi di kamar tidur saat ini adalah Kaede sedang berada di atas
kasur, menempelkan wajahnya ke baju tidurku, yang mungkin tertinggal sedikit
aroma tubuhku. Apalagi di atas bantal, kakinya di gerak-gerakkan. Entah kenapa itu
imut benaget. Tidak, bukan itu masalahnya!

“Haaa... baunya enak. Rasanya seperti aku diselimuti dengan Yuya-kun... ini yang
terbaik...”
“...Jadi Kaede-san lebih suka mencium bau piyama daripada dipeluk olehku.”

“Ya enggak lah! Tentu saja aku lebih suka dipeluk oleh Yuya-kun yang as—!? Yu-Yu-
Yuya-kun!? Sejak kapan kau ada di sana?”

Dia bangun dengan kaget dan segera berpindah ke sisi lain ranjang, tempat dia
biasanya tidur. Tapi dia tidak melepaskan piyamaku dan terus memuluknya dengan
erat. Aku ingin tahu, perasaan kekalahan apa ini?

“I-ini bukan apa-apa, sungguh!? Ini tidak seperti aku cemburu saat melihat dirimu
mendapatkan cokelat dari berbagai gadis, atau karena aku depresi karena
mengatakan sesuatu yang buruk padamu!? Aku memang pulang sendiran, tapi itu
tidak seperti aku kesepian dan ingin mencium baumu sampai menjadi bergairah
saat melakukannya!? Seriusan!!”

Dia bernafas ‘Haah... haaah...’ sambil menaikkan pundaknya. Bukankah itu saja
sudah memberikan semua jawaban? Tidak perlu diberikan pertanyaan yang
menuntun.

“Uh... Yuya-kun tolol... Kenapa kau tidak langsung memanggilku? Kau kan biasanya
bilang ‘Aku pulang’. Kenapa kau malah diam dan tidak mengatakan apa-apa hari
ini?”

“Tidak, aku tadi mengatakannya, tahu? Tapi anehnya tidak ada jawaban yang
membalas, dan saat itu aku mendegar suara dari dalam kamar... ”

Yah, aku minta maaf karena tadi suaraku lebih pelan dari biasanya. Tapi mana
kusangka kalau kau akan mengusapkan wajahmu dengan piyamaku?

“Yah, itu... maafkan aku? Sebagai permintaan maaf... jika Kaede-san tidak masalah,
aku akan tidur sambil memelukmu malam ini. Aku akan melakukan apapun yang
kau ingin aku lakukan, jadi perbaiki suasana hatimu, oke?”

“...Beneran? Kau akan melakukan apapun yang kuinginkan? Seorang pria tidak boleh
melanggar kata-katanya loh ya?”

Ehh, ini aneh. Kok tau-tau aku mendapati diriku akan melakukan appaun yang dia
inginkan. Ya, itu sih tidak masalah, tapi ada apa dengan tatapan mata itu?

“Peluk aku dan belai kepalau. Lalu... jangan lepaskan aku dalam semalaman ini.
oke?”

“......Sesuai perintahmu, Putriku.”


Setelah mengucapkan kalimat yang ingin kuucapkan sekali, aku menundukkan
kepalaku. Jika aku bisa tidur sambil merasakan kehangatan Kaede, aku tidak bisa
lebih bahagia.

“Fufufu. Aku sangat menantikan malam ini. Oh, ini agak telat, tapi selamat datang
kembali, Yuya-kun. Makan malam sudah siap, jadi ayo makan.”

“Aku pulang, Kaede-san. Terima kasih atas segalanya ya. Aku menantikan makan
malam hari ini.”

Kami menikmati Buri teriyaki buatan Kaede-san yang sangat lezat. Setelah itu, aku
mandi untuk menyembuhkan keletihanku dan memenuhi permintaan sang Putri.

“Ehehe... aku senang. Terkadang mungkin merupakan hal yang baik untuk merajuk.”

Sebelum waktu tidur. Saat aku membelai kepala Kaede yang menggunakan lenganku
sebagai bantal, dia tiba-tiba mengatakan hal seperti ini. Tidak, jika kau merajuk, itu
akan menyakiti hatiku, jadi bisakah kau berhenti?

“Jangan gitulah. Kau tidak perlu sampai merajuk, katakan saja padaku dan aku akan
melakukan serta memberikan apapun padamu kapanpun kau mau.”

“Aku tidak akan pernah melupakan kata-kata itu.”

Kaede mendekatkan tubuhnya ke tubuhku. Jika aku menggerakkan wajahku sedikit


saja, aku bisa menciumnya. Untuk memastikan itu tidak terjadi, aku menatap ke
langit-langit. Masih belum boleh. Aku sudah memutuskan bahwa aku akan
menciumnya setelah aku menyatakan perasaanku padanya. Waktunya pun sudah
kuputuskan. Meskipun kupikir urutannya ada yang salah, tapi aku harus tahan dulu.

“Fufufu. Kedisiplinanmu itu aneh... tapi bagian dari dirimu yang seperti itu juga luar
biasa.”

“Apa aku harus mengatakan terima kasih di sini?”

“Yah, entahlah? Ayo tidur sekarang.”

Lampu di kamar tidur padam dan ruangan menjadi gelap. Dengan itu sebagai tanda,
aku dengan lembut dan erat memeluk tubuh lembut Kaede.

“Selamat malam, Yuya.”


Jangan panggil namaku tiba-tiba seperti itu. Apalagi mengatakannya dengan suara
seperti itu, itu adalah pelanggaran.

“......Selamat malam, Kaede”

Berbisik di telinganya, tirai ditutup pada hari Valentine tahun ini.

Bab 36
Awal Yang Bergejolak?

Waktu berlalu begitu cepat, dan sekarang sudah seminggu sejak hari Valentine.

Akhirnya, pagi dimana hari kemah pelathian ekstrakulier datang. Waktu


menunjukkan sekarang sudah pukul 9 lewat.

Kaede dan aku bersama-sama sedang dalam perjalanan menuju sekolah seperti
biasa. Kami semua akan bertemu pada pukul 10 di halaman sekolah. Dari sana, kami
akan menaiki bus. Itu adalah perjalanan tiga setengah jam sekali jalan, yang dimana
kami akan dibagi per kelas. Namun, Kaede nampaknya sangat tidak puas dengan itu.

“Hei, Kaede-san. Tidakkah menurutmu jadi sulit untuk berjalan jika kau
memegangku begitu erat? Kita juga punya barang bawaan loh?”

“...Gak mau. Aku tidak akan bisa bersamamu selama lebih dari tiga jam dari
sekarang. Padahal kita mau bepergian, tapi malah harus dipisah-pisahkan. Aku kan
jadi kesepian.”

Tidak, itu memang benar. Tapi kan kita biasanya memang tidak banyak
menghabiskan waktu bersama di sekolah karena kita berada di kelas yang bereda
dan aku ada kegiatan klub. Dibandingkan dengan itu semua, bukankah tiga jam itu
cuman sebentar?

“Ini berbeda! Karena ini berbeda dari yang biasanya aku jadi tidak bisa tahan selama
tiga jam. Aku ingin berbicara, melihat pemandangan, dan melakukan banyak hal
bersamamu di dalam bus... tapi sensei-nya juga terlalu keras kepala!”

Kau malah menyalahkan sensei? Sebaliknya, jika siswa/i naik bus dengan bebas,
akan merepotkan nanti untuk menerima absen, jadi kupikir itu mau bagaimana lagi.
Yah, meski dibilang absen, itu hanya cukup dengan memeriksa satu sama lain. Aku
yakin itu akan baik-baik saja, tapi kupikir tidak usah kukatakan.

“Issh... dasar tak berperasaan...”

“Hei, Kaede-san. Jika bisa, aku sendiri berpikir akan menyenangkan jika aku
bersamamu, tapi kalau sudah begini kita gak bisa apa-apa. Ketika kita sampai di
sana, akan ada pembelajaran mengenaai budaya Inggris, kan? Kupikir saat itu kisa
bisa duduk bersebelahan, dan karena ski dan mengamati bintang yang dilakukan
besok dibebaskan, jadi ayo kita bersama-sama juga saat itu. Apa itu tidak cukup?”

Jika bisa, aku juga mau bersama Kaede. Sebegitu besarnyalah keberadaan dirinya
dalam diriku. Sejak hari itu, ketika kami menghabiskan waktu sama bersama-sama
dan tidur berpelukan, perasaan ini semakin meningkat. Tunggu, apa itu berarti aku
akan tidur tanpa bisa merasakan kehangatan Kaede selama tiga hari dua malam ke
depan?

“Aku... aku sudah mencapai titik dimana tubuhku tidak bisa puas tanpa Yuya-kun...”

“Yosh! Ayo berhati-berhati dalam berbicara! Mungkin tidak salah, tapi itu bisa
menyebabkan kesalahpahaman, jadi harus dikoreksi!”

Sudah lebih dari seminggu sejak kami mulai tidur berdampingan di tengah ranjang.
Beberapa hari pertama aku gugup banget sampai-sampai tidak bisa tidur nyenyak,
tapi sekarang aku sudah benar-benar terbiasa dan terus merasakan kehangatan
tubuh Kaede saat aku tertidur, malahan tidak berlebihan untuk mengatakan kalau
tubuhku tidak bisa puas tanpanya.

“Tapi jangan mengatakannya seperti itu, karena orang-orang akan jadi salah paham
nanti. Malahan itu akan jadi lebih buruk karena akan tersebar juga kalau aku tinggal
bersamamu. Jadi jangan terlalu terbawa suasana dan mengatakan sesuatu yang
tidak perlu, oke?”

“Aku tahu, aku akan berhati-hati tentang itu. Kau sendiri harus berhati-hati supaya
tidak keceplosan oleh pertanyaan menuntunnya Higure-kun. Yah, aku sih tidak
keberatan meski itu terjadi.”

Kami bebas untuk memilih tempat duduk di dalam bus, jadi aku akan memilih
tempat duduk di sebelah Shinji. Atau lebih tepatnya, duduk di sampai anak laki-laki
lain akan menajdi suatu siksaan. Tidak diragukan lagi kalau aku akan dibombardir
dengan berbagai pertanyaan dimana aku tidak akan memiliki cara untuk melarikan
diri.
“Aku juga akan duduk di sebelah Akiho-chan, jadi kami akan mengobrol banyak hal
dalam perjalanan. Kami akan membual tentang hal-hal baik dari pacar masing-
masing.”

Apaan coba itu, kalian mau membicarakan aku dan Shinji di saat kami tidak ada?
Dan karena itu terjadi di dalam bus, maka tak pelak kalau gadis-gadis yang duduk di
sekitar kalian akan mendengarnya dan berbagung dalam percakapan, kan? Eh,
bagaimana kau akan membicarakan tentang diriku?

“Hmm... Kau itu seorang yang bisa bekerja lebih keras dari siapapun. Seorang
dengan hati yang kuat yang tidak menyerah pada keputusasaan. Seorang yang
peduli. Seorang yang jago masak. Sorang yang tidak bisa terus terang, dan ada
beberapa bagian kikuk dari dirinya, tapi dia adalah seorang yang sangat baik dan
akan mengatakan kalau dirinya peduli padamu. Kurang lebih itu yang ingin
kubicarakan. Eh, ada apa Yuya-kun? Kenapa kau memalingkan wajahmu? Kenapa
kau tidak mau menatapku?”

Mana bisa aku melakukan itu. Kenapa kata-kata pujian terus keluar dari mulutmu?
Aku kan jadi sangat malu dibuatnya. Perasaan panas benar-benar terkonsentrasi di
pipiku sehingga aku tidak percaya kalau ini adalah pagi di musim dingin. Malahan
telingaku juga terasa panas. Apa yang harus kulakukan? Kami sebentar lagi akan
sampai di sekolah?

“Fufufu. Itu karena aku selalu memikirkan dirimu. Aku ingin tahu apa yang akan kau
katakan ketika Higure-kun bertanya padamu tentang apa yang kau sukai dariku.
Aku sangat menantikannya.”

Tungguh sebentar. Bukankah ada yang aneh dari caramu mengatakannya? Kalian
tidak merencankan sesuatu di tempat yang tidak kuketahui, kan?

“Aku tidak bisa menjawabnya. Itu dilarang. Yang jelas nantikan saja ketika bus
sudah berangkat.”

Apa itu, kok rasanya menakutkan! Apa yang akan ditanya Shinji padaku di dalam
bus?

Kemah pelatihan ekstrakurikuler menjadi bergolak. Apalagi gejolak itu sudah


dimulai.

“Kemah pelatihan ekstrakurikuler ini pasti akan menyenangkan!”

“Kau benar. Jika kita mengesampingkan cerita barusan, ini pasti akan
menyenangkan.”
Yah, tidak peduli apapun yang ditanyakan. Akan kujawab dengan pikiran terbuka.
Sebaiknya kau persiapkan dirimu, Kaede-san!

Bab 37
Tenggelam dalam Strategi?

Berkat mendengarkan bacotan alias kata-kata sambutan dari kepala sekolah di saat
cuaca yang dingin, tubuhku menjadi kedinginan. Aku ingin tahu, apa dia ini tidak
bisa menyingkat sambutannya. Yah, selain itu saja, kami langsung naik ke bus dan
pergi tempat tujuan kami.

Aku dan Shinji mengambil kursi yang ada di barisan di depan, dimana tidak orang
lain yang mau mendudukinya. Mereka tidak mau duduk dekat dengan tempat duduk
guru, jadinya mereka memilih untuk duduk di belakang. Dengan kata lain, ini ada
pilihan kursi terbaik karena kami akan jauh dari mereka yang suka gosip dan orang-
orang yang mungkin akan mengajukan pertanyaan merepotkan.

“Kurasa mereka tidak akan terlalu mendengar percakapan kita di bus. TIdakkah kau
terlalu khawatir?”

Menurutmu salah siapa yang membuatku jadi seperti ini? Itu karena kalian sedang
merencanakan sesuatu, kan?

“Apa sih maksudmu? Dan menurutku itu bukan sesuatu yang istimewa, kan? Kita
hanya akan berbicara tentang apa yang kita sukai dari pacar masing-masing.
Ataukau kau ingin membicarakannya di depan semua orang saat malam hari?”

Aku tidak mau itu terjadi. Kami akan tinggal di pondok dengan empat orang per
kamar. Ada dua kamar tidur, dan kami akan dipisahkan ketika tidur, tapi kami
mungkin akan berkumpul di ruang tamu untuk mengobrol. Untungnya, tidak
termasuk Shinji, dua lainnya punya pacar, jadi kurasa tidak akan ada kecemburuan
yang tidak perlu, tapi aku yakin mereka akan tetap bertanya tentang ini dan itu. Aku
benar-benar tidak mau itu terjadi.

“Tidak, tunggu. Apa kau bermaksud mengatakan pembicaraannya tidak berlangsung


di pondok, tapi sekarang? Aku akan dengan sopan menolaknya.”
“Jangan katakan sesuatu yang membosankan lah. Kita sekarang sedang dalam
perjalanan dan aku bosan, jadi biarkan aku mendengar semuanya. Ataukah kau
ingin mendengarku membual tentang Akiho? Yah, itu gak masalah sih, tapi...
persiapkan dirimu, oke?”

Mendengarkan Shinji membual tentang Otsuki-san terasa seperti siksaan. Dia selalu
menanyakan pendapat dan persetujuanku. Karena dia terlihat begitu bahagia saat
membicarakannya, aku tidak menjawab selain mengatakan ‘ya’ atau ‘imut ya’. JIka
aku harus duduk di sampingnya selama hampir tiga jam dan mendengarkan dia
terus mengatakan itu, maka—

“Oke, oke. Aku akan membual padamu.”

Perisapkan dirimu. Jika ini yang kau mau, aku akan sedikit serius dan membual
tentang Kaede. Kau sudah siap mendengarkanku kan?

Roll call selesai dan bus mulai berjalan. Sambil mendengarkan pengumuman
pemandu bus, aku memikirkan apa yang harus kukatakan.

---

Sudah satu setengah jam setelah kami berangkat, dan kami telah melewati belokan
ke tujuan kami. Ada yang aneh dengan Shinji yang duduk di sampingku. Dia ini
kenapa.

“Hei, Yuya... aku yang salah di sini, jadi bisakah kau segera memaafkanku?”

“Hah? Kenapa pula harus minta maaf? Sejak awal kan kau sendiri yang ingin
mendengarnya.”

Aku mengambil rencana Shinji dan menjelaskan secara rinci apa yang menurutku
menarik dari Kaede. Shinji pernah datang kerumah kami sekali, jadi dia telah
melihat celah Kaede dan itu tidak terlalu mengejutkan baginya, tapi aku
memberitahunya contoh spesisifik seperti bagaimana ketika Kaede menggodaku
tapi segera menjadi malu ketika aku melawan, terutama tentang apa yang terjadi
pada malam Valentine.

Aku juga mengatakan kepadanya bahwa Kaede memperhatikanku lebih dari


siapapun. Dia tidak pernah menertawakanku yang tinggal berlatih sendiri di klub
sepak bola, yang biasanya orang-orang selain Shinji menatapnya dengan dingin, dia
juga mengakui kerja keras yang kulakukan. Dia memujiku dan mendorongku untuk
melakukan yang terbaik. Aku sangat senang dengan perasaan itu.
Awalnya, itu hanyalah rasa kagum, dan aku menolak untuk menghabiskan waktu
bersamanya karena aku enggan, dan lebih dari perasaan enggan, itu karena aku
terlalu gugup sampai rasanya mau mati. Tapi sekarang itu menjadi norma, dan aku
terpesona saat dia menunjukkan kepadaku lebih banyak sisi dari dirinya yang tidak
pernah kukutahui. Terus terang, aku tidak bisa lagi membayangkan bagaimana
kehidupan sehari-hariku tanpa Kaede. Yah, meski begitu aku belum mengatakan ini
kepada orangnya sendiri.

“Hahahaha... maaf Yuya. Aku benar-benar minta maaf. Lebih jauh lagi aku tidak bisa.
Aku tidak bisa mendengarnya. Tidak kusangka kau akan seserius ini. Aku yang
kalah... “

“Hah? Apa maksudnya itu?”

Saat aku hendak menanyai Shinji, bus berhenti di area service. Kami diberitahu
bahwa kami akan beristirahat di sini selama lima belas menit. Begitu bus berhenti
total, Shinji bergegas keluar dari bus seolah-olah dia mencoba menjauh dariku.
Bajingan itu, tidak kubiarkan kau melarikan diri!

Aku segera keluar dari bus untuk mengejar Shinji, yang melarikan diri seperti
kelinci, tapi sayangnya dia sudah menghilang. Sial, cepat sekali dia.

“Ah... Yuya-kun...!”

Ketika aku hendak terus mencarinya, aku mendengar suara yang tidak asing
memanggil namaku. Melihat ke belakang, itu adalah Kaede.

“Kaede-san. Bagaimana rasanya di dalam bus? Apa kau mabuk?”

“Uh, ya. Aku baik-baik saja. Di dalam bus aku ngobrol-ngobrol dengan Akiho-chan
dan mendengarkan musik. Kau sendiri bagaimana?”

