Anda di halaman 1dari 8

WAYANG YANG TERTINGGAL

Tembang Megatruh mengalun pilu mengiringi ruh Dewi Sumbadra melayang ke alam
keabadian. Para Nayaga berurai air mata. Ki dalang meraih tubuh Antareja dari simpingan
sebelah kanan. Lalu mengibaskannya di depan layar, melangkahkan tubuh perkasa itu di atas
jasad Dewi Sumbadra. Seketika wayang cantik yang beberapa waktu lalu tertusuk keris
Burisrawa itu pun terbangun.
Tepuk tangan dan sorak sorai membahana memenuhi gedung pertunjukan. Penonton
bersuka cita. Sang dalang, Ki Songgo Langit, yang nama aslinya Slamet Riyadi, mengulum
secercah senyum. 
Usai sudah pagelaran seni wayang kulit malam itu.
Wayang-wayang yang semula berjejer rapi di atas sebatang pohon pisang, telah
berpindah tempat.
"Pri, jangan ada yang ketinggalan ya!" Ki dalang mengingatkan. Lelaki bernama
Priyono itu mengangguk. Dengan cekatan dan hati-hati ia menaikkan peti berisi properti
pewayangan ke atas truk sewaan.
Pagi telah datang. Kantuk pun menyergap. Setelah semalam suntuk ikut menikmati
lakon Sumbadra Larung, beberapa kali Priyono menguap. Ia menatap batang pohon pisang
yang tergeletak tak jauh dari kakinya. Tugasnya tinggal itu. Menyingkirkan batang berbentuk
gelondong itu ke dalam bak sampah setelah terlebih dulu ia harus memotong-motongnya
menjadi beberapa serpihan kecil.
Baru saja usai menutup bak sampah, seseorang menyentuh pundaknya dari belakang.
"Kang Mas Priyo..." suara merdu, mendayu, membuatnya menoleh. Lelaki itu
terkesima. 
"Kau?" 
Di belakangnya telah berdiri sesosok perempuan. Mengenakan kain panjang,
berkemben, memakai sumping pada kedua telinganya. Rambut panjangnya dibiarkan terurai. 
"Banowati," perempuan itu tersenyum ke arahnya. Tangannya yang halus terulur.
Priyono mengucek kedua matanya. Tidak salahkan penglihatannya? Sejenak Priyono
menoleh ke kiri dan ke kanan. Tak ada seorang pun kecuali dirinya dan perempuan
berkemben itu.
"Oh, Kang Mas. Aku tertinggal. Ki dalang Songgo Langit lupa memasukkan diriku ke
dalam peti bersama yang lain."
Mendengar itu seketika bulu kuduk Priyono merinding. Lelaki itu kerap mendengar,
ada beberapa wayang yang sengaja 'kabur' dari dalangnya dengan alasan ingin menikmati
suasana baru. Entah siapa yang pernah mengatakan hal itu. Priyono lupa.
Dan kini ia melihat dengan mata kepala sendiri. Sosok Dewi Banowati menjelma
menjadi perempuan nyata di hadapannya.
"Kembalilah ke bentuk asalmu, Dewi. Aku akan mengembalikanmu kepada Ki dalang,"
Priyono memberanikan diri berkata. Dewi Banowati tersenyum. Hati Priyono berdesir.
Seumur-umur baru kali ini ada perempuan cantik menghadiahinya sebuah senyuman semanis
itu.
"Bisa kita berbincang-bincang secara santai, Kang Mas? Kulihat sejak tadi kau tegang
sekali," Banowati tertawa. Priyono bagai terhipnotis mengangguk. Lalu perlahan menyeret
kakinya menuju gazebo yang terletak di ujung halaman gedung.
Perempuan itu mengikutinya dengan langkah gemulai. Aroma wangi tubuhnya
merebak, tercium oleh cuping hidung Priyono. 
Banowati. Dalam cerita pewayangan digambarkan sebagai sosok perempuan yang
cantik dan cerdas. Banyak pria yang jatuh cinta dan ingin mempersuntingnya. Bahkan raja
Hastinapura, Duryudana, pun kepincut. Ia melakukan perbuatan nekat memboyong Dewi
Banowati ke istana, secara paksa, dan berharap perempuan itu bersedia menjadi
permaisurinya.
