Anda di halaman 1dari 71

Original Author: Honobu Yonezawa

English Translation by mayakyaa


Indonesian Translation by iNapoleon

Jika hendak meng-copy hasil terjemahan ini, tolong lampirkan


sumber asli dan mencantumkan penerjemahnya.

1.
Itu semua dimulai saat hari Minggu.

Aku sedang keluar membeli sesuatu hari itu. Ujung pensil G yang aku sudah hati-hati
gunakan telah mencapai batasnya. Aku berniat untuk menyediakan kertas karban, dan juga
sudah terkena dengan tiba-tiba, keinginan yang tak bisa dijelaskan untuk membeli merek
kompas baru. Setelah mengunjungi toko yang selalu aku kunjungi, aku berjalan ke toko
elektronik. Aku sudah mulai berpikir tentang menggambar di komputer, dan tiba-tiba
memutuskan untuk pergi dan mengecek harganya. Bahkan walaupun orang tuaku memiliki
satu yang tidak dipakai di rumah, ruang penyimpanan komputernya terlalu kecil, yang
membuatnya tidak cocok untuk design graphic.
[T/N: Sebenarnya design graphic disini itu Art tapi saya ganti karena ga cocok
dengan istilah umum yang biasa dipake]

Walaupun semua orang mengatakan kalau harga komputer selalu turun, uang sakuku masih
terlalu sedikit bagiku untuk memilikinya. Jika aku memasukan sebuah tablet untuk
melengkapi setnya, itu masih tidak mungkin aku bisa membayar semuanya. Fuku-chan
mungkin tahu cara untuk membuatnya lebih murah, tapi bahkan jika harganya menjadi
setengahnya, aku masih tidak bisa memilikinya sama sekali. Itulah harapanku untuk maju ke
era digital ketika ambisiku dan aku mulai meninggalkan toko, sebuah wajah familiar
muncul di depanku.

Bukankah itu Ibara? Lama tidak berjumpa!

Walaupun diamampu mengenaliku langsung, itu membuatku sedikit lebih lama untuk
membalas gesturnya. Itu adalah teman kelasku saat SMP, Ikehira. Karena dia sudah
mewarnai rambutnya dan memakai make-up. Aku tidak bisa mengenalinya pada awalnya.

Saat SMP, Ikehira sudah selalu berusaha untuk bisa akrab dengan semua orang di kelas,
dia tidak pernah menjadi seorang yang mencolok. Aku merasa bahwa dia sudah berubah
sejak saat itu, dan itu bukan karena rambut atau make-upnya.

Ah, lama tidak berjumpa. Aku melambaikan tangan saat aku mengatakannya. Aku tidak
akan mengatakan kami teman dekat, tapi hubungan kami tidak hambar dengan
mengatakan dia adalah teman biasa yang hanya kebetulan menjadi teman sekelas saat aku
kelas 3 SMP. Tapi, seperti yang diharapkan, melihatnya setelah sekian lama membuatku
nostalgia.

Apa yang sedang kau lakukan?

Aku berpikir tentang membeli sebuah komputer.

Whoa~? Jenis yang seperti apa?

Mereka terlalu mahal di sini, jadi aku mungkin akan memutuskannya nanti.

Benarkah? Itu semua telalu mahal, huh?

Ikehira memberi balasan yang berlebihan sebelum melihat tas belanjaku.

Lalu apa yang kau beli?

Um, ini....

Saat aku ditimpa dengan pertanyaan tak terduga ini, aku kehilangan kata-kata. Aku terus
menjaga rahasia menggambar manga-ku dari teman-teman sekelas SMPku. Satu-satunya
orang yang tahu tentang hal ini adalah Fuku-chan, Oreki dan beberapa teman baiku. Itu
bukanlah hobi yang buruk, tapi jika seseorang tahu tentang hal itu, lebih sering daripada
tidak mereka akan bertanya, Bolehkah aku melihatnya?. Itu hanya terlalu memalukan.

Perlengkapan sekolah.

Itu bukanlah sebuah kebohongan.

Meskipun dengan balasan membosankan, Ikehira mengangguk dengan ekspresi santai.

Oh, tentu saja. Kau selalu jadi salah satu yang pintar, Ibara.

Jika kalimat ini dikatakan lagi saat masih SMP, mereka akan berisi banyak perasaan yang
tersembunyi. Ketika kecemburuan pada siswa yang memiliki nilai bagus dicampur dengan
keinferioran siswa yang memiliki nilai menyedihkan, ada ikatan yang menjadi kekesalan
yang tak terlukiskan.

Akan tetapi, suara Ikehira terasa ringan dan tidak berbeda. Sehingga tidak perlu bagiku
untuk menjadi khawatir lagi. Walaupun aku tidak menganggap diriku pintar, SMAku lebih
sulit untuk masuk dibanding SMAnya menjadi rendah hati sekarang hanya akan
mengundang penghinaan. Itu sudah lebih dari satu tahu sejak kelulusan SMP, dan hingga

kini, beginilah kami, memiliki sebuah percakapan seperti biasa. Mungkin kami sudah
menjadi sedikit dewasa sejak saat itu.

Masih ada isu tas belanjaku yang berisi hal-hal yang tidak termasuk untuk tugas sekolah,
tetapi mahalah seperti, perlengkapan sekolah spesial'. Aku merasa seperti aku sudah
berbohong, dan agak bersalah saat aku bertanya,

Apa yang kau beli, Ikehira?

Oh. Mulanya, Aku ingin mendapatkan sebuah video camera, tapi harganyanya 1000 yen
lebih banyak dibanding apa yang aku bayangkan.

Video camera?

Ya! Nadanya menjadi lebih ceria. "Aku sekarang bermain dalam sebuah band, kau tahu?
Tapi, teknikku payah. Jadi, aku memutuskan untuk merekam diriku sendiri saat berlatih. Aku
cukup pekerja keras, bukan? "
Aku tertawa menanggapinya. Jika kita berbicara tentang menggambar manga, ada orangorang yang tak terhitung jumlahnya yang akan dengan riang mengatakan "Aku ingin
menggambar" dan namun tidak pernah menyisihkan waktu untuk berlatih. Dibandingkan
dengan orang-orang seperti itu, Ikehira memang pekerja keras.

Apa yang kau mainkan?

Bass. Tapi, vokalis kami meninggalkan kami.

Saat dia mengatakannya, ekspresi Ikehira tiba-tiba cerah.

Oh, benar! Ibara, kau kan pintar menyanyi! Apa kau sudah bergabung dengan sebuah
klub?
Bagaimana ini bisa menjadi topik?!

Aku pintar menyanyi? Darimana kesalahpahaman ini datangnya? Satu-satunya alasan yang
aku bisa pikirkan saat aku ditunjuk untuk paduan suara sekali. Itu hanya karena tidak ada
yang mau melakukannya.

Aku buru-buru menjawab, "Ya, ya, aku punya. Aku sangat sibuk setelah sekolah dimana aku
bahkan tidak punya waktu untuk beristirahat di rumah. Juga, aku tidak pernah pandai
menyanyi. "

Ah? Sungguh? Apa itu klub olahraga?

Bukan. Itu klub sastra. Kau juga tahu anggota yang lain juga.

Oh? Siapa?

Disana ada Fukube dan Oreki, Aku mengatakannya, menyebutkan nama mereka
dengan santai.

Saat aku bicara, Ikehira dengan kaget menaikan alisnya. Itu sudah terambat untuk
menyesalinya

Oreki? Laki-laki itu juga disana? Ikehira membalas dengan cemoohan.

Kemudian, dia seperti salah paham, karena dia berbicara dengan khawatir dalam suaranya,
Jadi begitu....Oreki disana juga. Itu hanya sangat tidak beruntung.

Ah. Mm.

Ikehira melangkah mendekat, menurunkan volume suaranya dengan lembut. Walaupun aku
tidak tau klub apa itu Jika dia disana juga kau tahu kau seharusnya mengusirnya
saja. Aku tidak bisa melakukan apapun untuk membantumu, tapi aku yakin disana ada
orang yang bisa meminjamkanmu bantuan.

Menelan kata-kata kedalam tenggorokanku, aku hanya bisa memberikan sebuah anggukan
diam.

Setelahnya, kami bertukar kalimat sebelum saling menawarkan salam perpisahan. Di


perjalanan pulang, pikiranku tidak bisa apa-apa selain hanyut ke Oreki.

Tanggapan Ikehira bukanlah reaksi yang berlebihan. Tahun itu, siswa kelas 3 SMP
Kaburaya semuanya memiliki alasan untuk memandang rendah* Oreki.
[T/N: *juga bisa berarti memandang hina. Jadi murid kelas 3nya khususnya temen
sekelas Oreki itu nganggep hina Oreki]

Atau, untuk mengatakannya lebih akurat, siswa yang lulus semuanya memiliki alasan untuk
membencinya.

Aku belum melupakan apa yang terjadi waktu itu. Tapi

Aku masih bisa merasakan dingin dan keras Ikehira saat berjalan bersama. Insiden itu pasti
terjadi tepat sekitar kelulusan, saat aku mengingatnya, itu terjadi sebelum bulan Januari atau
Februari. Kenanganku sedikit kabur, tapi tampaknya sudah terjadi pada akhir November.

2.
Ada tradisi di SMP Kaburaya. Setiap tahun, siswa yang lulus akan membuat sebuah
graduation piece*.
[T/N : * agak susah nerjemahin ini intinya sih semacam karya seni kaya gitu]

Karena setiap kelompok melakukan sesuatu yang berbeda, banyak ide-ide sudah digunakan
selama sepuluh tahun terakhir. Para senior yang sudah lulus tahun lalu sudah melakukan
'tree-planting'. Satu anak pohon dioper melalui dua ratus atau lebih siswa yang lulus, dioper
dari satu siswa ke yang berikutnya sampai mencapai orang terakhir, yang kemudian ditanam
di tanah. Ini adalah 'graduation piece' dari seluruh angkatan, yang jujur adalah usaha yang
tidak sungguh-sungguh.

Aku tidak tahu bagaimana kami bisa memutuskan tentang apa yang harus dilakukan. Aku
kira bahwa kantor sekolah telah bertugas sejak proyek itu melibatkan pengeluaran dana.
Setelah merenungkan apa yang telah terjadi pada tahun sebelumnya, dan kelas kami
memutuskan untuk membuat sesuatu yang lebih seperti 'graduation piece' yang tepat.

Keputusan akhir kita adalah membuat sebuah cermin besar. Bagaimana menurut kalian?

Saat ketua kelas, Sajima-san, mengumumkannya, rasa frustrasi turun ke seluruh ruangan.
Tidak seorangpun pernah berpikir untuk membuat sebuah cermin, juga tidak ada orang tahu
bagaimana melakukannya.

Wajah Sajima-san selalu mudah memerah. Pada saat itu, ia seharusnya sudah memerah
saat ia menjelaskan, "Maksudku, kami ingin membuat bingkai untuk cermin besar."

Mendengar hal itu, kami akhirnya mendapatkan ide.

Kami akan membuat sebuah bingkai kayu yang dekoratif untuk sebuah cermin yang
panjangnya dua meter. Masing-masing kelas akan ditugaskan satu bagian ukiran kayu. Saat
itu selesai, cermin dan bingkai itu akan disimpan di SMP Kaburaya, untuk selamanya
menyinari junior kami.

Jika kau bertanya padaku apa itu ide yang bagus atau buruk, aku akan mengatakan itu
pilihan yang buruk. Bahkan walaupun itu lebih baik daripada tidak sama sekali, itu tidak
berguna dan terasa seperti setelah beberapa tahun, akan menjadi subjek cerita hantu.

Dengan keputusan itu, langkah awal dari proyek yang sebenarnya adalah agar semua orang
mendesignnya.

Takasu-san dari kelas 2 akan ditugaskan mendesignnya.

Saat aku mendengarnya, aku mengerti alasan dibalik keputusan itu. Ami Takasu-san pernah
memenangkan medali perak dalam ajang kompetisi tingkat kota. Dia juga pernah
merancang maskot untuk ajang olahraga semua dilakukan oleh dirinya sendiri. Dia mungkin
juga yang paling memiliki keahlian dalam menggambar seangkatan kami.

Design Takasu-san dibagi menjadi sepuluh bagian, secara merata untuk lima kelas. Setiap
kelas akan bertanggungjawab membagi pekerjaan dan mengukir bagiannya.

Setelah setiap bagian dipotong kembali bersama, itu akan berhasil diselesaikan.

Ini tampaknya tidak menuntut terlalu banyak waktu dan usaha. Selama periode itu, kami
juga harus mempersiapkan diri untuk ujian masuk sekolah tinggi. Hingga Desember,
rasanya seperti kami menyiapkan diri untuk berperang. Semua orang pasti berpikir dengan
cara yang sama - jika ide itu terlalu merepotkan, kita tidak akan mampu melakukannya.
Tidak ada yang menyuarakan ketidaksetujuan mereka, dengan begitu, kami mulai
mengerjakan proyek kelulusan kami.