Entah kenapa, wajah Kaede tampak merah. Apa di dalam bus terlalu panas? Yah,
pemanas di dalam bus kami terlalu efektif. Mungkin itu sebabnya wajahnya merah.
Meski begitu, pertanyaan itu benar-benar merepotkan. Aku menghabiskan satu
setengah jam terakhir untuk berbicara dengan Shinji tentang bagian-bagian imut
dari Kaede.

“Y-ya... Seperti yang kau katakan, Shinji menanyakan banyak hal padaku, tapi aku
tidak apa-apa. Dan kupikir Shinji malah jadi kewalahan ketika mendengarku
membual. Ahahaha!”
Aku memutuskan untuk tertawa dan menutupinya. Tidak mungkin aku bisa
mengatakan itu padanya di sini! Aku tidak percaya bahwa aku akan memberi tahu
Shinji kalau aku tidak bisa membayangkan seperti apa hidupku tanpa Kaede! Ini
bukan pernyataan cinta lagi namanya, tapi sudah seperti lamaran! Aku bahkan
belum mengatakan [Aku mencintaimu] pada Kaede dengan sepenuh hati! Semuanya
harus dimulai dari kata itu.

“J-jadi begitu! I-Itu pasti sulit ya! Oh, aku mau pergi ke kamar kecil! Sampai jumpa di
tempat tujuan ya!”

Kaede melambaikan tangannya dan berlali kencang ke kamar kecil! Aku bertanya-
tanya, ada apa dengan perasaan ditinggal sendirian ini?

“Yah, sepertinya aku tidak bisa mengabaikanmu begitu saja! Hai, iblis pembual!”

“—Otsuki-san? Eh, iblis pembual? Apa maksudnya itu?”

Otsuki-san memanggilku sambil memukul punggunggku. Itu menyakitkan.

“Cerita tentang ini yang kumaksud! Cerita tentang Kaede-chan sangat dicintai!
Sampai jumpa lagi, Yoshi!”

Otsuki mengejar punggung Kaede sambil tertawa. Aku ingin tahu, apa ada sesuatu
yang aneh terjadi tanpa sepengetahuanku.

“...Kupikir aku akan menyakannya pada Shinji.”

Biarpun sekarang dia kabur, saat dia kembali, itu akan menjadi akhir dari dirinya.
Aku akan membuatnya menceritakan semua yang telah direncanakan.

Ketika Shinji kembali, dia memakai earphone-nya dan mendengarkan musik,


mengabaikan pertanyaanku. Ketika aku bertanya padanya, dia hanya memiliki
tampilan yang menyesal.

“Maaf, Yuya. Kami yang salah di sini. Jadi benar-benar maaf.”

Dia haya terus minta maaf. Pada akhirnya, kami sampai di tujuan tanpa aku bisa
memastikan kebenarannya.

Bab 38
Menghilangkan Kekhawatiran Sebelum Muncul
Sesampainya di tempat tujuan, kami pertama kali berkumpul di salah satu fasilitas,
Manor House, dengan membawa barang bawaan kami. Aku berharap mereka
mengizinkan kami melakukan sesuatu terlebih dahulu dengan barang bawaan kami,
tapi kepala sekolah menjelaskan tentang fasilitas dan arus hari ini.

Pertama-tama, kami akan pindah ke pondok tempat kami akan menginap seperti
yang tertera dibuku, beristirahat dan membongkar barang, dan kemudian
berkumpul lagi di Manor House satu jam kemudian. Di sana kami akan
mendapatkan pengalaman budaya Inggris, seperti yang diputuskan oleh kami
masing-masing. Setelah makan malam dan waktu bebas, kami akan kembali ke
pondok pada pukul sepuluh malam dan pergi tidur.

“Pengalaman budaya Inggris yang akan datang adalah memasak, kan? Aku ingin
tahu apa yang akan kita buat. Bikin gak sabaran ya, Yuya.”

“Di sini tertulis itu scone atau shortbreead-lah yang harus dibuat, Dan tampaknaya
saat itu juga mereka akan langsung menilainya. Hanya saja, mereka akan
menjelaskan semuanya dalam bahasa Inggris, jadi ini akan sulit. ”

Salah satu nilai jual utama fasilitas ini adalah pengalaman budaya Inggris, tapi
instrukturnya adalah orang asing dan semuanya dilakukan dalam bahasa Inggris.
Jika kau ingin berkomunikasi, kau tidak boleh berbicara dalam bahasa Jepang dan
harus melakukannya dalam bahasa Inggris, tidak peduli seberapa buruknya
bahasamu.

“Yah, serahkan saja pada Kaede-san! Aku sangat yakin itu akan baik-baik saja. Dan
jika itu hanya mendengarkan, kurang lebih aku bisa ngerti, Yah, santai sajalah.”

Kurasa itu berkat kelas bahasa Inggris yang kuhadiri selama setahun ketika aku
masih kecil. Aku berterima kasih pada orang tua tololku untuk ini. Aku yakin bisa
mendengar dan mengerti lebih baik daripada kebanyakan orang, dan aku bahkan
dipuji oleh Kaede saat berlatih dengannya untuk hari ini.

Setelah mengganti seragam kami menjadi pakaian yang lebih nyaman, Shinji dan
aku memutuskan untuk bersantai di ruang tamu pondok. Waktu tepat sebelum
pukul 14:00. TV dinyalakan, namun yang ada hanya siaran film layar lebar atau
tayangan ulang drama. Namun, kedua teman sekamar kami menikmati tayangan
ulang drama detektif di sofa yang di sediakan.

“Oh, Higure dan Yoshizumi. Ayo nonton sama-sama.”


“Aku sih lebih suka siaran yang lain... Aku sudah melihat ini berkali-kali...”

Daichi Mogi memegang remot di dadanya dan berseru kalau itu tidak masalah meski
sudah ditonton berkali-kali. Di adalah anggota klub bisbol, tapi kepalanya tidak
botak. Pelatih berpikir bahwa jika dia bisa menang dengan kepala botak, dia tidak
akan mendapatkan masalah. Kebetulan, dia adalah shortstop meski masih
merupakan murid baru. Pacarnya adalah gadis SMP dan akan memasuki sekolah
kami tahun ini. Gadis itu cukup romantis sampai dia mau mengejar pacarnya.

Di sisi lain, orang yang dengan enggan menyerah setelah Mogi mengambil remot
darinya adalah Minato Sakaguchi. Di memakai kacamata, dan sedikit tidak terduga,
dia memiliki pengetahuan yang luas. Dia disebut karakter utama dalam cerita
romcom karena memiliki pacar teman masa kecil yang berbeda sekolah.

Ngomong-ngomong, drama detektif yang mereka tonton berkisah tentang dua


detektif yang tergabung dalam departemen yang dikenal sebagai Kuburan Sumber
Daya Manusia. [Satu hal terakhir, apa boleh?] kata karakternya. Aku sih paling suka
kombinasi yang pertama.

“Yoshizumi dan Higure akan memasak, kan? Aku snooker dan Sakaguchi akan
berbicara bahasa Inggris. Daripada itu, pria yang memilih memasak itu cuman
kalian, kan?”

Bacot. Kami tidak punya pilihan karena Kaede dan Otsuki mengatakan bahwa
memasak lebih bagus. Aku dan Shinji sih tidak keberatan karena kami tidak terlalu
peduli tentang itu, tapi begitu kami membuka pintu, kami terkejut dengan
persentase perempuan yang sangat tinggi. Apalagi semua pria punya pacar. Jadi
tentu saja, setiap orang punya cerita serupa.

“Kalau tau begini, aku harusnya memilih memasak juga. Aku tidak tahu apa aku bisa
melihat Hitotsuba-san mengenakan celemek selama sisa hidupku.”

Sayang sekali ya, Mogi. Kalau itu aku sudah sering melihatnya mengenakan celemek
imut. Tidak hanya itu, dia bahkan memasak untukku. Ada perasaan seperti istri baru
dan aku merasa bahagia setiap kali melihatnya.

“Sialan kau Yoshizumi. Aku akan menanyakan banyak hal padamu nanti! Sebaiknya
kau persiapkan dirimu untuk itu.”

“Tentang itu... Mogi. Aku tidak bermaksud buruk di sini, tapi lebih jangan tanyakan
dirinya...”

“Hah, apa maksudmu Higure?”


“Yah... gimana bilangnya... mungkin kau akan mati. Kau mati karena kelebihan gula,
kesakitan, dan putus asa. Jadi aku tidak bermaksud buruk, tapi lebih baik berhenti
saja. Ini adalah nasihat dariku sebagai orang yang pernah mengalaminya.”

Mogi mengangguk, mungkin karena dia merasakan sesuatu dari ekspresi tragis dan
nasihat tidak menyenangkan dari Shinji, yang terkenal sebagai kekasih tolol. Dengan
ini kupikir akan bisa menghindari masalah yang tidak perlu. Kau juga jangan tanya
loh ya. Sakaguchi.

Tapi tetap saja, bukankah caramu mengatakannya terlalu buruk, Shinji? Memangnya
kapan aku mendorongmu ke dalam keputusasaan? Sebagian besar kan salahmu
sendiri juga.

“Berisik. Apa kau mengerti perasaanku dan Akiho yang diperlihatkan adegan mau
suap-suapan dengan cara yang sangat alami? Pikirkanlah perasaanku dan Akiho
yang diperlihatkan suasana stroberi itu! Itu terlau manis sampai aku jadi mulas!”

Apaan sih!? Memangnya itu salah!? Sejak awal itu karena kalian membuat
pernyataan radikal tentang suap-suapan atau saat mengatakan tidak boleh
melakukannya di depanku. Jadi jangan salahkan aku, kekasih tolol!

“Aku mengerti... aku mengerti dengan sangat baik. Kurasa Yoshizumi dan Hitotsuba-
san begitu kasmaran sampai-sampai Higure yang disebut kekasil tolol bilang begitu.
Seperti jika penanya bertanya bagaimana mereka bertemu, si penanya mungkin
akan pingsan mendengar jawabannya. Begitukab?”

“Begitulah. Maaf tapi lebih tidak usah terlalu mengungkitnya. Yah, meski jika kau
benar-benar ingin mendengarnya, aku tidak akan menghentikanmu...”

Sepertinya Mogi memutuskan untuk diam dan berkonsentrasi pada TV setelah


menerima nasihat dari Shinji. Sakaguchi menonton drama tanpa memperhatikan
kami, mungkin dia tidak tertarik.

“Yah, kita masih punya waktu, tapi mungkin lebih baik kita menunggu duluan di
Manor House. Aku ingin segera bertemu dengan Akiho, dan kau pasti ingin
berbicara dengan Hitotsuba-san, kan?”

Kau benar. Aku mungkin bisa menghabiskan waktu di sini, tapi aku ingin bersama
Kaede jika mungkin. Aku mendapatkan balasan segera setelah aku mengirimkan
pesan. Tampaknya Kaede juga punya merasakan ha; yang sama. Aku senang.

“Nah, aku dan Yuya akan pergi duluan, jadi tolong kunci pintunya.”
Shinji dan aku meninggalkan pondok. Aku penasaran dengan wajah Mogi yang
terlihat kecewa saati dia mengatakan ‘Ya[.

“Sepertinya kau mengambil korban lebih awal ya. Kurasa Mogi tidak akan bertanya
lagi. Sakaguchi juga menyaksikan saat kita berempat berkumpul, jadi kurasa dia
pikir kalau dia tidak perlu bertanya. Syukur untukmu, Yuya. Tampanya kau tidak
perlu menggali lubang kuburmu sendiri. ”

Padahal aku tidak keberatan menjawab apa pun yang akan ditanyakan. Aku bisa
memberitahu perihal bagian-bagian imut Kaede sama seperti saat aku
mengatakannya pada Shinji di dalam bus.

“Ya, kumohon dengan sangat hentikan itu.”

Shinji menutup telinganya dan mulai berlari seolah-olah dia tidak ingin
mendengarnya. Dia teman yang mengerikan, padahal dia sendiri yang ingin
mendengarnya.

Bab 39
Masa Muda

Aku tidak bisa menjelaskan seperti apa Manor House itu, tapi kalau mau
dibayangkan, itu seperti Sekolah Sihir Hog〇tsu. Tidaklah berlebihan untuk
mengatakan bahwa ruang pembelajaran dan kafetaria yang begitu besar, tempat
dimana siswa/i akan bertemu, adalah repilka dari dunia itu. [Catatan Penerjemah:
Gua gak tau referensi dari mana. ホグ〇ーツ魔法学校]

Terlebih lagi, di dalam lemari wisma, terdapat jubah seperti yang mereka kenakan,
seperti sesuatu yang keluar dari tamam hiburan di Osaka.

“Yuya-kun! Di sini!”

Aku mengalihkan pandanganku ke arah orang yang memanggil namaku. Kaede


melambai sambil tersenyum lebar. Dia juga mengganti seragamnya menjadi pakaian
kasual yang terlihat mudah untuk bergerak. Pakaian hari ini adalah kombinasi
sweter rajut panjang dengan warna lembut dan rok lipit. Roknya yang berkibar itu
terlihat lucu.
“Bagaimana? Apa pakaian ini imut?”

Kaede meletakkan tangannya di pinggang dan berpose seperti model. Seperti yang
diharapkan dari gadis yang memenangkan Kontes Wanita SMA Nasional,
penampilannya sangat mengesankan.

“Tentu saja itu cocok untukmu. Kau terlihat sangat dewasa sehingga sulit dipercaya
kalau kita ini sama-sama anak SMA.”

“Issh. Yuya-kun, apa maksudnya itu? Apa itu artinya aku sudah tua?”

Kok malah ditafsirkan seperi itu. Aku hanya mengatakan kalau dirimu terlihat
dewasa, aku tidak pernah bilang kalau kau sudah tua. Malahan, kau yang terlihat
dewasa itu membuatku deg-degan, dan jika kita berjalan berdampingan, kita pasti
akan terlihat seperti pasangan yang berbeda usia. Kalau begitu, bisakahan aku
dimanjakan sebagai pacarmu yang lebih mudah?

“Issh... kalau begitu katakan dari awal dong. Tapi tetap saja, aku jadi pacar Yuya-kun
yang lebih tua, ya? Ehehe. Itu terdengar bagus.”

Ini buruk. Seringai di wajahnya itu menandakan dirinya sedang membayangkan


sesuatu yang buruk. Sekarang dalam benaknya, dia pasti membayangkan adegan di
mana dirinya sebagai wanita yang lebih tua memanjakan serta menggodaku yang
lebih muda.

Kemudian, Kaede-san yang terlihat seperti mendapatkan ide, perlahan


mendekatiku, yang bersiap-siap untuk berperang. Ruang belajar ini seperti tangga,
jadi tak pelak aku akan melihat ke arah Kaede.

“Hei... Yuya-kun. Kau bisa dimanjankan sepuas mungkin oleh Onee-san loh?”

Dia berbisik di telingaku dengan suara manis dan akhirnya menghembuskan


nafasnya padaku. Apa-apaan dengan suara barusan!? Itu memiliki nada yang
berbeda dari biasanya, terasa berkilau dan dewasa. Arus listrik mengalir melalui
tubuhku dan membuat bergetar. Pipiku terasa panas dan jantungku berdegub
kencang. Napasku bahkan sampai jadi tidak teratur.

“Kaede-san!? Apa itu tadi!? Aku jadi terkejut, tahu!?”

“Kau memiliki wajah yang seperti ingin dimanjakan oleh seorang Onee-san, jadi aku
mencobanya, apa gak boleh?”
Boleh! Atau lebih tepatnya, terima kasih banyak! Duh, apa yang kupikirkan! Jangan
terbawa suasana. Jika aku tidak menunjukkan sikap tegas di sini, Kaede akan
melanjutkan gelombang serangan kedua.

“Kalau begitu... saat kemah pelatihan ini selesai... aku akan memberi cinta yang
sangat banyak!”

Kaedeeeee!! Kekuatan penghancur dari tindak lanjutnya begitu hebat! Jangan


menggodaku dengan cara yang tidak sopan seperti meletakkan tanganmu di bahuku
dan memelukku! Jantungku meledak. Pikiranku jadi runtuh.

Aku menelan ludah, dan memikirkan kata-kata untuk membuat Kaede, yang
memiliki senyum misterius dan sikap penuh kemenangan, terkesiap.

“Kau bisa menyerahkan semuanya pada Nee-san, Yu-kun. Kakakmu ini akan
memberimu banyak cinta.”

“K-Kaede-san, a-a-apa ada yang salah denganmu!? Kau terlihat aneh sejak beberapa
waktu lalu!?”

“Eh? Tidak ada yang salah dariku, tahu? Aku hanya mencintai Yu-kun. Apa itu tidak
boleh?”

Kalau terus begini, aku akan ditelan oleh perasaan Kaede-san. Sedikit saja, aku ingin
mencondongkan diriku sedikit ke arahnya dan menggantungkan kepalaku di atas
buah yang ditekankan oleh sweter rajutnya. Apa itu tidak apa? Tidak apa, kan?

“Nah! Maaf mengganggu kegembiraan kalian, tapi cukup sampai di sana! Aku pasti
akan mati mendadak karena kelebihan gula melihat dimensi kalian berdua yang
terlalu manis!”

“Itu benar, Yuya. Aku mengerti perasaanmu, tapi kau harus sedikit menenangkan
diri.”

Otsuki meraih Kaede dan Shinji mencengkeram leherku dan menarikku. Aku ingin
mengeluh tentang apa yang dia lakukan, tapi ketika aku memikirkannya dengan
tenang, itu memang berbahaya. Untungnya, selain kami berempat, hanya ada
instruktur asing dari staf fasilitas.

“Kaede-chan! Tidak peduli seberapa besar kau mencintai pacarmu, kau harus tahu
cara yang benar untuk memperlakukannya! Yang barusan itu berlebihan! Jadi
renungkanlah itu!”
“......Ya, akan kurenungkan......”

Kaede dicerahami oleh Otsuki. Aku tidak berpikir kalau itu adalah sesuatu yang
Otsuki, yang sudah sejak lama disebut kekasih tolol, bisa mengatakannya, tapi
memang benar Kaede-san tadi terlalu berlebihan.

“Yah, mau bagaimana lagi. Ini bukan rumah atau sekolah. Jadi aku yakin Hitotsuba-
san agak terbawa suasana.”

“Yah, kurasa begitu. Terkadang memang ada saat-saat seperti itu...”

Kupikir itu terlalu berbeda dari biasanya untuk menjadi optimis. Jika saja ini tejadi
di rumah, aku mungkin telah memeluk Kaede dengan sekuat tenaga.

“Sepertinya kau sudah sangat terpikat, Yuya. Apa dalam waktu dekat ini kau bisa
kencan ganda dengan kami?”

“...Berisik.”

Kencan ganda kedengarannya tidak buruk, tapi biarkan aku menghabiskan waktu
yang berharga beruda saja. Yah, tidak mungkin aku bisa mengatakan itu, jadi aku
berulang kali menarik napas dalam-dalam untuk menenangkan jantungku yang
berdegub kencang. Kemudian, ketika aku melihat ke belakang dengan santai,
mataku bertemu dengan instruktur asing yang sedang bersiap-siap untuk pelajaran.

“Enjoy your youth!”

Dia meengedipkan mata, tersenyum menyegarkan, dan mengacungkan jempol!


