Anda di halaman 1dari 12

FANFICTION (Cerpen)

(HAEBARAGI MIMPI DI CINTALOGA)

Cast :
Annisa as Himawari
Bebe as Edo
Manda as Hyera

Prolog:
Aku tak pernah merasakan sesuatu hal seperti ini sebelumnya, rasa dimana seakan
struktur syarafku mendorongku dari alam bawah sadar untuk selalu memikirkannya. Aku
sadar aku enggan, tapi dia mendorong jauh lebih kuat dari kekuatanku sendiri, padahal
tubuhku ini masih murni punyaku. Aku tidak pernah menumbalkannya kepada sang iblis
perasaan untuk mengatur seenaknya apa yang ada diotak dan hatiku, tapi, layaknya aurora di
kutub yang selalu ada tanpa seorangpun yang paham kapan Ia mulai bersemayam dilangit
malam kutub utara. Begitupun dengan hatiku sekarang, aku tak paham kapan objek tiga
dimensi dihadapanku ini mulai menerobos masuk ketika hatiku kukunci rapat dengan
gembok emas, yang terlihat sedikit memudar.
Sabtu Malam, di Cafe Cintaloga
Di tempat bernuansa era 90an ini tertata rapi meja bulat yang dikelilingi empat buah
kursi dengan aksen yang tak sama satu sama lain ada yang berbentuk sebuah pola pahatan
yang terbelah gambar hati ada yang bergambar karakter kartun yang populer di era
90an bahkan ada tulisan yang dibuat seakan telah hilang beberapa huruf tapi masih
terlihat jelas tulisan tahoen 90 berjaja. Ditempat itu pula, disudut ruangan yang dekat
dengan jendela beralaskan pemandangan langit malam kota Tokyo, Jepang, duduk
seorang gadis yang mengenakan dress ungu dengan garis bunga putih dilengannya
menatap minumannya dengan pandangan kosong. Matanya seakan menerawang sesuatu
kedalam minumannya, berusaha menemukan gambaran yang timbul dari dalam minuman
itu untuk meyakinkan dia pada satu hal, namun nihil. Dalam hitungan detik, setitik kristal
cair jatuh dari matanya menusuri lekuk pipinya yang putih hingga jatuh tepat diatas kuku
kanannya yang terlihat ada goresan kecil putih kepercayaan orang kuno, garis putih di
kuku kanan menandakan ada yang suka tatapannya kembali kosong melihat setitik

cairan itu mengenai kukunya, dan akhirnya buyar ketika siluet suara menerobos
pendengarannya.
Hallo...
Gadis itu hanya menatap sayu kepada seorang gadis dengan pakaian maid1 yang
memegang nampan coklat dihadapannya, dia tersenyum manis. Si gadis mencoba
tersenyum dan membalas sapaan seadanya.
Yes
May I ?? si gadis maid berucap seadanya pula sambil menunjuk kursi dihadapan
gadis itu.
Yes please si gadis maid duduk dengan senyum yang masih merekah diwajahnya
lalu meletakan nampan coklat yang dia pegang di kursi sebelahnya.
Where are you come from? tanya si gadis maid
Indonesia jawabnya singkat,
Really? Me too. Siapa namamu? Aku Hyera berucap, sembari menyodorkan
tangannya. Gadis maid semakin bersemangat, tapi jika orang dengan perasa sensitif
melihat lawan bicaranya ini mungkin saja mereka akan minder atau bahkan tak ingin
menegur, tatapannya sayu nan dingin ke wajah Hyera, hanya saja, Hyera justru membalas
dengan senyum merekah yang sok tau.
Hima untuk kesekian kalinya dia menjawab dengan seadanya sambil meraih tangan
Hyera, sopan, lalu melepasnya.
hmm... nama yang bagus, apa nama lengkapmu himawari? Hima hanya
mengangguk, melihatnya membuat Hyera tak berniat mencari tahu kenapa orang
Indonesia mempunyai nama khas Jepang, sebab dia belum sedekat itu untuk
menanyakannya.
Ooh~ apa aku sedikit mengganggumu ? dari jauh kulihat ada cahaya bening yang
jatuh ke jarimu. Kalo tidak salah tebak, kurasa itu dari matamu Pertanyaan mengalun
tulus, Hima tak menjawab. Pandangannya kini beralih pada keramaian kota Tokyo
dimalam hari, lampu-lampu yang beriringan menerangi malam, jalanan ramai sahutmenyahut dengan pejalan kaki yang berada pada kecepatan maksimum untuk bisa segera
pulang, ataupun ada yang sekedar mampir di warung pinggir jalan untuk meminum sake2
bersama kawan dan kolega. Tiba-tiba Hima berucap..
Apa kau pernah tahu, perasaan dimana kau harus melakukannya, tapi kau justru takut
akan kehilangan itu? Kau takut untuk menyakiti! Kau takut tidak bisa mengatur lagi mana
prioritas kebahagianmu, mana kepedihanmu! Aku tidak bersedih, aku marah pada diriku

