Anda di halaman 1dari 15

KONSTITUSI

MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan
yang diampu oleh Ibu Emna Laisa, M.Pd

Oleh :
1. M. ALI SUBKI (18381011096)
2. MOH. ZHAMIERDAUS F (18381011116)
3. ANIS KHOFIFATUN NAFILAH (18381012030)
4. HOSNIYATI (18381012074)
5. YUSFIATUL MUAWANAH (18381012196)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


JURUSAN TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI MADURA
2018

i
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim
Alhamdulillah, puji syukur Kita panjatkan kehadirat Allah SWT
yang telah melimpahkan Rahmat, Taufiq serta Hidayah-Nya kepada kita
semua, sehingga kita dapat menyelesaikan makalah yang berjudul:
“konstitusi”. Shalawat serta salam semoga tetap tercurah limpahkan
kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, karena beliau telah
mendidik kita dengan iman dan islam sehingga terlepas dari alam
kebodohan menuju kepada alam yang penuh dengan ilmu pengetahuan
seperti sekarang yang kita rasakan

Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada semua sumber yang


telah membantu dalam proses penyusunan makalah ini baik secara tertulis
atau sumber-sumber lainnya.
Akhirnya kami berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi kita
semua. Amin.

ii
DAFTAR ISI

Halaman Sampul.......................................................................................... i

Kata Pegantar............................................................................................... ii

Daftar Isi...................................................................................................... 1

BAB I PENDAHULUAN............................................................................ 1

A. Latar belakang............................................................................ 1
B. Rumusan Masalah...................................................................... 1
C. Tujuan Penulisan........................................................................ 1

BAB II PEMBAHASAN............................................................................. 3

A. Pengertian konstitusi.................................................................. 3
B. Kedudukan, fungsi, dan tujuan konstitusi.................................. 3
C. Klasifikasi konstitusi.................................................................. 4
D. Pentingnya konstitusi dalam Negara.......................................... 5
E. Perubahan konstitusi yang ada di Indonesia.............................. 6
F. Karakteristik warga yang demokrat........................................... 9

BAB III PENUTUP..................................................................................... 11

A. Kesimpulan................................................................................ 11

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
UUD 1945 merupakan suatu landasan yang ada di Indonesia yang
tidak boleh diubah. Akan tetapi kini terdapat tuntutan perubahan terhadap
UUD 1945 yang hakikatnya merupakan tuntutan bagi adanya penataan
ulang terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara, atau dengan kata lain
bisa disebut dengan upaya memulai “kontrak sosial” baru antar warga
Negara menuju apa yang telah dicita – citakan bersama yang dituangkan
dalam sebuah peraturan dasar (konstitusi). Perubahan konstitusi ini
menginginkan pula adanya perubahan system dan kondisi Negara yang
otoritarian menuju kea rah system yang demokratis dengan relasi lembaga
Negara yang seimbang. Dengan demikian perubahan konstitusi menjadi
suatu agenda yang tidak bisa diabaikan. Hal ini menjadi suatu keharusan
dan amat menentukan bagi jalannya demokratisasi suatu bangsa. Realitas
yang berkembang kemudian memang telah menunjukkan adanya
komitmen bersama dalam setiap elemen masyarakat untuk
mengamandemen UUD 1945.
Bagaimana cara mewujudkan komitmen itu dan siapa yang
berwenang melakukannya serta dalam situasi seperti apa perubahan itu
terjadi, menjadikan suatu bagian yang menarik dan terpenting dari proses
perubahan konstitusi itu. Karena dari sini lah akan dapat terlihat apakah
hasil dicapai telah mempresentasikan kehendak warga masyarakat, dan
apakah telah menentukan bagi pembentukan wajah Indonesia bagi
kedepannya. Indonesia yang demokratis dan prularistis, sesuai dengan nilai
keadilan social, kesejahteraan rakyat dan kemanusiaan. Dengan melihat
kembali dari hasil – hasil perubahan itu, kita akan dapat dinilai apakah
rumusan – rumusan perubahan yang dihasilkan memang dapat dikatakan
lebih baik dan sempurna.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian konstitusi?
2. Apa saja kedudukan, fungsi, dan tujuan konstitusi?
3. Apa saja klasifikasi konstitusi
4. Bagaimana pentingnya konstitusi dalam Negara?
5. Bagaimana perubahan konstitusi di Indonesia?
6. Bagaimana karakteristik warga Negara yang demokrat dan nilai – nilai
fundamental demokrasi konstitusi?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian konstitusi
2. Untuk mengetahui kedudukan, fungsi dan tujuan konstitusi
3. Untuk mengetahui pengklasifikasian konstitusi