Namun, hati Banowati sudah terpikat oleh ketampanan Arjuna. Itulah sebabnya ia
mengajukan syarat, bersedia dinikahi Duryudana asal pada malam pernikahan mereka,
Arjunalah yang memandikan dirinya. Duh....
Tentu saja Priyono mengetahui juga kisah itu. Ia bahkan hafal di luar kepala. Dan kini
ketika tiba-tiba ada sosok yang mengaku bernama Banowati berdiri di hadapannya, Priyono
sempat mencubit lengannya sendiri berkali-kali.
"Kang Mas, aku mulai bosan dengan kehidupanku sebagai wayang," Banowati berkata
pelan setelah keduanya duduk di atas ambin gazebo. Priyono mengangkat kedua alisnya.
"Apakah...Kang Mas Arjunamu sudah tidak menarik lagi?" pertanyaan konyol itu tanpa
sadar keluar dari mulut Priyono. Dan anehnya, perempuan yang mengaku sebagai Banowati
itu mengangguk. 
"Lalu apa yang kau cari di sini?" Priyono bertanya gugup.
"Menemui Kang Mas...."
Seketika Priyono terdiam.
Jadi kisah itu benar. Bukan sekadar isapan jempol. Ki dalang sering menggambarkan
sosok Banowati yang tidak saja jelita, tapi juga penggoda. Buktinya kali ini ia sengaja
menjelma menjadi manusia hanya untuk menemui Priyono.
"Kang Mas masih bujangan, bukan?" Banowati menggeser duduknya. Priyono hampir
saja mengangguk. Tapi urung. 
"Oh, jadi Kang Mas sudah beristri?" Banowati menatapnya nakal. Priyono mengangguk
ragu.
"Tak apa, Kang Mas. Dulu Kang Mas Arjuna juga sudah memiliki istri ketika
menginginkanku."
"Tapi aku bukan Arjuna, Dewi. Aku hanya kuli serabutan."
"Tidak masalah. Cinta tidak memandang status Kang Mas."
Priyono terperangah. 
"Aku jatuh cinta padamu, Kang Mas..." Banowati semakin merangsek. Kini lengannya
bersentuhan dengan lengan lelaki itu. Priyono semakin tak berkutik.
Tangan Banowati perlahan bergerak. Meraih jemari Priyono. Lelaki itu memejamkan
mata. Darah lelakinya menggelegak. 
Banowati semakin berani. Ia mendekatkan wajahnya yang ayu. Priyono gemetar.
Tapi tiba-tiba saja wajah Sulastri, istrinya, yang tengah menunggunya di rumah,
berkelebat. Priyono buru-buru menepis tangan halus itu. Lalu berdiri seraya menarik napas
panjang.
"Maaf, wayang nakal. Jangan mengganggu aku. Cintaku hanya untuk istriku seorang."
Priyono pun bergegas pergi meninggalkan Banowati. Tanpa menoleh lagi.
Banowati melepas kepergian lelaki itu dengan pandang kecewa. Bibirnya mengatup
rapat. Matanya yang bulat menyipit. Tubuhnya yang sintal bergetar hebat. Beberapa detik
kemudian tubuh indah itu menyusut, mengerut dan kaku. 
Ia telah kembali ke bentuk semula. Sebagai wayang kulit. Gepeng. 
Wayang Banowati kini tergeletak di atas ambin gazebo. Sendiri. Menunggu Ki dalang
Songgo Langit datang menjemputnya.
***
Malang, 14 Maret 2017
Lilik Fatimah Azzahra
Zaman sudah berkembang dengan cepat, tidak terasa waktu sudah lama berlalu. Masih
kuingat dengan jelas zaman dahulu ku masih muda penuh tawa dan canda. Semua orang
terasa saudara semua saling membantu satu sama lain. Begitu indah sekali masa ku muda,
alam masih terawat, udara masih segar belum tercema,kekerluargaan masih erat, kebudayaan
masih kental, dan banyak sekali orang-orang yang beraktiitas diluar.Coba lihat sekarang,
semua orang sibuk dengan kepentingannya masing-masing, mereka semua menjadi malas
karena hidup mereka dipermudah dengan adanya teknologi, mereka melupakan kebudayaan
dan sejarah dimana kita bisa sampai di titik ini. Mereka melupakan itu semua, hasil jerih
payah dan kerja keras leluhur kita, mereka melupakan itu semua.