sendiri terlihat kerutan halus didahi Hyera saat menatap gadis didepannya ini, yang
masih memandang jauh keluar jendela.
Aku selalu merasakan diriku sok tahu dengan apa yang dipikirkan orang lain,
beberapa pelayan disini menganggapku malaikat yang menjadi manusia, tapi kurasa
untuk omonganmu yang satu ini aku tidak bisa sok tahu Hima menatap Hyera dengan
tatapan menyelidik dengan hasil yang tak pasti, kemudian dia tersenyum, ada rasa tulus
dari sunggingan halus di wajahnya itu
kau tahu Edo?
Yah, nama lama kota Tokyo
Bukan, dia orang yang membuatku duduk disini dan memandangi malam kota
Tokyo, sendi~rian
Haha.. kau tahu, itu sedikit lucu Hyera menanggapi dengan tawa yang renyah
namun pelan, Hima tersenyum
Kau suka mendengar cerita ?
Sangat!
Baik! Aku ingin mendongengkan sebuah kisah untuk mu, dimulai dari tempat ini,
kau lihat kursi dengan pahatan hati yang terbelah itu? Di tempat itu aku mengenal Edo
Hima memulai ceritanya sambil menunjuk deretan kursi didekat pintu masuk, mata Hima
dan Hyera menoleh pasti kearah kursi itu.
Senin, Jalanan Jepang
Hari itu adalah senin, tak ada mentari yang mengintip dari awan besar diatas
kepalaku, hanya rintik butir kistal dingin jatuh perlahan membasahi payung transparan
dengan gagang biru milikku Waktu itu salju pertama turun dibulan desember Aku
melangkah dengan boots ungu menusuri jalanan kota Jepang yang belum sepenuhnya
tertutup salju. Hari itu aku ada janji dengan seseorang yang baru ku kenal sebulan
sebelumnya, di salah satu cafe milik orang Indonesia yang berpindah kewarganegaraan
karena menikah dengan pria Jepang, cafe Cintaloga. Aku masuk dan memilih kursi
didekat pintu masuk, agar kenalanku itu tidak sibuk mencariku. Aku membuka mantelku
warna ungu bercampur merah maroon, kemudian aku menaruhnya disandaran kursi lalu
duduk, hari itu aku menggunakan scarf putih dan dress ungu selutut yang ku padu padan
dengan jeans hitam ketat yang tertutup boots ungu. Ketika aku sudah pasti duduk dengan
nyaman pelayan datang menyodorkan menu, saat itu aku memesan jahe hangat untuk
menghangatkan badan dimusim dingin. Sambil menunggu, aku membuka-buka menu