1
4. Untuk mengetahui pentingnya kkonstitusi dalam Negara
5. Untuk mengetahui perubahan konstitusi di Indonesia
6. Untuk mengetahui karakteristik warga Negara yang demokrat nilai –
nilai fundamental demokrasi konstitusi

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Konstitusi
Ada dua istilah terkait dengan norma atau ketentuan dasar terkait
dengan kehidupan kenegaraan dan kebangsaan. Kedua istilah tersebut
adalah konstitusi dan undang – undang dasar. Konstitusi berasal dari
bahasa perancis “constituer” yang berarti membentuk. Maksud dari istilah
tersebut adalah pembentukan, penyusunan suatu Negara atau pernyataan
berdirinya suatu Negara baru yang baru berdaulat.
Dalam bahasa latin, konstitusi merupakan gabungan dua kata,
yakni cume berarti “bersama dengan” dan stature yang berarti “membuat
sesuatu agar bisa berdiri” atau mendirikan.
Sedangkan undang – undang dasar merupakan terjemahan dari
istilah belanda:groundwet, kata ground berarti tanah atau dasar dan wet
berarti undang – undang. Groundwet memliki arti suatu undang undang
yang menjadi dasar dari segala hokum dan bahwa Indonesia
mempergunakan perkataan UUD sama seperti arti groundwet.1
B. Kedudukan, fungsi, dan tujuan konstitusi
Kedudukan, fungsi dan tujuan konstitusi dalam Negara berubah
dari zaman ke zaman. Pada masa peralihan dari Negara feodal monarkhi
atau oligarki dengan kekuasaan mutlak penguasa ke Negara nasional
demokrasi, konstitusi berkedudukan sebagai benteng pemisah antara
rakyat dan penguasa yang kemudian secara berangsur – angsur
mempunyai fungsi sebagai alat rakyat dalam perjuangan kekuasaan
melawan golongan penguasa. Sejak itu setelah perjuangan dimenangkan
oleh rakyat, konstitusi bergeser kedudukan dan perannya dari sekedar
penjaga keamanan dan kepentingan hidup rakyat terhadap kedzaliman
golongan penguasa, menjadi senjata pamungkas rakyat untuk mengakhiri
kekuasaan sepihak satu golongan dalam system monarkhi dan oligarki,
serta untuk membangun tata kehidupan baru atas dasar landasan
kepentingan bersama rakyat dengan menggunakan berbagai ideology.
Selanjutnya kedudukan dan fungsi konstitusi ditentukan oleh ideology
yang melandasi Negara.
Pada prinsipnya tujuan konstitusi adalah untuk membatasi
kesewenangan tindakan pemerintah, untuk menjadi hak – hak yang
diperintah, dan merumuskan pelaksanaan kekuasaan yang berdaulat.
Pendapat yang hampir senada disampaikan oleh Loewenstein didalam
bukunya political power and the government poroce’s, bahwa konstitusi

