Anda di halaman 1dari 3

Jerit Nyawa tersenyum .

Lalu dia menjawab,

"Menurut Guru sebagaimana petunjuk yang beliau dapatkan, dimana ada rajawali putih
pasti ada Pedang Gila. Rajawali Putih tinggal di bukit karang es tak jauh dari
pantai sebelah selatan. Kau bisa membawa serta pengawalmu kesana dan mencari tahu
tempat sang rajawali."

Kupu Kupu Putih terlihat begitu lega mendengar semua penjelasan Jerit Nyawa. Tapi
ada sesuatu yang menjadi ganjalan di dalam hatinya. Karena itu dia segera berkata,

"Bagaimana dengan Maha Iblis Dari Timur. Aku khawatir dia diam-diam menginginkan
Pedang Gila."

"Kau tidak perlu takut. Iblis Dari Timur terikat perjanjian dengan Sobo Guru. Dia
tak mungkin berkeinginan menguasai pedang itu."

"Jika tak ingin." ujar sang dara.

"Kenapa Maha Iblis Dari Timur tetap di pulau Es ini. Mengapa dia tak kembali ke
tempat tinggainya Istana Kegelapan?"

"Aku tidak tahu, Mungkin dia hanya ingin sekedar membantu sampai pedang
didapatkan." "Baiklah, pesan telah kau sampaikan. Aku dan pengawalku segera
meninggalkan gua rahasia ini.

Sekarang kau hendak kemana?" bertanya sang dara sambil menatap gadis hitam legam di
depannya. "Aku akan kembali ke Puncak Terang." "Bagus. Mengingat Sobo Guru dalam
keadaan tidak sehat, kau memang harus menjaganya dari sesuatu yang tidak
diinginkan. Sampaikan salam hormatku pada Sobo Guru."

"Katakan padanya begitu urusan selesai aku akan menyambanginya." kata Kupu Kupu
Putih berjanji. Jerit Nyawa anggukkan kepala tanda mengerti.

Dia lalu memutar tubuhnya tiga kali. Kemudian bersamaan dengan bergeraknya
tubuh,terlihat ada cahaya hitam kemerahan yang memancar. Sosok Jerit Nyawa raib.

Kemudian bersama raibnya cahaya hitam di atas batu segi tiga muncul seekor burung
hitam.

Burung mirip gagak berparuh dan bermata merah menyala.

Sang burung kepakan sayapnya. Sekali sayap dikepakkan mahluk itu melesat menembus
mulut gua dan lenyap dari pandangan mata.

Setelah sang burung pergi Kupu Kupu Putih segera berkata pada para pengawalnya.

"Kalian sudah ikut mendengar apa yang disampaikan oleh Jerit Nyawa. Sekarang
pergilah ke Bukit Karang Es. Aku akan menyusul sesegera mungkin." ujar gadis itu.

Tiga laki-laki pengawal Kupu Kupu Putih yang hanya memakal cawat itu menganggukken
kepala. Dengan serentek mereka membungkukkan badan menjura pada majikannya sambil
benturkan kepala ke lantai. Begitu kepala mereka menyentuh lantal

Des! Des! Des!

Tiba-tiba saja sosok ketiganya raib. Si gadis tertawa mengikik. Dia sendiri
kemudian memutar tongkat sakti ditangannya tiga kali.
Wuus!

Sama seperti tiga pengawalnya, sosok Kupu Kupu Putih juga akhirnya lenyap entah
kemana. Gua rahasia tempat tapa sekaligus tempat tinggal murid Sobo Guru berubah
menjadi sunyi. Hanya suara deru aneh sesekali menyelingi kesunyian.

******

Kembali pada si kakek cebol Bocah Ontang Anting juga Ratu Lintah. Saat itu sang
ratu yang terkekeh mengumbar tawa tiba-tiba merasakan ada sebuah benda menghantam
mulutnya.

Serangan benda keras luar biasa itu datang b rsamaan dengan munculnya bayangan
putih yang menolong si kakek.Tawa Ratu Lintah seketika lenyap berubah menjadi jerit
kesakitan. Sang ratu dekap mulutnya. Begitu tangan yang mendekap mulut dikembangkan
.Ratu Lintah terkesima. Dia melihat darah dan giginya tanggal, Perempuan itu
menggerung marah, namun suaranya seperti tercekik karena memang ada sesuatu yang
mengganjal di dalam rongga mulutnya. Sedikitnya empat gigi depan atas bawah
tanggal. Ratu Lintah segera mencabut benda keras yang menyumbat mulutnya. Begitu
benda keras panjang dicabut, dia melihat benda yang disambitkan orang hingga amblas
memasuki mulutnya adalah sepotong tulang yang masih terbalut sisa-sisa daging
membusuk

.Perempuan ini meludah, semburan ludahnya bercampur darah. Rasa perih akibat
giginya yang dibuat rontok orang tidak dihiraukannya lagi. Dengan penuh kemarahan
perempuan itu memandang mendelik ke depan. Saat itu dia melihat Bocah Ontang Anting
sudah terduduk lemas dengan tubuh basah kuyup, sementara tangannya sibuk mencabuti
sisa-sisa lintah yang masih menempel ditubuhnya.