Design Takasu-san memiliki gaya orthodox didalamnya- mengikuti rambat pohon anggur di
sekitar tengah frame, batang tanaman merambat dan daun yang menutupi apapun, dan
buah-buahan tergantung dari lekukan cabang dalam rumpun yang kaya, menciptakan citra
yang subur. Beberapa bagian sudah dihiasi dengan kumbang dan kupu-kupu, saat
beberapa burung melayang pada yang lainnya.
[T/N : Paragraf ini agak susah diterjemahin, banyak vocab yang TL baru liat]

Walaupun aku mengatakan semua ini, faktanya, aku hanya pernah melihat design
penuhnya setelah proyek sudah selesai. Pada awalnya, kami hanya menerima balok kayu
berukuran sepuluh centimeter dan design bagian yang ditugaskan pada kami.
.
Grup kami sudah disediakan design untuk bagian kiri dari cermin. Sajima sudah
memberitahu kami bahwa atas dan bawah cermin memiliki design yang sangat mendetail,
sedangkan bagian kanan dan kiri lebih sedikit. Oleh karena itu, kami mengadakan diskusi
dan memutuskan kelompok yang akan bertanggung jawab untuk memahar satu bagian atas
atas atau bagian bawah. Sedangkan grup yang mengerjakan bagian kanan dan kiri akan
mengerjakan dua karya dari kayu.

Dari dua bagian yang ditugaskan, satu digambarkan lilitan tanaman merambat dan banyak
hiasan daun subur. Ini dianggap salah satu bagian yang paling mudah. Namun, design
untuk bagian lain menunjukan sebuah burung yang mematuk anggur yang tumbuh di
sebuah jalar.

Anak laki-laki di grup menggerutu :

Kenapa kita yang hanya ditugaskan mengikur burung, huh?

Yang lain hanya perlu untuk memahar jalar. Bagaimana kita melakukan ini?

Bahkan walaupun kalimat itu terlalu berlebihan, mereka punya alasannya. Design grupku
lebih banyak tuntutan dibanding yang lainnya. Pendapat mereka kalau beban kerja tidak
dibagi secara merata memang benar.

Tapi ....

Tidak ada yang bilang ini akan dibagi dengan adil, bukan?

Bantahan ini benar. Aku adalah biasanya orang yang mengatakan hal ini.

Ketika mereka mendengarnya, anak laki-laki menjadi diam. Ketika mereka menyadari kalau
mereka tidak perlu mengerjakan tugasnya sendiri, mereka pasti sudah mulai merayakannya
dalam hati mereka diam-diam. Design yang rumit, jadwal yang sempit, dan ujian yang
menjulang... dengan mempertimbangkan semua faktor-faktor ini, meninggalkan pekerjaan ini
kepada anak laki-laki yang tidak memiliki pengalaman memahar akan mengambil risiko yang
terlalu besar.

Sebelumnya, Fuku-chan sudah mengatakan kalau apa yang paling aku hargai adalah sikap
netral. Karena aku tidak suka membicarakan diriku sendiri, aku sudah mengabaikan katakatanya dulu. Namun, memikirkannya sekarang, itu sudah jelas kalau Fuku-chan sungguh
mengerti aku.

Tapi ketika dihadapkan dengan pekerjaan yang tidak cocok untuk proyek kelulusan, hal
yang bisa aku lakukan hanya menerimanya.

Beruntungnya, aku dianggap cukup mahir memahat dan Mishima, seorang gadis dari Klub
Seni Rupa, juga di dalam grup. Keahliannya yang sebenarnya adalah menggores, tapi dia
masih lebih terampil dibanding denganku dalam memahat. Dua balok kayu bagai sepotong
kue bagi kita berdua...Walaupun, kami akui, selama proses mempelajarinya sedikit
membuat menderita.

Mishima dan aku pernah berbincang sebelumnya. Walaupun aku mungkin berbicara
demikian, Mishima adalah orang yang menjaga dirinya sendiri dan menutup dirinya dari
orang lain. Jadi mungkin, dalam sepuluh hari kami bekerja sama untuk menyelesaikan
proyek kelulusan, aku merasa bahwa kami sudah saling bertukar rahasial satu sama lain.
Dia mendengar mimpiku menjadi seniman manga, bagaimanapun juga. Mishima tidak
mengejekku tentang hal itu, juga dia tidak memberitahuku aku bisa melakukannya tanpa
berpikir dua kali. Dia hanya tersenyum dan berkata Itu akan sulit.

Burung yang aku ukir dengan Mishima. Pada saat itu, aku tidak tahu tipe burung apa itu.
Aku bertanya :

Apa ini walet?

Aku pikir begitu.

Baiklah. Berarti ini walet.

Kami mulai menyamakannya dengan seekor walet setelah berbincangan singkat.


Memikirkan hal itu sekarang, itu mungkin seharusnya seekor burung kolibri.

Pada akhirnya bagiku, membuat graduation piece itu adalah kenangan yang bagus.

Ada juga hal kecil yang tidak perlu disebutkan. Selama tahap akhir ukiran kami, salah satu
anak laki-laki yang tidak pernah bekerja tiba-tiba mengeluh:

Kau tahu, orang-orang yang berbakat adalah orang yang memonoli seluruh proyek ini. Jika
ini berarti bagi kita untuk membuat kenang-kenangan, lalu tidak ada artinya membuat orangorang yang tidak memiliki kemampuan ikut berpartisipasi.

Aku ingat ini adalah yang dia katakan.

Lalu, kenapa kau tidak mengatakannya dari awal? Kau bahkan memilih menunggu sampai
akhir untuk mengungkitnya. Aku punya banyak hal yang ingin aku katakan. Juga, aku
bahkan terbiasa lebih blak-blakan dibanding bagaimana aku yang sekarang.

Apa kau bodoh?

Mungkin itulah hal yang aku katakan padanya.

Dan juga, kami selesai memahat dua balok kayu tanpa halangan. Porsi yang aku ukir tidak
sebagus Mishima, tapi itu lebih identik dengan design originalnya. Aku puas.

Grup yang lainnya menyelesaikan ukiran mereka satu demi satu. Lilitan dan pengeritingan
jalar anggur, yang tunggal, anggur besar yang mengambil lebih dari setengah ruang di
papan, satu dan setiap karya bergantian datang bersama.

Akhirnya, hari untuk menyerahkan hasil kerja kami telah tiba.

Masalah telah terjadi pada hari itu juga... Grup yang tetap menunda menyelesaikan
bagiannya menyerahkan sesuatu yang menyebabkan rahang semua orang jatuh.

Grup yang telah ditanggung jawabkan untuk design bagian bawah cermin. Dalam design
Takasu-san, tanaman merambat dimaksudkan untuk menggantung ke bawah dan
melengkung sedikit. Cabang pohon horizontal seharusnya ditempatkan dimana jalar mulai
menggantung. Bahkan walapun itu akan sulit untuk membuat jalar teruntai alami, dibanding
walet kami, itu termasuk tugas yang lebih mudah.

Meskipun begitu, pada papan kayu yang mereka diserahkan, hanya ada satu pensil lurus,
anggur horizontal. Tidak, kau bahkan tidak bisa mengatakan bahwa itu seharusnya itu
pohon anggur. Tongkat sangat lusuh sudah ukir di tengah papan.

Ukiran ini tidak mengikuti designnya sama sekali. Itu adalah hasil bermalas-malasan. Saat
aku mengingatnya, ketika Sajima-san menerimanya, mukanya memerah dan suaranya
mendeking dengan kemarahan.

Apa-apaan ini? Mengapa kalian tidak bilang kalau kalian tidak bisa
melakukannya...Mengapa itu terlihat sangat berbeda dengan designnya?!

Disisi lain, anak laki-laki yang menyerahkan papan kayu tidak bergerak.

Karena itu terlalu merepotkan untuk menaikan dan menurunkannya katanya.

Ini sudah menjadi bagian Oreki di graduation piece.

Tidak ada waktu untuk mengulang ukirannya. Bingkai cermin sudah selesai sebelum
cerminnya sendiri bisa dibeli. Tidak ada yang bisa dilakukan. Ukiran Oreki sudah termasuk
ke dalam bingkai.

Aku juga sudah membantu untuk memasangkan bingkainya bersama. Ini diselesaikan di
gedung olahraga. Kami sudah membentangkan koran di atas lantai sebelum memulai
pekerjaan kami. Ketika koran-korannya sudah cukup menutupi areanya, kami menempatkan
semua ukiran oleh setiap kelas diatasnya. Karena setiap papan memiliki nomor tugas yang
sesuai di atasnya, kami hanya perlu mengikuti nomor dan meletakan semuanya bersama.

Saat semua ruas sudah ditempatkan secara sempurna, kami harus merekatkannya dengan
perekat. Perekatnya sangat kuat, sehingga membuatnya sedikit penuh risiko. Oleh karena
itu, tugasnya diserahkan pada guru. Memakai sarung tangan dan menggunakan sikat, sang
guru membungkuk dan mengelem papan kayu bersama sepotong demi sepotong. Muridmurid membatu mengurutkan potongannya berdiri disamping dan dengan tenang
melihatnya. Selama musim dingin, hari-hari sangat singkat. Aku ingat pada saat itu, langit
sudah berubah jadi hitam. Itu mungkin akan turun salju juga.

Pada akhirnya, sang guru selesai menerapkan perekat. Dia dengan pelan-pelan meluruskan
punggungnya dan berkata,

Baiklah, ini sudah selesai.

Karena kita tidak diizinkan untuk memindahkannya saat lemnya masih mengerih, kami
berdiri di tempat kami dan mengukur bingkai yang dibiarkan di atas koran-koran. Sebelum

itu, aku merasa bahwa kamu tidak perlu banyak orang untuk menempatkan semuanya
sama-sama.

Tapi, aku pikir bahwa semua murid yang ada di gedung ulah orang pasti akan merasakan
pencapaian yang melampaui kata-kata. Aku mendengar beberapa anak laki-laki di
sebelahku membicarakan hal itu.

Ini tak begitu buruk.

Ya.

Sejujurnya, untuk sesuatu yang dibuat oleh sekelompok anak SMP, bingkai cerminnya
cukup bagus.

Dalam produk jadi itu, bagian-bagian yang Mishima dan aku sudah kerjakan sedang
ditegakkan . Itu tidak penting kalau pujian ini datang dariku. Aku benar-benar puas dengan
bagaimana itu terlihat. Bagian kita berdiri di atas semua ruas sekitarnya. Itu sangat bagus
sekali.

Akan tetapi, ada juga bagian dari sepuluh papan balok yang tidak diselesaikan dengan baik.
Mereka telah disatukan dengan kasar - beberapa tanaman merambat tampak jelek karena
mereka telah ukir terlalu tipis, dan pada bagian lain, daun belum terhubung ke tanaman
merambat, membuatnya tampak seolah-olah daun itu mengambang. Namun, tidak ada
pertanyaan kalau "tongkat" yang sudah Oreki ukir adalah yang paling ceroboh.

Tetap saja, aku bisa tenang sedikit sekarang. Itu benar bahwa jika seseorang mencoba
menghubungkan semua lengkungan pada karya seni bersama-sama, satu-satunya aspek
yang jelek adalah rambatan lurus yang dibuat Oreki. Akan tetapi, bagian kecil ini tidak terlalu
besar kecacatannya ketika kau melihat seluruh bingkainya. Beruntungnya, papan kayu Oreki

ditempatkan dibawah terbawah cermin, jadi itu cukup tidak mencolok, dan jalar anggur
semuanya menyertainya dari kiri ke kanan. Dengan demikian, semoga, tidak ada yang akan
mengatakan bahwa Hanya kelas 5 yang bermalas-malasan.

Karena itu akan mengambil dua atau tiga hari agar lemnya mengering, kami sudah
melakukan semua yang kami bisa hari itu. Setelah itum ketika kami membersihkan korankorannya dan membubarkan diri, Takasu-san datang ke gedung olahraga.

Bahkan walaupun aku tahu Takasu-san yang terkenal, kami tidak pernah satu kelas dengan
begitu aku tidak bisa mengenali mukanya. Mulanya, dalam imaginasiku, Takasu-san
memiliki figur seperti seniman. Aku tidak akan mengira kalau dia memiliki muka yang tajam
dan keras. Aku hanya menyadari kalau wanita itu Takasu saat aku mendengarnya dari salah
seorang yang berbisik Oh, itu Takasu-san.

Dia tidak sendirian, tapi ditenami oleh tiga perempuan yang tampak seperti temantemannya. Dia berteriak pada salah satu dari kami, dan bertanya:

Bagaimana? Apa itu sudah selesai?

Nadanya tidak terduga sangat kurang ajar. Aku tidak bisa apa-apa selain merasakan
gelombang yang tidak nyaman menyapuku. Aku tidak bisa menggambarkan hubungan di
antara design mulia yang merampas perhatian semua orang, dengan tawanya. Mereka
tampak darang dari dua orang yang terpisah.

Keempatnya bercakap-cakap dan tertawa saat mereka mendekati bingkai cerminnya.

Aku sudah berpikir bahwa hasil yang sudah selesai ini akan membuat Takasu-san senang.
Bahkan jika ada beberapa bagian yang tidak diselesaikan dengan baik, tidak ada yang bisa
menduga sesuatu yang dibuat seluruh kelompok akan jadi sempurna. Dan bahkan

walaupun kami tidak meniru design Takasu-san sampai ke akarnya, aku merasa bahwa
hasilnya lumayan jika melihat rata-rata semua kemampuan kami. Sebagian siswa yang
membantu memasangkang bingkainya jatuh kedalam keheningan.

Akan tetapi, saat Takasu-san melihat ukirannya, senyum di mukanya tiba-tiba membeku.

