ABDULLAH HARAHAP
KEKASIH DARI KUBUR
ABDULLAH HARAHAP
KEKASIH DARI KUBUR
Novel Karya : Abdullah
Harahap Diterbitkan pertama
kali oleh :
penerbit BINTANG USAHA
JAYA " SURABAYA
Cetakan Pertama : 1998 Lukisan
Cover : Fan Sardy
Dilarang mengutip tanpa seijin
penulis
Hak Cipta dilindungi
undang-undang ALL RlGHTS
RESERVED
***
biasa.
Rahayuningsih bukan
menggelisahkan hujan badai
yang selama satu minggu
terakhir boleh dikata turun
hampir setiap hari. Dan hanya
sesekali berhenti. itupun paling
lama satu dua jam. la
menggelisahkan dua hal yang
.muncul begitu saja. Dan
membuatnya tiba-tiba merasa
takut. .
Pertama. ayahnva. Yang tadi
sebelum turun hujan dijemput
oleh suruhan lurah. Tidak ada
penjelasan sama sekali." Beliau
bilang. ada urusan sangat
penting", si pesuruh
memberitahu. " Kedatangan
Bapak di tunggu sekarang juga!"
***
***
***
***
Rahayuningsih!"
"Ya ampun. Suhendro!". Badrun
menggelenggclengkan kepala. "
kau seperti bermaksud
mengatakan bahwa roh gadis itu
sudah mendatangimu. Lalu
bilang begini Pak Sekdes. tolong
deh buatkan sertifikat tanah itu
atas namakul". Badrun tertewa.
Geli. " Dengan apa dia
membayar"u, Hendro"
Tubuhnya?"
"Justru itulah yang aku
kuatirkan, Drun!"
"Itu apa?"
"Yang kau bilang barusan.
Rahayuningsih bangkit dari
kubur. Lalu ia datang: dengan
marah bukan aku. Tetapi kau!"
"Aku siap menghadapinya!".
Badrun tersenyum, melecehkan.
" Dan bila saat mendebarkan itu
tiba... dan semoga saja dia tidak
sedang hamil, dia akan kuseret
naik ke tempat tidur. Dan
percayalah, Suhenro. Begitu_
aku selesai. kau pasti kupanggil.
Untuk ikut menikmati tubuhnya.
Seperti dulu!"
Sungguh takabur'
Dan kini Badrun _harus
menanggung sendiri akibatnya.
Sudah mati sengsara.
jenazahnya di tolak pula oleh
bumi di mana Rahayuningsih
terkubur. Dengan cara
menggemparkan pula :
dipulangkan ke rumah. melalui
atap'
Suhendro tengah
bersantai-santai dengan
keluarga ketika kabar
menggemparkan itu sampai ke
telinganya. ia langsung
bergegas pergi ke rumah
Badrun, di mana ia kemudian
mendengar kabar lain yang
tidak kurang menggemparkan.
Yakni tentang umpatan-umpatan
serta sosok seorang perempuan
yang diduga kuat sebagai
pembuat ulah. Tak seorangpun
yang mengenali suara atau
wajah sosok gelap yang
kemudian lenyap entah kemana
itu.
Tetapi Suhendro langsung tahu.
Dan itu membuatnya takut.
Terlebih-Iebih lagi sewaktu
Suhendro akan meninggalkan
rumah keluarga Badrun, ia
sempat mendengar gumaman
ajengan Marsudi. Yang terlontar
entah sadar entah tidak."
Seberat apa kiranya dosa yang
membebani diri almarhum.." ?"
Di telinga Suhendro. gumamam
sang ajengan seolah ditujukan
langsung pada dirinya." Seberat
apa kiranya dosa yang
membebani dirimu, Suhendra"!"
***
Suhendra menggigil.
Ia paksakan sepeda motornya
supaya melaju lebih cepat di
jalanan mendaki yang
diperkeras dengan batubatu
pecah. Mesin sepeda motor itu
sampai terbatukbatuk,
kepayahan. namun toh sampai
juga di atas dengan selamat.
Jalanan kembali rata, dengan
deretan rumah di kiri kanan.
Rumah-rumah yang tampak
sunyi membeku dalam kegelapan
malam. Tinggal satu belokan
lagi, dan Suhendro akan sudah
tiba di rumah yang ia tuju.
"Semoga saja embah Rasim_
tidak sedang pergi!", Suhendra
membathin. Cemas. "Hanya dia
seorang yang bisa kuandalkan
sekarang ini.."..!"
Sebenarnya, masih ada ajengan
Marsudi.
Tetapi Suhendro tidak berani.
Kalau nantinya cuma
sekedar disuru tobat kepada
Tuhan. Bolehlah. Itu gampang.
Yang. repot, adalah jika
nantinya Suhendro disuruh
melakukan apa yang pernah
dilakukan oleh Jayusman,
seorang rentenir.
Sebagai rentenir yang sudah
karatan, orang yang tengah
menderita sakit parah sekalipun
akan dipaksa Jayusman keluar
dari rumah yang sudah
waktunya dibeslah. Jika tidak
ada yang tega melakukan hal itu
untuknya, Jayusman sendirilah
yang masuk' dan kemudian
menyeret keluar si sakit yang
tidak berdaya.
Tibalah suatu ketika, Jayusman
terkena penyakit. Yang bukan
cuma parah, tetapi juga aneh.
Makanan atau
minuman'apapun..." termasuk
cairan infus, selalu ia
muntahkan keluar.
Dokter-dokter ahli di rumah
sakit dibuat geleng-geleng
kepala. Begitu pula beberap
dukun ternama yang dipanggil
silih berganti. Tak ada yang
berhasil mengobati, Jayusman
terpaksa harus terusmenerus
menggeletak di tempat tidur.
Dengan tulangtulang tubuhnya
dari hari ke hari tampak kian
menyembul di balik kulit yang
semakin tipis dan kering.
Berbicara pun payah. Kalaupun
bisa, yang keluar cuma
bisikan-bisikan lemah. namun
demikian. Jayusman tak
mati-mati juga. Sementara
harapan untuk sembuh, sudah
tidak lagi dipikirkan orang,
Lalu ajengan Marsudi kembali
dari perjalanan Haji ke Mekkah.
***
ANJING.....", Suhendra
menggeram. Marah pada diri
sendiri.