kuliah di Smartphone, kurang lebih sepuluh menit setelah itu kenalanku datang ia
menyapaku dengan lembut, membuat pandanganku beralih padanya, aku mempersilahkan
dia duduk, dia hanya tersenyum lalu meminta maaf karena telat datang, yah kau tahu
orang Jepang selalu menghargai waktu, aku belajar itu agar tidak membuat mereka
kecewa, tapi melihat hari itu dia terlambat sepuluh menit aku sedikit bingung, tapi tidak
kesal, karena kalau kau di Indonesia itu hal biasa.
Omatase shimashita Maaf membuatmu menunggu
Iie, do itashimashite Tidak, tak apa
Aku baru saja tiba.. Apa kau sulit untuk menemukan tempat ini? Karena kurasa
tempat ini cuman terkenal dikalangan orang Indonesia yang bermukim disini ucapku
padanya dengan perasaan sedikit menyesal karena memintanya bertemu ditempat ini.
Tidak. Aku pernah ketempat ini sebelumnya bersama temanku, ibunya orang Jepang,
ayahnya orang Indonesia Jawabnya dengan penuh semangat
Oh, syukurlah kukira kau terlambat karena sulit menemukan tempat ini
Ah, gomene, aku telat karena menunggu temanku itu. Dia bilang akan datang
bersamaku kesini, tapi dia justru membuatku menunggu, lalu menyuruhku untuk datang
lebih dulu kesini. Uh menyebalkan. Kupikir dia akan lebih paham dengan apa yang akan
kita bicarakan ini ucapan dia hari itu hanya bisa membuatku tersenyum begitu khas
orang Jepang saat dia berbicara renyah dengan bumbu kesal, begitu lucu.
Siapa namanya? saat itu aku mencoba sepenasaran mungkin mengingat akan ada
tambahan orang untuk membantuku. Namun belum juga dia menjawabku ada suara yang
menyapa, bukan menyapaku tapi kenalanku itu, nama kenalanku itu Yume.
Yume-kun hampir serentak kita menoleh kesumber suara, dari tempat aku duduk
aku melihat seorang pria mengenakan kemeja biru polos dengan jeans berjalan kearahku.
Ah.. Oops! Bukan, tapi kearah kami. Dia berdiri tiga detik melihatku, kemudian duduk
disampingku, iya disampingku, mungkin lebih nyaman untuknya bersampingan denganku
yang orang Indonesia, ketimbang Yume.
Gomenee~ pria itu berucap sambil menunjukkan wajah mengejek kearah Yume,
wajah ejek yang aneh, karena aku merasa ada rasa tulus saat dia mengucapnya, meskipun
dengan wajah seperti itu.
Kau hanya mampu mengatakan itu? tanya Yume dengan kesal yang dibuat-buat
ketika melihat wajahnya.

Haik! wakatayeo, Gomenasai dia mengucapkan sambil berlagak bak tentara di


medan peran, sedikit aneh dengan wajahnya yang imut begitu. eh? Imut? Tunggu!
Anggap saja aku tidak memikirkan itu.
Nah! Itu yang kumau Yume menjawab dengan senang, yang sepertinya juga dibuatbuat, pria itu hanya tersenyum. Semua yang mereka lakukan aku hanya mampu
melihatnya dengan perasaan sedikit menyelidik, apa hubungan mereka? Kenapa mereka
begitu dekat? Apa mereka sudah kenal lama? Begitu banyak pertanyaan mengambang liar
dilingkaran otakku hingga buyar ketika Yume bersuara.
Hima-kun, dia temanku yang kubicarakan tadi. Namanya Edo aku hanya
mengangguk, yah kebiasaan orang Jepang, kalau di Indonesia aku mungkin sudah
memegang tangannya, alasan lainnya, terlihat canggung kalau aku harus menjabat
tangannya ketika kami bersebelahan meskipun mejanya bulat yang membuat jarak
hanya satu kaki antar kursi tapi dari tempat aku duduk bisa kulihat mata coklat
miliknya, wajahnya sedikit oval tapi terlihat bahwa pipinya sedikit berisi, bisa kubilang
dia begitu tampan.
Setelah perkenalan singkat itu, kami membicarakan kebutuhanku sambil memesan
makanan, kami menikmati makanannya selama kurang lebih sejam, dan arlojiku
menampakkan pukul sembilan lebih sepuluh pagi. Setelah prosesi perkenalan dan makanmakan, kita bertiga berkeliling ketempat-tempat bersejarah di Jepang sebagai bahan
lukisanku, yang bertema sejarah kuno di Jepang. Yume mengajak Edo karena dia
merupakan mahasiswa prodi Sejarah dan Arkeologi universitas Tokyo kampus yang
sama denganku dia bahkan sudah pernah menghabiskan masa liburan musim panasnya
bekerja di departemen Sains dan Pengembangan Sejarah Kuno Jepang di Akatsuki.
Tempat-tempat yang kita datangi beberapa diantaranya menempuh jarak yang jauh dari
Tokyo, seperti Gunung Fuji, Nagoya, Kyoto hingga tiba di Kofun Daisen-Nintoku di
Osaka, dua jam lebih lamanya dari Tokyo, dan tak ada yang sadar kalau sudah pukul
sepuluh malam. Pada waktu itu salju turun lebih lebat dari paginya, membuat beberapa
jalur kereta menuju Osaka tertutup salju dan beberapa kereta antar kota terpaksa menunda
keberangkatan menuju Osaka, hingga jalur rel dibersihkan, mengingat beberapa jalur
berada di pinggaran yang curam. Saat itu kami mendengar pemberitahuan di stasiun
bahwa jalur kereta akan ditutup hingga dua jam kedepan. Karena ketidaknyamanan di
stasiun, dan beberapa penumpang terpaksa berdiri, pihak stasiun menyediakan alas duduk
di stasiun mengingat sedikitnya tempat duduk disekitar stasiun, dan lebih bahagianya
mereka menyediakan beberapa cemilan. Aku, Edo, dan Yume duduk bersama dengan satu