Orang asing emang beda, dia punya gaya. Aku membalas mengacungkan jempol
dengan senyuman. Dia benar, aku sedang mengalami apa yang disebut masa muda
sekarang!

Ceramah Otsuki kepada Kaede masih berlangsung.

“Uh... Akiho-chan menggaguku. Yuya-kun, selamatkan aku!”

“...Kau menuai apa yang kau tanam, Kaede-san”

Ya, itu sangat mendebarkan, dan kupikir di lain waktu aku ingin melakukannya saat
kami berduaan aja.
Bab 40
Waktunya Memasak

Aku, Kaede, Shinji, dan Otsuki sedang membuat scone. Kaede, yang menguleni
adonan untuk scone, memiliki senyum yang sangat bahagia di wajahnya dalam
sosoknya yang mengenakan celemek yang diberikan padanya. [Catatan
Penerjemah: Scone.]

“Yuya, terpesona sih boleh, tapi kau harus menguleni adonannya, oke?”

“...Berisik. Jika kau mengatakan itu, maka kau juga harus melakukannya.”

Shinji dan aku sesekali berhenti. Lagian, hanya dengan melihat dua orang yang
sedang bekerja di depan kami terlihat sangat akrab begitu menghangatkan hati. Aku
ingin melihat ini selamanya.

“There boys! Move your hands!”

Saat kami terspesona, instruktur menegur kami. Meski begitu nada suaranya ceria,
duh harus fokus membuat scone nih, jangan sampai terlau terpesona. Shinji dan aku
melihat ke arah bola untuk menyamarkan rasa malu kami dan bekerja keras
membuat adonan.

“Fufufu. Yuya-kun, apa kau terpesona olehku?”

“Shin-kun, kau terpesona olehku?”

Benar saja, kedua gadis itu mengejarnya dengan seringai di wajah mereka. Kaede
yang dalam situasi sangat menyebalkan. Dia akan terus menatapku sampai aku
menjawab, dan jika aku tidak menjawab karena aku malu, dia malah akan menangis
dan merajuk. Jadi jika ini terjadi, aku pasti langsung mengibarkan bendera putih.

“Ya, itu benar. Kaede-san dan Otsuki-san tampak begitu bersenang-senang sampai
kami dibuat terpesona. Apa itu buruk?”

“Tungg-, Yuya!? Apa yang kau bicarakan! Aku tidak—”

Diamlah Shinji! Biar aku yang menangani ini dan kau cukup diam serta anggukan
saja kepalamu! Lebih baik jujur tentang itu daripada dikejar lebih jauh dan
membuat mereka terus mempermainkan kita.
“B-Begitu ya... itu sama sekali tidak buruk kok...”

“J-jadi Shin-kun juga punya sisi seperti itu ya! Ahaha... Aku baru tahu.”

Memangnya ada anak laki-laki yang tidak akan terpesona saat melihat ekspresi
spesial seorang gadis yang hanya bisa dilihat di tempat ini, apalagi itu berbeda
dengan senyuman si gadis yang selalu dia lihat? Jika ada, maka mata pria berlubang!

“Ka-Kaede-chan... Kupikir aku mendengarkan ini di bus. tapi apa Yoshi selalu
berbicara seperti ini? Bukankah itu berbahaya?”

“Jadi kau akhirnya mengerti ya Akiho-chan... Itu benar. Yuya-kun adalah orang yang
spontan. Seperti yang kau dengar saat di bus, dia orang yang tanpa ragu-ragu akan
mengatakan sesuatu yang biasanya terlalu memalukan untuk dikatakan. Berkat itu
aku selalu dalam kesulitan.”

Apa maksudmu dengan itu Kaede-san? Emang salah ya bersikap jujur mengatakan
bahwa kau terpesona? Lalu apakah yang benar di sini adalah mengatakan aku tidak
terpesona? Jelas tidak, mau bagaiman lagi kalau aku jadi seperti itu. Karena pada
dasarnya memang benar aku terpesona dengan senyummu. Kau juga sama, kan,
Shinji?

Dan ada satu hal lagi yang menggangguku. Apa yang kalian berdua dengarkan di
dalam bus?

“......Yuya. Mungkin sudah saatnya kita diam?”

Shinji memberiku senyum yang mengandung amarah, wajahnya tersenyum tapi


matanya tidak. Dan juga, kau yang membanting adonan seperti itu nakutin njir, jadi
apa kau bisa jangan membantingnya?

“Kalau kau diam dan terus bekerja, maka aku akan berhenti membantingya.”

“Memangnya apa sih yang kulakukan, astaga...”

Aku tidak tahu apa yang sedang terjadi, tapi aku tahu bahwa jika aku membuat
Shinji semakin marah, aku akan berada dalam masalah serius, jadi aku memutuskan
untuk tutup mulut dan berkonsentrasi pada pekerjaanku.

Meski begitu, aku bisa mendengar gumaman gadis-gadis lain yang ada di dalam
ruangan.
[Enak banget ya, Hitotsuba-san. Aku juga ingin diungapkan secara spontan seperti
itu.]

[Yoshizumi-kun yang berani mengatakan sesuatu seperti itu tanpa ragu-ragu


sungguh keren...]

Di sisi lain, aku bisa mendengar beberapa anak laki-laki menyatakan kekalahan.

[Mana bisa aku melakukan yang seperti itu... Aku akan mati karena terlalu malu...]

[Jadi ini ya keterampilan dari pria yang membuat gadis SMA tercantik di Jepang
jatuh cinta... Aku benar-benar tidak bisa melakukannya.]

“Enjoying your youth now.”

Setelah mendapat tepukan dari instruktur, aku memutuskan untuk diam sampai
scone selesai.

---

Scone berhasil dibuat, tapi sejujurnya, rasanya agak hambar. Itu tidak terasa dan
membuat mulut jadi terasa kering. Tidak peduli seberapa manis teh susu yang
kuminum, efeknya masih terasa.

“Sepertinya rasanya agak kurang. Akan lebih bagus jika kita memiliki selai, tapi
sayangnya itu tidak ada.”

Seperti yang diharapkan, Kaede memakan scone yang dibuatnya dengan senyum
pahit.

“Menurutku akan terasa lebih enak jika menambahkan choco chip di dalamnya
untuk menambah rasa manis. Yah, untuk hari ini sabar aja. Entar dirumah dibuat
ulang.”

“Tidak, lebih baik tidak usah...”

Daripada membuat scone di rumah, kurasa aku lebih suka kau membuat kue coklat
yang seperti tempo hari. Itu rasanya benar-benar enak. Namun membandingkannya
seperti ini, aku dapat melihat betapa sulitnya membuat itu.

Membuat scone sendiri sih sangat mudah. Yang harus dilakukan hanyalah membuat
adonan sesuai instruksi, menguleni, membentuk, dan memanggngnya di oven. Tidak
ada proses yang terasa begitu rumit. Namun, kue cokelat yang dibuat Kaede saat
Hari Valentine tidak seperti ini. Dia jelas menghabiskan banyak waktu dan tenaga
untuk membuatnya. Aku sangat menyadari hal ini, dan pada saat yang sama aku
sangat bahagia.

“Kuharap kau bisa membuatnya supaya aku bisa memakannya lagi...”

“Tentu saja, jika itu yang kau inginkan, aku akan membuatkannya untukmu
kapanpun kau mau. Tapi jika mau dibuat, kenapa tidak kita buat bersama-sama
saja? Kalau seperti itu pasti akan lebih menyenangkan.”

Memang benar. Tidak buruk bagi kami berdua untuk berdiri bersama di dapur dan
bersenang-senang membuat kue. Aku yakin pasti akan ada sesuatu yang terjadi,
seperti misalnya aku melakukan kesalahan dalam mengukur bahan, atau ketika aku
tidak mendapatkan bentuk yang benar. Meski begitu—

“Aku tidak tahu apa aku dapat melakukannya dengan baik, tapi aku yakin akan
menyenangkan saat menikmati waktu yang kuhabiskan untuk memasak bersama
Kaede-san. Itulah yang kurasakan.”

“Issh. Kau ini benar-benar tukang gombal. Tapi aku senang jika kau mengatakan itu.
Aku tidak sabar untuk membuatnya bersama-sama.”

Senyuman Kaede menghangatkan hatiku. Haaaah, aku tidak sabar untuk pulang dan
membuat Kue.

“...Akiho. Aku tahu apa yang ingin kau katakan, tapi jangan mengatakannya, oke? Jika
kau terlibat, kau akan kalah.”

“Shin-kun... bukankah itu terlalu mematikan!? Bukankah itu tidak lebih dari siksaan
untuk tidak dapat mengatakan apa-apa di depan ruang stroberi ini!?”

“Jika kau tidak tahan dengan ini, maka untuk kedepannya juga kau tidak akan bisa
tahan, jadi ayo lakukan yang terbaik untuk terbiasa saat kita di sini, oke?”

Bisakah kalian berdua berhenti ngebacot? Kami kan jadi tidak bisa memasuki dunia
kami sendiri... bukan itu, Shinji! Jangan mengatakan sesuatu yang tidak perlu!?

Besok malam. Pertarungan besar yang menentukan menungguku. Bagaimana jika


mereka nanti mengetahuinya...

“Ada apa, Yuya-kun? Wajahmu terlihat merah?”


Aku sedang memikirkan bagaimana cara mengungkapkan perasaanku padamu,
Kaede. Yah, tidak mungkin aku bisa mengatakan itu, jadi aku hanya berpura-pura
tertawa dan mengatakan itu bukan apa-apa.

Bab 41
Serangan Kejutan Itu Curang

Aku tidak bisa menghabiskan semua scone yang terasa hambar dan membawa
pulang sisanya. Jika aku memaksakan diri untuk memakannya di sini, itu akan
menghambat saat makan malam nanti. Dari yang kudengar sih, kayaknya hidangan
hari ini adalah ikan dan besok adalah daging. Jika berbicara tentang makan malam
kelas atas yang jarang-jarang bisa disantap, semangat secara alami akan meningkat.

“Jika bisa aku mau makan daging dalam dua hari ini! Aku ingin mencoba memakan
steak yang diiris tebal!”

“Kau benar. Dengan daging, kita bisa membuat daging panggang atau
semacamnya...”

Kami kembali ke pondok dan menghabiskan beberapa waktu di ruang tamu


sebelum makan malam. Mogi dan Sakaguchi maunya makan daging dalam dua hari
ini. Anehnya, Shinji mengangguk setuju. Kalian tidak bosan apa makan daging setiap
hari? Bahkan ikan pun terasa enak saat berlemak.

“Ini jelas berbeda darimu, Yuya. Dalam kasusmu, mau itu daging atau ikan, masakan
Hitotsuba-san adalah yang terbaik, kan? Bahkan saat ini kau maunya Hitotsuba-san
yang memasak untukmu daripada menyantap makanan yang ada di sini.”

Padahal aku sama sekali tidak menunjukkan itu baik di wajah atau mulutku, tapi
kenapa kau bisa tahu apa yang kupikirkan. Sudah jelas kalau makanan yang Kaede
buatkan untukku adalah yang paling enak.

“Kau memang benar. Aku tahu kok, Kau ini memang tipe pria yang berani
mengatakan hal-hal memalukan seolah itu bukan masalah besar. Maaf, akulah yang
tolol karena bertanya.”

Jangan hanya mengangkat bahu dan mendesah. Ini tidak seperti aku mengatakan
sesuatu yang aneh, kan? Yah, memang mungkin itu aneh ketika membandingkan
masakan siswi SMA dengan masakan seorang profesional, dan menyatakan kalau
masakan Kaede-lah yang lebih enak.

Tapi itu mau bagaimana lagi. Dia akan terlihat gelisah saat aku makan, dan
kemudian senyum imutnya akan mekar saatu memberitahunya kalau itu enak. Mana
mungkin aku bisa memberitahumu betapa aku menyukai senyum itu. Itu adalah
yang terbaik.

“Kupikir kau sebaiknya ingat bahwa godaan yang tidak disadari dapat menyebabkan
kematian. Lihat, dua orang yang di sana. Wajah mereka sudah mati, tahu?”

Bagaimana mungkin bisa begitu? Bahkan mereka berdua ini punya pacar, apalagi si
pacar adalah siswi SMP dan satunya teman masa kecil yang bersekolah di sekolah
lain, itu adalah karakter yang kuat untuk seorang pacar. Bukan masalah besar
bagiku untuk mengatakan sesuatu seperti itu, kan?

“Hei Sakaguchi. Apa kau bisa dengan mudah mengatakan kalau makanan buatan
pacarmu adalah yang terenak dari apa pun? Aku sih tidak bisa.”

“Aku juga tidak bisa, Mogi. Betapapun enaknya itu, tidak mungkin aku bisa
membandingkannya dengan buatan profesional... Yoshizumi emang luar biasa...”

Keduanya memucat dan menatap ke langit-langit. Mereka bahkan tidak bertarung,


tapi mereka tepar begini? Ini bohong kan, apa aku ini benar-benar aneh?

“Itu tidak aneh. Hanya saja kau mengatakannya dengan begitu wajar sehingga
membuat orang-orang berpikir tidak akan bisa menang melawanmu. Kau sama
sekali tidak malu ataupun berakting, kau mengatakannya dengan mudah dan alami
seolah menjawab pertanyaan satu tambah satu adalah dua. Aku juga salah satu dari
orang-orang yang berpikir seperti itu. “

Hei, Shinji. Bagaimana mungkin itu tidak memalukan? Aku sendiri merasa malu saat
mengatakannya. Tapi jika aku tidak mengatakannya, aku tidak akan bisa
menyampaikan rasa terima kasihku. Aku belum mengatakan bahwa aku ‘suka’ pada
Kaede, jadi menurutku sulit untuk meyakinkannya.

“Sungguh, bagaimana bisa kau mengatakan hal-hal seperti ketika kau bahkan tidak
bisa mengatakan ‘suka’ padanyanya? Kenapa kau tidak memberitahukan itu
padanya secepatnya?”

“...Berisik.”

Aku mencibir dan memalingkan wajahku. Hal seperti itu aku sendiri sudah tahu.
---

Makan malamnya enak. Hidangan lengkap termasuk salad, makanan pembuka, sup,
makanan utama yaitu ikan, dan bahkan makanan penutup. Makannya terlihat sangat
luar biasa seihngga kami bisa menikmatinya dengan seluruh indra kami. Itu sangat
enak sehingga aku merasa tidak akan bisa kenyang. Aku menantikan steak besok.

“Haa... meski begitu aku merasa lelah...”

Aku meregangkan punggungku saat bersandar di sofa. Suara-suara retak terdengar


saat aku menggerak-gerakkan leherku. Melalui perjalanan berjam-jam dan
membuat kue secara tak terduga membuatku merasa lelah. Biasanya di saat-saat
seperti ini aku akan berendam dengan santai di bak mandi. Namun sayangnya
fasilitas ini tidak memiliki bak mandi yang besar, membuatku tidak bisa
menyingkirkan kelelahanku di bak mandi unit yang disediakan.

“Aku ingin pulan scepatnya dan pergi mandi...”

Ngomong-ngomong, saat ini cuman aku doang yang ada di pondok ini. Shinji bilang
dia mau berbicara (bermesraan) dengan Otsuki, jadi dia pergi. Mogi dan Sakaguchi
pergi ke pondok anak laki-laki lain untuk beramin. Aku ingin bertemu dan berbicara
dengan Kaede, tapi sepertinya dia memiliki sesuatu yang harus dia lakukan. Berkat
itu, aku ditinggal sendiran di sini.

“Yah, yang jelas... besok...”

Pertempuran yang menentukan akan berlangsung satu hari lagi. Mengamati langit
berbintang setelah makan malam. Saat itulah takdir akan diputuskan. Shinji
bilang, ‘kenapa kau begitu takut pada pertempuran yang telah dipastikan
hasilnya,’ meski begitu aku masih merasa gugup. Bagaimanapun juga, ini adalah
pertama kalinya aku akan mengungkapkan perasaanku pada seorang gadis secara
langsung.

“Haa... sepertinya aku tidak akan bisa tidur...”

“—Apa tanpaku kau merasa kesepian dan tidak bisa tidur?”

Ya, itu benar. Jika Kaede ada di sampingku, mungkin aku bisa tidur nyenyak. Malah
akan lebih baik jika melakukan bantal pelukan.

“Aku juga... akan merasa kesepian dan tidak bisa tidur tanpamu...”
Eh, aku bicara dengan siapa? Ketika aku masih bertanya-tanya tentang hal itu, aku
diselimuti oleh perasaan menggoda dan aroma jeruk yang lembut. Saat aku
mendongak, aku melihat ada Kaede di sana.

“Eh!? Kenapa kau ada di sini, Kaede-san!?”

“Fufufu. Tidak boleh? Aku datang kesini karena ingin bertemu denganmu.”

Senangnya. Aku sangat senang karena kau ingin bertemu denganku. Tapi bukankah
itu pelanggaran untuk datang menemuiku di pondok? Daripada itu, bukankah itu
curang menyelinap dan memelukku dari belakang seperti itu?

“Apa itu tidak boleh? Malam ini aku akan tidur tanpa adanya dirimu yang
memelukku, jadi aku ingin mengisi bahan Yuya-kun selagi aku bisa.”

Kekuatan Kaede yang memelukku semakin erat. Aku dengan lembut menyentuh
lengannya dan memutuskan untuk menyerah pada sentuhan yang manis ini. Lagian
aku juga ingin memeluk Kaede.

“Aku merasa senang. Seperti yang kupikirkan, aku tidak bisa mengakhiri hari tanpa
merasakan pelukanmu.”

“Ya.... Aku juga... itu... Aku juga suka Kaede-san memelukku.”

Apa-apaan dengan situasi yang membuatku berdebar-debar seperti ini!? Bukankah


pria-lah yang harusnya melakukan pelukan kejutan! Aku maunya memeluk Kaede
dari belakang, jadi kennapa malah aku yang dipeluknya! Yah, meski begitu seperti
ini juga terasa menyenangkan.

“T-terima kasih... aku juga... suka memelukmu dengan erat! Ahaha, aku jadi malu
saat menyadarinya.”

Jangan katakan itu dengan wajahmu yang merona, Kaede! Itu benar-benar
memalukan, bukan!?

Dia tidak menunjukkan tanda-tanda akan melepaskanku saat mengatakan itu,


malahan di memelukku semakin erat, tapi itu rasanya tidak menyakitkan, justru
terasa begitu nyaman.

“Hei, Yuya-kun. Beberapa waktu lalu kau bergumam, apa kau akan melakukan
sesuatu besok?”
Kaede bertanya sambil mendekatkan wajahnya ke telingaku. Matanya lembut, tapi
sudut mulutnya terangkat seperti iblis kecil yang tersenyum. Apa dia
mendengakarkan ketika aku berguman sendirian!?

“Ngomong-ngomong, besok akan ada pengamatan langit berbintang, kan? Apa di


saat itu kau akan memberiku kejutan?”

“Yah, itu... kau akan mengetahuinya besok...”

Aku terus terang menjawab sambil memalingkan wajahku. Mana mungkin aku bisa
mengatakan ini padamu sekarang. Besok, di bawah langit berbintang, aku akan
mengungkapkan perasaanku kepadamu.

“Fufufu. Oke. Kalau begitu aku akan menantikan kejutan besok.”