Gara-gara pikiran tak
lepas-lepas dari si dukun tua
Rasimin. Suhendro terlambat
sadar bahwa ia telah salah
mengambil arah. Malas
berbalik. sepeda motor ia
biarkan terus meluncur maju.
tak apalah. Toh setelah
jembatan di depan sana. ada
jalan ke kiri yang nantinya akan
bertemu juga dengan jalan yang
menuju ke rumahnya. Memang
harus memutar lumayan jauh.
Tetapi ada bagusnya juga.
Karena rumah Pak lurah
terlewati. Suhendro dapat
sekalian singgah untuk
membicarakan tentang tanah
bengkok desa yang ia janjikan
pada Rasimin.
Dan janji itulah yang lebih
membuat Suhendro
marah.
Begitu cerobohnya dia tadi!
Semata-mata karena tidak
sedikitpun menyangka bahwa
dukun sialan itu bakal meminta
tanah bengkok desa sebagai
imbal jasa. Lantaran saking
ketakutan oleh pembalasan
Rahayuningsih. hendro langsung
mengiyakan saja. Coba. betapa
enak dia tadi ngomong : " Itu
gampang diatur?". Seolah yang
ia pertaruhkan itu adalah tanah
milik nenek moyangnya! '
Baru setelah meninggalkan
rumah sang dukun. Suhendro
menyesal setengah mati. ia
sudah hapal betul adat
Paramono. yang dulu adalah
sahabatnya tetapi kini telah
menjadi majikannya. Maka
terbayang-bayanglah di pelupuk
mata Suhendro, betapa
berangnya hati Pramono. _
"Cuma untuk mengusir roh!".
begitulah reaksi yang ia
perkirakan bakal dilontarkan
oleh Pramono. " Kau nekad
menjanjikan tanah bengkok desa
pada si tua bangka yang banyak
akal bulusnya itu! Kau
kemanakan otakmu. he"!"
Omelan itu masih bisa
diperdebatkan.
Yang mencemaskan Suhendro
dan inilah yang juga terlambat
ia sadari. adalah jika
majikannya nanti menuntut, "
Apa buktinya kelak. Bahwa
Rasimin memang benar-benar
sudah memusnahkan hantunya
Rahayuningsih"!"
Ya, apa"
Kepercayaan semata! ltupun
dari Suhendro pribadi pula.
Kepercayaan, yang bisa saja
disalah gunakan oleh siapapun
juga. Apalagi oleh seseorang
dukun semacam Rasimin. Yang
dahulu ketika Jayusman berhasil
***
TIBA di rumah. Suhendro tidak
lagi mengetuk. Tetapi langsung
main gedor pintu. Yang dibuka
buru-buru oleh istrinya.
"Aduh, Mas kiranya. Bikin kaget
saja!". sambut Kartinah.
Sembari mengurut dada, lega.
Sesaat cuma. Saat berikutnya. ia
sudah bertanya. Cemas.
"Astaga, Mas. Kau tampak
begitu pucat. Ada apa?"
"Cepat tutup dan kunci pintunya.
Tinah !", Suhendro menyahuti
gugup sambil mendorong sepeda
motornya masuk ke dalam. "
Juga semua jendela. Pastikan
semuanya terkunci rapat.
Jangan sampai ada yang bisa
masuk!"
"Lho. Memangnya kenapa......",
desah Kartinah. Heran.
"Lakukan saja apa yang
kusuruh!". Suhendro mendengus
tak senang. " Kau susul aku ke
kamar. Temani aku tidur!"
Tanpa memperdulikan
keheranan istrinya, Suhendro
langsung bergegas masuk ke
ruang dalam. terus ke kamar.
Melompat naik ke tempat tidur.
ia lang5ung menarik selimut.
Menutupi sekujur tubuhnya yang
menggigil. dari ujung rambut
sampai ke ujung jari kaki.
Meringkuk tegang. kelopak
matanya seketika dipejamkan
rapat rapat. Seraya bibirnya
kumat-kamil. memohon." Ya
Tuhan. Datangkanlah kantuk
padaku. Biarkan aku
tidur.....untuk melupakan semua
itu....."!"
Namun, betapapun dipaksa,
perasaan mengantuk itu tak juga
datang. Sementara di dalam
kegelapan mata yang
dikatupkan. bayangan wajah
Suparta tak pula hilang-hilang.
Terutama mata yang melotot
mengerikan itu. Mata yang
berkata mengancam. " yang
berikutnya. kau.."!"
Terdengar ranjang berderit.
Lantas sesuatu terasa
menyelinap ke bawah selimut, di
sebelah tubuhnya.
Tak pelak lagi. sepasang mata
Suhendra terpentang lebar
dalam seketika. Pada ketika
yang sama. bagian atas selimut
ia singkapkan dengan cepat.
Menoleh takuttakut. tampaklah
wajah manis Kartinah. Yang
menatap bingung. Bercampur
kuatir.
"Apa yang kau takutkan. Mas?".
bisik Kartinah. lembut. dalam
upaya menenteramkan hati
suaminya.
Suhendro menyahuti. gemetar. "
Peluklah aku rapat-rapat.
"nah......"
Tanpa berkata, Kartinah
menurut. Berbaring di atas satu
sisi tubuh, sebelah tangannya
dipelukkan erat-erat. Bahkan
Juga sebelah kaki. Dijcpitkan
rapat ke paha sang suami. _
Perlakuan setengah manja itu.
lambat laun membuat Suhendro
merasa tenang. dan akal
sehat-nya pun muncul kembali.
Sementara di sebelahnya. sambil
tetap merangkul. kartinah tetap
pula diam. mengambil sikap
paling bijaksana. Menunggu.
Karena membayangkan saja
sudah takut apalagi
membicarakan, Suhendro
akhirnya memutuskan untuk
mengobrolkan hal lain yang
tidak kurang-kurang
mengganggu pikirannya.
Dan tanpa ujung pangkal, ia pun
bergumam. Mengeluh.".....entah
kenapa aku sampai ngomong
begitu padanya!"
Lembut dan sabar. Kartinah
bertanya. " Pada siapa, Mas?"
"Pak Lurah........."
"Oh!", desah Kartinah. Diam
sejenak. ia meneruskan. '" yang
Mas omongkan?"
"Macam-macam !", jawab
Suhendro. gelisah. " pendeknya,
ucapan-ucapan yang
menyakitkan hati. Dan pasti
membuat orang lain yang ikut
mendengar, akan curiga"."
"Curiga tentang apa?"