pasangan yang merupakan turis dari Korea. Kami banyak bercerita untuk membunuh
kejenuhan, tapi aku lebih banyak diam, terlalu malam dan aku sangat mengantuk, Yume
pun sudah mulai bersandar dibahu Edo sambil bergumam beberapa kali sambil berbicara
Sumimasen dan hanya memejamkan mata. Aku tersedak ketika meminum soda saat
salah satu dari mereka melontarkan pernyataan yang tidak seharusnya.
Your girlfriend is so beautiful, but too quite I think Aku tercekat lalu melihat
ekspresinya, aku tidak memperdulikan hal yang sepertinya negatif muncul dari
pernyaatan pria Korea yang memperkenalkan dirinya sebagai Kim Liyoung ini, aku lebih
mementingkan ekspresi wajah Edo, dalam khayalanku dia menolak dengan senyum
manis, tapi!
Yes, she is a little bit quite, but I like it the most Aku hanya memasang ekspresi
penuh tanya, apa maksud dibalik semua itu. Apakah dia mengiyakan pernyataan itu
bahkan dihari pertama kita bertemu? Aku tidak sedang berargument bahwa aku jatuh
cinta pada Edo, hanya saja itu sedikit membuat sesuatu didalam hatiku seperti percikan,
menggelitik hatiku tapi aku bahkan tak bisa memprediksi hal apa yang menggerayangi
rongga hatiku, lalu aku bertanya asal
kenapa kau berfikir kita berpacaran? Kami bahkan tidak terlihat sedekat itu Aku
tidak bermaksud menyangkal terang-terangan dihadapan Edo seperti hei dia bukan
pacarku jangan berfikir seenaknya atau yang akan membuat mereka terperangah kita
baru saja berkenalan hari ini
Kau mungkin terlihat diam agashi3 tapi dia melayanimu lebih baik dari pada Yumesan, dan kalau dilihat Yume-san dan Edo-san terlihat begitu mirip dan aku bisa bertaruh
bahwa mereka sepupuan Mendengar hal itu, aku menyadari bahwa selama perjalanan
hari ini dia begitu menjagaku, bahkan melebihi dia menjaga Yume yang notabene ku tahu
adalah temannya. Menyelidik pernyataan Liyoung-san aku melihat kembali wajah Edo
dan Yume, terlihat sedikit mirip, dan aku mencatat itu dalam agenda otakku untuk
menanyakannya nanti ke Yume, punya hubungan apa mereka. Melihat ekspresiku saat itu
Edo hanya tersenyum dan malam itu untuk pertama kalinya aku melihat pria dengan
warna yang berbeda.
Tiga bulan setelahnya, Hima POV to Hyera
Selama tiga bulan setelah kejadian itu aku selalu berjalan dengan Yume, kami
membicarakan beberapa hal tentang Edo dan aku akhirnya tahu bagaimana mereka kenal,
dia dan Edo masih bersepupu, tapi mereka lebih memilih menganggap satu sama lain