Lalu Kaede mencium pipiku dan melepaskanku. Aku agak sedih dengan hilangnya
kehangatan dirinya, namun sentuhan lembut di pipiku mengirimkan kepanikan
ringan ke kepalaku,

“Oke! Bahan Yuya-kun sudah diisi ulang sampai penuh! Dengan begini aku akan bisa
tidur nyenyak. Terima kasih, Yuya-kun.”

Meski disisiku, ciuman kejutanmu itu membuatku merasa begitu deg-degan hingga
aku tidak akan bisa tidur.

“Ehehe. Sebaiknya aku segera kembali. Aku juga menantikan untuk bermain ski
besok! Baiklah, Selamat malam.”

“Y-ya... selamat malam, Kaede-san”

Kaede meninggalkan pondok seperti angin. Aku merosot di sofa sambil mengusap
pipiku yang telah dicium.

“Mengejutkan seperti itu curang tahu, Kaede-san...”

Bab 42
Bukankah Lift Itu Menakutkan?
Hari kedua kemah pelatihan ekstrakurikuler.

Hari ini kami akan bermain ski dari pagi hingga siang hari, kemudian di malam
harinya kami akan mengamati langit berbintang. Dan untukku sendiri, ini adalah
hari yang menentukan takdirku.

“Fufu. Aku tidak sabar untuk bermain ski. Karena Yuya-kun masih pemula dalam hal
ini, aku secara eksklusif akan mengajarimu!”

Kaede berbicara dengan suasana hati yang baik saat dia membawa papan ski di
bahu kirinya dan memegang tongkat di tangan kanannya. Semangatnya begitu tinggi
sehingga seperti ada ♪ yang ditambahkan di akhir perkataannya.

[Lihat itu, pakaian ski Hitotsuba-san dan Yoshizumi-kun sama. Itu pakaian couple,
kan? Jadi iri melihatnya.]

[Hitotsuba-san bisa tertawa santai seperti itu, dan Yoshizumi-kun juga terlihat biasa
saja... sungguh, mereka benar-benar pasangan yang cocok.]

[Apa Yoshizumi-kun tidak malu mengenakan pakaikan couple seperti itu?]

Aku bisa mendengar gadis-gadis itu berbisik satu sama lain, namun biarkan aku
mengoreksi satu hal. Couple-an begini cukup memalukan! Yah, aku sih tidak merasa
buruk disebut pasangan yang cocok, tapi kan aku baru akan mengungkapkan
perasaanku malam ini.

“Kenapa kau bengong begitu, Yuya-kun? Mungkinkah kau takut bermain ski? Tidak
apa-apa kok, lagian salju adalah teman!”

Jangan mengatakannya seperti kalimat terkenal dari karakter utama manga sepak
bola; bola adalah teman. Tidak peduli meskipun salju yang banyak dapat membuat
rasa sakit saat jatuh jadi tidak terlalu menyakitkan, yang namanya jatuh itu tetap
saja masih menakutkan!

“Fufufu. Sebelumnya aku sudah bilang, kan? Aku akan menangkapmu dengan benar
jika kau akan jatuh. Jadi jangan khawatir, lompat saja ke dadaku, oke?”

Aku ingin melakukan itu, malahan, kepalaku-lah ingin yang kujatuhkan di dadamu.
Tapi kau yang sedang tersenyum itu sedang berfantasi tentang dirimu yang
menyelamatkanku dari kejatuhan dan memelukku di atas salju, kan?

[Sial... Yoshizumi sialan itu, kau terlalu terbawa suasana...!]


[Biarkan aku yang ada di posisi ituuuuu—!]

[Begini saja, bagaimana kalau kita selesaikan Yoshizumi?]

Diam lu semua! Lagian aku tidak terbawa suasana dan aku tidak akan menyerahkan
posisi ini!

“Hari ini kau memiliki banyak wajah ya. Kupikir kau akan malu, tapi kemudian kau
mengerutkan alismu dan marah. Entah kenapa itu terasa seperti sesuatu yang baru.”

“Aku tidak malu ataupun marah. Bukankah itu cuman imajinasimu saja Kaede-san?”

Aku blak-blakan menjawab kalau aku tidak mau mengakui bahwa aku malu ketika
kami yang mengenakan pakaian couple diungkit-ungkit dan marah karena anak
lelaki memintaku untuk menyerahkan posisiku yang berada di sisi Kaede.

“Fufufu. Kalau begitu akan kuanggap begitu. Nah, ayo pergi! Lereng sudah
menunggu kita!”

Jangan memeluk lenganku seperti itu karena itu akan berbahaya! Sekalipun kau
memakai pakaian yang tebal, sensasi dari dua buah melimpahmu itu tidak bisa
disembunyikan! Aku bisa mendegar desahan kecemburan dan kertakan gigi yang
penuh kebencian di sekitarku. Yah, lebih abaikan saja.

---

Apa kendala pertama yang akan dihadapi ketika mulai bermain ski? Tentu saja itu
naik lift. Aku duduk di momen yang tepat sambil melirik ke arah bawah di belakang.
Perasaan mendaki gunung bersalju sambil duduk dengan papan yang tidak biasa
menempel di kedua kaki membuatku merasakan ketakutan yang tak terlukiskan.

[Catatan Penerjemah: Lift yang dimaksud di sini adalah lift kursi, rinciannya baca
di; Lift Kursi.]

“Kau tidak akan jatuh, jadi kau tidak perlu terlihat terlau cemas seperti itu.”

“A-Aku tidak cemas! Bahkan tidak takut juga. B-bukankah itu hanya imajinasimu,
Kaede-san?”

“...Hmm, begitu ya. Kalau begitu... eii!”

“Hyaaaa!? Apa yang kau lakukan!?”


Kau ini tolol apa, Kaede!? Apa yang kau pikirkan tiba-tiba meraih bahuku dan
menggoyangkannya!? Bagaimana jika aku jatuh!? Tidak peduli betapa lembutnya
salju yang ada di bawah, itu berbahaya jika jatuh dari ketinggian ini!

“M-Maafkan aku. Aku tidak menyangka kau akan begitu terkejut... seperti yang
kuduga, kau memang takut ya.”

“Justru karena itu aku jadi takut!? Kau tiba-tiba mengejutkanku, tahu!? Jadi jangan
salah paham kalau aku takut terhadap hal lain!”

“...Aku benar-benar minta maaf. Tidak apa-apa kok, tidak usah takut. Yakinlah
bahwa aku akan memegang tanganmu.”

Sudah kubilang kalau aku tidak takut!? Tapi kenapa kau malah memberiku
pandangan yang penuh belas kasih seperti itu. Yah, karena kita sedang di lift dan
tidak ada yang bisa melihat, jadi tidak akan memalukan untuk berpegangan tangan.
Dan yang terpenting aku senng bisa berpegangan tangan dengan Kaede-san.

“Fufufu. Kupikir kau sudah tahu ini, tapi turun dari lift jauh lebih sulit daripada
naik, loh? Jika kau tidak turun pada waktu yang tepat, kau akan jatuh.”

“......Serius?”

“Ya, serius. Selain itu, karena sangat berbahaya jika jatuh di depan lift, jadi seluruh
lift akan segera dihentikan. Jika itu terjadi, pengguna lain akan ditinggalkan tetap di
udara sampai kau bangun dan dipindahkan, jadi itu adalah tanggung jawab yang
besar.”

Kenapa kau menyeringai dan mengatakan sesuatu yang membuat orang merasa
tidak nyaman? Apa kau begitu senang ketika melihatku gemetaran seperti anak rusa
yang baru lahir? Bukankah itu kelewatan?

“Issh, ini tidak apa-apa, jadi kau tidak perlu seserius itu. Aku akan memegang
tanganmu dengan erat dan kita akan turun bersama-sama, jadi jangan khawatir.
Serahkan saja semuanya padaku... Yu~u~ya-kun”

Jangan meniup-niup telingaku, itu tidak boleh Kaede-san! Di lift begini kita sulit
untuk menyeka telinga! Aah, itu terasa sakit! Kenapa kau malah menggigit daun
telingaku?

“A-A-Apa yang kau lakukan begitu tiba-tiba!? Kau membuatku terkejut tahu!!”

“Dau telinga Yuya-kun ada di depanku, jadi... apa itu tidak boleh?”
“Tentu saja tidak! Kau tahu kan kita ada dimana sekarang!? Kita sedang ada di lift
tahu! Bagaimana jika terjadi sesuatu!? Jika memang mau melakukannya, tidak
bisakah setidaknya kita lakukan di ruangan yang hanya ada kita berdua? Kalau
seperti aku juga akan dengan senang hati—”

Aku hendak mengatakan kalau aku juga akan dengan senang hati menggigit daun
telinga Kaede, tapi aku segera menahan lidahku. Tidak, itu tergantung pada hasil
malam ini untuk mengatakan itu. Jika tidak, hatiku tidak akan jernih.

“Apa yang akan kau lakukan dengan senang hati terhadapku, Yuya-kun? Tolong
beritahu aku. Kalau tidak, aku akan jadi penasaran dan tidak akan bisa tidur malam
ini.”

“Kalau begitu tidak usah tidur... eh bukan itu! Pikirkanlah waktu dan tempatnya!
Jangan di sini... aku lebih ingin di... oh tidak lupakan! Lupakan yang barusan!
Lupakan!”

“—Fufu. Aku akan memberimu banyak hal saat kita pulang, oke?”

Senyum Kaede memesona seperti senyum penyihir, membuatku tidak bisa


mengalihkan pandanganku. Selain itu, Hitotsuba Kaede adalah orang yang akan
selalu melakukannya ketika dia bilang akan melakukannya.

“Nah, nantikan saja itu setelah kita pulang. Yuya-kun, apa kau sudah
mempersiapkan dirimu?”

“Eh!? Kau mau aku bersiap untuk menerima gigitanmu di daun telingaku!?
Bukankah ini terlalu cepat!?”

“Issh, bukan itu. Yang kumaksud itu bersiap turun dari lift. Tujuan kita sudah ada di
depan.”

Oh, itu benar. Apa yang harus kulakukan? Karena Kaede, aku sama sekali tidak
mensimulasikan proses turun di kepalaku. Pikiranku menjadi hampa seolah dunia
perak menyebar di sekitarku.

“Yuya-kun. Peganglah tanganku—yap, dengan ini akan baik-bak saja. Letakkan


papanmu di tanah dan berdirilah dengan kuat seperti yang kulakukan. Jika kau
melakukan itu, kau akan mulai meluncur secara alami.”

Aku mengangguk saat Kaede dengan lembut menyuruhku melakukannya. Asalkan


aku memegang tangannya, aku akan baik-baik saja.
“Nah... kita mulai!”

Aku berdiri menanggapi teriakan Kaede. Aku sedikit terlambat berdiri dan Kaede
menarik tanganku hingga membuatku kehilangan keseimbangan, namun untungnya
lift menahan pantatku dan aku berhasil mempertahankan momentum serta naik ke
lereng tanpa jatuh.

“Kau berhasil Yuya-kun!”

“Hahaha... meski begitu pantatku jadi tersentak. Yah, itu lebih baik daripada jatuh.”

Aku merasa seperti telah melakukan semuanya, tapi aku masih di titik awal. Dari
sinilah hal yang sebenarnya akan dimulai.

“Tidak apa-apa! Serahkan pada Kaede-sensei! Aku akan menjadikanmu pemain ski
yang hebat!”

“Tolog bersikap lembut padaku, Kaede-sensei.”

Aku akan melakukan yang terbaik sehingga ketita waktunya tiba untuk bermain ski
dengan ayah mertua, aku akan siap!

Bab 43
Pelukan Stroberi di atas Salju

“Pertahankan papan pada posisi bentuk angka delapan dan luncurkan perlahan.
Tidak apa-apa. Jika kau melakukannya seperti yang telah kau latih di bawah, kau
akan bisa berhenti dengan benar.” [Catatan Penerhemah: Bentuk angka delapan
yang dimaksud adalah dalam huruf kanji=八.]

“Y-ya... aku tahu. Aku akan meluncur di posisi bentuk angka delapan, dan saat
berhenti, berikan banyak tekanan ke dalam. Ya, aku yakin tidak apa-apa.”

“Fufufu. Tidak usah terlalu gugup. Jika kau takut, jatuh saja kebelakang dari
pinggang. Saat kecepatannya meningkat, jangan panik. oke?”

Aku menganggukkan kepalaku, tapi meskipun itu adalah jalur yang lembut untuk
pemula, itu cukup menakutkan. Meski begitu, Kaede-sensei yang dilengkapi dengan
kacamata dan mulai meluncur dengan gagah. Whoa, sosoknya meninggalkan jejak
ganda yang sejajar dengan indah. Jujur saja, Kaede sangat keren saat dia meluncur
menuruni lereng seperti angin.

“Yuya-kun! Meluncurlah sampai sejauh ini!”

Seriusan nih. Kau sudah mencapai dasar dalam waktu sesingkat ini.

Dia tersenyum dan melambai lebar, tapi jujur saja, itu agak memalukan. Karena
semua mata disekitarku jadi terfokus padaku.

Ada banyak orang di lereng ini selain kami. Apalagi ini adalah jalur untuk pemula.
Jadi tidak heran jika rentang usia orang-orang yang ada di sini tergolong rendah.

“Yuya-kun!! Ada apa? Cepatlah meluncur!”

Tolong jangan mempermalukanku lebih jauh lagi, Kaede-sensei. Lihat, para ayah, ibu
dan anak-anak di sekitarku menatapku dengan wajah tersenyum. Uh, aku takut, tapi
aku harus pergi!

Aku merasa seperti pilot andalan Mobile Suit. Setelah berteriak keras di dalam
pikiranku, aku langsung meluncur menuruni lereng.

“Bagus, seperti itu! Tetap seperti itu Yuya-kun!”

Sungguh! Apa aku meluncur dengan baik!? Pendirianku canggung dan aku hanya
bisa berjalan lurus. Nah, kalau aku ingin berbelok, aku harus meletekkan kaki yang
berlawanan di depan arah yang kuingin, bukan? Atau haruskah aku meletakkan
beban di kaki yang berlawanan dengan arah yang ingin kubelokkan? Pemikiran
yang bagus adalah untuk mengedepankan kaki sampai terbiasa. Jadi pertama,
gerakkan kaki kiri ke depan.

“Bagus! Kau berbelok kanan dengan benar! Selanjutnya, cobalah belok kiri!”

Aku mengerti, Sensei. Jika ingin berbelok ke kiri, maka letakkan kaki kanan ke
depan. Oh, mengubah arah ini tidak terlalu sulit!

“Hahaha! Ternyata cukup mudah untuk berbelok! Sepertinya aku bisa menangani
ini, Kaede-san!”

Sejujurnya, aku sedikit terbawa suasana oleh fakta bahwa aku bisa bermain ski
dengan sangat baik untuk pertama kalinya. Aku bisa berbelok ke kanan dan ke kiri
dengan baik, jadi aku memutuskan untuk meluncur lebih cepat, dan mengambil
posisi condong ke depan seperti yang kulihat di video sebelumnya.

“—Yuya-kun!? Jangan begitu, itu berbahaya!”

“Santuy! Aku bisa menanganinya kok!”

Biar kusimpulkan. Aku tidak bisa menanganinya. Segera setelah aku


mencondongkan tubuhku ke depan, akselesarasiku semakin dipercepat. Tau-tau
akau mendapati diriku telah berbelok ke arah kiri, itu pasti karena aku panik dan
memberi terlalu banyak kekuatan di kakiku. Tujuanku sudah dekat, tapi pada saat
yang sama, jaring pengaman semakin mendekat. Kaede meneriakkan sesuatu, tapi
aku tidak bisa mendengarnya dengan baik.

“Uwaaa—”

“Yuya-kun—”

Dengan kecepatan yang wajar, aku terjun ke jaring dan jatuh ke atas salju.
Untungnya, dinding salju ini selembut salju segar, jadi tidak terasa sakit.

Aku mencoba untuk berdiri, tapi papan yang menghalangiku membuatku tidak bisa
berdiri. Aku mencoba untuk melambai pada Kaede, yang tertatih-tatih memanggil
namaku, untuk memberi tahu di bahwa aku baik-baik saja, namun saat itu—

“Yuya-kun!”

“Kaede-san!?”

Saat aku menyadarinya, Kaede berlari menaiki lereng dan melompat ke dadaku. Aku
berhasil memeluknya, tapi itu membuatku kembali terkubur di dalam salju.

“Issh! Kenapa kau mempercepat kecepatanmu! Bagaimana jika kau terluka!?”

“Maaf. Aku merasa bisa menanganinya, jadi...”

“Yuya-kun tolol...”

Pada akhirnya, Kaede yang berbicara tanpa daya, membenamkan wajahnya di


dadaku. Hadeeeh. Anggota keluarga yang ada di sini menatapku sambil tersenyum,
para siswa yang menunggu di atas lift memancarkan hasrat membunuh ke arahku,
dan para siswi tersipun dan berteriak kegirangan.
“Umm... Kaede-san. Sudah saatnnya kau bangun, kalau tidak kau akan menganggu
yang lain. Jadi... bisakah kau menyingkir sebentar?”

“...Enggak. Aku tidak akan menyingkir.”

“Jangan begitu lah. Aku berjanji tidak akan melakukan ini lagi. Jadi untuk sekarang
menyingkirlah dariku. Saat kita pulang nanti, aku akan memelukmu sebanyak yang
kau mau.”

Sambil mengatakan itu, aku menepuk-nepuk kepala Kaede. Kurasa seperti ini tidak
apa-apa, bagaimanapun juga, tidak mungkin aku bisa balas memeluk Kaede di depan
umum seperti ini. Memang sih tidak buruk berhubungan dekat dengan Kaede di atas
salju, dan aku sendiri tidak ingin dia menyingir, tapi akal sehatku sudah hampir
mencapai batasnya.

“Apa yang kau bilang barusan... jangan lupakan itu ya? Saat kita pulang nanti, aku
akan membuatku memeluk dan membelai kepalaku sampai aku puas, itu janji, oke?
Jika kau melanggarnya, kau akan ditusuk oleh seribu jarum!”

“S-Seorang pria tida akan menarik perkataannya. Jadi, cepatlah berdiri.”

Mengatakan itu mau bagaimana lagi, Kaede yang merona berdiri dan mengulurkan
tangannya kepadaku. Merasa sedikit malu, aku meraih tangannya dan dia
menarikku. Berkat itu aku bisa berdiri dengan baik.

“Ayo kembali ke jalur dan bermain ski lagi. Kita akan mencoba di jalur lanjutan saat
sore hari!”

“Bukankah tingkat lanjut jalurnya lebih curam? Bahkan jika aku berhati-hati untuk
tidak terlalu cepat, kemungkinan besar aku akan jatuh secara spektakuler...”

“Kalau kau jatuh, maka aku bisa memelukmu lagi secara legal, jadi jatuhlah sesering
mungkin. Oh, tentu saja, lakukan itu tanpa membuatku khawatir. Jangan melakukan
hal yang seperti tadi lagi, oke?”