1
Edi Hariyanto, Pendidikan Pancasila Dan Kewarganegaraan( Surabaya:Pena Salsabila, 2013).
Hal. 67.

3
itu suatu sarana dasar untuk mengawasi proses – proses kekuasaan. Oleh
karena itu setiap konstitusi senantiasa mempunyai dua tujuan, yaitu:
1. Untuk memberikan pembatasan dan pengawasan terhadap kekuasaan
politik
2. Untuk membebaskan kekuasaan dari control mutlak para penguasa,
serta menetapkan bagi para penguasa tersebut batas – batas kekuasaan
mereka.2
C. Klasifikasi konstitusi
K.C. wheare, sebagaimana dikutip oleh Dahlan Thaib dkk.,
mengungkapkan secara panjang lebar mengenai berbagai macam
konstitusi yang pada intinya konstitusi dapat diklasifikasikan sebagai
berikut:
1) Konstitusi tertulis dan tidak tertulis
Konstitusi tertulis adalah konstitusi dalam bentuk dokumen
yang memiliki kesakralan khusus dalam proses perumusannya,
konstitusi ini merupakan instrument yang oleh para penyusunnya
disusun untuk segala kemungkinan yang dirasa terjadi dalam
pelaksanaannya.
Konstitusi tidak tertulis adalah konstitusi yang berkembang
atas dasar adat istiadat pada hukum tertulis, konstitusi ini tidak
membutuhkan proses panjang, misalnya kuorum, model
perubahan amandemen atau pembaruan dan prosedur
perubahannya (referendum, konvensi, atau pembentukan lembaga
khusus)
2) Konstitusi Fleksibel dan kaku
Konstitusi yang dapat di ubah atau diamandemen tanpa
adanya prosedur khusus dinyatakan sebagai konstitusi fleksibel,
sebaliknya konstitusi yang mensyaratkan prosedur khusus untuk
perubahan atau amandemennya adalah konstitusi kaku atau
konstitusi rigid.
3) Konstitusi derajat tinggi dan konstitusi tidak derajat tinggi
Konstitusi derajat tinggi adalah konstitusi yang mempunyai
kedudukan tertinggi dalam Negara, jika dilihat dari bentuknya
konstitusi ini berada diatas peraturan perundang – undangan yang
lain. Demikian juga syarat – syarat untuk mengubahnya sangatlah
berat. Sedangkan konstitusi tidak derajat tinggi sebaliknya tidak
mempunyai derajat tinggi dan persyaratan untuk mengubah
peraturan lain setingkat undang – undang.
4) Konstitusi serikat dan konstitusi kesatuan

2
Dahlan Thaib dkk, Teori dan Hukum Konstitusi (Jakarta:PT Raja Grafindo Persada, 2001).
Hal,19-27.

4
Bentuk ini berkaitan dengan bentuk suatu Negara, jika
bentuk suatu Negara serikat maka akan didapatkan sistem
pembagian kekuasaan antarnegara/pemerintah Negara serikat
dengan pemerintah Negara bagian. Pembagian kekuasaan ini di
atur dalam konstitusi. Dalam Negara kesatuan tidak dijumpai,
karena seluruh kekuasaannya terpusat pada pemerintah pusat
sebagaimana diatur dalam konstitusi yang disepakati.3

D. Pentingnya konstitusi dalam Negara


Tidak ada suatu Negara pun didunia sekarang ini yang tidak
mempunyai konstitusi atau undang – undang dasar . lebih lanjut dia
mengatakan bahwa Negara dan konstitusi merupakan dua lembaga yang
tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain. Ditetapkannya undang –
undang dasar kemudian setelah adanya Negara tidak berarti dapat
dipisahkannya kedua lembaga tersebut.
Dalam kaitannya dengan nilai suatu konstitusi ini, karl loewnstein,
memandang nilai konstitusi dari dua hal, baik segi teoretik (sifat ideal dari
suatu konstitusi) maupun praktik atau realitas empiris implementasi dari
konstitusi tersebut. Lebih lanjut karl loewnstein, memberikan tiga
tingkatan dalam nilai konstitusi, yaitu:
Nilai normative kontitusi (keharusan), yaitu apabila peraturan
hukum itu masih dipatuhi oleh masyarakat, kalau tidak, maka hal itu
merupakan peraturan yang mati, dan tidak pernah terwujud
Nilai nominal dari konstitusi, yaitu apabila konstitusi itu
kenyataannya tidak dilaksanakan dan hanya disebutkan namanya saja.
Dengan kata lain konstitusi tersebut menurut hukum berlaku, tetapi tidak
dilaksanakan sebagaimana mestinya
Nilai semantik dari konstitusi, yaitu suatu konstitusi yang
dilaksanakan dan diperlakukan dengan penuh, tetapi hanya sekedar
memberi bentuk atau simbolik saja, dari tempat yang telah ada untuk
melaksanakan kekuasaan politik.
Untuk itu sebuah konstitusi memiliki fungsi – fungsi yang jelas.
Dalam kaitan ini, jimmy assshiddiqie memerinci fungsi konstitusi sebagai
berikut:
1) Fungsi penentu dan pembatas kekuasaan organ Negara
2) Fungsi pengatur hubungan kekuasaan antar organ Negara
3) Fungsi pengatur hubungan kekuasaan antar organ Negara dengan
warga Negara
4) Fungsi pemberi atau sumber legitimasi terhadap kekuasaan Negara
terhadap kekuasaan Negara ataupun kegiatan penyelenggaraan
kekuasaan Negara
3
Hariyanto, Kewarganegaraan. Hal. 72-73