".Tentang..........".' Suhendro
berhenti seketika. Tersadar. ia
cepat menghindar. " Ah,
sudahlah! Yang jelas, sebelum
rasimin menyelesaikan tugasnya,
aku tidak akan berani bertemu
muka dengan Pak lurah!"
"Rasimin?"
"Ya. Rasimin. Dukun"...."
Karena ia berbicara dengan
mata menerawang ke
langit-langit kamar. Suhendro
tidak melihat wajah istrinya
seketika berubah dingin dan
kaku.
Sama dinginnya. Kaninah
kemudian berbisik tajam " 0"
dia! "APa yang harus
dikerjakan oleh dukun itu?""
"Mengusir roh jahat!"
Kartinah mendesah. Terkejut. "
Apa?"
"Kau kan sudah dengar kejadian
apa yang menimpa diri Badrun.
Kemudian juga, jenazahnya!".
sahut Suhendro, dengan mata
masih tetap menerawang. " Aku
yakin itu pasti perbuatan roh
jahat adanya. Terbukti barusan
tadi...." _
Suhendro terpejam. Disertai
rintihan sakit " ya Tuhan.
Suparta! Dia pun sudah jatuh
sebagai korban."
"Astaga. Mas. Yang benar!"
"Aku sudah melihat sendiri
mayatnya. Tinah. Dan......"
"Dan?"
Suara Suhendro berubah
mendadak. begitu pula rona
wajahnya. '" Tanganmu, Tinah.
Juga kakimu........!*'
"Hei. Mas ngomongnya kok
ngaco sih!"
Di bawah selimut. tangan
Suhendro meraba-raba. Sambil
mulutnya berbicara. " Benar.
tangan serta kakimu rasanya....
dingin sekali!" .
Perlahan-lahan. bibir Kartinah
memperlihatkan senyuman
samar. " yang dingin itu tubuh
siapa. Mas"
Aku. atau kau"!"
"Ah. Iya juga ..."." Suhendro
manggut-manggut setuju. Tetapi
rona wajahnya masih
memperlihatkan rona
kebingungan.
"Biar kuhangatkan. ya Mas?".
bisik kartinah.
Manja
Sekali lagi Suhendro
manggut-manggut. Makin setuju.
" Betul. Tinah. Buatlah tubuhku
panas. Kemudian lakukan apa
saja. terserah mau pakai gaya
apa. Aku akan menurut. Yang
penting,_ buatlah aku sampai
lelah. Selelah-lelahnya!
Sehingga aku nanti bisa tertidur.
Dan....."."
Sementara mulut Suhendro terus
berkicau dengan bersemangat,
di balik selimut, tangan serta
paha maupun lutut Kartinah
terus pula bereaksi. Dengan
kecepatan dan keterampilan luar
biasa.... namun nyaris tak
diperhatikan oleh Suhendro,
Kartinah sudah menanggalkan
pakaian mereka berdua. Sampai
ke lapis yang terakhir. Semua
dilemparkan tanpa perduli
jatuhnya di mana. Termasuk
kemudian. selimut. Sementara
jari-jemari serta lutut terus saja
aktif bekerja
Namun anehnya. betapapun
Suhendro berharap malah juga
mengalami reaksi dengan cepat,
Kartinah tak juga main cium.
Apalagi lebih dari itu! Yang juga
aneh. meski gerakan Kartinah
semakin liar. kulit tubuhnya
yang bersentuhan dengan kulit
tubuh Suhendro. tetap saja
terasa dingin.
Akan tetapi. apalah artinya
semua keanehan itu dibanding
dengan nafsu birahi yang sudah
melonjak. Dan akhirnya sudah
naik ke otak pula!
Akan tetapi dan juga sangat tak
sabar. Suhendrolah yang
akhirnya mengambil inisiatip.
Sambil mengumpat tak jelas.
Suhendra cepat bergerak naik
dan dengan tepat memasuki
tubuh sang istri. Lantas disertai
dengusan dengusan nafas berat.
Suhendro kemudian berpacu.
Dan terus berpacu. Sementara di
bawah tubuhnya. terjadi hal
yang sebaliknya. Kartinah yang
semula aktip. kini malah diam
membeku. Seperti pasrah.
Dengan suhu tubuh yang
semakin membeku pula.
Sebeku es batu!
Di tengah serbuan gejolak
nafsunya, hal itu lambat laun
terasakan juga oleh Suhendro.
Kelopak matanya yang semula
dikatupkan -untuk lebih
menghayati nikmatnya birahi,
perlahan-lahan dibuka. Dan
dibuka semakin lebar. Untuk
kemudian menatap terkesima.
Apa yang disaksikan dan
sekaligus juga dirasakan oleh
Suhendro adalah. payudara
Kartinah yang aslinya
berukuran sedang-sedang saja.
perlahan-lahan tampak
berdenyut-denyut lantas
membeSar. Bersama waktu. di
bawah payudara juga terjadi
proses pembesaran. Malah lebih
cepat serta lebih mengejutkan.
Dan perut Kartinah yang semula
rata, tahu-tahu sudah
membengkak hebat. Dengan
permukaan yang sekaligus
mengencang. Keras. Tak
ubahnya perut perempuan yang
sedang bunting tua!
Terbelalak ngeri. Suhendro pun
menggeragap. Apa.........!" _
Ia berhenti sampai di situ.
Karena. seraya menatap diam ke
wajah Suhendro. bibir Kartinah
perlahan-lahan mulai
menyeringai.
mengejek !
***
Pada waktu bersamaan. dalam
sebuah rumah terpencil di
pinggiran desa. Samar-samar
terdengar suara berdetak-detak
teratur. Pertanda potongan
tulang-tulang tungkai di lantai
kamar kerja Rasimin sudah
mulai lagi Sibuk mencari-cari ke
delapan arah penjuru angin.
sampai suatu saat. yang
terdengar hanyalah sebuah
detukan tunggal dengan irama
yang monoton : tuk-tuktuk.."! '
Rasimin membuka kelopak mata
tuanya.
"Aku merasakan ada
getaran..".!"_ ia berbisik pelan.
Lantas melihat seksama ke
lantai di hadapannya. hanya ada
satu ujung potongan tulang
tungkai yang bergerak-gerak
mendetuk lantai. Yakni. ujung
tulang yang mengarah ke
tenggara. Ke arah mana
tengkorak di atasnya ikut
menghadap. Sambil dari balik
rongga rahangnya yang terbuka.
terdengar desahan nafas berat
memburu.