Itu tidak masuk akal, Kaede-sensei. Aku yakin bahwa setiap kali aku jatuh, kau akan
segera berlari ke arahku. Dalam hal ini, aku senang kau mengkhawatirkanku, tapi
tidak masuk akal untuk dipeluk setiap saat. Aku tidak tahu kapan bisa balas
memelukmu. Dan itu mungkin malam ini—

“Jangan malu-malu, kau juga bisa balas memelukku, kok? Fufufu, bercanda.”
Setelah berbisik di telingaku, Kaede menuruni lereng dengan cepat. Tak perlu
dikatakan, pipiku langsung memanas, dan aku bersumpah membalas ini nanti
malam.

Bab 44
Berisik Kalau Ada Tiga Pria

Setelah mengikuti pelajaran pribadi dari Kaede-san, aku akhirnya tumbuh hingga
titik di mana aku bisa bermain ski di jalur lanjutan. Memang sih aku sesekali
terjatuh, tapi tidak ada kejatuhan yang mencolok kecuali saat pertama kali aku
menabrak jaring, Kaede juga tidak datang dan memelukku.

Sekarang sudah lewat pukul 19:30. Hanya setengah jam yang tersisa sampai
pertempuran yang akan menentukan takdirku dimulai. Sekarang aku menghabiskan
waktu di pondok sampai pengamatan langit berbintang dimulai.

Makan malam adalah steak yang juga sempat dibahas kemarin. Anak laki-laki jadi
sangat bersemangat. Steak yang dibuat itu mungkin adalah steak tertebal yang
pernah kulihat. Namun, itu sangat empuk sehingga pisau dapat memotongnya
dengan mudah. Manisnya daging langsung menyebar begitu dimasukkan ke dalam
mulut. Dagingnya tidak terlalu berminyak, jadi akan mudah bagi perempuan untuk
memakannya. Ketika aku selesai makan hidangan penutup, kelelahanku hilang dan
hatiku dipenuhi dengan rasa kenyang dan bahagia.

“Ah... ini kebahagiaan. Bermain ski memang agak berantakan, tapi aku senang bisa
makan daging yang enak.”

“Bermain ski adalah yang terburuk karena ada dua orang membuat ruang manis
sialan itu, tapi dagingnya enak, jadi kupikir tidak ada poin minus.”

Mogi dan Sakaguchi, yang ada di ruangan yang sama denganku, memberikan kesan
mereka tentang hari ini sambil menatapku. Aku membuat ruang manis? Aku tidak
tahu apa yang mereka bicarakan. Malahan, Kaede menertawakanku dari awal
sampai akhir, memperlihatkanku dalam sosok yang menyedihkan.

“Aku melihatnya dari kejauhan, tapi aku yakin kalian berdua menciptakan ruang
yang hanya untuk kalian berdua di lereng itu. Maksudku, kalian terlalu sering
bermesraan.”
“Aku dan Kaede-san bermesraan? Mana mungkin kami begitu. Itu hanya terlihat
seperti aku diejek secara sepihak, tahu?”

“Kekasih tolol adalah apa yang orang-orang bilang terhadap kalian. Kami punya
semua bukti, mulai dari interaksi yang begitu dekat di atas lift, Hitotsuba-san yang
memelukmu dan kau yang menepuk-nepuk kepalanya ketika di khawatir tentang
kau yang terjatuh, dan masih banyak lagi. Sayangnya, kau bersalah di sini, Yuya.”

Mogi dan Sakaguchi mengangguk bareng seolah mengatakan itu benar. Dari pada
itu, Shinji menyebutkan itu seolah-olah dia ada di sana melihatnya langsung.
Mungkinkah dia ada di sekitar situ?

“...Nah, kan. Kalian begitu tersesat di dunia kalian sendiri hingga bahkan lupa bahwa
aku dan Akiho berada tepat dibelakang kalian. Begitu kalian turun, kalian langsung
meluncur begitu saja...”

Kalau dipikir-pikir, Shinji dan Otsuki mengantri menaiki lift bersama kami. Begitu
ya, jadi itu sebabnya dia melihat semuanya. Jika itu masalahnya, jangan cuman diam
dan berbicaralah dengan kami.

“Mana bisa aku ngajak bicara!? Kalian berdua tenggelam dalam dunia kalian sendiri
dan terus seperti itu, itu sudah seperti penghalang yang akan membuat orang lain
menjauh! Selain itu, jika aku mencoba berbicara denganmu, kau pasti akan marah,
kan? Menganggapku mencoba mengganggumu atau semacamnya.”

“...Itu pasti.”

Siapa yang akan marah? Tentu saja kami berdua.

“Nah kan, emang kok kekasih tolol. Tidak, kalian berdua tidak di tingkat itu. Kalian
ini generasi kedua yang intim. Hmm... bagaimana menuru kalian?”

“Bagaimana dengan si penggeram pria? Kalian tahu kan berapa banyak pria yang
jadi geram melihat mesranya mereka berdua?”

“Kalau aku sih, kelompok korban kelebihan gula...”

Apa maksudmu dengan ‘penggeram pria’ Mogi? Jika kau mengatakan itu, kombinasi
antara Shinji dan Otsuki saja sudah terlalu mesra hingga lebih dari cukup untuk
membuat para pria geram. Bukankah aneh hanya menerapkan itu padaku dan
Kaede!?
Dan lagi, apaan coba ‘kelompok korban kelebihan gula’ yang dimaksud Sakaguchi?
Apa kau mengeluh mulas saat melihat serta mendengar kemesraanku dan Kaede
terlalu manis? Tidak mungkin!

“Saran kalian berdua cukup bagus. Kalau sih... cinta sederhena? Dan kalau membuat
mulas, bagaima dengan pasangan pemulas?”

Shinij tertawa seolah memikirkan itu saja sudah menyenangkan. Setelah itu, mereka
bertiga dengan cepat mulai membuat julukan untukku dan Kaede, sebagai pengganti
dari julukan kekasih tolol. Aku tidak bisa mengerti mereka.

Tapi sejujurnya, aku tidak punya waktu untuk mengkhawatirkan mereka sekarang.
Lebih baik aku kembali ke kamarku dan mensimulasikan pengungkapan
perasaanku.

“Pegang tangannya dengan lembut, letakkan tanganku di pundaknya saat dia


terkejut, tatap matanya, dan katakan ‘Aku mencintaimu’. Sip, ini tidak sulit. Tidak
apa-apa... jika itu Kaede-san, pasti......”

Aku mengucapkannya berulang kali seperti mantra dan bersiap untuk pertempuran
yana menentukan. Pengakuan cinta memang pengalaman yang sangat
menegangkan.

---

Waktu berlalu dengan cepat. Tidak ada gunanya cuman berdiam di sini. Jadi
kuputuskan untuk mencari udara segar dan menenangkan pikiranku. Dengan
pemikiran itu, aku meninggalkan ketiga orang itu di pondok dan pergi lebih dulu,
tapi pada saat itu aku dibuat muak ketika melihat wajah Shinji yang
mengekspresikan seolah dia tahu segalanya.

Saat aku melihat ke atas langit, ada banyak bintang yang tersebar di malam yang
gelap. Ini adalah pemandangan fantastis yang tidak akan pernah bisa di lihat di
perkotaan. Di bawah langit berbintang ini, aku dan Kaede akan—

“Oh, Yuya-kun...”

Saat aku berjalan ke Manor House, aku dipanggil oleh suara seorang gadis. Di sini
hanya ada satu gadis yang akan memangillku dengan nama depanku.

“Kaede-san. Di mana Otsuki-san dan yang lainnya?”


“Akiho-chan dan yang lainnya menonton TV. Aku pergi lebih awal karena ingin
melihat bintang-bintang, tapi apa kau juga sendirian? Di mana Higure-kun dan yang
lainnya? Apa mereka menonton TV?”

“...Tidak. Aku tidak bisa mengatakan rinciannya, tapi mereka bertiga hanya
berbicara omong kosong. Mereka semua mengejekku, dan aku muak, jadi aku pergi
keluar.”

Sambil mengatakan ini, aku mencoba tersenyum untuk menutupinya. Tidak


mungkin aku bisa mengatakan kalau aku sedang mensimulasikan pengungkapkan
perasaanku kepadamu, dan pergi keluar untuk menenangkan diri. Selain itu,
memang benar kalau sedang diejek di sana, jadi aku tidak bohong.

“Oh, itu buruk sekali untuk mengejekmu seperti itu. Apa yang mereka katakan
padamu? Aku penasaran!”

“......Masalah cinta.”

Aku menjawab dengan suara kecil kepada Kaede yang menutup jaraknya denganku.
Ah, ini aroma Kaede-san yang biasanya. Aroma yang enak dan menenangkan.

“...Eh? Cinta, maksudnya?”

“Seperti yang kubilang, masalah cinta. Mereka sepertinya mencoba memikirkan


sebutan yang melampaui kekasih tolol untukku dan dirimu.”

Astaga. Padahal aku belum menungkapkan perasaanku, tapi kenapa kami harus
disebut kekasih tolol? Kalian baru bisa membahas ini setelah apa yang akan terjadi
malam ini.

“Sepertinya Higure-kun dan yang lainnya juga merepotkan ya. Tapi aku sendiri juga
diberitahu oleh Akiho-chan. Katanya dia kaget melihat kita saling bermesraan
meskipun dia Higure-kun ada dibelakang kita. Sepertinya yang dia maksud itu saat
di atas lift. Tapi apa yang kita lakukan itu normal kan?”

Yah, bagiku dan Kaede, interaksi kami di atas lift sama seperti biasanya, tapi bagi
Shinji dan Otsuki, itu terlihat seperti kami bermesraan. Jika itu masalahnya, aku
tidak tahu apa yang akan terjadi jika mereka tahu bahwa kami tidak hanya tidur di
ranjang yang sama, tapi terkadang juga saling berpelukan.

“Yah, apapun yang orang lain katakan, itu sama sekali tidak masalah. Itu sebabnya
Yuya-kun—”
Kaede mengulurkannya tangan padaku. Aku tidak perlu diberitahu apa yang harus
kulakukan. Aku meraih tangannya, menjalinkan jari-jari kami dan meremasnya.

“Fufufu. Tidak ada mantel, jadi ini tidak bisa disembunyikan, tapi terkadang seperti
ini juga tidak buruk kan.”

“...Kau benar.”

Aku ingin mengungkapkan perasaanku saat itu juga, tapi sayangnya, waktu saat ini
sudah habis. Karena waktu pertemuan sudah dekat, siswa/i mulai keluar dari
pondok.

“Aku menantikan untuk mengamati langit berbintang.”

“...Kau benar.”

Sambil mengulangi kata-kata yang sama, aku memperkuat cengkramanku di tangan


Kaede. Aku berharap aku dapat terus memegang tangannya setelah ini.

Aku tidak akan pergi kemana-mana kok, Yuya-kun.

Aku merasa seperti bisa mendengar gumaman lembut Kaede.

Bab 45
Mungkinkah Ketahuan?

Setelah mengikuti pembelajaran singkat di Manor House, setiap orang diharapkan


untuk pergi ke tempat yang mereka mau untuk melihat langit berbintang. Aku,
Kaede, Shinji dan Otsuki pergi ke bukit yang memiliki pemandangan bagus.

“Jangan khawatir, Yuya. Saat tiba waktunya, aku dan Akiho akan pergi sehingga
kalian bisa berduaan. Jadi segeralah menjadi Meotople.” [Catatan Penerjemah: メオ
トップル, gua gak ada tau bagaimana harus nerjemahinnya, jadi gua tetap tulis
Meotople (gabungan dari Meoto dan Couple), tapi itu intinya sama seperti kekasih
tolol, penjelesan lebih lanjut akan ada di bawah.]

“Hei, Shinji. Meotople itu apaan lagi? Apa itu sebutan yang telah kalian putuskan
melalui diskusi?”
Sambil berjalan di belakang Kaede dan Otsuki, yang berbincang-bincang sambil
melihat ke atas langit, Shinji mengucapkan sebutan yang telah diputuskan pada
pertemuan tolol tadi. Alasan diputuskan menjadi meotople karena aku dan Kaede
begitu rukun seperti suami istri. Yah, aku tidak peduli itu.

“Menurutku itu tidak aneh untuk mengatakannya? Kau dan Hitotsuba-san seperti
pengantin baru yang kasmaran.”

Aku menyentil kepala Shinji saat dia berbicara dengan gembira. Apanya yang suami-
istri. Jangan datang dan menganggu ke pertarungan besar pertamaku. Cepatlah
pergi dari sini.

“Ya, ya. Aku mengerti. Para pengganggu akan segera pergi, jadi—semoga beruntung,
Yuya.”

Dia mengatakan itu dan menepuk punggungku. Pembicaraan ini mungkin adalah
cara Shinji untuk mencoba menenangkanku yang begitu gugup dan cemas seolah-
seolah jantungku akan meledak.

“Hitotsuba-san juga terlihat agak gelisah. Kupikir Akiho sedang mencoba


menenangkannya dengan caranya sendiri. Hadeeh, sungguh pasangan yang
merepotkan. Dan pada dasarnya, ini semua karena dirimu.”

“...Berisik. Tidak kau beritahupun aku sudah tahu.”

Kaede sesekali menoleh ke belakang dan menatapku. Tatapan mata yang dia
berikan itu hanya mengartikan satu hal. Kau ingin aku ada di sampingmu, kan? Aku
tahu kok, Kaede. Aku akan segera menyusulmu.

“Tinggalkan kami berdua, Shinji. Kau sendiri juga ingin bermesraan dengan Otsuki-
san, kan?”

“Ya. Aku ingin melihat langit berbintang yang indah ini sambil bermesraan dengan
pacarku.”

Saat kami dengan cepat mendekati mereka berdua, aku segera berdiri di samping
Kaede dan Shinji segera berdiri di samping Otsuki. Shinji meraih tangan Otsuki dan
kemudian berkata,

“Kalau begitu, tidak masalah kan kalau sekarang kita berpisah di sini? Aku dan
Akiho ingin melihat langit berbintang ini berduaan saja, dan kalian juga maunya
seperti itu, kan?”
“Iya! Aku juga ingin melihatnya berduaan saja dengan Shin-kun, jadi ayo kita
lakukan seperti itu! Kaede-cahn juga ingin melihatnya berduaan dengan Yoshi,
kan?”

“Y-Ya! Aku ingin melihatnya berduaan dengan Yuya-kun, ya kan?”

“Tentu saja, aku sendiri ingin melihatnya bersama Kaede-san tanpa diganggu oleh
siapa pun.”

Sama seperti yang dilakukan Shinji, aku dengan lembut menggenggam tangan Kaede
dan menjalinkan jari-jari kami. Melihat matanya yang terkejut, aku melanjutkan
kata-kataku,

“Kalau begitu, sampai jumpa lagi. Ayo pergi, Kaede-san.”

“Y-Ya...”

Aku dengan lembut menarik tangan Kaede, yang tiba-tiba menjadi diam seperti
kucing, dan mulai berjalan. Sekarang, kemana kami harus pergi? Aku ingin tempat
yang tenang jika memungkinkan.

“Yuya-kun, lewat sini. Aku diberitahu kalau perbukitan di depan adalah tempat yang
bagus namun jarang diketahui untuk melihat bintang-bintang. Kenapa kita tidak
pergi ke sana, saja?”

“Jadi ada tempat seperrti itu, ya. Ngomong-ngomong, siapa yang memberitahumu?
Instruktur?”

“Ya. Saat aku bertanya di mana tempat terbaik untuk mengamati langit berbintang,
dia memberitahuku tempat ini. Ayo cepat ke sana!”

Aku ditarik oleh Kaede dengan cara yang sama seperti biasa. Tapi berbahaya untuk
tiba-tiba berlari di tempat yang gelap seperti ini. Di tanah juga ada banyak salju,
akan gawat jika kita terpeleset.

“Tidak masalah! Ayo, Yuya-kun, cepatlah—Kyaa!?”

“Kaede-san—!”

Aku menarik Kaede ke arahku saat dia terbawa suasana hingga hampir terjatuh
karena tersandung oleh tanah yang membeku. Tak pelak kami berakhir dengan
berpelukan, namun perasaan lega menghampiriku lebih dulu sebelum rasa malu.
“Kan sudah kubilang. Apanya yang tidak masalah, ini benar-benar berbahaya, tahu?”

“Terima kasih.”

Kaede menyandarkan kepalanya dengan lembut di dadaku. Ekspresinya yang


menyesal itu terlihat lucu hingga sulit untuk menggambarkannya. Hal berikutnya
yang kutahu, dia melingkarkan lengannya di pinggangku dan memelukku dengan
erat. Aku senang, tapi kalau seperti ini kami tidak akan bisa berjalan.

“Hei, jika kita tidak segera pergi, kita tidak akan punya waktu untu melihat bintang-
bintang loh?”

“Uh... sebentar lagi, aku ingin melakukan ini sebentar lagi... apa itu tidak boleh?”

“......Tidak.”

Untuk sekarang, tambahku di dalam hatiku dan dengan lembut melepaskan tubuh
Kaede. Dia mengeluarkan desahan kecewa, tapi aku berpura-pura tidak
mendengarnya dan mulai berjalan.

“Ayo, Kaede-san. Ada sesuatu yang ingin kuberitahukan padamu. Setelah itu jika kau
tidak keberatan...”

Aku ingin memelukmu. Aku ingin kau memelukku. Tapi aku tidak bisa
mengungkapkannya. Bagaimanapun juga, itu sugguh memalukan. Selain itu, jika aku
mengatakan itu, itu sudah seperti memberikan jawaban atas apa yang akan
kukatakan.

“Saat kau sudah mengatakan apa yang ingin kau katakan... bisakah kita melanjutkan
ini?”

Itu akan tergantung pada jawabanmu, Kaede.

“Fufufu. Aku sangat menantikannya. Cerita penting Yuya-kun. Aku tidak sabar untuk
segera mendengarnya, jadi ayo cepat.”

Eh, mungkingkah aku yang ingin mengungkapkan perasaanku sudah diketahui?

Bab 46
Di Bawah Langit Berbintang
“Itu adalah segitiga musim dingin Betelgeuse, Sirius, dan Procyon!”

Kaede yang tersenyum bahagia menyebutkan nama bintang magnitudo pertama


dengan ritme yang bagus sambil menunjuk langit malam selatan. Jika ini adalah
segitiga besar di langit malam musim panas, itu bisa menjadi sebuah lagu.

“Langit berbintang seindah ini tidak akan bisa kita lihat di perkotaan!”

“Kau benar... ini sangaaaaat... indah.”

Yang indah itu bukan bintang-bintang ini, melainku dirimu Kaede. Yah, jelas tidak
mungkin aku mengatakan itu. Bukit yang diberitahukan instruktur kepada Kaede
memang menjadi spot penglihatan yang sempurna. Hanya dengan mendaki sedikit
lebih tinggi, aku merasa seolah-olah aku semakin dekat dengan langit.

“Aku senang bisa melihat langit berbintang yang indah ini bersamamu. Bagaimana
perasaanmu tentang ini, Yuya-kun?”

Kaede melepaskan tanganku yang menggengam tangannya dan sebagai gantinya


melingkarkan lengannya ke tubuhku. Cara dia yang menatapku dengan mata
menengadah dan menunggu jawabanku sangatlah imut. Jika itu aku yang
sebelumnya, aku pasti akan malu dan mengalihkan pandanganku, tapi hari ini
bebeda.

