Anda di halaman 1dari 3

Diam-diam Untari terkejut.

Dia berpikir bila gurunya ikut serta maka sang dara merasa tidak akan leluasa
bergerak. Dia tak bisa main-main, Untari Juga tak mungkin dapat mencari tahu
tentang pemuda Gendeng yang menarik perhatiannya itu.

Tak terduga seakan mengetahui apa yang dipikirkan muridnya si kakek tiba-tiba
berujar.

"Aku akan membiarkanmu berjalan sendiri, namun aku akan mengawasimu. Takut terjadi
sesuatu yang tidak diinginkan." terang si kakek dengan mimik aneh menyembunyikan
muslihat. Untari menganggukkan kepala, namun dia tidak memberikan tanggapan aps-
apa. Melihat itu Hyang Kelam melanjutkan,

"Aku harus menjaga, walau tak harus bersamamu." Si kakek terdiam lagi. Kini dia
teringat dengan pemuda aneh yang diceritakan muridnya. Untari telah mengatakan
pemuda itu usianya sekitar dua puluh satu tahun.

Mengingat kejadian yang menimpa Istana Es dan permaisuri Purnama Sari yang tewas
terbunuh pada saat mengandung.

kakek ini jadi khawatir. Seandainya bayi yang dikandung permaisuri saat itu
berhasil diselamatkan oleh seseorang tentu usianya kini sekitar dua puluh satu
tahun. Si kakek menjadi resah. Keresahan yang dapat dirasakan oleh muridnya.

Untari pun lalu berujar,

"Guru kalau memang ingin mengawasi saya. Murid tidak berkeberatan. Adapun sikap
diam saya jangan guru salah artikan."

Hyang Kelam menggeleng.

Disertai senyum buruk dia menjawab,

"Bukan itu muridku. Saat ini aku teringat dengan pemuda gendeng yang kau lihat
dikedai. Aku ingin kepastian apakah pemuda itu berkata tentang asal usulnya?"

Untari terdiam, matanya berbinar dan terlihat lebih bersemangat. Melihat ini diam-
diam Hyang Kelam berujar dalam hati.

" Untari, dunia luar rupanya telah merubah cara pandangmu terhadap laki-laki.
Agaknya kau tertarik pada lawan jenis. Tapi kau harus ingat jiwa dan ragamu hanya
pantas kau persembahkan padaku. Kau tak boleh jatuh cinta pada laki-laki manapun,
jika aturanku kau langgar. Maka hidupmu kelak akan menuai malapetaka." Untari
memang tak tau apa yang gurunya katakan dalam hatinya, tapi kemudian dia menjawab
pertanyaan sang guru.

"Pemuda Gendeng itu tak menyebut asal usulnya.Namun dia mengatakan namanya Raja.
Cuma Raja, tidak ada nama lain dibelakang nama itu. Mungkin.dia raja Gendeng guru!
mengingat tingkah laku dan tabiatnya mirip orang gendeng.

Si kakek manggut-manggut. Dia lalu menggumam,

"Kita nampaknya harus bersikap waspada. Aku khawatir dia adalah orang yang
dikandung permaisuri Purmama Sari dua puluh satu tahun yang lalu."

"Akh!"

Untari melengak kaget. Dia menatap gurunya dengan heran.


"Bukankah guru mengatakan permaisuri tewas terbunuh saat sedang mengandung tua,"
kata Untari tak mengerti. Senyum dingin si kakek semakin sinis Dengan suara parau
seperti tercekik dia menukas,

"Jangan pernah lupa. Aku juga sudah mengatakan padamu mayat permaisuri lenyap dari
bilik peraduannya. Seseorang telah mengambilnya dan pasti punya rencana untuk
menyelamatkan bayi dalam kandungan permaisuri malang itu."

"Apakah bisa?"

"Tentu saja bisa walau kemungkinannya sangat kecil." terang si kakek. Dengan lebih
berapi-api Hyang Kelam melanjutkan ucapannya lagi.

"Siapapun pemuda gendeng itu aku tidak perduli. Dia muncul begitu saja dan bila
kehadirannya ingin mengambil Pedang Gila maka aku harus menyingkirkannya." tegas si
kakek.

Untari menyambuti,

"Walaupun orang itu pewaris istana Es yang sah?!" "Ya." jawab Hyang Kelam ketus.