"Hem!" rasimin tersenyum
samar. " Dia sudah
menampakkan diri rupanya!"
Lantas. masih tetap dalam posisi
duduk bersila. tangan kanan
Rasimin dikibaskan ke arah
tembok. ke arah mana ujung
tulang maupun tengkorak
terlihat menghadap. terdengar
suara berdetas keras. Dan
tembok di maksud tampak
bagian tengahnya retak
perlahan. lalu terbelah
membuka. tanpa ada sekeping
tembok pun yang pecah. bahkan
juga tidak sebutir pasir pun yang
jatuh
dari belahan tersebut.
"Pergilah!". Rasimin berbisik.
Tajam." bakar tempat
persembunyiannya Paksa roh
gentanyangan itu keluar. Lalu
segera seret dia kehadapanku!"
Detukan tunggal ujung tulang.
berhenti diam. Dan di atasnya.
rongga mata tengkorak yang
tadinya hitam menganga.
seketika menyala merah. Dan
pada saat berikutnya. tengkorak
dengan rongga mata berapi itu
melesat dari tempatnya
mengapung. Langsung ke arah
belahan tembok yang terbuka.
Menembus cepat. untuk
kemudian menyatu dengan
kegelapan malam di luar rumah.
***
Mengapa berhenti?". Kartinah
menggeram tak senang.
Suaranya pun tidak lagi
terdengar lembut manja. Tetapi
sudah berubah menjadi suara
perempuan lain. Suara dengan
nada kering namun terdengar
berat. " Bukankah dulu kau
pernah bilang. Ternyata ada
enaknya juga memperkosa
perempuan yang lagi bunting
besar..."..!"
Shock berat oleh kejutan
mendadak yang dihadapinya.
Suhendro bukannya melompat
lari untuk menyelamatkan diri.
Ia masih saja membungkuk di
atas tubuh telanjang Kartinah.
Sambil bergemetar hebat
'termasuk selangkangannya.
yang juga masih tampak
menyatu dengan selangkangan
kartinah.
"Rahayu.....ningsih !". ia
menggagap. terpukau"... tidak
mungkin! Kau....."!
Mengapa tidak?", ujar suara
Rahayuningsih. melalui mulut
Kartinah. " Atau kau perlu bukti
tambahan. ya?"
Di akhir ucapan Kartinah,
terciumlah bau busuk yang
menyengat hidung. Bersamaan
waktu, sekujur tubuh telanjang
Kartinah yang bunting
mendadak itu. tiba tiba sudah
berubah sangat kotor Digenangi
tanah berlumpur. Dengan
mahluk-mahluk kecil tampak
menggeliat-geliat hidup di
sana-sini.
Apalagi. kalau bukan ulat!
Kartinah menyeringai. Lebar. "
Ayo. teruskan. Suhendro". suara
kering itu terdengar menggeram.
Berat. " Justru birahikulah yang
sekarang terlanjur naik. Ayo.
teruskan, kubilang!"
Sambil menggeram. kedua
lengan Rahayuningsih yang
kotor berlumpur serta
disana-sini digeliati ulat-ulat
kecil itu, merangkul ketat
pinggang Suhendra. Dengan
gerak memaksa agar pinggang
Suhendro berpacu turun naik
seperti tadi.
Saat itulah. Suhendro yang
terserang shock berusaha
melepaskan diri. Sambil menjerit
keras. tubuhnya ia lengkungkan
ke atas. Tetapi tertahan oleh
rangkulan lengan-lengan
Kartinah yang membetot ke
bawah. Sekali lagi Suhendro
menjerit. lalu menyumpah
serapahkan ucapan-ucapan
kotor dengan suara histeris.
Namun perjuangan keras
Suhendro ternyata sia-sia.
Jangankan pinggang dirangkul
ketat oleh kedua lengan
Kartinah. Selangkangannya pun
tak bergeming-geming
sedikitpun juga. Tidak mau
keluar. menjauhi selangkangan
di bawahnya. Betapa tidak.
Penisnya yang masih terbenam
di sebelah dalam rahim
Kartinah. seakan ada yang
mencengkeram. Lalu ditarik
semakin masuk ke da|am tubuh
Kartinah. sambil dipilit-pilit
pula!
Akibatnya. Suhendro bukan lagi
menjerit. Tetapi melolong-lolong
panjang, sambil berurai air
mata.
"cengeng'". Mulut Kartinah
menggeramkan suara kering
Rahayuningsih. Berang dan
marah alang kepalang. " Kau
membuat nafsuku terbunuh!
Haram jadah sialan, baiklah.
Kita akhiri saja sampai di
sini.........!"
Betotan memilin penis Suhendro
di sebelah dalam rahim
Kartinah. berhenti mendadak.
Lolongan Suhendro dengan
sendirinya melemah pula. Untuk
kemudian hanya rintihan sakit
serta tangisnya saja yang
terdengar.
Kartinah melepaskan
rangkulannya dari pinggang
Suhendro. Kedua lengannya
yang kotor berlumpur. turun
perlahan. Lalu terkulai diam di
kiri kanan tubuhnya. yang juga
mendadak diam terkulai.
Dalam cekaman teror dan
keputusasaan. alam bawah
sadar Suhendra seketika melihat
ada kesempatan terbuka untuk
menyelamatkan diri. Dan ia pun
lantas mengambil
ancang-ancang. Siap untuk
menghambur menjauhi tubuh
Kartinah yang baunya semakin
membusuk saja. Kartinah hanya
diam. Mengawasi. Sambil
bibirnya tampak mengguratkan
seringai misterius.
Lalu. pada saat Suhendro mulai
bergerak menarik
selangkangannya menjauhi
selangkangan Kartinah.
terjadilah sesuatu yang sangat
di luar dugaan
Perut bunting Kartinah tampak
berdenyut-denyut hebat. Seakan
ada benda hidup mendorong ke
luar. dan sebelum Suhendro
sempat menyadari sesuatu.
lengkungan atas perut Kartinah
tiba-tiba sudah merobek di dua
tempat. Dan dari dua robekan
yang disertai semburan darah
segar itu. Sepasang
tangan-tangan kecil mungil
berwarna pucat kemerahan
tampak menyembul lalu
menggapai-gapai keluar.