teman, dengan begitu mereka bisa lebih akrab, alasan yang tidak pernah bisa kucerna.
Suatu ketika aku bertemu dengan Edo diperpustakan untuk mencari referensi tugasku,
dimeja yang kududuki tak kusadar didepanku ada Edo, dia menegurku pelan dengan
mengetuk bukuku yang ternyata hampir menguasai teritorinya. Dia memberi sinyal untuk
berpindah meja didekat jendela, tempat dimana kau bisa leluasa sedikit berisik. Edo
membantuku mengangkat beberapa buku referensiku lantas berpindah.
apa yang kau cari? Apa tidak membutuhkan bantuanku lagi? dia bertanya dengan
wajah khas yang selalu tak bisa kutebak apa maksud kata-katanya.
yah ini bukan tentang Sejarah atau semacamnya, aku hanya mencari beberapa
referensi untuk tugasku aku menjawab sambil memilah kembali buku-buku yang ku
ambil, melihatnya dia menampakkan kerutan halus diwajahnya, lalu aku hanya mencoba
tersenyum, masih tidak tahu apa dipikirannya
apa aku mengacaukan belajarmu? Kurasa aku hanya bertanya sedikit, tapi kau
seolah-olah merapikan buku dan bilang nih anak ngapain sih, ganggu aja kalimat
terakhir dia ucapkan dengan bahasa Indonesia yang lancar membuat ku tak tahan untuk
tertawa, diwaktu yang sama semua pandangan mengarah kepadaku dan aku sadar aku
sedang diperpustakaan. Kami berbicara sebentar tentang kuliah dan bagaimana skripsiku
nanti, tapi lebih kepada Yume sebagai topik pembicaraan kami, hal yang sama terjadi
ketika aku bersama Yume, kami akan terus berbicara tentang Edo. Diakhir bercerita dia
mengajakku untuk makan siang bersamanya, tapi aku menolak dengan halus, karena
kurasa kami akan menghabiskan makan siang kami untuk bercerita kembali tentang sisi
lain Yume, hal itu membuatku sedikit tersingkir, ada rasa tidak suka yang membuatku
bingung. Berbeda ketika aku dengan Yume dan berbicara tentang dia, itu akan sedikit
atau bahkan sangat menyenangkan tahu tentang dia bahkan ketika kami tak begitu akrab.
Setelah pertemuan di perpustakaan hari itu kami kerap bertemu ditempat-tempat umum
dikampus, tapi kami hanya melempar senyum satu sama lain atau mungkin menambah
sapaan seperti Hi aku tidak terlalu ingat kami sering berinteraksi saat itu. Hingga kami
bertemu lagi pada acara seminar Internasional tentang sejarah Seni Anime yang diadakan
oleh prodi Sejarah dan Seni, sesuatu hal yang seperti terlalu terlihat direncanakan bagiku,
dia mewakili prodi Sejarah untuk mengepalai begitupun denganku dari prodi Seni. Disitu
kami banyak berinteraksi meskipun tidak terlalu sering, aku hanya menjawabnya enggan
tapi tulus. Sejak pertemuan kembali itu dia menghubungiku beberapa kali karena alasan
akademis, setelah itu aku hanya menganggap dia asing kembali. Tapi yang terlihat aneh
dimataku adalah, aku menyukainya, ada perasaan aneh yang kudapat dari dia, kami jarang