5
5) Fungsi penyalur atau pengalih kewenangan dari sumber kekuasaan
yang asli kepada organ Negara
6) Fungsi simbolik sebagai pemersatu, sebagai rujukan identitas dan
keagungan kebangsaan.
7) Fungsi sebagai sarana pengendalian masyarakat, baik dalam arti sempit
hanya di bidang politik, maupun dalam arti luas mencakup bidang
sosial dan ekonomi
8) Fungsi sebagai sarana perekayasa dan pembaharuan masyarakat4
E. Perubahan konstitusi yang ada di Indonesia
Perdebatan dan polemik terhadap wacana perubahan UUD 1945
dimulai mengemuka seiring dengan perkembangan politik hegemonik
Orde baru. Hasrat untuk merubah dan mengamandemen UUD 1945 juga
dipengaruhi oleh otoritarian rezim presiden Soeharto yang sudah berkuasa
selama 32 tahun, sehingga terjadi stagnasi politik kepemimpinan dan
mensakralkan UUD 1945 dengan tindakan yang tidak demokratis dan
represif kepada rakyat yang kritis. Puncak gerakan anti kemapanan, status
quo ini pecah pada tanggal 18 mei 1998 yang dikenal dengan Gerakan
Reformasi oleh mahasiswa dan rakyat.
Sebagian kalangan menghendaki perubahan total UUD 1945
dengan cara membentuk konstitusi baru. Menurut kelompok ini, UUD
1945 dianggap tidak lagi sesuai dengan perkembangan politik dan
ketetatanegaraan Indonesia, sehingga dibutuhkan konstitusi baru sebagai
pengganti UUD 1945. Sedangakan sebagian kelompok lain berpendapat
bahwa UUD 1945 masih relevan dengan perkembangan politik Indonesia
dan karenanya harus tetap dipertahankan dengan melakukan amandemen
pada pasal – pasal tertentu yang tidak lagi sesuai dengan perkembangan
social politik dewasa ini. Pendapat kelompok yang terakhir ini didasarkan
pada pandangan bahwa dalam UUD 1945 terdapat pembukaan yang jika
UUD 1945 diubah akan berakibat pada perubahan konsensus politik yang
telah disepakati oleh para pendiri bangsa. Lebih dari sekedar perubahan
kesepakatan nasional, perubahan UUD 1945 akan juga berakibat pada
pembubaran Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dalam perubahan (amandemen) ke-empat terhadap UUD 1945
telah diatur tentang mekanisme dan prosedur perubahan UUD.
Berdasarkan kepada Bab XVI perubahan Undang – Undang Dasar dalam
pasal 37 UUD 1945 dinyatakan bahwa:
1) Usul perubahan pasal – pasal UUD dapat diagendakan dalam Majelis
Permusyawaratan Rakyat apabila diajukan oleh sekurang – kurangnya
Undang – Undang Dasar 1945 1/3 dari jumlah anggota Majelis
Permusyawaratan Rakyat.