Um

Rasa dingin berlari ke tulang belakangku ketika ekspresinya berubah. Melihat raut mukanya
menjadi gelap, aku sudah belajar apa arti Kehilangan semangat. Setelah itu dia tiba-tiba
menggoyangkan kakinya.

Takasu-san mengangkan lengannya, menunjuk salah satu bagian dari ukirannya.

Apa...Apa yang terjadi di sini?

Bagian yang dia tunjuk adalah hasil kerja setengah-setengah Oreki. Suara tangisan Takasusan menggema ke seluruh ruang olahraga.

Apa-apan ini? Mengapa bisa seperti itu?! Ini sudah terlalu jauh! Jangan bercanda
denganku! Ini terlalu berlebihan!

Melihatnya menjadi histeris, tiga perempuan segera menenangkannya. Mereka terus


berkata sesuatu seperti Apa masalahnya? dan Tenanglah, okay?.

Akan tetapi, pada akhirnya, Takasu-san menangis. Dia menutupi wajahnya, dan detik
berikutnya mengeluarkan isak tangisnya. Setelah sampai kehabisan akal mereka, ketiga
perempuan itu berbalik dan membentak pada murid yang sedang membantu :

Apa artinya ini? Siapa yang melakukannya?

Ini adalah kenangan terakhir SMP! Kaian sebaiknya memikirkan sebuah solusi!

Minta maaf! Minta maaf pada Ami sekarang!

Bahkan jika dia mengatakannya, seseorang yang memahat bagiannya sedang tidak ada.
Tidak ada yang bisa menyelesaikan situasinya, dan Takasu-san terus menangis tersedusedu sendirian. Dia bahkan tidak berhenti ketika guru mencoba menenangkannya.

Pada akhirnya, sang guru melihat pada murid-murid yang membantu menyatukan
bagiannnya dan berkata:

Kelas mana yang ditugaskan untuk bagian ini?

Semua orang selain Takasu-san mulai saling melihat satu sama lain. Di tengah situasi ini,
aku harus mengumpulkan keberanianku.

Sekarang aku memikirkan hal itu, bagiku itu membutuhkan kurang dari sepuluh detik...

Kelas 5

Ketika aku melaporkan kelas yang bersangkuta, ketiga perempuan itu melotot tajam ke
arahku.

Mereka mulai menyemburkan suatu ancama seperti, Aku akan menghajarmu sampai mati
atau Kenapa kau tidak mati saja?, Hanya pasrah ketika guru datang menyelamatkanku
dan berkata, Itu tidak dilakukan oleh Ibara.

Selama proyek kelulusan, kelas 5 sudah bermalas-malasan. Ini membuat designernya, Ami
Takasu-san, menangis tersedu-sedu...Berita ini sudah tersebar ke seluruh sekolah di hari
berikutnya. Kelas 5 sudah menawarkan namanya pelakunya, dan semua orang menjadi
tahu Oreki sebagai penjahatnya.

Beberapa orang di kelas mengutuk Oreki.

Kau harus menanggung tanggung jawabnya.

Pergi dan minta maaf sekarang.

Kelas 5 mendapat reputasi buruk sekarang berkatmu.

Laki-laki itu(Oreki) benar-benar mengabaikan semua kata-kata mereka.

Tidak ada seorangpu yang melindungi Oreki. Selama istirahat, Oreki jarang ada di kelas.
Karena aku anggota perpustakaan, aku tahu kalau dia pergi ke perpustakaan. Dia tidak
pergi ke perpustakaan untuk meminjam buku, tapi membaca bukunya miliknya...Aku sudah
melihat ini beberapa kali.

Menurut pendapaku, apa yang telah terjadi tidak dapat disematkan hanya pada Oreki. Dia
bukan satu-satunya yang bertanggung jawab atas bagian tersebut. Lagi pula itu sudah
diselesaikan oleh seluruh kelompoknya. Di Kelas 5, setiap kelompok terdiri dari enam
anggota, yang berarti bahwa, selain Oreki, ada lima orang lain yang harus menanggung
tanggung jawab yang sama atas apa yang terjadi dengan proyek kelulusan. Ini sudah jelas,
namun, semua kesalahan yang telah didorong pada Oreki. Itu tidak adil. Terus terang, setiap
kali aku melihat bahkan teman kelompok Oreki menghina dia, aku merasa sangat gerah.

Akan tetapi, Aku tidak berpikir kalau Oreki adalah korban yang tak tahu apapun mengenai ini
semua. Dia jelas sudah membuat beberapa kesalahan. Aku tidak pernah bertukar kontak
mata dengannya saat dia duduk sendirian membaca buku di perpustakaan

Hari-hari Oreki menanggung hinaan abadi teman sekelasnya yang menumpuk padanya
tidak berlangsung lama. Setelah kejadian itu, SMP Kaburaya memasuki liburan musim
dingin. Setelah liburan berakhir, kami mulai semester ketiga, setelahnya, tidak ada yang bisa
meluangkan usahanya untuk memikirkan tentang proyek kelulusan, karena.....

Ujian masuk SMA sudah ada di depan kami.

Sore ketika aku bertemu Ikehira, aku duduk di belakang meja di ruanganku dan memikirkan
tentang kejadian yang sudah lalu ini.

Sejak aku masuk SMA, bergabung Klub Sastra Klasik, dan berbicara banyak hal dengan
Oreki, aku terus tergantung tentang insiden kelulusan. Bahkan walaupun aku tidak pernah
berpikir bahwa Oreki satu-satunya yang salah, pada saat itu, aku pikir kalau Oreki tidak suka
bekerja karena itu merepotkan, sehingga dia menyelesaikan pekerjaannya dengan apatis.
Yang membuatnya menjadi seorang yang tidak bertanggung jawab.

Setelah itu, banyak hal yang terjadi.

Satu-satunya alasan aku bergabung dengan Klub Sastra Klasik adalah agar bisa lebih
dengan Fuku-chan. Aku tidak peduli dengan Oreki sama sekali. Namun, setelah aku
melihatnya berusaha menyelesaikan beberapa insiden, Aku sekarang merasa bahwa aku
tidak mengerti dia sebanyak yang aku pikirkan. Atau, lebih seperti aku dari awal aku tidak
pernah mencoba mengerti dia.

Dia sudah bekerja dengan kami untuk memecahkan alasan di balik kesedihan Chi-chan.

Dan kemudian, dia pergi melalui proses yang rumit membantu kelas senior. Mereka
sebenarnya asing bagi kami namun dia membantu mereka untuk menyelesaikan film
mereka yang belum selesai.

Beberapa contoh serupa seperti ini terjadi lagi dan lagi. Aku benar-benar terkejut melihat
Oreki ikut dan menyelesaikan semua masalah itu. Bagaimana seorang laki-laki yang malas
seperti Oreki bisa sangat proaktif?....Itu sudah dalam pikiranku saatu itu. Namun, apa yang
tampak aneh bagiku adalah suatu hal yang lain yang sudah terjadi.

Aku ingat seharusnya ada di sekitar sini

Aku bergumam pada diriku sendiri saat aku mencari sesuatu di rak bukuku. Menjaganya
tetap rapi adalah hasil kehati-hatianku. Itu membutuhkan waktu singkat untuk menemukan
apa yang aku cari.

Sebuah salinan dari Hyouka. Itu sebuah antologi aneh yang tidak pernah menetap pada
topik yang difokuskannya. Faktanya, tahun lalu, aku mengerjakan semua pekerjaan
mengedit sendirian. Aku pernah membuah sebuah kesalahan atas kecerobohanku ketika

tiba saat mencetak jumlahnya. Setelahnya,aku menjejalkan salinan ini ke dalam rak bukuku
tanpa melihat dua kali, sampai sekarang.

Tidak perlu membukanya. Aku masih bisa ingat sebagian besar isinya.

Apa yang aku temukan keanehannya adalah betapa cermatnya Oreki menulis naskah untuk
antologi ini.

Kapan pun sesuatu yang menarik terjadi, itu sangat mudah untuk memanggil energi dan
antusias. Contohnya selama festival olahraga, atau menghadiri pernikahan saudaramu. Ini
adalah dua skenario yang khas. Jika seseorang mendengar, Oh Tuhan, seseorang mati di
dalam ruang yang terkuci! mereka akan buru-buru ke tempat kejadian, dengan jantung
berdebar. Ini juga adalah reaksi yang sangat normal.

Dibanding hal itu, menulis sebuah artikel itu pengalaman yang sangat berbeda. Dalam
keadaan seperti itu, sangat sulit untuk jadi lebih energik. Ambil Fuku-chan sebagai contoh,
dia seharusnya menggunakan banyak usaha sebelum dia bisa menghasilkan sebuah
naskah untuk Hyouka. Karena aku menyukainya, aku menyuruhnya duduk di ruang klub
dan memarahinya.

Aku sudah memberitahumu, Fuku-chan, Aku sudah memberitahumu dari awal. Apa kamu
mendengarnya? Bukankah aku sudah memberitahumu kalau tinggal menulis sesuatu yang
menarik? Masalahnya adalah idemu. Tentu saja itu penting supaya bisa menarik, tapi itu
bukan hanya sesuatu yang menarik, Dengar, apa yang kamu sudah tulis di sini belum
selesai. Entah itu sesuatu yang menarik atau sesuatu yang tidak penting, kamu harus
mengerjakan pekerjaanmu dengan benar. Ini semua karena kamu tidak mendengarkan
dengan baik kalau deadline sudah dekat sekarang. Kamu sebaikanya memikirkan apa yang
telah kamu lakukan. Apa kamu sudah memikirkannya? Kamu seharusnya sudah
memikirkannya. Baiklah, aku akan membantumu memikirkannya. Duduk di sini!

Aku tidak mengatakan kalau Fuku-chan tidak ada harapan. Akan lebih baik melihat ini
sebagai kejadian yang normal. Dibanding dengan Hyouka, penerbitan untuk Klub Manga
bahkan lebih... tidak aku seharusnya tidak terlalu memikirkannya.

Kembali ke topik, Oreki memiliki raut tidak sabar di mukanya saat dia berkata Ini, dan
memberikan naskah untuk Hyouka padaku. Pada saat itu, aku masih bernegosiasi dengan
printerna dan bahkan belum menetapkan tanggal untuk menyerahkan naskahnya. Wajahku
menjadi tanpa ekspresi, tapi sebetulnya, aku merasa sangat terkejut. Kalimat yang selalu dia
katakan supaya bertindak dingin Apa yang seharusnya aku lakukan, aku melakukannya
dengan cara yang sederhana Aku selalu beranggapan kalau itu adalah kalimat yang
diucapkan orang-orang malas. Sesaat setelah aku menyadari bahwa Oreki memegang
mottonya. Dia tidak akan menghindari sesuatu yang dia harus lakukan. Mungkin.

Meilihat saat aku menghabiskan waktu di Klub Sastra Klasik, yang juga tahun aku mulai
melihat diri menyedihkan Oreki, aku mulai berpikir tentang kejadian itu sekali lagi.

Proyek kelulusan sudah menjadi bagian penting bagi semua kelas tiga. Apa Oreki
digolongkat yang akan memilih bermalas-malasan bahkan selama kejadian penting
semacam itu? Apa dia semalas itu?

Aku beguling-guling di atas tempat tidurku..

Ada yang aneh.

Aku merasa ada sesuatu yang hilang. Dulu apa dia berniat melakukan sesuatu? Dia pasti
punya sebuah rencana. Hanya sekarang, juga kemudian, itu mengenaiku. Apa ukiran kayu
sederhana itu sembunyikan? Itu seharusnya ada hubungannya dengn Oreki yang bertindak
sangat berbeda.

Bahkan walaupun itu sudah lama, aku ingin mengetahui apa yang sebenarnya terjadi.

3.

Di hari pertama investigasi kecilku, aku berhasil mengatasi hambatan menjengkelkan.

Aku sampai di Ruang Geografi tepat setelah kelas usai. Karena itu sesuatu yang harus
dilakukan dengan Oreki, aku bisa langsung memintanya untuk mengungkapkan seluruh
kebenarannya. Ini adalah rencana pertamaku. Ini malah jadi kesempatan yang sempurna.
Seperti biasa, Oreki duduk di samping meja ketiga, sedang membaca buku ditangannya

Oreki satu-satunya yang berada di ruang klub. Jika ini hari biasa, aku akan meratapi nasib
burukku. Tapi, hari ini, membaca buku di tangannya dengan cara membosankannya. Saat
aku memasuki ruangan, dia hanya mengangkat kepalanya untuk melihat sejenak sebelum
kembal ke bukunya. Hal ini terjadi seperti biasa.

Jadi, ketika aku menempatkan tasku dan mendekati Oreki, dia tidak keberatan. Buku apa
yang laki-laki ini baca? Aku memiringkan wajahku untuk mengintip sampulnya, dan seperti
jika sebuah roda gigi mulai bergerak, Oreki juga memiringkan bukunya dan
menyembunyikan judulnya. Aku kembali ke posisi semula, dan Oreki mengikutinya dengan
mengembalikan bukunya kembali ke posisi semula. Oreki tidak akan membawa buku yang
dipertanyaan ke sekolah, jadi apa yang dia coba sembunyikan? Saat aku memikirkan ini,
suaraku menajam sedikit :

Aku punya sebuah pertanyaan untukmu.

Aku membuat ini seperti sebuah introgasi.