Melihat itu. habislah sudah
semangat Suhendro dari pukau
yang selama beberapa saat telah
melumpuhkan seluruh otot serta
Jaringan syaraf dl dalam
tubuhnya. Menjerit sengasara.
secara naluriah Suhendro
melambungkan tubuh sendiri ke
belakang. Gerakan reflek itu
berhasil. memang, Suhendro
terlepas dari daya betot tubuh
Kartinah. Akan tetapi
lambungan tubuh Suhendro
melayang jatuh dari tempat tidur
lantas mendarat di lantai.
kepalanya tiba lebih dulu.
Mulut Suhendra terbuka, namun
suaranya tak keluar. walau pun
cuma keluhan lemah saja. Apa
yang terdengar hanyalah suara
berdetuk keras pada saat
kepalanya tiba di lantai. Disertai
dengan bunyi berderaknya
tulang-tulang leher yang patah.
Suhendra pun seketika rebah
terkulai. Dengan kepala
tergeletak miring ke satu sisi.
Dan. lambung yang robek
menganga. Memperlihatkan
tumpukan usus yang
berdenyut-denyut liar dalam
genangan darah yang memerah
segar.
Sementara di atas tempat tidur.
sepasang tangan tangan mungil
yang telah merobek lambung
Suhendro,
cepat sewaktu menyembul keluar
tadi. dalam seketika. sudah
menyelinap masuk kembali ke
sebelah perut kembung
Kartinah. Dan begitu sepasang
tangan tersebut melenyap
hilang. robekan di lengkung atas
perut Kartinah pun merapat
pelan. Lalu kemudian menyatu
kembali. Tanpa meninggalkan
sedikit pun bekas luka, Walau
cuma goresan keeil saja!
Pada detik berikutnya. perut
Kartinah yang bunting besar.
dengan cepat sudah mengempes
menjadi rata kembali. Begitu
pula payudara. kembali pula ke
ukuran semula Sepasang
gumpalan kenyal. namun
berukuran sedang-sedang saja.
Kotoran tanah berlumpur
maupun gerakan ulat-ulat kecil
yang menggeliat-geliat hidup
itu. sirna perlahan-lahan. Begitu
juga dengan bau busuk yang tadi
sangat menyengat. Seluruh kulit
tubuh Kartinah dengan segera
sudah putih bersih kembali.
Bersinar-sinar segar Hanya
saja. disana-sini tampak
dibanjiri oleh keringat.
Menyeringai kaku. Kartinah
perlahan-lahan bangkit dari
rebahnya di tempat tidur.
Dengan gerak bangkit yang
tampak sangat kaku pula.
Menggeliat-geliat sejenak untuk
mengendurkan otot-otot,
Kartinah kemudian meluncur
turun ke lantai. Sedikit lunglai
karena kelelahan. kaki telanjang
Kartinah melangkah
tersuruk-suruk. Mendekat lantas
tertegak lesu mengawasi tubuh
Suhendro. Yang menggeletak di
lantai .Membeku diam. Dengan
sepasang matanya yang
membelalak_ tampak pucat dan
mati.
Mulut Kartinah membuka
perlahan. " Ketahuilah,
Suhendro......"_ ia bergumam
kering. Dengan nadanya
_yang berat. " Tidak sedikit pun
aku berbahagia dengan semua
ini. Akan tetapi......."
Gumaman lirih Kartinah.
mendadak terputus oleh bunyi
hingar bingar yang
mengejutkan. Seketika, Kartinah
berpaling. Persis pada saat
jendela kamar pas lagi pecah.
Berantakan.
Lantas sebuah benda
menakjubkan. menerobos ke
_dalam.
Tengkorak kecil. Dengan rahang
mengatup rapat. namun
sepasang rongga matanya
tampak memerah saga.
***
JANGAN menyia-nyiakan
kesempatan!
Itu adalah prinsip Rasimin tua
dalam segala hal. Dan si
penorobos pun melaksanakan
prinsip tersebut secara tuntas.
Selagi lawan terkejut lantas
lengah oleh serbuannya yang
mendadak. sang tengkorak
langsung beraksi. Dari rongga
matanya yang memerah saga. ia
menyemburkan sepasang lidah
api yang langsung menyerbu ke
arah sosok Kartinah. Dengan
suara berdesus. ganas.
Begitu mengenai sasaran, kedua
ujung lidah api bertaut satu
sama lain. Membentuk lingkaran
yang dengan cepat sudah
mengurung'lalu membakar sosok
telanjang Kartinah. Saat itu juga
terdengarlah jeritan sengsara
seorang manusia : jeritan
Kartinah yang asli.
tubuh telanjangnya meronta lalu
melompat-lompat liar dalam
usaha melepaskan diri dari
kobaran api. Usahanya itu
mengakibatkan nyala api justru
semakin marak dan mulai
menjilati benda apa saja yang
tersentuh atau terkena terjangan
Kantinah.
Dan tempatnya mengapung.
sang tengkorak masih terus
menyemburkan lidah-lidah api
ke arah manapun juga sosok
Kartinah bergerak. Semburan
lidah api itu baru ia hentikan
setelah Kartinah tampak
tersuruk-suruk lumbung dan
kemudian temungkur jatuh ke
lantai. Dan bersama
tersungkurnya Kartinah.
kobaran api yang mengurung
tubuhnya pun perlahan-lahan
mengecil kemudian padam
dengan cepat. Meninggalkan
sosok telanjang yang tampak
berkelejotan sebentar. sebelum
akhirnya diam terkulai. Dengan
sekujur tubuh yang sudah
melepuh hangus.
Sambil mengatupkan rahangnya
rapat-rapat. sang tengkorak
mengawasi korban
kebrutalannya.
Diam tak bergeming Menunggu.
Detik demi detik berlalu.
Sementara api yang timbul dari
terjangan-terjangan liar
Kartinah tadi. mulai marak di
sana-sini. Lalu diterangi
maraknya api. dari sekujur
tubuh yang hangus melepuh itu
perlahan-lahan tampaklah
adanya cahaya biru yang
samar-samar membias keluar.
Sambil bergerak naik
meninggalkan tubuh hangus
Kartinah. bias samar-samar itu
saling merapat dan terus
merapat. Sampai akhimya
membentuk wujut menyerupai
ular kecil berwama biru pekat
dengan sinar yang tajam
menyilaukan. Meliuk-liuk naik.
Dengan liukan lemah. seperti
kelelahan.
Di tempatnya mengapung,
sepasang mata merah sang
tengkorak seketika
bersinar-sinar tajam.
Rahangnya membeku
perlahan-lahan. Saat berikutnya,
sang tengkorak pun menyerbu ke
depan.