bertemu, seperti yang kuceritakan dari awal tak ada satu katapun kulontarkan, wah dia
begitu memikatku aku telah jatuh cinta tapi karena terlalu sering bercerita dengan
Yume tentang Edo, aku bahkan tak pernah tertarik dengan pria lainnya, aku menyukai
cara Yume bercerita tentang dia bahkan Edo secara personality. Aku kerap kali mencari
tahu tentang kehidupannya lewat SNS yang dia punya, beberapa diantaranya seolahseolah dia mencondongkan dirinya sebagai orang yang powerfull, dia menyukai beberapa
musik Korea, dia juga begitu suka dengan manga, dan kau tahu semua hal itu aku dari
SNSnya ketimbang tahu dari Yume. Hari-hari kujalani dengan terus memikirkan Edo
meskipun kami bahkan tak bertemu. Kalau aku mengingat kembali aku bertemu
dengannya pada semester ketigaku dikampus, hingga tepat akhir semester lima aku
mencoba melakukan sesuatu yang tidak pernah terbayang olehku, atau mungkin Yume.
Aku menelepon Edo, aku mengatakan semua yang kupikirkan tentangnya, dia terdiam,
seolah tercekat dan berfikir apa yang harus aku katakan, untuk petama kalinya dalam
hidupku aku berbicara dengan pria yang sepertinya asing selancar dan selama itu. Aku
mengatakan bagaimana aku menjadi pengagum rahasia dia, dan dia hanya berkata
kau terlalu diam dimataku, aku bahkan tak pernah terpikir kalau kamu bisa seperti
ini, kenapa baru sekarang kamu berbicara seperti ini?
apa maksudmu dengan baru sekarang berbicara seperti ini?
aku bingung harus berbicara bagaimana, aku kehabisan kata-kata untuk
katakanlah sesuatu yang bisa membuatku nyaman ketika kita bertemu lagi, jangan
diam saja dan membuat kita nantinya seperti orang asing
aku bingung
Kata terakhirnya itu membuatku berfikir sangat keras, aku mengakhiri telepon. Beberapa
saat setelah itu aku kembali kediriku dan mengirim sms padanya,
Sapalah aku dengan normal, aku tidak sedang
mengatakan hal itu untuk bisa membuatmu
jadi milikku, aku hanya mengatakannya, agar
tidak membuat hatiku terbebani

Yah tenang saja, kau


bisa mengandalkanku

Setelah sms itu aku merasa aneh dengannya, kau tahu apa yang membuatku berfikir aneh?
Beberapa kali ketika kami bertemu di kampus dia tidak menegurku sama sekali, seolah
membuang muka, dan itu terjadi hingga kelulusanku.
Sabtu Malam, di Cafe Cintaloga
Beberapa hari yang lalu, tepatnya hari selasa, Fakultas Seni Rupa dan Bahasa beserta
beberapa fakultas yang ada di Universitas Tokyo menggelar wisuda strata satu, bagi
mahasiswa Nasional maupun Internasional. Hima merupakan satu diantara ratusan
wisudawan hari itu, dia begitu cantik, dengan toga dan cosplay tinkerbell yang dia
kenakan. Jepang merupakan negara yang beberapa diantaranya melakukan ajang cosplay
ketika melakukan prosesi wisuda. Dia menceritakan hal itu pada Hyera dengan perasaan
yang semangatnya hanya empat puluh persen, melihatnya Hyera mengganti ke topik awal
tentang Edo, bukannya sibuk untuk mencari topik lain, karena dia berfikir semua perlu
dikeluarkan agar ada perasaan lega.
apa kau bertemu Edo hari itu? Hyera begitu tulus, terlalu tulus untuk orang yang
baru dikenal, dia mencoba bertanya dengan lembut meskipun nampak Hima begitu
tercekat.
tidak bertemu, lebih tepatnya, dia menemuiku didepan orang tuaku, adikku, dan
kakakku. Dia mengucapkan selamat pastinya, aku pun begitu. Dia menggunakan cosplay
Ichigo Kurosaki saat itu dan aku begitu kaget ketika dihadapanku dia memperkenalkan
seorang wanita dengan cosplay Rukia Kuchiki dan memperkenalkannya sebagai
pacarnya Hyera menampakkan wajah kaget dengan mulut membulat
Seberaninya itu kah dia?
Sejujurnya aku tidak begitu kaget, setelah aku merasa dia mulai menjahuiku aku
bertanya pada Yume apa dia sudah mempunyai pacar atau belum dan hingga satu bulan
sebelum wisuda kemarin baru Yume bilang dia mempunyai seorang pacar yang mirip
denganku
apa Yume-san mengatakan itu untuk membuatmu cemburu atau bagaimana?
Tidak. Dia hanya bercerita karena aku sempat menanyakan itu sebelumnya, sekedar
basa basi.
apa kau tidak pernah terpikir Yume mengatakan hal itu pada Edo? Semua rasa
penasaranmu tentangnya?
Tidak. Dia bahkan tak pernah berfikir untuk bercerita ke Edo bahwa aku selalu
menanyakan tentang Edo padanya