Sebuah pertanyaan untukku? Oreki menunjuk dirinya sendiri dan bertanya, dengan
bingung dan terkejut. Bahkan jika itu Oreki, aku harus mengakui bahwa apa yang aku
katakan itu salah.

Um. Maaf. Aku tidak akan mengkritikmu. Aku hanya ingin bertanya sesuatu tentang masa
lalu.

Sesuatu tentang masa lalu...

Saat dia mengatakannya, Oreki menaruh bukunya di meja tidak lupa untuk
menyembunyikan sampulnya.

Jika ini tentang sejarah, Satoshi lebih tahu dibandingkan dengan aku.

Aku tidak punya kesabaran untuk bermain-man. Aku menarik sebuah kursi dan duduk tepat
di depan Oreki.

Ini tentang apa yang sudah terjadi saat SMP.

Satoshi lebih tahu tentang hal itu dibanding denganku aku juga.

Ini tentang proyek kelulusan.

Oreki langsung bertemu mataku, ketajaman terlintas di wajahnya. Perlahan, dia berkata,
Bukankah Satoshi lebih tahu tentang hal itu dibanding denganku?

Dia benar. Fuku-chan pernah jadi bagian dari komite untuk proyek kelulusan. Oreki
membawa nama Fuku-chan seperti yang terduga. Namun, ini masih terasa seperti
menghindariku, atau aku terlalu memikirkannya?

Aku berkata pada Oreki dengan blak-blakan, Ini tentangmu. Jangan kau berani berkata
kalau Fuku-chan lebih tahu lagi.

Baik, baik, cepatlah dan tanyakan.

Aku mengepalkan tanganku menjadi sebuah tinju dan meletakannya di atas meja. Kau
tidak lupa, bukan? Cermin besar itu, dan ukiran pada bingkai cermin...Kau bermalasmalasan saat kau mengerjakannya, bukan?

Jadi itu tentang itu. Kenapa kau menanyakan tentang ini sekarang?

Aku bertemu Ikehira kemarin. Kami membicarakan tentang kau.

Mengatakan ini, aku pikir bahwa laki-laki ini mungkin melupakan nama teman sekelasnya.
Jadi, aku menambahkan Ikehira itu perempuan di kelas 3-5.

Ya, aku tahu.

Aku ingin tahu jika itu kebenarannya.

Oreki memalingkan matanya.

Itu benar. Tinggi rata-rata, tidak gendut atau gemuk...mata dan rambut hitam.

Apa kau pikir aku idiot?

Mendengarnya, Oreki sedikit mengedutkan alisnya. Dia meletakan satu tangan ke bukunya.

Aku hanya mendapat bagian yang bagus.

Sunggh? Aku minta maaf.Lalu, kita akan bicara nanti.

Tak apa.

Oreki meletakkan bukunya sebelum menaruh kedua tangannya di meja. Aku menyebabkan
kelas dalam masalah selama insiden itu. Bahkan walaupun itu sudah berakhir. Itu tidak
benar untuk jadi tidak sensitif, jadi aku akan minta maaf lagi : aku minta maaf.

Dia menundukkan kepalanya setelah bicara.

Melihat sikap ramahnya, aku bahkan merasa putus asa. Aku belum pernah membayangkan
kalau dia akan menggunakan trik seperti itu padaku. Kami sudah tahu sama lain dalam
waktu yang lama, jadi tanpa usaha bagiku untuk melihat dibalik tipuan kecilnya. Dia
menundukan kepalanya dengan tujuan mengakhiri percakapan ini itu cukup jelas bagiku.

Aku tidak mengharapkanmu untuk meminta maaf. Baiklah, lalu akan bertanya saja...
Mengapa kau melakukannya?

Hm, mengapa

Oreki berhenti beberapa saat.

Setiap orang itu berbeda, dan tidak semua orang berbakat sepertimu.

Aku sudah tahu kalau kau tidak kompeten. Jadi, mengapa kau mengatakan kalau kau
memahatnya seperti itu dikarenakan kecerobohanmu?

Jika dia berencana mengatakannya, aku sudah siap untuk berteriak Omong kosong!
sebagai balasannya. Ukiran abnormal Oreki bukanlah karena pengerjaan yang payah, tapi
karena dia terlalu malah untuk menguji seluruh designnya sebagai mestinya.

Masih ada alasan lain, tapi aku tidak bisa mengingatnya sekarang.

Kau tak bisa ingat?

Kepalaku dipenuhi dengan pikiran tentang ujian. Itu hanya sesuatu untuk kelulusan, bahkan
jika aku berusaha melakukannya, tidak ada yang sadar, jadi itu akan baik-baik saja jika aku
mengerjakannya dengan kasar...Bahkan walaupun aku tidak bisa mengingatnya sekarang,
itu mungkin apa yang aku pikirkan dulu.

Hah?

Aku membungkuk kedepan mengamati Oreki saat aku berkata, Maksudmu kau bermalasmalasakan karena kau sedang bersiap untuk ujian? Tidak ada alasan lain, bukan?

Aku tidak bisa bilang dia berbohong atau tidak. Mengecewakan. Namun, Aku masih bisa
membaca sesuatu dari ekspresi di mukanya. Kesabaran Oreki tampaknya mulai goyah.

Ekspresi Oreki berubah.

Seseorang akan merasa gugup jika mereka ditatap oleh seseorang tepat di depan mereka.
Mereka bisa merasakan tidak nyaman, malah.

Berdasarkan alasan ini, kemudian, wajah Oreki berubah sedikit memerah.

Oreki.

Apa?

Walaupun aku memanggilnya, aku tidak pernah berpikir apa yang aku ingin katakan.
Bukankah wajahmu memerah? Kenapa wajahmu memerah? Apa kau marah?

Setelahnya, aku mencoba segala macam cara. Aku mencoba menyikunya, tapi Oreki
mengulanginya, mengatakan Aku lupa dan Aku tidak bisa mengingatnya sekarang, tidak
pernah membiarkanya keluar.

Dalam hal ini, aku harus mengapitnya.

Jika aku bisa menemukan apa yang terjadi dulu, Oreki tidak akan punya jalan untuk kabur
dan mungkin kemudian dia akan menumpahkannya, Tapi bagaimana aku mengaturnya?
Sore itu aku duduk di depan mejaku di rumah dan berpikir tentang itu lagi dan lagi. Akhirnya,
aku memutuskan bertanya pada teman sekelas yang pernah satu grup dengan Oreki adalah
solusi terbaik.

Aku tidak bisa mengingat siapa yang pernah satu grup dengan Oreki. Waktu seperti ini
disebut waktunya melihat album kelulusan. Terlepas dari foto kelas, album ini juga berisi
foto-foto yang kelas 3-5 ambil bersama. Aku tidak tahu apa yang kelas lain lakukan, tapi di
kelas 5, setiap grup sudah mengambil foto bersama. Aku tidak menduga foto-foto
membuktikan kegunaannya sekarang.

Aku mengambil album dari rak buku, membukanya di atas meja, dan membalikan ke
halaman kelas 3-5. Walaupun kameramen sudah memberitahu kami untuk tersenyum,
wajah Oreki tetap tidak berubah. Ada lima orang teman sekelas bersama dia. Selama satu
dari mereka masuk ke SMA Kamiyama, aku bsa menemukan jawabku.

Ah Yes!

Ketemu. Aku mengetuk foto mereka dengan telunjukku.

Kei Shibano. Walaupun dia plin-plan, aku ingat kalau dia pernah bersikap baik pada mereka
yang depresi. Mottonya adalah, Aku harus mengurangi berat badan. Dia pernah sedikit
gemuk, tapi aku merasa kalai itu bukanlah sesuatu yang seharusnya dia khawatirkan.

Tentu saja, aku sering melihatnya di SMA Kamiyama. Kami pernah berada dalam satu kelas
olahraga tahun lalu. Ini hebat Shibano adalah seseorang yang mudah aku ajak ngobrol.

Aku tidak tahu kelas mana dia berada, tapi itu sama sekali bukanlah masalah besar. Aku
hanya harus menunggu sampai besok. Untuk saat ini, aku mengesampingkan masalahnya.

Aku jarang punya kesempatan untuk mengeluarkan albumnya. Tidak ada alasan untuk tidak
melihat Fuku-chan. Jadi, aku membalikkan halamannya.

Saat aku menemukan Satoshi Fukube di kelas 3 saat SMP, aku tertawa puas.

Hahaha! Dia sangat kecil!

Fuku-chan masih terlihat seperti perempuan sampai sekarang. Sulit untuk mengatakan
kalau dia kelas 2 SMA. Namun, sangat mudah untuk melihat dari foto ini kalau dia sudah
berubah sejak dulu. Itu seharusnya sama denganku.

Benar. Sekarang aku sudah mendapatkan eye candy*-ku, saatnya untuk belajar.
[T/N: *eye candy disini maksudnya semacam melihat sesuatu yang menyehatkan
mata. Kalau di kita itu contohnya kalau kita ngelihat cewek cantik/sexy atau semacamnya
haha]

Hari berikutnya, aku menemukan kelas mana Shibano berada. Ini lebih mudah dibanding
yang aku bayangkan. Aku dapat informasi dari kedua temankum dan menemukan dia
berada di kelas D. Aku mendapatkan ini saat akhir jam ke tiga, tapi memutuskan untuk
menunggu sampai istirahat makan siang sebelum mencarinya.

Aku tidak punya bekal untuk makan siang. Sebenarnya, aku bahkan tidak merasa lapar saat
sore. Fuku-chan pernah bilang kalau Itu karena kamu makan terlalu banyak saat pagi.
Dengan kata lain, itu masuk akal. Di sisilain, aku menendang kakinya beberapa kali.
Setelahnya, aku membuat keputusan cepat dengan tidak makan siang.

Aku sampai di kelas D dan menemukan Shibano tanpa banyak usaha, tapi dia masih
sedang makan. Aku mondar-mandir di koridor sebentar, sampai aku pikir itu adalah waktu
yang tepat, sebelum masuki kelas D. Aku sudah menjadi pelajar untuk waktu yang lama,
tapi aku tidak bisa menahan selain merasa gelisah kapanpun aku memasuki kelas orang
lain.

Hm? Ibara? Sangat jarang melihatmu di sekitar sini. Apa kau mencari seseorang?

Ya, aku sedang mencari seseorang.

Siapa yang kau cari? Apa kau perlu bantuanku untuk mencarinya?

Sebenarnya, aku ingin bertanya sesuatu padamu. Apa kau punya waktu sekarang?

Shibano tidak merasa ada yang ganti, dia dengan senang menyetujuinya, Boleh! Mari kita
pergi kesana untuk bicara.

Shibano dan aku berdiri di samping jendela kelas. Seseorang sudah membuka jendelanya
dan angin dingin berhembus kedalam ruangan. Aku tidak bisa menahan selain merasa kalau
aku sudah mengatakan kalimat yang sama ini saat SMP kenangan aneh ini membuat
kepalaku gatal.

Ada apa?

Minggu kemarin, aku bertemu Ikehira.

Oh, Ikehira? Sungguh nostalgia. Aku dengar dia sedang dalam band sekarang.

Aku sedikit terkejut dengan ini. Bahkan kau tahu tentang itu? Tampaknya dia sedang
kesusahan mencari vokalis utama.

Hm? Shibano mengangkat alisnya. Jadi kau akan menyanyi untuk mereka, Ibara? Atau
kau akan membantu mereka mencari vokalis?

Tampaknya dia ingin membantu Ikehira, tapi ketakutkan pandangan tentang menyanyi. Aku
dengan cepat menggoyangkan tanganku dan berkata, Tidak tidak, ini bukan tentang itu.
Kami membicarakan tentang proyek kelulusan. Kau tahu, ukiran untuk bingkai cermin?

Oh, Aku mengerti.

Saat dia mulai mengerti, Shibano mengalihkan matanya.

Kau masih membicarakan tentang itu sampai sekarang? Yah, aku rasa kau akan
melakukannya.

Bagaimana aku seharusnya menanyakannya? Aku punya beberapa opsi. Namun, blakblakan adalah cara terbaik untuk melakukannya. Aku tidak suka bersikap so pintar,
membuang-buang waktu dan kemudian bertanya Jadi, apa yang terjadi dulu? Apa yang
bahkan lebih tidak aku suka adalah membuat orang merasa bersalah dengan menjawab
sebuah pernatanyaan. Jadi aku, berkata,

Aku berada di Klub Sastra Klasik sekarang, Oreki di sana juga. Saat aku membawa
namany, Ikehira benar-benar menolaknya. Aku rasa itu bisa terduga.

Ah, Oreki. Yah, itu benar. Beberapa orang mungkin masih menyimpan dendam.

Saat aku memikirkan tentang hal itu, dan bagaimanapun ada hal yang terasa aneh.

Tanpa mengetahui hal itu, suaraku perlahan naik. Berbicarra tentang Oreki, bukankah
rasanya seperti dia selalu menutup dunianya sendiri, atau dia tidak suka melakukan
pekerjaan?

Aku tidak banyak bicara dengannya, tapi yah, aku rasa dia memberi kesan seperti itu.

Tapi aku tidak berpikir dia adalah orang yang bermalas-malasan... Apa kau ingat apa yang
terjadi saat Festival Olahraga? Osada atau seseorang berkata perutnya sakit dan
mengacaukan tim lari estafet?