Sambil menyerbu. mulutnya
terbuka semakin mangap.
Siap mencaplok mangsa
Namun seakan menduga
datangnya serangan, sinar biru
menyerupai ular kecil itu keburu
berkelit dengan kecepatan tak
terduga. Dan meliuk hilang
entah kemana!
Mencaplok udara hampa. sang
tengkorak sempat melesat ke
depan. Lalu berhenti menyentak.
hanya sejengkel sebelum
membentur tembok di
hadapannya. Sempat goyah
sebentar karena mengerem
dengan tibatiba. sang tengkorak
kemudian berputar di tempatnya
mengapung. Mencari-cari ke
arah mana mangsa yang nyaris
mencelakakan dirinya itu lari
bersembunyi.
Dan ia pun tertegun seketika.
Terlihat olehnya cahaya biru
menyerupai ular kecil itu sudah
berpindah tempat Dari atas
tubuh Kartinah. kini tampak
sudah berada di atas tubuh
Suhendro. Yang mengherankan.
cahaya biru tersebut bergerak
keluar masuk lambung Suhendro
yang robek menganga. Dengan
liukan-liukan liar. setengah
histeris. mengakibatkan
gundukan usus maupun
genangan darah di lambung
terbuka Suhendro ikut
bergerak-gerak dan berubah
warna menjadi kebiru-biruan.
Bergetar sesaat. sang tengkorak
turun mendekat.
Gerakannya kini lebih perlahan
dan hati-hati. Agaknya tidak
sudi dipencundangi sampai dua
kali.
Mendekat dan terus mendekat,
dengan rahang terus pula
membuka semakin lebar.
pada saat itulah. lambung
Suhendro tampak terguncang
dengan hebat. Menyenai
guncangan itu, sinar biru
melesat naik dari celah-celah
gundukan usus Suhendra. Darah
segar menciprat kian kemari.
Dan dari tengah cipratan itu.
segumpal benda merah
kecoklatan ikut melesat keluar
dan melayang lurus ke arah
sang tengkorak.
Berhenti menyentak, sang
tengkorak seketika mengatupkan
rahang.
Sayang, terlambat. Karena
benda asing itu sudah keburu
berada di sebelah dalam
mulutnya.
Dalam sebuah rumah kecil di
pinggiran desa, Rasimin berseru
tersentak. " Apa..........!"
Semadhinya buyar berantakan.
Pucat saking terkejut. Rasimin
berusaha menguasai diri. Sambil
merapal mantera. ia berjuang
keras mengatur semadhinya
kembali. Namun dengan segera
terlihat bahwa usahanya itu
sia-sia belaka. Karena wajah
tuanya tampak semakin pucat.
sementara dari mulutnya yang
kumat-kamit. mulai terdengar
rintihan kesakitan.
Pada waktu bersamaan.
dirumah Suhendro.
Sang tengkorak tampak
terbang-terbanting kian kemari.
dengan sinar merah pada
rongga matanya tampak
berkedap-kedip kian meredup.
Dan tidak jauh dari tubuh
Suhendro yang terkulai diam di
lantai. cahaya
biru yang meliuk-link seperti
ular itu bergerak-gerak
membesar lalu membentuk
sebuah ujut. Dari wujud cahaya
biru menyilaukan. ke wujud
bayang-bayang sesosok
perempuan muda belia.
Mengenakan baju panjang yang
tampak semakin longgar karena
sudah robek disatu-sisi.
Sambil mengusap usap perutnya
yang tampak bunting besar.
bayang-bayang menggeram.
kering dan berat. " Agaknya kau
lupa. Karena kita sesama
penghuni alam gaib. tentu saja
aku meiagetahui. Bahwa
ginjal.... adalah pantangan
terbesarmu!"
Usai mengeluarkan
uneg-unegnya, sang
bayangbayang meringkik keras
lalu melesat terbang ke arah
jendela. Lantas lenyap
menghilang dalam kegelapan
malam. bersama ringkikannya
yang terdengar kian menjauh.
Di tempat yang ia tinggalkan.
sang tengkorak terus saja
terbuntang-banting diantara
kobaran api yang semakin
marak. sampai suatu saat
terdengar bunyi meletup yang
setengah teredam.
Dan di kamar pribadinya di
pinggiran desa, Rasimin tua
jatuh tersungkur ke lantai.
Dengan kepala tampak
meremuk. Pecah.
***
***
***
***
SEBELUMNYA, di luar rumah.
Pada saat sosok Rahayuningsih
melenyap hilang. bukan cuma
Pramono seorang terbebas dari
pengaruh sihir. Tiga sosok
mayat di luar rumah juga
mengalami hal yang sama.
Salah satu Ujung kain selendang
sudah tersimpul dengan
lingkaran yang cukup untuk
menjerat leher seseorang. Ujung
lain dari selendang tengah
diikatkan, ia mendadak limbung
lantas jatuh terguling dari
cabang pohon mangga tersebut.
Mayat Badrun terhempas
menjerembab di tanah
Mayat hendro yang tengah sibuk
mengurus USusnya_ limbung
pada waktu bersamaan. lantas
ikut menjerembab diam. Tak
bergerak-gerak. Dengan usus
tumpah. Terburai kaku.
Membeku dalam seketika.
Tidak berbeda halnya dengan
mayat Suparta.
Ia baru saja tiba di dekat
gantungan kain selendang. Dan
sedang sibuk memasukkan
kepala Sumiati ke lingkaran
simpul selendang, ketika
tubuhnya mendadak jatuh
tersungkur bersama tubuh
Sumiati yang masih setengah
dipanggul. Sebagaimana dua
mayat temannya. mayat Suparta
langsung membeku kaku setiba
di tanah.
Adapun Sumiati yang terlempar
karena jatuh tersungkurnya
Suparta, sempat mengeluh
tersadar. Namun hempasan
keras tubuhnya sewaktu Jatuh
terlempar. menimbulkan
perasaan sakit yang hebat.
Terutama pada kandungannya.
Sewaktu mengeluh. kelopak
mata Sumiati sempat mengerjap
terbuka. Untuk kemudian
mengatup kembali. Tubuhnya
pun terbanting diam. tak
bergerak-gerak.
Tidak jelas apakah Sumiati
masih hidup atau sudah mati.
Yang pasti. dari Celah-celah
pahanya yang mengangkang
terbuka, tampak ada rembesan
darah kental mengalir lalu
memerahi tanah di sekitarnya.