Kenapa? Kau bahkan tak begitu akrab dengannya Hyera menampakkan wajah
bingung yang polos
bukan karena akrab atau tidaknya aku dengan Yume, tapi karena aku
mempercayainya. Setidaknya dari cerita Yume aku tahu Edo itu seperti apa, dan yang
kulihat tentang Edo pun sama dengan penggabarannya tentang Edo, tak ada yang ditutupi,
dan tak ada yang salah
apa kau masih menyukainya? Hyera kembali bertanya dengan tulus
Masih? Ah bukan masih menyukai, tapi mungkin seperti aku berharap, apa yang
kulihat beberapa hari yang lalu hanya mimpi. Dia orang pertama yang membuatku
berfikir pria didalam hidupku ternyata ada pentingnya. Bisa kubilang dia cinta
pertamaku Hima menatap Hyera dengan hangat, seolah dia sedang berbicara pada Edo
dan bilang tak bisakah kau hentikan semua sandiwara ini? Aku lelah! Kenapa jujur
padaku membuatmu begitu takut, aku menyukaimu dan kau menyukaiku selesai! Hanya
saja dia harus kembali ketanah dan sadar bahwa hal itu hanya khayalannya.
bisakah kukatakan sesuatu?
iya? Hima menatap Hyera lebih dalam menampakan wajah kalem nan sendu
kau tahu film Raditya Dika tentang marmut merah jambu?
tidak, Aku sudah tiga tahun lebih tidak kembali ke Indonesia jadi tidak tahu menahu
film di sana, kenapa meamangnya? Hima mengerutkan keningnya bingung.
Ada satu kalimat diakhir film itu yang selalu ku ingat, Cinta itu kayak marmut lucu
warna merah jambu, yang berjalan disebuah roda, seolah dia telah berjalan jauh, tapi
sebenarnya dia gak pernah kemana-mana, gak tahu kapan harus berhenti. Sakit! yah,
kurang lebih seperti itu
Jadi kau menyuruhku untuk berhenti?
Tidak! Aku disini tidak sedang menyuruhmu untuk menjadi si marmut, melainkan aku
menyarankan kamu menjadi sang tuan, amati, kapan dia akan berhenti, dan amati kapan dia
akan mendekat padamu untuk bemain denganmu
Jadi, aku harus menunggu? Selama apa? Bahkan ketika dia sudah punya pacar?
Aku tidak juga sedang menyuruhmu menunggu, biarkan, amati bukan sesuatu hal yang
selalu melulu tentang menunggu, terlebih dia hanya peliharaanmu Hyera memotong katakatanya membuat sedikit celah untuk dapat dicerna oleh Hima yang masih mengerutkan
kening menatapnya, ketika dia melihat Hima mulai memahami dia melanjutkan
Bahkan peliharaan sekalipun membutuhkan waktunya untuk bisa menerima, bahwa dia
sedang menjadi peliharaan orang lain. Setidaknya dia didekatmu, selama yang kau tahu