“Aku merasakan hal yang sama. Aku senang bersama denganmu... itu benar-benar
suatu kebahagian.”

“K-Kau senang bersamaku? Sungguh... kau sungguh berpikir seperti itu?”

Kaede bertanya dengan nada yang sedikit gemetar. Aku bisa melihat matanya yang
berkaca-kaca. Mengapa dia terlihat begitu cemas seperti ini.

“Hei, Kaede-san. Ada sesuatu yang sudah lama tidak bisa kuberitahukan kepadamu,
apa kau mau mendengarkannya?”

“...Tentu saja. Aku akan mendengarkan sampai akhir, jadi tolong katakan padaku
bagaimana perasaanmu. Aku sudah bertekad untuk itu.”
Bukankah bertekad itu terlalu berlebihan. Kan di sini aku yang akan melakukannya.
Hanya dengan berpikir bahwa kau akan menolaku saja sudah cukup membuatku
cemas. Aku melepaskan tangannya yang memelukku dan menghadapinya.

Setelah aku menarik nafas panjang—

“Sudah hampir sebulan sejak kita hidup bersama karena suatu kesempatan yang
begitu gila. Saat aku perlahan semakin mengenal sosokmu yang tidak kukenal
sebelumnya, aku perlahan tumbuh untuk menyukaimu.

Dan semakin aku tumbuh menyukaimu... aku juga menjadi semakin takut. Aku takut
kau akan meninggalkanku dan pergi ke suatu tempat. Aku takut meskipun aku tahu
kalau kau bukanlah orang yang seperti. Bagaimanapun, aku ditinggalkan oleh orang
tuaku...

Itu sebabnya aku tidak ingin mengalami hal seperti itu lagi. Aku tidak ingin
sendirian. Ketika aku memikirkan itu, aku menjadi tidak bisa mengungkapkan
bagaimana perasaanku terhadapmu.

Tapi, aku sudah mencapai batasku. Aku menjadi sangat menyayangimu sehingga
aku tidak bisa menahan perasaanku padamu.”

“......Yuya-kun......”

“Hanya kau, Kaede. Hanya dirimu yang mengakui kerja kerasku. Dan bukan hanya
itu, kau juga memujiku dan menyemangatiku untuk melakukan yang terbaik. Aku
sangat senang dengan perasaan itu. Awalnya, aku hanya mengagumi, tapi semakin
aku mengenalmu, semakin aku jadi menyukaimu...”

Aku memotong kata-kataku di sini dan menarik napas dalam-dalam. Kaede


menangis.

“Kaede-san. Aku menyukaimu lebih dari siapa pun di dunia ini. Yoshizumi Yuya
mencintai Hitotsuba Kaede.”

“Yuya-kun!”

Apa aku terlalu berlebihan. Kaede memelukku begitu aku selesai mengatakannya.
Aku menerima pelukannya dan mendekapnya dengan lembut.

“Aku senang... akhirnya. Aku akhirnya mendengar perasaanmu.”

“Maaf telah membuatmu menunggu selama ini.”


“Tidak apa-apa. Itu pantas untuk ditunggu. Hei, apa kau tahu? Jantungku berdegub
sangat kencang, loh? Tapi... fufufu. Sepertinya jantungmu juga dalam masalah ya,
Yuya-kun.”

Tentu saja. Aku mengungkapkan perasan yang selama ini kupendam pada Kaede.
Tidak dapat dipungkiri bahwa jantungku akan berdegup kencang seperti itu akan
hancur. Tapi di saat yang sama aku juga tahu bahwa jantung Kaede berdebar-debar
sepertiku. Aku bahkan hampir bisa mendengar suaranya.

“Aku juga... Hitotsuba Kaede mencintai Yoshizumi Yuya. Aku menyukaimu lebih dari
siapa pun, Yuya-kun.”

Dengan air mata dan senyum di wajahnya, Kaede menjawab perasaanku. Aku
menyeka air matanya dan dengan lembut menyentuh pipinya, membuatnya
mendengkur seperti kucing. Sungguh, dia benar-benar imut.

“Yuya-kun... aku sangat senang kau memeluk dan membelaiku... tapi apa hanya itu
saja?”

“......Kaede-san?”

“Issh... gak peka sekali sih. Ini maksudku—”

Dia mengangkat tangannya yang melingkari pinggangku sampai ke leherku dan


berjinjit saat dia meletakkan bibirnya di bibirku.

Ciuman pertamaku dengan Kaede terasa seperti air mata.

Aku dibuat bingung oleh situasi yang begitu tiba-tiba, tapi segera aku dipenuhi
dengan begitu banyak kebahagiaan dan tidak dapat memikirkan apa pun. Aku ingin
menikmati kebahagiaan ini untuk sekarang.

“Yuya-kun... aku mencintaimu.”

“Aku juga mencintaimu, Kaede-san”

Kami saling berpelukan dengan erat sehingga kami tidak merasakan dingin dan
saling memberi kehangatan. Begitu aku memberitahu Kaede bagaimana perasaanku
terhadapya, anehnya, aku menjadi tidak ragu lagi untuk mengatakan bahwa aku
mencintainya. Malahan, aku ingin mengatakannya berulang kali.

“Terima kasih, Yuya-kun. Aku sangat bahagia sekarang.”


Semoga kebahagiaan ini berlanjut selamanya.

Dengan bintang-bintang di langit malam yang jernih menjadi saksi, aku dan Kaede
berciuman untuk kedua kalinya.

Ini adalah hari yang tidak akan kami lupakan. Suatu momen yang akan kami kenang
selamanya.
Bab 47
Aku Ingin Memonopoli

Aku dan Kade terus menmandangi langit berbintag hingga menit-menit terakhir.
Tentu saja, sepanjang waktu kami terus bergandengan tangan. Mulutnya berkedut
tidak puas, tapi kalau-kalau ada sesuatu yang tidak teduga terjadi, akan memalukan
jika saat itu kami masih saling berpaling berpelukan.

“Mmh... kau harus pastikan untuk menebus ini, oke?”

“...Iya, iya. Aku akan menebusnya saat kita pulang.”

Justru di sini aku ingin memintanya untuk membiarkanku memeluknya sesuka


hatiku. Hanya dengan merasakan panas dan aroma tubuhnya Kaede, aku jadi begitu
bahagia hingga ingin tetidur apa adanya.

“Oh ya... malam ini aku ingin tidur bersamamu. Kau satu kamar dengan Higure-kun,
bukan? Karena aku sekamar dengan Akiho-chan, tidak bisakah kita bertukar kamar
secara diam-diam? Dengan begitu semua orang akan bahagia!”

Memang benar, jika kami bertukar kamar secara diam-diam, kami tidak akan
ketahuan. Bahkan jika ada pematrol yang datang, aku bisa memberi tahu mereka
kalau Shinji terlalu lelah hingga dia tertidur pulas. Tapi—

“Aku sangat ingin melakukan itu, tapi tidak bisa. Sekalipun Shinji dan Otsuki-san
setuju, aku akan dengan tegas menentangnya. Aku tidak akan mau menerimanya.”

“Kenapa? Apa kau tidak mau menghabiskan malam bersamaku?”

“Bukannya begitu. Jika bisa, aku sendiri maunya tidur di ranjang yang sama
denganmu seperti biasanya. Apalagi di hari-hari seperti ini. Tapi. aku tidak suka jika
ada pria selain diriku yang melihit dirimu... gimana bilangnya, melihat dirimu yang
mengenakan piyama...”

Memang mungkin untuk bertukar kamar tanpa memberitahu Mogi dan Sakaguchi.
Tapi bagaimana jika mereka tiba-tiba masuk ke kamar begitu saja? Sosok Kaede
yang mengenakan piyama akan terlihat oleh mereka. Itu tidak boleh. Itu tidak bisa
diterima.
“Cuman aku satu-satunya pria yang boleh melihat sosok Kaede yang mengenakan
piyama. Sekalipun itu adalah Shinji yang merupakan sahabatku, itu tetap tidak
boleh. Apalagi kalau Mogi dan Sakaguchi, itu tidak perlu ditanya lagi apakah boleh
atau tidak. Selama ada kemungkinan seperti itu, aku tidak mau menerima ini. Maaf
ya, Kaede-san.”

“...Mungkinkah kau ini sebenarnya posesif?”

“Begitukah? Bukankah itu wajar untuk berpikir kalau kaulah satu-satunya orang
yang tahu betapa cantiknya orang yang kau sukai?”

Mungkin benar jika ini disebut posesif. Tapi bukankah semua pria seperti itu? Aku
sangat yakin kalau ada sisi dari Otsuki-san yang hanya diketahui oleh Shinji dan
tidak akan dia tunjukkan atau beritahukan padaku. Itu sama saja

“Issh... Yuya-kun benar-benar orang yang spontan. Itu curang tahu membuatku deg-
degan begitu saja. Tapi... yah, aku sendiri tidak ingin ada pria lain yang melihatku
dalam sosok piyama selain dirimu. Lagian itu adalah sosokku yang tak berdaya.”

Mengatakan itu dia memeluk lenganku. Senyumnya bersinar secerah bintang di


langit malam. Rambut hitam mengkilapnya sehalus pasir yang tidak bisa tersangkut
di jemariku. Sensainya begitu enak ketika dibelai,

“A-ada apa Yuya-kun? Tiba-tiba membelai kepalaku seperti itu!?”

“Apa kau tidak menyukainya? Aku akan berhenti jika kau memang tidak
menyukainya...”

“Tidak! Jangan berhenti! Justru aku maunya kau membelaiku lebih banyak! Rasanya
begitu hangat dan menyenangkan saaat kau membelaiku.”

Mengatakan itu, dia tertawa dengan nakal. Astaga, dia ini imut sekali. Kalau seperti
ini aku jadi ingin memeluknya!

“Hei, Yuya-kun. Apa kau hanya akan membelaiku? Sebelum kita kembali... aku mau
kau menciumku lagi.”

“...Mmh. Aku juga ingin menciummu.”

Perlahan, jarak di antara wajah kami semakin mendekat. Memejamkan mataku, aku
hendak meletakkan bibirku di bibir Kaede yang lembut dan seksi, kemudian—

“Oh! Mereka ada di sini! Ahh...”


“Akiho! Jangan berlari seperti itu, bahaya! Ahh...”

Kekasih tolol tiba-tiba muncul, membuatku dan Kaede segera berpisah dengan
panik. Bangsatlah kalian ini! Padahal itu momen yang begitu bagus, bisa gak sih
jangan ngeganggu!

“Ini sudah hampir waktunya untuk kembali, jadi kupikir untuk menjemput kalian.
Tapi tetap saja... aku tidak menyangka kau begitu berani Kaede-chan...”

“Akiho-chan tolol! Padahal itu benar-benar momen yang bagus, tahu!? Kenapa kau
malah mengganggu momen terbaik ciuman bahagiaku dengan Yuya-kun!?”

Kaede segera memegang bahu Otsuki, yang menghela nafas sambil menggelengkan
kepanya, dan menggoyang-goyangkannya sebagai bentuk protes, Mantap Kaede,
pertahankan seperti itu!

“Dari kelihatannya, tampaknya kau berhasil menyampaikan perasaanmu dengan


baik, Yuya.”

“Yah, begitulah. Tapi setidaknya pikirkanlah sedikit tentang timing-nya. Jangan


mengangguku di saat yang terbaik seperti itu!?”

“Hahaha. Kurasa aku harus minta maaf soal itu.”

Yah, ini yang ketiga kalinya, jadi kurasa aku masih bisa memaafkanmu. Tapi jika itu
yang kelima kalinya, sekalipun kita adalah sahabat, aku tidak akan pernah
memaafkanmu. Bagaimanapun juga, itu adalah kenangan yang akan selalu kukenang
seumur hidupku.

“Whoa. Yuya, kau ini benar-benar orang yang akan melakukannya ketika kau harus
melakukannya, bukan? Aku akan berhati-hati mulai sekarang.”

“Kaede-chan. Aku mengerti perasaanmu. Ya, itu benar. Begitu kau menciumnya, kau
akan sangat bahagia dan ingin menciumnya lagi dan lagi. Apalagi jika kau
diungkapkan perasaan di bawah langit berbintang seperti ini, itu akan menjadi
semakin bergairah.”

Mata Shinji terbula lebar karena terkejut dan Otsuki, yang dicengkram bahunya dan
digoyang-goyangkan, menjelaskan perasaannya dengan tatapan penuh pengertian.
Dan untuk Kaede, dia mengubah targetnya dari Otsuki menjadi diriku dan
memuluku dengan lemah saat ekspresinya wajahnya merona.
“Ishh! Kenapa kau malah mengatakan sesuatu seperti itu begitu saja, Yuya-kun? Apa
kau tidak malu!”

“M-Maaf. Tentu saja itu rasanya memalukan, tapi aku lebih kecewa karena tidak bisa
menciummu...”

“Ugh... aku benar-benar tidak bisa mengalahkan orang yang spontan sepertimu...”

Kaede meletakkan wajahnya di dadaku tanpa kekuatan apa pun. Aku pun
membelainya dengan lembut.

“Hei, Shin-kun. Sekarang aku lagi ngelihat Yoshi membelai kepala Kaede-chan
dengan begitu alami, apakah ini mimpi?”

“Sayangnya ini adalah kenyataaan, Akiho. Dan seperti inilah Yuya saat dia jujur.
Meski aku tidak menyangka akan sampai sejauh ini...”

Bisakah kau tidak mengatakan apa pun yang ingin kau katakan, Shinji? Apakah
sangat tidak biasa bagiku untuk membelai kepala Kaede? Kan ini cuman belaian.
Apalagi wajah Kaede terlihat begitu imut saat dia dibelai.

“Yu-Yuya-kun. Kalau seperti ini aku juga merasa malu...”

“Mmh... biarkan aku membalaimu sedikit lagi, gak boleh?”

“Ugh... tidak... apa-apa.”

Sippp, dengan izinnya, aku bisa membelainya sebanyak yang kumau. Apa-apaan
dengan wajahmu itu Shinji? Apa kau mencoba menganggu kami?

“Aku tidak bermaksud menggangu dunia kalian berdua, oke? Tapi kupikir sudah
waktunya bagi kita untuk kemmbali.”

“Shin-kun. Ayo tinggalkan meotople ini berduan dan kembali lebih dulu. Paling-
paling ini akan berlangsung selamanya.”

“Kau benar. Kalu begitu kami kembali lebih dulu, Yuya, Hitotsuba-san. Tolong jangan
terlalu berlama-lama di sini.”

Setelah mengatakan itu, mereka berdua kembali ke pondok.

“...H-Haruskah kita kembali juga?”


“K-Kau benar, ayo kita kembali! Kita akan melanjutkan ini besok saat kita pulang..”

Aku memegang tangannya dengan erat dan mulai berjalan.

Malam ini adalah malam terbaik dalam hidupku. Aku akan pergi tidur untuk
menikmati pijaran kebahagian ini.

“Hei, Yuya-kun. Tidak bisakah kau menyusup ke kamarku malam ini? “

Tentu saja itu tidak bisa.

Bab 48
Suasananya Berubah...?

Sayangnya semalam aku berpisah dengan Kaede, dan sekarang kami menyambut
pagi terakahir kemah pelatihan ekstrakulirer. Jadwal kami untuk hari ini adalah
pergi melihat-lihat toko suvenir di fasilitaa dan pulang pada sore hari.

“Sepertinya kita tidak punya banyak waktu. Apa ada sesuatu yang kau inginkan
Yuya-kun?”

Setelah meninggalkan barang bawaan di bus dan mencoba pergi berbelanja, saat itu
Kaede bertanya kepadaku. Meletakkan tanganku di dagu, aku memikirkannya.

“Hmm... Aku tidak benar-benar ingin mengatakannya. Tapi jika bisa aku ingin
membeli sesuatu yang cocok dengan Kaede-san.”

Ini adalah tempat di mana aku mengungkapkan perasaanku padanya, dan


merupakan momen yang tidak akan terlupakan bagiku. Kuharap ada sesuatu untuk
memperingati hari itu. Lebih baik jika itu adalah sesuatu yang akan membuatnya
mengingat event di malam terakhir setiap kali dia menggunakan atau melihatnya.
Aku tidak berpikir bahwa mudah menemukan sesuatu seperti itu, tapi akan menjadi
kenangan yang menyenangkan jika kami berdua mencarinya bersama-sama.

“Yah, aku senang bisa melihat-lihat dengan santai bersamamu. Kalau ada sesuatu
yang kita berdua sukai, kenapa kita tidak membelinya saja?”
“Issh... kau mengatakannya dengan spontan seperti itu lagi, tapi aku senang... karena
aku juga merasakan hal yang sama!”

Dengan itu, Kaede memeluk lenganku. Melihat senyumannya yang cerah bak sinar
mentari pagi, oto-otot wajahku tanpa sadar menjerit.

“Y-Ya... Haruskah aku membeli sesuatu untuk keluargmu? Mereka sangat baik
kepadaku, jadi aku harus membelikan sesuatu untuk berterima kasih kepada
mereka...”

“Fufufu. Tidak apa-apa, jangan khawatirkan itu. Tapi ya, mungkin ada baiknya jika
membeli teh asli dari tempat ini. Ayah dan Ibuku sama-sama suka teh, jadi aku yakin
mereka akan senang.”

Karena fasilitas ini dirancang dengan model Inggris, mereka memili berbagai
macam teh otentik Pilihan manisan juga ada banyak, dan entah mertua akan
menyukainya atau tidak, kurasa membeli biskuit juga tidak masalah.

“Nah, kalau sudah diputuskan, ayo cepat!”

Aku dan Kaede berjalan menuju ke toko suvenir dengan jari-jari kami yang terjalin
erat saat bergandengan tangan.

[Bukankah ada suasana yang berbeda antar Hitotsuba-san dan Yoshizumi-kun?


Jarak di antara mereka jadi lebih dekat dibandingkan dengan kemarin....]

[Aku ingin tahu apakah Yoshizumi-kun teleh menjadi lebih gentle, tapi entah
kenapa, aura cinta Hitotsuba-san sungguh meluap-luap?]

[Sampai mempedulikan oleh-oleh untuk orang tuanya Hitotsuba-san... sungguh


pacar yang sangat baik. Dibandingkan dengan itu, pacarku... haa...]

Aku bisa mendengar suara desahan para gadis. Apa maksudnya dengan menjadi
lebih gentle? Aku sama sekali tidak berpikir kalau aku telah berubah.

Kupikir mereka benar tentang jarak di antara kami yang semakin dekat. Tapi itu
bukan jarak fisik, tapi jarak hati. Setelah aku menyatakan perasaanku pada Kaede,
aku menjadi tidak ragu lagi untuk berinteraksi dengannya. Sebelum aku
menyatakan perasaanku padanya, aku akan gugup dan ragu-ragu untuk
berpegangan tangan dengannya, tapi aku sekarang bisa bangga pada diriku sendiri.
Yah, meskipun aku masih sedikit gugup.
Tetap saja, apa yang dimaksud dengan aura cinta Kaede meluap-luap? Memang
benar perasaannya begitu besar dan tidak harus disembunyikan, jadi aku tidak bisa
menyalahkannya dia karena membocorkannya.