Tak ada yang lain. kecuali
genangan darah.
Dan itulah yang kemudian
dilihat Pramono. Dan seketika
membuat Pramono menjerit
panjang dengan sekujur tubuh
bergemetar hebat. Lantas jatuh
berlutut di samping tubuh
Sumiati.
Seraya menangis sesenggukan.
***
Jeritan-jeritan lengking itu
tiba-tiba melenyap hilang.
Sebelumnya. Marsudi sudah
mulai curiga. Bahwa yang Ia
hadapi bukanlah sekedar hantu
Rahayuningsih. Melainkan
sesuatu yang lain. Sesuatu, yang
jauh lebih berbahaya dibanding
roh mantan manusia. Maka
ketika lengkingan bising itu
melenyap hilang, Marsudi pun
bergegas naik ke'atas.
Lalu berdiri digundukan tanah
galian.
Diam. menunggu.
Beberapa saat kemudian.
tampaklah adanya sinar merah
melesat di atas sungai yang
membatasi desa dengan komplek
makam .Sinar merah itu
langsung lewat di atas Marsudi
yang seketika memutar
tubuhnya. memperhatikan.
Dengan sikap tetap waspada.
Sinar merah terbang
berputar-putar sejenak di sekitar
permukaan lubang besar. Naik
sedikit lebih ke atas untuk
sesaat. Lalu meliuk turun sambil
perlahanlahan membentuk
sebuah wujut _Pada kejap
berikutnya. diatas gundukan
tanah yang berseberangan
dengan tempat Marsudi berdiri,
sudah tegak sesosok tubuh.
Yakni, sosok Rahayuningsih.
Dengan 'blus panjangnya yang
tercabik-cabik. Dan perutnya
yang membunting nyata.
Dua Pasang mata seketika
beradu pandang tanpa kata.
Lalu di seberang sana
Rahayuningsih tampak membuka
mulut. Dan terdengarlah
suaranya yang berat dan kering.
" Siapa kau ini. eh"'
"Marsudi . .!"
Sosok Rahayuningsih melongok
lubang besar menganga di
hadapan mereka. Lantas seraya
menyeringai tipis. ia berkata
memuji. ' Hebat Tuan
pekerjaanmu"
Marsudi diam saja.
Sosok Rahcyuningsih menetap
tajam. Lalu bertanya. tak
senang. " Apa hakmu merusak
tempat kediamanku?"
Jadi itulah dia. pikir Marsudi.
dan di mulut ia menjawab.
Tenang. " Aku tidak tahu daerah
ini tempat kediamanmu. Lagi
pula, aku tidak bermaksud
merusaknya Tujuanku
semata-mata untuk mencari
itu"..!". Marsudi menunjuk pada
kerangka yang setengah
terbenam di dasar lubang. " Jika
pekerjaanku kau anggap
merusak. sudilah memaafkan!"
"Hem ...' gumam sosok
Rahayuningsih. Sempat terdiam
oleh kesantunan Marsudi. Lalu.
" Jika hanya untuk itu. Mengapa
tidak kau lakukan sejak
dulu-dulu .Ketika raga itu mula
terbenam di sini?"
"Aku terhitung pendatang baru
di desa ini" Marsudi
memberitahu. " Baru
belakangan aku mendengar
tentang dirimu. Itu pun yang
kudengar. kau dinyatakan
hilang. Minggat tanpa kabar
berita!"
"Hem". suara bergumam lagi.
Berpikir-pikir. segan, nada
bicara sosok Rahayuningsih
terdengar berubah. Tak
bersahabat. " Kau seperti sudah
tahu siapa diriku!"
"T erus terang, tidak!", Marsudi
menjawab sejujurnya. " Aku
cuma mendengar-dengar. Itu
pun sekilas sekilas. Dan tidak
pernah menanggapinya secara
serius..
"Lalu, apa hakmu mencampuri
urusanku?"
"Ini tidak menyangkut
_hak!"jawab Marsudi. Tandas. "
tetapi tentang keharusan. Untuk
menolong sesama!" '
Sinar rembulan yang semakin
pucat, menerangi wajah sosok
Rahayuningsih yang tampak
mengeras. Kaku. Bibirnya
menyeringai. Juga, seringai
kaku. Lalu tibatiba suaranya
yang berat dan kering terdengar
menghardik.
"Kamu", katanya. seraya
menuding Marsudi. Ganti
menuding ke arah desa ia
melanjutkan. " dan mereka yang
di bawah sana! Kalian tidak
patut di tolong!"
"Alasannya?". Marsudi
bertanya. Kalem.
"Kalian telah merampas
wilayahku. Sejengkal demi
sejengkal!" sahut sosok
Rahayuningsih. marah. " Dulu.
aku membiarkan. Karena kalian
belum begitu rakus. Dan kalian
pun masih rajin memberi
sesembahan padaku. Tetapi
kalian rupanya pantang diberi
hati. Dari Sejengkal, kalian
terus mengambil sehasta demi
sehasta. Sambil semakin lalai
memberi sesembahan Sudah
begitu. bangkai-bangkai kalian
bukannya dibuang ke tempat
lain. Tetapiditumpuk di halaman
kediamanku!"
Mencerna sejenak, Marsudi
kemudian bertanya. Dengan
meminjam kata-kata yang tadi
diucapkan lawan. " Jika
memang itu permasalahannya.
Mengapa tidak kau beritahu
semenjak dulu-dulu?"
"Aku sudah mencoba!", jawab
sosok Rahayuningsih. Dengan
nafas tersengal-sengal oleh
kemarahan. " Tetapi kalian
malah berbalik memerangi
diriku. Dan beberapa diantara
kalian membuatku sakit. Lantas
sekarat berkepanjangan.
Puluhan tahun yang teramat
menyiksa. Mati tidak. hidup pun
bukan!"
"Lantas", Marsudi terus
mencoba. Ingin tahu.
"Lantas dia pun datang!", sosok
Rahayuningsih menunjuk ke
arah kerangka di dasar lubang.
" Datang ke tempatku berkubang
selama ratusan tahun.
Mengantarkan jiwa!"
"Mengantarkan jiwa?"
"Tepatnya. dia jatuh dari langit
di atasku !", sosok
Rahayuningsih menyeringai.
Sinis. " Dan itulah untuk
pertama kalinya ada sosok
manusia meregang nyawa di
hadapanku!"