4
Suparlan Al Hakim,dkk, Pendidikan Kewarganegaraan dalam konteks Indonesia
(Malang:Madani,2014). Hal,149-151

6
2) Setiap usul perubahan – perubahan UUD diajukan secara tertulis dan
ditujukan dengan jelas bagian yang disusulkan untuk diubah beserta
alasannya.
3) Untuk mengubah pasal – pasal UUD, sidang MPR dihadiri oleh
sekurang – kurangnya 2/3 dari jumlah anggota MPR.
4) Peutusan mengubah pasal – pasal UUD dilakukan dengan persetujuan
sekurang – kurangnya 50% ditambah satu anggota dari seluruh
anggota MPR.
5) Khusus tentang bentuk NKRI tidak dapat dilakukan perubahan.
Prosedur perubahan dan amandemen UUD 1945 yang tersurat
dalam pasal 37 diatas menjelaskan bahwa sifat perubahan dari
konstitusi yang dianut oleh rakyat Indonesia melalui MPR ini bersifat
konstitusi yang sangat rigid, berkategori perubahan yang kaku, dan
tegar karena pensyaratannya sangat erat: amandemen UUD 1945paling
sedikit harus diusulkan oleh UUD 19451/3 dari jumlah anggota MPR
yang sekarang komposisi anggotanya mencapai 100 orang, sebab
parlemen Indonesia menganut system bi-cameralisme (gabungan
antara anggota DPR RI yang mewakili suara rakyat/pemduduk dan
DPD RI berwenang untuk mewakili suara di daerah – daerah di setiap
provinsi yang ada di Indonesia), materi yang akan di amandemen harus
terinci dengan uraian dan alasan yang jelas, alasan – alasan yang
diajukan akan dipengaruhi oleh kepentingan yang bersifat politis
bahkan bersifat pragmatis jangka pendek, persyaratan yang lebih berat
lagi, bahwa kuorum dalam siding MPR harus dihadiri oleh 2/3 jumlah
anggota DPR dan keputusan hasil amandemen harus mengikuti rumus
yang sulit tercapai yakni keputusan harus diterima oleh mayoritas
moderat dengan pola 50% + 1 orang dari kuorum yang hadir dalam
siding umum MPR yang berjalan.
Dalam sejarah konstitusi Indonesia telah terjadi beberapa kali
perubahan atas UUD 1945; sejak proklamasi 17 Agustus 1945 telah
terjadi perubahan – perubahan terhadap UUD Negara Indonesia, yaitu:
1) UUD 1945 berlaku mulai 18 Agustus 1945 – 27 Desember 1949
2) Konstitusi Republik Indonesia Serikat berlaku 27 Desember 1949 –
17 Agustus 1950
3) UUD sementara Republik Indonesia tahun 1950 berlaku 17
Agustus 1950 – 5 Juli 1959
4) UUD 1945 berlaku 5 Juli 1959 – 19 Oktober 1999
5) UUD 1945 dengan amandemen UUD 1945 berlaku 19 Oktober
1945 dengan amandemen UUD 1945 berlaku 19 Oktober 1999 –
18 Agustus 2000
6) UUD 1945 dengan amandemen I dan II berlaku 18 Agustus 2000 –
9 November 2001

7
7) UUD 1945 dengan amandemen I, II, dan III berlaku 9 November
2001 – 10 Agustus 2002
8) UUD 1945 dengan amandemen I, II, III, dan IV berlaku 10
Agustus 20025
- Empat perubahan pertama

UUD 1945 telah mengalami empat kali amandemen, yaitu


perubahan pertama pada tahun 1999, perubahan kedua tahun 2000,
perubahan ketiga tahun 2001, perubahan keempat tahun 2002. Dalam
empat kali perubahan itu, materi UUD yang asli telah mengalami
perubahan besar – besaran dan dengan perubahan materi yang dapat
dikatakan sangat mendasar. Secara substantive, perubahan yang telah
terjadi atas UUD 1945 telah menjadikan konstitusi proklamasi itu
menjadi konstitusi yang baru sama sekali, meskipun tetap dinamakan
sebagai undang – undang dasar 1945.