Semua itu terpikir di benakku saat ku menatap matahari yang mulai terbenam dari
jendela di samping tempat tidurku . Aku hanya bisa menghela napas yang panjang, apa
jadinya manusia kelak nila mereka semua melupakan bagaimana mereka bisa sampai di titik
ini pikirku. Aku bangun dari kursi dima aku duduk dan berjalan keluar kamarku untuk
mencari cucuku. Begitu aku keluar kamar dan berada di pintu ruang tamu aku langsung
disambut oleh cucuku yang masih berumur empat tahun.
“Kakek!! Akhirnya aku menemukan kakek!!” sahut cucuku yang bernama ...
Aku tertawa kecil dan berkata, “ ada apa ... ? semangat sekalli kau pagi ini”
“ini loh kek, tadi waktu aku lagi cari selimut di lemari aku menemukan kotak ini lalu
pas aku buka ada benda ini kek!! Lucu banget bentuknya kek, sperti orang tapi bukan juga!!,
jawab ...
“mana sini coba kakek lihat” aku mengambil kotak tersebut dari tangan cucuku dan
mengeluarkan isinya, “Wah kau menemukan wayang kakek dulu!” ujarku sambil memeriksa
wayang di tanganku.
Dengan raut muka biingung ... bertanya,”wayang?? Apaan tuh kek?”
“iya ini mainan kakek dulu masih kecil, ini benar-benar membawa kenangan lama”,
ujarku sambil tersenyum mengingat masa kecilku.
“hah?! Masa mainan kayak gitu kek?? Kyaknya ga seru deh mainnya, pasti lebih seru
hp mama, bisa buat main, dengerin lagu dan masih banyak lagi”, kata ...
“hhhh.. anak zaman sekarang..”, aku hanya bisa geleng-geleng kepala saja, “ini dulu
itu mainan paling populer loh, banyak orang yang mau menonton pertunjukannya” tambahku
“Masa sih kek?? Aku ga percaya ah!” kata ... dengan muka cemberut
“kam=u tidak percaya dengan kakek? Coba sini ambilkan sebuah kain dan lampu yang
ada di kotak di dalam lemari yang tadi kau temukan wayang ini dan kakek akan tunjukan hal-
sal seru yang dapat dilakukan dengan wayang.” Pintaku
“yaa”, kata ... sambil berlari mencari barang-barang yang ku minta.
Kutatap wayang-wayang yang berada di tanganku, sudah lama sekali kutak melihat
mereka, tak menyentuh mereka, kuelus dan kubersihkan mereka dari debu-debu yang
menempel sambil menunggu cucuku kembali. Akan kutunjukan sebuah pertunjukan yang
tidak akan mengecewakan untuk cucuku. Aku berpikir tentang cerita apa yang akan ku
sampaikan dalam pertunjukan ini dan skhirnya aku memutuskan untuk membuat cerita baru
khusus untuk cucuku tercinta. Saat kutengah berpikir tiba-tiba cucuku kembail dengan
barang-barang permintaanku.
“kakek ini barang yang kakek minta,” ujar cucuku,”buat apasih sebenarnya kain dan
lampu ini?”
“Kau lihat saja nanti, Kakek akan mepertunjukan cerita wayang yang kakek buat
sendiri”, ujar ku sambil tersenyum pada cucuku
“Coba kau tunggu disini dulu, kakek akan mempersiapkan peralatannya dulu ya’ ujarku
pada ...
“ok kakek” jawab ...
Aku mempersiapkan perlengkapan untuk pertunjukan wayang ini setelah selesai aku
memanggil ... untuk menonton pertunjukan yang akan aku adakan
“... ayo duduk disini untuk menyaksikan pertunjukan khusus untukmu”kataku
“baik, kakek, aku ingin tau apa yang akan kakek akan tampilkan sekarang” ujar ...
dengan penasaran
“hahaha’ baik baik akan kakek tampilkan sekarang juga” aku tertawa akan perilaku
cucuku, aku mematikan lampu dan memulai pertunjukan wayang ini

Pada suatu hari ada seorang cucu yang menemukan wayang di rumah kakeknya lalu
anak tersebut bertanya pada kakeknya apakah itu wayang. Kakek tersebut pun
mempertunjukan suatu pertunjukan gubahannya yang menjelaskan tentang wayang .
Kakek terebut menjelaskan bahwa wayang adalah seni pertunjukkan asli Indonesia
yang berkembang pesat di Pulau Jawa dan Bali.