"Kau apakah dia. " Jika aku
boleh tahu?", Marsudi bertanya
membujuk. Sambil diam-diam
mulai mereka reka kemungkinan
apa yang terjadi. Dan apa yang
harus ia lakukan nanti. .
"Kuapakan?", jawab sosok
Rahayuningsih. Bernafsu. " Roh
manusia. Itulah sesajianku
semenjak dulu
kala. Yang memberi aku energi
kehidupan! Dan yang dahulu
selalu kalian persembahkan
untuk memperoleh
pengampunan atau pertolongan
apapun yang kalian butuhkan
dariku!"
Menyeringai sesaat sosok
Rahayuningsih kemudian
melanjutkan dengan gembira. "
Bukan main ! Setelah cukup
lama aku menunggu. salah
seorang dari kalian. datang
sendiri untuk menyerahkan
energi yang kubutuhkan. Roh
yang tengah merayap keluar
dari tubuh sekaratnva. Roh_
yang masih hangat!"
Diam-diam. Marsudi merinding.
"Syeitan.....", ia membathin.
"Memang tidak akan pernah
berhenti untuk memenuhi nafsu
angkara murkanya. Jika perlu.
dengan melanggar kodrat!"
"Apa yang kau pikirkan. eh?".
sosok Rahayuningsih mendengus
tiba-tiba. Curiga.
Marsudi cepat menggeleng. "
Ah. Bukan apaapa........."
"Bohong!"
"Ya. sudah!", jawab Marsudi.
Enteng. Ia merasa semakin lelah
saja. Dan jika hal itu ia biarkan
berlarut larut, bukan hanya
tenaga pisik tetapi juga tenaga
bathinnya akan ikut terkuras
melemah. Dan itu berbahaya!
"Karena tidak ada lagi saling
percaya diantara kita.....". kata
Marsudi lagi. '" lebih baik kita
akhiri sampai di sini. Tetapi
sebelumnya, kalau aku boleh
meminta. Tolong hentikan
sepak-terjangmu yang
semakin keterlaluan itu. Juga,
roh yang kau perbudak.
Lepaskan sajalah dia........!"
Sosok Rahayuningsih tertawa
meringkik.
Tawa bergetar. Disertai hawa
dingin menusuk. Jauh lebih
menusuk dibanding dinginnya
udara subuh yang sudah datang
menjelang. Marsudi pun
diam-diam mulai memompa
tenaga bathinnya. Sadar, lawan
dengan licik sudah memulai
serangan.
Dalam tempo sekejap, hawa
panas segera mengalir dari
sebelah dalam tubuh Marsudi.
Hawa panas itu merembet
keluar. Lalu mengusap-usap
lembut kulit di sekujur tubuh
Marsudi, yang sempat membeku
kaku oleh serangan lawan.
Namun hanya dikerahkan
seperlunya saja. Agar lawan
tidak sampai mengetahui. Dan
tetap menyangka diri Marsudi
sudah terkuasa!
Ringkikan magis itu mereda
perlahan.
"Dilepaskan, eh?", sosok
Rahayuningsih menggeram
berat. " Enak saja! Dilepaskan!
Setelah keinginan roh yang
raganya akan terus kupakai.
sudah kupenuhi" Dan. setelah
kesempatan yang lama
kutunggu-tunggu kini terbuka
lebar di depan mata"!"
Seketika, Marsudi terkesiap."
Kesempatan?"
"Benar. Kesempatan untuk
mengambil kembali wilayahku
yang selama ini kalian rampas.
Melalui raga ini!" sosok
Rahayuningsih menunjuk ke diri
sendiri " Dengan raga mana aku
telah beradaptasi cukup lama.
Tentu saja dibantu oleh raga
satunya lagi. Raga kekasihnya
tercinta!"
Pemberitahuan itu diakhiri
dengan ringkikan panjang.
bergetar. Dan kembali
menyemburkan hawa dingin
menusuk. Semburan yang lebih
hebat dari sebelumnya
Beruntung. Marsudi tetap dalam
siaga. Tenaga bathinnya masih
terus memompa.
Sekali lagi. memompa
secukupnya saja.
Lalu. tiba-tiba ia menjadi
waspada.
Ada suasana sunyi yang muncul
sekilas. Sunyi yang
mencurigakan. Dan sewaktu
Marsudi menajamkan pandang
ke seberang lubang galian.
jawabannya segera ia ketahui.
Sosok Rahayuningsih
samar-samar tampak
merenggangkan kaki di
tempatnya tegak. Gerakan
diamdiam itu ditutupi oleh sang
Sosok dengan terus berkicau
sebagai pelengah lawan.
"Ah. aku sudah terlalu banyak
bicara.... " katanya. Dengan
nada hambar. " Dan kau
memang benar. Semua ini
memang sudah waktunya
diakhiri!"
Di ujung kalimatnya. mulut di
wajah pucat sosok
Rahayuningsih mendadak
terbuka. Dan dari lubang mulut
itu memancarkan keluar sinar
merah tebal. yang dengan cepat
sudah menyerbu ke depan .
Sinar merah itu menyerbu
sambil terus memanjang.
Melebihi panjangnya garis lurus
lubang galian. Dan menjelang
tiba di seberang, sinar merah itu
tahu-tahu pecah menjadi empat
bagian. Setiap pecahan sinar,
tampak meliuk-link liar. Sambil
masing-masingnya membentuk
sebuah wujud!
Dengan pangkal sinar tetap
bermuara di mulut si pemilik.
ujung sinar yang terpecah
menjadi empat bagian itu sudah
berubah bentuk. Tetap dalam
Wujud sinar merah. Namun
dengan meminjam bentuk raga
setengah badan dari korbar
korban kebiadaban sosok
Rahayuningsih.
Ujung sinar sebelah kiri.
membentuk wujud Badrun dari
wajah sampai sebatas pinggang.
Sinar merah menyerupai wujud
Suparta menyerang dari ujung
kanan. Dengan mengapit dua
wujud setengah badan lainnya.
Yakni. wujud setengah badan
Suhendro dan Kartinah.
Begitu wujud mereka terbentuk.
tangan-tangan mereka pun
langsung menggapai-gapai ke
depan. Delapan tangan
berwujud sinar merah itu meliuk
liar serta kacau. Agaknya saling
berebut untuk lebih dulu
meringkus Marsudi.
Untuk kemudian direngkah.
Oleh rahang-rahang mereka
yang terbuka menganga!
***