Perubahan pertama UUD 1945 disahkan dalam sidang umum


MPR-RI yang diselenggarakan antara tanggal 12 sampai dengan
tanggal 19 Oktober 1999. Pengesahan naskah perubahan pertama itu
tepatnya dilakukan pada tanggal 19 Oktober 1999 yang dapat disebut
sebagai tonggak sejarah yang berhasil mematahkan semangat
konservatisme dan romantisme disebagian kalangan masyarakat yang
cenderung mensakralkan atau menjadikan UUD 1945 bagaikan
sesuatu yang suci dan tidak boleh disentuh oleh ide perubahan sama
sekali. Perubahan pertama ini mencakup perubahan atas 9 pasal UUD
1945, yaitu atas pasal 5 ayat (1), pasal 7, pasal 9 ayat (1) dan ayat (2),
pasal 15, pasal 17 ayat (2) dan ayat (3), pasal 20 ayat (1) sampai
dengan ayat (4), dan pasal 21. Kesembilan pasal yang mengalami
penambahan tersebut seluruhnya berisi 16 ayat atau dapat disebut
ekuivalen dengan 16 butir ketentuan dasar.

Setelah tembok romantisme dan sakralimsme berhasil di robohkan,


gelombang perubahan atas naskah UUD 1945 terus berlanjut,
sehingga dalam siding tahunan pada tahun 2000, MPR-RI sekali lagi
menetapkan Perubahan kedua yaitu pada tanggal 18 Agustus 2000.
Cakupan materi yang diubah pada naskah perubahan kedua ini lebih
luas dan lebih banyak lagi, yaitu mencakup 27 pasal yang tersebar
dalam 7 Bab, yaitu bab IV tentang “pemerintah daerah”, bab VII
tentang “Dewan Perwakilan Rakyat”, bab IXA tentang “wilayah
Negara”, bab X tentang “warga Negara dan penduduk”, bab XA
tentang “Hak Asasi Manusia”, bab XII tentang “Pertahanan dan
Keamanan Negara”, bab XV tentang “Bendera, Bahasa, dan Lambang
5
Hariyanto, Kewarganegaraan. Hal,86-89.

8
Negara serta Lagu Kebangsaan”. Jika ke-27 pasal tersebut dirinci
jumlah ayat atau butur ketentuan yang diaturnya, maka isinya
mencakup 59 butir ketentuan yang mengalami perubahan atau
bertambah dengan rumusan ketentuan baru sama sekali.

Setelah itu, agenda perubahan dilanjutkan lagi dalam sidang


tahunan MPR-RI tahun 2001 yang berhasil menetapkan naskah
perubahan ketiga UUD 1945 pada tanggal 9 November 2001. Bab –
bab didalam UUD 1945 yang mengalami perubahan dalam naskah
perubahan ketiga ini adalah Bab I tentang “Bentuk dan Kedaulatan”,
Bab II tentang “MPR”, Bab III tentang “Kekuasaan Pemerintahan
Negara”, Bab V tentang “Kementerian Negara”, Bab VIIA tentang
“DPD”, Bab VIIB tentang “Pemilu”, dan Bab VIIIA tentang “BPK”.
Seluruhnya terdiri atas 7 Bab, 23 pasal, dan 68 butir ketentuan atau
ayat. Dari segi jumlahnya yang dapat dikatakan naskah perubahan
ketiga ini memang paling luas cakupan materinya.

Perubahan yang terakhir dalam rangkaian gelombang reformasi


nasional sejak tahun 1998 sampai tahun 2002, adalah perubahan yang
ditetapkan dalam siding tahunan MPR-RI tahun 2002. Pengesahan
naskah perubahan keempat ditetapkan pada tanggal 10 Agustus 2002.6

6) Karakteristik warga Negara yang demokrat


1) Rasa hormat dan tanggung jawab
Warga Negara memiliki rasa hormat terutama terhadap pluralitas
masyarakat indonesiadari suku bangsa, ras, keyakinan beragama
dan ideologi politik.
2) Bersikap kritis
Warga Negara demokrat selalu bersikap kritis, baik terhadap
kenyataan empiris (realita social, budaya, dan politik) maupun
terhadap kenyataan supra empiris (agama, metodelogi,
kepercayaan).
3) Bersikap terbuka
Merupakan rasa hormat terhadap kebebasan sesama manusia,
termasuk tenggang rasa pada hal – hal yang tidak biasa, hal – hal
baru dan asing.