Shibano menganggukan kepalanya, ekspresi lelah terlintas di wajahnya. Tentu saja aku
ingat. Aku adalah orang yang menggantikan tempatnya.

Sungguh? Meskipun Osada selalu mencoba membantu orang-orang tanpa memikirkan hal
lain. Hal yang sama terjadi saat lomba paduan suara.

Oh tidak, kami mulai mengenang SMP. Istirahat makan siang sangat singkat, jadi aku harus
menghentikan topik ini dan langsung kembali pada jalur pembicaraan.

Mari kita tidak membicarakan hal itu sekarang .

Aku mendesah lembut dan bertanya,

Apa yang aku tidak mengerti adalah...Mengapa Oreki yang satu-satunya mengerjakan
ukiranya? Itu adalah pekerjaan seluruh grup, bukan? Tapi apa yang aku ingat Oreki adalah
yang satu-satunya yang menyerahkan karyanya. Dan dia menerima semua hinaannya. Apa
yang terjadi sebenarnya?

Oreki tidak kompeten untuk jenis tugas seperti ini. Aku mengetahuinya tanpa perlu
membawanya. Apa yang aku tidak mengerti adalah mengapa Oreki yang satu-satunya
mengerjakan ukiran untuk balok kayu. Di grupku, Mishima dan aku adalah yang
mengerjakan ukirannya. Jika Oreki berada di grup kami, dia tidak perlu mengangkat pisau
ukir.

Pertanyaan ini mengenai tempat sakitnya Shibano, Aku sudah mengantisipasinya bila itu
terjadi. Dia langsung diam, dan ekspresinya menjadi kaku. Aku tidak ada niat menyalahkan
Shibano atau yang lainnya, tapi caraku menyanyakan pertanyaannya pasti membuatnya
salah paham.

Meskipun begitu, Shibano memberitahuku, Jika kau membicarakan hal itu, itu ide Oreki
sendiri.

Hah?

Dia bilang dia tahu seseorang yang bisa membantu dan menyelesaikannya dengan mudah.
Setelah itu, dia mengambil papan kayu dan designnya bersamanya. Kami
mempercainya...Walaupun itu terdengar meragukan bagaimanapun kau mengatakannya.
Tapi setelah Oreki mengatakannya, kami senang untuk menyerahkan tanggung jawab itu
padanya.

Itu tidak begitu berbeda dari apa yan terjadi di grupku. Saat kami mengatakan Para laki-laki
tidak bisa mengukir, mereka membiarkan kami sendiri dan membuat mereka sendiri langka.

Jadi

Ada sebuah desahan.

Jika kami masih SMP, Shibano tidak akan mengeluarkan desahan berat seperti itu.

Jadi, untuk memberitahumu kebenarannya, kami mungkin berhutang sebuah permintaan


maaf pada Oreki.

Aku mengerti.

Walaupun aku menganggung, aku tidak bilang Shibano harus pergi meminta maaf. Aku
ingin tahu jika dia mendapat pesan yang benar? Aku tidak bisa memberitahu hanya dari
melihat ekspresinya.

Saat musim dingin tahun sebelumnya, Oreki sudah menyerahkan graduation piece
sendirian...Ukiran itu bukanlah sesuatu yang seseorang bisa lakukan oleh dirinya sendiri.
Aku sudah mengiranya dengan benar. Dia punya beberapa rencana.

Aku punya satu pertanyaan lagi.

Siapa seseorang yang bisa membantu yang disebutkan Oreki ini Walaupun aku
menanyakan ini, aku tidak berharap sebuah jawaban. Aku tidak berpikir bahwa Shibano dan
Oreki pernah dekat atau akrab satu sama lain. Aku berharap dia tidak tahu siapa itu.

Siapa orang ketiga dalam misteri ini? Hanya satu orang yang datang yang terpikirkan. Itu
hanya bisa satu dari teman laki-laki Oreki, dan satu-satunya yang aku tahu adalah Fukuchan...Tapi, Oreki tidak mungkin bisa setuju untuk mengambil pekerjaan itu dikarenakan
bantuan Fuku-chan.

Seperti yang aku pikirkan tentang semua ini, Shibano tampak ragu. Aku sudah
membayangkannya untuk menjawab Aku tidak tahu, tapi malahan, aku mendengar
Shibano mengatakan ini:

Asami Toba.

Siapa?

Perempuan yang disebut Asami Toba. Dia adalah orang yang Oreki bicarakan.

Itu adalah nama orang asing. Tampak seperti seseorang yang tidak pernah aku temui dalam
tiga tahunku saat SMP. Atau mungkin aku pernah mendengar nama itu di suatu tempat
sebelumnya?

Aku pikir dia adalah pacarnya.

Hm...Aku sungguh tidak pernah mendengarnya sebelumnya. Bahkan walaupun SMP


Kaburaya memiliki siswa yang lebih sedikit dibanding SMA Kamiyama, seharusnya ada lebih
dari 200 siswa. Itu tidak aneh kalau aku tidak tahu seseorang.

Dengan ini, aku akhirnya menyadari kata yang baru saja aku dengar.

Tunggu, apa yang kau katakan?

Pacarnya.

Aku tidak suka membicarakan tentang diriku sendiri, tapi, dalam hal ini, kumohon izinkan
aku untuk berefleksi dalam-dalam mengapa aku bereaksi dengan cara yang memalukan.
Saat aku mendengar keberadaan yang hanya bisa dibilang sesuatu yang sangat aneh, aku
sebenarnya berteriak APAAAA!!? sangat keras yang mengagetkan seluruh kelas. Aku
tidak pernah berpikir ini mungkin.

Semua siswa di kelas D menengok menatap padaku. Aku dengan cepat menutupi mulutku
dengan satu tangan. Tidak baik. Aku sudah berlebihan dan mengganggu orang lain. Tidak,
tapi, itu tidak mungkin. Bukankah yang masih kita bicarakan adalah Oreki?

Melihat aku tidak bisa pulih dari shock, Shibano menurunkan suaranya dan berkata, Hanya
kali ini saja. Saat aku pergi untuk menanyakannya jika graduation piece selesai, dia bilang,
Itu tergantung pada Asami. Jadi, aku bertanya padanya, Asami, apa yang kau maksud
Asami Toba? dan dia terkejut saat dia mendengarnya. Dia tidak pernah membayangkanku
tahu siapa Asami itu. Dia berpikir kalau tidak ada yang tahu.

Mm, itu seperti, bagaimana aku mengatakannya Memorimu sangat bagus.

Ini bukanlah apa yang sebenarnya ingin aku katakan.

Aku sudah terkejut mendengar nama Asami datang darinya, dan aku shock lagi ketika aku
mengetahui kalau Oreki memiliki pacar. Tapi...

Shibano memberi senyum masam. Tidak seterkejut seperti kau sekarang.

Setelah itu, Shibano melangkah menjauh dariku. Ini mungkin berarti dia ingin mengakhiri
pembicaraan ini. Aku melihat jam di dinding. Jam makan siang berakhir dalam lima menit.

Jika kau ingin mencari Asami, kau bisa menemukannya di Klub Fotografi. Aku tidak penah
berbicara dengannya sejak masuk SMA, tapi aku melihat beberapa fotonya selama Kanya
Festival.

Berhenti di sini, Shibano dengan jail menambahkan, Tapi jika kau ingin tahu dimana
sebenarnya Asami, Oreki seharusnya sudah tahu, bukan?

Jika aku ingin mengerti alasan dibalik cacat graduation piece, Asami Toba aka jadi sumber
informasi yang vital.

Meskipun begitu, aku tidak buru-buru ke Klub Fotografi setelah sekolah usai. Malah, aku
pergi ke Ruang Geografi, menyadari betapa berisiknya langkah kakiku saat aku menaiki
anak tangga. Sialan kau Oreki, tunggu sampai kau lihat apa yang akan aku lakukan
terhadapmu. Pikiran seperti Bahkan jika aku pergi ke ruang klub, Oreki mungkin tidak akan
ada di sana. Dan Apa yang akan aku lakukan padanya? memenuhi sudut dari pikiranku,
tapi aku menariknya saat aku sampai lantai empat dari Blok Mata Pelajaran Khusus. Aku
menarik untuk membuka pintu Ruang Geografi dengan suaran keras.

Oreki sedang di dalam, duduk di tempat biasanya.

Jika dia sedang sendirian, aku bisa mengunci tanganku di sekitar lehernya dan mencekiknya
dengan kasar. Namun, tidak jadi. Yang duduk di depan Oreki adalah Chi-chan yang sedang

tersenyum. Menyadari kalau aku sudah memasuki ruangannya, dia mengangkat tangannya
dengan sedikit gerakan dan berkata:

Oh, Mayaka-san! Sungguh waktu yang tepat! Aku baru saja mendengar sesuatu yang
sangat berarti.

Jangan bicara hal itu dulu, Chi-chan, dengarkan aku! Pria... Pria itu! Dia...!

Aku tidak sebegitu jauhnya untuk mengeluarkan kalimat itu keluar. Aku mengambil nafas
yang sangat dalam. Tenanglah, Mayaka Ibara. Kau masih belum menemukan bukti pasti.

Oh? Apa itu?

Pengalaman kakakku saat liburan.Aku tidak tahu itu disebut perbuatan heroik atau sesuatu
yang lain Mari kita sebut itu cerita yang tak masuk akal, Oreki membalas.

Itu kalimat suram biasa dari atur untuk terlihat sentimental saat mengatakannya.

Seperti jika Chi-chan menetapkan ide bagus, dia meletakkan tangannya pada dadanya dan
berkata,

Oreki-san, kau harus memberitahu Mayaka-san juga tentang hal itu. Mulai dari awal.

Mulai dari awal? Oreki mengatakannya dengan nada tersiksa.

Tapi Chi-chan menggema dengan suara antusias, Ya, dari awal. Lagi pula, hanya
mengetahui seluruh ceritanya membuatnya berarti! Dan juga...

Juga apa?

Sebenarnya, Ada beberapa bagian dari cerita yang aku penasaran.

Bahu Oreki jatuh, dikalahkan.

Bagaimana caraku memulainya dari awal

Kumohon jangan mengurangi detilnya hanya karena ini yang kedua kalinya.

Itu sudah jelas kalau dia berniat menghilangkan beberapa detilnya. Oreki melotot pada Chichan dengan kepahitan.

Bisa melihat Chi-chan tersenyum lagi adalah hal yang baik. Setelah semua hal sudah terjadi
sejak kami menjadi kelas 2, aku bahkan jadi lebih percaya ini.

. Bagaimana mungkin aku bisa bertanya tentang pacar Oreki di depan Chi-chan?

Juga, itu masih seperti kalau Shibano membuat kesalahan. Jika aku menjelaskan betapa
dungunya Oreki, aku akan memakai contoh ini... Bahkan jika seseorang berdiri di
sampingnya, menunjuk dirinya sendiri dan mengatakan Aku, menunjuk pada dadanya dan
bilang suka, lalu menunjuk pada Oreki dan mengatakan kamu, dia masih akan
membutuhkan beberapa waktu untuk memikirkan apa itu artinya. Bagaimana aku mengira
untuk mempercayai kalau Oreki diam-diam bermesra-mesraan dengan seseorang?

4.

Malam itu, aku menelpon Fuku-chan.

Cerita Oreki terasa menarik. Dia membicarakan kecelakaan ini dan itu, dan lagi, melalui
semua itu, Fuku-chan tidak pernah datang ke Ruang Geografi. Terakhir kali aku melihatnya
hari Sabtu. Bagus Tuhan, aku belum melihatnya selama tiga hari penuh!

Aku memilih nama pada baris teratas dial log handphoneku. Bahkan sebelum
handphonenya berbunyi, aku mendengar suara Fuku-chan.

Hiya.

Oh, kau mengangkatnya dengan cepat.

Aku bisa mendengar cekikikan di akhir kalimatnya.

Aku sedang memegang handphoneku dan berencana menelponmu, Mayaka. Hanya


sebelum aku menekan tombolnya, panggilanmu datang.

Aku mengerti.

Aku meloncat ke kasurku, meringkuk untuk berbaring. Kau tahu, aku menemukan sesuatu
yang ganjil hari ini.

Hm? Apa yang terjadi?

Aku menjilat bibirku dan berkata, Asami Toba. Apa kau tahu nama itu?

Ada sebuah jeda. Aku bisa membayangkat ekspresi kebingungan Fuku-chan di sisi lain
telepon.

Ya, aku tahu. Dia berada di Klub Fotografi, aku pikir. Ketuanya komplen tentangnya
sebelumnya. Dia mengatakannya untuk beberapa alasan, dia menolak untuk ikut kompetisi
siswa tidak peduli apapun.

Fuku-chan, kau bahkan tahu ketua Klub Fotografi?

Ya aku tahu

Fuku-chan tahu seseorang yang aku tidak tahu. Rasanya seperti hatiku menjadi berat.
Sungguh tidak nyaman. Aku mendesah, membuang perasaan berat ini sebelum
mengatakan,

Dengar. Toba-san mungkin lulusan SMP.

Ya mungkin itu benar.

Apa yang kau tahu tentangnya?

Seseorang mengatakan dia pacar Oreki. Jika, di antara peluang kecil itu benar, Fuku-chan
akan menunjukan sedikit keraguan, bukan?