bahwa dia akan ada untuk mu. Meskipun berbeda dengan fakta tentang Edo. Tapi kurasa
kamu tidak mungkin membenci peliharaanmu sendiri iya kan? Bosan mungkin iya, tapi kalau
kamu sayang, kamu tidak akan tega untuk menyakiti. Itu yang kamu bilang. Edo pernah
menjadi bagian dari ronggah hatimu, sel-sel halus diotakmu dan bahkan membuat hidupmu
bahagia untuk sejenak. Tapi disaat dia hanya akan menjadi peliharanmu jangan kau buang,
biarkan dia tetap aman disampingmu dan carilah yang baru, kucing dan kelinci pun lucu
kau menyuruhku untuk tidak membencinya? Bahkan ketika dia tahu aku menaruh
harapan padanya dan membuangnya dengan gampang dihadapanku?
Membenci akan membuatmu semakin menyukainya, dan kau tidak akan pernah beranjak
sedikit pun. Kesal-lah ketika kau tahu dia dengan orang lain, tapi jangan benci, karena
nantinya kau pasti punya hidupmu sendiri dengan orang yang lebih baik dari dia. Kaki terus
melangkah, otak terus menua, kulit terus berkeriput. Apa kau akan membiarkan semua rotasi
itu percuma dengan duduk ditempat dan membencinya? Kau punya hidup yang lebih
berwarna sebelum kau mengenalnya kan? Berbuat lebih baiklah, dan pria yang jauh lebih
baik akan mengantri untuk mengisi kursi terdepan dihatimu
aku akan mencoba, perlahan demi perlahan. Terlalu bahaya untuk hatiku jika langsung
berpaling arah untuk pertama kalinya dari awal mereka berbincang, Hima begitu bahagia,
kedua tersenyum dan seolah hampir tertawa mengingat mereka baru saja bertemu tapi
pembicaraan mereka begitu hangat, tapi sebelum mereka sadar Hyera berucap
ada pepatah Korea yang kudengar melalui drama Cho Ryeon Soo In, Jin Yeon Wan In,
the first Love helps one grow up, and the last Love completes the person sesaat ketika Hyera
menyelesaikan kata-katanya seorang maid pria datang dan menyapa Hyera
apa kau akan terus berlama disini Hyera? Kami harus memberesakan meja-meja, sudah
jam untuk tutup cafe begitu sopan, tapi terdengar ada penekanan halus disetiap kalimat yang
diucapkan, Hima hanya tersenyum dan membayar uang minumannya langsung kepada si
maid pria dan beranjak lalu memberi isyarat waktunya aku pulang kepada Hyera sambil
mengangkat tas dan mantelnya yang dia taruh di sandaran kursi, tapi dicegat oleh si maid
dengan ucapan
sumimasen, kami menggunakan tradisi Jepang disini, jadi saya tidak bisa menerima uang
Tip anda, bisakah anda memberi saya uang pas? ucap si maid sambil menundukkan kepala
kau bisa memberi kembaliannya pada Hyera kalau begitu, karena aku akan
menunggunya diluar Hima berucap lalu melempar senyum manis pada Hyera lalu berjalan
santai keluar. Hyera keluar setelah dua puluh menit Hima menunggu, waktu yang cukup lama
untuk membersihkan cafe, terlebih dia menunggu sendiri

apa terlalu lama menunggu? Hima langsung berdiri ketika Hyera tepat disampingnya
kau mau sedikit menghabiskan malam dipinggir jalan? Kurasa kita harus banyak
bercerita tentang hal lainnya
Oke!
Malam itu ada perasaan lega dihati Hima ketika berjalan berdampingan dengan Hyera
menuju kedai pinggir jalan. Semua hal yang seharusnya dia bicarakan dengan Yume yang
lebih mengenal siapa itu Edo justru selesai hanya dengan waktu yang singkat disatu meja.
Boleh saja cafe cintaloga menjadi awal Hima mengenal Edo, membuat hari-harinya penuh
tanya tentang siapa itu Edo, tapi seperti saat membaca sebuah buku pasti ada endingnya,
begitupun malam ini, Hima mengenal dengan pasti siapa Edo dan mengakhiri rasa ingin
tahunya tentang Edo ditempat yang sama, mengakhiri tanpa rasa kecewa, bak Happy Ending
pada cerita Snow White dan Cinderella, setelah hari itu pun dia menjalani hidupnya dengan
normal dengan perasaan yang semakin berwarna.

Epilog:
Dengan semua yang terjadi aku tersadar satu hal, memang sepantasnya dia hanya
berkelana didalam rongga-rongga hatiku, tanpa harus berlabuh di satu titik yang ku bilang,
jatuh cinta hanya untukku. Dan kuyakinkan diriku dengan pasti aku tidak akan
membencinya, dia akan menjadi sejarah pahit dan manis dihidupku, dan juga menjadi buku
panduan masa depanku, bagaimana kau melihat priaku dimasa depan.

~THE END~

Anda mungkin juga menyukai