Wayang berasal dari kata 'Ma Hyang' yang artinya menuju kepada roh spiritual, dewa,
atau Tuhan Yang Maha Esa. Ada juga yang mengartikan wayang adalah istilah bahasa Jawa
yang bermakna 'bayangan', hal ini disebabkan karena penonton juga bisa menonton wayang
dari belakang kelir atau hanya bayangannya saja. Wayang kulit dimainkan oleh seorang
dalang yang juga menjadi narator dialog tokoh-tokoh wayang, dengan diiringi oleh musik
gamelan yang dimainkan sekelompok nayaga dan tembang yang dinyanyikan oleh para
pesinden. Dalang memainkan wayang kulit di balik kelir, yaitu layar yang terbuat dari kain
putih, sementara di belakangnya disorotkan lampu listrik atau lampu minyak (blencong),
sehingga para penonton yang berada di sisi lain dari layar dapat melihat bayangan wayang
yang jatuh ke kelir.
Secara umum wayang mengambil cerita dari naskah Mahabharata dan Ramayana, tetapi
tak dibatasi hanya dengan pakem (standard) tersebut, ki dalang bisa juga memainkan lakon
carangan (gubahan)
Wayang kulit dibuat dari bahan kulit sapi yang sudah diproses menjadi kulit lembaran,
perbuah wayang membutuhkan sekitar ukuran 50 x 30 cm kulit lembaran yang kemudian
dipahat dengan peralatan yang digunakan adalah besi berujung runcing berbahan dari baja
yang berkualitas baik. Besi baja ini dibuat terlebih dahulu dalam berbagai bentuk dan ukuran,
ada yang runcing, pipih, kecil, besar dan bentuk lainnya yang masing-masing mempunyai
fungsinya berbeda-beda.
Namun pada dasarnya, untuk menata atau membuat berbagai bentuk lubang ukiran
yang sengaja dibuat hingga berlubang. Selanjutnya dilakukan pemasangan bagian-bagian
tubuh seperti tangan, pada tangan ada dua sambungan, lengan bagian atas dan siku, cara
menyambungnya dengan sekrup kecil yang terbuat dari tanduk kerbau atau sapi. Tangkai
yang fungsinya untuk menggerak bagian lengan yang berwarna kehitaman juga terbuat
berasal dari bahan tanduk kerbau dan warna keemasannya umumnya dengan menggunakan
prada yaitu kertas warna emas yang ditempel atau bisa juga dengan dibron, dicat dengan
bubuk yang dicairkan.
Namun sekarang wayang sudah mulai hilang dari kehidupan masyarakat modern.
Bukan hanya wayang, tapi sebagian besar adat istiadat atau kebudayaan Indonesia sudah
mulai menghilang. Mungkin ada beberap yang tidak hilang, namu hanya dilaksanakan hanya
sebagai rutintas atau formalitas sehingga sudah tidak ada lagi yang memahami dan mengerti
maksud atau tujuan dari kebudayaan tersebut.
Anak tersebut pun berpikir hal tersebut memang benar dan sangat sesuai dengan
kondisinya saat ini dimana ia lebih mementingkan teknologi terlalu bersandar pada teknologi
dan tidak mau tahu lagi kebudayaan dan adat istiadat yang ada.
Kakek tersebut melanjutkan bahwa wayang dan kebudayaanya yang lain tidak ingin
dilupakan, mereka takut akan dilupakan dan digantikan dengan teknologi cangih seperti
handphone, internet, dan lain-lain. Padahal mereka adalah kebudayaan asli indonesia yang
sepattutnya dilestarikan. Pertunjukan wayang kulit merupakan suatu budaya yang unik
sehingga diakui oleh UNESCO pada tanggal 7 November 2003, sebagai karya kebudayaan
yang mengagumkan dalam bidang cerita narasi dan warisan yang indah dan berharga
( Masterpiece of Oral and Intangible Heritage of Humanity ).
Bila dunia saja mengakuinya mengapa kita rakyat indonesia sendiri tidak mau
menjaganya? Wayang-wayang terseabut juga akan merasa sedih jika dilupakan. Oleh karena
itu kita tidak boleh melupakannya kita harus menjaga dan melestarikan adat istiadat kita agar
dapat dinikmati oleh anak cucu kita. Sekali Indonesia selamanya Indonesia

Anda mungkin juga menyukai