Sebenarnya, ada metode untuk pergi menggali informasi dari Fuku-chan. Pertama, kau
harus mengetes mencairkannya dengan topik sederhana, dan kemudian diikuti dengan
berkembang dengan pertanyaan wajar yang menggali lebih dalam. Seperti sebuah game.
[T/N : Paragraf ini agak sulit buat diterjemahin, TL sendiri improv sedikit]

Jawaban Fuku-chan tepat seperti biasa, rute yang bisa diprediksi. Aku satu-satunya orang
yang bisa bilang suaranya menjadi lebih berat sedikit.

Kau bisa bilang aku tahu sedikit tentangnya. Apa kau punya alasan mencari tahu Toba-san,
Mayaka?

Yah, aku rasa kau bisa bilang seperti itu. Kau cukup tajam.

Tentu saja... Tapi kalau begitu, kau harus sedikit berhati-hati.

Karena nada Fuku-chan menjadi lebih serius, aku langsung duduk dari kasurku.

Toba-san memendam dendam pada semua siswa SMP Kaburaya yang satu angkatan
dengannya. Jika kau ingin mendapat percakapan akrab dengannya, akan lebih baik untuk
tidak membawa apa yang terjadi selama SMP.

Kenapa? Aku ingin menanyakannya.

Tapi Fuku-chan mencegahku untuk bicara. Dalam sepersekian detik, nadanya menjadi lebih
santai, Well whatever. Lupakan tentang tadi. Aku harus memberitahumu sesuatu. Hari
minggu, Aku...

Karena Fuku-chan tanpa belas kasihan, aku tidak punya kesempatan untuk menyela. Sejak
awal, aku enggan membiarkan pertanyaanku tidak terjawab, tapi aku segera menyerah
setelahnya.

Kami tidak punya banyak waktu di telpon. Bahkan seseorang seseorang sepertiku berharap
bicara dengan Fuku-chan tentang hal bahagia.

Aku sudah lebih dari satu tahun berada di SMA Kamiyama, tapi akuu masih terkejut kalau
ada darkroom* di sekolah ini. Darkroom ini ditempatkan di sebelah Lab Kimia, jadi labnya
juga ruang Klub Fotografi.
[T/N: *Darkroom = Tempat khusus untuk mencuci foto]

Setelah bicara dengan Fuku-chan di telpon malam kemarin, aku memastikan wajah Asami
Toba menggunakan Album Kelulusan. Terlepas dari prestasinya, tidak ada yang tercatat
tentangnya. Jika aku harus mengatakan satu hal tentangnya, itu mungkin seperti kalau dia
terlihat kurus. Namun, aku hanya melihat pada penampilan Toba-san sekali saja. Saat aku
membandingkan foto ini dengan foto grup dalam album, aku menyadari kalau dia tampak
sedikit aneh...Di foto itu, dia tidak terlihat tersenyum sama sekali.

Tetap saja, mudah untuk bisa tahu bagaimana dia terlihat. Saat aku sampai di Lab Kimia
setelah sekolah, aku bisa lihat kalau Asami Toba tidak ada. Ada seseorang lain di dalam
ruang klubnya, seorang anak laki-laki dengan rambutnya terlihat kriting. Aku bisa

mengatakannnya dari lencana yang menempel pada kerahnya kalau dia adalah murid kelas
tiga. Aku memberi tahunya kalau aku ingin bicara dengan Asami Toba.

Oh, Toba-san?

Dia berhenti, menggaruk kepalanya, dan bertanya, Apa itu penting?

Ini bukanlah sesuatu aku bisa pandang penting. Tak peduli cerita apa di balik graduation
piece Oreki, itu sudah terjadi hampir dua tahun yang lalu. Bahkan walaupun aku ingin tahu
alasan di balik semuanya, dan secepat mungkin, aku tidak buru-buru menemukannya dalam
dua hari ini.

Bukan. Jika itu sulit, aku akan datang lagi nanti.

Aku menggap kalau Toba-san sedang berada di darkroom, tapi murid kelas tiga
menurunkan suaranya dan bergumam, Urgh, whatever. Lalu, mengambalikan
ketenangannya, dia memberitahuku, Jika itu dia, dia akan berada di atap sekarang.

Atap?

Dengan pertanyaan ini, aku terdengar seperti seekor beo yang belajar cara mengulang katakata.

Aku sudah menjadi tentang seseorang yang berada di darkroom sampai sekarang, tapi aku
tahu kalau tidak ada tangga di sekolah yang menuntun untuk ke atap. Lagi pula, ruang klub
Sastra Klasik beda di lantai teratas. Untuk bisa ke atap, kau harus memanjat tangga besik di
dinding. Di puncak tangga dihadang oleh pintu besi besar. Walaupun aku tidak pernah
mencoba pergi ke atas sebelumnya, aku yakin kalau pintunya terkunci.

Yup, di atap. Jangan bilang pada orang lain, tapi dia punya kunci cadangan untuk ke atap.

Punya kunci yang diserahkan ke Klub Fotografi, atau apa itu milik Asami Toba sendiri?
Mengesampingkan kecurigaanku, jawabannya bukanlah urusanku sama sekali. Setelah aku
mengatakan ucapan terima kasihku, aku meninggalkan Lab Kimia dan memanjat ke atas
Blok Mata Pelajaran Khusus yang sudah familiar. Aku tidak buru-buru untuk menemui Tobasan, tapi aku tidak akan dapat banyak kesempatan untuk pergi ke atap. Menyebutku bodoh
karena tertarik pada tempat tinggi seperti atap, tapi aku tetap saja ingin pergi ke atas dan
melihat-lihat.

Saat aku mencapai lantai keempat, aku sadar kalau pintu ruang geografi terkunci. Tidak
adakah yang datang? Oreki sudah hadir dua hari terakhir, jadi mungkin tidak datang hari ini.
Juga, ini saatnya Fuku-chan menunjukan wajahnya di sini. Aku akan pergi dan
mengeceknya nanti.

Aku berhenti di puncak tangga. Tangga sudah tertempel pada dinding berwarna putih di
sana. Walaupun aku selalu tahu itu di sana, aku tidak pernah berpikir untuk memanjatnya.
Mengangkat kepalaku, aku menyadari kalau pintu besi di atas tangga sudah terbuka sedikit.
Seseorang berada di atap.

. Baiklah.

Aku mengepalkan jariku, mengumpulkan keberanianku sebelum menggenggam tangga


besinya.

Bahkan meskipun tidak ada aturan tertulis yang melarang kita ke atas sini, mudah untuk
mengganggap kalau para siswa mungkin tidak di sarankan ke atap. Dengan kata lain,
walaupun aku tidak pernah menaruh perhatiannya, aku ingat kalau tidak ada besi pembatas
di atas SMA Kamiyama. Jika guru menangkap basah murid di atas sini, mereka akan

memarahinya, dan kunci Klub Fotografi bahkan mungkin akan disita. Memikirkan tentang
semua ini, aku memanjat tangganya lebih cepat.

Seperti yang diduga, memanjat tangga secara vertikal membutuhkan otot bahu, dan balok
kecil horizontal melingkari genggamanku. Seseorang yang keatas sebelum aku tidak
meninggalkan jejak panas di tanggaa. Tiap langkah, aku merasakan suhu di tanganku
menghilang. Itu sulit dinikmati.

Aku tidak membuat suara, tapi saat aku memanjat, aku merapalkan heave ho, heave ho
dalam hatiku. Mengesampingkan semuanya, tangganya sendiri bahkan tidak sepuluh baris
tingginya. Walaupun itu membutuhkan banyak energi, tidak memakan banyak waktu untuk
mencapai ke atas. Aku mendorong ke atas sedikit, dan pintu besi ke atap terbuka dengan
mudah. Aku pikir kalau akan ada sedikit penahan, jadi ini cukup mudah.

Aku sampai di atap.

Tidak ada seorang pun membersihkan tempat ini, jadi atas dipenuhi dengan noda hitam
dimana-mana. Di depanku, ada seorang perempuan dengan sebuah tripod yang berdiri
Namun, dia tidak melihat lewat viewfinder kamera, atau dia mengatur kameranya...
Perempuan itu hanya berdiri disana.

Toba-san?

Karena tangga besinya tidak membuat kebisingan, gadis itu tidak menyadari kehadiranku.
Aku menontonnya saat dia berbalik dengan lebat untuk melihat melewati bahunya, melihat
ke arahku dengan mata hitamnya.

Siapa kau*?

[T/N: * Kau disini sebenernya harusnya kamu atau anda karena dalam situasi formal
dimana baru ketemu seseorang yang baru ditemui, tapi karena melihat kepribadian si
karakter dan dialog selanjutnya, TL mutusin buat pakai Kau dibanding Anda atau Kamu]

Pada saat itu, aku mengetahui bagaimana tiga kata bisa cukup intens untuk menolak
seseorang.

Tidak salah lagi, dia adalah Asami Toba. Wajahnya seperti dalam album kelulusan.

Tetap saja, aku tidak bisa apa-apa selain menanyakan diriku sendiri: apa dia benar-benar
Asami Toba? Di Album, dia hanya bisa dijelaskan dengan: kekurangan kepribadian. Jenis
orang yang kau akan lupakan bahkan meskipun kau datang melewatinya di tengah jalan...
Begitulah apa yang aku pikir saat aku melihat perempuan terkubur di dalam album foto.

Tapi orang yang berdiri di atas tidaklah sama sekarang. Ada penghalang di sekitarnya yang
tampak menolak orang-orang yang tidak diinginkan... Itu mengarah padaku. Dia tidak
kekurangan kepribadian lagi. Aku bisa membayangkan dia menguasai mimpiku sekarang.
Hanya setelah aku menyadari kalau dia tidak memakai kacamata.

Aku menyesal menjadi sangat optimis saat aku memasuki wilayahnya. Ini sudah terlalu
terlambat. Dari ujung perutku, aku memanggil sedikit ketenangan dan memetik
keberanianku.

Kemudian, Aku berkata. Aku Mayaka Ibara dari kelas 2C. Kamu pasti Asami Toba-san,
benar?

Di panggil dengan namanya, dia denga hati-hati slid pandangannya.

Ketua adalah orang yang memberitahumu.

Aku tidak tahu kalau dia adalah ketua. Tapi orang yang memberi tahu tempat ini adalah
anak laki-laki dengan rambut keriting.

Laki-laki itu Gumamnya dengan marah.

Jadi, Karena kau tahu siapa aku. Apa yang kau inginkan?

Mm.

Berbicara di bawah langit, jarak di antara Toba-san dan aku tampak melebar. Jadi, aku
melangkah mendekatinya.

Aku ingin bertanya sesuatu. Apa tidak apa-apa sekarang?

Dengan senyum sarkastik muncul di ujung bibirnya. Kamu sudah menemukan tempat ini.
Apa itu perlu menanyakan itu?

Itu benar.

Itu tidak penting. Apa yang ingin kau tanyakan?

Aku teringat peringatan Fuku-chan... Lebih baik untuk tidak menanyakan tentang SMP. Tapi
tidak ada pilihan lain:

Tentang proyek kelulusan.

Apa yang kau maksud?

Graduation piece untuk SMP Kaburaya. Ini tentang bingkai untuk cermin besar itu.

Aku bisa melihat seluruh tubuhnya membeku di tempat. Saat mendengar kata, graduatuon
piece, Toba-san membuat sebuah reaksi yang jelas. Aku tidak bisa membaca ekspresinya,
tapi aku bisa bilang kewaspadaan dalam mata Toba-san tumbuh lebih kuat. Aku harus
memainkan semua kartu di tanganku sebeum dia bisa mengusirku pergi. Menaikan volume
suaraku, aku bilang,

Aku tidak yakin jika Toba-san tahu atau tidak, tapi selama proyek kelulusan, seorang anak
laki-laki membuat banyak orang membencinya, semua oleh dirinya sendiri... Dia adalah
Oreki Houtarou dari kelas 5. Karena kemalasannya, ukiran jelek yang dia serahkan, Takasusan, orang yang ditugaskan atas designnya menangis dan menangis.

Tapi aku selalu berpikir kalau sesuatu terjadi. Oreki memang pemalas, tapi bahkan dia tidak
akan ingin untuk menghancurkan proyek kelulusan satu angkatan itu, hal yang kami buat
untuk membantu menyajikan kenangan kami... Dia tidak seegois itu. Jadi, aku pikir kalau
mungkin dia mencoba menyembunyikan sesuatu di balik bahunya. Setelah aku
menginvesinya, namamu muncul, Toba-san. Oreki, Toba-san dan graduation piece-nya...
Apa hubungan di antara ketiganya? Atau, apa tidak ada hubungannya?

Mendengar pertanyaanku, Toba-san tersenyum. Itu bukanlah senyum ramah atau hangat.
Senyum di ekspresi dingin Toba-san mengatakan: Kau tidak tahu apapun, jadi tentu saja
kau akan bertanya pertanyaan aneh semacam itu.

Tidak ada angin di atap, udaranya hangat, dan cuacanya sangat nyaman. Juga, aku
merasakan sensasi dingin pada tulangku.

Apa yang akan kau lakukan jika kau mengetahuinya? Tanya Toba-san. Apa yang dia
maksud adalah: Ini terjadi dulu, itu sudah berakhir, bukan?

Tidak, ini masih belum berakhir.

Aku akan pergi dan minta maaf.

Toba-san menaikan alisnya dan mengulangi, Pergi dan minta maaf?