[Anjing... Bajingan Yoshizumi itu... pagi-pagi begini sudah memamerkan meotople...!]

[Menaburkan suasana manis meotople seperti itu! Jangan bercanda, bangsat!]

[Tapi lihat senyuman di wajah Hitotsuba-san! Itu adalah senyumam bahagia yang
tidak pernah aku lihat...! Jika melihat senyumannya yang seperti itu... aku sudah
tidak akan memiliki kesempatan...]

[Tidak bisa... Aku tidak bisa menangani pasangan kemanisan itu...]

Seperti biasa, ratapan para perjaka begitu mengerikan. Dari pada itu, apa-apaan ini,
ada banyak sebutan lain selain meotople. Bukankah harusnya cuman satu sebutan
saja?

[Catatan Penerjemah: Sekedar ngingatin, Meotope itu sama artinya dengang kekasih
tolol, tapi dalam tingkat suami istri, gua gak tau gimana mau nulis bahasa
Indonesianya seperti apa, jadi gua tetap nulis seperti yang ada di raw, dan kalau lu
bingung dengan kalimat ‘Dari pada itu, apa-apaan ini, ada banyak sebutan lain selain
meotople’ di atas. Itu karena sebuta pasangan kemanisan (Sugarple).

“Fufufu. Bukankah aneh mengatakan bahwa itu adalah meotople? Kita memang
masih pacaran sekarang, tapi sudah diputuskan kalau kita akan menjadi suami-istri
di masa depan, jadi itu sebutan yang sempurna untuk kita.”

Aku tidak menyangka Kaede akan menyukai lelucon tentang nama ini. Tidak
diragukan lagi akan menjadi merepotkan jika mereka tahu bahwa itu disetujui oleh
Kaede.

“Bukankah itu tidak apa-apa? Karena itu adalah bukti bahwa kita saling mencintai.
Kita telah melampui Akiho-chan dan Higure-kun yang merupakan kekasih tolol.”

Aku ingin bertanya apakah dia tidak masalah dengan itu, tapi jika dia bilang begitu,
kurasa tidak masalah. Jika saja dia membuat wajah tidak senang di sini, aku harus
memberi Mogi, Sakaguchi, dan Shinji sanksi pukulan tangan besi, tapi seperinya
nyawa mereka masih selamat.

“Dari pada itu! Sekarang sudah waktunya belanja yang menyenangkan, Yuya-kun!”

Setelah itu, aku dan Kaede menikmati belanja bareng hingga menit-menit terakhir.
Kami membeli sepasan boneka beruang, satu dengan topi merah dan yang satunya
lagi dengan top biru sebagai kenang-kenangan untuk kami berdua. Kami
memutuskan untuk memajangnya di pintu masuk. Selain itu, Kaede juga hendak
membeli boneka binatang yang berukuran cukup besar. Ngomong-ngomong, saat
aku bertanya kenapa dia menginginkan itu,

“...Ini sebagai pengganti untuk dipeluk ketika kau pulang terlambat dari kegaiatan
klub atau ketika aku kesepian dirumah. Apa itu tidak boleh?”

Tidak mungkin aku bisa mengatakan tidak padanya jika dia mengatakan itu dengan
suara sedih sambil menyembunyikan wajahnya dengan boneka binatang.

“Itu sangat lucu, jadi tidak apa-apa, Kaede-san,”

Kami akhirnya membeli boneka binatang dan mengirimkannya ke alamat kami.


Kaede menangis karena tidak bisa membawanya ke dalam bus.

Bab 49
Bus Yang Sama Untuk Pulang

Bus dalam perjalanan pulang lebih berisik daripada saat kami berangkat. Terkadang
kami berbicara tentang apa yang terjadi di kemah pelatihan ini, dan setiap orang
begitu bersemangat untuk pulang.

Ngomong-ngomong, aku merasakan banyaknya tatapan yang dipenuhi dengan


berbagai emos dari belakangku dibandingkan saat kami dalam perjalanan
berangkat. Alasannya—

“Fufufu~. Aku senang bisa duduk di sebelahmu dalam perjalanan pulang!”

Seperti yang bisa dinilai dari perkataan itu, alasannya adalah Kaede duduk di
sebelahku. Aku duduk di dekat jendela dan Kaede duduk di sisi lorong. Ngomong-
ngomong, Shinji duduk sendirian di seberang kami.

Jawabannya atas bagaimana ini terjadi sederhana: kami menghabiskan terlalu


banyak waktu untuk berbelanja.
Pada saat kami memilih oleh-oleh untuk orang tua Kaede dan mengatur pengiriman
boneka binatang, saat itu waktu pertemuan sudah dekat. Karena begitu terburu-
buru, kami lupa kalau kami berpegangan tangan dan naik bus bersama-sama.

Sambil terengah-engah, kami duduk di kursi kosong seolah itu adalah hal biasa, tapi
tentu saja, guru jadi marah. Tapi kami tidak ingin membuang-buang waktu untuk
mengembalikan Kaede yang berasal dari kelas yang berbeda, jadi kami memutuskan
untuk pergi apa adanya.

“Kemah pelatihan ini menyenangkan. Ayo kita melakukan perjalanan untuk bermain
ski pada liburan musim dingin mendatang! Aku ingin bermain ski lagi bersamamu!”

“Kau benar. Kuharap kita bisa bermain ski lebih banyak di musim dingin
mendatang. Aku yakin kau bisa bermain di jalur yang sulit, jadi tunjukkan padaku
bagiang-bagian dirimu yang keren, oke?”

Keterampilan Kaede cukup baik karena setiap tahunnya dia akan liburan dengan
bermain ski bersama keluarganya, dan peluncurannya sangat indah sehingga mau
tidak mau aku hanya bisa mengaguminya, Bahkan instruktur juga memujinya. Aku
harus membawa kamera saat berikutnya kami pergi.

“Kalau begitu aku juga akan mengambil banyak fotomu Yuya-kun, oke? Aku harus
memotret wajah imutmu yang sedang jatuh dan malu-malu, apapun yang terjadi!”

Tidak, jangan mengambil fotoku yang setolol itu. Jika kau memang mau mengambil
foto, maka potret saja saat aku terlihat keren. Yah, meski tidak ada yang akan seperti
itu saat aku bermain ski.

“Tidak apa-apa, oke? Menurutku Yuya-kun yang bekerja keras meski tidak terbiasa
keren banget. Aku suka bagian itu dari dirimu, jadi bukankah aku harus
memotretnya sebagai kenang-kenangan?”

Sambil tertawa, dia meletakkan kepalanya di bahuku. Sungguh, aku tidak bisa
mengatakan tidak jika diberitahu seperti itu, aku tidak bisa menggunakan hak
penyangkalanku jika dia tersenyum kepadaku.

“Lakukanlah apa saja yang kau inginkan... Tidak mungkin aku bisa mengatakan tidak
jika keu memperlihatkan wajah imut itu padaku. Itu curang...”

Aku ingin mengambil foto dari senyuman itu dan mengaturnya sebagai wallpaper di
ponselku. Oh iya, mengapa aku tidak mengambil fotonya menggunakan kamera
ponsel dalam posisi ini?
“I-Itu tidak boleh! Menurutku itu tidak baik untuk berfoto di dalam bus!! Perhatikan
tata krama! Perhatikan tata krama!”

Kaede membuat alasan sambil mengangkat kepalanya dan mengatakannya dua kali
karena menurutnya itu penting, tapi tampaknya bukan itu masalahnya. Jika melihat
sekeliling, semua orang sedang mengambil foto sesuka mereka.

“Kalau mau aku bisa mengambilkan foto untuk kalian? Kupikit aku akan bisa
mendapatkan foto yang bagus dari sudut ini?”

“A-A-Apa yang kau katakan Higure-kun!?”

“Sip, aku mengandalkanmu, Shinji!”

Aku memberikan ponsel-ku ke Shinji, dan meletakkan daguku di bahunya sambil


memeluk Kaede dari belakang. Wajah hingga daun telinganya langusng memerah
semerah daun musim gugur.

“Yu-Yuya-kun!?”

“Oke, chees.”

“Eh!? Higure-kun!? Apa kau barusan memotretnya!?”

Kerja bagus Shinji! Itu benar-benar sempurna saat kau tidak melewatkan momen
ketika Kaede terkejut dan segera menekan shutter! Itu adalah bagian yang paling
imut!

“Mmh, kurasa aku berhasil mengambil foto yang bagus dari wajah panik Hitotsuba-
san. Bagaiman, Yuya? Apa kau ingin mengambil foto lain?”

“Ayo berfoto lagi! Aku akan melakukannya dengan benar kali ini, jadi ayo berfoto
lagi! Benar, kan Yuya-kun?”

“Tentu saja. Tolong fotokan, Shinji.”

Shinji kembali memegang kamera sambil tersenyum. Aku kembali memeluk Kaede
dengan erat. Tidak seperti sebelumnya yang terkejut, kali ini Kaede menyandarkan
kepalanya ke tubuhku. Wajahnya masih merah, tapi dia masih tetap tenang.

“Oke, chees!”
Dalam foto kedua yang dipotret oleh Shinji, kami terlihat sangat bahagia, meskipun
jika aku sendiri yang mengatakannya.

“Yuya-kun. Kirimkan foto itu padaku nanti, oke?” katanya, merasa sedikit malu.

Aku menjawab “tentu saja”, dan kembali membelainya. Kaede-san sedikit mengeluh
tapi dia terlihat nyaman, itu sangat menggemaskan.

“Ahahahaha... Tolong aku Akiho. Sepertinya aku akan kena diabetes...”

Aku pura-pura tidak mendengar tawa kering Shinji.

Bab 50
Apa Hal Pertama Yang Harus Dilakukan Saat Pulang?

“Yuya! Mulai sekarang kendalikan—, bukan itu, pertimbangkan situasinya! Aku


hampir mati karena mulas!”

“Ah... berisik kau, Shinji. Aku baru bangun dan kepalaku masih pusing, jadi jangan
berteriak...”

Setelah melalui 3 jam perjalanan, kami kembali ke sekolah dengan selamat. Saat itu
juga kami langsung dibubarkan, tapi Shinji mengejekku dan Kaede yang mengusap
mata kami yang mengantuk. Padahal aku tidak melakukan apa pun yang
membuatbta kesal.

“Apa... Kau serius mengatakan itu!? Hal seperti ini...! Kau pikir tidak ada kesalahan
dalam melakukan hal seperti ini! Kau pikir aku tidak akan gila karena kalian
bersikap begitu manis?”

Bang. Shinji menunjukkan layar ponselnya dengan efek suara yang terdengar
seperti sesuatu dari anime. Ketika aku dan Kaede melihatnya, kami melihat bahwa
itu adalah foto saat kami tertidur di dalam bus, dengan kepala Kaede di pundakku
dan aku bersandar padanya.

“Shinji. Itu tidak boleh tahu mengambil foto diam-diam seperti itu?”
“Bacot! Ini adalah kejahatan yang diperlukan untuk membuat kalian berdua
menyadari betapa kejamnya perilaku meotople kalian! Apa-apaan dengan wajah
penuh kebahagiaan ini! Tidur berduaan sambil menghela napas kecil yang lucu
seperti itu! Apa kau tahu perasaanku ketika aku berada di bus yang berbeda dari
Akiho?”

Tidak, aku tidak tahu. Bagaimana bisa aku tahu seperti apa penampilan atau
bagaimana aku bernapas saat tidur. Eh, Kaede, ada apa? Kok kau terus menatap foto
itu.

“Higure-kun. Bisakah kau mengirimkan foto ini kepadaku sekarang agar aku bisa
mengingatnya? Yuya-kun terlihat sangat imut di foto ini.”

Kaede menghela napas dengan penuh pesona. Yah, memang sih saat aku melihat
wajah Kaede di foto ini, itu sangat imut. Kebetulan, tolong kirimkan itu juga padaku,
Shinji.

“Kuu... Jadi ini ya kekuatan meotople. Aku tidak percaya kalian tidak menyesal
melihat foto itu, tapi justru memamerkan keintiman kalian...!”

“Shin-kun. Sudah cukup, ayo menyerah saja. Mereka berdua ini telah menjadi orang
yang tidak kita kenal. Mereka adalah keberadaan yang melampaui kekasih tolol,
mereka adalah meotople. Oh, nanti aku akan mengirimkannya kepada Kaede-chan.
Shin-kun bisa mengirimkannya nanti ke Yoshi!”

Aku menepuk Shinji, merasa sedikit tidak enak padanya yang menurunkan bahunya
dengna lemas. Dengan erangan yang tak terdengar, Shinji mengirimiku foto itu.
Terima kasih.

“Nah, kurasa sudah waktunya kita pulan!? Ayo pergi, Kaede-san.”

“Ya. Kalau begitu Akiho-chan, Higure-kun. Sampai jumpa lagi di sekolah.”

Menerima ucapan “Semoga bahagia” dari kekasih senior itu, aku dan Kaede pulang
sambil berpegangan tangan.

“Hei, Shin-kun. Mereka berdua benar-benar terlihat seperti pasangan yang sudah
menikah, bukan?”

“Kau benar, Akiho. Aku sudah tahu itu sejak Yuya menjadi lebih jujur, tapi aku tidak
menyangka dia akan berubah begitu banyak setelah menyatakan perasaannya dan
resmi berpacaran. Sungguh, aku tidak tahu seberapa besar dia mencintai Hitotsuba-
san...”
“Kaede-chan juga sama seperti itu. Ada aura cinta kepada Yoshi yang begitu luar
biasa. Itu sudah seperti Stroberi. Kerja bagus, Shin-kun.”

“Terima kasih. Akiho. Ayo kita pulang juga.”

---

Di perjalanan pulang ke rumah. Aku memikirkan tentang apa yang harus dibuat
untuk makan malam.

Oha iya, kalau tidak salah, kami punya daging babi di kulkas. Karena ada sisa kimchi,
kurasa aku akan membuat tumis kimchi babi sederhana. Haruskah aku membuat
sup Cina setelah itu? Kurasa seperti inilah masakan siswa SMA yang tepat.

“Padahal kau lelah, tapi ini seperti dirimu yang biasanya ya, tidak kepikiran buat
makan diluar saja. Kau tidak perlu memaksakan dirimu, tahu?”

“Tidak, aku hanya berpikir jika aku bisa membuatnya, maka akan lebih baik jika
dibuat sendiri. Keluargaku tidak bisa makan di luar terlalu sering, jadi ini mungkin
kebiasaan yang kudapat dari itu.”

Bagaimanapun, kami terbebani utang. Untuk mengurangi biaya makanan, kami lebih
sering masak sendiri. Tidak peduli meskipun orang tua Kaede kaya, hal seperti itu
juga tidak boleh dilupakan begitu saja.

“Meskipun lingkungan hidupmu berubah, hidupmu sama sekali tidak berubah ya.
Fufu, seperti yang diharapkan dari, Yuya-kun. Singkatannya SasuYu*!” [Catatan
Penerjemah: SasuYu: Gabungan dari kata ‘sasuga’ dan ‘Yuya’.]

“Hei, Kaede-san. Aku sama sekali tidak merasa sedang dipuji, tapi apa aku
seharusnya bahagia di sini?”

“Tentu saja, aku memujimu! Aku menantikan masakanmu.”

Akan kulakukan yang terbaik untuk memenuhi harapan Kaede.

Kami langsung pulang tanpa mengambil jalan memutar. Senang rasanya bisa pulang
kembali kerumah setelah dua hari, tapi entah kenapa Kaede menyuruhku menunggu
dulu di luar. Ada apa?

“Aku akan masuk lebih dulu, jadi Yuya-kun, luangkan waktumu sebentar sebelum
kau masuk. Yah, sekitar sepuluh detik saja sudah cukup.”
“...Kenapa kau melakukan perilaku misterius seperti itu?”

“Tolong jangan bertanya apa pun tentang itu! Dengar ya, silakan masuk setelah
sepuluh detik, kau bisa masuk dan bilang ‘aku pulang’!”

Setelah mengatakan itu, Kaede membuka kunci pintu dan masuk ke dalam rumah
seolah dia sedang melarikan diri. Aku ingin tahu apa yang mau dia lakukan dalam
waktu sesingkat ini. Aku menantikannya tapi juga merasa cemas.

“...A-Aku pulang.”

Tepat 10 detik kemudian. Aku membuka pintu seperti yang diinstruksikan (?).

“Selamat datang kembali, Yuya-kun.”

Kaede berdiri di sana sambil tersenyum dan membuka lengannya. Oh, jadi begitu.

“Aku pulang, Kaede-san.”

Aku meletakkan barang bawaanku di tempat, melepaskan sepatuku, dan


mendekatinya dengan tangan terbuka kemudian memeluknya dengan erat.

“Ehehe. Aku ingin mengatakan ‘selamat datang kembali’ padamu. Apa itu salah?”

“...Tentu tidak. Aku sangat bahagia.”

Saat aku merasakan kehangatan dari orang yang kucintai, Kaede tiba-tiba
menatapku. Ada apa? Ketika aku bertanya-tanya, tau-tau dia sudah menciumku.

“I-Iini ciuman ‘selamat datang kembali’! Sekarang, ayo ganti baju dulu! Lalu kita
akan memasak makan malam bersama!”

Kaede lari ke kamar tidur dengan wajah merah padam. Aku ditinggalkan sendirian
di ambang pintu, tercengang.

“...Berciuman itu curang tahu, Kaede-san...”

Aku bejanji pada diriku sendiri bahwa suatu hari aku akan memberinya ciuman ‘aku
pulang’.
Bab 51
Aku Ingin Menebusnya

Makan malam dibuat dengan cepat dan sekarang sedang dinikmati dengan santai.
Film yang menyertai kami yang sedang makan adalah salah satu film yang
ditayangkan secara online. Atas permintaan Kaede, kami menonton anime robot
yang di reanimasi sebagai movie untuk pertama kalinya dalam sepuluh tahun.
Ceritanya berkisah tentang karakter utama, yang kelangsungan hidupnya telah
dibisikkan sejak saat itu, dihidupkan kembali dan menjalankan misi terakhirnya. Itu
adalah karya yang menghangatkan hati dengan desain yang terbaru.

“‘Hanya mereka yang siap untuk ditembak yang dapat menembak orang lain.’ Kalimat
ini keren sekali, kan...”

“Aku terkejut kau adalah penggemar dari karya ini.”

“Yang mendesain karakternya adalah mangaka favoritku, jadi kupikir aku harus
menontonnya. Tau-tau ternyata itu menarik dan aku jadi menyukainya. Apa kau
juga menyukainya Yuya-kun?”

Tentu saja! Bagaimanapun juga, itu adalah salah satu dari 10 anime favoritku. Aku
sangat menyukainya sampai-sampai menontonnya berulang kali.

“Tidak kusangka akan tiba saat dimana aku bisa membicarakan anime favoritku
denganmu. Lalu, apa drama favoritmu, Yuya-kun? Kalau aku—”
Percakapan sederhanan itu pun berubah menjadi waktu yang sangat
menyenangkan. Setelah Kaede memberitahuku apa yang dia sukai, aku jadi mulai
ingin tahu lebih banyak tentang dirinya. Aku ingin menambah jumlah sosok
Hitotsuba Kaede yang hanya aku yang ketahui. Apakah itu egois jika aku berpikir
demikian?