"Keinginanku untuk mengambil Pedang Gila sudah bulat, Dengan pedang itu aku bisa
menjadi penguasa sejagat. Dan kau harus mendukungku," terang si kakek dengan suara
meninggi. Melihat gurunya mulai terbakar amarah Untari tak mau mengambil resiko
mencari bahaya.

Dia cepat mengangguk disusul ucapan memberi dukungan.

"Sebagai murid yang berbakti saya akan bersamamu guru. Sekarang sudah saatnya bagi
saya untuk kembali melanjutkan tugas."

Si kakek merasa lega.

Kini suaranya kembali melunak,

"Kalau kau pergi. Pergilah ke Puncak Terang.Mungkin disana kau akan mendapatkan
sesuatu yang lebih berarti. Menurut penglihatanku melalui kekuatan nujum rasanya
aku melihat Maha Iblis Dari Timur pada waktu tertentu suka muncul di sana. Aku tak
tau apa yang dia lakukan, mungkin ada sesuatu yang disembunyikan di tempat itu."

Penjelasan si kakek membuat Untari kerutkan keningnya. Gadis cantik ini pun cepat
berujar, "Guru, bukankah kau mengaku belum pernah melihat atau bertemu muka
dengannya.Bagaimana guru bisa mengatakan yang sering muncul di Puncak Terang adalah
Maha Iblis Dari Timur?" tanya Untari.

"Hmm, memang aku tak pernah bertemu dengannya. Tapi pada terawangan pertama yang
kulakukan di istana Es aku melihat ciri-ciri orang berpenampilan dan berpakaian
sama seperti yang kulihat di Puncak Terang. Itu merupakan sebuah bukti bahwa
pembantai keluarga istana Es masih berada di pulau Es. Bila dia berada di pulau Es,
artinya Pedang Gila juga berada di tangannya."

"Tapi kita masih belum tau apakah senjata itu benar- benar ada padanya atau justru
berada di tangan orang lain?" kata Untari.

"Ya. Untuk membuktikannya kita harus menyelidik dan kalau perlu menangkap Maha
Iblis Dari Timur," tegas si kakek.

Untari mengangguk setuju. Dia kemudian berpamitan pada gurunya. Setelah menjura
hormat Untari memejamkan matanya. Sessat setelah mata terpejam tiba-tiba terdengar
suara bergemuruh. Suara gemuruh disertai hembusan angin dingin luar biasa. Untari
merasakan tubuhnya terangkat naik lalu..

Sang dara cantik merasa bokongnya kini menyentuh sesuatu yang sangat dingin luar
biasa.

Ketika dia membuka matanya kembali tenyata sekarang dia telah berada diatas
pedataran es yang luas tak jauh dari bibir dinding tempat pertama kali dia
menjejakkan kaki.

Si gadis tahu apa yang harus dia lakukan. Dipedataran es yang luas Untari mempunyai
tempat peristirahatan sementara. Sambil menunggu datangnya pagi tanpa banyak pikir
dia melesat ke arah tempat peristirahatannya itu.

*****
Di dalam pondok buruk tersembunyi dibalik kerindangan daun pohon yang lebat, kakek
berumur sembilan puluh tahun bertubuh kerdil cebol ini sedang asyik menikmati
sarapan paginya. Saat itu kakek berkepala botak sudah duduk ditepi perapian sambil
menghangatkan badan. Kakek cebol di dunia persilatan khususnya di wilayah pulau Es
dikenal dengan julukan Bocah Ontang Anting. Bocah tunggal tak berkerabat dan
bersaudara ini memang jarang sekali menampakkan diri di kehidupan ramai. Hampir
sepanjang waktu dia lebih suka menyendiri, mengasingkan hidup di tempat pertapaan
atau berdiam di dalam pondok buruknya sambil membaca Kitab Sapa Brata. Kitab itu
adalah kitab langka yang didalamnya mengajarkan kebenaran dan jalan lurus hingga
orang bisa mencapai tempat kekal bernama Omang atau Surga.

Dulu sekitar belasan tahun yang lalu Bocah Ontang Anting memang lebih banyak
bergaul dan membaur dengan kehidupan orang banyak. Tetapi sejak Istana Es runtuh
kakek botak bertampang layaknya seorang bocah Ini lebih banyak mengasingkan diri di
Lembah Tapa Rasa yaitu lembah tempat dimana pondoknya berdiri sekarang ini.

Anda mungkin juga menyukai