Ya. Minta maaf.

Pada siapa?

Bukankah sudah jelas? Pada Oreki.

Di kelas, semua orang menyalahkan Oreki karena bermalas-malasan, dan sudah


membuatnya mengambil semua tanggung jawab karena menyebabkan masalah dan
mengacaukan kenangan terakhir masa SMP. Setelahnya sampai kelulusan, Oreki dengan
konstan menghindari ruang kelas.

Dia pergi ke perpustakaan untuk membaca bukunya... Dan walaupun aku disana juga, aku
tidak pernah banyak melihat ke arahnya.

Kemudian, aku lulus SMP dan masuk SMA. Saat aku bertemu dengannya sekali lagi di
perpustakaan, aku paling tidak sedikit cemas. Oreki adalah seseorang tidak termotivasi, dan
orang yang tidak bisa diandalkan. Dia tidak cocok jadi teman Fuku-chan sama sekali... Dulu,
aku tidak mengerti mereka sepenuhnya, dan aku benar-benar merasa seperti itu.

Seseorang yang menyebabkan semua ukiran yang tunggal, rambatan lurus. Jika itu benarbenar hasil dari kemalasan, setiap orang di kelas 3 memiliki alasan yang terdengar untuk
menyimpan dendam pada Oreki.

Tapi, bagaimana jika itu bukan?

Toba-san menggodaku lagi. Dan apa yang akan terjadi setelah itu? Dia akan
memaafkanmu? Bukankah kau yang menjadi tidak realistis di sini?

Tampaknya dia tahu Oreki. Saat aku menangkat kepalaku, bertekan, Toba-san berkata, Ini
sudah jadi seperti ini. Apa hal lain yang ingin kau lakukan? Tapi...Jika kau selalu menyimpan
dendam pada Oreki-san, itu adalah sebuah masalah.

Saat dia membawa nama Oreki, suara Toba-san tampak cerah, mewarnainya dengan
perasaan. Kata pacar, kata yang aku tolak untuk dipercaya, datang ke dalam pikiranku.

Toba-san. Bagimu, Oreki-san

Dia mungkin adalah pahlawanku. Kau bisa menyebutnya begitu.

Pahlawan? Oreki?

Pada saat itu, sebuah senyuman muncul di wajah Toba-san.

Aku mengetahui apa maksudnya setelahnya. Aku mencurigai beberapa informasi darinya
sekarang ketika penghalang dia menipis. Jadi, aku bertanya lagi,

Bagaimana tentang graduation piece?

Itu Kau bisa bilang kalau kutukannya sudah hancur.

Apa yang Oreki lakukan dengan graduation piece?

Toba-san tersenyum dan bekata, Siapa yang tahu? Aku tidak perlu memberitahumu
semuanya. Jika kau menanyakan aku ini setahun sebelumnya, aku dengan senang hati
memberitahumu seluruh ceritanya... Tapi, ada satu hal yang aku bisa beritahu. Mengatakan
kalau kau menyimpan dendam ada Oreki... Itu sesuatu yang tidak bisa dimaafkan.

Sudah terlalu terlambat mengatakan apapun, jadi aku tidak terganggu.

Sebuah angin berhembus melewati atap. Tanpa pagar pembatas disini, bahkan angin kecil
sudah cukup untuk membuatku tidak nyaman. Toba-san menganggat bahunya, terlihat tidak
tertarik saat dia berkata, Jika kau ingin tahu kebenarannya, mengapa kau tidak pergi dan
melihat pada cermin itu? Walaupun, kau tidak akan bisa mengerti jika hanya kau berdiri di
depannya. Baiklah, aku sedang di tengah aktifitas klub sekarang. Kau menggangguku. Jadi
bisakah aku memintamu untuk pergi dari atap?

Kemudian, dia mulai membalikan tubuhnya.

Aku memikirkan tentang senyum Chi-chan, tentang the intriguing story Oreki sudah katakan
kemarin.

Tunggu. Ada satu hal lain.

Apa lagi sekarang?

Seeing Toba-san arch her eyebrow, I spoke up, determined not to repeat this question a
second time.

Sudahkah kau bertemu dengan Oreki-san setelahnya?

Beruntungnya, Toba-san tidak memikirkan dalam-dalam pertanyaannya.

Aku ingin Oreki-san tetap jadi pahlawan.

Jika kita bertemu satu sama lain dan bicara, aku akan merasa jijik, bukan?

Dia berbalik setelah mengatakan ini, membungkuk untuk melihat lewat viewfinder
kameranya. Aku mengerti kalau dia tidak akan menjawab pertanyaanku lagi.

5.

Pada akhirnya, cermin itulah jawabannya.

Aku turun dari atap, tapi tidak menuju ke ruang Geografi. Ini sudah jadi seperti ini, jadi apa
yang akan aku lakukan? Walaupun aku tidak berkehendak menerimanya, apa yang Tobasan katakan benar. Memakai nama Toba-san, memaksa Oreki untuk membuka mulutnya,
menyeret kebenaran keluar darinya, semua hanya untuk menemukan alasan mengapa aku
berhutang padanya sebuah permintaan maaf....Itu tampak sedikit tidak pantas melakukan
sesuatu seperti itu.

Aku sungguh ingin tahu apa yang Fuku-chan katakan tentang hal ini. Namun, jika ini
berhubungan dengan proyek kelulusan, Fuku-chan berada di kelas yang berbeda dengan
Oreki dan Toba-san. Dan, jika Oreki sedang mencoba untuk menyembunyikan sesuatu, dan
aku mendapatkannya melalui Fuku-chan, itu akan jadi langkah hina dalam prinsipku. Untuk
sekarang, aku hanya harus menahannya. Menahannya.

Masih ada sedikit waktu sebelum SMP Kaburaya tutup.

Di sana ada banyak tempat yang tidak bisa dikunjungi murid SMA. Tempat-tempat yang
melawan hukum, dimana itu melawan regulasi atau melawan peraturan sekolah. Banyak
tempat yang kita tidak diizikan untuk dimasuki.

Dengan kata lain, ada tempat-tempat yang tidak ada larangan, dan lagi tidak ada yang akan
pernah ingin pergi kesana. Contohnya bangunan tua SMP. Aku merasakan hal yang sama
tentang hal itu.

Saat aku sampai di depan gerbang SMP Kaburaya, aku menatap marigold dan azalea* yang
bermekaran di petak bunga di depan pintu masuk dan merasa pipiku disiram dengan panas.
Tim lari dan baseball sedang latihan di lapangan, dan aku bisa dengan jelas mendengar
band sekolah sedang latihan. Aspek ini tidak semuanya berbeda dengan SMA Kamiyama,
jadi mengapa aku merasa sangat sulit untuk memasuki SMP Kaburaya?
[T/N : * Marigold dan azalea itu sejenis bunga]

Alasannya sudah jelas. Aku sudah lulus dari sekolah ini dengan semua senyum dan tangis.
Kami tidak mungkin kembali. Kami tidak bisa kembali.

Aku memeriksa pakaianku. Semua orang di sepanjang jalan ini akan mengenalinya sebagai
seragam SMA Kamiyama. Mungkin aku seharusnya pulang dulu dan menggantinya menjadi
seragam SMP? Syukurlah, atau sebaiknya, sayangnya, aku tidak tumbuh sama sekali sejak
saat itu. Walaupun aku sudah tumbuh banyak seluruhnya, aku tidak bisa lagi menyangkal
angka pada grafik tinggi badanku. Aku tidak akan mencari tempat dengan seragam SMP,
bukan?

Aku menggelengkan kepalaku. Apa yang sudah aku pikirkan? Itu tidak berbeda dengan
cosplay. Merenungkan atas ide buruk semacam itu, aku mungkin menerbangkan kedokku
sekarang. Bahkan jka aku merasa sedikit tidak nyaman, semua yang aku lakukan adalah
masuk kedalam SMP. Itu bukanlah sesuatu yang memerlukan keberanian.

Oke, waktunya untuk bergerak.

Melewati gerbang sekolah, aku menyadari kalau aku berjalan ke satu sisi.

Ada tiga jalan masuk totalnya...Satu untuk siswa, satu untuk staff, dan satu untuk
pengunjung. Berjalan melalui jalan masuk pengunjung tampak berlebihan, jadi aku berniat
menyelinap melalui jalan untuk para siswa. Tapi, jika aku melakukannya, aku tidak akan
berkeliling di dalam sekolah... Di sana tidak akan ada sepatu indoor untuk orang luar untuk

dipakai di jalan masuk siswa. Dan jadi, walaupun aku bukan pengunjung, aku dengan
menyesal harus membuat jalanku melalui jalan masuk pengunjung.

Jika disana hanya ada ruang penerimaan tamu. Aku Ibara, seorang alumni. Bisakah aku
berkeliling sekolah sebentar? Tentu saja! Jika begitu, lalu aku bisa memasuki sekolah
tanpa khawatir. Namun, pintu besar untuk pengunjung SMP Kaburaya terbuka lebar, dan
tidak ada seorangpun di sana. Tampaknya bisa dikatakan, Hanya mereka yang tidak punya
niat mencurigakan yang akan berani lewat jalan ini. Bahkan walaupun aku sudah belajar di
sepanjang koridor ini sebelumnya, sulit untuk tidak merasa tegang. Aku dengan cepat
berjalan ke bangunannya, melepas sepatuku, dan mengambil sepasang sepatu indoor hjau
yang berkata SMP Kaburaya dari rak sepatu.

Cermin itu dinamakan The Mirror of Memories*. Bahkan walaupun itu terlihat biasa, itu
lebih baik dibanding nama yang aneh. Aku masih murid di sini ketika cerminnya dipajang,
jadi aku tahu dimana cermin itu berada ; di bawah lantai dua, dan berlawanan dengan
dinding. Aku takut ketahuan, tapi aku berjalan maju dengan tegas
[T/N : *Mirror of Memories = Cermin Kenangan. TL nganggep kalau nama cerminnya
lebih baik engga diubah]

Masih ada waktu tigapuluh menit sebelum sekolah tutup. Aku bisa mendengar orang lain di
sekitar sekolah, tapi aku tidak pernah bertemu seseorang di sepanjang koridor di mana aku
berjalan. Jika aku bisa melihat seorang gadis dengan seragam pelaut, aku bisa berpikir
kembali dimana aku berada dua tahun yang lalu, dan membiarkan diriku puas dalam
hangatnya kenangan. Tapi tidak ada ada seorangpun jalan halaman, jadi aku merenungkan
kata-kata Toba-san dari awal sampai akhir.... Kutukan yang sudah dihancurkan.

Apa maksudnya itu? Jika kita membicarakan tentang cermin kutukan, maka, Snow White?
Itu mungkin cermin sihir. Akan kah sebuah cermin dua sisi dengan perbedaan cerminan
pada malam hari akan dianggap cermin kutukan? Tapi The Mirror of Memories adalah
cermin satu sisi. Dan apa maksud sebuah kutukan yang sudah hancur, lagipula?

Saat aku merenungkannya di kepala, aku sampai di depan The Mirror of Memories tanpa
bertemu arwah
[T/N :arwah di sini TL ga begitu yakin maksudnya apa. Inggrisnya pakai soul karena
maknanya banyak TL lebih milih arwah.]

. . . Apa selalu sekecil ini?

Ini adalah hal pertama yang datang ke pikiranku.

Jika aku masih SD, aku akan terkejut dengan betapa besarnya cermin itu terlihat oleh
seseorang yang kecil. Aku sudah tumbuh tinggi sejak itu. Tapi aku tidak tumbuh sama sekali
sejak terakhir kali aku melihat The Mirror of Memories. Meskipun begitu, cermin di dinding
itu kecil bagiku.

Sebenarnya, tidak, bukan. Aku bisa melihat seluruh tubuhku di cermin dengan ruang
senggang. Tingginya pasti sekitar dua meter. Itu dianggap besar. Jadi, dengan kata lain,
tahun lalu, cermin yang aku punya di pikiranku adalah cermin yang sudah tumbuh
membesar.

Terasa nostalgia. Tentu saja.

Aku membentangkan tanganku.

Semua murid yang lulus...Secara teori, .... Sudah mengukir bingkai cermin ini. Aku tidak
menempatkan secara signifikan. Tapi aku sudah berada di sana ketika cerminnya dipasang
bersama-sama, dan meskipun para guru yang banyak mengerjakannya, aku sudah merasa
kesan pencapaian. Burung yang mematuk pada anggur di sisi kiri cermin, tentu saja, diukir
oleh Mishima dan aku. Melihatnya sekarang, wallet kita memang seekor burung kolibri.
Jika aku mengetahui ini dulu, aku akan memberikan lebih banyak usaha pada kolibri.

Di bawah cerminnya terdapat sebuah platnama plastik. The Mirror of Memories (Designer :
Ami Takasu) sudaah tertulis di atasnya. Tahun kelulusan kami juga sudah termasuk.

Nama Takasu-san sudah ditinggalkan di sini, huh.

Aku tidak menyadari plat nama ini ketika aku masih murid di sini. Meskipun aku iri kalau
nama Takasu-san akan selamanya dikenang di sekolah ini, aku juga merasa senang kalau
itu bukan namaku.