Sementara itu tak jauh dari si kakek berdiri tegak seorang pemuda berambut gondrong
riap-riapan berpakaian putih tebal berwajah tampan.

Pemuda itu mula-mula celingak-celinguk seperti orang bingung. Kemudian pandangan


matanya beralih dan bersitatap dengan mata Ratu Lintah. Si pemuda yang tak lain
adalah si Gendeng dan mempunyai gelar Sang Maha Sakti Dari Istana Pulau Es malah
tertawa tergelak-gelak melihat mulut Ratu Lintah yang berdarah dan giginya yang
tanggal.

Tak menunggu lama begitu tawanya terhenti pemuda ini berkata,

"Walah Ratu Lintah kalau tak salah mendengar itu adalah julukanmu." ucap pemuda itu
dengan mulut dipencongkan.

"Aku tak menduga ratu sepertimu sangat doyan makan tulang. Kalau saja aku tahu
tentu aku menghadiahimu tulang yang lebih besar. Tapi kau telah melakukan
kekeliruan besar. Seharusnya kau menlkmati tulang hadiah dariku dengan perlahan-
lahan. Sayangnya kau hendak menelan tulang itu sekaligus. Tentu saja itu membuatmu
celaka. Bukan cuma gigimu yang menjadi korban, sebaliknya kau hampir ketulangan
karena tergesa-gesa menikmati tulang pemberianku. Sungguh kasihan sekali!"

Merasa dihina sekaligus dipermainkan, Ratu Lintah geram bukan main. Bukan cuma
geram.

Kehilangan empat gigi depannya membuat Ratu Lintah ingin segera menghabisi Gendeng.

Dengan tatapan berapi-api dan hati diluapi kemarahan luar biasa .Ratu Lintah tiba-
tiba berteriak,

"Kunyuk gila. Siapa dirimu? Berani sekali kau membuat urusan dengan Ratu Lintah?!"
"Ha ha ha. Baru menjadi Ratu Lintah saja sudah sombong, Aku bahkan tidak perduli
walau kau ini ratu kesasar dari kuburan." kata si gondrong sambil mengumbar tawa.
Dia diam sejenak lalu

cepat-cepat menyambung ucapan yang terputus.

" Eng... anu... apa yang kau tanyakan tadi?", si pemuda pura-pura berusaha
mengingat pertanyaan orang. Kening dikerut-kerutkan sedangkan mulut komat kamit tak
mau diam.

Setelah itu wajahnya yang polos seperti orang yang tak berdosa berujar,

"Ah aku ingat. Kau bertanya siapa aku ini. Aku... kalau tak salah adalah aku, bukan
dirimu bukan pula nenek moyangmu. Aku ini Gendeng, orang-orang pandai memberiku
nama Raja. Aku adalah Sang Maha Sakti, aku adalah sisa dari sebuah kehidupan yang
mati. Ah.... setelah melihat lintah-lintahmu aku jadi ingat!" ujar Gendeng.

"Kau ingat apa manusia tolol tidak waras?" tanya Ratu Lintah setengah berteriak
tidak sabar. Si pemuda tersenyum. Dengan mata menerawang dia berujar.

"Di sebuah kedai di tepi hutan Tapal Batas. Ada orang lapar yang memesan makanan
pada bapak kedai. Kemudian monyet betina jahat datang dan menyuruh bapak kedai
memberi orang lapar itu dengan makanan yang tidak layak. Lebih parah lagi bapak
kedai diminta untuk meracuni orang itu
Bapak kedai ternyata tak mau patuh pada perintah monyet betina. Nasibnya apes, si
monyet betina membunuhnya dengan melubangi dadanya. Si monyet betina tentunya tak
dilupakan orang lapar karena dia meninggalkan jejak berupa lintah yang rakus. Wahai
Ratu Lintah. Tahukah kau siapa monyet betina yang kumaksudkan?" kata Gendeng
sengaja menyindirnya.

Anda mungkin juga menyukai