Pada dasarnya nilai nilai fundamental demokrasi


konsitusional merupakan pancaran dari nilai – nilai martabat
kemanusiaandan nilai – nilai yang dimiliki setiap orang yakni:

6
Jimly Asshiddiqie Konstitusi & Konstitualisme Indonesia (Jakarta:Sinar Grafika, 2010). Hal.47-
49

9
1) Hak – hak dasar yakni bahwa tugas utama suatu pemerintahan
demokrasi adalah melindungi hak – hak fundamental manusia
hak hidup, hak mendapatkan kebebasan dan hak memiliki.
2) Kebebasan berekspresi dan kesadaran sebagaimana keduanya
mendasari nilai – nilai konstitusi demokrasi tentang hak
mendapatkan pelayanan kesehatan dan hak untuk
mengembangkan diri
3) Prifasi dan masyarakat sipil, yaitu adanya perlindungan atas
perlindungan antara hak pribadi dan social yang melindungi
keluarga, pribadi, agama, organisasi dan kegiatan – kegaiatan
sejenis lainnya.
4) Keadilan yang meliputi:
 Pemerataan keadilan
 Kebenaran keadilan atau keputusan hukum yang adil
dan tepat sasaran
 Mekanisme keadilan atau keputusan hukum yang
dilakukan secara adil melalui lembaga – lembaga
hukum
5) Persamaan yang meliputi:
 Persamaan dalam partisipasi politik, yakni kesamaan
hak setiap warga Negara untuk memilih dan dipilih.
 Persamaan dihadapan hukum atau tidaknya,
diskriminasi hokum yang didasari oleh perbedaan
gender, usia, ras, agama, etnis, afiliasi politik dan kelas
sosial.
 Persamaan ekonomi, atau semua warga Negara
memiliki peluang dan kesempatan yang sama untuk
memperoleh kesejahteraan dan mendapatkan pelayanan
dari Negara, dalam memajukan kehidupan ekonominya.
6) Keterbukaan yaitu bahwa demokrasi konstitusional dilandasi
oleh filsafat politik keterbukaan atau kebabasan pendapat, dan
ketersediaan informasi melalui pers yang bebas dan kebebasan
berekspresi dalam segala lapangan.7

BAB III

PENUTUP

7
Waqiatul Masruroh, Buku Ajar Civic Education (Pendidikan Kewarganegaraan), (Surabaya:
Pena Salsabila), hal, 42-47.

10
A. Kesimpulan
Konstitusi merupakan sebuah norma atau ketentuan dasar terkait
dengan kehidupan kenegaraan dan kebangsaan yang mempunyai tujuan
untuk membatasi kesewenangan tindakan pemerintah, untuk menjadi
hak – hak yang diperintah, dan merumuskan pelaksanaan kekuasaan
yang berdaulat. Konstitusi di dalam Negara Indonesia mengalami
perubahan dari zaman ke zaman. Sebagian kalangan menghendaki
perubahan total UUD 1945 dengan cara membentuk konstitusi baru..
Maka dengan ini konstitusi di Indonesia mengalami beberapa
perubahan yaitu mulai dari UUD 1945, konstitusi RIS, UUD sementara
tahun 1950, hingga kembali UUD 1945. UUD 1945 telah mengalami
empat kali amandemen, yaitu perubahan pertama pada tahun 1999,
perubahan kedua tahun 2000, perubahan ketiga tahun 2001, perubahan
keempat tahun 2002.

11
DAFTAR PUSTAKA

Al Hakim, Suparlan dkk. Pendidikan Kewarganegaraan dalam konteks Indonesia.


Malang:Madani,2014.
Asshiddiqie, Jimly. Konstitusi & Konstitualisme Indonesia. Jakarta:Sinar Grafika,
2010.
Hariyanto, Edi. Pendidikan Pancasila Dan Kewarganegaraan. Surabaya:Pena
Salsabila, 2013.
Masruroh Waqiatul. Buku Ajar Civic Education (Pendidikan Kewarganegaraan).
Surabaya: Pena Salsabila.
Thaib, Dahlan dkk. Teori dan Hukum Konstitusi. Jakarta:PT Raja Grafindo
Persada, 2001.

12

Anda mungkin juga menyukai