Ada satu hal lagi yang berbeda dari mental image yang aku punya dengan cerminnya...
Rambatan anggur di sekitar cermin sangat tipis. Di memoriku, rambatannya membutuhkan
kayu sepuluh sentimeter penuh. Fakta sebenarnya, jalar terlebal tampak hanya dua
sentimeter lebarnya. Ruang ekstranya dipenuhi dengan rambatan yang belingkar dan
melengkung bersama.

Aku menyadari diriku sedang berbisik.

Aku akan mengatakan mungkin ini nilainya sekitar 60 poin.

Pada tahun ketiga masa SMP-ku, aku berpikir kalau design ini hampir sempurna.

Tapi sekarang, melihatnya sekali lagi, hanya saja tidak terlalu kompleks.

Ini sudah jelas pada bawahan bingkai cerminnya. Detailnya terlalu rumit. Rambatannya
berada di seluruh tempat, melengkung keatas dan kebawah, bahkan membentuk lingkaran.
Ini membuatnya terlihat rumit, dan mempertimbangkan semua cabang-cabangnya dan
berbagai serangga terbang, seluruhnya terlihat berantakan.

Tapi, bahkan meskipun design bawahnya lebih rumit, itu tidak terlalu buruk. Gambaran di
bagian teratas cerminnya terlihat lebih baik.

Selanjutnya

Aku mengambil satu langkah ke belakang dan menatap pada seluruh cerminnya.

Aku sudah memberikan perhatian pada bingkai cermin sekarangm, dan sudah mengabaikan
bayanganku di cermin. Bayanganku mengerutkan alisnya dan melipat lengannya.

Jadi, cermin kutukan itu

Cerminnya sendiri adalah cermin biasa yang seorang guru sudah beli. Mungkin Fuku-chan
akan bisa menjelaskan teori lubang kecilnya, tapi aku tidak berpikir itu punya sesuatu yang
menyangkut dengan kutukannya.

Apa yang sudah dikutung mungkin bingkai yang kami sudah ukir.

Tapi dia bilang kutukannya sudah dihancurkan.

Aku ragu untuk berpikir kalau Oreki adalah orang yang sudah menghancurkan kutukannya.

Bagaimana aku mengatakannya? Di tengah semua rambatannya di sekitar cermin, ada satu
garis horizontal. Mataku tertuju ke arahnya. Rambatan lurus itu. Ukiran milik Oreki.

Kutukannya...

Hm

Apa yang sudah Toba-san katakan? Oreki adalah pahlawan. Dia akan merasa jijik jika
mereka bertemu, jadi dia tidak mau bertemu dengan pahlawannya. Dan...

Aku tidak akan mengerti. Dia bilang jika aku hanya berdiri di sini, aku tidak akan mengerti.
Kau tidak akan mengerti jika kau hanya berdiri di depannya.

Tunggu, ada yang tidak beres.

Itu tidak benar. Tidak benar. Saat itu, aku berpikir ada sesuatu dibalik kata-kata Toba-san.

Apa yang Toba-san maksud ketika dia berkata Kau tidak akan bisa mengerti jika kau hanya
berdiri di depan cerminnya bukan berarti aku akan pernah bisa mengerti kebenarannya.
Lebih tepatnya, Maksudnya kalau aku tidak akan bisa mengerti jika aku hanya berdiri di sini.
Aku tidak bisa hanya berdiri saja. Aku harus....

Handstand*.
[T/N : Handstand itu semacam gerakan membalikan badan dengan tangan jadi
tumpuan. Biar lebih jelas search google pakai keyword Handstand]

....Tapi akan akan berakhir menyorot dirikuku...


[T/N: Ini susah diterjemahin, intinya kalau si Ibara ngelakuin Handstand, dia bakal
ngeliatin underwearnya karena dia pake rok. Bisa diliat di narasi berikutnya.]

Jika Fuku-chan disini, dia bisa membantuku menahan rokku.

Jadi sekarang aku harus melakukan handstand, atau mencoba untuk berdiri terbalik dengan
cara lain.

Hm, mari coba ini

Aku mengeluarkan handphoneku dari sakuku.

Memilih aplikasi kamera, aku mengarahkan handphone kameraku pada cerminnya. Di


cermin, bayanganku juga menggenggam handphonenya juga.

Aku menekan shutter handphoneku untuk membuat suara click.

Ketika gambarnya muncul di layar, aku membalikan handphoneku.

Sore dengan lambat merayap ke halaman SMP. Aku berbisik pada diriku sendiri.

Jadi begitu...

6.

Kami berada di ruang Geografi.

Chi-chan tidak di sini hari ini. Oreki, Fuku-chan and aku sedang di ruang klub.

Fuku-chan sedang membicarakan tentang sesuatu. Aku mungkin sudah mendengarnya


sebelumnya. Oreki duduk di kursi biasanya, dan aku tanpa kata memberikan semua foto
yang sudah aku cetak sebelumnya pada dia.

Oreki terkejut. Itu wajar. Jika seseorang memberikan setumpuk foto di depanku, aku akan
kebingungan juga. Dia tidak bicara sampai aku mengeluarkan semua fotonya, dan tidak pula
Fuku-chan.

Foto bagian terbawah dari bingkai untuk Mirror of Memories. Ada lima belas foto totalnya,
termasuk ukiran setengah hati Oreki. Karena aku sudah mencetak lima belas foto, printerku
sudah kehabisan tinta. Aku akan membawa Fuku-chan ikut denganku untuk membelinya
minggu depan.

Menyadari kalau aku sudah berhenti, Oreki bertanya,

Apa ini?

Masih mencoba bersikap polos sampai akhir.

Graduation piece.

Oh. Sungguh?.

Nada bicaramu benar-benar membuatku kesal.

Oreki menggaruk pipinya.

Aku pergi menemui Toba-san kemarin. Oreki, apa kau tahu kalau dia ada di sekolah kita?

Bahkan walaupun aku bertanya, itu sebenarnya tidak perlu. Dia sudah berada di sekolah
yang sama selama lebih dari satu tahun, sulit dipercaya kalau mereka tidak pernah
berpapasan.

Namun, Oreki adalah orang yang tidak bisa diduga.

Tidak. Ini pertama kalinya aku mendengarnya.

Hah?

"Apa dia baik-baik saja?

Apa itu bisa dibilang baik-baik saja? Dia memiliki penghalang yang menolak siapapun
mendekatinya. Tetap saja, aku tidak bisa mengerti dimana prinsipnya itu datang.

Cukup baik, aku pikir.

Senang bisa mengetahuinya.

Dia memberitahuku untuk melakukan handstand di depan cerminnya.

Lalu, aku membalikan kelima belas fotonya. Di samping Oreki, Fuku-chan tidak mengatakan
sepatah katapun. Diamnya berarti satu hal : Satoshi Fukube tahu apa yang terjadi di antara
Oreki, Asami Toba, dan graduation piece.

Pada pandangan pertama, fotonya menggambarkan rambatan anggurnya. Tapi jika kau
membalikannya, kau bisa melihat gambar yang jauh berbeda.

Rambatan anggur yang melingkar, ketika dibalikkan, menjadi e.

Gugusan rambatan, ketika dibalik, terlihat seperti W.

Ini h, dan ada A. Karena mereka semua huruf tulisan tangan yang tidak ada di bukuku, itu
cukup memakan waktu untuk memecahkannya.

Kelima belas fotonya dieja jadi satu kalimat :

We hate A ami T.

We hate Ami. Itu mengerikan. Graduation piece ternyata menyembunyikan pesan ini.

Oreki sudah menyerah dengan aktingnya. Dia mengangguk sedikit dan berkata,

Ya. Aku merasa hal yang sama.

Tapi, ada masalah dengan kalimatnya.

Benar.

Ada huruf yang hilang.

Yeah.

Dan itu bagian yang kau ukir, bukan?

Aku menunjuk pada ruang diantara A dan a. Oreki diam mengangguk.

Aku tidak butuh Oreki untuk mengkonfirmasi sisanya. Oreki mungkin tahu semuanya dengan
baik apa yang aku sudah temukan.

Pesan rambatan melingkar itu dimaksudkan untuk menyembunyikannya We hate Asami T


mungkin. Tapi, karena Oreki sudah menghilangkan satu hurufnya, kalimatnya jadi berubah.

Kutukan yang dimaksudkan untuk Asami Toba sudah dihancurkan.

Pada saat itu, aku melihat pada Fuku-chan.

Hey, Fuku-chan, Aku pergi ke SMP Kaburaya kemarin.

Ah~ apa semuanya baik-baik saja?

Tidak tahu. Aku tidak melihat siapapun. Tapi, aku melihat platnama di bawah cerminnya,
platnya mengatakan kalau designernya adalah Ami Takasu-san.

Oh, jadi itu terjadi juga.

Fuku-chan, kau meminta seseorang untuk melakukannya, bukan?

Fuku-chan dan Oreki bertukar tatapan satu sama lain.

Mengapa mereka tidak memberitahukannya padaku? Bahkan jika dia menyembunyikannya


dariku, aku akan bisa menebak kalau sesuatu sudah terjadi dibaliknya. Anak laki-laki benarbenar aneh. Tidak, akankah lebih baik mengatakan kalau anak laki-laki itu tidak jelas?

Ami Takasu dan genknya ingin meneror dan menindas Asami Toba. Jika konfliknya jadi
cukup serius. Semua kelas laiin akan mendapat anginnya. Namun, aku tidak ingat hal
seperti itu pernah terjadi. Jadi, tampaknya semua ini sudah dipaksa di bawah permukaan.
Mungkin ini dimulai di tempat les di luar sekolah, atau tempat lain seperti itu.
[T/N : Intinya mendapat angin itu kebagian gosipnya. Dan dipaksa di bawah
permukaan itu semacam memang sengaja disembunyiin]

Ami Takasu sudah menjadi designer dari proyek kelulusan, dan di dalamnya, dia
memasukkan cara terakhirnya. Itu akan jadi pesan yang dihadiahkan dari seluruh kelas yang
lulus ke Asami Toba, pesan yang akan berlanjut di SMP Kaburaya We hate Asami Toba.

Sayang untuknya, Oreki sudah menemukan ini. Bagian yang dia dapatkan dimaksudkan
untuk menyembunyikan huruf s yang terbalik. Tapi, hanya dengan ini, Oreki tidak akan
tahu apa seluruh pesannya. Ini karena setiap grup hanya menerima gambar dari porsi dari
design mereka. Oreki merasa curiga, dan mungkin pergi ke Fuku-chan. Fuku-chan sudah

ditugaskan untuk mengawasi proyek kelulusan. Dia seharusnya punya copy design
penuhnya.

Oreki dan Fuku-chan sudah membongkar seluruh pesannya setelah melihat seluruh
designnya. Pada poin itu, sudah terlalu terlambat untuk menghentikan proyeknya, jadi satu
hal yang bisa mereka lakukan adalah merubah pesannya.

Tidak heran kalau Ami Takasu-san menangis sangat keras di ruang olahraga sekolah saat
hari kami menyatukan bingkai cerminnya. Pesan yang dimaksudkan untuk menindas Asami
T sudah menjadi untuk ami T.

Toba-san bilang dia berpikir kau adalah pahlawannya, Aku memberi tahu Oreki.

Aku menelitinya.

Seperti yang diduga. Wajah Oreki memerah. Ketika aku menemukan pesan
tersembunyinya, aku juga mengerti alasan kenapa Oreki menghindar dan menyembunyikan
apa yang terjadi. Dia sudah menyelamatkan Toba-san. Dikarenakan oleh itu, Oreki merasa
malu. Orang yang selalu melakukan penghematan energy sebenarnya sudah
menyelamatkan seorang gadis karena dorongan. Dia mungkin tidak mau orang lain
mengetahui akan hal ini.

Hanya saja betapa bodohnya dia?

Aku tidak berpikir kalau kebenarannya akan dipecahkan hari ini. Tampaknya aku sudah
meremehkan Mayaka, huh? Fuku-chan mengatakannya dengan godaan ringan.

Setelah membuat desahan berat, Oreki berbalik pada Fuku-chan dan berkata, Dulu, aku
berpikir tentang apa akan merubah atau tidak rambatannya jadi berbentuk t.

Sungguh? Itu bukan ide yang buruk.

Jika bagian Oreki itu t lalu itu akan menjadi. We hate Atami T.

Tapi, kau tahu, aku sebenarnya tidak benci laut Atami.

Aku tidak bisa mempercayai mereka, memakai trik picik untuk meresponku. Aku sudah tahu
mereka berdua sejak lama, dan bisa mambaca sedikit gerakan mereka. Oreki dan Fukuchan membuat candaan untuk menulis insiden ini jadi sesuatu yang sudah berakhir. Aku tahi
apa yang mereka lakukan sejak awal.

Tak ingin mereka untuk memiliki keinginan mereka, aku berkata bicara dengan keras.

Aku minta maaf, Oreki. Aku tidak pernah berpikir kau akan melakukan sesuatu seperti ini,
dan aku memandang rendah dirimu. Aku sungguh minta maaf.

Oreki sangat kebingungan sehingga melesat ke seluruh ruangan. Menemukan paperback di


meja, dia membalikannya dengan lega. Seperti jika dia sedang memegang sebuah buku
mantra. Dan kemudian, memandang ke samping, Dia berkata,

Okeokeokeokeokeoke, simpan saja fotonya. Melihatnya sungguh mengganggu.

Jika saja aku membawa sebuah cermin. Aku ingin memperlihatkan Oreki wajah yang baru
saja dia buat.

Anda mungkin juga menyukai