“Sesekali ngobrol tentang ini juga menyenangkan ya. Oh, kurasa sudah waktunya
untuk mandi, kalau tidak akan terlalu larut nanti. Apa yang ingin kau lakukan? Apa
kau mau mandi bersamaku hari ini?”

“...Kaede-san. Kau tidak boleh mengatakan sesuatu seperti dengan enteng...”

Tentu saja aku mau! Sampai aku mengungkapkan perasaanku, aku selalu menahan
diri dari berbagai godaan dengan pengendalian diri baja, tapi sekarang setelah kami
resmi berpacaran, pengendalian diriku meronta-ronta setelah kami berpelukan dan
berciuman. Apalagi jika aku di ajak untuk mandi bersama-sama seperti itu! Aku tahu
apa yang kukatakan tidak sinkron dengan apa yang kupikirkan, tapi aku tidak boleh
menganggukkan kepalaku untuk setuju.

Meski begiu, hari ini Kaede berbeda dari yang biasanya. Biasanya dia akan
menjulurkan lidahnya dan menggodaku dengan mengatakan ‘Aku hanya bercanda’,
tapi malam ini, dia mengatakan itu padaku dengan wajahnya yang memerah.

“A-Aku... mau mandi bersamamu... Aku ingin berendam di bak mandi sambil dipeluk.
Selama dua hari ini, waktu yang kita habiskan untuk bersama lebih sedikit dari
biasanya, dan itu membuatku jadi kesepian. Selain itu...”

Kaede memotong perkataannya di sini. Aku sendiri juga merasa kesepian karena
kami memiliki lebih sedikit waktu untuk dihabiskam bersama, jadi aku senang
mengetahui bahwa Kaede marasakan hal yang sama denganku. Dan mungkin aku
bisa menebak apa akan dia katakan selanjutnya.

“Aku kecewa karena tidak bisa bersamamu malam itu saat kau mengatakan dirimu
menyukaiku.”

Yap, sepertinya kami memang sepemikiran. Aku juga kecewa karena tidak bisa
menghabiskan malam itu dengan Kaede. Ini kesalahanku karena tidak memikirkan
apa yang akan dilakukan setelahnya karena terlalu fokus untuk mengungkapkan
perasaanku di bawah langit berbintang.

“Dan juga... malam itu kau mengatakan, [Aku akan menebusnya saat kita pulang.]
Aku akan membuatmu memenuhi janji itu!”

Tidak, memang benar aku bilang kalau aku akan menebusnya! Aku memang bilang
begitu tapi, bukankah mandi bersama itu agak aneh, Kaede?

“Ataukah, kau benci untuk mandi bersamaku...?”

“Aku tidak membencinya!”

Jika kau melihatku dengan mata basah seperti itu, aku tidak punya pilihan selain
jujur! Ini memalukan, tapi bisa mandi bersama Kaede adalah hak istimewa yang
hanya aku yang bisa menikmatinya! Aku tidak akan memberikan hak itu kepada
orang lain!

“Ehehe. Aku berhasil! Mandi bersamamu adalah mandi yang sudah lama kutunggu-
tunggu! Kalau begitu aku akan segera mempersiapkannya!”
“Y-Ya, kuserahkan itu padamu. Aku akan ngeberesin piring...”

Kaede mengucapkan terima kasih, dan bergegas ke kamar mandi. Meski saat itu
sudah malam, semangatnya sedang memuncak. Hanya saja, dia yang sedang dalam
suasana hati bahagia itu sampai-sampai membawa piringnya ke westafel. Itu
memang seperti dia yang biasanya.

“Aku menyetujuinya begitu saja, tapi apa aku akan baik-baik saja...”

Saat mencuci piring, aku kembali ke diriku sendiri dan mencoba untuk berpikir
dengan tenang. Yah, aku tidak punya pilihan selain menutup mata dan menghitung
bilang prima untuk bertahan.

Biasanya cukup lama untuk membersihkan bak mandi, tapi Kaede sudah kembali ke
ruang tamu. Aku melanjutkan menonton film yang kuhentikan di tengah
penayangan, tapi pikiranku tidak bisa fokus pada film itu. Aku beroda semoga bak
mandinya belum siap.

Namun, doa itu tidak terkabul, dan melodi yang ringan dimainkan untuk
menginformasikan bahwa bak mandi siap digunakan.

“Ayo! Ini waktunya mandi bersama yang menyenangkan, Yuya-kun! Aku akan
masuk sebentar lagi, jadi kau bisa berendam di bak mandi lebih dulu. Oh ya, jangan
kabur saat aku masuk seperti yang sebelumnya, oke?”

“Iya, iya... aku tidak akan kabur. Aku... sudah memantapkan tekadku.”

Sadarlah aku! Mungkin kami memang akan mandi bersama! Tapi selama aku
memejamkan mata dan membelakanginya, tidak ada yang perlu dikhawatirkan.
Asalkan aku tidak melihat langsung tubuh telanjang sang dewi, akal sehatku tidak
akan hilang. Jadi tidak apa-apa, aku bisa melalui ini.

Aku membasuh tubuhku sampai bersih dan membuka tutup bak mandi. Di
dalamnya, aku memasukkan krim mandi yang telah ditempatkan di depan pintu
kamar mandi. Air jerinh yang ada di bak mandi itu pun berubah menjadi keruh.

“Begitu ya. Dengan ini mungkin akan baik-baik saja...”

Kaede tampaknya juga tidak tolol. Untuk saat ini, itu melegakan.

Haaaah, senang rasanya bisa meregangkan kaki dan mandi setelah sekian lama.

“Yuya-kun. Bagaimana suhu airnya?”


“Ya... suhunya mantap. Kaede-san juga harus segera masuk.”

“Oke, aku aka masuk sekarang.”

Pintu terbuka sambil mengeluarkan suara pelan. Aku menelan ludahku.

“Maaf membuatmu menunggu, Yuya-kun.”

Kaede, yang membungkus tubuhnya dengan handuk, berdiri di sana dengan pipi
yang merona.

Bab 52
Seseorang Yang Begitu Polos Untuk Diolok-olok

Kulit putih dan halus seperti tembikar. Kaki yang sehat dengan proporsi daging
yang tepat. Gunung kembar, yang menonjolkam handuk, benar-benar kencang dan
sangat menarik. Selain itu, tampilan rambut yang disanggul terasa segar dan sangat
imut.

“Ada apa, Yuya-kun? Mungkinkah kau... mengharapkan sosok telanjangku?”

“T-Tolol! Bukan seperti itu!”

Aku menyangkalnya dengan kebiasaan detektif SMA dan memunggungi Kaede.


Malahan, sosok dirinya yang mengenakan handuk seperti itu meningkatkan lebih
banyak gairah kendati melihatnya telanjang. Justru karena tubuhnya tidak terlihat
semuanya, sehingga esensi kecantikan wanita dapat terlihat di sana. Eh, apa sih
yang kupikirkan.

“Fufufu. Kau aneh Yuya-kun. Harap tunggu sebentar sementara aku membilas
tubuhku,”

Aku menunggu sambil mendengarkan Kaede bersenandung saat menggunakan


shower di belakangku. Aku bisa merasakan tubuhku begitu tegang dan sensasi yang
seolah jantungku akan melompat keluar dari mulutku. Aku merasa jantungku
berdetak lebih cepat dibanding saat aku mengungkapkan perasaanku.
“Hei, Yuya-kun. Aku juga ingin berendam di bak mandi, jadi boolehkah aku
memintamu geser sedikit?”

“Y-Ya! Boleh!”

“Fufufu. Kenapa kau menggunakan nada hormat? Sungguh, kau aneh Yuya-kun.”

Mengatakan permisi, Kaede perlahan-lahan memasukkan kakinya ke dalam bak


mandi dan menenggelamkan tubuhnya. Saat volume meningkat, air hangat meluap
dari bak mandi. Suara seperti air terjun pun bergema di kamar mandi yang tenang.

“Kau tidak akan bisa merilekskan diri jika berada di tepi seperti itu, tahu?”

“A-Aku baik-baik saja di sini. Aku hanya ingin tahu apakah aku bisa cukup rileks
dengan ruang seluas ini!”

Jangan melihat ke belakang. Kaede yang sekarang jelas merupakan Kaede dalam
mode menyihir yang tidak kuketahui. Handuk yang menempel di tubuhnya menjadi
transparan. Kulitnya lembut dan beruap. Rambut yang menjadi basah karena mandi.
Tetesan air yang mengalir di dagunya dari dahinya akhirnya jatuh ke tulang
selangkanya yang indah. Membayangkannya saja sudah seperti akan membuatku
meledak.

“Jika Yuya-kun tidak ke sini, maka aku yang akan pergi ke sana.”

“Eh...? Kaede-san, apa yang kau katakan—eh?”

Sosok Kaede yang lembab teras di punggungku. Lengannya melingkari pinggangku,


pipinya menempel di leherku, dan hembusan nafasnya menggelitiku. Sensasi
surgawi ini membunuh pikiran rasionalku.

“Hei, Yuya-kun. Kenapa kau tidak mau melihatku? Mungkinkah... aku tidak
menarik?”

“A-Apa yang kau katakan!? Kaede-san sangatlah menarik! Bahkan hal seperti tidak
perlu dipertanyakan lagi!”

“Kalau begitu... melihatlah ke sini dan peluk aku...?”

Aku mendengar suara sesuatu yang terlepas. Sesaat setelah itu, aku melihat handuk
mandi mengapung lembut di bak mandi. Eh, itu berarti, Kaede sekarang—

“Ka-Kaede-san... aku, itu... umm...”


Benar. Jika aku berbalik dengan cepat sambil memejamkan mata, aku bisa memeluk
tubuh telanjang sang dewi tanpa melihatnya. Sebagai ganti dari tidak bisa
melihatnya, aku akan merasakan sensasi buah yang menakjubkan dengan seluruh
tubuhku, ayo puaskan diri dengan itu. Sippp, ayo lakukan—!

“Pu... fufufu... maafkan aku. Aku sudah gak tahan lagi...! Yuya-kun terlalu imut!”

Eh? Apa yang kau maksud dengan itu Kaede?

“Habisnya, reaksimu sangat polos. Ini mungkin pembulian... tapi aku hanya ingin
menjahilimu.”

“......Kaede-san.”

“Tapi begini-begini aku juga merasa deg-degan, tahu? Namun tau-tau kau justru
puluhan kali lebih deg-degan daripadaku, dan caramu yang berusaha keras untuk
berpaling begitu lucu sehingga aku tidak bisa menahan diri untuk bersikap iseng.”

Menambahkan ‘tehe’ di akhir perkataannya, Kaede kembali membungkus handuk di


sekitar tubuhnya dan kemudian menarik diri dariku. Aku berulang kali manarik
napas dalam-dalam untuk menenangkan napasku yang tidak teratur. Kepalaku
terasa pusing.

“Issh, mau berapa lama kau seperti itu? Kenapa kau tidak meregangkan kakimu dan
merilekskan diri. Kalau mau, aku bahkan bisa memberikan pijatan kaki. Ataukah kau
ingin aku memelukmu dari belakang dan menggosok punggungmu?”

Oh, itu usulan yang sangat menarik! Itu kalimat yang begitu indah. Tapi sayangnya,
aku tidak punya cukup waktu untuk menikmatinya.

“Maaf, Kaede-san... aku... tidak bisa lagi...”

“Eh? Yu-Yuya-kun! A-Apa kau baik-baik saja!?”

Kesadaranku menjadi gelap ketika mendegar suara panik Kaede.

Bab 53
Bantal Pangkuan Adalah Impian Seorang Pria
Begitu aku kembali sadarkan diri, aku merasakan sensasi yang belum pernah
kurasakan sebelumnya di kepalaku.

Seingatku, harusnya aku mandi dengan Kaede, dan dia mengatakan sesuatu tentang
memelukku dari belakang dan memijatku, tapi aku tidak ingat apapun selain itu.

“Oh! Kau sudah sadar Yuya-kun. Bagaimana perasaanmu?”

Apa yang masuk ke dalam pandanganku adalah dua bukit. Wajah Kaede mengintip
dari puncaknya, dengan ekspresi seorang dewi yang penuh kasih. Nampaknya aku
sedang berbaring di ranjang di kamar tidur. Eh, kenapa wajahnya berada tepat di
atasku? Dan lagi sensasi ini, mungkinkah ini adalah bantal pangkuan seorang gadis
yang legendaris itu?

“Kepalaku masih agak pusing, tapi aku baik-baik saja. Lebih penting lagi, situasi
ini...?”

Meski aku merasa senang dengan bantal pangkuan, aku juga merasa malu, jadi aku
mencoba untuk bangun, tapi Kaede menghentikanku.

“Kau tidak boleh bangun dulu, bagaimanapun juga kau habis pingsan di bak mandi.
Aku kaget ketika kau tiba-tiba terjatuh tadi. Jadi kau harus tetap di pangkuanku
sampai aku mengatakan tidak apa-apa.”

“Begitu ya... itu pasti membuatmu khawatir. Maaf, Kaede-san.”

Mengatakan tidak apa-apa, Kaede menatapku dengan lembut. Begitu ya, jadi aku
pingsan di bak mandi, ya? Hmm? Tunggu sebentar, aku yakin kalau aku telanjang
saat aku pingsan tadi. Tapi sekarang aku sudah memakai piyama. Siapa yang
mengenakan ini padaku!? Jangan bilang—!

“Itu... aku tahu segalanya tentangmu. Aku tahu kalau itu adalah sesuatu yang
seharusnya tidak kuketahui dulu, tapi ini darurat, jadi mau bagaimana lagi...”

Kaede menjawab dengan malu-malu sambil tersipu. Seriusan nih. Apa Kaede
menggantikan pakaianku? Apa aku benar-benar mengungkapkan segalanya
padanya? Entah kenapa aku merasa seperti orang yang menyendihkan dan ingin
mati saja.

“Tubuhmu, itu... meski kencang, tapi juga sangat lembut dan indah. Aku sangat ingin
menyentuhnya.”

“Hmm...? Kau ingin menyentuhnya? Apa kau cuman melihat tadi?”


“Aku berharap aku bisa melakukan segalanya sebagai pacar, tapi seperti yang bisa
dibayangkan, mustahil bagiku untuk menyelamatkanmu dari bak mandi,
mengenakan pakaian, dan membawamu ke ranjang sendirian. Jadi aku meminta
bantuan dari Miyamoto-san.”

Mengatakan itu adalah kesalahan seumur hidur, Kaede mengepalkan tangannya


karena frustasi. Begitu ya, kalau dipikir-dipikir, seorang gadis normal tidak akan
memiliki kekuatan untuk menggendong seorang anak laki-laki SMA. Dalam hal ini,
dia tidak punya pilhan selain meminta Miyamoto-san, si kepala pelayan, untuk
membantunya.

“Miyamoto-san yang melakukan segalanya, dan aku hanya bisa menonton... itu
disayangkan.”

“Tidak, itu sama sekali tidak disayangkan. Dari pada itu, bisakah kau berhenti
berbohong seperti itu adalah kebenaran? Itu buruk untuk jantung tahu.”

“Pada akhirnya, aku tidak bisa melihat tubuh Yuya-kun dengan baik... Oh, benar!
Tubuhmu masih terasa cukup panas, kan? Kenapa kau tidak melepas atasanmu saja?
Tidak, ayo lepaskan! Biarkan aku melepaskannya!”

“Tungg— Kaede-san!? Tidak! Hentikan!” [Catatan Penerjemah: Jijik ajg gua baca
kalimat raw-nya (Dame! Yameteeeee!).]

Aku meraih tangannya dan berusaha keras menahannya yang mencoba meraih
ujung piyamaku.

“Ugh... ini hukuman untuk anak yang melawan!”

Kaede yang sangat kesal memilh tindakan untuk menekan buah melimpahnya ke
wajahku. Saat mandi, HP-ku terkikis saat merasakan senansi yang luar biasa dari
gabungan kelembutan dan elastisitas di punggunggku. Dan saat kuperhatikan, orang
ini tidak mengenakan apapun di balik piyamanya. Dengan kata lain, Kaede
sekarang—

[Catatan Penerjemah: HP yang dimaksud di sini adalah Hit Points yang menjelaskan
kondisi nyawa dalam suatu gim.]

“Oke, oke! Aku yang kalah! Kau nanti bisa melakukan apapun yang kau inginkan
padaku, jadi untuk sekarang menjauhlah dariku! Kumohon!”

“Fufu... Fufu... Aaah... Fufufu. Baguslah kalau kau mengerti. Kalau begitu, permisi—”
Saat ujung piyamaku ditarik, Kaede meletakkan kepalanya di atas perutku. Aku
tidak tahu apa yang membuatnya bahagia, tapi dia memicingkan matanya dengan
puas.

“Haaa... bantal perut Yuya-kun memang yang terbaik. Bolehkah aku tidur seperti
ini?”

“......Tidak boleh.”

“Issh. Yuya-kun pelit banget. Jika kau meminjamiku perut ini malam ini, besok
malam kau bisa menggunakan perutku sebagai bantalmu loh? Atau, kau maunya
mengubur wajahmu di tempat lain daripada di perutuku?”

Guhaa! Aku memuntahkan darah dari jantungku terhadap Kaede yang dari sosok
dewi menjadi iblis dengan senyuman menyihir. Bahkan sampai membuatku jadi
tersedak.

“Ka-Kaede-san! Apa sih yang kau bicarakan!?”

“Eh, kau tidak mengerti? Yang kumaksud bukan perutuku, tapi payud—”

“Hentikaaaaaaaan!! Aku tidak akan membiarkanmu mengatakan apa-apa lagi!”

Untuk memulai kembali Kaede yang memasuki mode pelarian, aku tanpa ampun
memukulnya dengan sentilan di kepalanya.

“Aduh” jeritnya dengan imut.

Maaf ya, tapi aku tidak punya pilihan selain melakukan ini untuk membuatmu
kembali ke akal sehatmu.

“Aku tidak akan membiarkanmu menggunakan perutku sebagai bantal, dan juga
tidak akan menggunakan perutmu sebagai bantal. Sebagai gantinya... apa ini tidak
apa-apa?”

Aku dengan lembut mendekati Kaede, yang sedang duduk sambil memegangi
kepalanya, dan memeluknya. Dia mengeluarkan desahan gembira, tapi ini bukanlah
akhir. Aku menggendong tubuhnya di lenganku dan membaringkannya ke atas
ranjang.

“Aku tidak akan melepaskanmu malam ini. Jadi bersiaplah untuk itu, Kaede-san.”

“Y-Ya... itu, terima kasih.”


Dengan sikap lemah lembut seperti kucing dan pipi semerah apel yang siap
dimakan, Kaede membenamankan wajahnya di dadaku.

Segera setelah aku memasuki selimut dan memejamkan mata sambil memeluk
Kaede, aku mulai tidur.

“Ugh... bahkan setelah menjadi pacar, Yuya-kun tetap seperti Yuya-kun yang
biasannya. Penjagaannya terlalu ketat... Tidak, malah mungkin menjadi lebih ketat
lagi? Apa yang harus kulakukan....”

Apa sih yang kau pikirkan, Kaede? Tapi tanpa berani menyela, aku melepaskan
kesadaranku ke dalam mimpi.

Anda mungkin juga menyukai